CAPACITY BUILDING KERJASAMA SELATAN-SELATAN DAN TRIANGULAR INDONESIA KEPADA PALESTINA PADA TAHUN 2005-2014 Sampe Sabar Siahaan [1] Prof. Dr. H. Andrik Purwasito, DEA[2]
Abstract The Indonesia Government’s policy in the implementation of South-South and Triangular Cooperation to Palestine through the granting of aid in the form of capacity building program became the main topic examined in this research. Indonesia Government's policy to the Palestinian is being analyzed from aspects of formulation and implementation of this policy. This research uses a qualitative approach with literature study and interview as the technique of the data collection. Data analysis draws on qualitative analysis consisted of multiple steps such as data collection, data reduction, data displays, and conclusion drawing. Data validation uses the triangulation of source and technique. The conceptual framework of this research departs from the analysis of policy’s formulation and implementation, complex interdependence theory, and the concepts of the Capacity Building. The result of this research shows that Palestine is one of the priorities of Indonesia’s aid in the implementation of South-South and Triangular Cooperation. This commitment supported by the responsibility of Indonesia Asia-Africa Conference in Bandung and also as the accomplishment for Indonesia in order to support Palestinian to get the sovereignty. The commitment of Indonesia realized through the framework of the bilateral, multilateral and inter-regional cooperation, namely the New Asian African Strategic Partnership (NAASP) and continued with the Conference on Cooperation Among East Asian Countries for Palestinian Development (CEAPAD). In those meeting, it was agreed that the countries in Asia and Africa region will provide assistance of capacity building to 10,000 Palestinians during 5 years and in that occasion, Indonesia is committed will provide assistance capacity building for 1,000 Palestinians. Until the end of August 1999, Indonesia has been providing capacity building for 1774 Palestinians.
Key words: Capacity Building, Cooperation, South-South, Triangular, NAASP, CEAPAD
[1] D0413017 . Mahasiswa Prodi Hubungan Internasional FISIP UNS. Sebagai penulis Pertama
[2]Dosen Prodi Hubungan Internasional FISIP UNS, Sebagai penulis Kedua
1.
Pendahuluan A. Latar Belakang Konferensi Asia afrika (KAA) di Bandung tahun 1955 merupakan bukti peran dan kontribusi Indonesia dalam mengawali pendirian Gerakan Non Blok. Konferensi ini juga sebagai awal pelopor munculnya niat negara-negara berkembang untuk melalukan kerjasama selatanselatan sebagai respon terhadap perkembangan internasional , yang mana atas dasar kesamaan nasib dan mayoritas anggota KAA adalah negara-negara selatan. Kerjasama Selatan-Selatan adalah keinginan dari negara-negara dunia ketiga untuk memainkan peran yang lebih sentral di arena internasional. Sebagai wujud keberlanjutan adanya komitmen tersebut, negara-negara berkembang terus mengalami transformasi dan penguatan melalui tahap-tahap yang penting diantaranya KAA 1955. GNB tahun 1961, Kelompok-77 (G-77), Buenos Aires Plan of Actrion (BAPA), Caracas Program of Action (CPA) tahun 1981 di Caracas, Kelompok-15 (G-15), South summit I di HavanaKuba, Resolusi PBB No.58/220, Bogota Statement dan Busan Partnership for effective Development Cooperation. Kerjasama Selatan-Selatan telah diimplemetasikan di beberapa negara seperti pembentukan Malaysia Techinal Cooperatin Program (MTCP) di Malaysia dan pembentukan Department of Techical and Economic Cooperation (DTEC) pada tahun 1950 oleh Thailand. Indonesia sendiri merupakan salah satu negara yang mengalami transformasi dari negara penerima bantuan luar negeri menjadi negara pemberi bantuan. Hal ini dapat dilihat dari bentuk bantuan yang telah diterima oleh Indonesia serta Pemerintah Indonesia mengeluarkan Keputusan Presidium Kabinet No.81/U/4/1967 tentang Pembentukan Panitia Koordinasi Bantuan Teknik Luar Negeri dengan tugas untuk mengoordinasikan penentuan kebutuhan teknik dari departemendepartemen pemerintah.
Indonesia telah berkontribusi secara langsung dalam Kerja Sama Selatan-Selatan sejak tahun 1981. Pelaksanaan bantuan luar negeri Indonesia tidak terlepas dari Deklarasi Paris 2005 mengenai AID Effectiveness dengan difasilitasi dan diperkuat dengan skema triangular cooperation atas dasar kesetaraan serta mutual opportunity and benefit. Pelaksanaan Deklarasi Paris, Indonesia dan Lembaga/Negara mitra kerjasama pembangunan telah menandatangani ‘Jakarta Commitment’ pada awal 2009 yang menjadi salah satu landasan pengembangan KSS Indonesia yang mana menjadi Kerjasama Selatan-Selatan Dan Triangular (KSST). Sebagai upaya pengoptimalan pemberian bantuan luar negeri, Indonesia berupaya menetapkan indikator-indikator sebagai dasar Indonesia memberikan bantuan sesuai dengan prinsip kerjasama selatan-selatan Indonesia, salah satunya yaitu dengan menggunakan indeks prioritas yang terbagi atas tiga yaitu (1)ekonomi, dengan tujuan untuk meningkatkan ekspor barang dan jasa, membuka pelung investasi (2)Politik, untuk menjaga stabilitas keamanan dan mendukung pencalonan atau posisi Indonesia dalam organisasi internsional (3)meningkatkan citra Indonesia dan menciptakan people to people contact.1 Kontribusi Pemerintah Indonesia bagi pelaksanaan dan pengembangan KSST mencapai US$49,8 million (2000-2013).2 Periode 1999-2015, Direktorat Kerja Sama Teknik telah menyelenggarakan setidaknya 456 program dengan 5382 peserta dari 123 negara dengan mengutamakan prinsip Demand Driven atau berdasarkan potensi, prioritas kebutuhan dan permintan dari masing-masing negara6. Program tersebut terfokus pada capacity building berupa pelatihan, lokakarya, pemagangan, pengiriman tenaga ahli dan lain-lain. Permintaan bantuan teknik yang telah masuk
