Buletin Harga Pangan Bidang Harga Pangan Pusat Distribusi dan Cadangan Pangan Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian Dari Redaksi……. Salam hangat... Melalui Buletin Harga Pangan ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam bentuk informasi menge nai kondisi harga dan pasokan pangan secara umum, sehingga dapat dijadikan sebagai salah satu bahan pertimbangan da lam pe ngambi la n kebijakan stabilisasi harga pangan.
DAFTAR ISI Perkiraan Neraca Pangan Strategis Tahun 2016, Komoditas Kedelai, Kacang Tanah dan Daging Sapi Defisit.
1
Apresiasi Panel Harga 2 Pangan Tahun 2016 untuk Meningkatkan Kualitas dan Kuantitas Data Harga dan Pasokan Pangan Strategis. Peran Penting Enumerator Dalam Stabilsiasi Harga Pangan
3
Harga Pangan Menjadi Indikator Ketahanan Pangan.
3
Bulan Maret 2016, Harga Cabai dan Bawang Merah Melejit.
4
Peluang dan Tantangan Produk Pertanian Indonesia di Era MEA.
5
Produk Minyak Goreng, Daging Ayam Ras dan Telur Ayam Ras RISiap Bersaing dalam MEA 2016.
6
Enumerator Pusat Tahun 2016 Untuk Mendukung Data dan Informasi Harga dan Pasokan Pangan Strategis Tingkat Nasional.
7
Produksi Melimpah, Tahun 2016 Pemerintah Tidak Perlu Impor Beras.
8
ED I SI
MA RET
2016
PERKIRAAN NERACA PANGAN TAHUN 2016, KOMODITAS KEDELAI, KACANG TANAH, DAN DAGING SAPI DEFISIT Perkiraan neraca beras, dengan kebutuhan 124,89 kg/kap/ th, maka total kebutuhan beras mencapai 32,31 juta ton. Perkiraan ketersediaaan beras mencapi 51,77 juta ton terdiri dari sasaran produksi 42,86
Perkiraan neraca kedelai menunjukkan kebutuhan tahun 2016 2,59 juta ton, sudah termasuk kehilangan dalam proses produksi dan distribusi. Perkiraan ketersediaan dari sasaran produksi 1,50 juta ton (stok awal tahun
juta ton dan stok awal tahun 2016 sebesar 8,91 juta ton, sehingga pada akhir tahun 2016 surplus 19,45 juta ton Perkiraan ketersediaan dan atau sekitar 60,21%. kebutuhan pangan strategis Perkiraan kebutuhan jagung tahun 2016 mencakup 12 ko- 20,07 juta ton, termasuk kehimoditas, yaitu: beras, jagung, langan dalam proses produksi
2016 belum tersedia), sehingga neraca total kedelai pada akhir tahun 2016 diperkirakan defisit 1,09 juta ton atau sekitar 42,21%.
Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah dalam mengantisipasi permasalahan pangan adalah menghitung ketersediaan dan kebutuhan pangan masyarakat melalui penyusunan neraca ketersediaan dan kebutuhan pangan strategis yang sering bermasalah di tingkat masyarakat.
kedelai, kacang tanah, gula pasir, minyak goreng, bawang merah, cabai besar, cabai rawit, daging sapi, daging ayam ras dan telur ayam ras.
dan distribusi. Perkiraan ket-
ersediaan 25 juta ton, terdiri dari sasaran produksi 24 juta ton dan stok awal tahun 2016 sebesar 1 juta ton, sehingga Berdasarkan hasil perhitungan pada akhir tahun 2016 surplus perkiraan ketersediaan dan 4,93 juta ton atau 24,59%. kebutuhan pangan pada tahun 2016, terdapat 3 (tiga)
Perkiraan neraca kacang tanah menunjukkan kebutuhan sebesar 833,7 ribu ton, sudah termasuk kehilangan dalam proses produksi dan distribusi. Perkiraan ketersediaan dari sasaran produksi tahun 2016 sebesar 755,8 ribu ton (stok awal tahun 2016 belum tersedia data), sehingga pada akhir tahun 2016 terjadi defisit sebesar 77,9 ribu ton atau 9,35%.
komoditas yang mengalami defisit, yaitu kedelai 42,21%, kacang tanah 9,35%, dan daging sapi 33,30%. Sedangkan 9 (sembilan) komoditas lainnya mengalami surplus, yaitu beras 60,21%, jagung 24,59%, gula pasir 11,13%, minyak goreng 373,85%, bawang merah 11,37%, cabai besar 23,03%, cabai rawit 26,76%, daging ayam ras 127,49%, dan telur ayam ras 98,61%.
Sumber: BKP, 2016.
Bersambung ke Hal 2 ...
HAL
2
EDISI
MARET
2016
distribusi, sehingga pada akhir tahun 2016 terdapat surplus sebesar 131,8 ribu ton atau sekitar 11,37%.
produksi hanya 441,8 ribu ton, maka pada akhir tahun 2016 terjadi defisit sebesar 220,5 ribu ton atau 33,3%.
