20
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. KONSEP CAPACITY BUILDING 1. Pengertian Capacity Building Sebelum membahas lebih jauh mengenai pengertian dari Capacity Building ada baiknya kita memahami terlebih dahulu pengertian dari kapasitas. Secara sederhana kapasitas dapat dimaknai sebagai kemampuan seseorang dalam melakukan sesuatu dalam rangka mencapai tujuan. Hal ini diperkuat dengan pendapat yang dikemukakan oleh Goodman (1998) yang menyatakan bahwa “capacity is ability to carry out stated objectives”. Dalam perkembangannya, pendefinisian Capacity Building sampai saat ini dimaknai berbeda-beda oleh para ahli. Alasan ini dilatarbelakangi karena Capacity Building merupakan konsep yang universal dan memiliki dimensi yang beragam. Brown (Rainer Rohdewohld, 2005:11) mendefinisikan “Capacity building is a process that increases the ability of persons, organisations or systems to meet its stated purposes and objectives”. Dari pengertian diatas dapat dimaknai bahwa Capacity Building adalah suatu proses yang dapat meningkatkan kemampuan seseorang, organisasi atau sistem untuk mencapai tujuan yang hendak dicapai.
21
Pendapat di atas sejalan dengan apa yang dikatakan oleh Yap (Gandara 2008:9) bahwa Capacity Building adalah sebuah proses untuk meningkatkan individu, group, organisasi, komunitas dan masyarakat untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Selain itu definisi Capacity Building menurut Yeremias T. Keban (1999:75) lebih khusus dalam bidang pemerintahan berpendapat bahwa : Capacity building merupakan serangkaian strategi yang ditujukan untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan responsivitas dari kinerja pemerintahan, dengan memusatkan perhatian kepada pengembangan dimensi, sumberdaya manusia, penguatan organisasi; dan reformasi kelembagaan atau lingkungan ( lihat Grindle, 1997: 5) Dalam definisi Capacity Building diatas terkandung makna suatu upaya yang berhubungan dengan perbaikan kualitas sumber daya manusia, upaya untuk mendorong organisasi agar dapat berjalan sesuai dengan fungsinya, serta upaya untuk menciptakan kondisi lingkungan yang dibutuhkan oleh organisasi agar dapat berfungsi dengan baik. Hal senada juga dikemukakan oleh Katty Sensions (1993:15) yang mendefinisikan bahwa : “capacity building usually is understood to mean helping governments, communities and individuals to develop the skills and expertise needed to achieve their goals. Capacity building program, often designed to strengthen participant’s abilities to evaluate their policy choices and implement decisions effectively, may include education and training, institutional and legal reforms, as well as scientific, technological and financial assistance” Dari penjelasan diatas menjelaskan bahwa pengertian Capacity Building biasanya dipahami sebagai upaya membantu pemerintah, masyarakat atau individu-individu dalam mengembangkan keterampilan
22
dan keahlian yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan-tujuan. Program Capacity Building (pengembangan kapasitas) pada dasarnya didesain untuk memperkuat kemampuan dalam mengevaluasi pilihan-pilihan kebijakan mereka dan menjalankan keputusan-keputusannya dengan efektif. Pengembangan kapasitas termasuk didalamnya pendidikan dan pelatihan, reformasi peraturan dan kelembagaan, pengetahuan, teknologi dan juga asistensi finansial. Kemudian Ann Philbin (1996), mendifinisikan Capacity Building sebagai berikut : “ Capacity building is defined as the "process of developing and strengthening the skills, instincts, abilities, processes and resources that organizations and communities need to survive, adapt, and thrive in the fast-changing world." Dari penjabaran diatas Ann Philbin mendefinisikan Capacity Building (pengembangan kapasitas) sebagai proses mengembangkan dan meningkatkan keterampilan, bakat, kemampuan sumber daya organisasi sebagai kebutuhan untuk bertahan, menyesuaikan diri, dan menumbuhkan organisasi di era perubahan yang cepat. Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (2001) mendefinisikan Capacity Building adalah pembangunan atau peningkatan kemampuan (capacity) secara dinamis untuk mencapai kinerja dalam menghasilkan out-put dan out-come pada kerangka tertentu. Lebih lanjut ACBF (Rainer Rohdewohld, 2005:12) menjelaskan Capacity Building dalam lingkupan yang lebih luas dan rinci bahwa ;
23
“ Capacity building can be defined as a process to increase the ability of individuals, groups, organisations, communities or societies to (i) analyse their environment, (ii) identify problems, needs, issues and opportunities,(iii) formulate strategies to deal with these problems, issues and needs, and seize the relevant opportunities, (iv) design a plan of action, and (v) assemble and use effectively and on a sustainable basis resources to implement, monitor and evaluate the plan of actions, and (vi) use feedback to learn lessons”.
Penjelasan diatas dapat didefinisikan bahwa Capacity Building dapat diartikan sebagai sebuah proses untuk meningkatkan kemampuan individu, kelompok, organisasi, komunitas atau masyarakat untuk: i) Menganalisa lingkungannya,
ii)
mengidentifikasi
masalah-masalah,
kebutuhan-
kebutuhan, isu-isu dan peluang-peluang, iii) memformulasi strategistrategi untuk mengatasi masalah-masalah, isu-isu dan kebutuhankebutuhan tersebut, dan memanfaatkan peluang yang relevan, iv) merancang
sebuah
rencana
aksi,
serta
mengumpulkan
dan
menggunakannya dengan efektif, dan atas dasar sumber daya yang berkesinambungan
untuk
mengimplementasikan,
memonitor
dan
mengevaluasi rencana aksi tersebut, dan vi) memanfaatkan umpan balik sebagai pembelajaran. Selanjutnya bila dikaitkan dengan penjelasan di atas mengenai pembelajaran, Morrison (2001:4) juga mengemukkan bahwa : “ Capacity building can be seen as a process to induce, or set in motion, multi-level change in individuals, groups, organisations and systems seeking to strengthen the self-adaptive capabilities of people and organisations so that they can respond to a changing environment on an on-going basis. Capacity building is a process and not a product. In particular, capacity building is a multi-level learning process, with links ideas to action. Capacity building, in this view, can be defined as actionable learning”.
24
Dari pengertian diatas dapat diartikan bahwa Capacity Building dapat dilihat sebagai sebuah proses untuk mempengaruhi, atau menggerakkan, perubahan di berbagai tingkatan (multi-level) pada individu, kelompok, organisasi dan sistem yang berusaha memperkuat kemampuan adaptasi diri dan organisasi sehingga mereka dapat merespon perubahan lingkungan yang terjadi secara terus-menerus. Capacity Building merupakan suatu proses bukan suatu hasil. Lebih khususnya, Capacity Building adalah suatu proses belajar multi level yang erat kaitannya dengan ide terhadap tindakan. Capacity building dalam pandangan ini dapat diartikan sebagai proses pembelajaran. Berdasarkan pernyataan Morrison diatas terdapat kata kunci definitif tentang Capacity Building (Pengembangan Kapasitas) menurut Soeprapto (2006 : 11) yakni : a. Pengembangan kapasitas bukanlah produk, melainkan sebuah proses. b. Pengembangan kapasitas adalah proses pemelajaran multi-tingkatan meliputi individu, grup, organisai dan sistem. c. Pengembangan kapasitas menghubungkan ide terhadap sikap. d. Pengembangan kapasitas dapat disebut sebagai actionable learning dimana pengembangan kapasitas meliputi sejumlah proses-proses pemelajaran yang saling berkaitan, akumulasi benturan yang menambah prospek untuk individu dan organisasi agar secara terus menerus beradaptasi atas perubahan.
Berdasarkan pemaparan mengenai definisi Capacity Building menurut para ahli-ahli di atas, penulis dapat menarik kesimpulan bahwa Capacity Building (pengembangan kapasitas) secara umum merupakan suatu
proses
pembelajaran
dalam
meningkatkan
kemampuan,
25
keterampilan, dan keahlian yang dimiliki oleh individu, kelompok atau organisasi serta sistem untuk memperkuat kemampuan diri, kelompok dan organisasi sehingga mampu mempertahankan diri/profesinya ditengah perubahan yang terjadi secara terus menerus. 2. Tujuan Capacity Building Menurut Keban (2000:7) bahwa Capacity Building (Pengembangan Kapasitas) adalah serangkaian strategi yang ditujukan untuk meningkatkan efisiensi, efektifitas, dan responsifitas dari kinerja. Lebih lanjut Morrison (2001:23) mengatakan bahwa : “ Learning is a process, which flows from the need to make sense out of experience, reduce the unknown and uncertain dimensions of life and build the competencies required to adapt to change” Dari penjelasan diatas dapat dipahami bahwa tujuan dari Capacity Building (pengembangan kapasitas) adalah pembelajaran, berawal dari mengalirnya kebutuhan untuk mengalami suatu hal, mengurangi ketidaktahuan dan ketidakpastian dalam hidup, dan mengembangkan kemampuan yang dibutuhkan untuk beradaptasi menghadapi perubahan. Berdasarkan menunjukkan
pendapat
bahwa
ahli
adapun
di
atas,
penjelasan
tersebut
tujuan
dari
Capacity
Building
(pengembangan kapasitas) dapat dibagi menjadi 2 bagian yaitu : 1. Secara
umum
diidentikkan
pada
perwujudan
sustainabilitas
(keberlanjutan) suatu sistem. 2. Secara khusus ditujukan untuk mewujudkan kinerja yang lebih baik dilihat dari aspek :
26
a. Efisiensi dalam hal waktu (time) dan sumber daya (resources) yang dibutuhkan guna mencapai suatu outcome b. Efektifitas berupa kepantasan usaha yang dilakukan demi hasil yang diinginkan c. Responsifitas yakni bagaimana mensinkronkan antara kebutuhan dan kemampuan untuk maksud tersebut. d. Pembelajaran yang terindikasi pada kinerja individu, grup, organisasi dan sistem. 3. Karakteristik Capacity Building Capacity Building (Pengembangan kapasitas) (Gandara, 2008:16) dicirikan dengan hal-hal sebagai berikut : a. Merupakan sebuah proses yang berkelanjutan. b. Memiliki esesensi sebagai sebuah proses internal. c. Dibangun dari potensi yang telah ada. d. Memiliki nilai intrinsik tersendiri. e. Mengurus masalah perubahan. f. Menggunakan pendekatan terintegrasi dan holistik.