ke Indonesia sebanyak 365 proyek dari 51 negara dari Asia Pasifik, Timur Tengah dan Afrika. Salah satu negara prioritas bantuan teknik luar negeri Indonesia dari tahun ke tahun adalah Palestina. Pemilihan Palestina sebagai salah satu negara prioritas bukan tanpa pertimbangan, hal ini didasari oleh latar belakang sejarah, komitmen Indonesia dalam KAA dan juga sebagai wujud peningkatan kontribusi Indonesia dalam dunia internasional. Pada 16 November 1988, Indonesia resmi menyambut dan mengakui kemerdekaan Palestina di Aljir, Algeria. Indonesia juga memberikan vote kepada Palestina untuk menjadi anggota United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) pada 31 oktober 2011. Kedekatan hubungan Indonesia dengan Palestina telah terjalin semenjak dulu terbukti dari pemberian dukungan Palestina terhadap kemerdekaan Indonesia. Hingga saat ini, Palestina masih mengalami pergejolakan, tindasan dan belum mendapat pergakuan penuh dari negaranegara internasional. Pada tahun 2008, Menteri Luar Negeri Nur Hassan Wirajuda mengundang Menteri Luar Negeri di negara-negara Asia dan Afrika untuk menyelenggarakan NASSP (New Asia Africa Strategic Partnership). Dalam NASSP, konferensi membahas mengenai dukungan Palestina sebagai negara yang merdeka dan berdaulat. Indonesia melakukan perjanjian dengan Palestina untuk melatih 10.000 orang kader warga Palestina dalam NASSP Capacity building. Hal ini dimulai dengan kedatangan pimpinan PLO, Mahmoud Abbas pada Bali Democracy Forum tahun 2008. Hubungan bilateral Indonesia dengan Palestina mencakup ekonomi, capacity building, diplomasi dan politik yang berlangsung tahun 2008 hingga 2013. Selain itu, Indonesia juga turut memberikan sumbangan untuk pendirian Bank berbasisi Syariah hingga
pembangunan rumah sakit di Jalur Gaza. Bantan kemanusian untuk rakyat Palestina di Jalur Gaza merupakan bantuan dari berbagai organisasi dan masyarakat Indonesia. Pada tanggal 22-23 April 2005, dilaksanakan Konferensei Tingkat Tinggi (KTT) yang diadakan di Jakarta. KTT Asia Afrika 2005 ini menghasilkan deklarasi baru yaitu New Asian African Strategic Partnership (NAASP). Deklrasi NAASP merupakan manifestasi dari pembangunan intra-regional yang membentuk komitmen strategis baru antara negara-negara Asia Afrika, berdiiri di tiga pilar yait solidaritas politik, kerja sama ekonomi dan hubungan social-budaya. Pada pertemuan itu, disepakati bahwa Indonesia dan Afrika Selatan akan menjadi co-chair hingga 2009. Indonesia bersama dengan negara-negara anggota NAASP memberikan keprihatinan kepada permasalahan yang dihadapi oleh Palestina. Pada 14-15 Juli 2008, Indonesia menjadi tuan rumah diadakannya pertemuaan negara anggota NAASP. Konferensi tersebut menyimpulkan bahwa kominten untuk menyediakan programprogram pembangunan kapasitas kepada Palestina sebanyak 10.000 orang dalam jangka waktu lima tahun (2008-2013). Presiden Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono memberikan komitmen bahwa Indonesia akan melaksanakan proyek dengan menyediakan pelatihan kepada 1.000 orang Palestina dalam kurung waktu 2008-2013. Indonesia semakin aktif dalam memberikan perhatian khusus terhadap permasalahan yang di hadapi Palestina saat ini seperti kontribusi Indonesia dalam Conference on Cooperation Among Asian Countries for Palestinian Development (CEAPAD), yang mana Indonesia menjadi tuan rumah CEAPAD II pada 2014. Presiden Susilo Bambang Yudhyono dalam pidato sambutannya menyatakan bahwa penyelenggaraan CEAPAD II merupakan penegasan komitmen dan dukungan
Pemerintah Indonesia terhadap Palestina, serta memperjelas posisi Indonesia Indonesia di antara negara-negara Asia Timur sebagi salah satu actor utama yang konsisten menyuarakan perjuangan kemerdekaan dan kedaulatan negara Palestina.8 Bantuan Teknik Luar Negeri Indonesia kepada Palestina difokuskan pada peningkatan dan pengembangan Capacity Building di Palestina guna untuk memberikan dan memperkaya pengetahuan atau wawasan masyarakat khususnya pelaku Pemerintahan Palestina. Oleh karena itu, peneliti akan membahas implementasi bantuan luar negeri Indonesia kepada Palestina terutama pada tahun 2005-2015. Oleh Karena itu penulis menganggap penelitian ini penting sebagai evaluasi kebijakan luar negeri Indonesia dan memberikan gambaran kebijakan terhadap sasaran yang diharapkan serta dapat memberikan gambaran mengenai keadaan Pemerintah Palestina. B. Rumusan Masalah Adapun yang menjadi rumusan masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah Bagaimana Implementasi Program capacity building Kerjasama Selatan-Selatan dan Triangular Indonesia terhadap Palestina pada tahun 2005-2014? C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini diantaranya yaitu secara umum untuk memberikan gambaran tentang kebijakan Kerjasama Selatan-Selatan dan Triangular yang diterapkan oleh Indonesia saat in terutama di Palestina, Untuk mengetahui dampak implementasi kebijakan Kerjasama Selatan-Selatan dan Triangular Indonesia terhadap Palestina sebagai recipient country pada tahun 2005-2014, Untuk mengetahui sejauh mana pengaruh dampak kebijakan Kerjasama Selatan-Selatan Indonesia terhadap Palestina dalam dinamika politik luar negeri dan merefleksikan kepentingan nasional Indonesia dan untuk mengetahui efektivitas dan manfaat bantuan
yang dibutuhkan oleh Palestina terutama serta sebagai evaluasi kebijakan Indonesia. D. Kerangka Konseptual Penelitian ini menggunakan teori serta konsep yan dapat menjelaskan kasus diatas diantaranya yaitu 1) Toeri Interdependensi Kompleks (Complex Interdependence) Teori ini merupakan istilah yang pertama kali dikemukakan oleh Robert Keohane dan Joseph Nye dalam sebuah buku yang berjudul Power and Interdependence tahun 1977. Konsep ini lahir seiring dengan munculnya era globalisasi, dimana merubah anggapan bahwa militer bukan lagi menjadi solusi tunggal dan dominan untuk mencapai tujuan atau kepentingan sebuah negara, seperti : peningkatan perekonomian, penyelesaian konflik maupun masalah social. Akan tetapi berdasarkan teori interdependensi kompleks Keohane dan Nye, “saling mengembangkan kerjasama” dan “ketergantungan” lebih efektif dalam mencapai tujuan dan kepentingan negara. Robert Keohane dan Joseph Nye menekankan pada tiga hal dalam meningkatkan perekonomian, menyelesaikan konflik maupun masalah social yaitu : (1) negara bukan satu-satunya actor yang signifikan- terdapat actor transnasional yang melintasi batas-batas negara; (2) hardpower bukanlah satu-satunya instrument utamamanipulasi ekonomi dan penggunaan lembaga-lembaga internasional adalah instrument dominan dan kesejahteraan adalah instrument yang dominan (3) keamanan bukanlah tujuan yang dominan- kesejahteraan adalah tujuan yang dominan. 3 ketergantungan (interdependensi seimbang) adalah keadaan dimana kedua negara yang bekerjasama telah memiliki latarbelakang yang sama, sehingga terwujud sensitive interdependence (ketergantungan seksitif), sehingga kedua negara tersebut tidak terlalu bergantung kepada pasangannya.
