MAKALAH TENTANG KEMISKINAN DAN PEMBANGUNAN SOSIAL No. 6/Juli 2003
Cara-cara Partisipasi Pengalaman dari RETA 5894: Kegiatan Pembinaan Kapasitas dan Partisipasi II
Oleh Cindy F. Malvicini dan Anne T. Sweetser
Asian Development Bank Departemen Pembangunan Regional dan Berkelanjutan
ADB DISCLAIMER FOR TRANSLATED DOCUMENTS
This document has been translated from English in order to reach a wider audience. However, English is the official language of the Asian Development Bank and the English original of this document is the only authentic (that is, official and authoritative) text. Any citations must refer to the English original of this document.
Hak Cipta: Asian Development Bank 2003
Hak Cipta Dilindungi. Pandangan-pandangan yang diberikan dalam buku ini adalah pandangan penulis dan tidak mencerminkan pandangan dan kebijakan Asian Development Bank, atau Dewan Gubernur atau pemerintah-pemerintah yang mereka wakili. Asian Development Bank tidak menjamin keakuratan data yang ada dalam publikasi ini dan tidak bertanggung jawab atas akibat yang timbul dari penggunaannya. Penggunaan istilah "negara" tidak menyiratkan penilaian penulis atau Asian Development Bank tentang status hukum atau status lain dari kesatuan wilayah manapun. Stok Publikasi No. 050803 Diterbitkan dan dicetak oleh Asian Development Bank, 2003.
PENDAHULUAN Bantuan teknis regional (RETA) 5894 dari Asian Development Bank (ADB) mendukung kegiatan pembinaan kapasitas dan partisipasi di 22 proyek, studi kemiskinan, pengembangan strategi dan program negara, dan kegiatan lain pada tahun 2000 dan 2001. Laporan evaluasi memperlihatkan bahwa anggota staf yang menerima bantuan mampu mencapai banyak hal dengan sedikit dana yang tersedia. Bantuan ini menyuarakan aspirasi para stakeholder, memfasilitasi komunikasi, memperlancar jalannya proyek, meningkatkan mutu, dan membantu menangani konflik. Staf merasa bahwa biaya yang dikeluarkan lebih kecil dibandingkan dengan keuntungan yang didapatkan, bahwa menggunakan pendekatan partisipatif lebih mudah daripada yang mereka perkirakan, dan bahwa administrasi dan bantuan RETA sangat memuaskan. Mereka juga menyebutkan sejumlah tantangan dalam mendorong peningkatan partisipasi dalam ADB, seperti kebutuhan insentif dan dukungan yang lebih besar, termasuk pembiayaan untuk penempatan kegiatan partisipatif pada arus utama. Modalitas khusus untuk kegiatan partisipatif digunakan oleh para manajer proyek pada berbagai konteks dan untuk melaksanakan berbagai tugas yang berbeda. Ringkasan dan analisis kasus-kasus ini yang saling kontras sebagai contoh disiapkan untuk mendapatkan dan berbagi pelajaran dari RETA dengan staf ADB dan negara anggota berkembang. Ms. Cindy Malvicini diikutsertakan untuk menyusun laporan ini. Ia menggunakan laporan evaluasi RETA dan studi kasus yang disiapkan oleh Ms. Rekha Dayal, meninjau dokumen proyek dan mewawancarai staf untuk mendapatkan perincian-perincian tambahan sewaktu dibutuhkan. Ia berada di bawah pengawasan Anne T. Sweetser, Spesialis Pembangunan Sosial, Pembangunan Partisipatif, dibantu oleh Ms. Sri Wening Handayani, Spesialis Pembangunan Sosial.
DAFTAR ISI Halaman I.
KATA PENGANTAR Latar Belakang Membangun Modal Sosial melalui Kegiatan Partisipatif Mengikutsertakan Pendekatan dan Metode Partisipatif
1 1 3 4
II
STUDI KASUS CONTOH DENGAN CARA-CARA PARTISIPASI 7 Partisipasi dengan Berbagi/Mengumpulkan Informasi 7 Perencanan Nasional Republik Rakyat Cina tentang Kemiskinan Vietnam: Studi Mengenai Modal Daya Manusia Kaum Miskin Partisipasi melalui Konsultasi/Mencari Umpan Balik 10 Kawasan Pertumbuhan ASEAN Timur: Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah India: Proyek Pembangunan Perkotaan Tajikistan: Analisis Kemiskinan Partisipatif untuk Rehabilitasi Tenaga Listrik Perjanjian Perdagangan Bebas antara India dan Sri Lanka Partisipasi melalui Kolaborasi/Pembuatan Keputusan Bersama 17 Kazakhstan: Program Negara untuk Pengurangan Kemiskinan Partisipasi melalui Pemberdayaan/Kendali Bersama 19 Filipina: Pembangunan Masyarakat Perkotaan Miskin Filipina: Pengelolaan Sumber Daya Pertanian Dataran Tinggi Cordillera Ringkasan 24
III.
DISKUSI DAN ANALISIS: MENGOPTIMALKAN PARTISIPASI Pelatihan dalam Pendekatan Partisipatif Studi Kasus Contoh mengenai Pembinaan Kapasitas: Pengembangan Ketrampilan, Vanuatu Memperkuat Kerangka Pembangunan Partisipatif ADB Menempatkan Pendekatan dan Metode Partisipatif pada Arus Utama Memastikan Dukungan Kelembagaan Dukungan dalam Lembaga Pembangunan Kerangka Perencanaan Partisipatif dalam Lembaga Pembangunan Dukungan dalam Negara-Negara Anggota Membina Lingkungan Belajar Pendekatan Tradisional Pendekatan Belajar
25 25 26 27 28
31
IV.
MENCAPAI PARTISIPASI OPTIMAL MELALUI PERENCANAAN
36
V.
KESIMPULAN
38
SINGKATAN ADB ASEAN BIMPEAGA BNRMP CHARM CSP DMC NGO PRA PRC RETA SME
– – – – – – – – – – – –
Asian Development Bank Association of Southeast Asian Nations Brunei, Indonesia, Malaysia, Filipina -Kawasan Pertumbuhan ASEAN Timur Rencana pengelolaan sumber daya alam barangay Pengelolaan Sumber Daya Pertanian Dataran Tinggi Cordillera Strategi dan program negara Negara anggota berkembang Organisasi non pemerintah Penilaian pedesaan partisipatif Republik Rakyat Cina Bantuan teknis regional Usaha kecil dan menengah
I.
KATA PENGANTAR
Latar Belakang 1. Pembangunan yang efektif membutuhkan keterlibatan awal dan nyata di pihak semua stakeholder dalam penyusunan rancangan kegiatan yang akan mempengaruhi mereka. Sewaktu orang yang terlibat merasa bahwa partisipasi mereka penting, mutu, efektifitas, dan efisiensi prakarsa pembangunan akan meningkat.1 Di samping itu, selama lebih dari satu dekade yang lalu terdapat kesepakatan bahwa mereka yang dipengaruhi prakarsa pembangunan memiliki hak untuk ikut serta di dalamnya. Sehingga, ada pembenaran pragmatis dan moral untuk melaksanakan pendekatan partisipatif dalam penyusunan program pembangunan. 2. Partisipasi dalam merumuskan sasaran-sasaran fundamental serta dalam perencanaan dan pelaksanaan kegiatan memberdayakan stakeholder dan meningkatkan rasa memiliki. Semua ini membantu kelancaran pelaksanaan proyek yang efektif, pemantauan kegiatan yang jujur, dan hasil-hasil yang berkelanjutan. Pengurangan kemiskinan yang efektif juga membutuhkan fleksibilitas yang lebih tinggi dalam menanggapi masalah dan peluang yang tak terduga sepanjang pengembangan, pelaksanaan dan pemantauan proyek. Kepekaan dan kolaborasi di antara para penerima manfaat yang dimaksudkan, pemerintah, masyarakat sipil, dan sektor swasta di tingkat daerah, menengah (kabupaten, provinsi, dll.), dan nasional mendorong peningkatan pembangunan modal sosial dan tata pemerintahan yang sehat.2 3. Prinsip-prinsip di atas memotivasi Asian Development Bank (ADB) untuk menyediakan dua dana bantuan teknis regional (RETA). Pada tahun 1996, staf proyek ADB ditawari sumber daya pelengkap untuk melakukan kegiatan partisipatif atau pembinaan kapasitas (RETA 5692). Lima belas kegiatan operasional di 11 negara anggota berkembang (DMC) mendapat dukungan senilai $300.000.3 Dana tersebut terbukti menjadi instrumen yang baik untuk mendorong peningkatan partisipasi sehingga pada tahun 2000 ditambah lagi dengan dana serupa sebesar $400.000 (RETA 5894). Dana kedua juga menyediakan maksimal $20.000 per proyek untuk memungkinkan dimasukkannya sejumlah besar proyek dan dilibatkannya lebih banyak staf ADB dan
1
2 3
Untuk contoh lihat: Brinkerhoff, Derick W. dan Benjamin L. Crosby. 2002. Mengelola Reformasi Kebijakan: Konsep dan Alat Pembuat Keputusan dalam Negara-Negara Berkembang dan Transisi. Bloomfield, CT: Kumarian Press, Inc., Cernea, Michael, ed.. Mendahulukan Kepentingan Rakyat, Variabel Sosiologi pada Pembangunan Pedesaan, edisi revisi kedua, New York Oxford University Press untuk Bank Dunia Krishna, Anirudh, Norman Uphoff dan Milton J. Esman, eds.. 1997. Alasan untuk Berharap: Pengalaman dalam Pembangunan Pedesaan yang Berisi Pelajaran. Bloomfield CT: Kumarian Press. Narayan, Deepa. 1995. Sumbangan Partisipasi Rakyat: Bukti dari 121 Proyek Penyediaan Air. Bank Dunia. -----, 2002. Pemberdayaan dan Pengurangan Kemiskinan: Buku Sumber. Bank Dunia. ADB. 1999. Bantuan Teknis untuk Membantu Kelancaran Pembinaan Kapasitas dan Kegiatan Partisipatif II. Manila. ADB. 2000. Membiayai Kegiatan Partisipatif Hulu. Manila.
2 personil DMC dalam pendekatan partisipatif. Rata-rata dana bantuan berjumlah $16.000. 4. Duapuluh dua proyek mendapatkan bantuan di bawah RETA 5894. Lima belas dari prakarsa tersebut berkaitan dengan analisis kemiskinan; delapan di antaranya untuk proyek dan tujuh untuk pengembangan strategi dan program negara ADB (CSP). Tiga upaya membina kapasitas daerah untuk menggunakan metode partisipatif yang berfokus pada organisasi rakyat (organisasi non pemerintah daerah). Dua prakarsa lainnya melibatkan dialog sub-daerah. Dua kegiatan yang terakhir melibatkan konsultasi dengan para stakeholder untuk mengembangkan kebijakan atau strategi. Pada kebanyakan kasus, kegiatan partisipatif digunakan untuk melengkapi data sekunder yang tersedia yang dikumpulkan untuk mendukung pengembangan program.4 5. Evaluasi RETA 5894 menunjukkan bahwa pengalaman dan pengaruh pendekatan partisipatif ternyata positif bagi staf ADB, lembaga mitra di DMC, dan para stakeholder itu sendiri. Pemberian modal usaha sebagai insentif untuk mencoba pembangunan partisipatif menyebabkan perubahan sikap yang besar. “Umumnya, para pengguna dana merasa bahwa walaupun dana bantuannya kecil, dana itu sangat membantu dalam mendukung pekerjaan mereka dan menciptakan kesadaran di antara banyak stakeholder dalam negara tersebut mengenai kebutuhan orang miskin.”5 Lebih lanjut, personil ADB dan DMC yang diwawancarai percaya bahwa biaya partisipasi kecil dibandingkan dengan keuntungan yang didapatkan. 6. Staf ADB menyebutkan secara menggunakan pembangunan partisipatif, 6:
4 5
6
garis
besar
beberapa
kendala
dalam
•
Jadwal yang sangat ketat untuk memproses pinjaman membuat pendekatan tersebut sulit karena pembuatan keputusan partisipatif menuntut fleksibilitas dan kadang-kadang banyaknya waktu yang tidak dapat diperkirakan.
•
Tidak ada insentif bagi staf untuk menggunakan metode partisipatif.
•
Biasanya pembiayaan tidak tersedia untuk mendukung kegiatan partisipatif dalam konteks pemrosesan proyek regular atau bantuan teknis.
•
Para manajer proyek terutama berfokus pada logistik, keuangan, dan konstruksi; mereka takut para penerima manfaat akan kehilangan kesabaran mereka terhadap proses-proses partisipatif atau kegiatan yang diajukan jika staf tersebut tidak mampu memenuhi permintaan penerima manfaat untuk waktu diskusi atau rancangan input yang nyata.
•
Pergantian staf yang sering terjadi dalam ADB dan DMC menghambat kelangsungan dan keefektifan kegiatan partisipatif.
Dayal, Rekha. 2002. Secara Sistematis Belajar dari Pengalaman Pelaksanaan RETA 5894. Manila. ADB. Dayal, Rekha, dan Anne T. Sweetser (ed.). 2002. Pembangunan Adalah Urusan Mereka: Menyuarakan Aspirasi dan Memberi Pilihan Kepada Para Stakeholder. Tinjauan ADB, Maret-April: 23–24. Manila. Ibid.
3 •
Dilaporkan bahwa beberapa staf tidak bersedia mencoba partisipasi.
•
Beberapa negara tidak mengenal cara-cara kerja yang lebih menyeluruh/partisipatif, dan memiliki keahlian yang terbatas untuk melakukan konsultasi dan analisis kemiskinan; khususnya di negaranegara ini, kegiatan partisipatif mungkin mahal dari segi logistik dan perjalanan yang dibutuhkan konsultan luar.
•
Kurang ada kejelasan mengenai kemitraan; beberapa pihak merasa bahwa organisasi non pemerintah (NGO) dan mediator sosial lain jangan diperlakukan berbeda dari para kontraktor atau konsultan; meskipun demikian, beberapa staf merasa bahwa NGO perlu diperlakukan sebagai mitra proyek.
7. Maksud makalah ini adalah untuk mempelajari cara ADB menggunakan pembangunan partisipatif dalam operasinya, dengan menggunakan contoh-contoh dari kasus-kasus RETA 5894, untuk membantu ADB dan DMC merumuskan langkahlangkah selanjutnya ke arah partisipasi yang lebih dalam dan luas pada kegiatan mereka dan menentukan cara mereka memperkuat kerangka pembangunan partisipatif. Makalah ini tidak dimaksudkan untuk menjadi kritik yang menyeluruh atau tinjauan yang mendalam terhadap masing-masing kasus. 8. Makalah ini pertama-tama membahas bagaimana modal sosial dapat dibangun melalui kegiatan partisipatif. Kemudian, sejauh mana—seluruh segi—partisipasi diperiksa dalam 10 kasus. Arti penting pembinaan kapasitas stakeholder daerah dalam praktek-praktek partisipatif juga dibahas. Makalah ini kemudian menyebutkan cara-cara kerangka pembangunan partisipatif dapat diperkuat dengan penempatan partisipasi pada arus utama, memastikan dukungan kelembagaan, dan mendorong peningkatan lingkungan belajar yang bersifat interaktif. Pembahasan akhir berfokus pada mengoptimalkan pembangunan partisipatif.
Membangun Modal Sosial melalui Kegiatan Partisipatif 9. Modal sosial mengacu pada bagian-bagian organisasi sosial—jaringan, normanorma saling ketergantungan, dan kepercayaan—yang memfasilitasi kerjasama untuk manfaat bersama.7 Keanggotaan dalam berbagai jenis jaringan sosial yang dapat diamati, ditambah “sumber daya moral” yang tidak kelihatan seperti kepercayaan, kerjasama, saling ketergantungan, dukungan, dan arus informasi, peduli dengan dan memperkuat satu sama lain. Secara bersama-sama, bagian-bagian yang membentuk modal sosial ini akan mendukung stabilitas politik dan vitalitas ekonomi berkesinambungan. 10. Jaringan terdapat di dalam masyarakat, menjangkau ke luar (secara horizontal) ke kelompok-kelompok lain, dan menghubungkan orang (secara vertikal) ke orangorang lain yang berwewenang. Hubungan-hubungan ini masing-masing disebut sebagai tindakan untuk mengikat, menjembatani, dan mengkaitkan modal sosial. Sebagaimana dijelaskan oleh Woolcock, orang miskin mengandalkan aset-aset seperti itu sebagai 7
Putnam, Robert D. 1993. Membangun Demokrasi: Tradisi Umum di Itali Modern. Princeton: Princeton University Press, p. 167–171.