Dari indikator-indikator diatas dapat dimaknai bahwa Capacity Building merupakan suatu proses yang berlangsung secara berkelanjutan, bukan berangkat dari pencapaian hasil semata, seperti yang telah dijelaskan dimuka bahwa Capacity Building adalah proses pembelajaran akan terus melakukan keberlanjutan untuk tetap dapat bertahan terhadap perubahan lingkungan yang terjadi secara terus menerus.
27
Capacity Building bukan proses yang berangkat dari nol atau ketiadaan, melainkan berawal dari membangun potensi yang sudah ada untuk kemudian diproses agar lebih meningkat kualitas diri, kelompok, organisasi serta sistem agar tetap dapat beratahan di tengah lingkungan yang mengalami perubahan secara terus-menerus. Capacity Building bukan hanya ditujukkan bagi pencapaian peningkatan kualitas pada satu komponen atau bagian dari sistem saja, melainkan diperuntukkan bagi seluruh komponen,bukan bersifat parsial melainkan holistik, karena Capacity Building bersifat multi dimensi dan dinamis dimana dicirikan dengan adanya multi aktifitas serta bersifat pembelajaran untuk semua komponen sistem yang mengarah pada sumbangsih terwujudnya kinerja bersama (kinerja kolektif). Walaupun konsep dasar dari Capacity Building ini adalah proses pembelajaran, namun Capacity Building pada penerapannya dapat diukur sesuai
dengan
tingkat
pencapaiannya
yang
diinginkan,
apakah
diperuntukkan dalam jangka waktu yang pendek, menengah atau panjang. Proses Capacity Building dalam tingkatan yang terkecil merupakan proses yang berkaitan dengan pembelajaran dalam diri individu, kemudian pada tingkat kelompok, organisasi dan sistem dimana faktor-faktor tersebut juga difasilitasi oleh faktor eksternal yang merupakan lingkungan pembelajarannya. Dalam jangka waktu yang sangat panjang dan terus menerus, maka pengembangan kapasitas memerlukan aktifitas adaptif untuk meningkatkan kapasitas semua stakeholder-nya.
28
4. Dimensi dan Tingkatan Capacity Building Konsep Capacity building secara umum merupakan serangkaian strategi yang ditujukan untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan responsivitas dari kinerja individu, kelompok atau organisasi serta sistem. Hal tersebut mendefinisikan apa yang dijelaskan oleh Grindle (1997: 1-28) bahwa: “Capacity building is the combination of strategy directed to improve efficiency, effectiveness, and responsiveness from the government performance, with attention focused on these dimensions: (1) Development of the human resource; (2) Strengthening organization; and (3) Reformation of institution
Dari penjelasan Grindle diatas mengungkapkan bahwa dimensi pengembangan kapasitas terdiri atas : (1) pengembangan sumberdaya manusia; (2) penguatan organisasi; dan (3) reformasi kelembagaan. Adapun penjelasan dari ketiga unsur diatas menurut Keban (2000:7) dapat dijabarkan sebagai berikut : a) Dalam konteks pengembangan sumberdaya manusia, perhatian diberikan kepada pengadaan atau penyediaan personel yang profesional dan teknis. Kegiatan yang dilakukan antara lain training, pemberian gaji/upah, pengaturan kondisi dan lingkungan kerja dan sistem rekruitmen yang tepat. b) Dalam kaitannya dengan penguatan organisasi, pusat perhatian ditujukan kepada sistem manajemen untuk memperbaiki kinerja dari fungsi-fungsi dan tugas-tugas yang ada dan pengaturan struktur mikro. Aktivitas yang harus dilakukan adalah menata sistem insentif, pemanfaatan personel yang ada, kepemimpinan, komunikasi, dan struktur manajerial. c) Dan berkenaan dengan reformasi kelembagaan, perlu diberi perhatian terhadap perubahan sistem dan institusi-institusi yang ada, serta pengaruh struktur makro. Dalam hal ini aktivitas yang perlu dilakukan adalah melakukan perubahan “aturan main” dari sistem ekonomi dan politik yang ada, perubahan kebijakan dan aturan hukum, serta
29
reformasi sistem kelembagaan yang dapat mendorong pasar dan berkembangnya masyarakat madani
Dimensi Capacity Building (peningkatan kemampuan) ini juga diungkapkan oleh beberapa ahli lain,yaitu sebagai berikut : A Fiszben (1997) said that to Skill improvement is focused on; (1) The capability of labor. (2) The capability of technology established in organization or institution; and (3) The capability of the “capital”, such as in resources, instrumental, and infrastructure. And D. Eade (1998), formulated to improve the capability in three dimensions; they are; (1) Individual, (2) Organization and (3) Network. Improving individual and organization dimension are the first key or the first strategy for improving the performance (Mentz, 1997), but when the network dimension is most important too, because of this dimension, the individual and organization can learn to improve themselves and make the interaction with their environment”. Berdasarkan pendapat A Fiszben (1997) beliau mengatakan bahwa Capacity Building difokuskan pada: (1) kemampuan tenaga kerja (labor); (2) kemampuan teknologi dalam wujud organisasi atau kelembagaan; dan (3) kemampuan “capital” seperti sumberdaya, sarana dan infrastruktur. Dan D.Eade (1998) merumuskan bahwa untuk meningkatkan kemampuan ada tiga dimensi yaitu : 1) individu 2) orgnisasi dan 3) jaringan.Upaya pengembangan kemampuan individu dan organisasi adalah kunci utama dan strategi yang utama untuk meningkatkan kinerja (Mentz,1997), Namun dengan adanya dimensi jaringan juga merupakan hal yang penting, karena melalui dimensi ini individu dan organisasi dapat belajar mengembangankan kemampuan mereka dan jaringan dapat membuat individu dan organisasi dapat berinteraksi dengan lingkungannya.
30
Sementara itu, UNDP (Riyadi, 2006:13) memfokuskan Capacity Building pada tiga dimensi yaitu : (1) tenaga kerja (dimensi sumberdaya manusia), yaitu kualitas SDM dan cara SDM dimanfaatkan; (2) modal (dimensi phisik) yaitu menyangkut peralatan, bahan-bahan yang diperlukan, dan gedung; dan (3) teknologi yaitu organisasi dan gaya manajemen, fungsi perencanaan, pembuatan keputusan, pengendalian dan evaluasi, serta sistem informasi manajemen. Dan United Nations memusatkan perhatiannya kepada: (1) mandat atau struktur legal; (2) struktur kelembagaan; (3) pendekatan manajerial; (4) kemampuan organisasional dan teknis; (5) kemampuan fiskal lokal; dan (6) kegiatan-kegiatan program. Lebih lanjut Riyadi (2006:14) mengungkapkan tentang dimensi Capacity Building bahwa : Semua dimensi peningkatan kemampuan diatas dikembangkan sebagai strategi untuk mewujudkan nilai-nilai “good governance”. Pengembangan sumberdaya manusia misalnya, dapat dilihat sebagai suatu strategi untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas dan memelihara nilai-nilai moral dan etos kerja. Pengembangan kelembagaan merupakan strategi penting agar suatu lembaga pemerintahan mampu: (1) menyusun rencana strategis ditujukan agar organisasi memiliki visi yang jelas; (2) memformulasikan kebijakan dengan memperhatikan nilai efisiensi, efektivitas, transparansi, responsivitas, keadilan, partisipasi, dan keberlanjutan; (3) mendesain organisasi untuk menjamin efisiensi dan efektivitas, tingkat desentralisasi dan otonomi yang lebih tepat, dan (4) melaksanakan tugas-tugas manajerial agar lebih efisien, efektif, fleksibel, adaptif, dan lebih berkembang. Dan pengembangan jaringan kerja, misalnya merupakan strategi untuk meningkatkan kemampuan bekerja sama atau kolaborasi dengan pihak-pihak luar dengan prinsip saling menguntungkan. Dari penjelasannya diatas Riyadi (2006:14) menuturkan lebih lanjut bahwa : Bila dicermati berbagai pendapat diatas maka “capacity building” sebenarnya berkenaan dengan strategi menata input dan proses dalam mencapai output dan outcome, dan menata feedback untuk melakukan perbaikan-perbaikan pada tahap berikutnya. Strategi menata input berkenaan dengan kemampuan lembaga menyediakan berbagai jenis
31
dan jumlah serta kualitas sumberdaya manusia dan non manusia agar siap untuk digunakan bila diperlukan. Strategi menata proses berkaitan dengan kemampuan lembaga merancang, memproses dan mengembangkan kebijakan, organisasi dan manajemen. Dan strategi menata feedback berkenaan dengan kemampuan melakukan perbaikan secara berkesinambungan dengan mempelajari hasil yang dicapai, kelemahan-kelemahan input dan proses, dan mencoba melakukan tindakan perbaikan secara nyata setelah melakukan berbagai penyesuaian dengan lingkungan. Strategi-strategi tersebut harus dinilai secara cermat tingkat kelayakannya pada bidang-bidang strategis yang menjadi prioritas utama kegiatan pada saat sekarang.