Kolaborasi ini hanyalah bentuk kerjasama untuk meningkatkan potensi ataupun keunggulan yang dimiliki masing-masing, bukan untuk melengkapi kekurangan atau halhal yang tidak dimiliki suatu negara kemudian diharapkan ada pada negara lain. interdependensi model ini akan membawa dampak kekuatan jangka panjang maupun jangka pendek. Pada akhirnya, dalam kompleks interdepensi negara-negara menjadi lebih tertarik dengan ‘politik tingkat rendah’ seperti: kesejahteraan dan keahlian bernegosiasi serta kurangnya perhatian dengan ‘politik tingkat tinggi’ seperti keamanan. 2) Kebijakan Luar Negri Menurut Mark R. Amstutz mendefenisikan kebijakan luar negeri sebagai explicit and of governmental officials designed to promote national interests beyond a country’s territorial boundries. Dalam defenisi ini ada tiga tekanan utama yaitu tindakan dan kebijakan pemerintah, pencapaian kepentingan nasional dan jangkauan kebijakan luar negeri yang melewati batas wilayah negara12. Kebijakan luar negeri juga dapat diartikan sebagai tindakan (aturan) yang dirumuskan untuk merespon gejolak internasional yang biasanya dipengaruhi rezim (gaya kepemimpinan). 3) Konsep Capacity Building Pemberian defenisi mengenai capacity building sampai saat ini masih dimaknai berbeda-beda oleh para ahli. Alasan ini dilatarbelakangi karena capacity building merupakan konsep yang universal dan memiliki dimensi yang beragam. Menurut Grindle Pengembangan kapasitas (capacity building) merupakan upaya yang dimaksudkan untuk mengembangkan suatu ragam strategi meningkatkan efisiensi, efektivitas dan responsivitas kinerja pemerintah, yaitu efisiensi dalam
hal waktu (time) dan sumber daya (resources) yang dibutuhkan guna untuk mencapai suatu outcomes; efektivitas berupa kepantasan usaha yang dilakukan demi hasil yang diinginkan; dan respnsivitas merujuk kepada bagaimana mensikronkan antara kebutuhan dan kemampuan untuk maksud tersebut.16 Capacity building (pengembangan kapasitas) memiliki ciri-ciri seperti menrupakan sebuah proses berkelanjutan, memiliki esensi sebagai sebuah proses internal, dibangun dari potensi yang telah ada, memiliki nilai intrinsic tersendiri, mengurus masalah perubahan dan menggunakan pendekatan terintegrasi dan holistik. Walaupun konsep dasar dari capacity building adalh proses pembelajaran, namun capacity building pada penerapannya dapat diukur sesuai dengan tingkat pencapaiannya yang diinginkan, apakah diperuntukkan dalam jangka pendek, menengah atau panjang. Dalam beberapa permasalahan sebuah negara dalam mewujudkan good governance , peningkatan melalui capacity building menjadi suatu upaya yang ditempuh terutama bagi negara-negara berkembang. Hal ini diterapkan dalam bidang-bidang tertentu yang dinilai strategis dan mampu beradaptasi dengan perubahan. 4) Metode Pebelitian Penelitian ini merupakan penelitian kausal komperatif atau yang disebut juga penelitian ex post facto. Penelitian kausal komparatif adalah penyelidikan empiris yang sistematis dimana ilmuwan tidak mengendalikan variable bebas secara langsung karena eksistensi dari variable tersebut telah terjadi atau karena variable tersebut pada dasarnya tidak dapat di manipulasi. Penelitian ini bertujuan untuk menyelidiki kemungkinan sebab akibat terjadinya suatu fenomena. Melalui
penelitian kausal komperatif, peneliti bisa lebih memahami dan mengintepretasikan data mengenai dampak dari kebijakan Kerjasama Selatan-Selatan dan Triangular Indonesia terhadap Palestina. Pengumpulan data berguna untuk mendapatkan data yang empiris dalam suatu pelelitian, yang mana teknik pengumpulan data dapat menyusun instrument dalam pengumpulan data 2. Penyajian Data A. Hubungan Bilateral Indonesia dengan Palestina Indonesia yang merupakan negara dengan mayoritas penduduk muslim mempunyai kesamaan pandangan dalam agama dengan Palestina yaitu Islam. Berdasarkan sejarah, hubungan Indonesia dengan Palestina sudah lama terjalin, yaitu sejak masa peralihan Indonesia menuju kemerdekaan. Palestina merupakan bangsa pertama di kawasan Timur-Tengah yang menyiarkan kemerdekaan Indonesia di Radio Internasional melalui Mulfi Palestina yang bernama Amin Al Husaini dan mendapat perhatian dari masyarakat internasional. Hubungan bilateral Indonesia dan Palestina semakin membaik dengan adanya pengakuan Indonesia atas kemerdekaan Palestina setelah dideklarasikannya Negara Palestina di Aljazair, Pau Islamda 15 November 1988. Kemerdekaan ini dideklarasikan oleh Palestine Liberation Organization (PLO) atau Organisasi Pembebesan Palestina. PLO merupakan sebagai entitas perwakilan bangsa Palestina yang sudah diakui oleh PBB. Sebagai wujud dukungan lebih lanjut dari Indonesia kepada Palestina, pada tanggal 19 Oktober 1989 di Jakarta telah ditanda tangani “Komunike Bersama pembukaan Hubungan Diplomatik” antara Menteri Luar Negeri Indonesia, Ali Alatas dan Menteri Luar Negeri Palestina, Farouq
Kaddoumi serta menandai pembukaan Kedutaan Besar Negara Palestina di Jakarta. Pada 23 April 1990, Duta Besar Palestina menyerahkan surat-surat kepercayaan kepada Presdien Soeharto dan sebaliknya, Pemerintah Indonesia menetapkan bahwa Duta Besar RI di Tunis juga diakreditasikan bagi Negara Palestina. Selama 2015, Indonesia juga telah menjadi tuan rumah dua kali konferensi, yaitu: (1) KTT Asia-Afrika pada bulan April 2015 dalam rangka memperingati 60 Tahun Konferensi Asia-Afrika (KAA) 1955, yang diselenggarakan Pemri dan menghasilkan a.l. deklarasi khusus mengenai dukungan kepada Palestina, dan (2) International Conference on the Question of Jerusalem, 14–15 Desember 2015, serta UN Civil Society Forum on the Question of Palestine, 16 Desember 2015, yang diselenggarakan PBB atas kerja sama dengan OKI dan Pemri di Jakarta. Dalam bidang politik, pada intinya, Indonesia menggarisbawahi komitemen dan bahkan langkah-langkah proaktif dan aktif Indonesia untuk mewujudkan Palestina sebagai negara berdaulat dan merdeka. B. Kerjasama Selatan-Selatan dalam Perspektif Indonesia Konsepsi Kerjasama Selatan-Selatan mendapat rumusan baru pada masa Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono. SBY melahirkan sebah konsep plitik luar negeri yang disebutnya sebagai “navigating on turbulent ocean” (mendayung di samudera yang bergejolak). Falsafah Presiden SBY mengenai “a million friends and zero enemy” dalam diplomasi internasional menekankan bahwa Indonesia menghadapai lingkungan strategis yang baru, dimana tidak ada negara yang dianggap Indoensia sebagai musuh. Indonesia melakukan berbagai pertemuan dengan beberapa pemimpin negara-negara berkembang serta
mengadakan KTT OKI dimana membahas tentang bagaimana negara-negara anggota OKI dapat meningkatkan kesejahteraan dan kondisi ekonomi umat Islam di seluruh dunia. Dalam hal kerjasama teknik, cakupan wilayah kerjasama teknik antar negara berkembang dalam masa Presiden SBY diperluas kearah timur, yaitu ke arah negara-negara Pasifik Barat Daya. Pada peringatan 50 tahun KAA pada tahun 2005, Indonesia bekerjasama dengan Afrika Selatan telah menggagas konsep kemitraan baru yaitu New Asia-African Strategic Partnership (NAASP) dimana pengembangan Kerjasama Selatan-Selatan dilakukan mealui kemitraan strategis dengan negara-negara maju maupun badan-badan internasional. Dalam tataran instansi pelaksana, Kementerian Luar Negeri melakukan restrukturisasi di tahun 2005, dimana dibentuk direktorat baru, yaitu Direktorat Kerjasama Teknik (KST) yang berfungsi untuk meningkatkan peran aktif Indonesia dalam kerjasama pembangunan dengan negara-negara berkembang. Visi dari pelaksanaan KSS Indonesia adalah “Kemitraan yang lebh baik untuk kesejahteraan (better Partnership for prosperity). Sedangkan tujuan dari pelaksanaan KSS Indonesia adalah untuk mempercepat pembangunan ekonomi Indonesia dan mendukung pembangunan negara-negara Selatan serta meningkatkan kemandirian bersama (collective self reliance) atas dasar solidaritas mutual opportunity dan mutual benefit. Prinsip untuk memantapkan pelaksanaan KSS Indonesia di dalam negeri adalah sebagai berikut : 1) Inklusif. Kerjasama Selatan-Selatan merupakan upaya bersama pemerintah dan para pemangku kepentingan lainnya termasuk swasta, perguruan tinggi dan masyarakat. 2) Alignment, selaras dengan