4 penghubung kepada orang-orang seperti mereka yang membantu mereka, misalnya pada saat mereka sakit atau membutuhkan pengasuh anak-anak (modal sosial yang berdaya ikat). Mereka mengandalkan hubungan dengan orang di luar kelompok sendiri yang dapat membantu mereka, misalnya, individu-individu di bidang kerja terkait di tempat-tempat lain (modal sosial yang menjembatani); dan hubungan dengan orang yang berada pada posisi yang memiliki kekuatan politik atau keuangan untuk mendapatkan kesempatan dan mobilitas (modal sosial yang mengkaitkan).8 Semua orang mengandalkan hubungan dengan orang lain yang mereka percayai untuk dapat maju, tetapi orang miskin mungkin lebih mengandalkan modal sosial daripada pendidikan untuk bertahan hidup.9 11. Karena orang miskin begitu mengandalkan jaringan sosial, pembangunan modal sosial sangat menentukan untuk membantu mereka melakukan transisi sosial, ekonomi, dan politik yang perlu untuk “mengembangkan” diri. Karena itu, pembangunan melibatkan lebih dari sekadar meningkatkan mutu prasarana, akses, dan pelayanan bagi orang miskin.10 12. Modal sosial dapat ditingkatkan bila ada lingkungan belajar yang partisipatif atau diwujudkan dengan dukungan donor maupun pemerintah; atau ditingkatkan bila pendekatan partisipatif dimasukkan secara sistematis dalam seluruh tahap kegiatan proyek, dari konseptualisasi melalui pelaksanaan sampai ke evaluasi. Bila ada kepercayaan di antara anggota kelompok, atau bila kelompok-kelompok yang berbeda bersatu untuk bekerja sama dan saling mendukung, orang akan mampu mencapai lebih banyak hal.11 13. Modal sosial dianggap sebagai hasil yang diinginkan dari proyek,12 meskipun demikian hal ini jarang muncul di antara tujuan-tujuan proyek ADB. Thomas Carroll mewawancarai 32 anggota staf dan manajer ADB mengenai manfaat modal sosial dalam operasi ADB. Ia menemukan bahwa walaupun mereka menghargai sumbangan positif asosiasi-asosiasi masyarakat bagi pekerjaan ADB, dan menghargai pembinaan kapasitas asosiasi demikian untuk meningkatkan keberlanjutan proyek, “kebanyakan [staf ADB] lebih cenderung mengaitkan kapasitas asosiasi setempat dari sudut kontribusinya kepada proyek, daripada memandang pemantapan kapasitasnya sebagai hasil proyek yang berharga.”13 Dari 22 kasus yang dibiayai di bawah RETA 5894, hanya satu yang mencoba memberdayakan masyarakat setempat dengan memantapkan organisasi warga. Pada beberapa kasus lain, modal sosial muncul sebagai produk sampingan proses konsultasi atau kolaborasi, tetapi itu bukan salah satu dari sasaransasaran proyek. Contoh-contoh bagaimana modal sosial ditingkatkan pada kasus-kasus RETA 5894 diamati di seluruh makalah ini. 8
Woolcock, Michael, dan Anne T. Sweetser. 2002. Modal Sosial: Ikatan-ikatan yang Menghubungkan. Tinjauan ADB, Maret-April. Manila. 9 Narayan, Deepa, dan Lant Pritchett. 1997. Uang dan Keramahtamahan: Pendapatan Rumah Tangga dan Modal Sosial di Pedesaan Tanzania. Pembangunan Sosial dan Kelompok Riset Pembangunan, Makalah Riset Kebijakan No. 1796. Washington, D.C.: Bank Dunia. Juga, Pembangunan Ekonomi dan Perubahan Budaya 47(4):871-893. (1999). 10 Lihat Catatan Kaki 8. 11 Coleman, James S. 1990. Fondasi Teori Sosial. Cambridge: Belknap Press of Harvard University Press. 12 http://www.worldbank.org/poverty/scapital dan http://www.statistics.gov.uk/socialcapital 13 Carroll, Thomas F. 2001. Modal Sosial, Kapasitas Setempat dan Pengurangan Kemiskinan. Manila: ADB.
5
Mengikutsertakan Pendekatan dan Metode Partisipatif 14. Partisipasi berkisar dari yang dangkal sampai yang informasi yang pasif sampai komitmen penuh (Gambar 1). dilibatkan dalam banyak hal, dari sekadar diberitahu bahwa “berlangsung” sampai mengambil bagian dalam proyek-proyek bertanggung jawab atas pembangunan mereka sendiri.
dalam—dari pertukaran Para stakeholder dapat “pembangunan” sedang yang membantu mereka
Gambar 1: Tingkat Partisipasi Berbagi Informasi Bersama
Konsultasi/ Kolaborasi/ Pembuatan Pemberdayaan/ Mendapatkan Umpan Balik Keputusan Bersama Kendali
Dangkal <--------------------------------------------------------------------------------------------------> Dalam
15. Berbagi (atau mengumpulkan) informasi berada pada ujung pasif atau dangkal dari skala partisipasi. Ini bisa melibatkan penyebarluasan informasi tentang program yang direncanakan atau meminta para stakeholder untuk memberikan informasi yang akan digunakan oleh para pihak lain untuk membantu merencanakan atau mengevaluasi proyek atau kegiatan lain. Dalam kedua kasus tersebut, komunikasi lebih bersifat satu arah daripada interaktif. 16. Umumnya ADB menggunakan istilah konsultasi untuk melukiskan setiap pelibatan stakeholder dalam kegiatannya. Tetapi, dalam pembangunan partisipatif istilah tersebut didefinisikan secara lebih sempit; istilah tersebut mengacu kepada orang yang diminta pendapatnya mengenai sesuatu sementara para profesional pembangunan mendengarkan pandangan mereka. Biasanya, orang yang terlibat tidak bertanggung jawab dalam perumusan rencana yang semula atau keputusan yang tersangkut, dan para profesional pembangunan tidak berkewajiban memasukkan pandangan mereka. Namun konsultasi dapat bersifat kurang lebih partisipatif dan dapat berkembang menjadi kolaborasi atau kendali bersama. Di satu pihak, bila orang terlibat dalam mendefinisikan perubahan yang diinginkan, atau dalam mengidentifikasi masalah dan solusinya, konsultasi dapat berkembang ke arah pembangunan jaringan yang lebih besar—yang merupakan salah satu komponen utama pembentukan modal sosial—dan rasa memiliki proyek atau kebijakan yang dibahas. Di pihak lain, banyak proses konsultatif hanya berfokus pada mendapatkan “persetujuan” (yang relatif pasif) untuk kegiatan yang telah direncanakan, atau kebijakan atau program yang telah diatur. Proses konsultasi yang terutama mencari umpan balik bagi rencana atau strategi yang didefinisikan sebelumnya berada di dekat ujung dangkal dari tingkat skala partisipasi. 17. Kolaborasi/pembuatan keputusan bersama dan pemberdayaan/kendali bersama mewakili apa yang oleh kebanyakan pelaku pembangunan partisipatif dianggap sebagai partisipasi sejati. Pada tiap tahap, para stakeholder terlibat aktif dan tercapai hasil yang berkelanjutan. Dalam kolaborasi, misalnya, orang diundang oleh pihak luar untuk memenuhi tujuan yang telah ditentukan sebelumnya: profesional atau organisasi pembangunan mengidentifikasi problem atau masalah yang akan dibahas, dan menghimpunkan kelompok untuk berkolaborasi membahas topik tersebut. Para
6 stakeholder mungkin tidak memprakarsai kolaborasi tersebut, tetapi secara signifikan mempengaruhi hasilnya. Kelompok atau sub-kelompok dibentuk sehingga membangun jaringan dan meningkatkan mutu struktur atau praktek. Orang itu sendiri dan proyek di mana mereka bekerja berubah akibat interaksi mereka. Gagasan-gagasan para stakeholder mengubah desain proyek atau rencana pelaksanaan, atau menyumbang pada kebijakan atau strategi baru. Yang paling penting, profesional atau organisasi pembangunan yang meminta keterlibatan stakeholder menanggapi dengan serius sudut pandang orang-orang tersebut dan bertindak sesuai dengan sudut pandang tersebut. 18. Kendali bersama melibatkan partisipasi yang lebih dalam daripada kolaborasi. Warga masyarakat menjadi lebih diberdayakan dengan menerima tanggung jawab yang makin bertambah atas pengembangan dan pelaksanaan rencana aksi sehingga bertanggung jawab kepada anggota kelompok demikian pula atas pembentukan atau pemantapan lembaga-lembaga daerah. Para profesional pembangunan menjadi fasilitator bagi proses yang digerakkan oleh daerah. Para stakeholder memegang kendali serta pemilikan atas komponen mereka dalam proyek atau program, dan membuat keputusan sesuai dengan itu. Pada tingkat ini, partisipasi daerah sangat berkelanjutan karena orang yang bersangkutan memiliki kepentingan dalam mempertahankan struktur atau praktek. Pemantauan partisipatif—di mana warga masyarakat, kelompok atau organisasi menilai tindakan mereka sendiri dengan menggunakan prosedur dan indikator kinerja yang mereka pilih sewaktu menyelesaikan rencana mereka—memperkuat pemberdayaan dan keberlanjutan. Karena lebih bersifat sebagai pelengkap, daripada pengganti untuk, pemantauan eksternal, pemantauan partisipatif telah disebut “penyempurna” pembangunan partisipatif.14 19. Bila dulu tidak ada partisipasi yang signifikan, pengumpulan informasi atau konsultasi dapat dipandang sebagai tonggak penting. Di samping itu, tantangan, kendala, dan peluang khusus yang diberikan oleh masing-masing konteks mengartikan bahwa hal-hal ini kadang-kadang dapat dinilai sebagai cara-cara partisipasi yang paling sesuai. Pada kesempatan lain, hal-hal ini dapat melengkapi dan mendukung bentuk partisipasi yang lebih rumit. Banyak dari kasus yang ditinjau di sini adalah eksperimen atau langkah-langkah pertama yang dirancang untuk memperkenalkan stakeholder dalam dan luar kepada teknik-teknik partisipasi. Di samping itu, banyak kegiatan yang rumit dan menggunakan beberapa bentuk partisipasi, kadang-kadang mulai pada satu tingkat dan menjadi lebih dalam sewaktu para profesional pembangunan dan stakeholder daerah belajar bersama. Aspek-aspek tertentu dari masing-masing kasus disoroti dalam makalah ini untuk memperjelas bentuk partisipasi tertentu.
14
Robert Chambers, komunikasi pribadi dengan A. T. Sweetser
7
II.
STUDI KASUS CONTOH DALAM CARA-CARA PARTISIPASI
Partisipasi dengan Berbagi/Mengumpulkan Informasi 20. Ujung pasif pada skala partisipasi (dari dangkal sampai dalam) adalah menyebarluaskan informasi kepada, atau mencari informasi dari, para stakeholder. Penyebarluasan informasi harus menjadi bagian dari setiap prakarsa pembangunan. Beberapa proyek yang dibiayai RETA 5894 memperlihatkan bahwa meminta masyarakat daerah untuk memberikan informasi tentang kehidupan dan mata pencaharian mereka menghasilkan data kualitatif yang sangat berguna yang melengkapi data kuantitatif yang ada. Namun, pengumpulan informasi terbatas pada kegiatan penelitian dan pencarian fakta, dan tidak memperkuat kepemilikan daerah terhadap proyek. Bahaya tingkat partisipasi ini adalah bahwa biasanya kegiatan ini murni bersifat mengambil (ekstraktif) – setelah orang berbagi informasi, biasanya mereka tidak diberitahu mengenai hasil studi tersebut. Sehingga mereka sering merasa bahwa mereka lebih hanya sebagai subyek pertanyaan, daripada pelaku yang dihormati dalam pembangunan mereka sendiri. Di sini, dua contoh penting, dari Republik Rakyat Cina (PRC) dan Vietnam, dianalisis. Republik Rakyat Cina: Perencanaan Nasional tentang Kemiskinan 21. Pengadaan informasi merupakan langkah pertama yang baik dalam memperkenalkan stakeholder RRC kepada proses-proses partisipasi. Analisis partisipatif mengenai kemiskinan dilakukan untuk memberikan data yang mendukung pengembangan CSP. Lokakarya kebijakan nasional yang diselenggarakan pada akhir kegiatan merupakan yang pertama di RRC yang diorganisasi oleh donor internasional, yang menghimpunkan wakil-wakil masyarakat miskin, pemerintah, LSM, dan sektor swasta. 22. Mengingat waktu dan anggaran yang terbatas, hanya dua masyarakat yang dapat dipilih untuk penilaian kemiskinan, satu perkotaan dan satu pedesaan. Diskusi dengan orang miskin di kawasan pedesaan menyingkapkan bahwa pandangan mereka mengenai kemiskinan berbeda dengan Pemerintah. Demikian pula, orang miskin di masyarakat perkotaan menyatakan bahwa Pemerintah lebih memusatkan perhatian pada kebutuhan pangan dan pernaungan daripada mengatasi kemiskinan secara lebih menyeluruh. Ini merupakan informasi yang berharga. 23. Di desa pedesaan, teknik penilaian pedesaan partisipatif (PRA), seperti pemetaan masyarakat dan penyusunan peringkat kekayaan, digunakan untuk mendapatkan informasi dari tua-tua desa mengenai lingkungan masyarakat, sumber daya, warga, pekerjaan, perumahan, kondisi kesehatan, dan tingkat cakupan proyek masyarakat. Para peserta menganalisis penyebab dan akibat kemiskinan. Metode yang lebih tradisional dan lebih tidak intensif yang menggunakan wawancara yang setengah terstruktur, kuesioner, dan daftar periksa digunakan di kawasan perkotaan. 24. Konsultan yang melakukan kegiatan masyarakat menyusun dan menganalisis hasilnya. Mereka menyampaikan laporan akhir pada lokakarya kebijakan nasional. Dua warga masyarakat yang miskin dari masing-masing masyarakat studi hadir bersama dengan LSM, wakil dari semua tingkat pemerintah, dan lembaga donor. Ini adalah
8 pertama kalinya ADB dan Pemerintah RRC menyelenggarakan suatu forum yang di dalamnya orang miskin dan LSM diundang untuk berbicara mengenai masalah kebijakan. Suara-suara orang miskin tersebut tercermin dalam kutipan dari laporan ADB: Seorang petani pria miskin dan seorang dokter wanita tanpa alas kaki dari Provinsi Guizhou dan seorang penyandang cacat dan seorang wanita yang di PHK di Beijing menyampaikan pandangan mereka. Petani tersebut membahas arti penting kesehatan masyarakat dan air minum pada program pengurangan kemiskinan serta perlunya pejabat pemerintah mendengarkan para petani dan merumuskan kebijakan yang efektif, khususnya dari segi penyuluhan pertanian. Dokter yang tanpa alas kaki menekankan perlunya mengurangi beban wanita yang menanggung tanggung jawab besar di lapangan dan yang harus mengadakan perjalanan jauh untuk mendapatkan perawatan kesehatan. Pekerja yang di-PHK bicara tentang perasaan tidak berdaya sebagai orang tua (ibu) tunggal yang sangat ingin memastikan pendidikan anaknya. Dia membahas kesulitannya dalam mendapatkan perumahan yang stabil dan diskriminasi terhadap orang yang berusia paruh baya dalam penyediaan lapangan kerja. Penyandang cacat tersebut membahas betapa malunya dia karena harus mengandalkan gaji istri setelah diberhentikan dari pekerjaan dan kemudian menjadi cacat akibat kecelakaan mobil. Sewaktu istrinya meninggal, sumber pendapatan satusatunya lenyap dan dia berpikir-pikir untuk bunuh diri. Dia menekankan perumahan dan pengeluaran transportasi sebagai kesulitan besar.15 25. Lokakarya nasional ini berharga tidak hanya untuk membuat para stakeholder nasional mendengarkan perspektif orang miskin, tetapi juga untuk memancing pembahasan tentang peran partisipasi dalam prakarsa pembangunan. Seorang pejabat daerah dari Guizhou dan seorang pejabat urusan sipil dari Beijing mengungkapkan penghargaan mereka untuk kegiatan-kegiatan partisipatif dan menyoroti kebutuhan akan pelatihan tingkat daerah dalam pendekatan dan teknik partisipatif. Strategi 10 tahun lembaga mitra pemerintah, Kantor Kelompok Utama Dewan Negara Pengurangan Kemiskinan dan Pembangunan, sekarang memasukkan pendekatan partisipatif sebagai salah satu dari banyak metode yang tersedia untuk memperolah pandangan para penerima manfaat dan mengumpulkan data sosial ekonomi. Kursus pelatihan yang disponsori oleh Kantor ini sekarang menganjurkan peningkatan partisipasi. 26. Pengumpulan informasi, betapapun bergunanya untuk membangkitkan kesadaran tentang kemiskinan dan mendorong peningkatan pendekatan partisipatif, tidak memberikan para stakeholder kendali atau pengaruh atas kebijakan pemerintah. Mereka hanya bisa berharap bahwa pandangan-pandangan dan saran-saran mereka akan dipertimbangkan dalam strategi pengurangan kemiskinan nasional. Walaupun para pejabat pemerintah mendengarkan dan umumnya menanggapi positif pengalaman tersebut, mereka tidak berbagi kekuasaan untuk membuat keputusan bersama LSM ataupun warga masyarakat. Tidak ada bukti bahwa para anggota masyarakat mengembangkan rasa memiliki CSP. Di kawasan perkotaan, teknik pengumpulan data kualitatif standar tidak banyak memberikan kesempatan kepada para stakeholder 15
Sobel, David. 2001. Ringkasan Suara-Suara Lokakarya tentang Kemiskinan (RETA 5894: Pembinaan Kapasitas dan Kegiatan Partisipatif II). Beijing.
