BUTIR-BUTIR PERMATA
LUCKY NURDIANSYAH
Buku ini saya bagikan secara gratis. Silahkan baca dan bagikan kepada siapa saja, semoga bermanfaat dan menjadi ilmu yang bermanfaat. Buku ini sebagai sarana memperbaiki diri dan mengajak sesama untuk melakukannya.
UCAPAN TERIMA KASIH Alhamdulillah pertama dan utama saya sampaikan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas limpahan rahmat dan nikmat-Nya sehingga mampu menyelesaikan karya ini. Nikmat yang paling saya syukuri adalah nikmat islam dan nikmat iman. Semoga Allah berikan keistiqomahan nikmat ini sampai akhir hayat. Shalawat
beserta
salam
semoga
terlimpahkan
kepada
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam atas perjuangan beliau bersama para sahabatnya menegakkan syari’at-Nya sehingga cahaya islam mampu masuk kedalam sanubari kita. Semoga kelak Allah kumpulkan kita bersama mereka di jannah-Nya. Aamiin. Terima kasih kepada keluarga di rumah yang telah memberikan segenap dukungan baik moril maupun materil sehingga buku ini dapat hadir ditengah pembaca. Terima kasih kepada ayah dan ibu atas didikannya, terima kasih juga kepada kakek, nenek, adik-adik atas semangatnya.
Terima
kasih
kepada
sahabat-sahabat
yang
selalu
mengingatkan kepada kebaikan. Komunitas UKMI AR-RAHMAN, FIKRI ASY-SYURA, Forum Lingkar Pena, Sahabat Hijrahku dan berbagai komunitas lain yang menasehati tatkala bengkok dan membangunkan diri ketika tertidur. Juga seluruh pembaca karya saya dari dunia maya maupun dunia nyata. Semoga sedikit ilmu, hikmah dan pengalaman yang saya bagikan menjadi inspirasi dan menjadi sarana untuk berlomba-lomba dalam kebaikan serta mengalirkan pahala yang tidak terputus hingga ke surga. Aamiin.
“Selagi masih sehat maka gunakanlah kesehatan itu untuk menghasilkan karya yang agung sebab engkau tidak mengetahui sampai kapan nikmat kesehatan itu akan dicabut-Nya. Selagi masih mampu menyediakan waktu luang, gunakanlah sebaik-baiknya karena satu detik yang lalu tidak akan pernah kembali.” --Lucky Nurdiansyah--
Allah adalah tujuanku Islam adalah pilihanku
Ketika Manusia Mengalahkan Tuhan Sejenak kita berpikir dan merenung, apakah mungkin manusia bisa mengalahkan Tuhan? Dari segi apapun memang manusia itu adalah makhluk yang lemah, apalagi di depan penciptanya. Tetapi dewasa ini banyak kejadian seolah-olah Tuhan telah terkalahkan oleh manusia. Apa contohnya? Misalnya pemberlakuan wajibnya jilbab bagi seluruh muslimah yang bekerja sebagai PNS dan seluruh siswi SD, SMP dan SMA di kota Padang. Contoh lain adalah dilarangnya celana ketat di Aceh, sampai-sampai ada razia celana ketat oleh Polisi setempat. Memang penerapan peraturan-peraturan begitu sangat efektif untuk menimbulkan rasa takut di kalangan masyarakat. Takut nanti kalau melanggar akan dikenakan sanksi, takut gajinya dikurangi, atau takut nanti kalau dimutasi. Padahal jauh-jauh hari, sekitar ratusan tahun yang lalu hal-hal yang semacam itu telah Allah subhanahu wa ta’ala tegaskan dalam al-qur’an.
”Wahai Nabi! Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin, ”Hendaklah mereka menutupkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.” Yang demikian itu agar mereka lebih mudah untuk dikenali, sehingga mereka tidak diganggu.” (Q.S. Al-Ahzab ayat 59) Pertanyaannya adalah mengapa hal-hal yang dilarang oleh Allah subhanahu wa ta’ala, seperti membuka aurat dan sebagainya baru bisa terlaksana secara menyeluruh jika terlibatnya para penguasa? Padahal jelas ancaman Allah subhanahu wa ta’ala bahwa barangsiapa yang mengerjakan kebajikan seberat dzarrah pun Allah akan balas, sebaliknya sebesar apapun kejelekan yang kita kerjakan juga akan Allah balas. Ternyata jelas terlihat dan terbukti bahwa ancaman manusia itu lebih menakutkan daripada ancaman Allah bagi sebagian orang. Ini menunjukkan bahwa aspek dunia ternyata lebih menggiurkan daripada kenikmatan akhirat yang Allah janjikan. Sungguh hal yang sangat miris untuk disaksikan bersama ketika manusia bisa membuat diri ini terkendali dan dunia membuat pikiran risau. Akan tetapi, ketika itu semua tidak ada sanksi dengan gampangnya kita langgar
aturan-Nya dan dengan bangganya kita tunjukkan kebodohan diri kepada semua orang. Mana yang lebih baik, “apa kata orang” atau “apa kata Allah?” kalau diperhatikan dan direnungkan, tentu semua yang beriman insyaAllah akan menjawab yang kedua. Tetapi sadarkah kita bahwa selama ini apa kata orang itu lebih “didengar” daripada apa kata Allah. Misalnya ketika terdapat suatu acara di sebuah desa dan para tetangganya saling membantu untuk jalannya acara tersebut, termasuk menyambut undangan, menyediakan makanan dan lainnya. Orang tua biasanya (walaupun tidak semuanya) akan berkata kepada anaknya, “Apa kata orang nanti jika kita tidak datang dan membantu tetangga kita?” Lain halnya jika ada suatu acara atau pesta pada penduduk kota, apalagi kota besar. Para tetangga sebelah rumah tidak merasa harus datang dan membantu mempersiapkan acara karena itu bukan urusannya. Hal ini dikarenakan pola kehidupan gotong royong dan kebersamaan di desa tidak berguna di sebagian besar daerah kota. Penduduk kota cenderung memiliki pola hidup individualis dan cepat selesai. Inilah perbedaan pola hidup itu. Sekilas memang hal ini ada sisi positifnya jika budaya itu baik dan
benar seperti gotong royong tadi, namun akan buruk jika terkungkung dalam budaya yang salah. Ketika budaya yang salah dipertahankan demi mendapatkan “title” yang terhormat di mata orang banyak, ketika hal-hal yang tidak seharusnya dilakukan justru dilanggar demi prestise yang tinggi semata, saat itulah kita lebih takut kepada manusia. Padahal agama ini diturunkan untuk melepaskan diri dari kungkungan kebatilan yang selama ini menyelimuti manusia. “Dan katakanlah: “Yang benar telah datang dan yang batil telah lenyap”. Sesungguhnya yang batil itu adalah sesuatu yang pasti lenyap. (Q.S.Al-Isra’ ayat 81)
Aku Takut Belajar Islam
“Dateng ke pengajian yuk, nambah ilmu” “Nggak mau ah, takut ntar masuk aliran sesat.” Mungkin kita pernah atau bahkan sering mendengar percakapan di atas. Fenomena tersebut berkembang seiring dengan bertambahnya jumlah aliran yang jelas-jelas menyimpang dari ajaran agama islam. Dalam arti kata, mereka mengaku islam tetapi justru hal-hal yang dilakukannya jauh dari ajaran agama islam. Apa dampak dari ketakutan untuk mengkaji ilmu islam? Bisa jadi mereka tidak mengetahui mana perkara yang benar dan mana perkara yang salah, yang paling parah lagi dampaknya adalah islamophobia (takut kepada islam). Wah wah, bukankah suatu kecelakaan besar jika umat islam sudah takut kepada agamanya sendiri? Apa contohnya? Jilbab yang syar’i (sesuai nilai-nilai islam) dikatakan ninja, rajin ke masjid dikatakan teroris, dan anggapananggapan buruk yang lain.
Padahal segala yang telah disebutkan tadi adalah perkara yang baik dan benar semua. Namun kenapa banyak orang yang antipati terhadap perkara-perkara yang jelas-jelas baik dan benar itu? Jelas inilah pikiran negatif terhadap islam yang harus segera dihapuskan hingga ke akarnya. Yang lebih miris adalah ketika diadakan acaraacara yang bertentangan dengan nilai-nilai islam justru banyak yang membela. Apa contohnya? Perhelatan Miss Universe di Indonesia justru dikatakan sebagai seni dan perkenalan budaya antar negara. Kemudian kontes binaraga yang menampakkan aurat laki-laki dikatakan sebagai penampilan dari otot yang telah diasah. Padahal dilihat dari kaca mata islam jelas itu semua sangat menyimpang. Bagaimana seseorang akan mengetahui perkara yang benar dan yang salah jika tidak mengkaji suatu masalah? Apakah hanya cukup membaca dari artikel-artikel yang belum jelas kebenarannya? Jelas tidak cukup, tetapi harus belajar dari ahlinya. Maka dari itu perlulah hadir dalam majelis ilmu dan belajar langsung dari ahlinya. Di dalam majelis ilmu itu sendiri terdapat limpahan rahmat dari Allah subhanahu
wa
ta’ala
dan
dido’akan
oleh
malaikat.
Tidaklah sekelompok orang duduk berdzikir kepada Allah subhanahu wa ta’ala, kecuali para malaikat mengelilingi mereka, rahmat (Allah) meliputi mereka, ketentraman turun kepada mereka, dan Allah menyebut-nyebut mereka di hadapan (para malaikat) yang ada di sisi-Nya. (H.R. Muslim) Lantas bagaimana cara membedakan mana aliran sesat dan mana yang bukan? Terdapat panduan dari MUI (Majelis Ulama Indonesia) berkenaan dengan kriteria aliran sesat ini dalam Rakernas MUI tahun 2007, yaitu : 1. Mengingkari salah satu rukun iman dan rukun islam 2. Meyakini atau mengikuti akidah yang tidak sesuai dengan dalil syar’i (al-qur’an dan sunnah) 3. Meyakini turunnya wahyu sesudah al-qur’an 4. Mengingkari autentisitas dan kebenaran al-qur’an 5. Menafsirkan al-qur’an yang tidak berdasar kaidah-kaidah tafsir 6. Mengingkari kedudukan hadits sebagai sumber ajaran islam 7. Melecehkan/ mendustakan Nabi dan Rasul
8. Mengingkari Nabi Muhammad sebagai Nabi dan Rasul terakhir 9. Mengurangi /menambah pokok-pokok ibadah yang tidak ditetapkan syariah, dan 10. Mengkafirkan
sesama
muslim
hanya
karena
bukan
kelompoknya. Kesepuluh kriteria aliran sesat di atas telah dianut dan diamalkan oleh Syi;ah Imamiyah, Itsna Asyariah, Mahzab Ahlul Bait (versi mereka), menurut hasil Musyawarah BASSRA (Badan Silaturahmi Ulama Pesantren Madura) pada tanggal 4 Januari 2012 di Gedung Islamic Centre Pamekasan Madura. Nah, kan jelas kalau ada panduannya langsung dari Majelis Ulama Indonesia. Oleh karena itu kita sesuaikan saja dengan kriteria tersebut. Jika ada kelompok yang mengaku mempunyai nabi baru jelas itu sesat karena tidak ada nabi setelah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Masalahnya sekarang adalah bagaimana mengetahui akidah yang tidak sesuai dengan al-qur’an dan sunnah? Tentu harus
mengetahui dahulu akidah yang benar dan sesuai dengan al-qur’an dan sunnah. Seperti halnya mempelajari patologi (ilmu tentang penyakit), tentu harus mengetahui fisiologi (ilmu tentang fungsi tubuh) terlebih dahulu. Tanpa mempelajari yang normal tentu akan bingung saat berhadapan dengan hal yang abnormal. Begitu juga dalam masalah agama islam ini, akan susah bahkan boleh dikatakan nyaris mustahil untuk mengetahui penyimpangan-penyimpangan jika tidak mengetahui yang benarnya. Oleh karena itu dengan mengetahui yang benar maka yang salah itu akan tampak jelas seperti membedakan antara siang dengan malam. Lantas bagaimana jika tidak sengaja terjerumus kepada kesalahan? Itulah pentingnya terus menerus belajar. Belajar yang tiada henti minimal akan membuat perubahan dalam hal-hal kecil yang tadinya dianggap benar ternyata adalah kesalahan. Misalnya dahulu berpendapat bahwa do’a untuk berbuka puasa, Allahumma laka sumtu wabika amantu wa ‘ala rizqika afthortu birahmatika yaa arhamar roohimiin, adalah do’a yang benar untuk berdo’a sebelum puasa. Tetapi setelah dikaji ternyata tidak ada dalil shahih yang menyatakan
bahwa
Rasulullah
shallallahu
‘alaihi
wasallam
mengucapkan demikian. Yang ada setelah berbuka Rasulullah mengucapkan dzahabadzzomaa’u wabtalatil ‘uruuqu wa tsabatal ajru insyaAllah. Itu adalah contohnya. Mungkin ada banyak contoh yang lain. Melalui pembelajaran islam yang terus menerus maka akan dijumpai hal-hal yang tadinya tidak tahu menjadi tahu. Dengan demikian jalan hidup akan terang dan penuh dengan panduanpanduan yang jelas. Ingatlah bahwa : Dengan ilmu hidup jadi mudah Dengan seni hidup jadi indah Dengan agama hidup jadi terarah Semoga bermanfaat, jika ada hal yang bertentangan dengan a-qur’an dan sunnah maka pegang eratlah al-qur’an dan sunnah dan buang jauh-jauh selain keduanya.
3 Pilar Untuk Kebangkitan Islam
Oleh Ustadz Felix Y. Siauw Perubahan zaman akan dibarengi dg perubahan informasi. Dulu akses informasi hanya lewat radio, koran, televisi. Sekarang akses
informasi lebih
banyak lewat
internet
dan
medsos.
Perubahan informasi ini memberikan dampak terhadap islam maupun non islam. Pada islam bisa menimbulkan kerugian, contohnya dulu maksiat sembunyi-sembunyi, sekarang malah terangterangan. Dulu banci malu, sekarang malah bangga. Sedangkan keuntungannya adalah umat islam jadi paham akan informasi. Penduduk bumi lebih kurang ada 1,6 milyar muslim, sedangkan umat kristen ada 1,7 milyar. Islam adalah agama yg benar. Kenapa? Karena sudah lebih kurang 1437 tahun berada dimuka bumi ini. Jelas islam bukan agama buatan manusia, tetapi buatan Yang Maha Kuasa. Tapi, kenapa islam mundur?
Apa buktinya? Yang lebih banyak gak makan siapa? Yang lebih sering kehilangan sandal siapa? Yang lebih banyak gak sekolah siapa? Muslim atau non muslim? Muslim. Kenapa hal ini terjadi? Untuk itu ada 3 pilar yg harus ditegakkan untuk membangkitkan islam. Pilar-pilar itu adalah : 1. Pilar Aqidah 2. Pilar Ukhuwah 3. Pilar Syari'ah Pilar Aqidah Manusia
memiliki
3
motivasi,
- Motivasi untuk mementingkan diri sendiri (ego)
yaitu
:
Contohnya ketika sesudah berfoto dengan teman-teman dan dilihat hasilnya. Mana yg lebih dulu dicari? Wajah diri sendiri atau wajah orang lain? Orang kafir juga paham ini.
-
Motivasi cinta Contohnya seorang ibu yang bersusah payah memasak nasi.
Ibu tadi mengutamakan untuk dirinya atau anaknya? Pasti ibu normal akan mementingkan anaknya. Orang kafir juga paham hal ini. -
Motivasi aqidah Ini yg tidak dipahami org kafir. Contohnya Nusaibah binti
Ka'ab yang berharap mendapatkan pahala dari jihad. Ia siapkan peralatan perang untuk suaminya berperang. Suaminya pun syahid. Lantas ia berpikir, bagaimana lagi mendapatkan pahala ya. Lantas seluruh anaknya juga diminta berjihad dan gugurlah anak-anaknya. Dia meminta Rasulullah untuk mengizinkannya berjihad hingga dia syahid karenanya. Mengapa rela mengorbankan nyawa untuk islam? Karena aqidah. Aqidah ada karena ada bukti. Orang yg punya banyak bukti,
aqidahnya kuat. Contohnya Nabi Ibrahim yang yakin bahwa Allah punya kuasa atas api yang membakarnya.