kebijakan pembangunan nasional. Keselarasan menjadi hal utama agar KSS dapat menjadi faktor pendorong percepatan pencapaian tujuan pembangunan nasional. 3) Komprehensif dan berkesinambungan. Pelaksanaan KSS tidak dilakukan secara parsial dan terjebak pada sektor tertentu namun terintegrasi dan berkesinambungan. 4)Transparansi dan akuntabilitas. KSS dilaksanakan secara transparan dan akuntabel, serta mengacu pada prinsip-prinsip tata kelola yang baik. 5) Fleksibel. Pengembangan KSS tidak dilaksanakan secara kaku baik dalam hal substansi, lokasi, maupun modalitas yang dipergunakan, melainkan dilaksanakan secara fleksibel sesuai dengan peluang dan perkembangan kondisi nasional dan internasional. Prinsip untuk pelaksanaan KSS Indonesia dengan luar negeri: 1) Mutual respect. Sa ling menghormati kedaulatan nasional serta tidak saling mencampuri urusan dalam negeri. 2) Demand driven. Berdasarkan potensi, prioritas kebutuhan, dan permintaan dari masing-masing negara. 3) Non-conditionality.Kemitraan inklusif dan tidak-bersyarat. 4) Equality, mutual respect, mutual benefit and opportunity. Kesetaraan dan kesempatan yang sama. 5) Comparative advantage. Pelaksanaan KSS didasarkan pada keunggulan komparatif di masing-masing Negara dan meningkatkan sinergi guna memperbesar manfaat yang diterima bersama. 6) Sustainability and independency. Berkelanjutan namun tidak menciptakan saling ketergantungan. 7) Experience and knowledge sharing. Dilaksanakan untuk saling berbagi pengetahuan dan pengalaman. Pengembangan kapasitas Kerjasama Selatan-Selatan Indonesia di dukung dengan adanya penambahan pihak ketiga atau Triangular. Kesepakatan tersebut ditandatangani dalam “Jakarta
Commitment” dengan 22 lembaga dan negara donor. Tujuan dari kesepakatan ini adalah untuk menciptakan suatu posisi yang setara di antara negara donor dan resipien dengan tujuan mengefektifkan pinjaman luar negeri agar tepat sasaran pada pembangunan. Poin penting dalam Jakarta Commitment: Aid for Development Effectivencess Indonesia’s Road to 2014 adalah perbaikan mekanisme bantuan internasional dan penguatan Kerjasama Selatan-Selatan. 3. PEMBAHASAN A. Sektor Permintaan (Demand) oleh Palestina Kepada Indonesia Salah satu prinsip pelaksanaan Kerjasama Selatan-Selatan dan Triangular Indonesia adalah demand driven yang berarti berdasarkan potensi, prioritas kebutuhan dan permintaan dari negara penerima. Fakta kebijakan penerapan prinsip ini pada periode I mengindikasikan bahwa permintaan dari negara penerima langsung ditujukan secara ad hoc dan terfragmentasi pada kementerian teknis pelaksana KSST. Hal ini berimplikasi pada belum terintegrasinya program dan sinergi dengan kebijakan dan terkait KSST lainnya misalnya kebijakan diplomasi luar negeri kementerian luar negeri Republik Indonesia. Untuk itu diperlukan reorientasi one gate policy dengan Tim Koordinasi sebagai sentral permohonan, penilaian dan penetapan bentuk program KSST atas permintaan dari negara penerima. Penguatan wewenang Tim Koordinasi melalui arah kebijakan dalam isu strategis pertama (kerangka regulasi) dapat menjadi landasan arah kebijakan terkait isu strategis ini. Adapun bidang permintaan yang dikirimkan Palestina ke Indonesia antara lain Pemberdayaan UKM, Pemberdayaan perempuan, Pariwisata, Microfinance Good Governance, Demokratisasi, Packing : Financing for micro business and
promosi,Ekonomi, Pemahatan Patung Reliji, Hak Asasi Manusia, Kesetaraan Gender, Pertahanan Sipil dan Keamanan, Wisata Religi, Bidang pendidikan dan Pelatihan. Permintaan Palestina tersebut direalisasikan dalam beberapa program dengan disepakati melalui penandatanganan beberapa memorandum of Understanding seperti Memorandum Saling Pengertian antara Pemerintah Republik Indonesia dan Negara Palestina tentang Kerjasama dalam Kerjasama Teknik untuk Pengembangan Sumber Daya Manusia (memorandum of Understanding between the Government of the Republic of Indonesia and the State of Palestine on Technical Cooperation for Human Resource Development) di Jakarta pada tanggal 22 Oktober 2007, Memorandum Saling Pengertian antara Departemen Luar Negeri Republik Indonesia dan Kementerian Luar Negeri Palestina tentang Kerjasama Pendidikan dan Pelatihan dalam Hubungan Diplomatik (memorandum of Understanding between The Department of Foreign Affairs of the Republic of Indonesia and the Ministry of Foreign Affairs og the State of Palestine on Education and Training Cooperation in Diplomatic Affairs), Memorandum of Understanding between the Government of the Republic of Indonesia and the Government of the state of Palestina on Cooperation in the Field of Tourism di Jakarta pada tanggal 28 Februari 2014 serta memorandum of Understanding between the Ministry of Education and Culture of the Republic of Indonesia and the Ministry of Education and Hingher Education of the State Palestine on Education Cooperation pada tanggal yang sama. B. Komitmen bantuan Luar Negeri Indonesia Kepada Palestina 1. Kerangka Inter-Regional : Declaration on The New Asian African Strategic Partnership (NAASP)
Sejak tahun 2005 Indonesia dan Afrika Selatan menjadi Ketua Bersama (CoChairs) NAASP. Dalam mengemban tugas sebagai Co-Chairs, Indonesia telah berperan aktif dalam upaya mengembangkan NAASP. Dalam kurun waktu 2006-2011, Indonesia telah melaksanakan 26 program di bawah kerangka kerjasama NAASP antara lain : NAASP-UNEP Workshop on Enviromental Law and Policy tahun 2006; Asian African on Genetic Resources, Traditional Knowledge and Folklore pada tahun 2007 dan Apprenticeship Program for Mozambican Farmers pada tahun 2010. Indonesia juga mejadi tuan rumah bagi NAASP Ministerial Conference of Capacity Building for Palestina tahun 2008 yang dihadiri oleh 218 peserta dari 56 negara dan 3 organisasi internasional. Kerjasama dalam pengembangan NAASP juga dilaksanakan oleh negara-negara peserta, seperti Malaysia telah melaksanakan Training Course for Diplomatic tahun 2007 dan Training Course in Disaster Management tahun 2008, serta Tiongkok juga telah melaksanakan The 5th Training Program for Staff from African Chambers tahun 2009 dan Tiongkok-Zambia Trade and Investment Forum tahun 2010. Indonesia dan negara-negara NAASP memberikan perhatian lebih kepada Bangsa Palestina yang merupakan satu-satunya peserta KTT Asia-Afrika pertama yang belum menikmati kemerdekaannya secara penuh. Oleh karena itu, Indonesia memprakarsai dan menjadi tuan rumah NAASP Ministerial Conference on Capacity Building for Palestine yang diselenggarakan di Jakarta pada tangga 14-15 Juli 2008, perutusan dari 56 negara AsiaAfika, termasuk tiga negara Amerika Latin, yaitu Brasil, Venezuela dan Cile serta tiga perhimpunan antar bangsa. Pertemuan ini menyepakati bahwa NAASP berkomitmen untuk memberikan bantuan program pembangunan kapasitas bagi 10.000 warga Palestina dalam kurun waktu 5 tahun (2008-