Berdasarkan pendapat riyadi diatas jelas bahwasannya Capacity Building dimaksudkan dapat diselenggarakan dalam seluruh lini dari mulai komponen yang paling kecil sampai pada komponen sistem yang pada akhirnya bertujuan untuk menciptakan pemerintahan yang baik, yang berkualitas. Dan yang menjadi hal penting bagaimana agar supaya Capacity ini dapat ditata dan diimplementasikan dalam seluruh lini melihat kompleksitas dimensi dan tingkatan dari Capacity Building ini. Oleh karena itu masing-masing tingkatan memiliki perlakuan yang berbeda namun esensinya sama mengarah pada pencapaian kualitas yang lebih baik lewat pembelajaran yang terjadi secara terus menerus tanpa ada akhir. Dari uraian di atas dapatlah dikemukakan bahwa capacity building memiliki dimensi dan tingkatan sebagai berikut : a. Tingkatan dan dimensi pengembangan kapasitas pada individu b. Tingkatan dan dimensi pengembangan kapasitas pada organisasi c. Tingkatan dan dimensi pengembangan kapasitas pada sistem
32
Berikut gambaran mengenai tingkatan dan dimensi pengembangan kapasitas menurut Riyadi (2006 :15) adalah :
Tingkat Individu
Tingkat Organisasi
Pengetahuan, keterampilan, kemampuan, pengelompokkan kerja
Pengambilan keputusan Sumber-sumber Prosedur-prosedur Struktur-struktur
Pengembangan kapasitas
Kerangka kerja formal yang mendukung kebijakankebijakan Culture
Tingkat Sistem
Gambar 2.1 Tingkatan dalam Capacity Building
Dari pemaparan mengenai dimensi pengembangan kapasitas di atas, penulis dapat simpulkan sebagai berikut. Dari
gambar tersebut
pengembangan
kapasitas
di atas dapatlah dikemukakan bahwa harus
dilaksanakan
secara
efektif
dan
berkesinambungan pada 3 (tiga) tingkatan-tingkatan : a. Dimensi dan tingkatan Individu, adalah tingkatan dalam sistem yang paling kecil, dalam tingkatan ini aktivitas Capacity Building yang ditekankan adalah pada aspek membelajarkan individu dalam rangka mendapatkan sumber daya manusia yang berkualitas dalam ruang lingkup penciptaan peningkatan keterampilan-keterampilan dalam diri individu, penambahan pengetahuan dan teknologi yang berkembang saat ini, peningkatan tingkah laku untuk memberikan tauladan, dan
33
motivasi untuk bekerja lebih baik dalam rangka melaksanakan tugas dan fungsinya untuk mencapai tujuan lembaga/oragnisasi yang telah dirancang sebelumnya dengan berbagai kegiatan-kegiatan misalnya contoh kecil dengan pelatihan, sistem rekruitmen yang baik, sistem upah dan sebagainya. Contohnya pada bidang pendidikan dimensi pengembangan kapasitas melalui upaya pembinaan guru agar dapat mengembangkan potensi yang ada dalam diri dengan baik, seperti kemampuan
mengelola
pembelajaran
beserta
keterampilan-
keterampilannya, membimbing murid, melakukan penelitian tindakan kelas dan penulisan karya ilmiah, mengukuti seminar, pelatihan yang erat kaitannya dengan tugas dan fungsi sebagai guru serta serangkaian kegiatan lain yang dapat meningkatkan potensi diri guru demi kepentingan pembelajaran. b. Tingkatan dan dimensi pengembangan kapasitas pada kelembagaan atau organisasi terdiri atas sumber daya organisasi, budaya organisasi, ketatalaksanaan,
struktur
organisasi
atau
sistem
pengambilan
keputusan dan lainnya. Contoh dalam pengembangan kapasitas diaplikasikan pada dimensi organisasi dengan fokus pada upaya penciptaan iklim sekolah yang kondusif berdasarkan hasil kesepakatan dengan masing-masing elemen yang ada di sekolah atau pemberlakuan peraturan-peraturan yang dilakukan untuk meningkatkan mutu sekolah. c. Tingkatan dan dimensi pengembangan kapasitas pada sistem merupakan tingkatan yang paling tinggi dimana seluruh komponen
34
masuk didalamnya. Tingkatan sistem, seperti kerangka kerja yang berhubungan dengan pengaturan, kebijakan-kebijakan dan kondisi dasar yang mendukung pencapaian obyektivitas kebijakan tertentu; Komponen-komponen tersebut diantaranya seperti kebijakan dan sumber daya manusia dan lainnya. Contohnya dalam bidang pendidikan adalah pembenahan kebijakan skala makro terkait peraturan atau undang-undang untuk sertifikasi dsb, agar tercapai tujuan pendidikan yang bermutu. 5. Faktor-faktor yang mempengaruhi Capacity Building Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi penyelenggaraan maupun kesuksesan program pengembangan kapasitas. Namun secara khusus Soeprapto (2006 : 20) mengemukakan bahwa faktor-faktor signifikan yang mempengaruhi pengembangan kapasitas adalah sebagai berikut : 1. Komitmen bersama. Collective commitments dari seluruh aktor yang terlibat dalam sebuah organisasi sangat menentukan sejauh mana pengembangan kapasitas akan dilaksanakan ataupun disukseskan. Komitmen bersama ini merupakan modal dasar yang harus terus menerus ditumbuhkembangkan dan dipelihara secara baik oleh karena faktor ini akan menjadi dasar dari seluruh rancangan kegiatan yang akan dilakukan oleh sebuah organisasi. Tanpa adanya komitmen baik dari pimpinan tingkat atas, menengah maupun bawah dan juga staff yang dimiliki, sangatlah mustahil mengharapkan program pengembangan kapasitas bisa berlangsung apalagi berhasil dengan baik. 2. Kepemimpinan. Faktor conducive leadership merupakan salah satu hal yang paling mendasar dalam mempengaruhi inisiasi dan kesuksesan program pengembangan kapasitas personal dalam kelembagaan sebuah organisasi. Dalam konteks lingkungan organisasi publik, harus terus menerus didorong sebuah mekanisme kepemimpinan yang dinamis sebagaimana yang dilakukan oleh sektor swasta. Hal ini karena tantangan ke depan yang semakin berat dan juga realitas
35
keterbatasan sumber daya yang dimiliki sektor publik. Kepemimpinan kondusif yang memberikan kesempatan luas pada setiap elemen organisasi dalam menyelenggarakan pengembangan kapasitas merupakan sebuah modal dasar dalam menentukan efektivitas kapasitas kelembagaan menuju realisasi tujuan organisasi yang diinginkan. 3. Reformasi peraturan. Kontekstualitas politik pemerintahan daerah di indonesia serta budaya pegawai pemerintah daerah yang selalu berlindung pada peraturan yang ada serta lain-lain faktor legal-formalprosedural merupakan hambatan yang paling serius dalam kesuksesan program pengembangan kapasitas. Oleh karena itulah, sebagai sebuah bagian dari implementasi program yang sangat dipengaruhi oleh faktor kepemimpinan maka reformasi (atau dapat dibaca penyelenggaran peraturan yang kondusif) merupakan salah satu cara yang perlu dilakukan dalam rangka menyukseskan program kapasitas ini. 4. Keempat, reformasi kelembagaan. Reformasi peraturan di atas tentunya merupakan salah satu bagian penting dari reformasi kelembagaan ini. Reformasi kelembagaan pada intinya menunjuk kepada pengembangan iklim dan budaya yang kondusif bagi penyelenggaraan program kapasitas personal dan kelembagaan menuju pada realisasi tujuan yang ingin dicapai. Reformasi kelembagaan menunjuk dua aspek penting yaitu struktural dan kultural. Kedua aspek ini harus dikelola sedemikian rupa dan menjadi aspek yang penting dan kondusif dalam menopang program pengembangan kapasitas karena pengembangan kapasitas harus diawali pada identifikasi kapasitas yang dimiliki maka harus ada pengakuan dari personal dan lembaga tentang kelemahan dan kekuatan yang dimiliki dari kapasitas yang tersedia (existing capacities). Pengakuan ini penting karena kejujuran tentang kemampuan yang dimiliki merupakan setengah syarat yang harus dimiliki dalam rangka menyukseskan program pengembangan kapasitas. Berdasarkan penjelasan diatas dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Komitmen
bersama
terselenggaranya
yang
program
berkelanjutan
pengembangan
menjadi kapasitas
dasar personal.
Misalnya komitmen kepala sekolah, guru dan staff di lembaga pendidikan untuk terus belajar dan belajar dalam upaya meningkatkan
36
kemampuannya dan mengembangkan kapasitasnya sebagai pemimpin, pendidik dan pengelola pendidikan. Hal tersebut akan mempercepat pencapaian tujuan lembaga pendidikan secara khusus dan tujuan pendidikan nasional secara umum. Adanya komitmen bersama untuk memajukkan lembaga atau organisasi untuk kepentingan bersama. 2. Kepemimpinan adalah salah satu faktor yang terhadap
penyelenggaraan
program
memiliki pengaruh
pengembangan
kapasitas
individu/personal dalam lembaga. Dalam lembaga atau organisasi pemimpin merupakan orang yang paling memiliki andil besar dalam upaya membawa bawahannya ke arah kemajuan dalam wujud penciptaan peningkatan kemampuan guru dan staff atau malah sebaliknya. Kepemimpinan yang kondusif, Pemimpin yang peka dan mengetahui kebutuhan akan pengembangan kualitas diri guru dan staff sangat
berpengaruh
terhadap
pelaksanaan
Capacity
Building.