Pilar Ukhuwah Ada 3 ikatan yang menyatukan umat manusia, yaitu : 1. Ikatan etnis atau suku Contoh
:
Sesama
Persia,
Sesama
Romawi.
Ini
bisa
mengakibatkan perkelahian antar suku. 2. Ikatan nasionalisme Contoh : aku jawa, kamu tionghoa, tapi kita Indonesia. Ini juga menimbulkan perselisihan. Apa contohnya? Ganyang Malaysia. Yang disana juga, Ganyang Indonesia. 3. Ikatan islam (ukhuwah islamiyah) Inilah yang menyatukan muslim hingga dapat menguasai 2/3 dunia. Ikatan inilah yang sedang dipecah oleh non muslim. Apa contohnya? Banyak.
Hanya karena perbedaan sikap terhadap isbal (celana dibawah mata kaki) dijadikan sarana untuk mengkafirkan sesama islam. Hanya karena perbedaan sikap tentang perkara-perkara agama membuat meninggikan kelompoknya dan menyalahkan kelompok lain. Kalau dulu syetan bahasanya "Aku lebih baik daripada dia", sekarang
bahasanya
"Kami
lebih
baik
daripada
mereka".
Ingatkan ada 3 do'a Rasulullah, 2 dikabulkan dan 1 didiamkan. “Ya Allah, jangan hancurkan umatku karena kelaparan.” Allah kabulkan. “Ya Allah, jangan hancurkan umatku karena air bah. Allah kabulkan.” “Ya Allah, jangan hancurkan umatku karena perpecahan.” Allah diamkan. Pilar Syari'ah Ada kalanya Allah akan mengangkat maksiat lewat tangan kekuasaan. Oleh karena itu jika pemimpinnya bukan muslim dan tidak mengerti islam maka kemaksiatan akan merajalela. Islam adalah
sistem yang bagus, jadi orang yang menjalankan sistem islam haruslah orang yang bagus pula. Seperti Michael Schumacher mengendarai F-1. Kenapa hebat dan bagus? Karena sistemnya bagus dan orangnya juga terlatih. Akan lain kalau Schumi disuruh mengendarai angkot. Di sekitarn JIC (Jakarta Islamic Center) ada tempat prostitusi. Apa polisi tidak tahu? Polisi tahu. Kemudian ada ormas islam ngancurin itu tempat dan di media dibilang anarkis. Akan lain halnya jika polisi langsung yang melakukan. Oleh karena itu penting sekali pemerintahan dipimpin oleh orang muslim yang menjalankan sistem islam. Ini adalah bentuk tertulis dari ilmu yang saya dapatkan dari Ustadz Felix. Y. Siauw dalam pengajian dhuha di Masjid Taqwa Muhammadiyah, Padang. Semoga kedepannya bisa berdiskusi dengan beliau lebih banyak. Aamiin. Subhaanakallaahumma wabihamdika asyhadu allaa ilaaha anta astaghfiruka wa atuubu ilaik.
Menyongsong Kebangkitan Umat Islam Inspirasi dari KH. Bachtiar Nasir Dalam ceramahnya di Masjid Babussalam, Padang, Sumatera Barat Pada hari minggu malam, 20 November 2016 alhamdulillah Allah pertemukan saya dengan Ketua GNPF MUI, KH. Bachtiar Nasir dalam taujih yang menghangatkan dan semangat yang menggebugebu dari beliau. Beliau menjelaskan bahwa selaku ketua GNPF, beliau tidak memiliki rencana sama sekali pasca ditetapkannya Ahok sebagai tersangka kasus penistaan agama. Beliau hanya melaksanakan Grand design Allah subhanahu wa ta’ala. Grand design Allah dalam kondisi saat ini terpancar dari Q.S. Al-Maaidah ayat 50-54. Al-maaidah ayat 50 : “Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin ?” Poin yang terjadi saat ini adalah mereka (para pemodal, aktoraktor politik dan keamanan yang terpengaruh oleh asing)
menginginkan hukum selain dari hukum Allah namun sedang berhadapan dengan orang yang menginginkan hukum Allah. Apa buktinya? Pancasila yang sedang dan akan diruntuhkan. Sila pertama, Ketuhanan yang Maha Esa sedang coba diganti dengan Ketuhanan saja. Kata mereka, yang penting sudah bertuhan, apakah Tuhannya batu, tembok, dan yang lain. Ini yang sedang diinginkan oleh para penentang hukum Allah. Sila kedua, kemanusiaan yang adil dan beradab. Hukum hanya berlaku bagi mereka yang memiliki modal berlimpah, ketidakadilan ini yang mereka makarkan. Dari keberadaban, yang sedang mereka upayakan adalah untuk menghalalkan hubungan-hubungan yang jelas terlarang. LGBT dan bahkan interseks sedang berusaha untuk dilegalkan. Interseks contohnya jika seorang wanita punya suami ular, wajib punya surat nikah. Na’uudzubillah. Sila ketiga, persatuan Indonesia. Persatuan di Indonesia, khususnya umat islam sedang coba mereka pecah belah. Para ‘ulama sedang coba dikacaukan persatuannya dan umat islam sedang coba diprovokasi lewat perang dunia maya (cyberwar) dan isu-isu lainnya.
Sila keempat, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan. Sila keempat ini sudah hilang, wilayah-wilayah negara ini telah dipimpin oleh orangorang yang rusak dan dimotori oleh para pemodal. Sila kelima, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Keadilan hanya berlaku pada orang-orang yang rasis. Ada yang berpikiran begini, “Kan sudah tersangka?” Coba pikir, kalau kita tidak protes tanggal 14 Oktober 2016 di depan Kabareskrim, kira-kira kasus Ahok ini diproses nggak? Saya yakin nggak. Karena dari korupsi yang sudah jelas-jelas nampak, seperti sumber waras, pulau-pulau reklamasi yang sudah dinyatakan bersalah saja tidak diproses. Musuh kita adalah pemodal-pemodal, aktor-aktor politik dan keamanan yang telah direcoki oleh si pemodal ini. Polisi dan tentara bukan musuh kita. “Serahkan ajalah ke kejaksaan.” Kalau tidak ada aksi 4 November 2016, apakah mungkin kasus Ahok ini akan diproses? Kami juga yakin tidak. Apakah keputusan hukum bisa diputuskan dengan adil dan bijaksana?
Oleh karena itu perlu aksi damai tanggal 2 Desember nanti dengan tiga kode, PERTAMA, Aksi Damai. KEDUA, Melawan dengan bertahan. KETIGA, Menang dengan bersabar. Al-maaidah ayat 51: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, Maka Sesungguhnya orang itu Termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orangorang yang dzalim.” Ada yang bertanya, “Maunya GNPF itu apa sih ustadz?” Yang kami inginkan adalah, “Al-maaidah ayat 51 yang sudah dinistakan, KAMI TEGAKKAN.” “Caranya?” Tidak ada konstitusi sehebat al-qur’an. Pancasila kita bersifat universal, tidak mengatur hal-hal kecil seperti bagaimana bangun
tidur, istinja’, makan, dan lainnya. Kumpulkanlah para ahli konsitusi, niscaya hukum yang akan dibuat berdasarkan kepentingan negara, suku, budaya dan kepentingan si pembuat konstitusi itu sendiri. Sedangkan al-qur’an jauh dari syahwat dan nafsu. Ini sekaligus menjawab orang yang mengatakan, “Hanya Allah yang tahu tafsir dari al-qur’an.” Perlu diketahui bahwa ayat-ayat dalam al-qur’an itu ada yang ayat muhkamat dan ada yang mutasyabihat. Ayat-ayat muhkamat adalah yang bisa diketahui maknanya oleh orang yang membaca. Sedangkan
ayat-ayat
mutasyabihat adalah yang tidak bisa langsung diketahui maknanya. Cara beriman kepada ayat-ayat mutasyabihat adalah dengan mengimani apa adanya dan yakin sepenuh hati. Pada ayat, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi auliyaa’…”, sudah jelas. Biarlah orang nasrani dipimpin oleh nasrani, orang hindu dipimpin oleh orang hindu, tetapi muslim wajib dipimpin oleh muslim. Di Amerika Serikat, orang yang memilih pemimpin sesuai agamanya dianggap demokratis. Sedangkan di Indonesia hal itu malah dianggap rasis.
Sebagian al-qur’an ada yang menerjemahkan auliyaa’ itu adalah teman setia. Hal ini tidak salah. Kalau teman setia saja tidak boleh, apalagi pemimpin. “…Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka…” Ini terproses step by step. Dalam sosiologi islam dikatakan, “Rakyat sangat dipengaruhi oleh keberAGAMAan pemimpinnya.” Apa contohnya? Di Jakarta takbiran sudah dilarang. Padahal takbiran adalah salah satu bentuk syi’ar dalam islam. Digantilah takbiran dengan Jakarta Festival Night yang isinya musik-musik islam. Orang yang setuju dengan pemimpinnya akan mengatakan, “Oh iya ya, gak papa kok.” Inilah virus yang masuk. Contoh lainnya adalah budaya tiup lilin di kalangan nasrani. Ini sesungguhnya bukan budaya nasrani, tetapi ada seorang pemimpin nasrani yang dianggap ‘mualaf’ karena dari bukan agama nasrani dulunya. Dia melangsungkan upacara meniup lilin sehingga dari situlah berawal budaya itu.
Dalam sosiologi islam juga disebutkan bahwa, “Agama seseorang sangat dipengaruhi oleh agama temannya.” Bagaimana cara hidupmu, begitu juga cara matimu. Bagaimana cara matimu, begitu juga cara kamu dibangkitkan. Dengan siapa teman hidupmu, dengan itu pula kamu berteman di kubur. Inilah pentingnya teman setia, teman dekat dan juga teman hidup. Al-maaidah ayat 52 : “Maka kamu akan melihat orang-orang yang ada penyakit dalam hatinya (orang-orang munafik) bersegera mendekati mereka (Yahudi dan Nasrani), seraya berkata: "Kami takut akan mendapat bencana". Mudah-mudahan Allah akan mendatangkan kemenangan (kepada Rasul-Nya), atau sesuatu keputusan dari sisi-Nya. Maka karena itu, mereka menjadi menyesal terhadap apa yang mereka rahasiakan dalam diri mereka.” Ini yang sedang terjadi. Asbabun nuzul (sebab turunnya ayat) ini adalah tatkala Yahudi di Madinah tinggal lebih dahulu daripada orang Arab, Yahudi menduduki tempat-tempat subur. Saat itu orangorang quraisy pindah dari negerinya ke Madinah yang juga disebut Tibtut Thayyiba’ atau Madinatun Nabi. Saat itu sistem ekonomi yang
eksis adalah sistem ekonomi yahudi, kemudian datanglah islam. Tatkala Perang Uhud, ada 300 pasukan islam yang mangkir atau digembosi. Saat itu ada orang-orang munafik yang berpikiran orangorang Yahudi dan Nasrani bagus kehidupannya dan ingin menjadikan mereka sebagai pemimpin. Saat itu pulalah turun Al-Maaidah ayat 51 ini. Saat aksi 4 November lalu, Ustadz Bachtiar merasakan seperti di ‘Arafah, serba putih. BMKG memprediksi akan terjadi hujan dan petir. Bahkan ada menteri yang bilang ke stafnya, “Kok nggak turun hujan?” Padahal sudah 4 pesawat yang dikerahkan untuk menggarami awan tapi nggak juga hujan. Betapa Maha Besarnya Allah atas itu semuanya. Garam yang tadinya ditaburkan supaya hujan menjadi dingin. Yang terjadi 4 November lalu adalah umat islam mampu bersabar. Tidak melawan tatkala ditembaki gas air mata. Bahkan kesaksian dari Ustadz Bachtiar adalah gas air mata bukan hanya ditembakkan ke atas, tetapi juga diarahkan ke peserta aksi dengan dosis yang tinggi. Ketika Kapolri dan Panglima TNI memerintahkan untuk menghentikan tembakan, justru semakin membabi-buta
tembakan-tembakan itu. Bahkan pasukan yang memakai sepeda motor menggilas peserta aksi. Dan ajaibnya tembakan itu justru seperti membalik dan tidak banyak korban yang jatuh. Oleh karena itu beliau Uztadz Bachtiar Nasir bersabar tatkala mengetahui ditetapkannya Ahok menjadi tersangka. Beliau hanya melihat aspirasi rakyat. Barulah mengambil keputusan hari jum’at dengan diawali bacaan Q.S. Al-Kahfi 10 ayat pertama agar pikiran tidak dirasuki Dajjal. Kenapa ada umat islam yang kembali kepada Yahudi dan Nasrani? Maksudnya membela mereka. Karena “mendekati mereka (Yahudi dan Nasrani), seraya berkata: "Kami takut akan mendapat bencana…" Kami takut kalau tidak dapat proyek lagi. Kami takut tidak kebagian kue lagi. Kami takut susah mencari uang. Dahulu tatkala zaman mempertahankan kemerdekaan, Bung Tomo berani menantang Inggris dengan kalimat yang lantang. Padahal kekuatan Inggris pada saat itu termasuk negara dengan kaliber kekuatan tempur terhebat dan terkuat. Namun dengan bambu runcing dan semangat juang dari arek-arek Suroboyo hal itu tidak membuat mereka gentar. Kenapa para pahlawan bisa
mewariskan Indonesia begitu luas, sedangkan kita saat ini membuat rumah saja susahnya bukan main? Karena pahlawan bermental pejuang, bukan pecundang. Segeralah teriakkan dalam hati dan lisan, “Tanah kami adalah bagian dari aqidah kami. Tidak akan dilepaskan kecuali dengan darah dan nyawa.” Itu baru bermental pejuang. “Mudah-mudahan Allah akan mendatangkan kemenangan (kepada RasulNya), atau sesuatu keputusan dari sisi-Nya.” Allah punya cara sendiri untuk menghukum si penghina alqur’an. Allah punya skenario terbaik untuk menghancurkan musuhmusuh-Nya. Sejenak kita renungkan kisah Abdul Muthalib dengan Raja Abrahah. Tatkala itu Abrahah hendak menghancurkan Ka’bah dan sedang berada di Tha’if. Awalnya Abrahah tidak tahu dimana Ka’bah berada. Namun ada seseorang quraisy yang berkhianat memberitahu dimana letak Ka’bah tersebut. Sehingga Abrahah beserta tentaranya berbondong-bondong menuju kesana. Tentara Abrahah saat itu mengambil banyak kambing milik Abdul Muthalib. Setelah itu Abdul Muthalib datang kepada Abrahah untuk membicarakan sesuatu. Abrahah duduk sejajar di karpetnya
dengan Abdul Muthalib. Abrahah adalah orang Ethiopia, tidak mengerti bahasa arab. Maka penerjemahnya yang menjadi perantara keduanya. Abdul Muthalib meminta semua kambing yang diambil oleh tentara Abrahah supaya dikembalikan lagi. Maka Abrahah pun menyatakan tidak respek kepada Abdul Muthalib. “Saya kira kamu pemimpin yang hebat. Simbol agamanya mau dihancurkan malah ngurusin kambing.” Begitu lebih kurang kata Abrahah. “Sudah nggak usah banyak omong. Kembalikan kambingkambingku. Ka’bah itu ada yang punya. Silahkan berhadapan dengan yang punya.” Abdul Muthalib pun menjawabnya. Hasilnya? Sama-sama kita ketahui apa yang terjadi pada Abrahah dan tentaranya. Dalam kisah yang lain, terdapat seseorang bernama Firdaus Ad Dailani, ia keturunan Persia. Tatkala itu ada nabi palsu dan dengan sigapnya Firdaus membunuh nabi palsu itu. Bahkan sampai Rasulullah pun mengatakan Firdaus adalah pemuda yang shaleh. Pada masa Umar bin Khattab, Firdaus ikut mengantri untuk menemui khalifah. Terdapat seorang quraisy yang tidak mau antri.
