Buku Kuning 1973 Zemey Rinpoche BQ4890.R37 D93 00 DZE SMAD BLO BZANG DPAL LDAN, 1927MTHU DANG STOBS KYIS CHE'BA'I BSTAN SRUNG CHEN PO RDO RJE SHUG LDAN RTZAL GYI BYUNG BA BRJOD PA PHA RGOD BLA MA'I ZHAL GYI DBUD RTZI 'I CHU KHUR BRTZEGS SHING 'JIGS RUNG GLOG ZHAGS 'GYU BA'I SPRIN NAG 'KHRUGS PA'I NGA RO ZHES BYA BA BZHUGS SO / [DZESMAD SPRUL MING PA BLO BZANG DPAL LDAN BSTAN 'DZIN YAR RGYAS SU 'BOD PAS SBYAR]. DELHI : 1973 SAMPUL JUDUL: BSTAN SRUNG RDO RJE SHUGS LDAN RTZAL GYI BYUNG BA BRJOD PA PHA RGOD BLA MA'I ZHAL GYI BDUD RTZI BZHUGS. KELANJUTAN DARI THE RDO RJE SHUGS LDAN GYI RTOGS BRJOD BY KHRI BYANG BLO BZANG YE SHES BSTAN 'DZIN RGYA MTSO.
Terpujilah engkau, Pelindung dari tradisi Topi Kuning, kau menghancurkan seperti serpihan debu, mereka yang berkeahlian, pejabat tinggi, dan orang biasa; yang mencemarkan aliran Gelug. Dengan kutipan dari pujian kepada Dorje Shugden, Kyabje Yongzin Trijang Dorjeechang menyampaikan kepada saya beberapa cerita yang sangat menarik yang belum ditulis untuk diterbitkan. Seperti yang dijelaskan dalam pujian di atas, sang pelindung telah menghukum mereka yang mencemarkan aliran Gelug. Gejalanya jelas dengan berbagai episode hukuman mulai dari raja, masalah dengan hukum dan kematian sebelum
waktunya dari para lama bupati yang berpengaruh, inkarnasi tulku, cendikiawan berkeahlian tinggi, pejabat tinggi dan orang-orang kaya dan berpengaruh. Ketika menjadi pengikut dari tradisi Lama Tsongkhapa, mereka telah mencemarkannya dengan prinsip dan tradisi lain. Sejak Kyabje Rinpoche menceritakan pada saya dengan kasih yang besar, hal ini sangatlah berharga bagi saya. Dengan cerita-cerita ini sebagai dasar, saya mengkompilasi materi lain yang dapat diandalkan dan ditambahkan pada Samudera Pujian kepada Pelindung.
PARA PANCHEN LAMA Losang Palden Choekyi Dakpa sang maha tahu adalah tuan Doktrin dan sejak usia sangat muda telah membuktikan dirinya sebagai cendikiawan terkemuka. Karena itu, dia memiliki potensi besar untuk melayani Dharma dan makhluk hidup. Tetapi dia tidak membuat ajaran Raja Lama Tsongkhapa yang sempurna sebagai praktek utamanya. Dia mempelajari banyak teks harta karun dari aliran Nyingma dan melakukan meditasi atas ajaran-ajaran tersebut. Hal ini disebutkan dalam otobiografinya. Dorjee Shugden berulang kali memintanya untuk tidak melakukan hal ini. Dia merasa terganggu dengan dewa ini dan melakukan ritual murka dan tercela untuk membakarnya. Bersama dengan bahan-bahan lainnya, dia menaruh thangka dewa ini di api. Tetapi apinya tidak dapat membakar thangka ini. Kemudian, dia mengeluarkan thangka ini dan menguburnya di bawah tangga pintunya di Tashi Lhunpo. Karena tindakan ini, Panchen Rinpoche jatuh sakit dan akhirnya meninggal dunia pada tahun domba air rapjung ke-15 ketika dia baru berusia tiga-puluh tahun. Karena ini, Panchen Rinpoche tidak berhasil dalam tindakannya menyebarkan Dharma. Penerusnya Panchen Losang Thubten Choekyi Nyima Gelek Namgyal juga menghadapi banyak masalah (sebagai konsekwensinya). Karena kesalahpahaman antara biaranya dengan Pemerintah Tibet, dia harus melarikan diri ke Mongolia. Kemudian dia ingin kembali ke U – Tsang, tetapi ada banyak rintangan dan tidak berhasil. Pada usia lima-puluh-lima tahun, pada tahun