2014). Pada kesempatan itu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah menyampaikan komitmen Indonesia untuk mengambil bagian bagi perwujudan proyek tersebut dengan menyediakan pelatihan untuk 1.000 warga Palestina. Indonesia dan Afrika Selatan selaku NAASP capacity Building for Palestine Coordinating Unit diberikan mandate untuk memantau dan memfasilitasi berbagai upaya negara-negara NAASP yang dilakukan dalam rangka pembangunan kapasitas bagi Palestina. Indonesia berperan sebagai koordinator bagi Afghanistan, Azerbaijan, Bangladesh, Brunei Darussalam, Tiongkok, Filipina, India, Iran, Jepang, Korea Selatan, Kamboja, Laos, Malaysia, Myanmar, Pakistan, Singapura, Sri Lanka, Suriah, Thailand, Timor Leste dan Vietnam. Pada table dibawah ini menunjukkan laporan implementasi yang telah dilaksanakan oleh beberapa negara NAASP di bawah koordinator Indoensia. Pada tanggal 12-13 Oktober 2009, diadakan pertemuan NAASP Senior Officials Meeting (SOM) di Jakarta. Pertemuan ini menghasilkan usulan 8 Focus Areas of Cooperation yang dimaksud sebagai mekanisme panduan untuk mengarahkan berbagai skema kerjasama dibawah kerangka NAASP yang telah dirumuskan dalam KTT AA 2005 ke dalam beberapa kegiatan yang realitas dan bersifat berorientasi pada hasil. Delapan bidang kerja sama yang telah disepakati dalam pertemuan ini yaitu: Counter Terrorism (Indonesia dan Aljazair); Combating Trans-national Organized Crime (Filipina dan Mesir) ; Food Security (India) ; Energy Security (Kamerun) ; Small and Medium Enterprises (China, Kamerun dan Kenya) ; Tourism (Thailand dan Kenya) ; Asian African Development University Network (Jepang dan Kamerun) ; serta Gender Equality and Women Empowerment (South Afrika). Beberapa negara Asia seperti Bangladesh, China, Jepang, Filipina, dan Thailand telah
menunjukkan kesediaan untuk menjadi Champion Countries dari bidang kerja sama tersebut, berdampingan dengan Champion Countries dari Negara Afrika. Indonesia sendiri menjadi Champion Country dari kawasan Asia bersama dengan Aljazair dari kawasan Afrika untuk bidang kerja sama Counter-Terrorism. 2. Kerangka Regional : Conference on Cooperation Among East Asian Countries for Palestinian Development (CEAPAD) Kerjasama Indonesia dan Palestina semakin mempunyai ruang yang terbuka, dikarenakan kedua negara sudah menjalin kerjasama di bidang politik sejak lama. Pemerintah Indonesia memberikan dukungan penuh kembali dalam pelaksanaan Conference on Cooperation Among East Asian Countries for Palestinian Development (CEAPAD). Pertemuan CEAPAD merupakan bagian dari mekanisme komitmen kemitraan Strategis Asia Afrika (NAASP) yang telah terbentuk sejak tahun 2008, yang bertujuan untuk meningkatkan solidaritas dan kontribusi negara-negara peserta di kawasan Asia Timur terhadap upaya pembangunan perekonomian Palestina, terutama melalui program-program peningkatan kapasitas (capacity building). Conference on Cooperation Among East Asian Countries for Palestinian Development (CEAPAD) merupakan sebuah forum yang diinisiasi oleh Jepang untuk menghimpun kekuatan Asia untuk memberi konribusi untuk perdamaian Timur Tengah terkhusus dalam pembangunan Palestina. Pada tanggal 13 & 14 Februari 2013, CEAPAD I berlangsung di Mita Kaigisho,Tokyo. Jepang merekomendasikan bisnis dan perdagangan harus menjadi salah satu fokus bagi Palestina ke depannya. Pertemuan ini dihadiri oleh beberapa negara diantaranya Jepang (host), Palestina (co-host), Indonesia, Singapura, Thailand, Malaysia, Vietnam, Brunei Darussalam, Korea Selatan, Arab Saudi serta
organisasi internasional seperti Islamic Development Bank, United Nations, U.N. Relief and Works Agency for Palestine Refugees in the Near East (UNRWA) dan world Bank. Pertemuan tersebut menghasilkan beberapa pembahasan seperti kesiapan Indonesia menjadi tuan rumah pelaksanaan CEAPAD II, mengadakan pertemuan dengan pemimpin bisnis di Asia dan Arab guna mengembangkan usaha kecil dan menegah di Palestina serta kerjasama dengan Ad Hoc-Liaison serta membahas bentuk kerangka kerjasama internasional yang akan ada untuk bantuan Palestina. Pada tanggal 1 Maret 2014, pertemuan CEAPAD II diadakan di Jakarta. Pertemuan ini dipimpin oleh Mr.Fumio Kishida, selaku Menteri Luar Negeri Jepang dan Menteri Luar Negeri Republik Indonesia, Marty Natalegawa serta Perdana Menteri Palestina, Dr. Rami Hamdallah. Pertemuan ini dihadairi oleh 22 negara dan 5 organisasi internasional (termasuk 12 peserta tingkat menteri). Negara-negara yang berpastisipasi dan organisasi diantaranya yakni : Jepang, Indonesia, Palestina, Brunei, Singapura, Vietnam , Thailand, Korea Selatan, Malaysia, Filipina, Laos, Kamboja, Tingkok, Islamic Development Bank (IDB), U.N Relief and Works Agency for Palestine Refugees (UNRWA) serta World Bank. Sedangkan negara pengamat seperti India, Amerika Serikat, Norwegia, Mesir, Jordan, Uni Emirat Arab, Qatar, Kuwait, Turki, Liga Negara Arab dan perwakilan dari Quartet ditambah kehadiran Afrika Selatan sebagai tamu. Adapun tujuan diadakannya CEAPAD II adalah untuk membuat kerangka konsultatif untuk negara-negara Asia dalam mempertimbangkan bantuan yang efektif untuk Palestina dengan mengoptimalisasi kekuatan yang dimiliki masing-masing negara. Kementerian Luar Negeri Jepang mengadakan Senior Officials Meeting (SOM) dalam rangka Conference on Cooperation
among East Asian Countries for Palestinian Development (CEAPAD) yang berlangsung pada tanggal 2 & 3 Februari di Hakone. Dalam pertemuan SOM tersebut disepakati area atau sektor atau bidang utama yang diprioritaskan dalam pembangunan kapasitas (capacity building) Palestina diantaranya yaitu : Water Secto (Jepang, Indonesia), Tourism and Antiquities (Jepang, Thailand), Agriculture (Jepang, Thailang, Indonesia, Malaysia), Local Governance (Jepang, Korea), Economic Sector (including SMEs) (Jepang, Thailand, Indonesia, Malaysia), Vocational Training (Thailand). C. Implementasi Program Capacity Building KSST Indonesia Kepada Palestina Tahun 2005-2014 1. Capacity Building dalam Kerangka NAASP Usulan Indonesia mengenai Asia Africa Conference Capacity Building for Palestina mendapat dukugan penuh dari negara peserta NAASP SOM. Delegasi Indonesia, Afrika Selatan dan Palestina terus mengadakan pertemuan informal untuk membahas lamgkah-langkah lanjut untuk merealisasikan usulan tersebut. Disamping itu, Indonesia juga telah mengusulkan 22 proposal konkrit berupa program dan proyek baik di bidang politik, ekonomi dan social budaya dalam mengimplementasikan Matriks NAASP. Program-program tersebut mendapat dukungan dari negara peserta dan beberapa negara bersedia untuk menjadi co-sponsor program tersebut. Pertemuan ini juga disetujui keempat usulan Indonesia terkait dengan Asian African Conference Capacity Building for Palestine yang direncakan untuk diadakan pada tahun 2007, Training on Controlled for Palestine in Combating Illicit Trafficking on Drugs, Asia-Africa Dialogue on Human Rights. Kerjasama antara Jakarta Center for Law Enfforcement Cooeperation (JCLEC) dan The African Center for Studies and