Firdaus telah mengingatkan untuk antri namun tidak dihiraukan oleh orang quraisy tersebut. Maka dengan ringannya pula jatuhlah pukulan kepalan tangan Firdaus ke hidung orang quraisy tersebut hingga luka. Setelah menghadap Umar bin Khattab dan beliau pun mengetahui hal itu, Umar tidak berani menghukumnya karena Rasulullah sendiri mengakui akan keshalihannya dan sucinya tangan Firdaus. Sebagai balasan atas perbuatannya, Firdaus memberikan harta benda dan pedangnya. Maasya Allah, inilah keadilan yang dicontohkan oleh islam. Al maaidah ayat 53 : “Dan orang-orang yang beriman akan mengatakan: "Inikah orang-orang yang bersumpah sungguh-sungguh dengan nama Allah, bahwasanya mereka benar-benar beserta kamu?" Rusak binasalah segala amal mereka, lalu mereka menjadi orang-orang yang merugi” Inilah yang akan kita katakan kepada mereka yang membersamai para Yahudi dan Nasrani. Kata-kata ini akan diucapkan oleh orang yang beriman tatkala masih hidup ataupun
sudah mati. Sungguh betapa kasihan melihat mereka menjadi orangorang yang merugi. Al maaidah ayat 54 : “Hai orang-orang yang beriman, Barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, Maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mu’min, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad di jalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya), lagi Maha mengetahui.” Ciri-ciri kelompok baru ini tatkala banyak dari orang yang beriman telah murtad adalah, 1. Lembut kepada orang-orang mu’min dan keras kepada orangorang kafir. 2. Berjihad fii sabiilillah. 3. Tidak peduli celaan orang lain dan hidup matinya untuk Allah.
Semoga kita semua dikelompokkan kedalam kelompok ini yang akan menaungi dunia dengan perjuangan yang tiada henti kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Akhirnya semoga Allah segera memberikan pertolongan-Nya kepada negeri Indonesia yang kita cintai ini dari musuh-musuh-Nya yang akan mengacaukan situasi dan kondisi. Allahu Akbar. Subhaanakallahumma wabihamdika asyhadu allaa ilaaha illa anta astaghfiruka wa atuubu ilaik.
Al-Qu’ran, Sikap dan Perilaku Ketua MUI Sumbar “Berkatalah Rasul: "Ya Tuhanku, Sesungguhnya kaumku menjadikan Al Quran itu sesuatu yang tidak diacuhkan." (Q.S. Al-Furqon ayat 30) Dalam bulan ramadhan ada amalan yang sering dilakukan dan memang merupakan salah satu amalan yang ditonjolkan oleh banyak orang islam, yaitu membaca al-qur’an. Memang tidak ada yang salah dengan ini karena al-qur’an adalah petunjuk yang harus dipatuhi dan dipahami oleh setiap muslim. Pertanyaan besarnya adalah, “Apakah al-qur’an membekas dalam sikap kita?” Seharusnya semakin rajin seseorang membaca al-qur’an maka semakin baik pula perilakunya. Al-qur’an seharusnya menjadi ciri khas seorang muslim. Sebagaimana Ibnu Hisyam pernah bertanya kepada Ummul mukminin, Aisyah radhiyallahu ‘anha tentang akhlak
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Aisyah radhiyallahu ‘anha menjawab bahwa akhlak Rasulullah adalah al-qur’an. Namun yang kita temukan sekarang adalah mengapa sikap dan perilaku seorang muslim sebagiannya tidak sesuai dengan al-qur’an. Khusus untuk Sumatera Barat tingkat perceraiannya nomor dua di Indonesia. Narkoba yang semakin lama semakin meluas, belum lagi perzinaan dan homoseksual yang terus meningkat. Menjadi pertanyaan besar, mengapa antara al-qur’an, sikap dan perilaku tidak sejalan? Imam Al-Ghazali menuturkan bahwa untuk mendapatkan alqur’an hendaklah seseorang mengosongkan dari berbagai hal yang menghalanginya. Hal-hal yang menghalangi tersebut ada empat, yaitu : 1. Terpaku sebatas menempatkan posisi huruf pada makhrajmakhrajnya saja. Sebagaimana firman Allah subhanahu wa ta’ala, warattilil qur’aana tartiila, maksudnya menurut ulama’ adalah berikan setiap huruf itu haknya dan hukum-hukum yang membuat bacaan itu baik.
Namun tentu saja tidak sebatas berbekas pada mulut saja tanpa merasuk kedalam hati. Inilah salah satu hal yang membuat seorang muslim yang rajin membaca al-qur’an namun tidak mengetahui isi dari al-qur’an. Ini tentu saja ibarat keledai yang membawa buku banyak namun tidak mengetahui isi buku tersebut. 2. Menganut sikap fanatik pada apa yang didengar terhadap taqlid buta sehingga al-qur’an diletakkan di belakang. Suatu contoh ketika misalnya ada suatu suku yang harta warisannya
dilimpahkan
kepada
perempuan.
Ketika
dirinya
membaca al-qur’an tentang warisan dimana ada jatah laki-laki dan juga perempuan, dia mengatakan, “ini di Arab, disini tidak bisa seperti itu.” Sikap fanatik seperti inilah yang menghalangi al-qur’an masuk kedalam hati. Kalau al-qur’an ini diletakkan di depan tentu akan menuntun seseorang untuk menuju ke jalan yang benar. Namun jika diletakkan di belakang, berarti al-qur’an dipaksa ikut kepada hawa nafsunya, dan ini jelas tidak benar.
3. Mengambil makna zhahirnya saja (dari al-qur’an) Suatu ketika marak penolakan RS. Kristen Siloam di Sumatera Barat, datanglah seorang ustadz kepada penceramah sambil berkata “Untuk apa kita ribut-ribut soal itu (RS. Kristen itu) toh dalam alqur’an sudah Allah bilang, “Hai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu; Tiadalah orang yang sesat itu akan memberi mudharat kepadamu apabila kamu telah mendapat petunjuk. Hanya kepada Allah kamu kembali semuanya, Maka Dia akan menerangkan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. Kesesatan orang lain itu tidak akan memberi mudharat kepadamu, asal kamu telah mendapat petunjuk. tapi tidaklah berarti bahwa orang tidak disuruh berbuat yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar.” (Q.S. Al-Maidah ayat 105) Kemudian dikuatkan dengan ayat dalam al-qur’an, quu anfusakum wa ahliikum naara, jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.
Dijawab oleh penceramah dengan jawaban bijak, “Sekarang saya tanya, siapa yang lebih memahami ayat ini? Bapak, saya atau Rasulullah?” Ustadz tadi menjawab, “Rasulullah.” “Kalau begitu mari kita kaji maksud ayat ini menurut Rasulullah dari berbagai riwayat yang sampai kepada kita.” Tukas Penceramah. Abu Isa At-Turmuzi mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sa’id ibnu Ya’qub At-Taliqani, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnul Mubarak, telah menceritakan kepada kami Atabah ibnu Abu Hakim, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Jariyah Al-Lakhami, dari Abu Umayyah Asy-Sya’bani yang mengatakan bahwa ia pernah datang kepada Abu Sa’labah Al-Khusyani, lalu bertanya kepadanya, “Bagaimanakah sikapmu terhadap ayat ini (Al-Maidah: 105)?” Abu Sa’labah bertanya, “Ayat apakah yang kamu maksudkan?”
Ia menjawab, “Yang kumaksud adalah firman Allah subhanahu wa ta’ala: Hai orang-orang yang beriman, jagalah diri kalian; tiadalah orang yang sesat itu akan memberi mudarat kepada kalian apabila kalian telah mendapat petunjuk’ (Al-Maidah: 105).” Abu Sa’labah menjawab, “Demi Allah, sesungguhnya kamu menanyakannya kepada orang yang mengetahuinya. Aku pernah menanyakannya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, maka beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: ‘Tidak, tetapi tetaplah ber-amar ma’ruf dan bernahi munkar hingga kamu melihat sifat kikir ditaati, hawa nafsu diikuti, duniawi dipentingkan (diprioritaskan), dan setiap orang merasa kagum dengan pendapatnya sendiri, maka (saat itulah) kamu harus memperhatikan dirimu sendiri dan tinggalkanlah orang-orang awam. Karena sesungguhnya di balik itu kalian akan mengalami berbagai macam cobaan, yaitu di hari-hari di mana orang yang bersikap sabar dalam menjalani masa itu sama dengan seseorang yang menggenggam bara api. Orang yang beramal (kebaikan) di masa itu beroleh pahala
semisal dengan pahala lima puluh orang lelaki yang beramal seperti amal kalian”. Ini adalah contohnya, alangkah bahayanya jika suatu ayat ditafsirkan sendiri dan dirinya telah tersesat dalam memahami alqur’an. Solusi untuk kita orang awam yang belum tahu adalah mencari tahu dengan bertanya kepada orang yang ahlinya. Jangan buru-buru mengartikan ayat dalam al-qur’an tanpa keterangan yang jelas. 4. Dosa Dosa inilah yang juga bisa menjadi penghalang kita untuk mendapatkan al-qur’an. Oleh karena itu hendaklah setiap muslim selalu memperbaharui taubatnya kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas setiap kesalahan yang dilakukan agar hati tetap jernih dan karenanya semoga Allah mudahkan al-qur’an masuk kedalam dirinya. Materi ini merupakan kuliah subuh dari Ketua MUI Sumatera Barat, Ustadz Gusrizal Gazahar dengan berbagai penambahan dari sumber lain. Penceramah yang saya maksud adalah beliau. Insya Allah walaupun tidak sama persis dengan apa yang diucapkan oleh
penceramah, namun intisari dari ceramah beliau tetap ada. Silahkan dicek kebenaran informasi ini, jika ada kesalahan itu murni dari saya selaku manusia biasa dan kebenaran dari Allah. Subhaanakallahumma wabihamdik asyhadu allaa ilaaha illa anta astaghfiruka waatuubu ilaik. Padang, 29 Juni 2016
Masjid Jabal Rahmah Universitas Baiturrahmah
Aku hanyalah hamba Seorang pejuang dijalan-nya
“Seorang pemenang sejati tak kan pernah patah arang dalam mencoba. coba dan coba lagi. ketika berhenti mencoba itulah kegagalan yang sejati. Jangan pernah katakan seseorang yang gagal itu sebagai pecundang, tetapi katakanlah dia sebagai pemenang masa depan karena dari kecil kita diajarkan untuk jatuh dan bangun lagi.” --Lucky Nurdiansyah--
Melawan Diri “Tidaklah beriman salah seorang di antara kalian sampai ia menundukkan hawa nafsunya untuk tunduk pada ajaran yang aku bawa.” (Diriwayatkan dalam kitab Al-Hujjah dengan sanad yang shahih menurut Imam Nawawi. Namun penshahihan hadits ini tidak tepat menurut Ibnu Rajab) Dalam kehidupan ini ada aturan-aturan yang harus dipatuhi, larangan-larangan yang harus dijauhi dan kebolehan-kebolehan yang menjadi kewenangan seseorang untuk melaksanakannya. Contohnya saja adalah rambu-rambu lalu lintas, ketika lampu merah wajib untuk berhenti, sebaliknya ketika lampu hijau wajib untuk tidak berhenti. Begitu juga bagi seorang muslim, ada aturan-aturan yang mengikat
guna
menciptakan
keteraturan-keteraturan
dalam
kehidupan. Aturan itu telah disampaikan oleh Allah subhanahu wa ta’ala melalui para utusan-Nya. Namun Allah dan utusan-Nya hanya memberikan peringatan, keputusan tetap berada di tangan seseorang. Laa ikhrooha fiddiin,tidak ada paksaan dalam beragama. Jika telah
masuk ke dalam maka harus mengikuti aturan-aturan yang ada dalam islam, namun tidak ada paksaan untuk masuk agama islam. Lantas bagaimana jika seseorang tidak memilih islam? “Agama yang diterima di sisi Allah hanyalah Islam” (Q.S. Ali Imran: 19) Permasalahannya adalah apakah semua orang islam itu telah siap untuk mengikuti semua aturan-aturan dalam islam? Sami’na wa atho’na terhadap ajaran agama islam yang syamil mutakamil,lengkap dan menyeluruh ini? Islam mengatur seseorang dari bangun tidur hingga tidur lagi, dari perkara kecil seperti cara tidur hingga perkara besar seperti sistem pemerintahan. Saat datang seorang ayah yang baru saja pulang dari tempat kerja, kemudian dia membersihkan diri dan duduk di depan televisi dan dipanggil si anak (lebih tepatnya disuruh) untuk ke meja makan karena hidangan telah tersedia, apa jawaban sang ayah? Kebanyakan akan segera bergegas menuju meja makan menikmati hidangan yang telah dibuat oleh istrinya. Sang ayah begitu taat pada perintah anak, kenapa? Karena apa yang diperintahkan sesuai dengan keinginannya. Mungkin akan lain halnya jika si anak menyuruh sang ayah untuk
mengepel lantai atau membersihkan dapur. Kemungkinan besar sang ayah akan menolak untuk diperintah demikian. Kenapa? Karena apa yang diperintahkan si anak tidak sesuai dengan keinginannya. Sedang capek selepas pulang kerja kemudian disuruh untuk kerja lagi, jelas sebagian besar orang mungkin akan menolaknya. Pertanyaan serupa ditujukan kepada kita tatkala datang perintah Allah dan Rasul-Nya yang tidak sesuai dengan keinginan kita, bagaimana sikap kita? Apalagi jika itu menyangkut masalah kebiasaan yang biasa kita lakukan sehari-hari. Berat? Tentu, karena mengubah kebiasaan adalah hal yang tidak mudah. Mari sejenak kita menengok sejarah masa lalu saat khamr masih menjadi kebiasaan orang Arab saat itu. Bagaimana sikap para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam saat itu? Mereka dengan bergegas menumpahkan segala macam khamr dan patuh untuk tidak minum khamr lagi. Ketika datang perintah untuk berhijab dengan serta merta mereka mereka menggunakan kain-kain untuk menutup aurat mereka. Tatkala zaman jahiliyah saat orang Arab lebih mengagungkan berhala daripada pencipta alam semesta, dengan gagah berani
Rasulullah menyeru untuk berkata laa ilaaha illallah. Apa jawaban kaumnya saat itu? Dijawab oleh salah seorang dari kaumnya, bahkan karib kerabatnya sendiri, yakni Abu Lahab dengan jawaban yang mengenaskan. “Hanya untuk inikah kamu mengumpulkan kami, hai Muhammad?” Begitu lebih kurang jawaban pamannya sendiri. Akhirnya mulai saat itu Muhammad yang tadinya diberi julukan AlAmin(orang yang dapat dipercaya) mendapatkan julukan yang tidak enak, yaitu pendusta, tukang sihir dan lainnya. Ajaran yang bertentangan dengan nenek moyang mereka mereka tolak mentahmentah, sedangkan saat keadilan dalam menyelesaikan hajar aswad mereka terima dengan senang. Dua hal ajaran Nabi Muhammad yang berbeda, satu ditentang dan satu lagi disenangi. Tabiat seperti ini bisa kita temui dalam kehidupan sehari-hari di zaman sekarang. Disaat perintah Allah dan Rasul-Nya sesuai dengan apa yang kita inginkan tanpa kesulitan untuk dilaksanakan. Namun tatkala bertentangan dengan kebiasaan kita sehari-hari sulit untuk
dikerjakan.
Apa
contohnya?
Minuman
memabukkan.
Bukankah Allah dan Rasul-Nya telah melarang hal tersebut?
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah
perbuatan-perbuatan
itu
agar
kamu
mendapat
keberuntungan. (91) Sesungguhnya setan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu)” (Q.S.Al-Maidah : 90-91) Namun menjualnya?
kenapa Kenapa
banyak masih
warung-warung
diproduksi
dan
kecil
tidak
yang
dilarang
produksinya? Mungkin jawaban sederhananya adalah “Aku butuh duit”. Hal itulah yang menjadi persoalan, saat perintah Allah dan Rasul-Nya bertentangan dengan apa yang ada pada diri kita, kita masih
berani
untuk
mementingkan
kepentingan
diri
dan
mengabaikan perintah Allah dan Rasul-Nya. Astaghfirullahal ‘adziim. Adanya kebiasaan yang ternyata bertentangan dengan perintah Allah dan Rasul-Nya tentu menjadi ujian bagi kita semua. Hawa nafsu tentu akan berat menerimanya sedangkan hati nurani pasti
sejalan dengan perintah-Nya. Memang tidak ada yang mudah dalam mengubah
keadaan
diri, tetapi pertanyaannya
adalah
akan
memperturutkan hawa nafsu atau hati nurani? Mari jawab dalam diri.