Perkiraan neraca cabai besar pada tahun 2016 menunjukkan perkiraan
Perkiraan neraca daging ayam ras, perkiraan kebutuhan tahun 2016 sebe-
kebutuhan sebesar 983,1 ribu ton, sudah termasuk kehilangan pada proses produksi dan distribusi. Perkiraan ketersediaan dari produksi 1,21 juta ton (stok awal tahun 2016 belum tersedia data), sehingga pada akhir tahun 2016 terjadi surplus cabai besar 226,4 ribu ton atau 23,03%.
sar 4,82 kg/kap/th atau mencapai 1,25 juta ton, sementara perkiraan ketersediaan dari produksi mencapai 2,84 juta ton, sehingga pada akhir tahun 2016 terdapat surplus 1,59 juta ton atau sekitar 127,49%.
sar 0,56 kg/kap/th atau 144,9 ribu ton, sementara perkiraan ketersediaan dari produksi mencapai 330,7 ribu ton, sehingga pada akhir tahun 2016 terdapat surplus 185,8 ribu ton atau sekitar 128,25%.
Perkiraan neraca bawang merah, diperkirakan ketersediaan dari sasaran
Perkiraan neraca cabai rawit tahun 2016 menunjukkan perkiraan kebutuhan 702,3 ribu ton, sudah termasuk perkiraan kehilangan pada proses produksi dan distribusi. Perkiraan ketersediaan dari produksi mencapai 890,2 ribu ton (stok awal tahun 2016 belum tersedia data), sehingga pada akhir tahun 2016 terjadi surplus 188 ribu ton
produksi 1,29 juta ton, sedang stok awal tahun 2016 belum tersedia data. Total perkiraan kebutuhan bawang merah 1,16 juta ton, sudah termasuk kehilangan pada proses produksi dan
atau 26,76%.
Perkiraan neraca telur ayam ras, perkiraan kebutuhan tahun 2016 sekitar 5,63 kg/kap/th atau mencapai 1,46 juta
Perkiraan neraca daging sapi tahun 2016, perkiraan kebutuhan sebesar 2,56 kg/kap/th atau mencapai 662,3 ribu ton. Dengan perkiraan ketersediaan dari
sekitar 98,61% (MDH).
Perkiraan neraca gula pasir, perkiraan ketersediaan sebesar 3,39 juta ton, terdiri dari sasaran produksi tahun 2016 mencapai 2,57 juta ton dan stok awal tahun 2016 sebesar 0,82 juta ton. Perkiraan kebutuhan sebesar 11,79 kg/ kap/th atau sekitar 3,05 juta ton, sehingga diperkirakan pada akhir tahun 2016 terdapat surplus sebesar 339,4 ribu ton atau sekitar 11,13%. Perkiraan neraca minyak goreng, perkiraan ketersediaan 24,26 juta ton, terdiri dari sasaran produksi 23,66 juta ton dan stok awal tahun 2016 sebesar 593,9 ribu ton. Perkiraan kebutuhan hanya 5,12 juta ton dan telah memperhitungkan kehilangan dalam proses produksi dan distribusi, sehingga pada akhir tahun 2016 terdapat surplus 19,14 juta ton atau 373,85%.
Perkiraan neraca daging ayam buras, perkiraan kebutuhan tahun 2016 sebe-
ton, sedangkan perkiraan ketersediaan produksi mencapai 2,89 juta ton, sehingga terdapat surplus pada akhir tahun 2016 sebesar 1,44 juta ton atau
APRESIASI PANEL HARGA PANGAN TAHUN 2016 UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS DAN KUANTITAS DATA HARGA DAN PASOKAN PANGAN STRATEGIS
Apresiasi Panel Harga Pangan Tahun 2016 dilaksanakan pada tanggal 3-5 Februari 2016 di Best Western Hotel, Bandung, Jawa Barat. Apresiasi merupakan sosialisasi awal kegiatan Panel Harga Pangan Tahun 2016 dan juga untuk koordinasi kerja antara pemerintah pusat dan daerah khususnya Instansi Ketahanan Pangan. Apresiasi ini dilaksanakan dalam rangka untuk meningkatkan kualitas output dan optimalisasi sumberdaya manusia yang terlibat dalam pelaksanaan panel harga pangan. Apresiasi Panel Harga Pangan tahun 2016 dihadiri oleh penanggung jawab kegiatan panel harga pangan dari 34 provinsi dan beberapa perwakilan dari kabupaten/kota. Ada beberapa materi yang disampaikan oleh nara sumber, baik dari Kementerian Pertanian maupun dari
Instansi lain dalam pertemuan ini, adapun materinya antara lain : (1) Kebijakan Stabilisasi Harga Pangan Nasional, (2) Metodologi Statistika dalam Sistem Informasi Pasar, (3) Gambaran Umum Pelaksanaan Kegiatan Panel Harga Pangan 2016 dan Evaluasi 2015, (4) Pengumpulan Data dan Pengiriman Laporan Data Panel Harga Pangan; (5) Operasionalisasi website Panel Harga Pangan, serta (6) Pengolahan dan Analisis Data Panel Harga Pangan. Kepada para peserta apresiasi panel harga pangan, Kepala Pusat Distribusi dan Cadangan Pangan menjelaskan bahwa dalam kegiatan Panel Harga Pangan Tahun 2016 ada penambahan jumlah lokasi panel dan enumerator menjadi 514 kab/kota dan 979 enumerator. Selain itu ada beberapa perubahan antara lain peningkatan frekuensi pengiriman data menjadi 2
kali seminggu (senin dan kamis), penambahan informasi harga di Pasar Utama dari 34 Provinsi pada website panel harga pangan, pemberian tambahan uang pulsa serta pemberian reward bagi enumerator yang mengirimkan secara rutin dan valid. Dari hasil evaluasi menunjukkan bahwa dalam kegiatan panel tahun 2015 terjadi penurunan persentase pengiriman, yaitu untuk Panel Produsen dari 86,83% pada tahun 2014 menjadi 83,16%, sedangkan untuk panel Pedagang turun dari 84,0% menjadi 73,71% (Panel PPG) dan 85,20% menjadi 73,35 % (Panel PPE). Penurunan terjadi karena banyak hal, salah satunya karena sering terjadi trouble pada website panel sehingga mengakibatkan banyak data enumerator yang tidak terekam, oleh karena itu Pusat Distribusi dan Cadangan Pangan sedang berupaya memperbaiki website Panel Harga Pangan (END&HRM).