Contohnya bila kepemimpinan kepala sekolahnya bagus, guru-guru yang kurang kompeten dalam kompetensi X akan diadakan perlakuan khusus untuk dapat meningkatkan kemampuan guru tersebut, dengan mengirimkannya pada pelatihan, seminar, sekolah lagi dll. 3. Penyelenggaran peraturan yang kondusif yang dapat menciptakan berkembang
dengan
baik
kegiatan
Capacity
Building
dapat
dicontohkan misalnya kebijakan sekolah, baik dari pihak pemerintah setempat
ataupun
yayasan
atau
kepala
sekolah
terhadap
penyelenggaraan kegiatan program peningkatan kemampuan guru,
37
yang dapat dilakukan dengan menyediakan fasilitas, ruang dan waktu untuk
mengembangkan
kemampuan
personal
dengan
tidak
mengenyampingkan tugas dan kewajiban yang sudah menjadi tanggungjawab guru atau staff. 4. Sebuah organisasi yang memiliki budaya mutu yang kuat akan mempermudah terselenggaranya program pengembangan kapasitas personal ataupun organisasi. Misal sebuah sekolah atau lembaga pendidikan yang menanamkan budaya mutu pada penyelenggaraan pendidikannya, akan menumbuhkan kebiasaan pada masyarakat sekolah tersebut untuk senantiasa menampilkan kinerja berbasis mutu, sehingga hal ini memberikan kemudahan dalam penyelenggaraan program pengembangan kapasitas personal. Sementara itu sikap mengakui kelemahan dan kekuatan yang dimiliki oleh personal sebagai anggota organisasi akan menumbuhkan sikap untuk selalu belajar dari orang lain dan membelajarkan orang lain. Misal seorang guru yang mengakui dan menyadari kelemahan atau kekurangan sebagai pendidik akan menjadikan belajar sebagai prinsipnya dalam menjalankan aktivitas profesinya sebagai upaya pengembangan kapasitasnya sebagai pendidik dan pengajar. 6. Persyaratan-persyaratan dalam Capacity Building Sebelum pengembangan kapasitas dilaksanakan ada beberapa persyaratan yang perlu diketahui. Adapun persyaratan-persyaratan tersebut menurut (Yuwono,2003) dalam Soeprapto (2006:22)
38
a. Partisipasi merupakan salah satu persyaratan yang sangat penting karena menjadi dasar seluruh rangkaian kegiatan pengembangan kapasitas. Partisipasi dari semua level, tidak hanya level staf atau pegawai saja, tetapi juga level pimpinan atas, menengah dan bawah sangat dibutuhkan dalam penyelenggaraan program, maka sudah semestinya inisiatif partisipasi ini dibangun sejak awal hinga akhir program pengembangan kapasitas dalam rangka menjamin kontinuitas program. b. Inovasi juga merupakan persyaratan lain yang tidak kalah penting dan mendesak. Harus diakui bahwa inovasi adalah bagian dari program pengembangan kapasitas, khususnya dalam kerangka menyediakan berbagai alternatif dan metode pengembangan kapasitas yang bervariasi, dan menyenangkan. Hampir tidak mungkin terjadi pengembangan kapasitas tanpa diikuti oleh inovasi (karena capacity building merupakan bentuk dari sebuah inovasi). Pengembangan mengabaikan, menghambat ataupun tidak memberikan ruang terhadap inovasi. Inovasi penting karena pekerjaan bukanlah sesuatu yang statis sifatnya, tetapi justru dinamis sesuai dengan tuntutan publik yang kian tinggi. c. Kemudian, akses terhadap informasi merupakan persyaratan lain yang tidak kalah pentingnya dalam melakukan program pengembangan kapasitas. Pada bentuk organisasi yang tradisional dan birokratis, semua informasi dipegang dan dikuasai oleh pimpinan. Kondisi seperti ini jelas tidak memungkinkan pengembangan kapasitas. Sebaliknya, pengembangan kapasitas salah satunya harus dimulai dengan memberikan akses dan kesempatan untuk memperoleh informasi secara cukup baik dan efektif guna mendukung program yang akan dilaksanakan. d. Akuntabilitas juga merupakan persyaratan lain yang tidak kalah urgennya. Akuntabilitas penting untuk menjaga bahwa program pengembangan kapasitas juga harus dikendalikan sedemikian rupa sehingga menuju pada suatu hasil yang diinginkan. Dengan kata lain akuntabilitas dibutuhkan dalam rangka penjaminan bahwa program pengembangan kapasitas merupakan kegiatan yang legitimate, kredibel, akuntabel dan bisa dipertanggungjawabkan. Persyaratan yang terakhir adalah kepemimpinan. Sebagaimana yang telah dijelaskan di atas kepemimpinan memegang peranan penting dalam kesuksesan program pengembangan kapasitas organisasi. e. Kepemimpinan yang dipersyaratkan dalam pengembangan kapasitas antara lain adalah keterbukaan (openness), penerimaan terhadap ideide baru (receptivity to new ideas), kejujuran (honesty), perhatian (caring), penghormatan terhadap harkat dan martabat (dignity) serta penghormatan kepada orang lain (respect to people). Semakin pemimpin memberikan kepercayaan dan suasana kondusif pada staf untuk berkembang, maka akan semakin sukseslah program pengembangan kapasitas dalam sebuah organisasi.
39
Dari penjelasan mengenai persyaratan-persyaratan dalam Capacity Building dapat diuraikan bahwa : 1. Partisipasi aktif dari seluruh anggota organisasi sangat diperlukan dan menjadi syarat penyelenggaraan program pengembangan kapasitas personal.
Seorang
guru
yang
sedang
menjalankan
program
pengembangan kapasitasnya sebagai pendidik dan pengajar, tidak dapat menganalisis kinerjanya dengan baik manakala tidak ada atau kurangnya partisipasi dari stake holder yang ada di sekolah. Seperti yang kita ketahui bahwa Capacity Building ini akan terlaksana manakala seluruh elemen dalam sistem tidak mendukung. Partisipasi aktif dari seluruh anggota organisasi atau lembaga pada hakekatnya akan menghasilkan analisis dengan penilaian yang objektif dan pengembangan kapasitas pun dapat dikatakan dengan baik. 2. Inovasi merupakan elemen yang penting dalam penyelenggaraan program pengembangan kapasitas. Contohnya seorang guru yang kapasitasnya sebagai pendidik dan pengajar selalu dihadapkan pada situasi yang selalu berubah dari hari ke hari, oleh karena situasi tersebut guru dituntut untuk dapat tanggap memunculkan ide-ide, kreativitas dan inovasi agar pembelajaran dapat dihasilkan lebih berkualitas,inovasi ini diharapkan dapat dimunculkan sebagai bagian dari kegiatan Capacity Building sejalan dengan kebutuhan akan penciptaan pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan.
40
3. Program pengembangan kapasitas personil dapat terselenggara apabila personal memiliki inisiatif untuk mengakses informasi. Contoh seorang guru yang menyadari pentingnya kesadaran akan aksses informasi bila dihubungkan dengan kebutuhan akan adaptabilitas terhadap kemajuan iptek, akan berusaha untuk dapat memenuhi tuntutan tersebut, hal ini juga merupakan salah satu kemudahan yang didapatkan dengan pemanfaatan akses informasi terhadap kemudahan akan menjalankan tugas dan kewajibannya serta kemudahan akses informasi dalam membantu dalam pengambilan keputusan untuk melakukan sesuatu. 4. Dalam program pengembangan kapasitas personal harus terdapat kegiatan-kegiatan, kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh personil sebagai
upaya
meningkatkan
kemampuannya
harus
dapat
dipertanggung jawabkan oleh personal itu sendiri. Contoh seorang guru
yang berusaha
mengembangkan
pengetahuan,
wawasan,
keterampilan, bakat dan potensinya yang kemudian diaplikasikannya pada suatu kegiatan, maka sudah barang tentu guru tersebut akan mempetanggungjawabkan dilakukannya
karena
guru
hasil
kerja/kegiatan
tersebut
yang
lebih
yang
telah
mengetahui
dibandingkan dengan yang lainnya. 5. Dari penjelasan diatas, dapat diambil makna bahwa kepemimpinan merupakan syarat dalam penyelenggaraan pengembangan kapasitas. Contohnya, seorang guru yang menerapkan capacity building dalam
41
menjalankan tugas dan kewajibannya, tanpa didukung dengan kepemimpinan yang kondusif maka, upaya pelaksanaan dari Capacity Building tersebut akan terhambat, karena kepemimpinan kepala sekolah sangat mempengaruhi tumbuh dan kembangnya kegiatan para guru yang ada di sekolah, dikarenakan unsur fasilitasi yang merupakan wujud kepemimpinannya tidak ada. 7. Kegiatan Capacity Building Pengembangan kapasitas memiliki aktifitas tersendiri yang memungkinkan terjadinya pengembangan kapasitas pada sebuah sistem, organisasi, atau individu, dimana ada aktifitas tersebut terdiri atas beberapa fase umum.Adapun fase tersebut menurut Gandara (2008 : 18) dalam dapat dilihat dalam gambar dibawah ini : PERSIAPAN 1. Identifikasi kebutuhan untuk proses pengembangan kapasitas. 2. Penentuan tujuan 3. Menyatakan tanggung jawab
EVALUASI 1. Evaluasi dampak 2. Perencanaan ulang rencana tindak pengembangan kapasitas
PERENCANAAN 1. Membuat rencana tahunan 2. Membuat rencana pembelanjaan jangka menengah 3. Menyusun skala prioritas
SIKLUS CAPACITY BUILDING
AKSI 1. Pemrograman tahunan dan penganggaran keuangan 2. Perencanaan proyek 3. Penyeleksian penyedia jasa 4. Implementai proyek 5. Monitoring proses 2. 3. Gambar
1. 2. 3. 4. 5.