9 masyarakat untuk menjadi lebih daripada subyek penelitian. Selain itu, sampel yang lebih besar tentu akan membantu pembuatan keputusan. Staf pembangunan sosial ADB mengamati perlunya memperbesar sampel, tetapi para perancang proyek kekurangan waktu dan dukungan kelembagaan untuk mengembangkan kegiatan tersebut. Jadi, walaupun sangat positif, kegiatan ini baru merupakan langkah pertama. Vietnam: Studi Mengenai Modal Daya Manusia Orang Miskin 27. Selama 20 tahun terakhir, serangkaian reformasi di Republik Sosialis Vietnam menghasilkan peningkatan standar hidup secara nyata. Persentase orang miskin turun dari sekitar 75% pada pertengahan tahun 1980an ke 58% pada tahun 1993 dan 37% pada tahun 1998.16 Namun, ketidakmerataan meningkat dan kemiskinan semakin terpusat di antara masyarakat yang memiliki modal daya manusia yang rendah, diukur dari segi pendidikan dan kesehatan. 28. Penelitian partisipatif ini dilakukan untuk mendokumentasikan pandangan orang miskin mengenai perubahan-perubahan pada kesehatan dan pendidikan sejak reformasi, dan untuk menyediakan informasi yang otentik untuk pengembangan kebijakan sosial. Tiga lokasi pada masing-masing dari tiga provinsi telah dipilih. Alat-alat PRA digunakan, termasuk urutan kekayaan, pemetaan sosial, peta mobilitas, dan metode penelitian kualitatif seperti diskusi kelompok fokus. Hasil-hasilnya terdiri dari studi menyeluruh yang diterbitkan dan tinjauan opsi kebijakan berdasarkan data kualitatif, indikator kuantitatif, informasi sekunder, dan profil kemiskinan yang ada. 29. Alat partisipasi untuk pengumpulan data kualitatif merupakan alternatif yang ternyata diterima di samping metode penelitian tradisional karena alat tersebut memberikan wewenang kepada warga, sebaliknya daripada memperlakukan mereka sebagai obyek penelitian yang pasif. Para peneliti mendapatkan tidak lain dari kata-kata dan pandangan para warga. “PRA merupakan metode yang memfasilitasi pandangan mendalam masyarakat terhadap diri sendiri dan kemungkinan-kemungkinannya, dan memungkinkan para anggota untuk menyampaikan penemuan mereka dengan cara mereka yang bervariasi, bermakna, dapat dipakai serta realistis.“17 Berbagai prioritas, pandangan-pandangan dunia, dan kebutuhan yang dirasakan anggota masyarakat didokumentasikan dengan cara yang diakui dan disetujui para peserta, seperti peta sumber daya dan penggunaan lahan mereka yang digambar dengan tangan, garis tren sejarah dan kalender musim, serta sketsa hubungan antar penduduk dan antara mereka dengan orang luar. 30. Untuk menilai kemiskinan dan, dalam hal ini, modal daya manusia, teknik-teknik ini sangat berharga. Penduduk pedesaan menceritakan pengalaman mereka dalam mendapatkan pelayanan kesehatan yang tersedia dan berbagi pandangan tentang mutu dan akses mereka ke pendidikan. Bagi pria dan wanita miskin, kemiskinan lebih daripada sekadar tidak memiliki aset fisik yang memadai: sebagaimana dikatakan oleh seorang wanita, “keluarga miskin selalu punya banyak anak, tidak ikut keluarga
16
Bhushan, Indu, Eric Bloom, Nguyen Hai Huu, dan Nguyen Minh Thank. 2001. Modal Daya Manusia Kaum Miskin di Vietnam. Manila. ADB. 17 IFAD, ANGOC dan IIRR. 2001. Meningkatkan Kepemilikan dan Keberlanjutan: Buku Sumber tentang Partisipasi, p. 58.
10 berencana, mengurus yang sakit dalam keluarga, anggota keluarga yang lebih tua, dan tidak mampu menutupi biaya pendidikan untuk anak-anak.”18 31. Sebagaimana dalam kasus RRC, kegiatan pengumpulan informasi ini berada pada ujung pasif skala partisipasi karena kegiatan ini mengambil data dari masyarakat dan orang-orang itu sendiri tidak terlibat dalam pembuatan keputusan tentang kegiatan selanjutnya. Ini merupakan proyek penelitian yang sangat sukses. Pemerintah Vietnam memiliki hasilnya, menerbitkannya dalam bahasa Vietnam, dan telah menggunakannya secara luas dalam strategi dan proses perencanaan pengurangan kemiskinan mereka. Laporan tersebut banyak diminta dan telah dikutip secara luas di dalam negeri dan oleh masyarakat donor. Berbagai kebijakan dibentuk atau direvisi berdasarkan studi tersebut. 32. ADB juga menggunakan rekomendasi tersebut dalam mendefinisikan CSP untuk Vietnam. Misalnya, para responden menyebutkan bahwa akses ke pendidikan menengah semakin sulit. Akibatnya, ADB dan pemerintah Vietnam telah menyertakan cara-cara untuk mengatasi masalah ini pada proyek-proyek di masa mendatang. ADB juga akan meningkatkan dukungannya untuk rumah sakit-rumah sakit berdasarkan temuan-temuan tersebut. 33. Penting untuk dicatat bahwa kegiatan berbagi informasi murah dan cocok untuk kebanyakan sektor dan jenis proyek. Dengan menggunakan alat-alat partisipasi, lembaga-lembaga pembangunan dapat dengan segera memasukkan kegiatan pengumpulan informasi ke dalam proyek-proyek yang sedang berjalan tanpa menambah jumlah waktu atau sumber daya secara signifikan. Namun, jenis pendekatan partisipatif ini harus dianggap hanya sebagai langkah pertama dalam pembangunan partisipatif
Partisipasi melalui Konsultasi/Mendapatkan Umpan balik 34. Konsultasi merupakan cara utama bagi ADB dan instansi-instansi pelaksana pemerintah untuk mengikutsertakan para stakeholder dalam prakarsa-prakarsa pembangunan mereka. Tingkat partisipasi sangat berbeda di antara bentuk-bentuk konsultasi. Cakupan ini diilustrasikan dalam empat kasus berikut dari BIMP-EAGA [Brunei, Indonesia, Malaysia, Filipina – Kawasan Pertumbuhan ASEAN Timur (Asosiasi Negara-negara Asia Tenggara)], India, Tajikistan, dan dalam negosiasi Perjanjian Perdagangan Bebas antara India dan Sri Lanka. Biasanya, pertama-tama para profesional pembangunan mengembangkan gagasan-gagasan proyek atau merencanakan berbagai strategi atau kebijakan, dan kemudian “berkonsultasi” dengan para stakeholder, meminta mereka mengubah dokumen atau menyetujui kegiatan yang diajukan dalam masyarakat mereka. Partisipasi mungkin cukup terbatas atau dangkal pada kesempatan-kesempatan seperti itu. Walaupun lebih baik daripada sama sekali tidak menanyai publik, namun ada risikonya:
18
1.
Hanya mengambil (ekstraktif); yakni, para stakeholder jarang mengetahui bagaimana umpan balik mereka digunakan.
2.
Orang kurang memiliki motivasi untuk berpartisipasi.
Lihat Catatan Kaki 15.
11 3.
Bisa menjadi sekadar pro forma atau manipulatif bila para profesional pembangunan menggunakan proses konsultasi untuk mensahkan agenda mereka sendiri.
4.
Proses-proses seperti ini biasanya tidak menghasilkan kepemilikan dan keberlanjutan masyarakat.
BIMP-EAGA: Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah 35. Proyek ini memperlihatkan bahwa konsultasi yang melibatkan para stakeholder dalam dialog dapat memantapkan desain program dan meningkatkan kemungkinan suksesnya program. ADB bertekad untuk membantu merangsang pengembangan usaha kecil dan menengah (UKM) di kawasan BIMP-EAGA (Filipina Selatan dan Indonesia Timur) untuk meningkatkan standar hidup dan mengurangi kemiskinan. Proyek ini diharapkan dapat merangsang upaya dengan mendefinisikan dan melaksanakan strategi baru pengembangan UKM di kawasan ini. 36. Awalnya, direncanakan tiga pertemuan konsultasi regional: satu di Manila, dengan wakil dari pemerintah Indonesia dan Filipina, dan satu di masing-masing dari dua provinsi penting—Mindanao dan Sulawesi. Sasaran-sasaran dari prakarsa tersebut sangat menantang dan pelaksanaannya juga sama rumitnya. Sehingga, manajer proyek mengajukan permohonan dana untuk mengikutsertakan kelompok stakeholder yang lebih besar dalam menyempurnakan strategi dan menyusun rencana aksi untuk pelaksanaan proyek. 37. Dengan dukungan dari RETA 5894, jumlah lokakarya (sepanjang hari) meningkat menjadi 10. Tujuh lokakarya sub-regional dijadwalkan menyusul lokakarya pembuka di Manila. Wakil-wakil dari acara-acara sub-regional ini menghadiri lokakaryalokakarya akhir di kedua provinsi penting tersebut. Seluruhnya ada lebih dari 500 peserta, yang mewakili keanekaragaman geografi dan budaya yang lebih besar daripada yang diharapkan. Keanekaragaman ini meningkatkan cakupan pengetahuan dan perspektif yang dibawa ke dalam pembahasan. Hal ini juga menciptakan kaitan horizon dan vertikal baru di antara para stakeholder, yang mendorong peningkatan modal sosial. 38. Lima kendala utama atau faktor penghambat pengembangan UKM—kebijakan, dukungan bisnis, keuangan, prasarana, dan koordinasi/integrasi—diidentifikasi oleh ADB dalam strategi yang diajukannya. Analisis mengenai kendala-kendala ini dibagikan kepada orang-orang yang diundang ke lokakarya-lokakarya tersebut. Dalam lokakaryalokakarya tersebut, fasilitasi proses partisipasi memberi para peserta kesempatan untuk menanggapi rancangan strategi, untuk menjelaskan kerangkanya, untuk mengidentifikasi berbagai peluang, dan untuk membahas corak-corak dari kendala tersebut. 39. Selama masing-masing lokakarya sub-regional, para peserta dibagi ke dalam beberapa kelompok-kelompok kecil, biasanya terdiri dari 8 sampai 12 peserta dari berbagai organisasi. Masing-masing kelompok berfokus pada salah satu dari kendalakendala tersebut (kebijakan, dukungan bisnis, keuangan, prasarana, atau koordinasi/integrasi) dan diberikan matriks yang berisi pertanyaan untuk menuntun pembahasannya. Waktu pagi hari kebanyakan digunakan untuk diskusi kelompok dan pelaporan tentang diskusi tersebut.
12
40. Kelompok-kelompok tersebut merekomendasikan (1) perubahan terhadap strategi yang diajukan ADB, (2) mitra pembangunan spesifik untuk pelaksanaan program, (3) strategi untuk mengatasi faktor-faktor penghambat, (4) sektor-sektor atau industri prioritas dan dukungan yang dibutuhkan oleh masing-masing, dan (5) proyekproyek pembangunan utama untuk mendorong prakarsa-prakarsa ini. Kelompokkelompok menyampaikan hasil-hasil yang mereka peroleh kepada semua peserta lokakarya untuk dibahas dan disempurnakan lebih lanjut. Para peserta dari masingmasing lokakarya sub-regional dipilih untuk membawa gagasan-gagasan kelompok tersebut ke lokakarya provinsi di Mindanao dan Sulawesi. 41. Sangat berbeda dengan “konsultasi” konvensional, di mana biasanya para peserta berkumpul untuk mendengarkan sederetan ceramah, lokakarya-lokakarya regional ini mengikutsertakan para peserta secara aktif. Setiap orang mendapat waktu dan kesempatan untuk memberikan sumbangan. Walaupun ADB terlebih dahulu mendefinisikan kendala-kendala dan pertanyaan-pertanyaannya, diskusi terbuka untuk pengembangan dan dikembangkan sesuai dengan kepentingan para peserta. Dengan mengambil waktu untuk menjelaskan proposal secara menyeluruh dan mengundang kritik terhadap rancangan strategi tersebut, ADB memperlihatkan keseriusan upaya pengembangan UKM sehingga mendapatkan “persetujuan” yang signifikan dari peserta yang memperkuat kemungkinan suksesnya prakarsa tersebut. 42. Sebagai hasil penyelenggaraan lokakarya sub-regional dan kemudian provinsi, para peserta mendapatkan pengetahuan yang jauh lebih mendalam tentang kendalakendala yang ada di kawasan mereka dan dapat menyumbangkan rekomendasi yang lebih konstruktif dan masuk akal untuk rancangan proyek yang final. 43. Seandainya ADB mengikutsertakan para stakeholder sejak awal untuk membantu mengidentifikasi kendala-kendala utama dan mendefinisikan strateginya, partisipasi mungkin akan lebih dalam dan lebih berarti. Dalam proses yang lebih bersifat kolaboratif seperti ini, pengalaman ADB tentu hanya akan menjadi acuan yang melengkapi pengalaman yang dibawa oleh para stakeholder, bukan menjadi titik awal diskusi. 44. Investasi RETA yang relatif kecil menyumbang secara signifikan kepada program UKM. Ini meningkatkan kapasitas dan kepercayaan staf ADB untuk menggunakan alatalat pembangunan partisipatif dan mengubah sikap mereka terhadap nilai partisipasi. Manajer proyek yakin bahwa melibatkan banyak stakeholder dalam diskusi di mana peserta saling berhadapan dapat meningkatkan interaksi mereka dan pelaksanaan program yang berikutnya. Program tersebut lebih kuat, lebih efektif dari segi biaya, dan lebih memungkinkan untuk menghasilkan dampak yang signifikan terhadap kemiskinan. Pengalaman tersebut meningkatkan peluang digunakannya pendekatan partisipatif untuk merancang program dan proyek di masa mendatang. India: Proyek Pembangunan Perkotaan 45. Proyek pembangunan perkotaan yang dibiayai ADB di India memperlihatkan bahwa konsultasi dapat digunakan untuk mensahkan gagasan pihak-pihak lain dan mendapatkan dukungan dari para stakeholder miskin untuk prakarsa pembangunan yang diajukan, bahkan bila rencana tersebut tidak mencerminkan prioritas mereka sendiri. ADB menyetujui lima proyek pembangunan perkotaan senilai $780 juta selama
13 1996–1999. Proyek yang pertama, di empat kota di Wilayah Karnataka, dirumuskan pada tahun 1994. Sebagaimana proyek-proyek perkotaan lainnya, tujuannya adalah untuk membangun prasarana dasar di lingkungan masyarakat perkotaan berpenghuni liar. Para pelaksana proyek mendapati bahwa pandangan mereka mengenai apa yang dibutuhkan masyarakat berbeda dengan pandangan anggota masyarakat. Misalnya, para pelaksana proyek menganggap bahwa penyediaan air merupakan prioritas utama. Tetapi, sewaktu anggota masyarakat ditanya mengenai pendapat mereka dalam pertemuan dan lokakarya konsultatif, para pelaksana proyek mendapati bahwa para wanita tidak berkeberatan untuk berdiri dalam antrian panjang demi mendapatkan air, dan lebih mengkhawatirkan mengenai kurangnya sanitasi yang baik di jalur dan saluran air dekat rumah mereka. Karena itu, pemerintah daerah merekrut LSM untuk mengorganisasi sanitasi biaya rendah dan intervensi pengelolaan limbah padat. Konsultasi ini juga mengidentifikasi perlunya intervensi kemiskinan langsung yang akhirnya akan meningkatkan kesempatan memperoleh pendapatan bagi para penghuni kawasan kumuh. 46. Proyek-proyek perkotaan sekarang mengorganisasi kelompok-kelompok tabungan dan kredit informal untuk meningkatkan akses oleh orang miskin, khususnya para wanita, ke pelayanan pembiayaan secara mikro berdasarkan tabungan mereka sendiri, jadi mereka tidak perlu bergantung pada pemberi pinjaman. Kelompok masyarakat menyumbang kepada pembangunan modal sosial. Dalam kelompok arisan, kelompok-kelompok wanita bertemu secara reguler untuk menyumbangkan uang ke dana pokok dan dari sana masing-masing dapat meminjam. Hubungan mereka berkembang dengan cara-cara yang memperlancar pembangunan ekonomi. Para wanita memperluas hubungan mereka dengan wanita lain dalam masyarakat, yang beberapa di antaranya memiliki akses ke sumber daya dan kesempatan yang lebih luas. Kelompok-kelompok setempat telah berkembang menjadi kelompok-kelompok mandiri yang menyediakan program pelatihan mengenai hal-hal yang umum di kalangan wanita, seperti perawatan anak, kesehatan dasar, ketegasan, dan perawatan kesehatan di rumah untuk orang lanjut usia. Mereka juga menyelenggarakan pelatihan kerja untuk pemuda dan pemudi di masyarakat, yang akan membantu mendapatkan pekerjaan yang lebih baik dengan upah yang lebih baik, di samping pengembangan usaha mikro. 47. Walaupun prakarsa-prakarsa pembangunan ini bermanfaat bagi orang miskin yang terlibat, tidak semua orang miskin telah mengembangkan rasa kepemilikan penuh terhadap kegiatan-kegiatan tersebut, sehingga keberlanjutan masih terancam. Kurangnya kepemilikan dapat dikaitkan dengan sifat konsultasi yang digunakan untuk menciptakan proyek, karena konsultasi tersebut dikembangkan oleh pihak luar, bukan bersama-sama dengan stakeholder setempat. Namun, di depan pihak berwenang daerah, konsultan, dan LSM yang terlibat (yang beberapa di antaranya dipandang sebagai perintah), warga masyarakat miskin menyatakan dukungan mereka terhadap prakarsa yang diajukan selama konsultasi. Seandainya mereka terlibat lebih dalam pada proses pembuatan keputusan dan lebih sadar mengenai tanggung jawab mereka untuk jangka panjang sewaktu merencanakan prasarana dan kegiatan lainnya (rencana kredit berputar, dll.), dukungan mereka mungkin akan jauh lebih besar dan lebih berkelanjutan. Sebaliknya, dukungan warga masyarakat di masa mendatang tidak dapat dipastikan. 48. Dalam lingkungan masyarakat kumuh di bawah proyek yang disponsori ADB di India, sulit mencapai tingkat keterlibatan dan semangat yang tinggi dari warga setempat. Lembaga pemerintah dan LSM lokal mengembangkan rencana, mengusulkan tingkat keterlibatan, dan baru kemudian meminta dukungan lokal. Mereka juga menganggap