EDISI
MARET
2016
HAL
3
PERAN PENTING ENUMERATOR DALAM STABILISASI HARGA PANGAN
Pangan
merupakan kebutuhan dasar
manusia, yang dihormati oleh komunitas dunia sebagai salah satu hak asasi, karena setiap insan di dunia mempunyai hak untuk bebas dari kelaparan. Komitmen nasional untuk mewujudkan ketahanan pangan didasarkan pada pemahaman atas peran strategis ketahanan pangan dalam pembangunan nasional. Peran strategis pertama adalah memenuhi hak yang paling asasi bagi manusia; kedua adalah pentingnya pangan bagi pembentukan sumber daya manusia yang berkualitas; dan ketiga, ketahanan pangan merupakan salah satu pilar utama yang menopang ketahanan ekonomi nasional yang berkelanjutan. Enumertor atau pengumpul data harga dan pasokan pangan seluruh wilayah negara kesatuan Republik Indonesia menjadi ujung tombak dalam menjaga stabilisasi harga dan pasokan pangan tidak bisa diremehkan sekecil apapun peranannya. Bila mereka mengumpulkan data secara serampangan bisa dipastikan kebijakan yang diambil pemerintah menjadi bias.
Misalnya tradisi Binarundak di Boolang Mongondow dan Mamu’a Ton’na yang dirayakan setelah tahun baru. Dalam jangka panjang data yang dikumpulkan ini juga sangat penting dan stategis,
Berbagai hambatan dan tantangan mampu dihadapi dan disiasati dalam mengatasi kelemahan dalam pelaksanaan pengumpulan data oleh petugas enumerator di lapangan. Hambatan
terutama dalam membuat kebijakan harga pangan, pengendalian inflasi dan stabilitas dalam negeri. Petugas enumerator panel pasokan dan harga pangan di Provinsi Sulawesi Utara berjumlah 30 enumerator yang terdiri dari enumerator produsen 11 orang serta enumerator pedagang grosir dan eceran
yang paling umum adalah keterbatasan pembiayaan, misalnya honor petugas yang relatif rendah, ongkos transportasi dan biaya pulsa juga masih minim.
19 orang dari 15 kabupaten/kota. Hasil pencatatan enumerator ini dikenal dengan Panel Harga dan Pasokan Pangan, dan yang menjadi objek panel adalah semua kabupaten/kota wilayah produsen dan konsumen. Di setiap lokasi panel diamati harga dan pasokan, serta informasi lain yang berpengaruh terhadap perubahan harga dan pasokan. Kesimpulan yang akan diperoleh dari hasil analisis terhadap data yang dikumpulkan tersebut dapat menggambarkan kondisi harga dan pasokan pangan baik di tingkat nasional, provinsi dan kabupaten/kota.
Hambatan lainnya adalah lokasi petugas dengan wilayah yang dipantau sangat jauh dan akses telekomunikasi dan informasi terhambat, misalnya di wilayah kepulauan di Indonesia Timur, wilayah pegunungan terutama di pedalaman Kalimantan dan Papua juga menjadi hambatan tersendiri. Kondisi geografis tersebut tidak mengurangi semangat petugas enumerator dalam menyediakan dan menyajikan data yang dikirim ke Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian dua kali pengiriman dalam semiggu setiap Senin dan Kamis. Meskipun demikian, semangat petugas enumerator tidak surut untuk menjamin ketersediaan data dan informasi dalam mendukung kebijakan ketahanan pangan nasional (EDI).
Petugas enumerator di Provinsi Sulawesi Utara misalnya peranannya sangat strategis dalam memberikan masukan kebijakan kepada pemerintah daerah baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Dalam jangka pendek data dan informasi yang disajikan dapat digunakan untuk mengantisipasi lonjakan harga pangan mejelang hari raya keagamaan dan nasional.
HARGA PANGAN MENJADI INDIKATOR KETAHANAN PANGAN
Indikator ketahanan pangan meliputi 3 (tiga) aspek, yaitu kertersediaan, distribusi, dan konsumsi pangan. Harga dan pasokan/akses pangan merupakan bagian tidak terpisahkan dari indikator aspek distribusi pangan. Kebijakan stabilisasi pasokan dan harga pangan menjadi salah satu ujung tombak instru-
men kebijakan pangan. Pasal 64 UU No.18 Tahun 2012 tentang Pangan mengatur perdagangan pangan sebagaimana diatur lebih lanjut pada Pasal 55 dan Pasal 56 dalam Peraturan Pe-
Harga pangan menjadi salah satu indikator dari kecukupan pangan masyarakat. Kestabilan harga pangan diperlukan untuk mendukung kestabilan perekonomian negara, harga juga meru-
merintah No.17 Tahun 2015 tentang Ketahanan Pangan dan Gizi yang mengatur tentang stabilisasi pasokan dan harga pangan pokok.