ANALISIS Identifikasi isu Analisis proses Analisis organisasi Pengukuran kesenjangan kapasitas Memunculkan semua pengembangan kapasitas
42
Gambar 2.2 Siklus capacity building Penjelasan mengenai uraian kegiatan pengembangan kapasitas di atas adalah sebagai berikut : a. Fase Persiapan. Pada fase ini terdapat 5 langkah kerja yaitu : (1). Identifikasi kebutuhan untuk pengembangan kapasitas, langkah kerja ini memiliki kegiatan utama yaitu mengenali alasan-alasan dan kebutuhan nyata untuk mengembangkan kapasitas. (2). Menentukan tujuan-tujuan. Langkah kerja ini memiliki kegiatan utama yaitu melakukan
konsultasi
dengan
stakeholder
utama
untuk
mengidentifikasi isu utama pengembangan kapasitas (3). Memberikan tanggung jawab. Langkah kerja ini memiliki kegiatan utama yaitu menetapkan penanggungjawab kegiatan pengembangan kapasitas, misal membentuk tim teknis atau satuan kerja (4). Merancang proses pengembangan kapasitas. Langkah kerja ini memiliki kegiatan utama yaitu menentukan metodologi pemetaan sesuai permasalahan yang muncul dan membuat penjadwalan kegiatan tentang proses pemetaan dan
tahapan
perumusan
berikutnya
tentang
rencana
tindak
pengembangan kapasitas. (5). Pengalokasian sumber daya. Kegiatan utamanya
adalah
mengidentifikasi
pendanaan
kegiatan
proses
pengembangan kapasitas dan mengalokasikan sumber daya dengan membuat formulasi kebutuhan sumber daya sesuai anggaran yang dibutuhkan dan dapat disetujui oleh pihak berwenang.
43
b.
Fase Analisis. Pada fase ini terdapat 5 langkah kerja yaitu : (1). Mengidentifikasi permasalahan dalam hal ini kegiatan utamanya berupa melakukan pemeriksaan terhadap masalah untuk penyelidikan lebih lanjut. (2). Analisis terhadap proses dalam hal ini kegiatan utamanya berupa menghubungkan permasalahan untuk pemetaan kapasitas dengan proses kinerja system, organisasi dan individu. (3). Analisis organisasi dalam hal ini kegiatan utamanya berupa memilih organisasi untuk diselidiki legih dalam (pemetaan organisasional). (4). Memetakan gap dalam kapasitas dalam hal ini kegiatan utamanya adalah berupa memetakan jurang pemisah antara kapasitas ideal dengan kenyataannya. (5). Menyimpulkan kebutuhan-kebutuhan pengembangan kapasitas yang mendesak dalam hal ini kegiatan utamanya
adalah
berupa
menyimpulkan
temuan-temuan
dan
mengumpulkan usulan-usulan untuk rencana tindak pengembangan kapasitas. c. Fase Perencanaan. Pada fase ini terdapat 3 langkah kerja yaitu : (1). Perencanaan tahunan, kegiatan utamanya adalah merumuskan draf rencana tindak pengembangan kapasitas. (2). Membuat rencana jangka menengah,
kegiatan
utamanya
berupa
pertemuan-pertemuan
konsultatif. (3). Menyusun skala prioritas, kegiatan utamanya berupa menetapkan skala prioritas pengembangan kapasitas dan tahapantahapan implementasinya.
44
d. Fase Implementasi. Pada fase ini terdapat 5 langkah kerja yaitu : (1). Pemrograman, kegitan utamanya berupa mengalokasikan sumber daya yang dimiliki saat ini. (2). Perencanaan proyek pengembangan kapasitas,
kegiatan
utamanya
berupa
merumuskan
kebijakan
implementasi pengembangan kapasitas. (3). Penyeleksian penyedia jasa layanan pengembangan kapasitas, kegiatan utamanya berupa mengidentifikasi
layanan
dan
produk
luar
terkait
kebutuhan
implementasi pengembangan kapasitas yang akan dikerjanakan. (4). Implementasi proyek, kegiatan utamanya berupa implementasi program tahunan pengembangan kapasitas sesuai sumber daya yang ada dan jadwal yang tersedia. (5). Monitoring proses, kegiatan utamanya berupa melakukan monitoring terhadap aktifitas-aktifitas pengembangan kapasitas. e. Fase Evaluasi. Pada fase ini terdapat 2 langkah kerja yaitu : (1). Evaluasi dampak, kegiatan utamanya berupa mengevaluasi pencapaian pengembangan
kapasitas,
seperti
peningkatan
kinerja.(2).
Merencanakan ulang rencana tindak pengembangan kapasitas, kegiatan utamanya adalah melakukan analisa terhadap temuan monitoring proses dan evaluasi dampak dalam konteks kebutuhan perencanaan ulang pengembangan kapasitas.
Sedangkan Yap (2000:26) mengemukakan, bahwa cara-cara membangun kapasitas adalah dengan melakukan kegiatan berikut:
45
a. Menganalisa lingkungan individu, grup, organisasi, komunitas, dan masyarakat yang akan dikembangkan kapasitasnya. b. Mengidentifikasi dan merumuskan masalah, kebutuhan, isu dan peluang terkait individu, grup, organisasi, komunitas dan masyarakat yang akan dikembangkan kapasitasnya. c. Merumuskan strategi untuk membangun kapasitas individu, grup, organisasi, komunitas dan masyarakat terkait. d. Merancang rencana aksi untuk membangun kapasitas individu, grup, organisasi, komunitas dan masyarakat terkait. e. Menghimpun dan menggunakan semua sumber daya yang sudah ada untuk mengimplementasikan, mengawasi, dan mengevaluasirencana aksi pengembangan kapasitas individu, grup, organisasi, komunitas dan masyarakat terkait. f. Menggunakan umpan balik untuk mempelajari pelajaran yang dapat diambil dari keseluruhan proses pengembangan kapasitas yang diterapkan terhadap individu, grup, organisasi, komunitas dan masyarakat terkait. Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa bahwa dalam penyelenggaraan program pengembangan kapasitas kegiatan-kegiatan yang harus dilakukan tidak dapat dilakukan secara instant, melainkan melalui proses yang dilakukan secara berproses dan bertahap. contohnya apabila seorang guru yang menginginkan kinerjanya dalam mengajar dalam kualitas yang baik. Maka sudah menjadi keharusan bagi guru tersebut untuk senantiasa belajar dan melaksanakan aktivitas yang erat kaitannya dengan proses atau upaya pengembangan kualitas diri. Dalam proses pengembangan kualitasnya guru harus mengalami siklus capacity building yang mencakup didalamnya persiapan, analisis, perencanaan, aksi dan evaluasi agar kegiatan Capacity Building tersebut dapat terlaksana dengan baik.
46
8. Strategi Capacity Building Strategi pengembangan kapasitas dapat digambarkan sebagai berikut : Tingkat Kapasitas
Kinerja Kinerja Sistem
Sistem
(akses, mutu, pemerataan, efisiensi)
Organisasi
Kinerja Organisasi
Personil
Kinerja Personil
Sustainabilitas W A K T U
Kinerja Sistem Yang Sustainabel
Peningkatan Status
Kapasitas individu/komunitas /masyarakat
Perubahan perilaku individu/komuni tas/masyarakat
Sustainitas perubahan individu/komunitas/mas yarakat
LINGKUNGAN EKTERNAL KEBUDAYAAN-SOSIAL-EKONOMI-POLITIK-PERATURAN-LINGKUNGAN HIDUP
Gambar 2. 3 Strategi capacity building Berdasarkan gambar diatas penulis dapat diuraikan bahwa untuk menciptakan sustainable dari kinerja sistem harus ditopang dengan komponen kinerja sistem, organisasi dan personal yang baik. Dan untuk menuju pada sustainabel kinerja sistem memerlukan waktu yang tidak sebentar, karena seperti dijelaskan sebelumnya bahwasannya capacity
47
Building ini berangkat dan berkembang dalam proses pembelajaran. Kemudian pencapaian
kinerja yang tinggi
didapat dengan cara
meningkatkan kapasitas berdasarkan tingkatannya yaitu pada komponen individu, organisasi dan sistem. Kesemua proses tersebut ditujukkan pada upaya peningkatan status menjadi lebih baik dari kondisi sebelumnya, perubahan status dapat dilihat dari adanya perubahan perilaku individu, komunitas serta masyarakatnya . sustainabel perubahan perilaku ini akan ditujukkan pada upaya mendukung tercapainya kinerja sistem yang sustainabel. Adapun untuk lingkungan eksternal berfungsi sebagai unsure pendukung dan pemfasilitasi proses pembelajaran, yaitu merupakan lingkungan pembelajarannya baik bagi skala personal, organisasi maupun sistem. Faktor eksternal ini akan tetap terus berkembang secara terus menerus tanpa akhir, kerena memang pada dasarnya lingkungan eksternal ini adalah lingkungan yang bersifat dinamis.