14 bahwa kepemilikan mengacu kepada prasarana itu sendiri, bukan kepada motivasi dan kendali krusial yang berasal dari keikutsertaan dalam perencanaan dan pelaksanaan proyek. Bila LSM yang terlibat tidak terlatih atau tidak berpengalaman dalam metode perencanan tindakan partisipatif, mereka cenderung memfokuskan energi mereka terhadap upaya untuk meyakinkan para penduduk agar mereka membangun dan membantu membayar biaya intervensi. Hasil-hasilnya bisa mengecewakan, seperti halnya dalam sebuah proyek sanitasi di mana partisipasi untuk membangun jamban luar dengan biaya rendah yang diharapkan sekitar 50%, tetapi ternyata hanya mencapai 15– 20%. 49. Tantangan lain dalam melakukan kegiatan partisipatif di India (dan di tempattempat lain) adalah bahwa, bahkan setelah diminta, anggota masyarakat menyuarakan prioritas mereka di luar proses yang telah difasilitasi dengan baik. Kebanyakan masyarakat belum pernah terlibat dalam proses perencanaan partisipatif, sedangkan yang lain telah mengembangkan sikap yang pasif dan kurang berinisiatif karena mereka tidak diberdayakan. Hal ini bisa terjadi bila kegiatan sebelumnya telah dibiayai oleh pihak luar dan dirancang dan dilaksanakan oleh pusat. Fasilitasi partisipatif merupakan ketrampilan khusus. Banyak LSM daerah membutuhkan pelatihan khusus untuk memastikan bahwa hasil mereka benar-benar “dari bawah ke atas.” Sewaktu mulai merencanakan proses partisipasi, ada kebutuhan yang jelas untuk menilai pemahaman pemimpin masyarakat dan kapasitas LSM daerah, sehingga pelatihan yang cocok dapat diatur. Tajikistan: Analisis Kemiskinan Partisipatif untuk Rehabilitasi Listrik 50. Proyek Rehabilitasi Listrik Tajikistan merupakan contoh penting bagaimana memasukkan kegiatan partisipatif ke dalam proyek pembangunan prasarana. Para manajer proyek ADB ingin memastikan bahwa prakarsa tersebut berasal dari kebutuhan dan prioritas rakyat setempat dan bahwa, sesuai dengan Strategi Pengurangan Kemiskinan ADB, proyek tersebut sedang mengatasi kebutuhan orang miskin. 51. ADB membuat rencana yang mengajak para stakeholder berdialog untuk menentukan kebutuhan, persepsi, sikap, dan prioritas mereka. Enam diskusi kelompok diselenggarakan di tingkat desa dan kelompok rumah tangga, yang diikuti tiga pertemuan balaikota dan pertemuan kelompok fokus khusus untuk menvalidasi data. Semuanya meliputi warga dan pemimpin daerah. Keterlibatan stakeholder mencakup lebih dari pengumpulan informasi sampai ke partisipasi yang lebih dalam karena warga masyarakat diminta untuk mengidentifikasi solusi yang dapat mengatasi problem mereka. Mereka melaporkan bahwa sambungan listrik yang dapat diandalkan sangat penting untuk pemanasan di rumah dan penciptaan lapangan kerja. Di samping itu, anak-anak tidak dapat pergi ke sekolah karena mereka tidak memiliki pakaian dan sepatu yang pantas. Rehabilitasi listrik hanya salah satu dari topik-topik yang diidentifikasi, dan pertemuan kelompok fokus maupun pertemuan balaikota tidak terbatas pada pembahasan masalah energi. 52. Selanjutnya, para wakil LSM akar rumput dan organisasi internasional bertemu dengan para pejabat pemerintah pada lokakarya nasional. Mereka meninjau problemproblem ini dan menyarankan strategi untuk mengurangi kemiskinan melalui peningkatan pelayanan energi. Para peserta merekomendasikan strategi yang berkaitan dengan penetapan target, rasionalisasi tarif, desentralisasi, dan transparansi, sebagai pendekatan yang terpadu untuk pengurangan kemiskinan. Mereka mengamati perlunya
15 proyek menyediakan listrik untuk kelompok-kelompok rentan, khususnya orang lanjut usia, rumah tangga yang dikepalai wanita, dan yatim piatu. Mereka merasa bahwa lembaga sosial dan industri juga perlu mendapatkan jaminan persediaan energi yang dapat diandalkan. 53. Sebagai hasil proses konsultasi tersebut, para pejabat pemerintah dan Staf ADB dapat merancang pinjaman rehabilitasi listrik untuk Tajikistan dengan keyakinan bahwa pinjaman tersebut akan meningkatkan kehidupan orang miskin secara langsung. Yang paling penting, prioritas yang diungkapkan oleh orang miskin tercermin pada perjanjian pinjaman. Misalnya, rekomendasi khusus mengenai subsidi tarif diadopsi sebagai bagian dari pinjaman dan melibatkan departemen pelayanan sosial dalam administrasinya. Berbagai masalah sosial di tingkat masyarakat diatasi dalam proyek sebagai hasil proses konsultasi. Perjanjian Perdagangan Bebas antara India dan Sri Lanka 54. Kasus berikut menggambarkan bagaimana mitra ADB dan DMC dapat mensponsori proses konsultasi dengan metodologi lokakarya yang sangat partisipatif untuk membantu para stakeholder berkumpul membahas pandangan-pandangan mereka dan menyepakati rekomendasi. 55. Pemerintah Sri Lanka dan India menandatangani perjanjian perdagangan bebas pada tahun 1998 dan meminta bantuan ADB dalam mempromosikan dan mengoperasionalkannya. Sektor swasta dan kelompok akademik di Sri Lanka merasa bahwa mereka tidak dimintai pendapat secara memadai sebelum penandatanganan perjanjian tersebut. Akibatnya timbul ketidaksenangan terhadap pendekatan pemerintah Sri Lanka yang dipandang sepihak terhadap masalah yang mempengaruhi sektor swasta secara signifikan. Dengan pembiayaan dari RETA 5894, serangkaian lokakarya konsultatif diselenggarakan di Sri Lanka dengan para stakeholder yang telah mengalami dampak positif atau negatif. Sasarannya adalah untuk mencapai pemahaman mengenai peran masing-masing kelompok stakeholder di bawah perjanjian dagang tersebut. 56. Proses dua langkah dirancang untuk mencapai konsensus di Sri Lanka mengenai cara mendekati masalah dan urusan stakeholder, pertama-tama di dalam kelompok di sektor-sektor khusus, dan kemudian di antara semua stakeholder. Pertemuan persiapan setengah hari diadakan dengan sektor swasta, lembaga perguruan tinggi/lembaga penelitian, dan pemerintah. Maksud pertemuan-pertemuan ini adalah untuk mendokumentasikan perspektif anggota kelompok dan peran serta tugas yang mereka rekomendasikan kepada semua stakeholder pada perjanjian dagang tersebut. Sejumlah pandangan yang menarik, baik yang berbeda satu dengan yang lain maupun yang disepakati bersama, muncul selama pertemuan partisipatif tersebut. 57. Pada lokakarya dialog terakhir yang berlangsung sehari, sebuah proses digunakan yang mengikutsertakan semua stakeholder. Karena semua kelompok telah menganalisis urusan mereka pada pertemuan awal, mereka siap untuk bekerja bersama dalam kelompok yang besar. Agenda tersebut memastikan bahwa gagasan-gagasan dan diskusi berasal dari para peserta bukan dipaksanakan oleh pihak-pihak luar. Para penyelenggara tidak mengarahkan diskusi; tetapi, mereka memfasilitasi proses yang membantu kelompok untuk bekerja bersama demi mencapai pemahaman yang sama mengenai peran masing-masing (Kotak 1). Kelompok-kelompok kecil dibentuk dengan topik-topik yang berbeda (rencana pelaksanaan dan kelembagaan, penciptaan
16 kesadaran dan promosi dagang/investasi, dan usaha kecil dan menengah) untuk memusyawarahkan peran masing-masing kelompok stakeholder yang diajukan, sebagaimana didefinisikan dalam pertemuan-pertemuan persiapan. Masing-masing kelompok memasukkan waki dari masing-masing sektor. Pada akhir hari itu, kelompokkelompok telah mengembangkan gagasan dan saran-saran praktis untuk bekerja bersama. 58. Kegiatan ini memamerkan beberapa mutu prakarsa kolaboratif (yang dibahas di bawah) tetapi kurang mendapatkan sponsor dari lembaga daerah, dan Pemerintah tidak menawarkan kendali untuk membuat keputusan kepada para stakeholder lain. Prakarsa terutama berasal dari ADB, dengan bantuan perusahaan konsultan lokal. Para stakeholder pemerintah, walaupun terlibat, tidak sepenuhnya mendukung kegiatan tersebut. Karena kegiatan tersebut kurang mendapatkan mandat yang tegas dari pemerintah ataupun sektor swasta, dan kurang langkah-langkah yang ditentukan sebelumnya untuk menindaklanjuti, rekomendsi stakeholder dari lokakarya tersebut belum dibahas lebih lanjut. Di samping itu, niat ADB yang sebelumnya untuk memasukkan hasil-hasil konsultasi ke dalam proyek bantuan teknis yang diajukan tentang pengembangan usaha kecil dan menengah berubah. Akibat semua faktor ini, konsultasi tersebut menjadi kegiatan yang berdiri sendiri yang belum memiliki dampak yang berkelanjutan. Sesungguhnya, ada risiko bahwa para stakeholder, yang menggunakan banyak waktu untuk berbicara tentang perjanjian tersebut, akan merasa kecewa. Akibatnya, reputasi proses partisipatif untuk menyelesaikan problem dalam negara Sri Lanka dan reputasi ADB sendiri akan dirugikan. 59. Namun, kegiatan tersebut merupakan perisitiwa pembelajaran yang berguna. Caranya kegiatan tersebut direncanakan memberi para peserta perasaan "telah didengarkan." Modal sosial mungkin telah bertambah dengan adanya pertemuan dan saling percaya serta saling menghormati pandangan pihak lain di antara berbagai stakeholder. Para wakil sektor swasta khususnya berterima kasih atas kesempatan untuk didengar oleh pemerintah dan ADB.
17 Kotak 1: Metodologi Lokakarya Dialog Mengenai Perjanjian Perdagangan Bebas antara India dan Sri Lanka Lokakarya dimulai dengan wakil-wakil Asian Development Bank dan Kamar Dagang Sri Lanka dengan memperkenalkan visi-visi lembaga donor dan sektor swasta untuk Perjanjian Perdagangan Bebas. Para peserta kemudian menyuarakan harapan-harapan mereka untuk hari itu dengan mencantumkan kriteria untuk lokakarya dialog yang berhasil. Berikutnya, disampaikan jawaban atas kuesioner yang diberikan kepada para peserta pada saat rapat persiapan. Hal ini memungkinkan pemahaman terhadap pengalaman mereka yang mungkin sulit untuk ditangkap selama diskusi lokakarya. Kuesioner tersebut meminta para peserta untuk mengomentari enam pernyataan berikut yang dibuat “secara provokatif” untuk menilai sikap mereka terhadap perjanjian dagang. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Sri Lanka memiliki sedikit daya saing terhadap produk-produk Indian. Perjanjian Perdagangan Bebas merupakan “tes penentu” untuk daya saing Sri Lanka. Perjanjian Perdagangan Bebas telah menjadi prakarsa politik yang kurang memiliki kaitan yang praktis. Keberhasilan Perjanjian Perdagangan Bebas akan mengorbankan usaha kecil dan menengah Sri Lanka. Lembaga-lembaga donor internasional hanya dapat memainkan peran kecil dalam memfasilitasi promosi dagang Sri Lanka. Dialog stakeholder yang terbuka dan kritis akan membantu meningkatkan pelaksanaan Perjanjian Perdagangan Bebas. Selama rapat persiapan, para peserta telah mengidentifikasi tugas dan tanggung jawab mereka dan kelompok stakeholder lain untuk melaksanakan Perjanjian Perdagangan Bebas. Dalam lokakarya dialog, mereka membentuk tiga kelompok kecil, masing-masing di antaranya mencakup wakil semua stakeholder kemudian melanjutkan pembahasan mengenai tugas dan tanggung jawab berbagai kelompok yang menggunakan hasil-hasil rapat persiapan sebagai dasar pembahasan. Masing-masing kelompok berfokus pada salah satu dari tema-tema berikut: rencana pelaksanaan dan kelembagaan; promosi investasi dan dagang, serta upaya membangkitkan kesadaran; dan usaha kecil dan menengah usaha kecil dan menengah (UKM).
Maksud kegiatan ini adalah untuk membangun konsensus tentang tugas dan tanggung jawab masing-masing kelompok stakeholder dan untuk mengajukan langkah-langkah selanjutnya. Kelompok rencana pelaksanaan dan kelembagaan mengidentifikasi dan membahas enam masalah yang telah disebutkan berulang-ulang dalam tinjauan pengalaman sehubungan dengan perjanjian dagang. Enam masalah tersebut terdiri dari: komunikasi dan pertukaran; UKM; mekanisme penyelesaian perselisihan; struktur bea; rencana dagang regional; dan Perjanjian Perdagangan Bebas antara India dan Sri Lanka. Kelompok kesadaran dan investasi mengidentifikasi kegiatan khusus untuk membangkitkan kesadaran di Sri Lanka dan kegiatan lain untuk mendorong peningkatan perdagangan dan investasi di India. Kelompok kerja Usaha Kecil dan Menengah berfokus pada peran usaha kecil dan menengah, potensinya, dan bagaimana kelompok stakeholder lain dapat mendukung usaha kecil dan menengah untuk memperkuat daya saing mereka di India. Sebuah daftar tugas telah dibuat. Masing-masing kelompok melaporkan hasilnya dalam rapat pleno dan semua peserta kemudian membahas pertanyaan-pertanyaan berikut: Prioritas jangka pendek apa yang ada dalam mandat dan tanggung jawab anda yang perlu dibahas? Dukungan luar diperlukan untuk apa? Pada akhir lokakarya, para peserta menekankan cita-cita dan harapan mereka. Beberapa peserta telah mendengar pandangan kelompok stakeholder lain yang diungkapkan untuk pertama kalinya. Sebagaimana dikomentari seorang peserta: “Kebanyakan problem telah teridentifikasi. Sekarang, 1 dibutuhkan solusi!”