pakan salah satu elemen penting dalam ekonomi pangan dan berkontri-
Bersambung ke Hal 4
HAL
4
EDISI
MARET
2016
busi terhadap inflasi. Harga pangan tingkat konsumen berpengaruh terhadap akses pangan, rawan pangan, ketersediaan pasokan, permintaan, kelancaran distribusi pangan, kondisi perda-
Bila terjadi gangguan pasokan, maka akan berpengaruh langsung terhadap harga pangan, sehingga perlu segera mendapat respon kebijakan dari pemerintah untuk menghindari gejolak
sangat lebar antara harga gabah kering panen (GKP) di tingkat Petani, gabah kering giling (GKG) di tingkat penggilingan, dan harga eceran di konsumen. Kenaikan harga beras ini yang paling
gangan di pasar internasional, dampak implementasi kebijakan pemerintan dan daya beli masyarakat.
sosial di masyarakat yang dapat menyebabkan terganggunya kondisi sosial politik nasional. Mengatasi gejolak ini diperlukan Sistem Deteksi Dini (Early Warning System) tentang pasokan dan harga pangan yang tepat (up to date) dan akurat supaya dapat segera dilakukan antisipasi dan respon bila terjadi
menderita adalah penduduk berpendapatan rendah dan berpendapatan tetap karena sepertiga pengeluarannya untuk beras.
Kenaikan harga pangan selama ini mengajarkan kepada kita bahwa perlunya data dan informasi yang akurat dan reliable (dapat dipertanggungjawabkan) serta tata kelola pangan yang melibatkan pemerintah, swasta maupun stakeholder terkait. Komoditas pangan strategis, ekonomis dan politis menyangkut hajat hidup orang banyak. Setiap orang perorangan atau sekelompok masyarakat yang menguasai informasi dan sumber pangan akan mempunyai posisi tawar politik tertentu. Kekuatannya makin kuat ketika mereka juga menguasai industri pengolahan pangan, stok dan distribusi, sekaligus fasilitas-fasilitas publik dalam proses produksinya. Kontrol terhadap sumbersumber pangan berarti juga pengendalian ekonomi politik publik. Sebaliknya, kekuasaan politik akan terguncang akibat kegagalan menjaga stabilitas harga pangan.
gejolak harga pangan. Disinilah strategisnya peranan enumerator data harga dan pasokan yang secara sadar atau tidak banyak berperan bagi stabilitas harga pangan dalam negeri. Kenaikan harga beras misalnya, kelihatannya tidak sepenuhnya dinikmati petani. Disparitas harga yang relatif
Kisruh tentang kenaikan harga pangan selama ini dijawab oleh pemerintah melalui berbagai regulasi dan kebijakan yang didukung oleh data dan informasi yang tepat dan akurat yang berasal dari petugas enumerator dan petugas lainnya yang ditetapkan dan ditunjuk oleh pemerintah pusat dan daerah. Peran enumerator jangan anggap enteng karena di tangan merekalah dasar pembuat kebijakan berawal (EDI).
Sumber: BPS diolah BKP, 2016.
BULAN MARET 2016, HARGA CABAI DAN BAWANG MELEJIT
Kita beranggapan dalam kondisi landai seperti sekarang ini seharusnya harga komoditas pangan bisa terjaga dengan baik. Pemerintah seyogyanya mampu mengawal jalannya komoditas pangan itu mulai dari tingkat produksi di kalangan petani hingga jatuh ke tangan masyarakat dengan harga yang terjangkau. Kesan yang kita lihat sejauh ini, pemerintah kurang koordinasi dalam menjaga alur pangan. Antar kementerian kerap saling menyalahkan, saling lempar tanggung jawab. Kementerian Pertanian (Kementan) dan Kementerian Perdagangan (Kemendag) menolak dituding sebagai pihak yang paling bertanggung jawab terkait melonjaknya komoditas pangan ini. Karena, menurut mereka melon-
jaknya harga bukan karena permasalahan produksi dan perdagangan tapi mungkin paling mudah adalah menyalahkan cuaca yang menyebabkan gagal panen atau terhambatnya pasokan. Dengan kata lain, kekompakan alias keharmonisan dalam kabinet sangat penting terkait kestabilan harga pangan. Salah satu topik yang hangat diberitakan saat ini adalah kenaikan harga cabe rawit merah dan bawang merah hingga menyentuh harga Rp70 ribu/kg dan Rp45 ribu/kg pada pekan kedua bulan Maret ini harus disikapi dengan serius. Pasalnya, saat ini tidak ada momentum yang membuat 2 komoditi ini diserbu masyarakat seperti ketika menghadapi Puasa dan Lebaran .
(Rp/Kg) 60.000 50.000 40.000 30.000 20.000 10.000 -
Mg-I Mg-II Mg-III Mg-IV Mg-I Mg-II Mg-III Mg-IV Mg-I Mg-II Mg-III Jan'16 Cabai Rawit
Feb'16 Cabe Besar
Mar'16 Bawang Merah
Sumber: BPS diolah BKP, 2016.