Kutinggalkan dia Karena Dia Artikel ini memiliki beberapa pembahasan yang mungkin akan sangat menunjang dari tema. Meninggalkan seseorang karena Allah adalah hal yang akan Allah janjikan kebaikan untuk mereka yang melakukan. “Sesungguhnya jika engkau meninggalkan sesuatu karena Allah, niscaya Allah akan memberi ganti padamu dengan yang lebih baik.” (HR. Ahmad 5: 363) Citra Diri Diri kita adalah makhluk yang diciptakan Allah subhanahu wa ta’ala dengan segala potensi yang lengkap dan diciptakan dengan sempurna. Sehingga jika kita mau memaksimalkan apa yang diberikan oleh Sang Pencipta maka akan sangat menakjubkan dan akan tergali segala potensi dalam diri kita. Perception is projection. Persepsi kita tentang sesuatu adalah pancaran atas apa yang nanti akan terjadi. Kita adalah apa yang kita pikirkan. Ketika kita berpikir negatif seperti saya tidak bisa, saya
tidak mampu maka diri kita akan menjawab “Ya, Anda benar” sedangkan jika diri kita berpikir tentang hal-hal yang positif seperti saya bisa, saya mampu maka diri kita pun akan berkata “Ya, Anda benar”. Sebuah survei di Yale University pada tahun 1952 terhadap para mahasiswa tentang impian. Di survei tersebut hanya ada satu pertanyaan, yaitu “Apakah Anda sudah punya mimpi dan menuliskannya?” Hasil dari survei tersebut menyatakan bahwa hanya ada 3% mahasiswa yang sudah punya impian dan menuliskannya, sedangkan 97%
tidak
menuliskan
impiannya.
Sebagian
besar
mereka
menyatakan pernah punya impian yang bermacam-macam namun tidak ditulis. Dan yang 97% tadi menanyakan, “Untuk apa impian itu ditulis?” 20 tahun kemudian orang-orang hasil survei pada tahun 1952 tadi disurvei kembali. Bagaimana hasilnya? Kalaulah kekayaan, kemewahan dan berbagai harta menjadi tolak ukur keberhasilan seseorang maka kumpulan harta dari mereka yang 3% itu sudah lebih banyak daripada mereka yang 97% itu. Luar biasa, the power of dreams.
Ingatlah bahwa pikiran sadar kita hanya ada 12%, sedangkan pikiran bawah sadar kita ada 88%. Sehingga pikiran bawah sadar yang terkelola dengan optimal maka akan dapat melejitkan segala hal yang menurut logika tidak mungkin menjadi mungkin. Itulah yang disebut dengan Law of Attraction (LOA), apa yang Anda pikirkan maka itulah yang semesta berikan. Tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini. Pernahkah kita memiliki masalah hidup? Saya yakin pasti Anda punya yang namanya masalah. Masalah-masalah kita itu tersimpan di pikiran bawah sadar. Itulah kenapa kita selalu ingat hal-hal yang membuat kita sedih atau pengalaman-pengalaman menarik lainnya. Sering orang mengatakan dirinya tersiksa dengan masa lalunya, seperti diputusin pacar, dikecewakan orang dan lainnya. Memang kita tidak akan lupa masa lalu itu kecuali bagian otak kita mungkin ada yang rusak, tetapi kita bisa berdamai dengan masa lalu. Bagaimana cara berdamai dengan masa lalu dan masalah loe? Ada tiga caranya, yaitu :
1. Accept it (terima itu) dengan ikhlas Menerima sesuatu dengan ikhlas itu tidak menyalahkan siapasiapa. Contoh kalimat yang menyalahkan orang lain adalah saya sih ikhlas, tapi itu salahnya si fulan itu lho. Jika hal ini terjadi pada diri kita, maka marilah segera kita perbaharui niat kita. 2. Ambil pelajaran (ibrah) Setiap kejadian-kejadian yang menurut kita buruk, pasti ada pelajaran yang bisa dipetik, ada hal baru yang perlu dijadikan pedoman. Jika itu buruk maka pelajaran untuk menghindarinya, jika itu baik maka pelajaran untuk membuat sesuatu yang lebih baik dari itu. 3. Berikan makna baru pada peristiwa tadi Pernahkah kita ingat sesuatu yang lama, pada masa lampau itu adalah hal yang membuat kita jengkel tetapi sekarang itu membuat kita lucu? Jika pernah, itu artinya kita telah memberi makna baru pada peristiwa tersebut.
Maka saatnya kita untuk mengubah masa lalu menjadi pelajaran hidup yang bermakna. Namun untuk berubah tentu ada berbagai tanggung jawab. Tanggung jawab untuk perubahan itu adalah S-->A. Apa artinya? Sabar, baca lebih lanjut. Saya tahu Anda sedang penasaran. Hehehe S itu adalah sebab dan A itu adalah akibat. Sebab harus mengalahkan akibat. Kalimat orang yang ingin berubah karena sebab itu terdapat kata ‘meskipun, walaupun’, atau yang sejenis dengan itu. Contoh : “Meskipun lingkungan saya buruk, saya bisa jadi orang baik.” Sedangkan orang yang mau berubah tetapi berorientasi dengan akibat maka ia akan menjadi korban kondisi. Ia akan kalah oleh kondisi sehingga nggak jadi berubah. Orang yang berorientasi berubah yang terpengaruh oleh akibat maka terdapat kata ‘tapi, namun’ atau yang sejenisnya dengan itu. Contoh : “Aku ingin jadi orang baik, tapi lingkunganku buruk.”
Kalau ingin berubah ke arah yang lebih baik, jadilah orang yang bertanggung
jawab
untuk
perubahan
dengan
berprinsip
menggunakan sebab, bukan berorientasi pada akibat. Be A True Lover Salah satu kabar yang sempat membuat gempar dunia maya adalah gambar seorang cowok yang mampu menghentikan mobil yang akan lewat untuk menungkapkan cintanya kepada cewek idamannya. Dan ada yang menyebut bahwa dia adalah laki-laki sejati. Benarkah itu adalah laki-laki sejati? Fenomena yang akrab dengan dunia remaja adalah pacaran. Masa-masa remaja adalah masa-masa yang paling indah dimana rasa suka terhadap lawan jenis adalah hal yang lumrah untuk dimiliki. Namun taukah sobat sekalian bahwa islam ini telah memberikan tuntunan bagi mereka yang mempunyai rasa suka, apa itu? Menikah. Lha trus, gue kan belum mampu nikah, harus gimana donk? Berpuasa, perbanyak puasa sunnah untuk mengendalikan diri.
Ngomong-ngomong soal pacaran, apa sih manfaat dari pacaran? Ada empat manfaatnya, yaitu : 1. Buang-buang waktu dan biaya 2. Dosa 3. Angan-angan dan zina 4. Berpeluang untuk berbohong Oh salah, itu bukan manfaat, tetapi itu adalah kerugian yang besar. Hehehe, maaf ya salah istilah. Tetapi maksudnya sengaja supaya dibaca. Dampak yang paling riskan dari pacaran adalah hamil diluar nikah. Mana laki-laki keren yang tadi ketika nampak hal ini? Mana? Tidak ada. Maka dari itu solusinya hanya ada dua, yaitu : Kuputuskan dengan bismillah atau Kupinang dengan hamdalah. Silahkan dipilih, jomblo bermanfaat atau nikah bermanfaat? Awas, keduanya memilliki konsekuensi yang tentu tidak ringan. Ketika putus maka berusaha untuk menjaga pandangan dllnya, ketika meminang maka siapkan rumah tangga. Untuk mencapai surganya Allah maka perlu kerja keras untuk meraihnya, tidak ada yang mudah, tetapi tidak ada yang tidak
mungkin. Sering banyak orang yang bilang, biarlah saya di emperan surga saja. Ini sudah cukup bagi saya. Padahal Rasulullah mengajarkan ketika memohon surga, maka mohonlah surga yang paling tinggi dan indah, yaitu Surga Firdaus. Hukum Pareto menjelaskan 80 : 20. Apa itu? Ketika kita mencanangkan target-target dalam hidup, kemungkinan berhasil tercapai adalah 20% dan kemungkinan gagal tercapai adalah 80%. Maka ketika kita hanya meminta emperan surga, bisa jadi malah 5 jengkal menjelang emperan surga yang akan Allah kasih. Maka mintalah yang terbaik. Suatu ketika Plato (murid Socrates) bertanya kepada Socrates (Filosof terkemuka) tentang cinta, perkawinan dan kebahagiaan. Dialog mereka lebih kurang begini. “Guru, apa itu cinta? Tolong tunjukkan guru!” Tanya Plato. Maka Socrates menjawab “Berjalanlah di kebun gandum sana. Ambillah satu gandum terbaik menurutmu dan bawa kemari, tetapi setelah engkau melangkah ke depan engkau tidak boleh kembali lagi ke belakang.”
Kemudian berjalanlah Plato mencari gandum terbaik dan akhirnya kembali kepada Socrates dengan tangan kosong. “Kenapa engkau tidak membawa apa-apa?” Tanya Socrates “Sebenarnya aku telah menemukan gandum yang baik menurutku, tetapi aku berpikir di depan ada yang lebih bagus. Ternyata yang bagus tadi sudah ada di belakang dan tidak bisa aku ambil karena engkau berkata aku tidak boleh berbalik ke belakang.” Socrates bertutur, “Itulah cinta. Semakin engkau mencari yang terbaik maka semakin engkau tidak menemukannya.” Selanjutnya
Plato
bertanya
kepada
Socrates
tentang
perkawinan. “Guru, apa itu perkawinan? Bagaimana caraku untuk meraihnya?” “Berjalanlah pada hutan yang ada di depan ini, kemudian pilihlah satu pohon yang paling tinggi menurutmu, tebang dan bawa kemari. Tapi ingat, ketika engkau telah melangkah ke depan engkau tidak boleh lagi berbalik ke belakang.” Begitu jawab Socrates. Kemudian Plato mulai berjalan dan akhirnya menemukan pohon yang dipilihnya. Dia persembahkan pohon itu kepada gurunya.
“Kenapa engkau memilih pohon itu?” Socrates menanyakan pohon itu. “Aku teringat pesanmu yang pertama tadi, karena aku tidak boleh balik ke belakang aku memilih pohon ini karena menurutku ini sudah tinggi. Namun ternyata ada yang lebih baik daripada pohon ini di depan, tetapi aku sudah mengambil pohon ini.” Jawab Plato “Itulah
pernikahan.
Pernikahan
itu
dilakukan
dengan
membangun cinta yang telah dipilih dari sekian banyak yang bisa membuat cinta.” Plato pun melanjutkan pertanyaannya, “Guru, apa itu kebahagiaan? Tolong aku untuk mendapatkannya!” Jawaban yang diberikan Socrates hampir sama, “Pergilah ke taman itu, ambil satu bunga yang paling indah menurutmu dan bawa kemari. Tapi ingat, ketika engkau telah melangkah ke depan engkau tidak boleh lagi berbalik ke belakang.” Plato pun mencari bunga dan mendapatkan bunga yang terbaik menurutnya.
“Kenapa engkau memilih bunga itu?” Socrates menanyakan bunga itu. “Karena aku nilai ini bunga yang indah. Namun ketika aku ke depan ternyata ada yang lebih indah. Karena aku sudah memilih yang ini maka aku bawa yang ini.” “Begitulah kebahagiaan, kebahagiaan itu merasa cukup dengan apa yang dimiliki.” Dari kisah tersebut dapatlah kita simpulkan bahwa cinta itu bukan mencari yang terbaik tetapi memilih yang baik yang Allah beri kepada kita dengan tidak melangar syari’atnya. Perkawinan itu dibangun dengan cinta yang telah dipilih dan kebahagiaan itu dapat dirasakan dengan merasa cukup dengan apa yang dimiliki. Cinta, perkawinan dan kebahagiaan adalah tiga hal yang berjalan seiring jika sesuai dengan tuntunan-Nya. Jika kita memiliki masa lalu yang kelam, terutama berkaitan dengan masalah cinta, maka biarkanlah masa lalu itu dan jangan disesali. Menyesali masa lalu itu ibarat seorang pendaki gunung yang mendaki membawa barang bawaan (tas) yang berat. Sesampai di atas
ternyata isinya hanya sampah. Itulah ibarat orang yang memendam dan tersakiti dengan masa lalu, yang menjadi beban hanyalah sampah. Marilah sejenak kita berimajinasi. Bayangkan dihadapan Anda ada wadah. Di depan saya ada batu, kerikil, pasir dan air. Maka saya masukkan batu ke dalam wadah Anda dan hanya mampu menampung lima buah batu. Apakah sudah penuh? Belum. Maka saya masukkan kembali kerikil-kerikil itu satu karung. Dengan lincahnya kerikil tadi mencari celah untuk masuk di antara batu-batu. Apakah sudah penuh? Belum. Kemudian saya masukkan lagi pasir. Dengan gesitnya pasir ini mampu mencari celah dari kerikil dan batu dan mengisi ruang yang kosong. Apakah sudah penuh? Ternyata belum juga. Maka saya masukkan air. Dengan tenangnya air mengisi ruang yang kosong sehingga wadah tadi benar-benar penuh. Apa pelajaran yang bisa kita petik dari imajinasi itu? Masukkan segala sesuatu yang besar-besar terlebih dahulu, jangan masukkan sesuatu yang kecil terlebih dahulu, terutama pikiran kita. Bayangkan jika saya masukkan pasir terlebih dahulu kepada wadah yang ada di depan Anda tadi. Apakah akan mampu mengisi wadah dengan semua barang yang ada tadi? Jawabannya tidak bisa. Marilah
kita isi pikiran ini dengan sesuatu yang besar-besar terutama secara makna terlebih dahulu seperti berpikir tentang ide. Jangan isi pikiran dengan sesuatu yang kecil-kecil seperti kejelekan orang lain. Hakikat pikiran sebagaimana yang dikemukakan oleh Isaac Asimov yang menyatakan bahwa setiap hari ada 60.000 gagasan dan ide yang muncul. Sedangkan Jack Kenville menyatakan bahwa setiap hari ada 4.000 ide dan gagasan yang muncul. Namun keduanya sepakat bahwa 85% dari gagasan dan ide tadi adalah pikiran negatif. Maka orang-orang di luar sana mereka membiasakan untuk membawa catatan untuk menuliskan ide besar yang muncul sewaktu-waktu. Ide besar yang muncul itu perlu dikembangkan untuk menghadapi masa depan yang akan datang. Dengan ide besar itu maka bisa terwujud hal-hal baru yang berrmanfaat dan bernilai tinggi. Ada tiga sektor yang bisa diserang oleh orang setelah lulus kuliah (pasca kampus), yaitu : 1. Public Sector Ini terkait dengan posisi pejabat-pejabat negara yang bisa diisi oleh lulusan perguruan tinggi. Namun kabar baiknya adalah sektor
ini sangat sedikit membutuhkan orang yang dipekerjakan. Gubernur, bupati atau pimpinan daerah lain tentu hanya satu dan bisa jadi terbatas. Itu adalah salah satu contohnya. Kalau Anda berminat, ikutilah
organisasi
yang
banyak
memperhatikan
aspek
kepemimpinan dan manajemen organisasi seperti KNPI, dll. 2. Sektor Bisnis Pada sektor ini kita harus mempunyai branding selling dan value added. Contohnya saja dalam memilih warung nasi. Tentu yang paling banyak nilai lebih seperti enak, ramah pelayannya dan nilai tambah lain maka itulah yang kemungkinan besar akan menang. Menurut penelitian 70% faktor yang mempengaruhi penjualan adalah berkaitan dengan yuristic system (berhubungan dengan rasa enak, nyaman dan membuat suasana hati tenang). Kalau Anda ingin berkiprah disini, dari sekarang ikutilah komunitas-komunitasnya seperti HIPMI, JPMI, dll 3. The Search System Ini berkaitan dengan partai politik, Non Government Organization (NGO) dan yang sejenis dengan itu. Sektor ini yang paling banyak
membutuhkan orang untuk bekerja. Kalau Anda ingin berkiprah disini, mulai dari sekarang ikutilah komunitas-komunitasnya seperti KAMMI, dll. Kita harus mengarahkan pikiran kita sesuai dengan tujuan yang ingin kita capai. Untuk bisa berpikir jernih, santai dan rileks saja dalam menghadapi sesuatu. Ketika pikiran kita marah, sedang stres atau tertekan maka tubuh kita akan mengeluarkan hormon noradrenalin yang bisa memicu kerja tubuh. Sehingga tubuh yang bekerja berlebihan terus menerus akan membuat seseorang itu sakit. Sebaliknya jika pikiran seseorang itu tenang, positif dan energik maka tubuh akan mengeluarkan hormon beta endorfin. Dengan hormon itu kita bisa mengontrol kerja tubuh agar tidak lelah dan tetap bekerja sesuai dengan fungsi alamiahnya, serta tidak berlebihan. Berpikir positif merupakan salah satu ciri orang yang sukses. Ia tidak peduli dengan cemeehan orang yang suka mencemeeh. Hal ini sesuai dengan firman Allah subhanahu wa ta’ala,
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, Barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, Maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orangorang kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan yang tidak takut kepada
celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya), lagi Maha mengetahui.” (Q.S. Al-Maaidah ayat 54) Yang digaris tebal adalah salah satu cirinya, yaitu ciri yang kelima. Maukah kita menjadi orang-orang yang sukses di mata Allah
dan manusia? Maka solusinya adalah salah satunya jangan takut menghadapi celaan orang yang memang kerjanya mencela. The Art to Be A Winner In Life Present and Future Ada kisah menarik di negeri China sana. Ada seorang kakek yang berusia 10 tahun. Ha? Iya, serius, usianya 10 tahun. Kakek tersebut bersama dengan anak-anak TK lainnya bermain dan belajar bersama. Seseorang datang kepada kakek tersebut dan menanyakan, “Kakek ngapain disini?” “Saya sama seperti mereka” “iya saya tahu, tapi pertanyaan saya, kakek ngapain disini? Apa kakek yang punya sekolah ini? “Bukan” “Apa kakek guru mereka?” “Bukan” “Berapa usia kakek?” “10 tahun” “Ha? 10 tahun? Kalau saya lihat dari wajah kakek, paling kurang usia kakek 70 tahun.”