Partisipasi melalui Kolaborasi/Pembuatan Keputusan Bersama 60. Contoh-contoh konsultasi di atas yang menggunakan metode partisipasi memperlihatkan bahwa para stakeholder didorong untuk menyuarakan wawasan mereka dan bersama-sama merekomendasikan solusi. Tetapi, konsultasi bersifat terbatas karena tidak memberikan kendali pembuatan keputusan kepada para stakeholder. Untuk satu dan lain alasan, lembaga sponsor memilih untuk
18 mempertahankan kemampuan untuk menerima atau menolak saran-saran stakeholder. Sebaliknya, kolaborasi berbeda dengan konsultasi karena para stakeholder diundang untuk mempengaruhi isi suatu proyek atau program. Biasanya hal ini berarti bahwa pemerintah atau (pada kasus-kasus saat ini) ADB mengundang para stakeholder lain untuk ikut mendefinisikan atau ambil bagian dalam pembuatan keputusan mengenai salah satu prakarsa pembangunan. Bila orang memiliki pengaruh atas keputusankeputusan yang berdampak atas kehidupan mereka serta sumber daya yang tersangkut, mereka akan mengembangkan rasa memiliki yang memotivasi komitmen mereka secara berkelanjutan. Contoh berikut dari Kazakhstan memperjelas pokok ini. Kazakhstan: Program Negara untuk Pengurangan Kemiskinan 61. Memulai missi pencari-fakta dengan proses-proses partisipatif merupakan cara yang baik untuk memastikan bahwa proyek mengikutsertakan para stakeholder sejak penyusunan konsep sampai pelaksanaan. Pemerintah Kazakhstan mengembangkan program pengurangan kemiskinan dua-tahun pada tahun 1999 yang terutama mengidentifikasi strategi-strategi penciptaan lapangan kerja. Publik tidak dilibatkan dalam penyusunan rancangan program ini, yang dianggap ambisius karena kerangka waktunya yang tidak realistis. Rencana pengurangan kemiskinan 2000–2002 difokuskan terlalu sempit pada pengangguran dan perlindungan sosial karena tim penyusun konsep tidak punya waktu untuk mempertimbangkan aspek kemiskinan lain. Pemerintah menyadari kebutuhan untuk melanjutkan rencana ini dengan cara yang berbeda dan untuk mencakup masalah yang lebih luas dalam mengembangkan rencana baru. ADB bersama tim instansi pelaksana dari Pemerintah memulai proses konsultasi partisipatif selama missi pencarian-fakta untuk menentukan pandangan-pandangan berbagai stakeholder. Partisipasi ini berlanjut selama seluruh pelaksanaan upaya bantuan teknis, dan para stakeholder secara bersama-sama mengkoordinasi penulisan program baru pengurangan kemiskinan. 62. Serangkaian yang terdiri atas 19 lokakarya yang saling berkaitan diselenggarakan. Wakil-wakil dari 39 LSM, 10 organisasi sektor swasta, dan 15 lembaga donor yang bekerja di Kazakhstan hadir. Stakeholder pemerintah di tingkat pusat dan daerah juga diikutsertakan. Keterlibatan LSM dan sektor swasta bukan hal biasa bagi negara ini. 63. Struktur lokakarya dibuat sedemikian rupa sehingga para stakeholder pemerintah dan LSM membahas aspek-aspek kemiskinan yang telah dipilih sebelumnya. Individu-individu yang berpengetahuan dengan pandangan-pandangan yang berbeda menyampaikan laporan mengenai topik-topik khusus. Pelaku sektor swasta melaporkan rintangan yang mereka hadapi. Para pejabat pemerintah daerah mengungkapkan kebutuhan untuk menargetkan bantuan sosial dengan cara baru, menyediakan prakarsa baru untuk pembiayaan mikro, dan mengembangkan pendekatan partisipatif untuk meningkatkan pengelolaan utilitas. Para wakil masyarakat akademik menyampaikan laporan analitis yang meningkatkan ketajaman pembahasan. Penyampaian ini membangkitkan kesadaran mengenai lingkup kemiskinan di Kazakhstan, dan menyediakan kerangka strategi pengurangan kemiskinan yang lebih luas. Selama berlangsungnya pembahasan, wakil-wakil orang miskin (misalnya, orang cacat dan orang tua [ibu] tunggal) mempunyai kesempatan untuk menyampaikan perspektif mereka kepada para pejabat pemerintah. Banyak corak kemiskinan yang mereka identifikasi, seperti penelantaran anak-anak dan tarif keperluan yang tidak tidak masuk akal untuk para lansia, kemudian diatasi dalam program pengurangan
19 kemiskinan. Menjelang akhir dari rangkaian lokakarya tersebut, para peserta mengomentari dan mengoreksi bagian-bagian dalam dokumen program yang berkaitan dengan keahlian mereka, dan hal ini menyumbang kepada rasa kepemilikan mereka terhadap proses tersebut.19 64. Proses tersebut bersifat kolaboratif karena masing-masing forum melakukan pembahasan terperinci mengenai perumusan dan menyusun ulang redaksi dokumen pengurangan kemiskinan. Para fasilitator memulai dengan meminta para peserta untuk mengembangkan sasaran-sasaran, dan lokakarya tersebut berakhir dengan identifikasi tindakan-tindakan khusus untuk masing-masing sektor. Dokumen final diselesaikan berdasarkan komentar-komentar dari semua peserta dan tanggapan resmi dari badanbadan pemerintah. Sehingga, dalam hal ini, Pemerintah pusat menyerahkan kendali yang signifikan kepada berbagai kelompok stakeholder lain dan mengembangkan programnya bersama mereka. 65. Proyek tersebut berhasil memperkuat kolaborasi antara stakeholder pemerintah dan nonpemerintah dalam meningkatkan pengurangan kemiskinan dan meningkatkan modal sosial. Walaupun kelompok masyarakat sipil di Kazakhstan belum sepenuhnya maju, proyek ini untuk pertama kalinya membantu membuka dialog antara pemerintah, sektor swasta, dan LSM. 66. Tidak seperti program pengurangan kemiskinan sebelumnya, banyak kelompok stakeholder menganggap rencana yang ada saat ini telah dibahas dengan baik dan masuk akal. Proses kolaboratif tersebut memperkuat penilaian kemiskinan dan mendorong tingkat komitmen yang lebih tinggi untuk rencana baru tersebut. Walaupun ini masih diakui sebagai rencana Pemerintah, para stakeholder nonpemerintah menjalankan pengaruh yang kuat dalam penulisan dan penyesuaian dokumen tersebut. Pasal mengenai peran LSM ditulis sendiri oleh LSM. Tetapi, proses pengembangan kepemilikan untuk rencana tersebut masih pada tahap awal. Dialog yang terus menerus di antara para stakeholder perlu untuk membangkitkan kesadaran dan mengembangkan komitmen; Program Pembangunan Perserikatan Bangsa Bangsa telah merencanakan kegiatan untuk mendukung aspek pekerjaan ini. 67. Kegiatan ini dapat dibandingkan dengan upaya yang diuraikan sebelumnya di RRC dengan tujuan yang sama—penyusunan rencana pengurangan kemiskinan nasional. Di RRC, para pengambil keputusan pemerintah mendengarkan wawasan orang miskin pedesaan dan perkotaan. Mereka menggunakan informasi tersebut sebagai satu komponen untuk mengembangkan program pengurangan kemiskinan mereka. Di Kazakhstan, para pejabat pemerintah tidak hanya mendengarkan orang miskin, tetapi juga mengembangkan program baru bersama dengan mereka dan para stakeholder lainnya.
Partisipasi melalui Pemberdayaan/Kendali Bersama 68. Kedalaman partisipasi maksimum tercapai dengan adanya pemberdayaan atau kendali bersama. Pada tingkat ini, kekuasaan untuk membuat keputusan terpusat pada masyarakat daerah. Masyarakat mengembangkan rencana tindakan dan mengelola kegiatan mereka sendiri berdasarkan prioritas dan gagasan mereka sendiri. Para 19
Informasi ini disediakan dalam e-mail dari konsultan lokal yang bekerja di Kazakhstan.
20 lembaga donor dan profesional pembangunan lebih bersifat memperlancar dan mendukung, daripada mengarahkan, pembangunan daerah. Kelompok-kelompok daerah mengendalikan keputusan-keputusan daerah, yang meningkatkan kepentingan mereka dalam mempertahankan bangunan dan praktek fisik atau kelembagaan. ADB telah berbagi kendali rancangan atau pelaksanaan proyek pada dua proyek Filipina berikut ini yang sebagian dibiayai melalui RETA 5894.
Filipina: Pembangunan Masyarakat Perkotaan Miskin 69. Proyek Pembangunan Masyarakat Perkotaan Miskin memperjelas nilai kegiatan partisipatif dalam merancang proyek. Dengan berpartisipasi dalam perumusan sasaransasaran fundamental, para stakeholder diberdayakan dan mengembangkan rasa memiliki kegiatan tersebut. Hal ini mendorong peningkatan pelaksanaan proyek yang efektif, pemantauan kegiatan yang jujur, dan hasil yang berkelanjutan. Lebih lanjut, kepekaan dan kolaborasi di antara masyarakat penerima, kantor-kantor pemerintah daerah dan pusat, para pelaku masyarakat sipil, dan sektor swasta meningkatkan modal sosial dan mendorong terwujudnya tata pemerintah yang sehat. 70. Proyek ini memiliki tujuan yang radikal: untuk menyediakan hak-hak atas tanah bagi masyarakat kumuh perkotaan dan merehabilitasi masyarakat tersebut dengan meningkatkan perumahan, prasarana kota, dan pelayanan sosial. Pada proses tersebut, organisasi pemerintah daerah dan masyarakat akan diperkuat untuk melayani kebutuhan masyarakat miskin dengan cara yang lebih baik. 71. Warga masyarakat menjadi pelaku dalam rancangan proyek, bukan sekadar menjadi penerima manfaat (pasif). Salah satu langkah penting adalah mengidentifikasi para stakeholder yang akan berpartisipasi dalam rancangan proyek. Kemungkinan untuk mengalami dampak, baik positif maupun negatif, akibat proyek tersebut merupakan kriteria utama pemilihan. 72. Dialog dengan para stakeholder digunakan secara luas dan strategis selama pembuatan rancangan proyek. Warga masyarakat mengungkapkan dan mengurutkan prioritas kebutuhan dan keterbatasan mereka. Wawasan mereka tidak semata-mata didokumentasikan dan dipertimbangkan, sebagaimana yang biasa terjadi pada konsultasi; tetapi justru beberapa rencana tindakan dibuat dengan masing-masing masyarakat. Setiap rencana tindakan unik tetapi semua meliputi proses mendapatkan hak atas tanah, rencana rehabilitasi rumah, dan kegiatan penciptaan mata pencaharian. Rencana rehabilitasi rumah dibuat oleh masyarakat, ditulis oleh profesional pembangunan, dan kemudian disetujui dan disahkan oleh anggota masyarakat. 73. Pinjaman berikutnya akan didasarkan atas proses perencanaan oleh masyarakat pada masyarakat percontohan dan mencakup komponen lengkap partisipasi dan pemberdayaan masyarakat. Rancangan ini akan melembagakan organisasi masyarakat untuk meningkatkan peran orang miskin dalam pembuatan keputusan dan membangun modal sosial. Kotak 2 menguraikan tentang program pemberdayaan masyarakat. 74. Tetapi, penting untuk dicatat bahwa Pemerintah Filipina, bukan warga masyarakat daerah, yang memilih tujuan proyek rehabilitasi rumah dan pemberian pelayanan untuk masyarakat kumuh perkotaan. Orang pasti berpikir apakah warga
21 masyarakat daerah akan mengidentifikasi tujuan yang sama seandainya mereka terlibat dalam penyusunan konsep proyek dari awal sampai akhir. Namun, prakarsa ini jelas sudah keluar dari kolaborasi dengan menyerahkan kendali yang signifikan kepada para stakeholder dan memberi mereka kesempatan untuk membuat rencana mereka sendiri. Tingkat pemberdayaan warga masyarakat yang dapat dicapai dalam proyek ini bergantung pada cara pelaksanaannya; RETA 5894 hanya membantu dalam proses pembuatan rancangan.
Kotak 2: Memberdayakan Masyarakat Perkotaan Miskin dan Memantapkan Lembaga Daerah (Filipina) Pengembangan proyek Masyarakat Perkotaan Miskin di Filipina membangun modal sosial dengan melembagakan organisasi masyarakat. Rencana tersebut terdiri dari empat tahap: 1. Masyarakat ikut serta dalam penyusunan rencana tindakan dan membentuk beberapa tim untuk mengatasi empat komponen proyek: mata pencaharian, keamanan lahan, prasarana, dan pelayanan sosial. Sebuah dewan dibentuk yang mencakup para ketua dari masing-masing tim. 2. Organisasi masyarakat (untuk masing-masing kelompok rumah tangga) menjadi lebih terstruktur dan sah. Sebuah perkumpulan umum, yang mencakup suami atau istri dari masing-masing rumah tangga, dibentuk dan memilih para pemimpinnya. Organisasi masyarakat ini kemudian diperlengkapi untuk melakukan transaksi bisnis dengan pihak-pihak luar. 3. Organisasi-organisasi masyarakat di kawasan yang berdekatan kemudian diorganisasi menjadi kelompok-kelompok, yang membentuk persekutuan atau federasi yang dipimpin oleh dewan kelompok. Dewan kelompok tersebut mengadakan advokasi atas nama anggota kelompoknya ke dewan pembangunan desa, berdasarkan rencana pembangunan masing-masing masyarakat. 4. Dewan kelompok kemudian bergabung menjadi organisasi kota atau seluas kota untuk mewakili organisasi masyarakat tersebut di depan badan-badan pembuat keputusan pemerintah daerah. Organisasi seluas kota menilai rencana pembangunan kota dan perumahan serta penggunaan lahan, dan memastikan bahwa kebutuhan dan prioritas kelompok dimasukkan ke dalam agenda pembangunan kota. Penilaian juga dilakukan atas anggaran kota dan desa untuk memastikan bahwa penggunaannya mencerminkan sikap tanggap dan kepekaan yang seimbang terhadap kebutuhan kebutuhan orang miskin perkotaan.
Filipina: Pengelolaan Sumber Daya Pertanian Dataran Tinggi Cordillera 75. Proyek Pengelolaan Sumber Daya Pertanian Dataran Tinggi Cordillera (CHARM) dirancang untuk membantu 82 masyarakat daerah di 3 provinsi di Luzon Utara untuk membuat dan melaksanakan rencana tindakan mereka sendiri. Proses tersebut melibatkan analisis masyarakat partisipatif, penetapan prioritas, dan penyusunan rencana tindakan, yang diikuti dengan tinjauan multi stakeholder dan urutan keseluruhan di tingkat kota dan provinsi untuk mengidentifikasi proyek-proyek yang akan dibiayai. LSM memfasilitasi proses perencanaan partisipatif dalam masing-masing masyarakat
22 (Kotak 3). Proyek berkisar dari prasarana skala kecil dan sarana dasar sampai ke peningkatan tata pemerintahan daerah, pembinaan kapasitas dan pelatihan, kegiatan yang menghasilkan pendapatan, sert apeningkatan mutu sumber daya alam. 76. Ini merupakan pertama kalinya para penduduk desa diikutsertakan dalam perencanaan partisipatif. Evaluasi tengah-masa mengindikasikan bahwa mereka mendukung proses dan telah mengembangkan rasa memiliki hasilnya. Evaluasi juga memperlihatkan bahwa hasil kegiatan yang direncanakan dengan cara ini lebih baik daripada kegiatan yang diidentifikasi oleh lembaga pemerintah di proyek lain. Kotak 3: Metode Perencanaan yang digunakan oleh Masyarakat pada Proyek Pengelolaan Sumber Daya Pertanian Dataran Tinggi Cordillera (Filipina) Corak unik proyek Pengelolaan Sumber Daya Pertanian Dataran Tinggi Cordillera (CHARM) adalah penggunaan pendekatan perencanaan partisipatif multi-tingkat untuk memaksimalkan partisipasi stakeholder dalam pembuatan keputusan proyek. Proses perencanaan partisipatif mulai di tingkat desa dan bergerak ke tingkat kota dan provinsi untuk mendorong peningkatan integrasi kelembagaan dan untuk meningkatkan keberlanjutan melalui operasi dan pengelolaan yang lebih baik. Tingkat Desa Di tingkat desa, fasilitator organisasi non pemerintah (LSM) memulai dialog dengan para pejabat desa terpilih dan pemimpin organisasi rakyat. Para pemimpin organisasi rakyat tersebut kemudian menyediakan pengarahan bagi anggota masyarakat mengenai proyek tersebut dan proses perencanaan partisipatif yang akan dilakukan. Di setiap masyarakat, kelompok inti dibentuk untuk memastikan dimasukkannya kelompok dan lembaga tradisional yang ada. Kelompok inti ini terdiri dari para pejabat desa, tua-tua, guru, pemimpin pemuda, dan wakil organisasi rakyat seperti misalnya kelompok petani, asosiasi pelaksana irigasi, kelompok wanita, dan kelompok mandiri daerah. Lokakarya masyarakat mengenai perencanaan partisipatif kemudian diselenggarakan oleh kelompok inti dan fasilitator LSM. Pengumuman publik dikeluarkan untuk meminta kehadiran semua penduduk desa. Masing-masing lokakarya berlangsung selama 3–5 hari. Langkah pertama merupakan profil desa yang menyeluruh. Berbagai metode digunakan: kegiatan pengumpulan data sekunder, survei rumah tangga, dan penilaian pedesaan partisipatif (PRA) termasuk peta masyarakat, kalender musim, transeksi lahan, dan analisis sosial ekonomi dan mata pencaharian. Pada tahap kedua, anggota kelompok inti dan warga desa menganalisis data tersebut. Mereka mengidentifikasi dan menyusun prioritas masalah dan problem masyarakat, menyebutkan sasaran dan tujuan, dan kemudian membuat rencana tindakan dengan menggunakan matriks perencanaan proyek. Akhirnya, mereka mengumpulkan output dari Pengelolaan Sumber Daya Alam Barangay (desa) (BNRMP). Tingkat Kota dan Provinsi BNRMP termasuk proyek-proyek yang diprioritaskan kemudian disampaikan ke tingkat kota di mana kelompok pengelolaan kota yang terdiri dari para pejabat pemerintah daerah, personil instansi lini terkait, wakil organisasi rakyat, dan para pejabat terpilih, ditambah staf proyek LSM, menilai segi-segi teknis proyek yang positif dan memprioritaskannya di seluruh daerah tersebut. Daftar proyek ini disampaikan kepada kelompok manajemen provinsi untuk peninjauan akhir dan diurutkan di tingkat provinsi. Kelompok-kelompok pengelolaan proyek kota dan provinsi mengkoordinasi berbagai instansi lini, unit pemerintah daerah, dan staf lapangan LSM dalam menyaring dan menyusun prioritas proyek, menyediakan dukungan teknis, dan bekerja erat dengan pemimpin masyarakat terpilih dan pemimpin organisasi warga. Konsensus dicapai di antara para stakeholder proyek utama di masing-masing tingkat sambil menyelesaikan daftar prioritas di kawasan mereka.