Bersambung ke hal 5
EDISI
MARET
2016
HAL
Kenaikan harga 2 komoditi ini di pasar beraneka ragam dan tidak semua sama harganya, hanya dirata-ratakan berkisar Rp70 ribu/kg untuk cabe rawit merah dan Rp45 ribu/kg untuk bawang merah. Kenaikan ini disinyalir merupakan permainan spekulan dimana untuk mengantisipasi 2 komoditi ini agar tidak berimbas pada harga pangan lainnya. Pemerintah melalui kementerian terkait sudah enam bulan sejak bulan September 2015 hingga bulan Februari 2016 membuat kajian. Hasil kajian penyebab kenaikan harga pangan disinyalir bukan karena persediaan yang berkurang, na-
mun juga karena ada permainan untuk menaikan harga berupa alur distribusi yang panjang serta adanya penahanan laju distribusi. Untuk mengantisipasi di balik naiknya harga komoditi tersebut, dibuatlah sejumlah langkah sehingga harga pangan terkendali, jadi untuk benar-benar menjaga harga yang wajar yang bisa menguntungkan petani, tetapi juga tidak merugikan para produsen dibuatlah keseimbangan harga pangan di antara produsen, konsumen, dan pedagang. Untuk mengantisipasinya pemerintah menyiapkan dua kebijakan baru untuk
5
menekan lonjakan harga pangan dimana kebijakan itu merupakan bagian dari Paket Kebijakan Ekonomi Jilid IX. Pembenahan tata kelola pangan perlu segera diperbaiki dan dimaksimalkan untuk kepentingan rakyat Indonesia dalam mempersiapkan sumber daya manusia masa depan yang kompetitif serta untuk menghadapi persaingan, keterbukaan, dan kompetisi global dimana harus dipersiapkan riset yang strategis, tematis, dan arahnya untuk kepentingan kehidupan masyarakat sehingga bisa langsung diterapkan disektor kehidupan riil (HRM).
PELUANG DAN TANTANGAN PRODUK PERTANIAN INDONESIA DI ERA MEA
Mulai
1
Januari
2016,
Indonesia
memasuki Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Di era MEA, arus barang dan jasa diantara negara-negara anggota ASEAN plus China, Korea Selatan, dan Jepang akan makin bebas karena hambatan tarif dihilangkan. Barangbarang impor dari negara-negara peserta MEA akan semakin mudah masuk ke Indonesia. Sebaliknya, barang-barang Indonesia juga menikmati tarif nol ke negara-negara peserta MEA. Kementerian Pertanian telah menyiapkan strategi untuk melindungi sektor pertanian. Instrumen yang akan digunakan untuk membendung serbuan produk pertanian impor bukan lagi tarif, tapi standar kualitas. Selain itu, usaha pertanian di Indonesia akan didorong untuk seefisien mungkin agar bisa menghasilkan produk yang harganya terjangkau. upaya tersebut diharapkan produk pertanian Indonesia mampu bersaing karena harga terjangkau dan kualitasnya memenuhi standar. Produk-produk Indonesia dikhawatirkan akan dihambat dengan alasan standar kualitas oleh negaranegara lain. "Kita bisa mencekal suatu negara dengan alasan kualitasnya tidak memenuhi standar. Begitu juga kita ekspor bisa dicekal dengan mudah kalau kualitasnya tidak sesuai standar". Untuk mengantisipasi hal tersebut, produk-
produk pertanian Indonesia harus berkualitas tinggi. Oleh karena itu, Kementerian Pertanian mendorong penerapan Good Agricultural Practices (GAP) untuk pertanian di dalam negeri. Dengan pertanian yang tepat, produk pertanian Indonesia akan semakin
Singapura yang selama ini menguasai pasar ekspor mengalami kenaikan tipis US$558.000 atau 0,24% dari nilai semula US$234,72 juta. Dari sisi impor Indonesia mengalami kenaikan sebesar 1,51% atau US$1,624 juta dari sebelumnya
berdaya saing dan mudah melakukan penetrasi ke pasar negara-negara lain.
US$107,247 juta. Kenaikan terbesar dialami oleh Thailand sebesar 3,06% atau US$4,56 juta dari nilai dasar US$149,053 juta. Kemudian diikuti impor oleh Singapura US$2,693 juta (1.46%) dan Malaysia US$2,237 juta (1,51%). (www.industri.bisnis.com)
Indonesia bersama Thailand dan Ma l a ys i a d i u n t u n g k a n a p a b i l a penerapan tarif nol persen pada MEA diberlakukan pada tahun ini. Berdasarkan hasil simulasi yang dilakukan oleh Philipine Institute for Development Studies, nilai ekspor pertanian Indonesia akan naik sebesar 1,07% atau US$1,377 juta dari nilai dasar US$128,76 juta. Secara volume Indonesia masih di bawah Thailand yang naik sebesar US$3,269 juta atau 1,83% dari nilai dasar US$178,92 juta. Adapun, Malaysia naik US$1,502 juta atau 0,75% dari nilai semula US$199,29
juta.
Sementara
itu,
Menurut Roehlano Briones, Senior Research Fellow, Philipine Institute for Development Studies, mengatak an kenaika n ekspor terbesar akan dialami oleh Indonesia, Malaysia dan Thailand, karena negara tersebut selama ini sebagai produsen yang lebih menyasar ke sektor industri. “Sehingga mereka lebih kompetitif ketika AEC diberlakukan tarif nol persen” (YTO).