“Memang kalau dilihat usia dari saya lahir sampai sekarang adalah 70 tahun, tapi 20 tahun pertama ketika banyak orang menghabiskan waktunya untuk belajar, saya hanya main-main yang tidak jelas. 20 tahun kedua disaat orang lain sibuk berkarir, saya tidak bekerja karena orang tua saya kaya sampai tujuh turunan. 20 tahun ketiga ketika orang sibuk dengan persiapan di hari tua maka saya sibuk plesiran dari satu tempat ke tempat lain. Pada usia saya yang ke-61 barulah saya sadar bahwa saya tidak punya apa-apa dan baru mulai sekolah. Oleh karena itu saya baru memanfaatkan umur 10 tahun saya ini.” Pelajaran dari kisah di atas adalah jangan sampai kita menyesal atas umur yang telah kita sia-siakan. Jangan sampai kita kuliah, sekolah ataupun bekerja tetapi hanya bermain-main dan tidak berbekas sesuatu apapun. Ingat, hidup itu sekali dan harus berarti. Sejenak kita ingat kembali Olimpiade Barcelona tahun 1992. Ada dua peristiwa penting yang perlu kita catat : 1. Peristiwa peraihan medali emas yang pertama bagi bangsa Indonesia yang disabet oleh Alan Budi Kusuma dan Susi
Susanti. Mereka menikah dan menjadikan medali emas itu sebagai kado pernikahan mereka. 2. Peristiwa yang kedua ini yang perlu digarisbawahi lebih tebal, yaitu peristiwa yang terjadi pada pelari USA, Derek Redmond. Waktu itu Derek digadang-gadangkan akan menjadi juara pada kejuaraan lomba lari tersebut. Pertama-tama Derek melaju paling depan dan memimpin jalannya lomba lari tersebut. Namun ketika berjalan 150 meter dirinya kesakitan karena cedera hamstring. Apa yang dia lakukan? Dia tidak berhenti meskipun kesakitan yang luar biasa. Dirinya terus berlari, tiba-tiba datang seorang laki-laki mendekatinya. Lelaki itu adalah ayahnya. Ayahnya berkata lebih kurang seperti ini “Sudahlah nak, tidak usah dilanjutkan.” Namun Derek tetap bersikukuh melanjutkan lomba lari itu dengan pincang. Akhirnya sang ayah menemani anaknya untuk melaju ke garis finish. Menjelang garis finish ayahnya membiarkan Derek melaju mengakhiri pertandingan. Maka riuh standing applause datang dari penonton kepada Derek.
Ketika saya, Anda, dan kita semua ingin menjadi seorang pemenang untuk sekarang dan nanti maka jadikanlah hidup kita berarti. Contohnya adalah ketika orang menyebut lampu pijar, siapa refer yang dituju? Ya, Thomas Alva Edison. Maka sudahkah ketika orang menyebut sesuatu apakah itu benda atau yang lainnya maka seketika itu refernya adalah diri kita hingga nanti ketika kita sudah menyatu dengan tanah lagi? Itulah salah satu tanda bahwa kita memang berarti bagi banyak orang. Hadirnya membawa manfaat dan tidak adanya kita justru akan dirindukan oleh orang banyak. Selanjutnya setelah berarti maka jangan menyerah dan terus mencoba. Seorang Derek Redmond yang terus berlari ditengah rasa sakit yang melanda, maka bagi saya tetaplah ia seorang pemenang. Walaupun dirinya tidak menjadi yang tercepat pada lomba tersebut, namun dia tetap menyelesaikan lomba walaupun dilanda rasa sakit yang luar biasa hebat. Orang tetap akan mengakui bahwa dialah sang juara sejati.
Dirangkum dari berbagai sumber. Paling banyak dari materi Trainer Paljariati Yusral, S.Si, C.Ht, M.NLP dengan berbagai penambahan. Ini adalah nasehat untuk kita bersama. Penulis mungkin saat ini masih jauh dari kata baik namun penulis tidak ingin menyembunyikan ilmu pengetahuan yang mungkin saja bermanfaat bagi orang banyak. Oleh karena itu ini salah satu sarana untuk perbaikan bersama-sama. Mohon maaf apabila ada salah kata dalam penulisan di atas. Mohon kritik dan saran yang membangun. Jazakumullahu khoiron katsiiron, subhaanakallahumma wabihamdika asyhadu allaa ilaaha illa anta astaghfiruka wa atuubuilaik
Ah, Itu Semua Hanya Kata Orang “Great minds discuss ideas. Average minds discuss events. Small minds discuss people,” (Elanor Roosevelt) “Kamu itu egois!” “Kamu tu sok tau” Pernahkah Anda mendapatkan kata-kata itu terlontarkan atau keluar dari mulut orang lain dan objek yang dituju adalah diri Anda? Mungkin ada yang menjawabnya dengan sering, kadang-kadang, pernah. Hal ini karena kita tidak akan pernah luput dari pandangan orang lain. Segala gerak-gerik yang kita lakukan akan terus dipantau oleh orang yang ada di sekeliling kita. Fenomena aneh yang mungkin bisa ditemui bersama adalah ketika mendapati kebaikan yang ada pada diri kita, orang akan bersikap cuek dan terkesan biasa serta tidak mudah terpublikasi. Ini bukan berarti mengajari untuk selalu
berharap disebut-sebut kebaikannya, bukan. Ini hanyalah penjelasan dari fenomena yang ada. Namun ketika didapati sebuah keburukan ada pada diri kita, secara cepat langsung mudah meluas. Kalau coba dibawa pada kehidupan reformasi ini bisa dikaitkan dengan Presiden Indonesia. Ketika berbagai kebaikan yang dilakukan oleh Presiden, maka terkesan itu adalah perkara biasa. Seperti pada kasus kabut asap dimana pengerahan segenap sumber daya untuk meredakannya justru ada yang menanggapi secara negatif. Namun ketika Presiden berbuat kesalahan yang mungkin manusiawi justru dihujat dengan hujatan yang keji. Dan saking bencinya kepada Presiden, pada suatu instagram yang pernah saya lihat, ada yang mengedit gambar Presiden menjadi gambar yang tidak semestinya. Na’uudzubillah. Lebih celaka lagi jika berita tentang keburukan itu adalah berita bohong yang tidak terbukti kebenarannya. Tentu akan menimbulkan fitnah yang berakibat buruk pada orang yang diberitakan. Nah, kembali kepada tema kita, yaitu masalah perkataan manusia. Manusia yang memiliki mulut satu buah dan telinga dua buah. Hal itu mengisyaratkan untuk banyak mendengar dan sedikit
bicara. Mengapa begitu? Dengan banyak mendengar (tentu lebih utama mendengar kebaikan) maka akan banyak ilmu yang masuk kedalam dadanya. Sedangkan sedikit bicara karena lidah ibarat pedang yang lebih tajam dari pedang aslinya karena dengan banyak bicara dikhwatirkan akan banyak kebohongan dan perkara buruk yang keluar dari lisannya. Masih ingat kisah Luqman Al-Hakim bersama dengan anaknya yang menunggangi tunggangan (dalam riwayat yang saya baca, tunggangan
itu
adalah
keledai)?
Ketika
keduanya
menaiki
tunggangan tersebut orang mengomentari bahwa tunggangan itu keberatan dengan dua orang yang menaikinya. Kemudian anak Luqman yang menaiki tunggangan sedangkan Luqman berjalan. Orang pun mengomentari dengan mengatakan bahwa ia adalah anak yang durhaka pada orang tuanya dan tega membiarkan orang tuanya berjalan kaki. Kemudian Luqman menaiki tunggangan dan anaknya gantian berjalan kaki. Orang pun mengomentari bahwa Luqman tidak kasihan kepada anaknya dan tega membiarkan anaknya berjalan kaki sendiri. Kemudian keduanya berjalan kaki tanpa
menaiki tunggangan. Seperti biasa, dikomentari bahwa keduanya aneh, ada kendaraan kok nggak dinaiki. Seperti itulah fenomena kehidupan ini. Seorang ahli pernah mengatakan bahwa Anda bergerak atau Anda tidak bergerak, Anda akan dikritik. Oleh karena itu lakukan saja sesuatu yang menurut Anda benar. Ketika sudah menetapkan hati untuk melakukan sesuatu yang itu insyaAllah baik dan benar, maka apa kata orang yang bersifat cemeeh tidak usah dipedulikan, namun ketika ada kritik yang membangun maka tanggapilah secara positif. Semasa SMA, saya pernah masuk berbagai organisasi yang menekankan disiplin setengah militer. Nah, pada saat test (kawankawan menyebutnya itu tes mental) saya disuruh untuk melakukan sesuatu. Saat itu saya bertanya terlebih dahulu “Apa tujuan dari ini?” namun alih-alih dijawab, saya justru dibentak sambil disiram air. Akhirnya dengan terpaksa saya penuhi semua keinginan dari instruktur saya itu. Diakhir tes itu saya dibilang sebagai orang yang “sok” dan sombong. Kemudian kira-kira seminggu kemudian saya tidak hadir saat latihan dan saat itu juga saya dibilang sebagai orang yang egois.
Dalam hati tentu saya bertanya, darimana sombong saya dan darimana egois saya? Definisi sombong dari yang saya pelajari adalah menolak kebenaran dan merendahkan orang lain, seperti kisah Qarun, Fir’aun dan lain-lain. Egois itu adalah mementingkan kepentingan sendiri tanpa memperhatikan kepentingan orang lain. Contohnya adalah orang yang merokok disamping ibu hamil atau anak-anak. Saya terus instropeksi diri dan waktu itu memang segala yang disebut oleh instruktur tadi tidak bisa saya pahami dan saya cocokkan pada diri saya. Ternyata setelah saya konsultasikan pada dua orang yang saya anggap mentor menyatakan bahwa saya memang bukan seperti yang mereka lontarkan. Dari sana saya dapat pelajaran untuk tetap bertahan pada prinsip yang telah diyakini kebenarannya dan menganggap olokan itu sebagai bentuk perhatian seseorang karena telah memperhatikan kita. Kisah ini saya angkat bukan untuk membanggakan diri, bukan untuk menjelekkan orang lain, melainkan untuk berbagi pelajaran kepada kita semua. Semoga bermanfaat
Dua Perenungan By : Dr. Rahmadi Kurnia Perenungan pertama, bertemu bulan suci ramadhan adalah kasih sayang Allah. Allah tidak membeda-bedakan hamba-Nya dalam memberi bulan ramadhan. Apakah hamba itu taat kepada-Nya atau justru seorang hamba taat juga dalam bermaksiat kepada Allah, tetapi nikmat-Nya bulan ramadhan tetap menyapa semua kalangan. Inilah nikmat yang seharusnya disyukuri. Sebuah perkataan Sa’ad bin Bilal menyatakan lebih kurang begini, “Sesungguhnya begitu sayang Allah kepada hamba-Nya, Allah berikan empat hal kepada hamba-Nya meskipun hamba tadi bermaksiat. Keempat hal itu adalah rizki, kesehatan, Allah tutup aib hamba-Nya dan terhadap pelaku maksiat Allah tidak segerakan siksa-Nya di dunia.
1. Rizki Allah subhanahu wa ta’ala telah atur rizki seorang hamba-Nya selama dia hidup di dunia. Bahkan hewan yang melata pun Allah jamin rizki-Nya dari arah yang tidak diduga-duga. Jika kita pikirkan secara logika, akan sulit seekor cicak untuk memburu mangsanya, yaitu nyamuk. Sangat mungkin seekor cicak itu akan protes kepada Allah karena dirinya hanya bisa lengket dan bergerak terbatas serta tidak bisa terbang dalam memakan mangsanya. Namun berkat rahmat dan kuasa Allah si cicak tidak perlu jauh-jauh terbang, nyamuk sendiri yang datang kepada-Nya. Seperti lagu yang sering kita nyanyikan bersama, “datang seekor nyamuk, hap. Lalu ditangkap.” Padahal jika kita lihat sejarah, cicak adalah binatang yang turut meniupkan api yang membakar Nabi Ibrahim ‘alaihis salam. Namun sampai detik ini, cicak yang meniupkan api itu beserta keturunannya masih Allah beri rizki-Nya. Allah sungguh luas kasih sayang-Nya hingga kepada hamba yang bermaksiat kepada-Nya pun tetap diberi jatah rizki.
Begitu pula dengan manusia, dari yang paling taat sampai yang paling dzhalim pun masih Allah beri nikmat rizki-Nya. Tinggal bagaimana cara seseorang menjemput rizki-Nya yang akan dipertanyakan nanti di akhirat. “Sesungguhnya, Ruhul Qudus (malaikat Jibril) membisikkan dalam benakku bahwa jiwa tidak akan wafat sebelum lengkap dan sempurna rezekinya. Karena itu, hendaklah kamu bertakwa kepada Allah dan memperbaiki mata pencarianmu. Apabila datangnya rezeki itu terlambat, janganlah kamu memburunya dengan jalan bermaksiat kepada Allah, karena apa yang ada di sisi Allah hanya bisa diraih dengan ketaatan kepada-Nya.” (H.R. Abu Dzar dan Al-Hakim) 2. Kesehatan ”Ada dua kenikmatan yang banyak manusia tertipu, yaitu nikmat sehat dan waktu senggang”. (HR. Bukhari no. 6412, dari Ibnu ‘Abbas) Kesehatan adalah nikmat yang sering kali membuat manusia lalai. Sangat sering kita jumpai setiap seseorang sakit barulah dia ingat kealpaan merenungi nikmat kesehatan itu. Namun begitu kasih-Nya Allah kepada hamba yang bersyukur atas kesehatan itu
maupun kepada hamba yang lalai sehingga masih Allah berikan nikmat kesehatan itu. 3. Allah tutup aib hamba-Nya Suatu kisah terjadi pada kaum Nabi Musa ‘alaihis salam yang mengalami musim paceklik lama. Allah tahan turunnya hujan sehingga kaum Nabi Musa yang berjumlah lebih kurang 70.000 orang tidak tahan dengan itu semua. Kaum Nabi Musa itu memohon Nabi Musa untuk berdo’a kepada Tuhannya supaya menurunkan hujan. Setelah Nabi Musa berdo’a, Allah pun menjawab do’a Nabi Musa dengan jawaban yang mengejutkan. Dikatakan oleh Allah bahwa ada satu orang dari kaum Nabi Musa yang menentang Allah selama 40 tahun. Allah memerintahkan Nabi Musa untuk mengeluarkan orang tersebut dari kaumnya agar hujan bisa turun. Nabi Musa pun menyampaikan hal itu kepada kaumnya. Hiruk pikuk terjadi pada kaumnya tentang orang yang bermaksiat tersebut. Kemudian ada satu orang dari kaumnya yang mengakui bahwa yang dimaksud Allah adalah dirinya dan saat itu juga mengakui akan ketaubatannya. Saat itu juga turunlah hujan dari langit.