kerbau api, dia meninggal di Kyigudo. Setahun sebelum dia meninggal dunia, Je Phaphongkha Rinpoche Dechen Nyingpo datang untuk memberi hormat. Dalam pertemuan ini, Panchen Rinpoche mengatakan pada Phaphongkha Rinpoche bahwa karena Phaphongkha Rinpoche adalah inkarnasi Lodo Balpa, Biara Tashi Lhunpo secara alami memiliki rasa hormat dan keyakinan padanya. Panchen Rinpoche memintanya untuk memberi ajaran dan juga memintanya untuk mengeluarkan thanka dewa Shugden yang dikubur oleh Panchen Rinpoche terdahulu. Sesuai dengan instruksi Panchen Rinpoche, Je Phaphongkha pergi ke biara Tashi Lhunpo pada tahun naga besi 16 rapjung. Di sana dia memberikan banyak khotbah keagamaan termasuk ajaran lamrim. Dia juga mengeluarkan thanka dewa Shugden dan menaruhnya di altar Tashi Lhunpo dan menyembahnya. Phaphongkha Rinpoche mengkomposisikan teks sejenis persetujuan dan pengertian antara biara dan sang dewa. Panchen Rinpoche selanjutnya, Panchen Losang Thinley Lhundup Choekyi Gyaltsen lahir di Amdo. Dia menunjukan banyak tindakan luar biasa yang merupakan pertanda dari kebesarannya. Ketika dia datang ke U-Tsang, beberapa halangan menunda penobatannya. Segera setelah dia tiba di Tashi Lhunpo, dia mengkomposisikan sebuah doa bagi Dorjee Shugden yang membantu menciptakan keharmonisan antara sang dewa dengan Panchen Rinpoche. Akan tetapi, kemudian keadaan berubah. Ada patung Shugden di altar istana. Ketika [patung ini] dilihat oleh guru spiritual Panchen Rinpoche, Yongzin Kachen Ang Nyima, dia meminta salah satu pelayannya untuk mengeluarkan patung setan itu dari sana. Ketika hal ini diceritakan pada Panchen Rinpoche, Rinpoche meminta pelayan tersebut meletakan patung di tempat yang tidak terlihat oleh gurunya. Guru ini tidak menyukai Shugden dan sering mengatakan pada Panchen Rinpoche bahwa mereka mempraktekan tradisi Kadampa murni dan bila dia menyembah banyak dewa, hal ini dapat menghancurkannya. Sang guru melarang praktek untuk menyembah Dorje Shugden di Tashi Lhunpo dan oracle karma, juga, dilarang untuk mengundang dewa ini. Doa khusus pada saat tahun baru
juga dilarang. Sejak saat itu, banyak pertanda buruk yang terjadi silihberganti. Sebuah peperangan terjadi antara tentara Shikatse dan subyek Tashi Lhunpo. Guru Ang Nyima sendiri jatuh dari kudanya dua kali. Beberapa kejadian menyeramkan terjadi pada saat upacara pembukaan istana baru, Dechen Phodrang. Karena hal ini, mereka harus membangun kembali praktek untuk menyembah Gyalchen Shugden. Atas undangan Cina, Panchen Rinpoche pergi ke Cina pada tahun kuda kayu. Tidak lama setelah Panchen Rinpoche meninggalkan Tsang, banjir besar yang belum pernah terjadi datang dari Gyaltse. Banjir ini menyapu habis Kunkyobling, kompleks kediaman Panchen Lama. Yongzin Ang Nyima tidak dapat pulang dan akhirnya menderita gigitan serangga. Karena Panchen Rinpoche tidak mempraktekan prinsip filosofi yang murni, musibah datang silihberganti.
TEHOR ZIG-GYAB RINPOCHE Tehor Zig-gyab Rinpoche menyembah Dorjee Shugden sebagai Ketua dari semua dewa. Dia menyelesaikan pendidikan Dharmanya di Tashi Lhunpo dan mendapatkan gelar Kachen. Ketika dia pergi ke Kham dan menyebarkan Dharma dan menjadi sangat populer di sana. Dia kembali lagi ke Tashi Lhunpo dan memberi hormat kepada Panchen Losang Thubten Choekyi Nyima. Panchen Lama suka pada cendikiawan ini dan memintanya untuk menjadi kepala biara Kunkyobling. Kemudian, Panchen Lama memberikan teks ajaran Nyingmapa dan beberapa peralatan ritual. Karena alasan ini, dia mempelajari berbagai ajaran Nyingmapa. Pada jaman itu, praktisi tantrik Nyingmapa yang bernama Kyungtul datang untuk bertemu dengannya. Pengunjung ini mengatakan padanya bahwa bila dia mempelajari ajaran Nyingma, dia akan menjadi terkenal seperti Dalai Lama ke-5. Jadi Zig-gyab Rinpoche memutuskan untuk mendapatkan ajaran mengenai Rinchen Terzod dari guru tantrik tersebut. Dorjee Shugden dalam beberapa kesempatan memintanya untuk tidak belajar dan bermeditasi mengenai