HAL
6
EDISI
MARET
2016
PRODUK MINYAK GORENG, DAGING AYAM RAS, DAN TELUR AYAM RAS RI SIAP BERSAING DALAM MEA 2016 ASEAN menyadari pentingnya integrasi negara-negara di Asia Tenggara sehingga memiliki ASEAN vision 2020 “ To create a stable, prosperous and highly competitive ASEAN economic region in which there is free flow of goods, services, investment, skill labor and free flow capital, equitable
yaitu: (1) Terbentuknya basis produksi dan pasar tunggal, (2) Terbentuknya kawasan berdaya saing tinggi, (3) Terbentuknya kawasan dengan pembangunan ekonomi yang merata, dan (4) integrasi dengan perekonomian dunia. Salah satu pilar
2016, produk minyak goreng, telur ayam ras, dan daging ayam ras merupakan produk yang berpotensi untuk bisa masuk dipasaran ASEAN. Hal ini disebabkan telah tercukupinya kebutuhan dalam negeri sepanjang tahun dan adanya kelebihan produksi
econiomic development and reduced poverty and socio-economic disparities in year 2020”. Dalam rangka pencapaian visi tersebut dibentuk 3 (tiga) bidang, yaitu: (1) bidang keamanan politik, (2) bidang ekonomi, dan (3) bidang sosial budaya. Hal ini ditujukan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, penurunan tingkat kemiskinan dan menurunkan kesenjangan
yang sangat erat berkaitan dengan sektor pertanian adalah pilar pertama yaitu terbentuknya basis produksi dan pasar tunggal karena mencakup pengembangan sektor pangan pertanian dan kehutanan (foodagriculture-forestry).
dibandingkan dengan kebutuhan yang dapat mengakibatkan penurunan harga produk dipasaran apabila tidak dilakukan pemasaran diluar negeri.
sosial ekonomi baik untuk setiap anggota negara ASEAN maupun ASEAN sebagai kelompok negara-negara. Pada bidang ekonomi, dibentuk Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) didorong oleh perkembangan eksternal dan internal kawasan. Dari sisi eksternal, Asia diprediksi akan menjadi kekuatan ekonomi baru dengan mulai munculnya kekuatan ekonomi baru dari Asia seperti Tiongkok dan India. Sisi internal, ditunjukkan kekuatan ekonomi ASEAN mencapai GDP sebesar US$ 2,46 triliun (IMF, 2015) dengan laju pertumbuhan sebesar 3,9% dan memiliki dukungan jumlah penduduk 628,78 juta orang.
Indonesia masih harus meningkatkan daya saing produk Indonesia. Selain
Minyak goreng yang dimaksud adalah penjumlahan minyak goreng dari CPO dan kopra. Potensi produksi minyak goreng di Indonesia adalah sebesar 23,66 juta ton (Sasaran Produksi
itu masih harus mengembangkan industri yang berbasis nilai tambah, sehingga perlu dilakukan hilirisasi produk. Dari sisi hulu, Indonesia sudah menjadi produsen yang dapat diandalkan mulai dari produk pertanian, kelautan, perkebunan dan peternakan. Daya saing Indonesia
2016, Ditjen Perkebunan). Konsumsi nasional adalah sebesar 8,98 kg/kap/ th (Susenas Triwulan I, 2015), dengan jumlah penduduk Indonesia sebanyak 258,71 juta jiwa (BPS, 2010) maka kebutuhan minyak goreng nasional pada tahun 2016 diperkirakan 5,12 juta ton. Oleh sebab itu, masih
dibandingkan dengan negara-negara anggota ASEAN masih berada dibawah negara Singapura, Malaysia, Brunei dan Thailand.
tersedia minyak goreng sebanyak 18,55 juta ton yang siap untuk masuk pasar internasional. Demikian juga dengan telur ayam ras dan daging ayam ras memiliki potensi masuk ke pasar internasional masing-masing sebesar 1,44 juta ton dan 1,59 juta ton. Hal ini menunjukkan potensi ketiga komoditas pangan tersebut siap
Pembentukan MEA akan berhasil dengan
Kondisi pertanian Indonesia yang secara umum sangat dipengaruhi dengan iklim dan waktu tanam akan mempengaruhi ketersediaan produk pangan dipasaran. Akan tetapi
didukung oleh 4 (empat) pilar penyangga,
berdasarkan
Produk Minyak Goreng Telur Ayam Ras Daging Ayam Ras
konsumsi perkapita 8,98 kg/kap/th 5,63 kg/kap/th 4,82 kg/kap/th
Sumber: Badan Ketahanan Pangan, 2016
data
prognosa
Potensi Produksi 23,66 juta ton 2,89 juta ton 2,84 juta ton
tahun
bersaing pada MEA 2016 (NV).