B. KINERJA GURU 1. Pengertian Dasar Kinerja Jika dilihat dari asal katanya, kata kinerja adalah terjemahan dari kata
performance,
yang
menurut
The
Scribner-Bantam
English
Distionary, terbitan Amerika Serikat dan Canada (1979), berasal dari akar kata “to perform” dengan beberapa “entries” yaitu: (1) melakukan, menjalankan, melaksanakan (to do or carry out, execute); (2) memenuhi
48
atau melaksanakan kewajiban suatu niat atau nazar ( to discharge of fulfill; as vow); (3) melaksanakan atau menyempurnakan tanggung jawab (to execute or complete an understaking); dan (4) melakukan sesuatu yang diharapkan oleh seseorang atau mesin (to do what is expected of a person machine). Menurut V. Rivai (2005 : 15) Kinerja pada hakekatnya merupakan prestasi yang dicapai oleh seseorang dalam menjalankan tugasnya atau pekerjaannya sesuai dengan standar dan kreteria yang telah ditetapkan untuk pekerjaan itu. Kinerja adalah tingkat keberhasilan seseorang atau kelompok orang dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya serta kemampuan untuk mencapai tujuan dan standar yang telah ditetapkan (Sulistyorini, 2001). Kinerja merujuk kepada tingkat keberhasilan dalam melaksanakan tugas serta kemampuan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kinerja dinyatakan baik dan sukses jika tujuan yang diinginkan dapat tercapai dengan baik (Donnelly, Gibson and Ivancevich) (Rivai, 2005:15) Kinerja sebagai fungsi interaksi antara kemampuan atau ability (A), motivasi atau motivation (M) dan kesempatan atau opportunity (O), yaitu kinerja = ƒ (A x M x O). Artinya: kinerja merupakan fungsi dari kemampuan, motivasi dan kesempatan Robbins (Mangkunegara ,2000 :67)
49
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja Kinerja dalam menjalankan fungsinya tidak berdiri sendiri, tapi berhubungan dengan banyak faktor. Kinerja seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti: ability, capacity, held, incentive, environment dan validity (Noto Atmojo, 1992). Adapun ukuran kinerja menurut T.R. Mitchell (1989) dapat dilihat dari empat hal, yaitu: 1. Quality of work – kualitas hasil kerja 2. Promptness – ketepatan waktu menyelesaikan pekerjaan 3. Initiative – prakarsa dalam menyelesaikan pekerjaan 4. Capability – kemampuan menyelesaikan pekerjaan 5. Comunication – kemampuan membina kerjasama dengan pihak lain. Mangkunegara (2009:13-14) menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi kinerja antara lain : a. Faktor Kemampuan (Ability ). Secara psikologis kemampuan (ability) pegawai terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan realita (pendidikan). Oleh karena itu pegawai perlu dtempatkan pada pekerjaan yang sesuai dengan keahlihannya. b. Faktor Motivasi (Motivation) Motivasi terbentuk dari sikap (attiude) seorang pegawai dalam menghadapi situasi (situasion) kerja. Motivasi merupakan kondisi yang menggerakkan diri pegawai terarah untuk mencapai tujuan kerja. Sikap mental merupakan kondisi mental yang mendorong seseorang untuk berusaha mencapai potensi kerja secara maksimal. Kemudian menurut Rivai (2005:17) adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja adalah sebagai berikut : “ Faktor yang menandai kinerja adalah : 1) kebutuhan yang dibuat pekerja;2) tujuan yang khusus;3) kemampuan;4) kompleksitas;5) komitmen;6) umpan balik;7) situasi;8) pembatasan; 9) perhatian pada setiap kegiatan; 10) usaha; 11) ketekunan; 12) ketaatan; 13) kesediaan untuk berkorban; 14) memiliki standar yang jelas”.
50
Kemudian menurut Payaman (Silvana, 2007:37) menjelaskan bahwa “ kinerja setiap orang dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain dikelompokkan ke dalam kompetensi individu, dukungan organisasi dan dukungan manajemen”. a. Kompetensi Individu Kompetensi individu adalah kemampuan dan keterampilan melakukan kerja. Kompetensi setiap orang dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dapat dikelompokkan dalam dua golongan, yaitu: 1) Kemampuan dan keterampilan kerja Kemampuan dan keterampilan kerja setiap orang dipengaruhi oleh kebugaran fisik dan kesehatan jiwa individu yang bersangkutan, pendidikan, akumulasi pelatihan dan pegalaman kerjanya. 2) Motivasi dan etos kerja Motivasi dan etos kerja sangat penting mendorong semangat kerja. Motivasi dan etos kerja dipengaruhi oleh latar belakang keluarga, lingkungan masyarakat, budaya dan nilainilai agama yang dianutnya. Seseorang yang melihat pekerjaan sebagai beban dan keterpaksaan untuk memperoleh uang akan mempunyai kinerja yang rendah. Sebaliknya seseorang yang memandang
pekerjaan
sebagai
kebutuhan,
pengabdian,
tantangan dan prestasi akan menghasilkan kinerja yang tinggi.
51
3) Dukungan Organisasi Kinerja setiap orang juga tergantung pada dukungan organisasi dalam bentuk pengorganisasian, penyediaan sarana dan
prasarana
kerja,
pemilihan
teknologi,
kenyamanan
lingkungan kerja serta kondisi dan syarat kerja. 4) Dukungan Manajemen Kinerja perusahaan dan kinerja setiap orang juga sangat tergantung pada kemampuan manajerial para manajemen atau pimpinan, baik dengan membangun sistem kerja dan hubungan industrial
yang
aman
dan
harmonis,
maupun
dengan
mengembangkan kompetensi pekerja, demikian juga dengan menumbuhkan motivasi dan menggerakkan seluruh karyawan untuk bekerja secara optimal. Dalam rangka pengembangan kompetensi pekerja, manajemen dapat melakukan antara lain: 1) Mengidentifikasi
dan
mengoptimalkan
pemanfaatan
kekuatan, keunggulan dan potensi yang dimiliki oleh setiap pekerja; 2) Mendorong pekerja untuk terus belajar meningkatkan wawasan dan pengetahuannya; 3) Membuka kesempatan yang seluas-luasnya kepada pekerja untuk belajar, baik secara pribadi maupun melalui pendidikan diprogramkan;
dan
pelatihan
yang
dirancang
dan
52
4) Membantu setiap orang yang menghadapi kesulitan dalam melakukan tugas, misalnya dengan memberikan bimbingan, penyuluhan, pelatihan atau pendidikan.
3. Kinerja Mengajar Guru Guru merupakan salah elemen yang sangat penting dalam suatu sistem pendidikan khususnya dalam persekolahan. Guru yang berkualitas dapat memberikan kontribusi dalam upaya peningkatan mutu pendidikan. Oleh karena itu untuk menjadi seorang guru yang berkualitas tidaklah didapatkan dengan mudah. Ada serangkaian persyaratan dan kompetensi yang harus dimiliki seorang guru dalam menjalankan profesinya. Adapun salah satu tugas yang utama seorang guru dalam menjalankan tugas adalah mengajar.Mengajar pada dasarnya tidak dapat dipandang sebagai usaha yang sederhana dan mudah. Pengajaran yang berkualitas bila dipandang dari sudut sistem disusun oleh beberapa unsur yang saling berkaitan dan saling mempengaruhi demi kualitas yang telah direncanakan sebelumnya. Oleh karena itu mengajar bagi seorang guru memerlukan tanggungjawab moral yang berat Nana sudjana (2002 : 29) menyatakan bahwa mengajar adalah suatu proses mengatur dan mengorganisasi lingkungan yang ada disekitar siswa sehingga dapat menumbuhkan dan mendorong siswa melakukan kegiatan belajar. Pendapat ini dipertegas oleh Usman (1996 : 6) mengajar pada prinsipnya membmbing siswa dalam kegiatan belajar mengajar atau mengandung pengertian bahwa mengajar merupakan suatu usaha
53
mengorganisasikan lingkungan dalam hubungan dengan anak didik dan bahan pengajaran yang menimbulkan proses belajar mengajar. Kompetensi guru adalah kemampuan atau kesanggupan guru dalam mengelola pembelajaran. Titik tekannya adalah kemampuan guru dalam pembelajaran bukanlah apa yang harus dipelajari (learning what to be learnt), guru dituntut mampu menciptakan dan menggunakan keadaan positif untuk membawa mereka ke dalam pembelajaran agar anak dapat mengembangkan kompetensinya (Rusmini, 2003). Berkaitan dengan kinerja guru dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar, terdapat Tugas keprofesionalan Guru menurut UndangUndang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 pasal 20 (a) Tentang Guru dan Dosen yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu, serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran. Kinerja Guru yang baik tentunya tergambar pada penampilan mereka baik dari penampilan kemampuan akademik maupun kemampuan profesi menjadi guru artinya mampu mengelola pengajaran di dalam kelas dan mendidik siswa di luar kelas dengan sebaik-baiknya. Dengan demikian kinerja mengajar guru sangat berperan dalam menghasilkan pembelajaran yang berkualitas yang akan berdampak pada upaya mempercepat pencapaian pada tujuan Pendidikan Nasional.