“Ya Allah, hujan sudah turun padahal belum ada kaumku yang keluar dari barisan.” Begitu lebih kurang pernyataan Nabi Musa kepada Allah. “Sesungguhnya yang membuat Aku menurunkan hujan adalah orang yang sama dengan yang membuat-Ku menahan hujan. “ Intinya Allah menurunkan hujan sebab hamba yang menentang Allah tadi telah bertaubat kepada-Nya. Lantas Nabi Musa bertanya, “Ya Allah, siapakah gerangan orang itu?” “Bagaimana Aku menceritakan siapa orangnya saat bermaksiat Aku sembunyikan aibnya, sedangkan sekarang dia telah bertaubat.” Begitulah lebih kurang Allah menjawabnya. Begitulah kasih sayang Allah hingga sampai detik ini pun Allah tutup aib kita sehingga kemanapun pergi tidak ada rasa minder dalam diri ini. Bayangkan jika Allah sebarkan aib ini, tentu kita akan malu semalu-malunya dan hina sehina-hinanya. 4. Terhadap pelaku maksiat Allah tidak segerakan siksa-Nya di dunia
Nyaris segala kemaksiatan yang dilakukan di dunia ini tidak Allah segerakan siksa-Nya. Allah tunda hingga hari kiamat nanti. Bahkan jika seorang hamba bertaubat, akan dihapus dosa-Nya dan tidak jadi diberi siksa-Nya. Maka selayaknya ramadhan ini adalah bentuk ibadah yang kita lakukan untuk melampiaskan rasa cinta dan kasih sayang kepada Allah, bukan hanya semata untuk melepas kewajiban. Ingatlah kita akan ibadah Rasulullah yang sampai membuat kakinya bengkak padahal dosa-dosa beliau telah diampuni oleh-Nya. Itu adalah salah satu wujud rasa syukur kepada Allah. “Bagi orang yang melaksanakan puasa ada dua kebahagiaan; kebahagiaan ketika berbuka, dan kebahagiaan ketika bertemu dengan Rabbnya.” (muttafaq ‘alaihi) Perenungan yang kedua, “Apakah kita tidak khawatir amal yang kita lakukan tidak diterima oleh Allah sedangkan ramadhan akan berakhir?” Kita tidak pernah tau apakah ibadah yang kita lakukan selama ini diterima atau tidak oleh Allah. Kita pun tidak pernah tau apakah
I’tikaf yang kita lakukan untuk mendapatkan malam lailatul qadr benar-benar akan tercapai. Dalam sebuah khutbah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah berkata aamiin tiga kali. Rasulullah mengaminkan do’a Malaikat Jibril kepada Allah. Do’a itu intinya adalah: “Ya Allah, sungguh rugi orang yang mendapati orang tuanya sudah tua renta, tetapi tidak menajdi penyebab dirinya masuk ke dalam surga. Ya Allah, sungguh rugi orang yang mendapati ramadhan namun tidak menjadikan dirinya hamba yang diampuni. Ya Allah, sungguh rugi orang yang ketika disebut nama Rasulullah namun tidak bershalawat.” “Betapa banyak orang yang berpuasa namun dia tidak mendapatkan dari puasanya tersebut kecuali rasa lapar dan dahaga.” (HR. Ath Thobroniy) Mari manfaatkan ramadhan yang tinggal hitungan jam ini dengan baik. Materi ini sebagian besar didapatkan dari Doktor Rahmadi Kurnia saat kuliah subuh di Masjid Jabal Rahmah, Padang. Saya
hanya memperjelas dengan berbagai tambahan dari referensi lain agar mudah dipahami pembaca. Silahkan dicek kebenaran dari isi yang disampaikan. Jika ada yang bertentangan dengan al-qur’an dan sunnah, silahkan berpegang teguh kepada keduanya dan buanglah selainnya. Bumi Allah, 30 Juni 2016
Hamba Allah yang tertawan hatinya, Masih banyak dosanya dan sedikit amalnya. Semoga Allah mengampuninya.
Hukum Rimba Masih Berlaku Bung! Zaman dahulu saat belum tersusun aturan dalam kehidupan, berlakulah hukum rimba. Apa itu? siapa yang kuat, dialah yang akan menang. Ketika ada dua orang yang berselisih diselesaikan dengan jalan bertarung dan siapa yang kalah ialah yang harus mengalah. Sungguh suatu penyelesaian yang tidak manusiawi dan tentu saja seperti binatang. Atas dasar itu lahirlah berbagai peraturan perundangundangan yang mengatur tentang hubungan antara manusia dengan manusia, manusia dengan hewan dan manusia dengan tumbuhan. Bagi seorang muslim tentu itu semua telah termaktub dalam al-qur’an dan hadits. Pasca perang dunia berakhir lahirlah pakta perdamaian dunia berbentuk PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) yang melahirkan Hak Azazi Manusia atau sering disingkat HAM. HAM ini memiliki pengertian seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan yang harus dijunjung tinggi, dihormati dan dilindungi oleh pemerintah, negara maupun masyarakat demi tercapainya harkat dan martabat sebagai manusia.
Secara konsep memang bagus pengertian HAM ini, untuk melindungi manusia dari kesewenang-wenangan manusia lain. Namun terdapat keganjalan dalam penerapannya di kehidupan sehari-hari. Apa contohnya? Ketika Amerika menyerang Iraq dan Afghanistan yang memusnahkan banyak korban dengan dalih memerangi terorisme, tidak disinggung tentang HAM. Disaat Israel membombardir Palestina yang mengakibatkan terbunuhnya anakanak dan wanita tak bersalah, itu bukan ranah HAM. Namun ketika disuatu negara terdapat pemberontak yang menyerang dengan senjata dan pemerintahnya membasminya dengan senjata pula justru saat itu muncul pelanggaran HAM. Lantas mana HAM yang disuarakan tatkala negara adidaya menyerang negara yang terjajah? Ternyata hukum rimba masih berlaku sampai saat ini. Siapa yang kuat, dialah yang akan menang dengan berbagai alasan yang menipu akal manusia. Sejenak kita mengenang kembali peristiwa akbar tahun 1998 tatkala Presiden Indonesia masih dijabat Soeharto. Kala itu muncul berbagai masalah di Indonesia mulai dari harga sembako hingga nilai rupiah di mata dunia.
Atas
ketidakpuasan
berbagai
pihak,
muncullah
upaya
reformasi dengan tuntutan untuk mundurnya presiden yang sedang menjabat. Berbagai demonstrasi oleh mahasiswa aktivis organisasi dari
berbagai
pihak
ditunjang
dengan
para
politisi
yang
berkepentingan dengan menggandeng beberapa pejabat penting militer serta diduga ada peran asing dalam peristiwa itu. Tatkala itulah orang yang tadinya dekat dengan Soeharto menjauhkan diri (lebih pantas disebut penjilat), untungnya ada beberapa orang yang menyatakan kesetiaannya pada Soeharto. Saat itulah kekuatan Soeharto untuk bertahan lebih lemah dibanding kekuatan orang yang menuntut Soeharto untuk mundur. Akhirnya untuk mengatasi situasi agar tidak lebih kacau, Soeharto memutuskan untuk mengundurkan diri. Tatkala itu media lebih memberitakan upaya penggulingan presiden. Ketika peristiwa demonstrasi kembali terulang dengan Presiden Indonesia yang sekarang, didemo oleh para aktivis berbagai kampus ternyata tidak seperti tragedi 1998. Kenapa hal ini terjadi? Karena upaya penggulingan presiden lebih lemah daripada kekuatan presiden untuk tetap bertahan. Media banyak memberitakan hal-hal
sepele daripada upaya demonstrasi besar-besaran dan berbagai kekuatan lain. Kekuatan itu kembali muncul tatkala korupsi dilakukan oleh orang yang berpengaruh dan berduit tentunya. Ia memiliki kekuatan dan jaringan yang luas sehingga hukuman pidana yang diberikan relatif ringan menurut kaca mata umum dan remisi diperbanyak. Kalau Anda pernah melihat film “3 Alif Lam Lim”, disana tergambar bagaimana pihak yang berkuasa dan memiliki kekuatan dapat mengambil berbagai keputusan seenak perutnya. Sang pelaku kejahatan bisa digambarkan sebagai seorang pahlawan. Hal ini tentu sangat jauh berbeda tatkala islam masih menguasai dunia. Tatkala orang-orang mengadu agar memenangkan orang islam yang sedang berperkara dengan orang yahudi, padahal si yahudi itulah yang tidak bersalah. Muncullah kata-kata yang fenomenal dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, “Jika Fathimah mencuri, aku sendiri yang akan memotong tangannya.” Tatkala ‘Umar bin Khattab diadukan tentang ‘Amr bin ‘Ash yang menggusur rumah yahudi, tercenganglah si yahudi tadi berkat keadilan
Sang
Amirul
Mu’minin.
Begitulah
keadilan
yang
sesungguhnya, tidak memandang siapa yang berkuasa, tetapi memandang siapa yang salah. Semoga hukum rimba ini segera hilang dari muka bumi. Aamiin.
Serba serbi Tarbiyah & ukhuwah
“Tantangan bagi para pemenang ibarat batu loncatan. Untuk bisa melompat tinggi maka dibutuhkan batu yang tinggi pula. Semakin tinggi batu semakin tinggi lompatan dan semakin terlihat di atas. Namun bagi para pecundang tantangan itu ibarat batu penghalang yang tinggi. Semakin tinggi batu maka semakin terhalangi untuk dilewati. Hidup bermula dari paradigma yang kita miliki.” --Lucky Nurdiansyah--
Guruku Pahlawanku Sedari kecil kita telah didoktrin dengan peribahasa yang sangat terkenal, yaitu “Jangan menjadi kacang yang lupa kulitnya.” Ya, benarlah bahwa semua yang kita raih saat ini tidak mungkin tercapai dengan sendiri. Pasti ada peran orang lain dalam pencapaian yang kita raih. Seseorang tidak akan menjadi seorang professor tanpa ada guru yang mengajarkannya huruf abjad. Seseorang tidak akan menjadi dokter tanpa ada guru yang mengajarkan bahasa kepadanya. Begitulah hidup ini, saling membutuhkan dan saling terkait satu sama lain. Guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa Mungkin kita sering mendengar ataupun membaca slogan di atas. Memang tidak ada pangkat tertentu yang disandang seorang guru. Berbeda dengan tentara yang mempunyai level terendah sampai level tertinggi, dari Tamtama hingga Perwira. Seorang guru tidak mempunyai tanda pangkat namun memiliki bekas yang mendalam pada hati seorang murid. Misalnya dalam kehidupan sehari-hari sering kita mendengar adanya “julukan khas” yang diberikan seorang
siswa kepada guru yang bersangkutan. Guru yang terkenal pemarah dijuluki “Killer Teacher”, guru yang sering tertawa dalam penyampaian materi pelajarannya disebut “Apak Galak” (artinya bapak yang suka tertawa), bahkan dalam dunia KOAS (Pendidikan profesi untuk seorang calon dokter yang telah mendapatkan gelar sarjana kedokteran) ada istilah “Dewa” bagi Konsulen yang sangat baik hati menurut versi mereka. Contoh-contoh di atas menggambarkan bahwa setiap karakter seorang guru selalu menjadi perhatian para siswanya. Saya pribadi tidak setuju adanya julukan khas tersebut karena bisa jadi guru yang diberi julukan tidak terima dengan panggilan tersebut. Kalau guru tersebut tidak terima dengan panggilan tersebut tentu beliau tidak akan ridho dengan kita sebagai murid dan bisa jadi keberkahan ilmu akan terhalangi. “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain, (karena) boleh jadi mereka (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok), dan
jangan
pula
perempuan-perempuan
(mengolok-olokkan)
perempuan lain, (karena) boleh jadi perempuan (yang diperolok-
olokkan) lebih baik dari perempuan (yang mengolok-olok). Janganlah kamu saling mencela satu sama lain, dan janganlah saling memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk (fasik) setelah beriman. Dan barangsiapa tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim” (Q.S. Al-Hujurat : 11) Pada kehidupan yang serba modern ini, ditengah sulitnya mendapatkan pekerjaan dan persaingan yang sangat ketat, banyak orang yang memilih alternatif terakhir untuk mendapatkan pekerjaan dengan menjadi seorang guru. Tidak jarang kita temukan seseorang yang jurusannya saat kuliah adalah ilmu yang berhubungan dengan sosial kemasyarakatan seperti sosiologi, harus mengajar kesenian karena guru bidang studi yang sesuai dengan jurusannya saat kuliah telah penuh. Ini sebenarnya tidak menjadi masalah jika guru tersebut mampu untuk belajar cepat dan menguasai bidang yang diajarkan tersebut serta mampu menyampaikan secara benar dan cermat kepada siswanya sesuai dengan standar kompetensi siswa tersebut. Yang menjadi masalah adalah ketika seorang guru tidak menguasai bidang tersebut dan tidak mampu untuk menyampaikan materi
pembelajaran tersebut kepada siswanya. Ini tentu masalah yang besar karena bisa jadi guru mengajar materi tersebut secara asal-asalan sehingga kompetensi yang diharapkan dikuasai oleh siswanya menjadi tidak tercapai. Berkaitan dengan ini saya teringat dengan kisah menarik seorang pengusaha sukses, Mochtar Riadi. Beliau berminat di bidang perbankan dan ingin bekerja di bidang itu. Beliau melamar pada sebuah perusahaan yang sedang bangkrut dan berhasil meyakinkan pemilik perusahaan itu. Pada hari pertama kerja, beliau pusing oleh banyaknya laporan yang harus dibaca. Beliau sadar bahwa serapat apapun menyembunyikan kebohongan, pasti akan terbongkar juga. Beliau berterus terang kepada pemilik perusahaan bahwa dirinya tidak tahu apa-apa tentang keuangan. Namun beliau meminta waktu untuk mempelajarinya. Untunglah diizinkan. Akhirnya beliau kursus selama beberapa bulan dan terus belajar supaya melek terhadap masalah keuangan hingga perusahaan tersebut menjadi maju. Begitulah kisah seseorang yang mau untuk paham terhadap suatu bidang ilmu pengetahuan tertentu. Selalu ada guru yang berperan disana untuk memahamkan suatu pelajaran.