Potensi Masuk Pasar Internasional 5,12 juta ton 18,55 juta ton 1,46 juta ton 1,44 juta 1,25 juta ton 1,59 juta ton
Kebutuhan
EDISI
MARET
2016
HAL
7
ENUMERATOR PUSAT TAHUN 2016 UNTUK MENDUKUNG DATA DAN INFORMASI HARGA DAN PASOKAN PANGAN STRATEGIS TINGKAT NASONAL Dalam rangka meningkatkan data dan informasi harga dan pasokan pangan strategis tahun 2016, selain melalui Panel Harga Pangan yang melibatkan 979 petugas enumerator di daerah (34 provinsi dan 514 kabupaten/kota), Badan Ketahanan Pangan juga melibatkan petugas enumerator pusat untuk mensupport data harga dan pasokan dari lembaga terkait yang mampu menggambarkan kondisi nasional. Data dan informasi tersebut sangat penting dalam rangka analisis harga dan pasokan pangan strategis tingkat nasional. Komoditas strategis meliputi beras, jagung, kedelai, bawang merah, cabai (rawit merah dan besar), daging sapi, daging ayam ras, telur ayam ras, gula pasir dan minyak goreng. Terdapat 10 orang dari 10 lembaga atau asosiasi terkait pangan yang ditetapkan sebagai enumerator pusat, meliputi 5 orang enumerator produsen dan 5 orang enumerator konsumen. Secara rinci 5 petugas enumerator produsen tersebut adalah: (1) Ketua Asosiasi Bawang Merah Indonesia (ABMI), Brebes, Jawa Tengah, yang akan mensuply data harga dan pasokan bawang merah ditingkat petani; (2) Direktur Gabungan Pelaku Usaha Peternakan Sapi Potong Indonesia (GAPUSPINDO), Jakarta , yang akan mensuply data harga dan pasokan daging sapi/ sapi; (3) Sekretaris Asosiasi Agribisnis Cabai Indonesia (AACI) Provinsi Jawa Timur,
Kediri yang akan mensuply data harga cabai rawit dan cabe besar serta bawang merah ditingkat petani; (4) Sekretaris Persatuan Insan Perunggasan Rakyat (PINSAR), Tangerang, Banten yang akan mensuply data harga dan stok daging ayam ras dan telur ayam ras; dan (5) Manager Perdagangan Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC), Jakarta yang akan mensuply data harga dan pasokan beras sebagai barometer beras nasional. Sedangkan 5 orang enumerator konsumen adalah: (1) Pengurus Pasar Induk Kramat Djati, Jakarta yang akan mensuply data harga dan pasokan pangan komoditas hortikultura; (2) Wakil Ketua Koperasi Pedagang Pasar Induk Caringin Bandung, Jawa Barat yang akan mensuply data harga dan pasokan semua komoditas pangan strategis; (3) Staf Bagian Bahan Pangan Pokok Strategis, Kementerian Perdagangan, Jakarta yang akan mensuply data harga semua komoditas pangan strategis; (4) Petugas Pasar Induk Cibitung, Bekasi ; dan (5) Petugas Pasar Induk Tanah Tinggi, Tangerang yang akan mensuply semua data harga dan pasokan pangan strategis tingkat grosir.
variasi, ada yang tersedia harian maupun mingguan. Namun demikian, data yang disampaikan selama ini sangat membantu Badan Ketahanan Pangan dalam melakukan analisis dan kajian terkait harga pangan. Selain itu, belum semua komoditas strategis dilakukan pemantauan oleh enumerator pusat. Untuk saat ini masih fokus pada komoditas strategis yang sering mengalami masalah/ gejolak di masyarakat, baik karena pasokan maupun supply yang terganggu yang berdampak pada kenaikan harga yang terkadang tidak wajar. Untuk optimalisasi analisis dan kajian harga dan pasokan pangan, diperlukan data yang komprehensif, sehingga kualitas dan kuantitas data sangat berperan penting. Oleh karena itu, pada tahap yang akan datang perlu menambah dan meningkatkan sumber data terkait pangan, baik ditingkat daerah (provinsi/kab/kota) maupun ditingkat nasional (MDH).
Data dan informasi harga dan pasokan dari enumerator tersebut cukup ber-
HPP GABAH DAN BERAS TAHUN 2016 BELUM PERLU DINAIKKAN
Kebijakan Perberasan terkait Harga Pembelian Pemerintah (HPP) Gabah dan Beras sebagaimana tertuang dalam Inpres 5/2015, yaitu Rp 3.700/Kg untuk gabah kering panen ditingkat petani dan Rp 7.300/Kg untuk beras medium digudang Perum Bulog, bertujuan untuk melindungi petani, pengadaan gabah/beras Bulog, dan untuk stabilisasi ekonomi nasional. Tujuan melindungi petani sudah tercapai dengan kondisi harga gabah/beras yang saat ini jauh diatas HPP (sekitar Rp 4.200/ Kg untuk GKP dan Rp 8.500/Kg untuk beras) sehingga pendapatan petani meningkat. Namun demikian kondisi tersebut berdampak pada pengadaan gabah/beras
oleh Bulog. Pada tahun 2015 sebagaimana data Bulog terlihat masih jauh dari target, yaitu hanya sekitar 1,9 juta ton dari target 3,2 juta ton atau hanya mencapai 59 persen. Fokus pemerintah saat ini adalah membuat terobosan dan upaya-upaya khusus untuk mengoptimalkan pengadaan gabah/beras oleh Bulog, terutama pada saat musim panen raya (Maret-Mei 2016) yang biasanya harga jatuh, bukan dengan menaikkan HPP gabah/beras. Kenaikan HPP gabah/beras justru akan mendorong peningkatan harga beras ditingkat konsumen yang saat ini sudah dirasakan sangat tinggi, apalagi
bila dibandingkan dengan harga beras di Negara lain. Saat ini Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) sudah dan sedang berlangsung, sehingga persaingan antar Negara sangat tergantung dari harga dan kualitas yang kompetetif, termasuk di dalamnya perdagangan beras. Indonesia dengan jumlah penduduk terbesar di ASEAN serta tingkat konsumsi beras yang sangat tinggi merupakan pasar yang sangat potensial untuk perdagangan beras. Kualitas beras yang lebih baik serta harga yang lebih murah dari Negara lain akan sangat berpengaruh terhadap beras dalam negeri yang harganya jauh lebih tinggi (MDH).