54
4. Indikator-Indikator Kinerja Guru Menurut PMPTK (2008 : 20) adapun Indikator penilaian terhadap kinerja guru dilakukan terhadap tiga kegiatan pembelajaran di kelas yaitu sebagai berikut: a. Perencanaan Program Kegiatan Pembelajaran Tahap perencanaan dalam kegiatan pembelajaran adalah tahap yang berhubungan dengan kemampuan guru menguasai bahan ajar. Kemampuan guru dapat dilihat dari cara atau proses penyusunan program kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh guru, yaitu mengembangkan silabus dan rencanapelaksanaan pembelajaran (RPP). Unsur/komponen yang ada dalam silabus terdiri dari: a. Identitas Silabus b. Stándar Kompetensi (SK) c. Kompetensi Dasar (KD) d. Materi Pembelajaran e. Kegiatan Pembelajaran f. Indikator g. Alokasi waktu h. Sumber pembelajaran
Program pembelajaran jangka waktu singkat sering dikenal dengan sitilah RPP, yang merupakan penjabaran lebih rinci dan spesifik dari silabus, ditandai oleh adnya komponen-komponen : a. Identitas RPP
55
b. Stándar Kompetensi (SK) c. Kompetensi dasar (KD) d. Indikator e. Tujuan pembelajaran f. Materi pembelajaran g. Metode pembelajaran h. Langkah-langkah kegiatan i. Sumber pembelajaran j. Penilaian b. Pelaksanaan Kegiatan Pembelajaran Kegiatan pembelajaran di kelas adalah inti penyelenggaraan pendidikan yang ditandai oleh adanya kegiatan pengelolaan kelas, penggunaan media dan sumber belajar, dan penggunaan metode serta strategi pembelajaran. Semua tugas tersebut merupakan tugas dan tanggung jawab guru yang secara optimal dalam pelaksanaanya menuntut kemampuan guru. 1) Pengelolaan Kelas Kemampuan menciptakan suasana kondusif di kelas guna mewujudkan proses pembelajaran yang menyenangkan adalah tuntutan bagi seorang guru dalam pengelolaan kelas. Kemampuan guru dalam memupuk kerjasama dan disiplin siswa dapat diketahui melalui pelaksanaan piket kebersihan, ketepatan waktu masuk dan keluar kelas, melakukan absensi setiap akan memulai proses
56
pembelajaran, dan melakukan pengaturan tempat duduk siswa. Kemampuan lainnya dalam pengelolaan kelas adalah pengaturan ruang/setting tempat duduk siswa yang dilakukan pergantian, tujuannya memberikan kesempatan belajar secara merata kepada siswa. 2) Penggunaan Media dan Sumber Belajar Kemampuan lainnya dalam pelaksanaan pembelajaran yang perlu dikuasi guru di samping pengelolaan kelas adalah menggunakan media dan sumber belajar. Media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan (materi pembelajaran), merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan kemampuan siswa, sehingga dapat mendorong proses pembelajaran. (R. Ibrahimdan Nana Syaodih S., 1993: 78). Sedangkan yang dimaksud dengan sumber belajar adalah buku pedoman. Kemampuan menguasai sumber belajar di samping mengerti dan memahami buku teks, seorang guru juga harus berusaha mencari dan membaca buku-buku/sumber-sumber lain yang relevan guna meningkatkan kemampuan terutama untuk keperluan perluasan dan pendalaman materi, dan pengayaan dalam proses pembelajaran. Kemampuan menggunakan media dan sumber belajar tidak hanya menggunakan media yang sudah tersedia seperti media
57
cetak, media audio, dan media audio visual. Tetapi kemampuan guru di sini lebih ditekankan pada penggunaan objek nyata yang ada di sekitar sekolahnya. Dalam kenyataan di lapangan guru dapat memanfaatkan media yang sudah ada (by utilization) seperti globe, peta, gambar dan sebagainya, atau guru dapat mendesain media untuk kepentingan pembelajaran (by design) seperti membuat media foto, film, pembelajaran berbasis komputer, dan sebagainya. 3) Penggunaan Metode Pembelajaran Kemampuan
berikutnya
adalah
penggunaan
metode
pembelajaran. Guru diharapkan mampu memilih dan menggunakan metode
pembelajaran
sesuai
dengan
materi
yang
akan
disampaikan. Menurut R. Ibrahim dan Nana S. Sukmadinata (1993: 74) ”Setiap metode pembelajaran memiliki kelebihan dan kelemahan dilihat dari berbagai sudut, namun yang penting bagi guru metode manapun yang digunakan harus jelas tujuan yang akan dicapai”. Karena siswa memiliki interes yang sangat heterogen idealnya seorang guru harus menggunakan multi metode, yaitu memvariasikan penggunaan metode pembelajaran di dalam kelas seperti metode ceramah dipadukan dengan tanya jawab dan penugasan atau metode diskusi dengan pemberian tugas dan seterusnya. Hal ini dimaksudkan untuk menjembatani
58
kebutuhan siswa, dan menghindari terjadinya kejenuhan yang dialami siswa.
c. Evaluasi/Penilaian Pembelajaran Penilaian hasil belajar adalah kegiatan atau cara yang ditujukan untuk mengetahui tercapai atau tidaknya tujuan pembelajaran dan juga proses pembelajaran yang telah dilakukan. Pada tahp ini seorang guru dituntut memiliki kemampuan dalam menentukan pendekatan dan cara-cara evaluasi, penyusunan alat-alat evaluasi, pengolahan, dan penggunaan hasil evaluasi. Pendekatan atau cara yang dapat digunakan untuk melakukan evaluasi/ penilaian hasil belajar adalah melalui Penilaian Acuan Norma (PAN) dan Penilaian Acuan Patokan (PAP). PAN adalah cara penilaian yang tidak selalu tergantung pada jumlah soal yang diberikan atau penilaian dimasudkan untuk mengetahui kedudukan hasil belajar yang dicapai berdasarkan norma kelas. Siswa yang paling besar skor yang didapat di kelasnya, adalah siswa yang memiliki kedudukan tertinggi di kelasnya. Sedangkan PAP adalah cara penilaian, dimana nilai yang diperoleh siswa tergantung pada seberapa jauh tujuan yang tercermin dalam soal-soal tes yang dapat dikuasai siswa. Nilai tertinggi adalah nilai sebenarnya berdasarkan jumlah soal tes yang dijawab dengan benar oleh siswa. Dalam PAP ada passing grade atau batas lulus, apakah
59
siswa dapat dikatakan lulus atau tidak berdasarkan batas lulus yang telah ditetapkan. Pendekatan PAN dan PAP dapat dijadikan acuan untuk memberikan penilaian dan memperbaiki sistem pembelajaran. Kemampuan lainnya yang perlu dikuasai guru pada kegiatan evaluasi/ penilaian hasil belajar adalah menyusun alat evaluasi. Alat evaluasi meliputi: tes tertulis, tes lisan, dan tes perbuatan. Seorang guru dapat menentukan alat tes tersebut sesuai dengan materi yang disampaikan. Bentuk tes tertulis yang banyak dipergunakan guru adalah ragam benar/salah, pilihan ganda, menjodohkan, melengkapi, dan jawaban singkat. Tes lisan adalah soal tes yang diajukan dalam bentuk pertanyaan lisan dan langsung dijawab oleh siswa secara lisan. Tes ini umumya ditujukan untuk mengulang atau mengetahui pemahaman siswa terhadap materi pelajaran yang telah disampaikan sebelumnya.Tes perbuatan adalah tes yang dilakukan guru kepada siswa. Dalam hal ini siswa diminta melakukan atau memperagakan sesuatu perbuatan sesuai dengan materi yang telah diajarkan seperti pada mata pelajaran kesenian, keterampilan, olahraga, komputer, dan sebagainya. Indikasi kemampuan guru dalam penyusunan alat-alat tes ini dapat digambarkan dari frekuensi penggunaan bentuk alat-alat tes secara variatif, karena alat-alat tes yang telah disusun pada dasarnya digunakan sebagai alat penilaian hasil belajar.
60
Di samping pendekatan penilaian dan penyusunan alat-alat tes, hal lain yang harus diperhatikan guru adalah pengolahan dan penggunaan hasil belajar. Ada dua hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan hasil belajar, yaitu: a. Jika bagian-bagian tertentu dari materi pelajaran yang tidak dipahami oleh sebagian kecil siswa, guru tidak perlu memperbaiki memberikan
program kegiatan
pembelajaran, remidial
bagi
melainkan
cukup
siswa-siswa
yang
bersangkutan. b. Jika bagian-bagian tertentu dari materi pelajaran tidak dipahami oleh sebagian besar siswa, maka diperlukan perbaikan terhadap program pembelajaran, khususnya berkaitan dengan bagianbagian yang sulit dipahami. Mengacu pada kedua hal tersebut, maka frekuensi kegiatan pengembangan pembelajaran dapat dijadikan indikasi kemampuan guru dalam pengolahan dan penggunaan hasil belajar. Kegiatankegiatan tersebut meliputi: 1) Kegiatan
remidial,
mengadakan
tes,dan
yaitu
penambahan
menyediakan
waktu
jam
pelajaran,
khusus
untuk
bimbingan siswa. 2) Kegiatan perbaikan program pembelajaran, baik dalam program semesteran maupun program satuan pelajaran atau rencana
61
pelaksanaan
pembelajaran,
yaitu
menyangkut
perbaikan
berbagai aspek yang perlu diganti atau disempurnakan.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan indikator penilaian kinerja guru secara sistematis dapat dijabarkan sebagai berikut : a. Kemampuan Dalam Perencanaan Pembelajaran Pada fase ini guru diharapkan dapat mengelola perencanaan pembelajaran sebelum pembelajaran dimulai dengan baik. Pada fase ini lebih ditekankan pada aspek pemenuhan RPP dimaknai dan dipahami dengan benar oleh guru. Kualitas pengelolaan perencanaan pembelajaran ini akan menentukkan sejauh mana pelaksanaan pembelajaran akan berhasil. Oleh karenanya dalam fase ini guru diharapkan dapat memberdayakan sumber-sumber dan kemampuan yang
ada
demi
terciptanya
perencanaan
pembelajaran
yang
berkualitas. b. Kemampuan Dalam Pelaksanaan Pembelajaran Kemampuan ini lebih menekankan pada aspek implementasi dari perencanaan pembelajaran
pembelajaran ini
dalam
yang
telah
menunjang
dibuat.