Research on Terrorism juga disepakati dengan koordinator proyek Indonesia bersama Aljazair. Pada sesi kerjasama Ekonomi pembahasan melipuit pertanian, UKM, perdagangan dan investasi, funding, pengentasan kemiskinan, pariwisata, energy dan keuangan. Sesi ini diikuti oleh 38 negara peserta yang menyatakan antusiasmenya dalam menyelenggarakan kerjasama ekonomi. Indonesia mengusulkan 7 proposal meliputi 6 pelatihan di bidang pertanian antara lain Business Incubator to Develop Small and Medium Enterprises for Asian and African Countries, Training Course on Dairy-Husbandry Techonology, Training Course on Animal Health, Training Course on Poultry Technology, Training Course on Horticultural Post Harvest Handling Technology dan Exchange Visit for Farmers Leaders, Rural Women and Rural Youth Program. Jepang menyatakan bersedia mempertimbangkan pendanaan pihak ketiga khususnya untuk 5 proposal yang terkait dengan pertanian. Mengenai program Task Force for Feasibility of Business Council mapun program visit year, Indonesia mempertimbangkan terlebih dahulu dengan pihak-pihak terkait. Sesi menyetujui 12 ususlan Indonesia yang terdiri dari beasiswa Darmasiswa dan Kerjasama Teknik Negara Berkembang, International Training Course on TV Education Program Production Using Digital Technology, International Training Course on Information Technology and Education Methodology, Asia Africa Satellite Communication, Asian-African Journalist Visit, International Training Course on Information Education and Communication (EIC) for Family Planning/ Reproductive Health, Workshop on Asia – Africa Environmental Law and Policy, Training Workshop on Vulnerable and Adaptation Assesment to Climate Change for the Asia and the Africa Region, Workshop on Capacity
Building for Proposal Making Process on debt for Nature Swap, Program Pelatihan Diplomatik Sesdilu dan Sesparlu, serta Asian African Forum on Genetic Resources, Traditional knowledge and folklore. Bantuan lain dari negara-negara Asia dan Afrika untuk membantu Palestina dalam kurun waktu 2008-2014, seperti : Afrika Selatan akan melaksanakan Training for Palestine Diplomats pada tahun 2010, Brunei Darussalam juga mengusulkan pelatihan teknologi informasi sebesar USD 43,000,000. Program Capacity Buidling yang telah dilaksanakan oleh Indonesia kepada Palestina dalam kerangka NAASP hingga akhir Tahun 2010 sekitar 3o program dari 33 program yang ditawarkan, dengan jumlah peserta sekitar 126 orang Palestina. Secara keseluruhan, Indonesia telah besar dalam implementasi Kerjasama Selatan-Selatan dan Triangular. hal ini dibuktikan dengan pada tahun 2000-2013, Indonesia telah menghabiskan anggaran sekitar USD 56M untuk mewujudkan 700 program dengan total peserta 3.988 orang. Program tersebut ditujukan beberapa negara sesuai dengan kebijakan Pemerintah Indonesia. Pada tahun 2014, Indonesia menghabiskan sekitar USD 1.198M untuk pelaksanaan program capacity building, dimana anggaran tersebut berasal perpaduan dari anggaran Indonesia, development partner/donor dan juga partner countries.4 Pada tahun ini tercatat sekitar 26 aktivitas yang dijalankan dengan 63% aktivitas merupakan implementasi dari mekanisme pelatihan. Bantuan luar negeri Indonesia kepada Palestina setiap tahunnya diperbaharui sesuai dengan kebutuhan Palestina. Jumlah keseluruhan program yang telah dilaksanakan oleh Indonesia dalam program capacity building for Palestine dari tahun 2008- Oktober 2011 adalah 47 program
pelatihan dan iikuti oleh 235 peserta Palestina dari 52 program yang ditawarkan bagi 321 warga Palestina. Secara kumulatif, dalam periode 1999-2015, Direktorat Kerja Sama Teknik, Kementerian Luar Negeri mencatat bahwa Pemerintah Indonesia telah menyelenggarakan setidaknya 456 program dengan 5382 peserta dari 123 negara. Bantuan ini meliputi pelatihan, lokakarya, pemagangan dan pengiriman tenaga ahli. 5 Komitmen Indonesia dalam pembangunan Palestina melalui kerangka kemitraan New Asia Afrika Strategic Partnership/NAASP sesuai denagn janji Indonesia yaitu pemberian pelatihan kepada 1000 warga Palestina diwujudkan dalam beberapa program tercatat selama 5 tahun terakhir, Indonesia telah melaksanakan tidak kurang dari 101 program pelatihan yang melibatkan 842 warga Palestina hingga tahun 2013.6 Data terbaru menyatakan bahwa sampai bulan Agustus 2016, tercatat 1774 orang Palestina yang menerima manfaat berbagai kegiatan peningkatan kapasitas yang diselenggarakan Indonesia untuk Palestina. 2. Capacity Building dalam Kerangkan CEAPAD Peningkatan Kapasitas melalui program pelatihan, negara-negara Asia akan berusaha untuk berbagi pengalaman, pelajaran,pengetahuan dan kebijakan fiskal untuk pengembangan sector swasta dengan Palestina. Dalam pelaksanaan kebutuhan untuk merealisasikan komitmen dalam CEAPAD, negara peserta menerima usulan inisiatif kerjasama yang diajukan oleh Kemerterian Perencanaan Palestina secara langsung. Aliansi JICA dan IDB akan menyediakan mekanisme multilateral untuk mengatur pengiriman bantuan yang efisien dan efektif kepada Palestina. Melalui mekanisme CEAPAD, diharapkan dapat menarik partisipasi dari pemerintah negaranegara, lembaga-lembaga pembangunan ,
badan swasta, mitra internasional dan juga masyarakat sipil guna untuk menjawab kebutuhan prioritas masyarakat Palestina. Keadaan ekonomi di Palestina dipengaruhi oleh lingkungan bisnis yang terjadi di dalamnya. Pertumbuhan ekonomi Palestina tidak berjalan dikarenakan tingginya krisis fiscal yang terjadi, rasio pengangguran yang tinggi dan lambatnya pertumbuhan PDB. Untuk mengatasi kesulitan ini, tiga strategi ekonomi yang dapat menjelaskan (1) diversifikasi ekonomi (2) pengembangan lingkungan bisnis dan investasi (3) memberdayakan lembaga untuk memfasilitasi pembangunan ekonomi dan mengatur pasar. Dalam pertemuan CEAPAD, perwkailan dari Palestina menggambarkan bahwa pembatasan menjadi sorotan investasi asing di Palestina terutama di wilayah C dan Yerusalem Timur, yang diduduki oleh penduduk Isreal. Penentuan program tiap negara merupakan kebijakan dari negara yang bersangkutan sesuai dengan kapasitas yang mereka miliki dan permintaan bantuan dari Palestina yang masuk ke negara masingmasing. Pada tabel tersebut, Indonesia mengambil peran dalam bidang Tourism and Antiquities, Agriculture, Economic Sector (Including SMEs, Light Manufacturing), ICT dan infrastrutur. Total bantuan Indonesia di semua sector tersebut tidak kurang dari USD 1 juta.7 Pada bidang Tourism dan Antiguities, Indonesia melaksanakan program Training Course on Conservation and Monuments and Sites. Kegiatan ini bekerjasama dengan Kementerian Pariwisata, Kementerian Pendidikan dan Kebdayaan serta Non-Aligned Movement Centre for South-South and Techinacal Cooperation (NAM CSSTC) di Bandung dan Jakarta pada tanggal 6-11 April 2015. Pada pelatihan ini, 8 peserta pelatihan dengan latar belakang pariwisata akan mendapatkan
