BAB V KESIMPULAN Arab Saudi merupakan negara dengan bentuk monarki absolut yang masih bertahan hingga saat ini. Namun pada prosesnya, eksistensi Arab Saudi sering mengalami krisis baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Hal ini diakibatkan oleh beberapa faktor seperti rezim yang otoriter dan kedekatan Arab Saudi dengan Amerika Serikat. Maka dari itu, Monarki Arab Saudi melakukan upaya untuk mempertahankan
legitimasinya
dari
berbagai
macam
ancaman
yang
membahayakan rezim. Ada tiga upaya yang dilakukan Monarki Arab Saudi untuk mempertahankan legitimasinya. Pertama, Monarki Arab Saudi menjadikan Wahhabi sebagai dasar legitimasi negara. Konsekuensi Arab Saudi menggunakan Wahhabi sebagai dasar legitimasi yaitu Arab Saudi menjadi negara Islam dengan Al Quran sebagai konstitusi negara. Maka dapat dikatakan bahwa Arab Saudi membangun legitimasinya menggunakan ideologi Islam. Wahhabi sebagai sumber legitimasi Arab Saudi mendapat tantangan dari beberapa ulama muda dan kelompok Syiah di Arab Saudi. Selain itu, Wahhabi harus menghadapi tuduhan sebagai akar terorisme oleh Amerika Serikat. Namun tantangan-tantangan ini berhasil diatasi. Peranan Wahhabi dalam mempertahankan legitimasi Arab Saudi cukup besar. Beberapa kasus yang tidak dapat diselesaikan oleh pemerintah Arab Saudi dapat ditangani setelah berkonsultasi dengan ulama Wahhabi. Misalnya polemik kedatangan pasukan Amerika Serikat ke Arab Saudi pada tahun 1991. Kemudian ketika Wahhabi Saudi dituduh menanamkan paham ekstrimis oleh Amerika Serikat, ulama Wahhabi memberikan keterangan bahwa Wahhabi dan Saudi memerangi terorisme. Kasus yang terakhir yaitu pergolakan demokrasi (Arab Spring) di negara-negara Timur Tengah, Syaikh Abdul Wahhab (pendiri Wahhabi) memberikan fatwa mengenai wajibnya masyarakat Arab Saudi untuk taat kepada pemimpin selama pemimpin tidak memerintahkan untuk durhaka kapada Allah. Hal tersebut diperkuat dengan ayat-ayat Al Quran sebagai konstitusinya. Hal ini dapat dikatakan menentang Raja berarti menentang Al Quran dan Sunnah. Monarki Arab Saudi juga tegas dalam melaksanakan hukum Islam. Hampir seluruh masyarakat Arab Saudi meyakininya. Hukuman mati,
51
cambuk, potong tangan, dan lainnya dilaksanakan oleh Monarki Arab Saudi. Selain hal tersebut, Monarki Arab Saudi berusaha untuk meningkatkan partisipasi politik bagi warganya. Dihidupkannya lagi Majelis Al Syura oleh Raja Fadh dan pelaksanaan pemilu pada 2005 merupakan bukti Arab Saudi dalam meningkatkan partisipasi politik ini. Kedua, minyak sebagai sumber kemakmuran bagi rakyat Arab Saudi. Arab Saudi mempunyai cadangan minyak terbesar di dunia. Hal ini dimanfaatkan oleh pemerintah Arab Saudi untuk memberikan kemakmuran bagi rakyatnya sehingga mencegah terjadinya krisis legitimasi. Pemerintah monarki Arab Saudi meningkatkan pelayanan pendidikan, pelayanan kesehatan, dan pelayanan sosial bagi masyarakat dari tiap tahunnya. Hal tersebut dilaksanaknan dengan adanya Rencana Pembangunan (Development Plan) setiap lima tahun yang dimulai pada tahun 1970. Development Plan tersebut memberikan dampak nyata bagi kemajuan Arab Saudi pada masa sekarang ini. Dalam bidang pendidikan ditandai dengan meningkatnya jumlah sarana pendidikan, tenaga pengajar, dan lulusan perguruan tinggi. Jumlah sekolah di bawah lembaga pendidikan pemerintah meningkat dari 3098 pada tahun 1970 ke 33.280 pada tahun 2010. Sedangkan, jumlah lulusan mahasiswa di perguruan tinggi meningkat dari 30.400 pada tahun 1994 menjadi 137.119 pada tahun 2010. Bahkan pada saat ini, hampir seluruh pegawai Aramco Saudi adalah orang Saudi baik di tingkat teratas maupun ditingkat bawah. Sedangkan dalam bidang kesehatan ditandai dengan meningkatnya fasilitas kesehatan, tenaga medis, jumlah apotek dan teknologi kesehatan. Pada periode 1970-2011, jumlah rumah sakit meningkat dari 74 menjadi 418 dan pusat kesehatan meningkat dari 591 menjadi 5.160. Periode ini juga ditandai dengan meningkatnya jumlah dokter dari 1.172 menjadi 67.575 dan staf perawat dari 3.261 menjadi 134.665. Sedangkan dalam bidang pelayanan kesehatan ditandai dengan terjaminnya hidup bagi penyandang cacat, yatim piatu, janda, dan lain sebagainya. Pada tahun 2011, pelayanan sosial meningkat dengan berdirinya 24 panti asuhan, 26 pusat penanggulangan kenakalan remaja, 2 lembaga untuk anak-anak penderita lumpuh, 52 pusat rehabilitasi anak cacat, 11 rumah jompo, dan 12 kantor untuk menanggulangi
52