23
77. Sifat partisipatif proyek juga turut memantapkan kolaborasi di antara instansi pemerintah di semua tingkat, LSM, dan para pejabat pemerintah daerah. Sebelum CHARM dilaksanakan, para pelaku ini jarang mendapat kesempatan untuk bekerja bersama dan umumnya mereka tidak saling percaya. Proyek ini mengarahkan LSM untuk mengembangkan hubungan kerja yang erat dengan para pejabat pemerintah regional dan daerah, yang akan terus berlangsung di masa mendatang.20 78. Kegiatan-kegiatan masyarakat partisipatif telah mengeluarkan banyak gagasan dan memungkinkan anggota masyarakat untuk mengidentifikasi gagasan yang paling potensial. Mereka mempertimbangkan semua kemungkinan dan menghasilkan rencana pengelolaan sumber daya alam barangay (desa) (BNRMP). Proses tersebut digerakkan oleh masyarakat; tidak ada pihak luar yang hadir, kecuali para fasilitator. Semua pertemuan dilakukan dalam dialek setempat. Sehingga, rencana tersebut didasarkan atas pengetahuan daerah dan baru kemudian ditingkatkan dengan keahlian luar sewaktu ditinjau pada tingkat kota dan kemudian provinsi. 79. Masing-masing BNRMP unik, walaupun semua berisi informasi mengenai sejarah masyarakat; kependudukan; kondisi sosial, ekonomi, dan politik; lembagalembaga, termasuk jenis organisasi masyarakat sipil dan pemerintah daerah; dan keuangan desa. Biasanya BNRMP disertai peta masyarakat dan peta dan grafik untuk memperjelas penggunaan lahan, mata pencaharian, pendapatan, dll. Hasil-hasil proses perencanaan partisipatif juga dimasukkan: analisis stakeholder dan problem, masalah dan urusan yang diprioritaskan, serta rencana lima tahun dan tahunan dalam format analisis yang logis (yang mengklarifikasi sasaran, kegiatan, dan indikator hasil). Proyekproyek dikategorikan menurut tujuan politik, ekonomi, sosial, budaya, dan lingkungan yang spesifik. 80. Pemerintah telah memutuskan bahwa dana-dana akan digunakan hanya untuk proyek-proyek pertanian tetapi memilih untuk tidak membagikan informasi ini kepada masyarakat demi menghindari mempengaruhi analisis masyarakat dan penyusunan prioritas serta memaksimalkan kepemilikan daerah terhadap rencana. Tetapi, hal ini berisiko mengecewakan masyarakat yang memiliki prioritas selain pembangunan pertanian. 81. RETA 5894 membiayai evaluasi partisipatif tengah-masa untuk melengkapi studi standar yang dilakukan. Hal ini melibatkan serangkaian lokakarya masyarakat di mana warga masyarakat mendefinisikan “partisipasi,” membuat daftar indikator untuk menilai partisipasi mereka sendiri, dan kemudian mengevaluasi keterlibatan mereka dalam proyek tersebut. Mereka mengidentifikasi keterbatasan dan rekomendasi untuk kegiatan perencanaan, dan mengindikasikan bagaimana mereka mengharapkan penggunaan rencana mereka. Juga diadakan rapat dengan para organisator masyarakat dan para profesional pemerintah dan LSM lainnya yang terlibat di proyek tersebut di semua
20
ADB. 2000. Penilaian Proses Partisipasi Proyek Pengelolaan Sumber Daya Pertanian Dataran Tinggi Cordillera (CHARM) (Tinjauan Tengah-Masa). Manila.
24 tingkat. Temuan dari semua rapat kemudian disahkan oleh semua stakeholder di lokakarya pleno. 82. Pembahasan mengenai beberapa cara di mana proyek CHARM dapat mengembangkan kapasitas dan keberlanjutan daerah lebih jauh muncul pada sesi-sesi berikutnya. Jadwal pelaksanaan ADB yang biasa digunakan tetapi dibutuhkan lebih banyak waktu untuk perencanaan dan tinjauan partisipatif yang lebih luas. Pengembangan konsorsium LSM baru, materi baru untuk digunakan dalam memfasilitasi berbagai kegiatan analisis dan perencanaan, serta pelatihan staf dalam penggunaannya, juga dibutuhkan. Studi evaluasi standar tidak memeriksa mutu perencanaan partisipatif dan nilainya bagi para peserta atau untuk mendapatkan hasil spesifik kegiatan proyek.
Ringkasan 83. Metode-metode partisipasi dapat digunakan oleh lembaga pembangunan untuk pengumpulan data, konsultasi, kolaborasi atau pembuatan keputusan bersama, atau pemberdayaan melalui kendali bersama. Metode-metode tersebut dapat digunakan pada berbagai tahap, sejak penyusunan konsep awal sampai ke evaluasi keseluruhan. Sering kali, satu prakarsa saja melibatkan berbagai kelompok dan organisasi di beberapa tingkat partisipasi publik selama interaksi mereka dengan lembaga pemerintah dan ADB. 84. Sebagaimana dibahas di atas, kegiatan pengumpulan informasi partisipatif berguna untuk mengidentifikasi wawasan warga masyarakat yang terkena dampak dan untuk melengkapi data kuantitatif dan kualitatif lainnya (nonpartisipatif). Namun, kegiatan tersebut biasanya sekadar bersifat mengambil (ekstraktif) dan bahan pertanyaan tidak menciptakan rasa kepemilikan terhadap proyek atau penelitian. Proses konsultasi di mana tema atau problem dan solusi yang disarankan ditentukan sebelumnya oleh pihak luar mungkin juga tidak menghasilkan komitmen. Karena itu konsultasi perlu dipahami sebagai prosedur terbatas untuk mengikutsertakan para stakeholder. Proses kolaboratif mengundang para stakeholder untuk menjadi mitra dalam proses pembuatan keputusan. Jadi, warga masyarakat dan stakeholder kelembagaan mengembangkan rasa kepemilikan, dan kemungkinan untuk mencapai hasil yang lebih efektif dan lebih berkelanjutan meningkat. Akhirnya, kendali bersama atau pemberdayaan memungkinkan para stakeholder bersangkutan menjadi pelaku penuh dalam pembangunan mereka sendiri. Para profesional pembangunan memfasilitasi proses di mana masyarakat menyusun rencana bersama-sama dan jaringan dan organisasi daerah diperkuat.
25
III. DISKUSI DAN ANALISIS: MENGOPTIMALKAN PARTISIPASI Pelatihan dalam Pendekatan Partisipatif 85. Peran pelatihan untuk teknik-teknik partisipasi menjadi semakin signifikan. Beberapa dari kasus yang dibiayai oleh RETA mengindikasikan bahwa tidak tersedia keahlian daerah untuk memasukkan proses partisipatif dalam rancangan proyek. Pada konsultasi kemiskinan Kazakhstan, para pemimpin missi merasa sulit untuk mengidentifikasi fasilitator dan moderator yang ahli di pemerintah atau LSM untuk lokakarya tersebut. Kurangnya kesempatan bagi para stakeholder utama untuk diperkenalkan dengan teknik-teknik partisipasi disebutkan sebagai penghambat beberapa kasus. Pada penilaian kemiskinan RRC, para stakeholder mengungkapkan keinginan untuk terus menggunakan pendekatan partisipatif dalam mengembangkan program dan proyek pengurangan kemiskinan, tetapi pemerintah ragu-ragu untuk menggunakan konsultan asing. Kapasitas daerah harus dibangun, sehingga menghasilkan metode-metode yang cocok secara budaya dan biaya operasional yang lebih masuk akal. 86. Proyek pembangunan perkotaan di Karnataka, India, juga memperlihatkan kebutuhan nyata akan pelatihan partisipatif, khususnya untuk LSM daerah yang kurang memiliki basis sumber daya yang signifikan. Walaupun para pelaksana proyek di instansi pelaksana pemerintah negara bagian dan pemerintah daerah mendukung prakarsa yang digerakkan daerah, mereka ataupun LSM daerah tidak berpengalaman dalam melakukan perencanaan partisipatif. Akibatnya, upaya-upaya mereka dengan masyarakat daerah lebih banyak menekankan memobilisasi masyarakat demi mendukung intervensi yang diajukan oleh pihak luar, daripada membuat komitmen kepada rencana yang disusun oleh daerah. Intervensi ADB di masa mendatang perlu membina kapasitas semua mitra dan stakeholder pembangunan untuk memastikan keefektifan pembangunan partisipatif. 87. Pelatihan pembangunan partisipatif perlu memberikan tekanan pada peningkatan kapasitas untuk memfasiltasi proses belajar. Teknik-teknik yang digunakan memberikan kesempatan kepada “para peserta pelatihan” untuk “mengubah perilaku dan sikap mereka terhadap diri sendiri dan orang-orang lain, mengubah konteks kelembagaan di tempat mereka bekerja, dan memulai lebih banyak proses dan prosedur partisipatif dalam pekerjaan mereka.”21 Studi Kasus Contoh mengenai Pembinaan Kapasitas: Pengembangan Ketrampilan, Vanuatu 88. Para stakeholder bantuan teknis ADB untuk pengembangan ketrampilan di Vanuatu mengakui nilai metodologi partisipatif dalam menyelesaikan masalah masyarakat dan meminta pelatihan agar mereka sendiri dapat menggunakan metodologi itu. Melalui RETA 5894, ADB membiayai serangkaian lokakarya pelatih di empat dari 21
Pretty, Jules N., Irene Guijt, John Thompson, dan Ian Scoones. 1995. Petunjuk Pelatih untuk Pembelajaran Dan Tindakan Partisipatif. London: Lembaga Internasional Lingkungan dan Pembangunan.
26 enam provinsi Vanuatu. Sembilan puluh satu organisator masyarakat ikut serta dalam kursus pelatihan dasar 3 hari tersebut, dan 29 mengikuti lokakarya lanjutan pelatihan pelatih selama 3 hari lagi. 89. Para peserta di pelatihan Vanuatu dipilih dari kelompok wanita (30%) dan pemuda (30%), pemimpin masyarakat (22%), dan para pejabat pemerintah daerah dan provinsi dan pekerja penyuluhan dari departemen pemerintah yang bertanggung jawab atas program bantuan di pulau-pulau luar (18%). 90. Salah satu manfaat utama upaya “pelatihan pelatih” besar adalah bahwa para stakeholder menjadi semakin nyaman dengan pendekatan partisipatif dan tidak lagi menyukai pembangunan “dari-atas-ke-bawah”. Mereka belajar berharap untuk terlibat dan mengambil prakarsa untuk melibatkan diri. Hal ini memberdayakan masyarakat sipil untuk bekerja secara efektif dengan pemerintah demi meningkatkan praktek pembangunan, dan tidak menerima saja proyek atau kegiatan pembangunan yang kurang matang yang tidak mengikutsertakan masyarakat yang dipengaruhinya. 91. Para anggota masyarakat juga menjadi trampil dalam menjalankan organisasi partisipatif. Sebaliknya daripada memilih beberapa pemimpin yang ada dan mengirim mereka untuk dilatih, telah dibuat suatu dasar kepemimpinan yang luas. Bila terbukti bahwa pelatihan Vanuatu hanya permulaan pengembangan ketrampilan partisipatif di masyarakat, kelompok daerah akan diperlengkapi dengan baik untuk membangun ketrampilan secara informal dalam lingkungan masyarakat mereka, sambil melaksanakan tugas-tugas khusus. Dengan demikian prakarsa-prakarsa pembangunan pada masyarakat tersebut di masa mendatang akan lebih berkelanjutan. 92. Menarik bahwa para peserta di Vanuatu merekomendasikan agar para pemimpin, politisi, dan pejabat pemerintah daerah dan nasional diberikan pelatihan yang sama untuk membantu mereka meningkatkan ketrampilan memimpin. Ini merupakan kesempatan berdasarkan permintaan untuk meningkatkan (dari tingkat daerah sampai nasional) manfaat pelatihan, dan membangun kapasitas strategis yang akan bertahan setelah selesainya proyek ADB di daerah tersebut. Beberapa pemimpin missi proyek RETA 5894 lain mengamati kurangnya kemampuan pemerintah dalam melakukan kegiatan partisipatif. Bila para “profesional” pembangunan dilatih dalam praktek-praktek partisipatif, dukungan kelembagaan untuk proses tersebut dan kegiatan yang diajukan akan mengalami peningkatan yang besar; pelaksanaan proyek juga akan lebih lancar.
Memperkuat Kerangka Pembangunan Partisipatif ADB 93. Pendekatan partisipatif bukan hal baru bagi ADB ataupun lembaga multilateral. Sesungguhnya, ADB sejak awal tahun 1990an telah mendorong dimasukkannya metode partisipasi dalam program dan proyek. Para pakar pembangunan sosial telah membantu staf proyek memanfaatkan jasa konsultan pembangunan partisipatif dan memasukkan teknik-teknik partisipasi sejak pertengahan tahun 1990an. Sebagaimana disebutkan sebelumnya, dua bantuan teknis proyek regional (termasuk RETA 5894) telah menyediakan dana untuk dan mendukung para manajer proyek ADB dalam memasukkan pendekatan partisipatif ke dalam upaya mereka. Tetapi, ADB baru saja mulai membangun kemampuan internalnya untuk mendukung pembangunan partisipatif secara efektif.
27 94. Reorganisasi ADB belakangan ini didasarkan atas kebutuhan partisipasi dan kepemilikan yang lebih besar di pihak klien.22 “ADB yang telah direorganisasi dan proses bisnis barunya menekankan kemitraan, pendelegasian, dan fleksibilitas.”23 Konsultasi dengan para stakeholder DMC (pemerintah, masyarakat sipil, sektor swasta, lembaga pembiayaan luar, dll.) sekarang dibutuhkan sewaktu ADB mempersiapkan CSP. Para staf juga didorong untuk menggunakan proses partisipatif sewaktu merancang proyek. Misalnya, dalam makalah konsep proyek, para petugas proyek harus membahas sifat dan tingkat keterlibatan pemerintah dan penerima manfaat dalam mengidentifikasi atau menetapkan konsep bantuan. Akhirnya, tingkat dan bentuk partisipasi bervariasi sesuai dengan kebijakan dan praktek pemerintah DMC sendiri. 95. Semakin banyak staf proyek baru yang memiliki ketrampilan dan pengalaman dalam pembangunan partisipatif yang masuk ke ADB. Anggota-anggota staf ini secara aktif berupaya merancang proyek yang melibatkan semua stakeholder. Kebanyakan dari para staf tersebut yang meminta dana dari RETA 5894 berasal dari kelompok ini. Dengan hanya sedikit uang yang tersedia, hanya upaya-upaya kecil dapat dibuat. Sebagaimana diperlihatkan di atas, tingkat partisipasi yang paling dalam dan paling luas dicapai pada proyek yang rancangan awalnya bersifat partisipatif. Banyak manajer proyek merasa bahwa lingkungan belajar dan dukungan kelembagaan yang diperlukan untuk memasukkan pendekatan partisipatif ke dalam pekerjaan mereka tidak terlihat. Mereka terpaksa mengandalkan pembiayaan pelengkap yang terbatas untuk melibatkan para stakeholder demi memperkuat rancangan dan pelaksanaan proyek atau program.