pelatihan di bidang kepariwisataan di Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung sementera 8 orang dengan latar belakang konservasi dan museum akan mendapatkan pelatihan mengenai konservasi dan permuseuman di Museum Nasional Jakarta. Duta Besar Palestina H. E. Fariz Mehdawi menyampaikan ucapan terima kasih kepada Indonesia dan Beliau berharap seluruh peserta pelatihan dari Palestina dapat menimba ilmu dan pengetahuan sehingga dapat diterapkan di Palestina. Menurut Direktur Kerjasama Teknik Siti N. Mauludiah sebagai penanggung jawab kegiatan ini menyatakan bahwa lokakarya pelatihan internasional pada pariwisata dan Antiquities Palestina dilaksanakan berdasarkan permintaan oleh Palestina. Berdasarkan data yang berbagai sumber, jumlah wisatawan Indonesia yang berkunjung ke Palestina telah meningkat dan bahkan mencapai 80.000 orang pada than 2014. Wisatawan Indonesia yang tidak hanya Muslim yang berwisata ziarah ke Masjid Aqsa, tetapi juga orang Kristen yang membuat perjalanan ziarah ke Yerusalem. Materi dalam pelatihan tersebut difokuskan pada pengembangan dalam mendukung ekonomi sesuai dengan pengembangan peraturan tentang destinasi pariwisata, pengembangan sumber daya pariwisata, kode etika pariwisata global, konsep bisnis perhotelan, layanan wisata dan perjalan tour. Selain itu, ada materi khusus yang diajarkan kepada peserta yaitu pelatihan Bahasa Indonesia bagi pemandu wisata Palestina. Hal ini dikarenakan Palestina ingin mengambil keuntungan dari potensi wisatawan Indonesia yang berkunjung ke Palestina sangat tinggi. Tahun sebelumnya juga telah diadakan pelatihan dengan 5 warga Palestina yaitu Awai Shawamrah, Bassam Nassasra, Mohammed Alseikh, Ziad Abo Owdah dan Mohammad Kattasik. Mereka berasal dari Kementerian Pariwisata,
Konservasi Ibrani dan Betlehem Pemerintah Palestina. Pada tahun 2017 direncanakan Indonesia akan focus pada pemberian bantuan kepada Palestina pada bidang arkelog. Sedangkan Pelaksanaan program dalam bidang agriculture, Indonesia menjalin kerjasama dengan Jepang melalui konsep triangular. Indonesia telah mengadakan CEAPAD Business Forum dan Trade Expo pada tanggal 1-2 Maret 2014 di Jakarta termasuk pertemuan bisnis, seminar dan pameran produk dari Palestina. Forum dan expo ini bertujuan untuk meningkatkan partisipasi sector swasta dalam pembangunan ekonomi di Palestina. Expo tersebut dihadiri sebanyak 30 perusahaan Palestina dari berbagai bidang dan perusahaan-perusahaan lain dari negara yangtergabung dalam CEAPAD. Pada kesempatan itu juga Indonesia dan Palestina menandatangani perjanjian Dewan Bisnis Bersama (Joint Business Council Agreement) antara pelaku usaha dari negara-negara masing-masing. Narasumber pada kegiatan Business Foum adalah Hasan Abdul Jabbar (advisor pada Kementerian Pembangunan Nasional Palestina) dan Direktur Kerjasama Pembangunan Ekspor Ditjen PEN, Kementerian Perdagangan dan dihadiri oleh Menteri Pembangunan Nasional Palestina dan Ketua Kadin Indonesia Komite Timur Tengah dan OKI. Pada pertemuan tersebut, narasumber dari Palestina memaparkan potensi ekonomi dan prosep bisnis Palestina antara lain: 1) Populasi Palestina sebanyak 45 Juta orang dengan pendapatan perkapita sebesar USD 1,680 dimana perekonomian Palestina lebih banyak ditopang oleh sector jasa hingga sebesar 63%. 2) Impor Palestina dari negara-negara Asia pada tahun 2012 sebagaimana disampaikan oleh otoritas Palestina, antara lain: Korea Selatan (USD 42,4 Juta , Thailand (USD 16,8 Juta), Jepang (USD 14,8 Juta), Malaysia (USD 7,07 juta),
Vietnam (USD 5,8 juta), Indonesia 9USD 2,8 juta). 3) Sector-sektor yang direkomendasikan anatara lain : industry, information Communication Technology, Pharmaceuticals, Construction, Stone & Marble, Agriculture & Agrofood, Textiles & Tourism. Pada periode 2016, Indonesia telah melaksanakan 7 (tujuh) program capacity building bagi Palestina dalam Conference on Cooperation among East Asian Countries for Palestinian Development. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia berkomitmen dalam memberikan bantuan luar negeri kepada Palestina. KESIMPULAN Melalui pembahasan dan analisi pada bab 3, maka peneliti peneliti menarik kesimpulan terkait dengan capacity building Kerjasama Selatan-Selatan dan Triangular Indonesia kepada Palestina pada tahun 2005-2014 antara lain: 1) Kerjasama selatan-selatan merupakan satu bentuk kegiatan yang efektif untuk memperbanyak teman atau mitra dalam hubungan internasional, sekaligus dapat menjadi sarana kebijakan luar negeri Indonesia yang bersifat non konvensional atau multi direction. Kerjasama Selatan-Selatan juga menjadi “tools of diplomacy” bagi kepentingan nasional dan dapat memperkuat posisi Indonesia dalam politik internasional. Hal ini sejalan dengan visi pelaksanaan Kerjasama Selatan-Selatan Indonesia yaitu “Kemitraan yang lebih baik untuk kesejahteraan (better partnership for prosperity)”. 2) Kerjasama Selatan-Selatan Indonesia merupakan kebijakan yang masuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJM) 2010-2014 menunjukkan bawha Kerjasama SelatanSelatan telah menjadi salah satu prioritas dalam program perencanaan dan
pembangunan politik luar negeri Inodonesia. Hal ini diwujudkan dalam tujuan atau kepentingan nasional Indonesia pada bidang politik, ekonomi dan social-budaya dalam Kerjasama Selatan-Selatan. Kepentingan politik tersebut diantaranya 1) menjaga stabilitas kawasan; 2) mendukung pencalonan posisi Indonesia di organisasi internasional. Kepentingan ekonomi meliputi: 1) meningkatkan eskpor barang dan jasa; 2) membuka peluang investasi. Sedangkan kepentingan dalam social-budaya yaitu 1) meningkatkan citra Indonesia; 2) menciptakan people to people contact. 3) Indonesia masih memiliki persoalan dalam alokasi pendanaan Kerjasama Teknik Selatan-Selatan mengingat sumber dari APBN yang masih terbatas. Disepakatinya Jakarta Commitment 2009 menjadi landasan bagi Indonesia untuk melaksanakan mekanisme Triangular Cooperation, dimana bertujuan sebgaai cost sharing dengan negara/organisasi donor. 4) Palestina menjadi salah satu negara prioritas pemberian bantuan luar negeri Indonesia. Hal ini merupakan wujud dari solidaritas Indonesia sebagai negara pelopor pertemuan Konferensi Asia Afrika (KAA) di Bandung pada tahun 1955. Indonesia merupakan negara penggagas adanya kerjasama antara negara-negara berkembang atas dasar kesamaan nasib. Palestina menjadi salah satu perhatian Indonesia dan negaranegara Asia-Afrika dikarenakan Palestina menjadi negara satu-satunya yang belum mendapatkan kedaulatan sepenuhnya. 5) Komitmen Indonesia terhadap Palestina diwujudkan dalam beberapa kerjasama baik itu bersifat bilateral, multilateral maupun inter-regional. Indonesia memprakarsai pemberian bantuan
kepada Palestina dalam kerangka kerjasama The New Asian African Strategic Partnersip (NAASP) yang merupakan keberlanjutan dari semangat Konferensi Asia Afrika (KAA). Indonesia menjadi tuang rumah pelaksanaan NAASP Ministerial Conference on Capacity Building for Palestine pada tanggal 14-15 Juli 2008. Dalam pertemuan ini disepakati bahwa NAASP berkomitmen memberikan bantuan program capacity building bagi 10.000 warga Palestina dalam kurun waktu 5 tahun (2008-2014). Pada kesempatan itu, Indonesia berkomitmen akan memberikan bantuan pembangunan kapaitas kepada 1.000 warga Palestina. Indonesia juga berperan dalam kerjasama dalam regional untuk Palestina yaitu Conference on Cooperation Among East Asian Contries for Palestinian Development (CEAPAD). 6) Berdasarkan prinsip demand driven KSST Indonesia, Palestina telah mengirimkan permintaan bantuan kepada Pemerintah Indonesia diantaranya dalam bidang pemberdayaan UKM, pemberdayaan perempuan, pariwisata, microfinance, good governance, demokratisasi, packing : financing for micro business and promosi, ekonomi, pemahatan patung reliji, HAM, kesetaraan gender, pertahanan sipil dan keamanan wisata religi dan bidang pendidikan dan pelatihan. Dalam kerangka NAASP, Indonesia telah memberikan capacity building kepada 1774 warga Palestina sampai bulan Agustus 2016, itu artinya Indonesia telah memenuhi komitmennya dalam NAASP untuk membantu 1.000 warga Palestina dalam jangka waktu lima tahun. Bidang-bidang pelatihan yang telah diberikan antara lain adalah project cycle, ukm, keuangan dan