Menjadi guru tentu suatu kehormatan dan ibadah jika diniatkan karena Allah, namun akan menjadi profesi yang rendah jika hanya diniatkan untuk mencari uang semata. Memang hidup itu perlu uang, tetapi niatkan semua itu untuk beribadah kepada Allah. Jika tidak diniatkan untuk Allah, maka guru tersebut akan sering melanggar hak-hak siswa yang seharusnya diterima. Apa contohnya? Mulai pembelajaran pukul 08.00 sampai pukul 09.30, tetapi guru tersebut datang pukul 08.30. berarti waktu pembelajaran yang seharusnya berdurasi 90 menit harus berlangsung selama 60 menit saja. Kalau dikaitkan dengan korupsi, tentu ini sudah korupsi waktu. Dan banyak contoh lain. Tentu keterlambatan bisa ditolerir jika dengan alasan yang logis dan tidak terus menerus. Saya tertarik dengan pengajar di Pondok Modern Ar-Risalah, Ponorogo. Disana para pengajarnya tidak dibayar oleh pihak pondok. Ketika ditanya mereka menjawab bahwa mereka tidak menjadikan pondok sebagai ladang penghasilan, tetapi mereka menjadikan pondok sebagai ladang perjuangan. Mereka menghidupi diri dan keluarga dengan usaha-usaha di luar profesinya sebagai guru. Pimpinan Pondok tersebut pernah berpesan dalam buku kenang-
kenangan seorang alumni sana tentang guru ini. Kalimatnya lebih kurang menyampaikan bahwa jangan sampai profesi guru itu ternodai dengan uang sehingga dirinya akan terhina ketika ada muridnya yang mengatakan “Kalau bukan karena uang SPP-ku, kamu tak kan makan.” Na’uudzubillah, semoga tidak ada lagi guru yang meniatkan mengajarnya hanya untuk uang. Mari meniatkan ini adalah upaya untuk memperoleh “ladang pahala” dan “umur kedua” bagi kita. Apa itu ladang pahala dan apa pula itu umur kedua? Keduanya memiliki maksud sama, yaitu untuk menanamkan ilmu yang bermanfaat kepada murid-muridnya. Ketika muridnya menerapkan ilmu yang bermanfaat tadi semasa hidupnya, guru yang mengajarkan tadi akan mandapatkan kiriman pahala dari muridnya sepanjang murid tersebut mengamalkan ilmu tadi. Itulah maksud dari umur kedua dan ladang pahala. Hal inilah yang seharusnya kita lombakan untuk mendapatkannya.
Setiap orang adalah guru Setiap tempat adalah sekolah Setiap buku adalah ilmu (Andi Fajar Asih)
Dahsyatnya Pengaruh Tulisan
"Melalui peluru Anda hanya dapat menembak satu kepala manusia, namun dengan tulisan Anda mampu menembak sejuta kepala manusia" Tampaknya pernyataan itulah yang saya allami. Betapa tulisan mampu mengubah paradigma saya dalam menilai sesuatu. Berkenaan dengan aksi yang kemarin (411), saya sungguh takjub akan persatuan ummat islam dalam membela al qur'an meskipun masih ada yang tidak setuju dengan aksi 411 dg dalih bahwa demo itu haram. Masalah hukum demo, monggo bagi yg berkompeten silahkan dikupas tuntas. Saya hanya ingin berpandangan tentang tulisan. Saat melihat televisi, laporannya begini lebih kurang " peserta demo ricuh, polisi tembakkan gas air mata." Ini menimbulkan persepsi dalam kepala saya begini, "karena peserta demo ricuh makanya polisi menembakkan gas air mata." Namun setelah saya buka situs islam di facebook dan beberapa ustadz favorit menyatakan bahwa demo berjalan damai. Saat polisi
menembakkan gas air mata, tak lama setelah itu ricuh bergemuruh. Hampir saja saya salah dalam menilai. Mungkin apa yang menurut kita pembohongan informasi dinilai jujur oleh wartawan. Kenapa? Karena mereka beranggapan bahwa kan mereka hanya membalikkn kata-kata, bukan mengubah maksud. Seperti kalimat "peserta demo ricuh, polisi tembakkan gas air mata." Mungkin saja mereka bisa berkilah, "kan tidak ada kalimat karena peserta demo ricuh disana. Mungkin juga bisa kita dapati penggantian kata "Penertiban " dengan penggusuran. Kalimat yg seharusnya "Israel melakukan penyerangan"
diganti
dg
"Israel
melakukan
pembersihan"
Apapun itu, tulisan dan berita dibuat untuk kepentingan, dan kepentingan terbaik adalah untuk Allah dan Rasul-Nya. Waspadai tulisan-tulisan disekitar Anda, saring dan kunyah-kunyah dahulu sebelum menelan. Lawan tulisan dengan tulisan, lawan media juga dengan media.
Sejarah perjuangan islam kental dengan 2 warna. Merahnya darah para syuhada dan hitamnya tinta para 'ulama. Memang, pena lebih tajam daripada pedang
"Rajutan Cahaya di Tengah Kampus yang Bermakna" Saat bertanya... dengan pemikiran sendiri... yang insyaAllah telah terjamah... dengan pengajaran islam yang menyeluruh.. tentang segala hal yang begitu sempurna diaturnya... Sungguh mengagumkan ia... .. Seuntai, demi seuntai cahaya... sambung menyambung... mengisi barisan rajutan dakwah... di kampus megah... seribu gonjong... Bersyukur diri ini... bahwa Allah sang pemilik segala ilmu... menentukan rezkinya.... jauh jauh hari... dikampus...
lagi lagi disini... .. Begitu mudah terlihat... tombak- tombak jarum perajut dakwah itu... di gedung hijau bertanduk... simbol Minangkabau... Menjulang kemilau... dengan berkas ilmu yg ada padanya... .. Dosen yang sungguh ikhlas... Murid yang sungguh waras.. berbagi tentang ilmunya... Kepada murid yang terkadang lengah... ketika dibagi ilmu... yang mengagungkan itu... .. Ketika tersentuh pemikiran diri ini... dengan cahaya ilahi dalam hatinya ...
benar-benar pecah... dengan cahaya ... yang tak sekedar cahaya... cahaya yang benar-benar ridho darinya... Allah subhanahu wa ta'ala... .. Lumer... beku bebekuan kebodohan ini.. keangkuhan diri ini... Kesombongan diri ini... Karena ilmu yang memperbaurkan segalanya.... diatas segi-segi strukturalnya... Tanpa celahnya... Menghujam di gyrus-gyrus sanubari otak ciptaannya... yang dangkal akan pemahamannya.. .. Ucapan hanya bisa.. mewakilkan ..
dan.. menguraikan.. dalam bentuk terima kasih yang sederhana tapi bermakna.. Jazakumullah khairan katsiran.. Atas guru-guruku.. Dan teman-teman ku.. Yang terus berbagi.. Atas Ilmu itu.. @Billy Rinaldo
Kuliah Dimana? Kemana Ilmumu?
Kuliah dimana? Mungkin kalimat itu sering dipertanyakan orang lain kepada kita tatkala dinyatakan lulus dari SMA/sederajat. Memang tidak salah jika teman, sahabat, keluarga dan yang lainnya ingin tahu tempat menuntut ilmu selanjutnya yang kita pilih. Yang menjadi masalah tentunya adalah terkadang respon setelah menjawab pertanyaan mereka. Bagi yang mendapatkan tempat kuliah yang elit dipuji setinggi langit, bagi yang mendapatkan tempat kuliah yang kurang terkenal hanya diacuhkan bahkan terkadang tak jarang cemeehan
timbul
dari
mulut
orang
yang
bertanya
tadi.
Saya sendiri pun saat itu memilih diam atau memberikan jawaban yang ngambang tatkala ditanya ingin kuliah dimana. Maafkan ya teman-teman yang dulu pernah bertanya kepada saya akan kuliah dimana, namun pesan tersebut hanya saya baca dan tidak saya balas. Kenapa saya lakukan itu? Karena pernah suatu ketika saya jawab dengan jujur pertanyaan tersebut namun responnya :
•
Tertawa
yang
tidak
lucu
•
Heran
•
Menghakimi bahwa saya telah mengambil keputusan yang
bernada
sama
sekali
(bagi
saya)
meremehkan
salah dan sebagainya Oleh karena itu jika Anda perhatikan, sejak 2013 sampai 2015 selama ada reuni alumni di berbagai organisasi yang saya geluti semasa SMA, saya urungkan niat untuk datang. Kenapa? Karena pernah saya ingin hadir namun saat saya ditanya kuliah dimana, si penanya tersebut langsung berkata, “Oooooooo…” kalimat O-nya ini yang nggak tahan. Dari kejadian itu trauma untuk ikut kegiatan selanjutnya. Hehehe, tapi sekarang insyaAllah sudah tidak minder lagi kok. Beberapa waktu yang lalu saya mendengar ceramah dari Ustadz Salim A. Fillah. Pada ceramah tersebut dikatakan bahwa barokah itu sering terletak pada sesuatu yang tidak dilirik. Apa contohnya? Saat Aminah, ibunda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, ingin menyusukan Muhammad kecil kepada orang lain. Aminah saat itu dalam kondisi miskin lagi terlunta-lunta sehingga
tidak dilirik sama sekali oleh para wanita arab untuk menyusukan bayinya. Pada saat yang sama, Halimatus Sa’diyah, seorang perempuan yang telah lemas lagi tak berdaya untuk menyusukan bayinya sendiri juga tidak dilirik oleh para wanita yang ingin menyusukan anaknya. Akhirnya dua perempuan yang tidak dilirik tadi bertemu. Anehnya saat Halimatus Sa’diyah mulai menyusukan Muhammad kecil ini tiba-tiba serasa ada darah baru yang mengalir dalam tubuhnya sehingga ASI keluar begitu berlimpah. Keledainya yang tadinya lemas kembali berdiri kokoh. Itulah barokah. Jika Universitas yang saya jalani ini kurang dilirik, maka semoga ini menjadi suatu barokah bagi saya. Aamiin. Tapi bukan berarti teman-teman yang kuliah di Universitas elit tidak barokah lho. Untuk makna barokah ini silahkan lihat kitab-kitab para ‘ulama supaya tidak terjadi kesalahpahaman. Tidak penting kuliah dimana karena sebutir mutiara akan tetap mutiara walaupun di tempat yang jelek. Yang penting adalah kemana ilmu kuliah yang kita dapatkan. Apakah setelah kuliah dan di wisuda kita akan berkata kepada orang lain, ANA KHOIRUM MINHU, aku lebih baik daripada dia.
Contoh kalimatnya yaitu : - Saya telah kuliah sekian lama, maka tentunya saya lebih baik daripada mereka yang tidak kuliah. - Saya memiliki IPK yang tertinggi di kampus, tentu saya lebih baik dari teman seangkatan. Jika seandainya kalimat ANA KHOIRUM MINHU tadi yang keluar dari ucapanmu, maka maafkan karena kata-kata itu adalah warisan dari iblis saat diperintahkan untuk sujud kepada Nabi Adam ‘alaihis salam. Secara logika, memang ada sedikit benarnya pernyataan iblis tersebut. Dia yang telah lama beribadah kepada Allah beriburibu tahun harus sujud kepada anak kemarin sore, yakni Nabi Adam. Padahal itu hanya sujud penghormatan. Namun dengan itu pula iblis dikeluarkan dari surga. Maka mari sama-sama kita berhati-hati dari kata-kata ANA KHORUM MINHU ini. Namun jika kata-kata yang kita ucapkan selepas menuntut ilmu ini adalah TAWAFFANI MUSLIMAW WA ALHIQNII BIS SHOOLIHIIN, wafatkan aku dalam keadaan muslim dan kumpulkan aku bersama orang-orang shalih. Ini adalah warisan
dari perkataan Nabiyullah Yusuf ‘alaihis salam. Semoga segera kita mewarisi kata-kata dan sifat Nabi Yusuf ini yang ganteng luar dan dalam. Begitulah pentingnya kearah mana ilmu ini akan kita jalankan, kepada jalan yang lurus atau jalan yang tidak lurus.
Siapa Bilang Mencontek itu Haram?
Nyontek adalah hal yg sangat populer di kalangan pelajar. Mulai dari pelajar tingkat SD hingga Perguruan Tinggi. Yang saya amati adalah, semakin tinggi pendidikan semakin canggih cara nyontek. Dulu saat SD saya hanya kenal mencontek itu adalah melihat jawaban teman. SMP mulai luas, yaitu melihat buku. SMA melihat catatan yg agak kecil (baca : gopekan). Saat kuliah, lebih canggih
lagi,
yaitu
gopekan
yang
difoto
di
jam
tangan.
Fenomena mencontek memang sudah populer. Tulisan ini berawal dari taushiyah teman yang mengatakan mencontek maupun menconteki adalah haram. Kemudian lanjut ke googling, juga sama hukumnya. Awalnya dada ini rasa sesak. Kenapa? Sebab dari SD saya sudah diajari untuk membantu teman saat ujian. "Percuma nilai tinggi tapi teman ndak lulus. Rasa prihatinnya dimana?"
"Bapak
sudah
bilang
ke
Lucky
supaya
gak
pelit"
"Kerja samalah kalian. Karena ujian akhir ini yang dinilai bukan individu, tapi sekolah." Begitulah lebih kurang ungkapan-ungkapan yang saya terima. Mungkin
dari
pembaca
ada
yang
akan
berkata
begini,
"Penulisnya aja pernah nyontek. Sok-so’an pula nyeramahin orang. Apa gak tau diri orang tu?" Memang benar. Tapi saya ingat perkataan 'ulama bahwa untuk menasehati jangan tunggu sempurna dulu. Karena manusia tak ada yang sempurna, apalagi dalam beramal. Saya takut di akhirat nanti saya ditanya oleh Allah. "Hai Lucky, kamu dulu tau hukum mencontek. Kenapa tidak kamu sampaikan?" Astaghfirullah, sahabat, saya takut akan ditanya begitu oleh Allah nanti. Memang sulit untuk lepas dari fenomena mencontek ini. Ketika teman sebelah bertanya, "Nomor 5 apa jawabnya?" Kalau kita menolak memberitahu, saya yakin 99% akan mengatakan, "DASAR PELIT. GAK MAU KAMU BANTU KAWANMU INI?"
Memang sungguh berat untuk melaksanakan hukum islam ini di sistem yang sudah salah. Tapi berubah adalah pilihan jika ingin selamat
di
akhirat.
Segala
yang
kita
lakukan
akan
dipertanggungjawabkan. Termasuk nilai akademis. "Ya fulan. Mata kuliah Muskuloskeletal-mu A. Bagaimana kamu mencapainya?" "Hasil nyontek ya Allah" Darrr... satu murka Allah kena. Kalau diperhatikan, mencontek ini sudah dihalalkan oleh banyak pihak. Ada yang mengatakan. "Aku ndak belajar. Ya terpaksa nyontek." Padahal sungguh berat pertanggungjawaban nyontek ini. Taushiyah yang saya dapatkan adalah, tidak berkahnya gaji yang diterima. Sahabat, memang berat melaksanakan perkara yang diatur syariat jika diri ini masih terbiasa dengan kebiasaan menyontek ini.
Namun, mau sampai kapan nyontek ini mau dipertahankan? Apakah tidak takut akan adzab Allah? Tulisan ini bukan untuk menceramahi, namun hanya sebatas pengingat, lebih utama bagi penulisnya sendiri.
Mendaki
Tepat 6 Mei 2016 lalu saya mencoba pengalaman baru bersama dengan sahabat-sahabat tercinta. Hal yang sungguh mengasyikkan jika telah sampai puncak tetapi menguras tenaga yang tidak sedikit saat perjalanan. Banyak hal baru yang didapat ketika wisata alam atau istilahnya adalah rihlah ini. Kita bisa mendapatkan pengalaman baru, pengetahuan baru, teman baru dan lain sebagainya. Senior saya pernah berkata bahwa jika ingin mengetahui sifat asli dari seseorang, maka ajaklah dia mendaki gunung. Disitu semua akan terbongkar, yang egoisnya, manjanya dan sifat-sifat lain yang biasanya tidak tampak. Memang standar ini jauh dari standar yang ditetapkan oleh Umar bin Khattab dalam menilai sifat dari seseorang. Umar menetapkan standar yang tinggi, yaitu : Pernah memiliki hubungan dagang atau hutang piutang dengannya sehingga diketahui sifat jujur dan amanahnya. Pernah berselisih perkara dan bertengkar hebat dengannya hingga tahu bahwa dia tidak fajir dalam berbantahan.
Pernah bepergian selama 10 hari sehingga telah habis kesabarannya untuk berpura-pura lalu bisa dikenali watakwatak aslinya. Standar mendaki gunung yang rata-rata 2 sampai 3 hari sepertinya jauh dari apa yang distandarkan oleh Umar bin Khattab. Namun tentu saja terpikir, kalau 3 hari saja sudah seperti itu, lantas bagaimana jika 10 hari? Hehehe Dalam mendaki tentu saja ada hal-hal yang harus diperhatikan oleh para pendaki. Bukan saja tentang pendakian, tetapi juga tentang yang memiliki dan yang menyelamatkan selama pendakian. Ya, aspek pertama adalah ibadah kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Sebagaimana diketahui tujuan mendaki adalah mengetahui tanda-tanda kebesaran Allah. Adalah kesalahan jika sadar akan kebesaran Allah namun lupa melaksanakan shalat wajib 5 waktunya. Mengingat bahwa shalat adalah perkara penting yang harus dikerjakan oleh setiap muslim, apapun kondisinya. Jika tidak mampu berdiri maka duduk, jika tidak mampu duduk maka berbaring, jika tidak mampu bergerak dengan isyarat mata.