Menempatkan Pendekatan dan Metode Partisipatif Pada Arus Utama 96. Pengalaman dengan RETA 5894 memperlihakan bahwa untuk menempatkan partisipasi dalam kegiatan kegiatan pembangunannya pada arus utama ADB harus mengatasi tiga bidang: metodologi partisipatif, lingkungan belajar untuk mendorong peningkatan pembinaan kapasitas antara Staf ADB dan para stakeholder DMC, serta dukungan kelembagaan untuk pembangunan partisipatif. Gambar 2, yang dibuat oleh Pretty dan Chambers,24 memperlihatkan bahwa ketiga bidang ini bertemu membentuk sektor pusat yang saling tumpang tindih (A). Tulisan-tulisan mengenai pembangunan partisipatif menjelaskan bahwa praktek-praktek partisipatif sendiri (yang digambarkan oleh sektor E pada Gambar 2) tidak cukup, lemah, dan tidak berkelanjutan. Praktekpraktek tersebut perlu disertai dengan lingkungan belajar interaktif (sektor G), yang meningkatkan sikap partisipatif dan mendorong minat serta komitmen untuk bergerak menuju partisipasi yang lebih luas. Di samping itu, dukungan di tingkat proyek dan lembaga (sektor F) diperlukan untuk mempertahankan dan menyebarkan penggunaan metode partisipasi dan untuk mendorong penyebarluasan “sikap” belajar dalam lembaga tersebut.
22
ADB. 2001. Proses Bisnis untuk ADB yang Telah Direorganisasi. Manila. Dedolph, Carolyn. 2002. Menempatkan Partisipasi pada Arus Utama di ADB. Tinjauan ADB, Maret-April (berdasarkan wawancara dengan Cedric Saldanha, Direktur Senior, Divisi Tata Pemerintahan dan Kerja Sama Regional). Manila. p.28. 24 Pretty, Jules N., dan Robert Chambers. 1993. Menuju Paradigma Belajar: Profesionalisme dan Lembaga Baru untuk Pertanian. Makalah Diskusi IDS 334. Sussex: Institut Studi Pembangunan. 23
28
Gambar 2: Kerangka Partisipatif
P a rtic ip a to ry A p p ro a c h e s a n d M e th o d s E
B
C A
In te ra c tiv e L e a rn in g E n viro n m e n t
D
In s titu tio n a l S u p p o rt a n d C o n te x t
G
F
97. Tanpa dukungan kelembagaan atau lingkungan belajar, pendekatan dan metode partisipatif bukan saja kurang efektif dan berkelanjutan, tetapi mungkin malah tidak dapat dilaksanakan. Wawancara dengan manajer proyek kasus-kasus RETA 5894 memperlihatkan bahwa tidak mungkin memasukkan praktek lapangan partisipatif dalam rancangan proyek mereka tanpa lingkungan belajar interaktif (yang diwakili oleh sektor B dalam Gambar 2) atau dukungan kelembagaan (sektor C). Hampir semua pemimpin missi 22 kasus RETA mengatakan bahwa mereka mungkin tidak akan memasukkan metode partisipasi dalam rancangan mereka tanpa dana RETA; dukungan oleh manajemen ADB atau lembaga mitra pemerintah sangat krusial dalam mempengaruhi keputusan mereka untuk menggunakan metode partisipatif. 98. Akhirnya, lingkungan belajar sudah sering terlihat dalam rancangan proyek secara keseluruhan. Beberapa perancang proyek telah menegaskan untuk menggunakan kerangka belajar partisipatif dan menggunakan pembiayaan RETA dalam memperluas kegiatan-kegiatan yang relevan. Pengalaman positif sebelumnya dalam partisipasi juga membantu pengembangan orientasi belajar dan kerangka pikir partisipatif. Pada 16 dari 22 kasus, manajer proyek ternyata telah memasukkan pendekatan partisipatif dalam pekerjaannya.25
Memastikan Dukungan Kelembagaan 99. Staf proyek yang ingin menggunakan metode partisipasi biasanya frustrasi bila lingkungan kelembagaan tidak mendukung pendekatan partisipatif. Bila pihak manajemen menolak perubahan dan tidak secara aktif mendukung dan mendorong kerangka partisipatif, penggunaan metode partisipasi akan tetap ad hoc dan tidak berkelanjutan. Pendekatan tersebut harus dilembagakan. Dukungan dalam Lembaga Pembangunan
25
Lihat Catatan Kaki 5.
29 100. Dukungan manajerial yang menghasilkan pembiayaan yang sesuai dan insentif lain sangat penting. Wawancara dengan para manajer proyek yang dibiayai RETA 5894 mengindikasikan bahwa ADB tidak menyediakan insentif atau dukungan manajerial untuk penggunaan metode partisipasi yang proaktif. “Sepuluh anggota staf merasa bahwa tidak ada insentif atau dukungan seperti itu, dan sembilan netral. Mereka ragu apakah pandangan manajer senior telah berubah secara signifikan sebagai akibat dua Bantuan Teknis Regional tentang partisipasi.”26 101. Dukungan sesama staf dalam lembaga juga dapat mendorong peningkatan partisipasi. Kebanyakan manajer proyek didorong oleh koleganya untuk meminta dana. Kebanyakan dari mereka yang pertama kali mencoba pendekatan tersebut menjadi yakin tentang nilainya dan bahkan mengembangkan orientasi belajar ke arah partisipasi (sebagaimana dibahas di bawah).27 Namun, mereka tidak dapat mempertahankan upaya tersebut sendirian. Mereka mungkin kurang keyakinan atau pengaruh dalam organisasi, atau mungkin dikelilingi kolega atau manajer yang skeptis atau sangat tidak menyukai partisipasi. Sebuah contoh dapat ditemukan di laporan akhir mengenai seorang pemimpin missi yang melakukan penilaian kemiskinan secara partisipatif: Sewaktu kembali ke Manila setelah menyelesaikan missi saya, saya menjelaskan kepada salah seorang kolega saya tentang apa yang selama ini saya lakukan. “Tidak masuk akal!” katanya, dan kemudian memprotes bagaimana semua orang bisa pergi dan bicara dengan penduduk desa. "Ya," Kata saya, "Saya memang setuju bahwa semua orang bisa bicara dengan penduduk desa, tetapi yang lebih sulit adalah mengetahui apa yang perlu ditanya, apa yang perlu diamati, dan apa yang sebenarnya ditunjukkan temuan-temuan yang diperoleh tentang desa tersebut, penduduknya, dan kemiskinan. Perllu waktu, dan kerja keras.” 102. Semakin banyak pengalaman positif diceritakan dalam ADB dan para penganjur kerangka partisipatif sedang memperlihatkan kepada kolega mereka bahwa dengan pendekatan partisipatif diperoleh data yang lebih bermutu, bertambah besar kemungkinan proyek akan berhasil, dan ada keyakinan bahwa kritik luar terhadap proyek tersebut akan diminimalkan karena diikutsertakannya para stakeholder dan diserahkannya beberapa kendali. Para pemimpin proyek pada pengembangan usaha kecil dan menengah (Indonesia dan Filipina) serta rehabilitasi tenaga listrik (Tajikistan) merasa bahwa data yang diperoleh melalui konsultasi secara signifikan menyumbang kepada mutu rencana yang dihasilkan dan memberikan kepastian bahwa kegiatan proyek akan diarahkan untuk pengurangan kemiskinan. 103. Struktur dan budaya sebuah lembaga merupakan hal-hal penentu apakah ia mampu mendukung partisipasi pembangunan. Sebuah lembaga lebih cenderung melaksanakan partisipasi secara efektif bila struktur internalnya dan pola operasionalnya sesuai dengan metode dan filosofi partisipasi. Tidak realistis mengharapkan birokrasi hierarkis untuk menganjurkan dan melaksanakan proses pembangunan partisipatif secara efektif. Biasanya, organisasi “flatter”, di mana tanggung jawab untuk pekerjaan diberikan ke tingkat operasional, lebih cepat menjadi efektif dengan menggunakan 26 27
Ibid. Lihat Catatan Kaki 4.
30 partisipasi pembangunan karena pendekatannya konsisten dengan asumsi dan struktur organisasi seperti itu. Relatif mudah untuk mengadopsi retorika partisipasi pembangunan. Namun, bila tidak sesuai dengan praktek internal, hal ini akan memperlihatkan kurangnya komitmen terhadap nilai-nilai partisipatif. Kerangka Perencanaan Partisipatif dalam Lembaga Pembangunan 104. Cara penilaian kinerja proyek mungkin sering bertentangan dengan dukungan terhadap partisipasi. Tidak banyak yang menyadari bahwa pelaksanaan proyek partisipatif membutuhkan waktu; maka jadwalnya perlu diperpanjang. Pada proyek CHARM, misalnya, terdapat perencanaan berbasis masyarakat dan perencanaan kota yang luas. Namun, jadwal pelaksanaan dibuat sesuai dengan pendekatan tradisional, dan indikator-indikator yang digunakan untuk mengukur kinerja proyek tidak mencerminkan sifat partisipatif rancangan tersebut. Disebutkan dalam rancangan tersebut bahwa rencana tindakan 82 desa perlu disusun pada tahun pertama, dengan asumsi bahwa LSM dapat digunakan sebagai kontraktor dan dapat segera menyediakan kerangka acuan mereka, tetapi asumsi ini tidak pernah diujicobakan. Sebenarnya, waktu itu tidak satu LSM atau konsorsium LSM pun yang mampu menangani proyek yang begitu besar di daerah yang beragam ini. Konsorsium baru telah dibentuk, yang membutuhkan pengembangan hubungan kerja dan prosedur. Kemudian, LSM-LSM tersebut harus menciptakan modul pelatihan untuk kegiatan tingkat masyarakat. Langkah yang sangat penting ini menyebabkan keterlambatan dalam memulai kegiatan perencanaan desa sebagaimana disebutkan dalam jadwal. Kinerja proyek terutama dinilai dari segi apakah rencana tindakan dikembangkan dan dilaksanakan; pencairan dana didasarkan atas pelaksanaan proyek menurut jadwal ketat yang telah ditentukan sebelumnya. Untuk memenuhi jadwal tersebut, beberapa rencana tindakan benar-benar dikembangkan oleh unit-unit pemerintah dan hanya disahkan oleh penduduk desa— secara mendasar bertentangan dengan rancangan proyek dasar. Analisis kelembagaan yang saksama, termasuk penilaian realistis mengenai kapasitas dan persyaratan untuk menaikkan kapasitas sampai tingkat yang sesuai untuk konteksnya, harus sudah dilakukan sebelum menetapkan sasaran-sasaran kegiatan yang terukur di bawah proyek tersebut. 105. Tinjauan tengah-masa mengenai proyek CHARM menyingkapkan pentingnya dan perlunya menilai hasil kualitatif pada tinjauan seperti itu, melalui penelitian partisipatif bersama dengan studi kuantitatif. Juga, dengan lebih menekankan hasil kualitatif, yang akan mengklarifikasi keberhasilan yang dicapai, sebagian dari tekanan waktu yang dirasakan oleh para pelaksana proyek mungkin telah berkurang. Konsultasi dengan para peserta proyek menyingkapkan bahwa pengembangan kapasitas daerah yang dapat melanjutkan prakarsa tersebut setelah penyelesaian proyek telah mulai berlangsung. Namun, kapasitas yang baru muncul ini tidak terdeteksi pada evaluasi standar. Namun, sebagai hasil evaluasi tengah-masa, indikator-indikator pemantauan partisipasi telah dikembangkan dan dimasukkan dalam rancangan tersebut. Dukungan di dalam Negara-Negara Anggota 106. Dukungan dalam ADB perlu disertai dengan dukungan instansi pelaksana proyek DMC karena peran ADB yang relatif kecil pada pelaksanaan proyek membatasi kemampuannya untuk mendorong peningkatan pembangunan partisipatif. Karena itu, mitra pemerintah perlu diajar untuk menghargai partisipasi dan, idealnya, memiliki staf yang dapat melaksanakan pendekatan dan metode partisipatif. Lebih jauh, mungkin
31 lebih bermanfaat untuk mengadakan investasi dalam pembinaan kapasitas personil dinas sipil senior daripada melatih para pejabat yang dipilih atau orang yang ditunjuk yang memiliki masa dinas yang terbatas. Pengetahuan pemerintah mengenai dan dukungan umum pemerintah terhadap metode partisipasi sangat penting agar partisipasi di negara-negara peminjam bisa ditempatkan pada arus utama. 107. Pada Proyek Pembangunan Perkotaan Karnataka India, kegiatan partisipatif tidak akan berhasil tanpa prakarsa dari salah satu pejabat di instansi pemerintah yang bertanggung jawab. Sang pejabat, seorang dari kaum perempuan, memiliki komitmen yang sungguh-sungguh untuk membantu masyarakat kumuh perkotaan dan bekerja sama dengan LSM untuk mendorong anggota masyarakat meningkatkan mutu lingkungan mereka dan menghasilkan pendapatan. ADB mendorong proses tersebut dengan sering melakukan kunjungan lapangan dan lobi di tingkat senior pemerintah pusat dan daerah untuk mendorong peningkatan investasi dalam pembangunan kawasan kumuh. Hal ini mengarahkan instansi pemerintah yang bertanggung jawab untuk membuat banyak upaya demi mendidik, mendukung, dan menekan pemerintah daerah untuk juga mendorong atau memungkinkan prakarsa-prakarsa ini. Seorang pemimpin/penggerak proyek seperti ini yang memperlihatkan dukungan terhadap pembangunan kawasan kumuh sangat penting bagi proyek; tanpa kepemimpinan yang kuat prakarsa seperti itu mungkin tidak akan terwujud atau berkelanjutan. 108. Konsultasi Perjanjian Perdagangan Bebas antara India dan Sri Lanka kurang mendapat sponsor dan dukungan yang layak dari pemerintah. Walaupun wakil-wakil pemerintah Sri Lanka terlibat dalam proses konsultasi, mereka tidak mengembangkan kepemilikan terhadap proses atau hasil konsultasi tersebut. Akibatnya, Pemerintah Sri Lanka tidak mengakomodasi rekomendasi para stakeholder lain dalam proses pembuatan keputusannya. 109. Lokakarya kebijakan nasional tentang pengurangan kemiskinan di RRC merupakan lokakarya yang pertama kali diselenggarakan oleh lembaga donor internasional di mana wakil-wakil masyarakat miskin dan LSM bicara mengenai masalah-masalah kebijakan. Salah satu dampak positif dari penyelenggaraan ini adalah bahwa wakil-wakil pemerintah mengakui kelayakan dan kegunaan lokakarya internasional yang melibatkan para pembicara dari kalangan orang miskin dan LSM yang mewakili kepentingan mereka . Walaupun peserta lokakarya merekomendasikan pelembagaan pendekatan partisipatif, para pejabat pemerintah lebih suka memandang proses partisipatif sebagai salah satu dari banyak pendekatan yang tersedia bagi mereka dan ADB. 110. Contoh-contoh di atas menunjukkan perlunya protokol yang menilai kapasitas dan dukungan yang mungkin didapatkan dari semua tingkat kelembagaan mulai dari pemerintah pusat sampai ke masyarakat daerah. Protokol tersebut juga perlu menyarankan berbagai intervensi strategis untuk meningkatkan kapasitas dan dukungan. Protokol ini hendaknya tidak menjadi cetak biru dan tidak dapat diterapkan, tetapi perlu mengidentifikasi cara-cara yang memungkinkan dikembangkannya pemahaman dan dukungan pemerintah.
Membina Lingkungan Belajar
32 111. Lingkungan belajar interaktif merupakan bidang ketiga kerangka konsep yang diuraikan pada Gambar 2. Keikutsertaan para stakeholder dalam prakarsa-prakarsa pembangunan seharusnya meningkatkan praktek pembangunan dan pengetahuan daerah dan lembaga-lembaga. Penggunaan metode partisipatif dalam program dan proyek akan menghasilkan sedikit perubahan dan sedikit pembinaan kapasitas kecuali lingkungan belajar ditingkatkan. Pendekatan tradisional dan pendekatan belajar dikontraskan di bawah ini. Pendekatan Tradisional 112. Pendekatan tradisional atau “cetak biru”, sebagaimana dibahas oleh David Korten,28 menekankan perencanaan di muka yang cermat dan profesional. Para perencana proyek menetapkan garis-garis besar proyek berdasarkan penelitian dan model yang teruji atau proyek percontohan. Rencana tersebut dirancang untuk mencapai hasil khusus dan supaya sangat efektif dari segi biaya. Pelaksanaan proyek diringkaskan dan diikuti sesuai cara kontraktor mengikuti cetak biru, spesifikasi, dan jadwal konstruksi. Para penilai kemudian diminta mengukur keberhasilan berdasarkan hasil yang diharapkan. 113. Pendekatan cetak biru berasumsi bahwa instansi pembangunan memiliki pengetahuan yang perlu diberikan kepada mereka yang tidak memilikinya. Para profesional pembangunan menetapkan prioritas intervensi pembangunan. Dari kantor pusat mereka atau dari kantor pemerintah, mereka mengendalikan dan memotivasi “para penerima manfaat”— masyarakat yang terkena dampak hanya menjadi obyek pertanyaan yang pasif. Setelah lama digunakan untuk prakarsa pembangunan prasarana dan konstruksi berskala besar, pendekatan dari-atas-ke-bawah ini semakin diakui tidak sesuai untuk banyak upaya pembangunan. Pendekatan Belajar 114. Pendekatan belajar mengakui bahwa tidak semua informasi yang relevan diketahui sejak awal. Sebaliknya daripada mengatasi problem tersebut, “para pakar” dari luar ini ikut serta dalam proses belajar dengan para stakeholder yang diakui memiliki pengetahuan pengimbang tentang keadaan mereka untuk menyumbang. Orang miskin telah dijuluki sebagai “pakar kemiskinan” untuk menekankan pokok ini.29 Dengan menggali pengetahuan daerah setempat dapat dihasilkan kepemilikan, momentum, dan komitmen yang berkelanjutan terhadap kegiatan pembangunan dan sering kali mencegah kesalahan dan keterlambatan yang memakan biaya. Lembaga donor luar atau para pejabat pemerintah bertindak sebagai fasilitator dan katalisator dalam kemitraan dengan para stakeholder daerah sebagai “pelaku” utama. Secara pribadi, perubahan peran ini mungkin menantang dan sulit untuk dicapai. Walaupun rancangan proyek menggunakan metode partisipasi dan memberdayakan stakeholder daerah untuk bertindak, lembaga-lembaga donor dan para pakar dari luar tidak secara otomatis menjadi fasilitator atau bertindak sebagai mitra. Sewaktu para konsultan atau kelompok mitra masyarakat sipil bertindak atas nama para perencana proyek, sangat penting agar staf pemerintah atau para perencana menyediakan waktu untuk memahami sepenuhnya 28
Korten, David C. 1980. Organisasi Masyarakat dan Pembangunan Pedesaan: Pendekatan Proses Belajar. Tinjauan Administrasi Publik, September-Oktober: 480-511. 29 Bank Dunia. 1995. Video Para Pakar Kemiskinan. Washington, D.C.