perpajakan, microfinance, pertanian, pelatihan diplomatik, kearsipan, kesehatan, energi, pemberdayaan perempuan, demokratisasi & good governance, perindustrian, konservasi dan restorasi monumen dan situs, konstruksi, sosial dan tekstil. 7) Dalam kerangka kerjasama Conference on Cooperation among East Asian Countries for Palestinian Development (CEAPAD), Indonesia telah menyelenggarakan CEAPAD II di Jakarta, dengan menghasilkan beberapa komitmen bantuan negara-negara Asia kepada Palestina. Indonesia berperan dalam bidang Tourism and Antiquities, Agriculture, ICT dan Infrastructure serta program tambahan yaitu Bussiness Forum & Expo Trade. 8) Pada tahun 2017, Indonesia akan memberikan bantuan capacity building dalam bentuk pelatihan arkeologi kepada Palestina. 9) Indonesia terus melanjutkan capacity building dengan bantuan sebesar US$ 100 juta serta berpartisipasi dalam Conference on Cooperation among East Asian Countries for Palestinian Development (CEAPAD) ke-III. 1
Kementerin Luar Negeri Republik Indonesia, “Presentasi Direktur Kerja Sama Teknik” , Jumat 08 Januari 2016 2
Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, “Presentasi Direktur Kerja Sama Teknik”, Pada Forum Badan Kehumasan Pemerintah (BAKOHUMAS) di Bogor 16 September 2013 3 Keohane, Robert O & Joseph S.Nye, Power and Interdepence: Third Edition, Longman Pub.Group,2000,New York. 4
National Coordinator Team SSTC, “Indonesia’s South-South and TRIANGULAR Cooperation”, hlm. 11 5 Presentasi Direktur Kerjasama Teknik, Kementerian Luar Negeri, database as of Januari 2016
6
Kementerian Luar Negeri, “Pidato Menlu Marty M.Natalegawa”, dapat diakses pada http://www.kemlu.go.id/id/pidato/menlu/Pa ges/Pidato-Menlu-Marty-M.-NatalegawaKonferensi-Kejasama-Negara-negara-AsiaTimur-Untuk-Pembangunan-Pale.aspx 7 Kementerian Luar Negeri, “International Training Workshop on Tourism and Antiquities for Palestine : Komitmen Indonesia Dukung Pembangunan Palestina’, dapat diakses pada http://www.kemlu.go.id/id/berita/Pages/Inte rnational-Training-Workshop-on-Tourismand-Antiquities-for-Palestine-KomitmenIndonesia-Dukung-P.aspx DAFTAR PUSTAKA BUKU Adian, Husaini, Islam Liberal: Sejarah, Konsepsi, Penyimpangan dan jawabannya ,(Depok: Gema Insani,2002) hal.18 Agung, Anak Gede, Twenty Years Indonesian Foreign Policy, (Vienna: Moutton Co,1973), hlm.508-509 Burhan, Bungin, Penelitian Kualitatif ,Kencana Prenada Media Group, Jakarta,2011 Fariz, H.E. Al Maehdawi, Derita Palestina Air Mata Kita, (Jakarta: Cendikiawan Marhaenis,2009,12) Grindle, M.S, Getting Good Government : Capacity Building in the Public Sector of Developing Countries, Harvard Institute for International Development,Boston,1997, hlm.22 Haris Priyatna, Kebiadaban Zionisme Israel: Kesaksian Orang-Orang Yahudi, Bandung: PT. Mizan Pustaka,2008. Jay, Walz, The Middle East, New York: New York Times Company,1966, hal.68 James, Parker, Sejarah Palestiba, (2007,Penerbit : Sketsa) Jackson, Robert, Pengantar Studi Hubungan Internasional-Teori dan Pendekatan Edisi Kelima, Pustaka Pelajar,Yogyakarta,2013 Keohane, Robert O & Joseph S.Nye, Power and Interdepence: Third Edition, Longman Pub.Group,2000,New York.
SKRIPSI DAN JURNAL Bantarto, Bandoro, “Indonesia Foreign Policy Under President Susilo Bambang Yudhoyono” dalam jurnal The Indonesiaan Quarterly,Vol.34, No.4, fourth Quarter Basyar, Hamdan, “Penolakan Israel dan Amerika Serikat Terhadap Permintaan pengakuan Negara Palestina”, diakses dari http://www.politik.lipi.go.id Dewi, Mutiara, “Gerakan Rakyat Palestina :Dari Deklarasi Negara Israel Sampai Terbentunya Negara Paalestina” (UNY, hal.12) Fawzy, Al-Ghadiry, “The History of Palestine (pdf)”, www.islambasics.com, 2010-2016, 13:00 WIB Israel and Palestine: Striving for Peace in the holy land, “Map of Israel and Palestine”,http://israelandpalestine.org/map -of-israel-and-palestine/,20-10-2016, 12:20 WIB DOKUMEN RESMI Direktorat kerjasama Teknik, Kementerian Luar Negeri, Buletin Jendela Edisi No.1/Juni/2014,Jakarta Direktorat Kerja Sama Teknik, Matriks Permintaan Kerja Sama Teknik dan Permintaan Berdasarkan Bidang as of 29 Januari 2016, Kementerian Luar Negeri Departemen of Foreign Affairs, “Asia Africa : Towards the First Century”, Jakarta: Departemen of Foreign Affairs, hlm.91 Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, Lembar Kerja Kementerian Luar Negeri Indonesia Tahun 2015, (Jakarta, 2016) Kementerian Luar Negeri, Laporan Kinerja Kementerian Luar Negeri Tahun 2014 (LKJ) , (Jakarta,2015) hal.114 Kementerin Luar Negeri Republik Indonesia, Presentasi Direktur Kerja Sama Teknik , Jumat 08 Januari 2016 Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, Presentasi Direktur Kerja Sama Teknik, Pada Forum Badan Kehumasan
Pemerintah (BAKOHUMAS) di Bogor September 2013
16
INTERNET CIA World Factbook, “East & Southeast Asia: Indonesia-Map,” dapat diakses\https://www.cia.gov/library/publicati ons/the-worldfac tbook/geos/id.html, 17-102016, 10:01 WIB CIA World Factbook, “East & Southeast Asia : Indonesia-Economy”, dapat diakseshttp://www.cia.gov/library/publicatio ns/the-world factbook/goes/id.html, 17-102016, 10:55 WIB Embassy of the State of Palestine, “General Information”, dapat diakses http://palestine.sk/en/general-information Explore Pros & Cons of Controversial Issues, “What was the 1995 Oslo Interim Agreement?”, dapat diakses padA http://israelpalestinian.procon.org/view.ans wer.php?questionID=439 Explore Pros & Cons of Controversial Issues , “Protocol Concering te Redeployment in Hebron” dapat diakses pada http://israelpalestinian.procon.org/view.ans wer.php?questionID=436 Hasyimiah, “Hubungan Bilateral Indonesa-Palestina”, dapat diakses padahttp://www.kemlu.go.id/amman/id/Pag es/Palestina.aspx 20-10-2016, Kedutaan Besar Republik Indonesia Di Amman, Kerajaan Yordania Hasyimiah, “Hubungan Bilateral Indonesia-Palestina”, http://www.kemlu.go.id/amman/id/Pages/Pa lestina.aspx 20-10-2016, Kementerian Perdagangan Republik Indonesia, “Profil Ekonomi : Neraca Perdagangan Dengan Negara Mitra Dagang”,http://www.kemendag.go.id/id/eco nomic-profile/indonesia-export import/balance-of-trade-with-trade-partnercountry?negara=149 , 20-10-2016, 12:11 WIB Kedutaan Besar Republik Indonesia Di Amman, Kerajaan Yordania Hasyimiah,“Hubungan Bilateral IndonesiaPalestina”,
http://www.kemlu.go.id/amman/id/Pages/Pa lestina.aspx 20-10-2016, Kedutaan Besar Jepang, “Hubungan Bilateral Indonesia-Jepang”, dapat diakses pada http://www.id.embjapan.go.jp/birel_id.html Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), “Jumlah Penduduk Miskin Indonesia 27,7 Juta orang”, dapat diakseshttp://www.kemenkopmk.go.id/artik el/jumlah-pendudukmiskinindonesia-277-juta-orang, 17-10-2016, 10:35 WIB Kementerian Luar Negeri, “Basis Data Perjanjian Internasional-Palestina” dapat diakses pada http://treaty.kemlu.go.id/index.php/treaty/in dex Kementerian Sekretariat Negara Republik Indonesia, “Pemerintah Indonesia Dukung Kemerdekaan dan Kedaulatan Negara Palestina”, dapat diakses pada Conference on Cooperation Among East Asian Countries for Palestinian Development (CEAPAD) Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, “Pembukaan Diklat Madya AsiaAfrika dan Senior ASEAN+3”, (April,2008)