Kapan tidak boleh shalat? Ketika ruh telah terlepas dari jasad. Aspek kedua yang perlu diperhatikan dalam pendakian adalah masalah aurat. Aurat laki-laki dari pusat hingga lutut dan aurat wanita seluruh tubuh kecuali muka dan telapak tangan. Masalah aurat wanita memang ada yang menambahkan telapak kaki. Yang ingin disorot dalam hal ini adalah yang saya perhatikan banyak wanita yang melepas hijabnya dengan alasan panas. Memang saat pendakian itu keringat bercucuran, apalagi jika ditambah saat mendaki di siang hari. Namun tentu saja ini bukan alasan yang syar’i untuk membuka aurat. Ada sebagian muslimah yang tetap menjaga auratnya meskipun saat mendaki gunung. Bagus, saya apresiasi hal ini. Ini menunjukkan eksistensi muslimah di luar rumahnya. Jadi anggapan selama ini jika seorang muslimah sejati itu hanya bisa berkarya di masjid, kantor dan rumah adalah salah. Buktinya mereka mampu membuktikan bahwa menutup aurat bukan halangan untuk berpetualang.
Sebuah perjuangan untuk mencapai puncak selalu didahului oleh perjalanan yang panjang dan rintangan yang tidak sedikit. Dalam perjalanan kali ini kami sempat bertemu dengan babi saat naik maupun turun. Alhamdulillah berkat pertolongan Allah babi tersebut tidak mengganggu kami dan akhirnya bisa sampai dengan selamat. Disini, di Puncak Merpati kami mendapatkan sahabat-sahabat baru yang baru kami kenal dalam perjalanan. Sungguh suatu nikmat tersendiri karena selalu ada yang membantu tatkala jatuh, menyemangati tatkala lesu dan berbagi tatkala bersama. Namun yang justru lebih penting dari itu adalah bagaimana kita memberi untuk mereka yang sesungguhnya juga ingin diberi. Persahabatan yang sungguh dekat dengan kasih sayang dan kekeluargaan. Alangkah indahnya, Dalam Dekapan Ukhuwah.
6 Mei 2016, Sahabatmu
Lucky Nurdiansyah
Sahabat Sampai Surga SALIM A. FILLAH “Sesungguhnya orang-orang mu’min itu bersaudara. sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.” (Q.S. Al- Hujuurat ayat 10) Ukhuwah selalu menyelipkan kesamaan yang menunjang prinsip dan mengokohkan tekad. Sebagaimana para ashabul kahfi adalah sekelompok pemuda yang memiliki keyakinan yang sama akan Rabb semesta alam yang Maha segalanya. Mereka bersama-sama berlari untuk menyelamatkan agama dari bahaya kesyirikan. Pun begitu
pula
dengan
pemisahan
antara
orang-orang
yang
memperturutkan hawa nafsunya dengan yang istiqomah dalam kebaikan saat peristiwa peperangan Thalut. Padahal syahwatnya hanya minum air. Mereka meminum air terus menerus hingga kenyang dan malas untuk berperang di jalan Allah. Thalut beserta para pasukannya yang sedikit itu akhirnya mampu mengalahkan musuh Allah.
Innamal mu’minuuna ikhwah memiliki dua makna : Pertama, iman kita diwujudkan dalam hubungan terhadap sesama. Ahlus sunnah wal jama’ah telah sepakat bahwa iman itu dibenarkan dengan hati, diucapkan dengan lisan dan diamalkan dengan perbuatan. Namun, hati seseorang tidak ada yang tahu, lisan bisa saja berdusta dan dalam beramal seseorang bisa berpura-pura. Oleh karena itu Allah banyak meletakkan kualitas iman dalam hubungan terhadap sesama. Dalam hubungan terhadap sesama, seorang mu’min memiliki tiga level. Level yang pertama adalah AMAN. Contohnya : dalam hadits disebutkan “Yang disebut dengan muslim sejati adalah orang yang selamat orang muslim lainnya dari lisan dan tangannya”
“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka jangan menyakiti tetangganya “ Makna menyakiti tetangga itu menurut para ahli hadits adalah engkau memasak makanan dan baunya sampai ke tetanggamu namun rasanya tidak sampai ke lidahnya.
Setelah level pertama terpenuhi, seharusnya naik ke level kedua, yakni NYAMAN, RAMAH. Dalam hadits disebutkan “Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah dia berkata baik atau diam,” Dalam mengatakan sesuatu kepada sesama yang paling baik adalah memenuhi kualifikasi : benar isinya, indah caranya, tepat waktunya, bermanfaat dan berpahala. Saat menerima informasi, pastikan isinya benar dan bukan berita bohong. Saat berita bohong, jangan disebarkan namun hentikan saja. Kemudian? Indah caranya. Kalau dua orang saling membicarakan sesuatu pada orang ketiga yang ketika orang yang dibicarakan datang dan mendengar menjadi tidak suka, itulah ghibah. Ibunda kita, ‘Aisyah radhiyallaahu ‘anha pernah berkata kepada Rasulullah tentang Shofiyah, “Shofiyah itu begini dan begini.” Maka Rasulullah katakan lebih kurang begini “engkau telah mengatakan sesuatu yang apabila setetesnya menjatuhi samudra, niscaya akan merubah semuanya.” Betapa dahsyatnya membicarakan sesuatu yang fakta namun tidak disukai oleh yang dibicarakan.
Sering kita salah dengan makna hadits “Katakan yang sesungguhnya meskipun pahit.” Padahal, kalau secara lengkap, hadits itu menceritakan tentang seseorang yang berkata “celaka aku, celaka aku.” Kemudian Rasulullah bertanya, “engkau kenapa?” “Aku baru saja membeli barang ya Rasulullah namun tidak aku periksa. Setelah aku periksa ternyata barangnya ada cacat. Apakah aku harus menutupi kecacatan barang sehingga balik modal saja sudah syukur ya Rasulullah, atau aku harus berkata jujur sehingga bisa rugi besar? Barulah Rasulullah menjawab, “Katakan yang sesungguhnya meskipun pahit” Dari redaksi hadits itu, pahit itu bagi yang mengatakan, bukan yang mendengar. Maka salahlah orang yang menganggap hadits itu “Katakan yang sesungguhnya bagiku meskipun pahit bagimu.” Maknanya justru pada satu orang, “Katakan yang sesungguhnya bagiku meskipun pahit bagiku.” Bukti Rasulullah menjaga perasaan sahabatnya adalah ketika Rasulullah mengucapkan hadits tentang 70.000 orang yang masuk surga tanpa hisab. Ukasyah mengatakan, “Masukkanlah aku kedalam
70.000 golongan itu ya Rasulallah.” Rasulullah mengiyakan. Saat ada sahabat yang meminta permintaan serupa, beliau menjawab “Engkau telah didahului Ukasyah” Para ahli hadits berpendapat bahwa makna sesungguhnya adalah “Engkau belum pantas.” Namun dengan jawaban yang lebih indah Rasulullah ganti dengan kalimat lain. Kemudian dalam menyampaikan kebenaran juga harus tepat waktunya. Bayangkan saja seseorang yang akan ujian dan ditengah perjalanan ke kampus ibunya meninggal. Kalau diberitahu sebelum ujian, maka ujian akan kacau dan belum tentu sampai ke rumah. Sebaiknya menyampaikannya setelah ujian selesai. Begitu juga dalam kebenaran, terkadang perlu penundaan. Level yang ketiga adalah MANFAAT. Bagaimana iman yang baik itu? iman yang baik itu seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit sebagaimana terdapat dalam Q.S. Ibrahim ayat 24. Ditambah pada ayat ke-25 Dan juga memberikan buah pada setiap musim.
Perhatikan firman Allah pada kalimat sebelum ini, “tu’tii ukulahaa” kenapa tidak “tu’tii tsamarahaa”? Padahal sama-sama artinya “memberikan buah”. Tu’tii tsamarahaa itu maknanya ibarat seseorang melempar mangga, jatuh ke kepala sambil berkata “Mas, sampean saya kasih mangga”. Sedangkan tu’tii ukulahaa itu ibarat seseorang yang memberi mangga dengan cara dipilihkan yang terbaik, dikupas halus-halus, diberi hiasan, dihujamkan garpu kedalamnya sambil disuapkan seraya berkata “monggo mas mangganya.” Pilih yang pertama atau yang kedua? Pilih yang kedua bukan? Itulah seorang mu’min memperlakukan orang lain, dengan akhlak yang paling tinggi. Makna kedua dari innamal mu’minuuna ikhwah adalah semua hubungan di dunia ini akan berharga jika dasarnya iman. Dalam hadits pun disebutkan bahwa semua hubungan di dunia ini akan menimbulkan perselisihan di akhirat nanti kecuali atas dasar taqwa. Kita mengenal Uqbah bin Abi Mu’ith dengan Ubay bin Khalaf. Keduanya adalah sahabat sejati dari kecil hingga dewasa. Pola
pikirnya sama, kesukaannya sama, pandangan terhadap masalah sama hingga mereka menikah dengan kakak beradik, satu dengan kakak dan satu lagi dengan si adik dalam keluarga yang sama. Suatu ketika Uqbah mendengar Rasulullah melantunkan ayat-ayat alqur’an dan membuat Uqbah terkesima hingga terbetik masuk islam. Namun dalam hatinya berkata “masuk islam kalau nggak sama Ubay nggak kompak.” Ketika bertemu dengan Ubay, Ubay memalingkan wajahnya. “Kenapa bro?” “Mulai hari ini, wajahku haram bagi wajahmu.” Jawab Ubay. “Kenapa?” “Engkau baru saja bertemu dengan Muhammad kan? Dan engkau kagum kan?” “Engggak kok” “Aku lebih mengetahui isi hatimu daripada dirimu sendiri” Karena takut hubungan dengan Ubay rusak, akhirnya Uqbah tidak jadi masuk islam dan melakukan sesuatu yang membuat Ubay ridho. Apa itu? Pergi ke tempat penyembelihan unta, diambil kotoran unta sambil diletakkan di atas kepala dan punggung Rasulullah.
Uqbah inilah yang kelak di akhirat akan mengatakan “yaa wailataa laitanii lam attakhidz fulaanan khaliilaa”, Kecelakaan besarlah bagiku; kiranya aku (dulu) tidak menjadikan si fulan itu teman akrab(ku). Inilah
bahayanya teman
yang mengajak kepada
keburukan. Kenapa dalam ayat pertama sekali disebutkan faashlihuu, “maka damaikanlah”? Karena ada masalah. Dalam setiap ukhuwah islamiyah pasti ada masalah. Contohnya saja masalah antara Rasulullah dengan Abdullah bin Ummi Maktum tatkala Abdullah nylonong bertanya saat Rasulullah sedang mendakwahi para pemuka kaum musyrikin. Terkadang berteman dengan orang baik itu mengesalkan karena banyak mencampuri urusan. Sholat diingatkan, puasa sunnah dibangunkan untuk sahur dan hal lain yang membuat tidak nyaman awalnya. Namun jika hawa nafsu semakin tunduk kepada kebenaran, insyaallah tidak lagi terasa berat. Akhirnya semoga Allah akrabkan kita di dunia dan di akhirat juga Allah kumpulkan dalam surga-Nya. Tulisan ini dari Ustadz Salim A. Fillah dari kajian yang saya hadiri tanggal 30 April 2017 di Masjid Al-Jihad, Kota Medan, Sumatera Utara. Jika ada hal yang
salah mohon ditinggalkan, adapun yang benar maka ambillah sebagai pelajaran. Subhaanakallaahumma wabihamdika asyhadu allaa ilaaha illa anta astagfiruka wa atuubu ilaik.
TENTANG PENULIS Lucky Nurdiansyah lahir di Kabupaten Dharmasraya tahun 1995. Saat ini sedang melanjutkan studi di Universitas Baiturrahmah Padang. Setelah meraih gelar sarjana tahun 2017, kini lanjut dengan Kepaniteraan Klinik Senior di RSUD Dr. Pirngadi, Medan, Sumatera Utara. Disamping kuliah, beliau juga pernah aktif di berbagai organisasi dan kegiatan-kegiatan di luar kampus, diantaranya Mujahid Muda Training Squad, Forum Lingkar Pena dan Inspirator Indonesia, serta berbagai komunitas lain. Beliau memulai dunia tulis menulis sejak SMA dengan aktif mengikuti berbagai lomba kepenulisan, terutama yang bersifat ilmiah. Hobi dalam menulisnya ini ternyata berlanjut hingga di jenjang Perguruan Tinggi. Misi yang beliau emban saat ini adalah menyebarkan kebaikan kepada sesama dengan tulisan agar selalu ada pahala yang mengalir meskipun nanti telah pergi dari dunia. Beliau dapat dihubungi di : Email :
[email protected] FB
: Lucky Nurdiansyah
Buku Karya Lucky Nurdiansyah “Aku Bangga Menjadi Muslim”
Perjalanan hidup selalu menyertakan nilai-nilai kepribadian seseorang yang akan dikenang oleh orang banyak. Jika gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang, namun jika manusia yang mati akan meninggalkan nama. Di batu nisan akan
tertulis si fulan, lahir tahun sekian dan meninggal pada tahun sekian. Ketika
orang
yang
paling
bermanfaat
bagi
orang
banyak
meninggalkan dunia ini, akan banyak orang yang meneteskan air mata karena tidak bisa lagi merasakan indahnya ucapannya, lembutnya senyumannya dan kebahagiaan yang ditimbulkannya. Hadirnya orang tersebut membawa manfaat bagi orang banyak dan menyisakan
kenangan
yang
akan
terus
diceritakan
kepada
keturunannya. Secerdas apapun seseorang jika kepribadiannya buruk maka hanya akan merusak tatanan kehidupan. Dengan gampangnya ia akan menipu orang banyak demi kepentingan pribadinya. Kita sekarang hidup pada akhir zaman yang banyak terdapat fitnah. Zaman dimana yang memegang teguh nilai-nilai islam seperti orang yang akan terbakar karena memegang bara api. Ketika ia tetap memegangnya maka ia akan hangus bersama dengan bara api itu. Ini jauh-jauh hari telah disabdakan oleh Nabiyullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai peringatan untuk selalu waspada terhadap setiap umat islam di akhir zaman. Pada zaman ini pula islam sudah dipandang asing
oleh banyak manusia dan ternyata orang asing itulah yang beruntung, yaitu yang berbuat kebajikan ditengah bejatnya manusia. Oleh karena itu standar kepribadian seorang muslim yang terangkum dalam buku ini menjelaskan hal-hal penting yang harus dimiliki oleh setiap muslim supaya tidak tergerus oleh perubahan zaman dan selalu tegar dalam memegang bara api. Jalan Allah itu sangat panjang, kita tidak diperintahkan untuk menyusurinya sampai ke ujung, tetapi kita hanya diperintahkan untuk mati di atasnya dengan penuh senyuman. Selamat membaca.
TESTIMONI Buku “Aku Bangga Menjadi Muslim” “Bukunya bagus, sesuai untuk kalangan muda dan penuh sekali pencerahan yang didapatkan ketika membacanya. Ketika membaca buku ini secara tidak sadar kita seperti sedang belajar untuk memperbaiki diri ini untuk menjadi seorang muslim yang sesungguhnya.” --Arif Himawan, Pendiri Inspirator Indonesia “Buku ini kontennya bagus, ringan dan sesuai untuk khalayak. Ada banyak kisah sahabat dan ulama’ sehingga makin menambah kecintaan dan hormat kepada mereka.” --Diki Purnawati, Mahasiswi Universitas Gadjah Mada “Buku ini secara gamblang dan ringan menjelaskan pemahaman kepada kaum muda mengenai 10 sifat muslim ideal. Semoga buku ini dapat menjadi buku yang memacu terbentuknya semangat untuk menggapai generasi emas umat manusia.” --Billy Rinaldo, Gubernur Mahasiswa Universitas Baiturrahmah