33 apa yang telah dipelajari konsultan melalui pengalaman dan memastikan bahwa langkah-langkah berikutnya, paling tidak, tanggap terhadap rancangan yang mereka hasilkan dan, lebih baik lagi, memasukkan kesempatan untuk meneruskan keikutsertaan. 115. Satu contoh nyata adalah proyek CHARM. Sebagaimana disebutkan di atas, instansi pelaksana berasumsi mereka dapat menggunakan LSM untuk bekerja seperti kontraktor-kontraktor lain. Proyek tersebut membentuk konsorsium LSM baru yang belum pernah bekerja bersama. Mereka mengharapkan konsorsium tersebut akan secara cepat dan efisien memberikan hasil, seperti kontraktor. Walaupun LSM-LSM dan para pengorganisasi masyarakatnya merupakan katalisator yang paling sesuai untuk perencanaan partisipatif yang diajukan, jadwal proyek yang ketat tidak memungkinkan terjadinya proses belajar bagi LSM untuk mengembangkan ketrampilan bekerja bersama-sama. Di samping itu, diharapkan mereka akan meningkatkan kapasitas manajerial mereka sendiri untuk menangani dana proyek sambil memastikan bahwa masing-masing desa menjalani proses perencanaan yang serupa. Jadwal dan harapan proyek tidak mendukung penciptaan lingkungan belajar yang sesuai karena kebutuhankebutuhan pembangunan kelembagaan ini tidak diperhatikan. 116. Proyek Pembangunan Masyarakat Perkotaan Miskin di Filipina memperlihatkan bagaimana staf ADB membangun lingkungan belajar. Para pemimpin missi membangun hubungan dengan LSM dan organisasi rakyat dengan respek yang dalam, mengakui bahwa masyarakat miskin yang dibantu oleh organisasi-organisasi ini lebih cepat melunasi tanah dan pinjaman yang berkaitan dengan perumahan daripada yang dibantu oleh sektor swasta atau pemerintah. Karena itu, LSM dan organisasi rakyat di kota-kota percontohan didorong untuk berpartisipasi secara aktif di semua aspek pengambilan keputusan dan rancangan dan pelaksanaan sub-proyek.30 Staf proyek dari ADB maupun DMC terbuka dan tanggap terhadap perubahan dan mengakomodasi perencanaan partisipatif pada jadwal. Sebagai hasil bantuan teknis persiapan dengan masyarakat, rancangan proyek perumahan ini sekarang mencakup komponen pemberdayaan masyarakat. 117. Tantangan organisasi pembangunan multilateral dalam menciptakan lingkungan belajar adalah bahwa para stakeholder daerah dan para profesional pembangunan harus menetapkan prioritas secara bersama-sama. Sangat penting untuk mengikutsertakan para stakeholder yang mewakili masyarakat yang bersangkutan dalam mempersiapkan CSP dan menetapkan prioritas pada proyek. Penetapan waktu juga penting. Proyek Pembangunan Masyarakat Perkotaan Miskin dan CHARM memperlihatkan bagaimana sifat partisipatif proyek dapat jauh lebih kuat sewaktu dimulai pada awal pekerjaan proyek. Bila waktu yang memadai tersedia secara reguler untuk pengembangan program dan penetapan konsep proyek, proposal dapat diujicobakan pada para stakeholder sementara masih ada waktu untuk melakukan penyesuaian dengan mudah. 118. Para pejabat pemerintah dan spesialis asing yang menetapkan agenda pembangunan tanpa mengikutsertakan para stakeholder daerah sebagai pelaku berisiko membatasi hasil proyek dan program. Mereka juga berisiko bertanggung jawab di masa 30
ADB. 2000. Laporan tentang Bantuan Teknis bagi Filipina untuk Mempersiapkan Proyek Pembangunan Masyarakat Perkotaan Miskin (TA 3291-PHI). Manila.
34 depan atas hasil-hasil yang tidak diinginkan yang mungkin terjadi (dan mungkin dapat dicegah melalui partisipasi masyarakat sipil yang lebih signifikan). Setiap kegiatan pembangunan mengandung risiko, tetapi dengan melibatkan masyarakat sipil dan berlaku lebih transparan, risikonya akan lebih merata. 119. Lingkungan interaktif dapat ditingkatkan dengan menggunakan tempat yang terbuka, “aman” untuk berkomunikasi. Beberapa kegiatan konsultasi yang dibahas sebelumnya berhasil antara lain karena lokakarya bersifat informal dan kondusif untuk dialog terbuka, yang bisa berarti duduk mengelilingi meja atau di atas tanah. Juga, dengan menciptakan kesempatan bagi berbagai kelompok stakeholder untuk berbicara satu sama lain dan mencapai konsensus, seperti pada kasus Perjanjian Perdagangan Bebas antara India dan Sri Lanka, akan terbentuk pengetahuan dan kapasitas masyarakat sipil untuk bekerja secara lebih efektif dengan pemerintah semakin meningkat. Dengan dibentuknya kelompok-kelompok diskusi kecil dalam berbagai lokakarya, semua pihak diberi kesempatan untuk didengarkan dan untuk menyampaikan gagasan mereka sebelum saran-saran mereka dinilai atau ditetapkan urutan prioritasnya. 120. Lingkungan belajar tidak dapat ditingkatkan hanya dengan mengikutsertakan metode partisipasi; sebaliknya, perhatian harus diberikan pada cara organisasi berfungsi. Tim-tim pengelolaan proyek membutuhkan situasi yang mendukung dan lingkungan kebijakan untuk menyokong interaksi internal yang terbuka dan hubungan kerja yang baik dengan organisasi-organisasi lain. 121. Berbagi kekuasaan dengan para stakeholder juga meningkatkan lingkungan belajar. Pada proyek CHARM, para stakeholder daerah menjalankan kendali penuh atas pembuatan rencana tindakan mereka sendiri. Warga masyarakat merasa bahwa mereka sepenuhnya memiliki (mengendalikan) kegiatan proyek walaupun mereka hanya dibiayai sebagian oleh proyek tersebut. Para profesional pembangunan bertindak sebagai katalisator bagi masyarakat sewaktu mempersiapkan rencana mereka. 122. Akhirnya, metode partisipasi yang terus menerus digunakan secara sistematis dapat mendorong peningkatan lingkungan belajar interaktif dalam organisasi atau proyek. (Penggunaan metode partisipasi saja tidak menjamin lingkungan belajar, sebagaimana disebutkan di atas.) Untuk beberapa manajer proyek, prakarsa partisipatif yang dilaksanakan di bawah RETA 5894 merupakan pengalaman pertama dan positif. Wawancara dengan para pemimpin missi membuat jelas bahwa pengalaman awal dengan metode partisipasi turut menciptakan lingkungan belajar dalam proyek mereka. Mereka menyaksikan pengaruh partisipasi terhadap pemberdayaan stakeholder, yang membina rasa kepemilikan mereka terhadap proyek tersebut, serta pembangunan kapasitas. 31 123. Sebagai hasil dari pengalaman pertama staf ADB, banyak pihak memutuskan untuk menggunakan apa yang mereka pelajari untuk kegiatan di masa mendatang. Pengalaman anggota staf ADB untuk proyek Tajikistan, misalnya, digunakan dalam dua rancangan proyek partisipatif lain untuk peningkatan prasarana dan lingkungan di RRC. Pada satu proyek, proyek hujan asam, program pelatihan untuk gender khusus dan persyaratan kerja yang didasarkan atas rekomendasi stakeholder sekarang menjadi 31
Lihat Catatan Kaki 5.
35 bagian dari perjanjian pinjaman. Pada proyek lainnya, proyek pembangunan tenaga angin, peningkatan mutu kehidupan dan status sosial perempuan menjadi bagian dari proyek secara keseluruhan sebagai hasil kegiatan konsultasi. Semua ini mencerminkan kemajuan besar dalam rancangan sektor energi di ADB dan RRC.
36
IV.
MENCAPAI PARTISIPASI OPTIMAL MELALUI PERENCANAAN
124. Salah satu rintangan untuk memperoleh dukungan kelembagaan adalah pemahaman yang salah bahwa kegiatan partisipatif akan memakan banyak waktu dan sumber daya. Walaupun benar bahwa keikutsertaan para stakeholder secara efektif mungkin membutuhkan waktu, dan jadwal proyek perlu disesuaikan dengan keadaan ini, tetapi ada banyak contoh dalam tulisan-tulisan pembangunan tentang bagaimana rancangan proyek partisipatif lebih murah daripada pendekatan tradisional. Sebenarnya, makalah ini telah menyajikan kasus-kasus di mana para stakeholder diikutsertakan secara efektif dengan sangat sedikit uang . 125. Partisipasi hendaknya tidak dimaksimalkan—yakni, digunakan di mana-mana dengan tingkat yang serupa—tetapi, dioptimalkan. Sebagaimana diperlihatkan dalam analisis ini, ada banyak jenis partisipasi; jenis partisipasi yang dipilih perlu didasarkan pada konteks dan tugas.32 Apa yang mungkin dibutuhkan adalah partisipasi stakeholder yang kuat dan luas pada waktu-waktu yang strategis dan cocok, dan partisipasi yang difokuskan pada waktu-waktu lain. Kemudian, perlu diciptakan mekanisme sederhana yang memungkinkan keterlibatan sebagai cara kerja yang biasa. 126. Masing-masing prakarsa pembangunan perlu memasukkan beberapa komponen di mana para stakeholder diikutsertakan secara cepat dan layak. Beberapa contoh kasus yang disebutkan dalam makalah ini tidak melibatkan stakeholder pada awal proses; dana RETA memungkinkan keikutsertaan mereka pada tahap selanjutnya. Misalnya, proyek pembangunan perkotaan Karnataka, yang dirancang pada tahun 1994, yang bertujuan untuk membangun prasarana di lingkungan penduduk liar perkotaan, tidak memasukkan partisipasi stakeholder dalam rancangan semula. Akibatnya, penduduk setempat tidak memiliki rasa kepemilikan terhadap kemajuan yang dicapai; pelaksanaan berjalan lambat. Di samping itu, para pejabat pemerintah yang terlibat waktu itu tidak mendukung pendekatan partisipatif. Rencana partisipasi yang mengatasi semua tingkat kelembagaan termasuk masyarakat, tidak dikembangkan bersama-sama dengan rancangan semula. Karena itu, pada tahun 1999, India mengupayakan dukunngan dari RETA 5894, yang menyediakan dana tambahan untuk meningkatkan konsultasi dengan masyarakat yang terkens dampak. Hal ini menghasilkan proses pendidikan yang nyata dan penyebaran informasi yang meningkatkan keberlanjutan keseluruhan pekerjaan fisik dan prakarsa terkait. 127. Penting untuk menyediakan pembiayaan bagi dan memasukkan partisipasi dalam penetapan konsep proyek demi mencapai partisipasi yang optimal. Buku petunjuk ADB tentang Analisis Kemiskinan dan Sosial menekankan perlunya untuk membuat strategi partisipasi yang memaparkan siapa yang akan diikutsertakan, bagaimana, dan kapan. Rencana seperti itu membutuhkan analisis stakeholder yang baik dan pemeriksaan tingkat keterlibatan stakeholder yang dibutuhkan konteksnya. “Hal ini harus menyeimbangkan sasaran-sasaran jangka pendek dan panjang dengan pertimbangan sumber daya dan waktu serta kekhawatiran mengenai kemungkinan keterlambatan atau keluhan proyek bila para stakeholder merasa mereka belum terlibat secara memadai 32
Esman, Milton J., dan Norman T. Uphoff. 1984. Organisasi Daerah: Mediator dalam Pembangunan Pedesaan. Ithaca: Cornell University Press. p. 250-251.
37 dalam pengambilan keputusan.”33 Proyek CHARM merupakan contoh hasil rencana partisipasi seperti itu. 128. Kasus-kasus yang dianalisis di awal paling sering menggambarkan intervensi strategis tunggal. Walaupun bermanfaat pada tahap tertentu proyek, kegiatan singkat seperti ini jangan dilihat sebagai pengganti untuk kegiatan partisipatif yang reguler, berkelanjutan yang telah ada dalam rencana pelaksanaan proyek reguler. Kegiatan yang lebih berjangka panjang dapat dilaksanakan dengan cara yang berkelanjutan oleh LSM atau mitra setempat dengan biaya satuan yang lebih murah. Dalam kerangka pembangunan partisipatif, pendekatan dan metode partisipatif memuluskan proses peralihan sejak penetapan konsep sampai ke penilaian kemiskinan, penyusunan rancangan, pembinaan kapasitas, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi.
33
ADB. 2001. Buku Petunjuk Tentang Kemiskinan dan Analisis Sosial. Manila. Lampiran 4.
38
V.
KESIMPULAN
129. Untuk memperkuat dukungan ADB bagi pembangunan partisipatif, makalah ini merekomendasikan keseimbangan di antara tiga unsur yang kritis: lingkungan kelembagaan dan kebijakan yang mendukung di ADB dan DMC, peningkatan lingkungan belajar, dan peningkatan mutu pengalaman staf dan mitra yang terusmenerus dalam menggunakan metode partisipasi. Rekomendasi ini didasarkan atas tinjauan mengenai berbagai tingkat partisipasi pada proyek-proyek contoh di mana kegiatan-kegiatan didukung oleh RETA 5894. Tingkat partisipasi mencakup pengumpulan informasi, konsultasi, kolaborasi/pembuatan keputusan bersama, dan pemberdayaan/kendali bersama. Partisipasi yang lebih dalam dicapai di mana perhatian diberikan pada pengoptimalan kegiatan partisipatif di masing-masing tahap proyek dan perhatian diberikan kepada dimensi ekonomi, sosial, dan politik. Pada kasus-kasus ini, modal sosial juga ditingkatkan. Dibutuhkan waktu dan upaya tambahan pada awal program dan pengembangan proyek, lebih banyak perhatian kepada perencanaan terperinci mengenai peran para stakeholder selama pelaksanaan dan pemantauan, serta sumber daya untuk mendukung upaya ini. 130. Pembangunan partisipatif dapat meningkatkan keefektifan upaya ADB secara signifikan untuk mengurangi kemiskinan di Asia dan Pasifik. Biasanya hasilnya akan meningkat dan dampaknya akan lebih berkelanjutan bila warga masyarakat mengembangkan rasa kepemilikan terhadap upaya pembangunan karena keikutsertaan mereka dalam pembuatan keputusan mengenai pemilihan, perencanaan, pengelolaan, dan pemantauan kegiatan proyek. Demikian juga, biasanya bila para stakeholder kelembagaan yang relevan terlibat dalam merancang program atau mengubah kebijakan serta merencanakan pelaksanaannya, hasilnya akan meningkat. Pada saat yang sama, kapasitas terbina, modal sosial meningkat, dan kemitraan antara pemerintah, masyarakat sipil, dan sektor swasta akan meningkat seraya orang belajar dengan bekerja bersama dalam lingkungan yang mendukung. Dengan demikian, upaya tambahan berupa perencanaan partisipatif secara dini dan cermat, ditambah fasilitasi dan pemantauan akan bergabung untuk mempengaruhi pengurangan kemiskinan secara luas dengan memberi perhatian kepada dimensi-dimensi kemiskinan dari aspek ekonomi, sosial, dan tata pemerintahan atau kelembagaan secara bersamaan dan mendorong peningkatan program dan proyek yang lebih berhasil dan berkelanjutan. ______________________________________________________________________ TRANSLATOR’S STATEMENT The translation is done accurately and consistently from English into Indonesian. Jakarta, February 11, 2004 Pahala Tamba Sworn Translator E-mail:
[email protected]