kemiskinan. Jumlah dukungan yang diberikan kepada badan amal meningkat dari 4 juta reyal pada tahun 1975 menjadi 845 juta reyal pada tahun 2011. Minyak Arab Saudi juga berperan dalam terbentuknya kerjasama militer Arab Saudi dengan Amerika Serikat. Kerjasama militer menguntungkan Arab Saudi yaitu memperoleh perlindungan dari Amerika Serikat dalam menghadapi kelompok-kelompok reformis yang ingin menggulingkan rezim. Minyak Arab Saudi digunakan Amerika Serikat untuk menjalankan industri dan transportasi. Meskipun Amerika Serikat memproduksi minyak sendiri, tetapi hal ini dapat mencukupi kebutuhan minyak Amerika Serikat yang sangat besar. Maka dari itu, semenjak ditemukannya minyak oleh perusahaan Amerika Serikat di Arab Saudi, Amerika Serkat berusaha untuk menjalin kerjasama dengan Arab Saudi dan berperan banyak dalam pembangunan industri perminyakan Arab Saudi. Ketiga, peranan Amerika Serikat dalam keamanan Arab Saudi. Dalam perjalanannya, Dinasti Al Saud menghadapi ancaman nyata dari beberapa kelompok yang tidak menyetujui atas kebijakan kerajaan mengundang Amerika Serikat ke Arab Saudi. Terutama yatu perlawanan dari Osama bin Laden yang membentuk Advice and Reform Committee (ARC). Berbagai upaya dilakukan oleh kelompok tersebut untuk menggulingkan kekuasaan rezim Al Saud. Serangkaian aksi demonstrasi dan serangan pada dekade 1990-an menunjukan aksi protes mereka. Bahkan serangan pada tahun 1995 dan 1996 yang ditujukan pada pusat pelatihan Garda Pertahanan Nasional dan fasilitas militer di Dhahran menewaskan beberapa 26 orang. Serangan kelompok ini berlanjut pada periode tahun 2003 hingga 2004 yang ditujukan terhadap fasilitas asing di Arab Saudi. Untuk menghadapi serangkaian serangan kelompok bersenjata ini dibutuhkan kerjasama militer Arab Saudi dengan Amerika Serikat. Perjanjian keamanan antara Arab Saudi dengan Amerika Serikat dimulai sejak 1945 yaitu Oil for Security. Kemudian pada tahun 1951, di bawah suatu persetujuan timbal balik, Amerika Serikat membentuk misi pelatihan militer di Arab Saudi dan bersedia menyediakan pelatihan untuk mendukung penggunaan senjata dan jasa terkait dengan keamanan Saudi. Amerika mengirimkan tenaga ahli di bidang militer ke Arab Saudi untuk membangun instalasi militer di Saudi. Persetujuan ini menjadi dasar hubungan keamanan Amerika Serikat dengan Arab Saudi. Tetapi
53
hal yang paling penting dalam melandasi hubungan Arab Saudi dan Amerika Serikat, adalah akses minyak Arab Saudi dan sikap Amerika Serikat untuk melindungi Monarki Arab Saudi ini dari ancaman pihak luar. Hal ini dibuktikan ketika pada tahun 1960 terjadi konfrontasi antara Mesir dan Arab Saudi dan pada tahun 1991 saat terjadinya Perang Teluk II, Amerika Serikat menjadi pelindung Arab Saudi. Dalam proses kerjasama militer selanjutnya, antara Arab Saudi dengan Amerika Serikat, terjadi pembaharuan komitmen yang disebut sebagai Persetujuan Al Khobar (Al-Khobar Agreement) pada Juni 1996. Persetujuan Al Khobar bertujuan untuk meningkatkan pertahanan kolektif sekaligus untuk memperkokoh hubungan bilateral antara kedua negara. Pada 2001, Amerika Serikat mendeklarasikan Global War on Terrorism. Arab Saudi bergabung bersama Amerika Serikat dan menjadi pendukung utama di kawasan Timur Tengah. Amerika Serikat dan Arab Saudi melakukan pengawasan dan penumpasan terorisme secara bersama-sama. Aliansi dalam memerangi terorisme ini membantu Arab Saudi dalam mengatasi kelompo-kelompok bersenjata yang melakukan serangkaian aksi teror di Arab Saudi. Hal ini terbukti berhasil ketika pasukan Arab Saudi menewaskan pemimpin kelompok bersenjata yang berafiliasi dengan Al Qaeda dan menangkap anggota-anggotanya. Dari ketiga upaya yang dilakukan Monarki Arab Saudi, peranan Amerika Serikat dalam menjaga eksistensi Monarki Arab Saudi merupakan upaya yang paling efektif. Faktanya adalah ketika Arab Saudi menghadapi serangkaian serangan dari kelompok-kelompok bersenjata atau ancaman dari negara-negara luar seperti Iran atau Irak pada Perang Teluk II, Amerika Serikat menjadi pelindung utama Arab Saudi. Akan tetapi, upaya yang lain dari Monarki Arab Saudi juga mendukung peranan Amerika Serikat di Arab Saudi. Amerika Serikat menjadi pelindung Arab Saudi disebabkan oleh kepentingan Amerika Serikat terhadap minyak yang dimiliki Arab Saudi. Amerika Serikat akan selalu menjadi sahabat bagi Arab Saudi jika pasokan minyak Arab Saudi masih dapat memenuhi kebutuhan Amerika Serikat. Selain hal tersebut, keberadaan pasukan Amerika Serikat juga dipengaruhi oleh fatwa ulama Wahhabi yang memperbolehkan Amerika Serikat memainkan peranan baik di bidang ekonomi maupun militer di
54
Arab Saudi. Namun hal ini dapat berubah tergantung situasi dalam negeri, regional Arab, dan internasional.
55