HAL
8
EDISI
MARET
2016
PRODUKSI MELIMPAH, TAHUN 2016 PEMERINTAH TIDAK PERLU IMPOR BERAS
Indonesia adalah negara agraris, dengan tanah yang subur, terletak dipersimpangan dua benua dan dua samudera yang menguntungkan untuk usaha pertanian. Oleh karena itu sangat ironi apabila negara masih memerlukan pasokan beras dari luar negeri untuk memenuhi kebutuhan pangan pokok (beras) bagi penduduknya. Seringkali terdengar berita tentang impor pangan, termasuk beras di dalamnya, sangat melukai hati petani khususnya. Hal ini antara lain karena import yang sebenarnya tidak dilarang, namun karena pengaturan kebijakan yang kurang berpihak kepada petani menyebabkan petani merupakan obyek yang dirugikan. Berdasarkan hasil perhitungan prognosa ketersediaan dan kebutuhan beras tahun 2016, dengan penduduk 258,71 juta jiwa dan kebutuhan beras 124,89 kg/kap/th, maka total kebutuhan beras diperkirakan mencapai 32,31 juta ton. Sedangkan perkiraan ketersediaaan beras tahun 2016 mencapi 51,77 juta ton terdiri dari sasaran produksi tahun 2016 sebesar 42,86 juta ton dan stok awal tahun 2016 sebesar 8,91 juta ton, sehingga pada akhir tahun 2016 diperkirakan akan terdapat surplus 19,45 juta ton atau sekitar 60,21%. Ketersediaan beras dari produksi sebesar
Sumber: BKP, 2016.
42,86 juta ton dihitung berdasarkan Angka Sasaran Produksi Padi Tahun 2016 dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) sebesar 76,23 juta ton GKG dikurangi penggunaan GKG sebesar 7,30% (terdiri dari benih 0,9%, pakan ternak 0,4%, industri non pangan 0,6%, susut/tercecer gabah 5,4%) dengan konversi GKG menjadi beras sebesar 62,74%, serta dikurangi penggunaan beras non pangan sebesar 3,33% (terdiri dari pakan ternak 0,17%, industri non makanan 0,66% dan susut/tercecer beras 2,5%). Stok awal tahun 2016 sebesar 8,91 juta ton terdiri dari stok beras di gudang Bulog per 31 Desember 2015 sebesar 1,3 juta ton dan stok di masyarakat 7,58 juta ton (terdiri dari stok di produsen/petani 6,17 juta ton, di pedagang 0,68 juta ton, dan di konsumen 0,72 juta ton, perhitungan berdasarkan Kajian Sucofindo, 2011). Kebutuhan beras nasional sebesar 124,89 kg/kap/th (BAPPENAS dan BPS), terdiri dari konsumsi langsung tingkat rumah tangga 98,39 kg/kap/th (Susenas Tri I 2015) dan konsumsi tidak langsung (diluar rumah tangga) yang merupakan selisih antara total kebutuhan dikurangi konsumsi lang-
sung rumah tangga. Meskipun pada neraca domestik secara total surplus, namun pada bulan Januari, Mei, dan Oktober sampai Desember 2016 diperkirakan terjadi defisit yang disebabkan belum musim panen. Namun demikian kekurangan tersebut masih dapat dipenuhi dari stok bulan sebelumnya. Pada periode Februari-April 2016 diprediksi surplus beras sangat besar mencapai sekitar 9,5 juta ton yang disebabkan sedang memasuki musim panen raya. Begitu juga pada periode HBKN Puasa dan Lebaran (Juni-Juli 2016), ketersediaan beras dalam kondisi aman. Dengan kondisi tersebut, maka tidak ada alasan bagi Pemerintah untuk melakukan impor beras. Kondisi penduduk yang tersebar di beberapa wilayah, serta kondisi wilayah yang tidak potensial untuk berproduksi padi, bukan alasan dan dalih untuk melakukan impor beras dengan dalih biaya distribusi yang lebih murah. Untuk pemerataan dan distribusi beras ke semua wilayah, perlu diperbaiki dan ditingkatkan sistim tata niaga perdagangan beras (MDH).
Sumber: BKP, 2016.
BULETIN HARGA PANGAN Diterbitkan oleh: Bidang Harga Pangan, Pusat Distribusi dan Cadangan Pangan Badan Ketahanan Pangan, Kementerian Pertanian. Gedung E Lantai 6 Telp/Fax (021) 7804496. Email:
[email protected] Website: http://harga.distribusipangan.com Pengarah: Kepala Pusat Distribusi dan Cadangan Pangan; Penanggung Jawab: Kepala Bidang Harga Pangan; Penyunting/Redaksi: Kapala Sub Bidang Analisis Harga Pangan Konsumen dan Kepala Bidang Analisis Harga Pangan Produsen. Penyusun/Penulis: Yudhi Harsatriyadi Sandyatma, S.Sos., M.Sc; Maino Dwi Hartono, S.TP., MP.; Ir. Dewi Novia Tarwyati, M.Si.; Endang Ismaryati, SP., Rahmad Yandri, SE., M.Si., Edi, S.TP., M.Si.; Suherman, SE., MM.; Dwi Sartika Adetama, S.TP., ME.; Muhammmad Yanto, SP., MM.; Irnawati, S.Si.; Toni Tri Susanto, S.Si.; Dianasri Widyapuri, S.TP.