Pelaksanaan
keberhasilannya
sangat
dipengaruhi oleh kemampuan guru dalam menggunakan metode yang tepat untuk mencapai kompetensi yang diharapkan bagi peserta didik. Pada fase ini pun dukungan fasilitas juga sangat berpengaruh demi kelancaran dan berkualitasnya suatu proses pembelajaran.
62
c. Kemampuan Melakukan Penilaian Dan Evaluasi. Kemampuan melakukan evaluasi atau penilaian dilaksanakan dalam rangka mengukur sejauh mana tingkat ketercapaian pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan, untuk dijadikan umpan balik serta untuk mengukur tingkat perubahan perilaku dan pembentukkan kompetensi peserta didik. d. Kemampuan dalam Melakukan Tindak Lanjut (Remedial Atau Pengayaan) Remedial atau pengayaan secara sederhana dapat diartikan untuk menindaklanjuti hasil dari evaluasi pembelajaran. Dalam hal ini lebih ditekankan pada tindak lanjut dalam meremedial hasil belajar siswa agar kompetensi yang diharapkan atau dipersyaratkan dapat tecapai
5. Tugas Dan Fungsi Guru Profesi yang diemban oleh seorang guru merupakan suatu profesi yang didalamnya ada seperangkat yang sudah semestinya menjadi tugas, dan fungsi guru, demi tercapainya pendidikan yang bermutu. Adapun aktivitas dari tugas dan fungsi seorang guru yang dikemukakan oleh P2TK Direktorat jendral Pendidikan Nasional adalah sebagai berikut :
I.
TUGAS Mendidik, mengajar, membimbing melatih
FUNGSI 1. Sebagai Pendidik
1.1
dan 1.2
1.3 1.4
URAIAN TUGAS Mengembangkan potensi/kemampuan dasar peserta didik Mengembangkan kepribadian peserta didik Memberikan keteladanan Menciptakan suasana pendidikan yang
63
kondusif.
2. Sebagai Pengajar
2.1 2.2 2.3
3. Sebagai pembimbing
1.1
1.2
4. sebagai pelatih
4.1
4.2
II.
Membantu 5. Sebagai pengelolaan dan pengembangan pengembangan program program sekolah
6. Sebagai pengelolan program
III.
Mengembangakan keprofesionalan
5.1
Merencanakan pembelajaran Melaksankan pembelajaran. Menilai proses dan hasil pembelajaran mendorong berkembangnya perilaku positif dalam pembelajaran membimbing peserta didik memecahkan masalah dalam pembelajaran melatih keterampilan – keterampilan yang diperlukan dalam pembelajaran. membiasakan peserta didik berperilaku positif dalam pembelajaran. membantu mengembangkan proram pedidikan sekolah dan hubungan kerja sama intra sekolah.
6.1
membantu secar aktif dalam menjalin hubungan dan kerja sama antar sekolah dan masyarakat.
7. Sebagai tenaga 7.1 profesional
melakukan upaya-upaya untuk meningkatkan kemampuan profesional
Sumber : Ditjen Dikti P2TK, 2004: 9
64
Secara operasioanl, kemampuan mengelola pemebelajaran menyangkut tiga
fungsi
manajerial,
yaitu
merencanakan,
peleksanaan
dan
pengendalian. 1. Perencanaan menyangkut penetapan tujuan dan kompetensi, serta memperkirakan cara mencapainya. Perencanaan merupakan fungsi sentral dari manajemen pembelajaran dan harus berorientasi pada masa depan. Dalam pengambilan dan pembuatan keputusantentang proses pembelajaran, guru sebagai manajemen pembelajaran harus melakukan berbagai pilihan menuju tercapainya tujuan .guru sebagai manajer pembelajaran harus mampu megambil keputusan yang tepat untuk mengelola berbagai sumber, baik sumber daya, sumber dana, dan sumber belajar untuk membentuk kompetensi dasar dan mencapai tujuan pembelajaran. 2. Pelaksanaan atau sering disebut dengan implementasi adalah proses yang memberikan kepastian bahwea proses belajar mengajar telah memiliki sumber daya manusia dan sarana prasarana yang diperlukan, sehingga dapat membentuk kompetensi dan mencapai tujuan yang diinginkan.dalam fungsi pelaksanaan ini termasuk pengorganisasian dan kepemimpinan yang melibatkanpennetuan berbagai kegiatan, seperti pembagian pekerjaan kedalam tugas khusus yang harus dilakukan oleh guru dan peserta didik dalam proses pembelajaran. Dalam fungsi manajerial pelaksanaan proses pengorganisasian terdapat pula fungsi kepemimpinan. Hal ini sejalan
65
dengan pendapat Dubrin (1990), bahwa fungsi pelaksanaan merupakan fungsi fungsi manajerial yang mempengaruhi pihak lain dalam upaya mencapai tujuan, yang akan melibatkan berbagai proses antar
pribadi, misalnya bagaimana memotivasi dan memberikan
ilustrasi kepada peserata didik, agar mereka dapat mencpai tujuan pembelajaran dan mencapai kompetensi pribadinya secara optimal. 3. Pengendalian atau ada juga yang menyebutya dengan evaluasi dan pengendalian, bertujuan menjamin kinerja yang dicapai sesua dengan rencana atau tujuan yang telah ditetapkan. 4. Tindak lanjut Dalam fase tindak lanjut ini , merupakan kegiatan yang dilakukan setelah melaksanakan evaluasi.
6. Lingkaran Tugas Guru dalam Pembelajaran Dalam menjalankan tugas guru dalam pembelajaran dibagi menjadi beberapa point, adapun point-point menurut Zainal Aqib (2002 : 81) dapat digambarkan sebagai berikut :
66
1. Perencanaan Menetapkan tujuan pengajaran Memilih dan mengembangkan bahan ajar Memilih dan mengembangkan PBM Memilih dan mengembangkan media pembelajran yang sesuai Memilih dan memanfaatkan sumber belajar
4. Tindak lanjut
2. Pelaksanaan
Menyiapkan evaluasi yang telah direvisi Menyiapkan materi pengayaan
Menciptakn iklim belajar mengajar yang tepat Mengatur ruangan belajar Mengelola interaksi belajar mengajar
3. Evaluasi
Menilai prestasi peserta didik untuk kepentingan pengajaran Menilai PBM yang telah dilaksanakan
Sumber : Zainal Aqib (Purwanti, 2005 : 40)
C. PENGARUH CAPACITY BUILDING TERHADAP KINERJA GURU Dalam Brown, La Fond Mointyre (Rida Gandara 2008 : 52) menyatakan bahwa Capacity Building merupakan proses untuk meningkatkan kemampuan seseorang, group, organisasi, atau system untuk mencapai tujuan-tujuannya atau untuk berkinerja lebih baik. Kemudian pendapat ini juga didukung oleh pendapat dari D.Eade (2000:8) dalam Keban (2000:8) : merumuskan peningkatan kemampuan
67
dalam tiga dimensi, yaitu: (1) individu; (2) organisasi; dan (3) network. Nampaknya pengembangan dimensi individu dan organisasi merupakan kunci utama atau titik strategis bagi perbaikan kinerja (Mentz,1997) Dalam penerapannya secara lini, dalam lingkupan yang lebih besar (pemerintah) merujuk pada pendapat ahli bahwasannya Capacity building merupakan serangkaian strategi yang ditujukan untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan responsivitas dari kinerja pemerintahan, dengan memusatkan perhatian kepada dimensi: (1) pengembangan sumberdaya manusia; (2) penguatan organisasi; dan (3) reformasi kelembagaan (lihat Grindle, 1997: 1 28). Dalam konsep kinerja, dalam pelaksanaannya kinerja seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti: ability, capacity, held, incentive, environment dan validity (Noto Atmojo, 1992). Berdasarkan
pada
pendapat
ahli
diatas
dapat
disimpulkan
bahwasannya, capacity building merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja. Secara sederhana dapat dimaknai bahwa proses belajar dalam pengembangan kapasitas yang berlangsung secara terus menerus akan memberikan dampak terhadap upaya peningkatan kinerja. Guru yang selalu berusaha untuk selalu belajar, meng update diri, lewat kreativitas, adabtabilitas, motivasi dan perbaikan yang berkelanjutkan akan memberikan pengaruh yang positif terhadap kinerja guru. Dalam perhitungan didapat bahwa kinerja merupakan perkalian antara motivasi dan ability, ketika motivasi seorang guru tinggi untuk melakukan pekerjaannya,
68
maka akan brdampak pada kinerja yang tinggi pula, dan sebaliknya. Adapun upaya peningkatan motivasi diri termasuk kedalam salah satu aktivitas capacity building.