ajaran Nyingmapa. Dan bila dia tidak mengindahkan nasihat sang dewa, Rinpoche akan menderita banyak kesulitan dan dapat mempersingkat hidupnya. Tetapi Zig-gyab Rinpoche tidak mengindahkan peringatan ini. Suatu hari, Dorjee Shugden benar-benar merasa terganggu dan mengatakan pada Rinpoche, “Saya mungkin tidak menusukmu dengan cakar saya yang mematikan, tetapi bila saya melakukannya, saya tidak bisa menariknya keluar.” Dengan cara ini, sang dewa meyakinkan Rinpoche untuk memegang tradisi Gelug. Tetapi kemudian, dia tidak mengindahkan nasihat ini dan berkata bahwa dia harus menuruti instruksi dari Lama-nya. Zig-gyab Rinpoche menyewa sebuah rumah dekat Lhasa dan menerima banyak ajaran dan transmisi Nyingma dari guru tantrik ini, Kyungtul. Gyalchen Shugden menciptakan banyak keajaiban di hadapan mereka. Jadi mereka memutuskan untuk melakukan sebuah ret-ret. Pada saat itu, Perdana Menteri Sheta Paljor Dorjee tiba-tiba jatuh sakit. Jadi dia meminta Zig-gyab Rinpoche untuk memberinya inisiasi. Ketika Rinpoche kembali ke kediamannya setelah memberi inisiasi, dia jatuh sakit parah dan setelah satu hari dia meninggal dunia. Bila Zig-gyab Rinpoche tidak mempraktekan ajaran Nyingmapa dan tetap menjadi praktisi dari tradisi emas murni Gelug, dia akan berumur panjang dan tindakan baiknya akan tersebar jauh. Kyabje Trijang Dorjeechang menceritakan pada saya mengenai hal ini. Beliau mendengar cerita ini dari Tehor Losang Gyatso, pelayan Zig-gyab Rinpoche sampai hari terakhirnya.
PHAGPA LHA Phagpa Lha Losang Thubten Mepham Tsultrim Gyaltsen adalah cendikiawan besar dan dia memegang dan menyebarkan tradisi Gelugpa murni. Tetapi dia mencemarkan pendirian filosofi dan tindakan moralnya dan sebagai konsekwensinya, kehilangan sumpah biksunya. Karena itu dia menghadapi hukuman dari Yang Mulia Dalai Lama, Thubten Gyatso, dan kekuasaan keagamaan dan politiknya dilucuti. Kemudian dia tinggal di rumahnya di Chamdo. Suatu hari ketika sedang akan ke kamar kecil, dia
terjatuh dan patahan sepeda rusak menusuk organ lelakinya dan tidak ada pengobatan yang dapat membantu. Setelah menderita sakit cukup lama, dia menyerah kepada cederanya. Dia harus menghadapi kesulitan ini, karena dia telah mengganggu dewa Dorjee Shugden. Ketika Je Phaphongkha sedang berkunjung ke daerah Kham, dia tinggal semalam di rumah Phagpa Lha. Pada malam hari dia mendapatkan mimpi yang sangat menyeramkan terkait dengan tuan rumahnya. Je Phaphongkha menceritakan mimpi ini kepada sekretarisnya, Dema Losang Dorjee. Semua cerita ini diberitahukan kepada guru saya yang baik, Kyabje Yongzin Trijang Dorjeechang oleh Chamdo Gyara Rinpoche.
RETING RINPOCHE Bupati Reting Rinpoche telah menderita hukuman atas perintah raja. Ketidak-beruntungan ini disebabkan oleh kekuatan gaib pelindung Dharma Dorjee Shugden. Biarkan saya menjelaskan. Reting Rinpoche ke-4, Ngawang Yeshi Tenpai Gyaltsen, memberikan seluruh hak milik Ladrang Reting kepada Pemerintah Tibet dan meminta Yang Mulia Dalai Lama ke13, untuk tidak mencari reinkarnasi Reting selanjutnya. Tetapi, Yang Mulia Thubten Gyatso mengembalikan semuanya kepada Ladrang dan meminta mereka untuk mencari reinkarnasinya. Akhirnya kelompok pencari menemukan reinkarnasinya di sebuah keluarga sederhana di Dakpo. Rinpoche telah membuat jejak kakinya di atas batu. Saya melihatnya di biara Reting. Suatu hari ketika ibunya sedang pergi, sup sedang mendidih dan tumpah dari kuali. Jadi dia menutup kuali itu dengan ikat sepatunya. Dia menunjukan kekuatan gaib bahkan ketika dia masih anak-anak. Atas nasihat Yang Mulia Thubten Gyatso, dia diakui sebagai Reting Rinpoche ke-5 dan diberi nama Thubten Jampel Yeshi Gyaltsen. Dia diterima di Universitas Sera je dimana dia menyelesaikan pendidikan keagamaannya. Ketika H.H. Thubten Gyatso mengunjungi biara Reting pada tahun monyet-air, sepertinya dia meninggalkan beberapa instruksi kepada Reting Rinpoche terkait dengan pemerintahan negara.
Yang Mulia Dalai Lama ke-13 meninggal dunia pada tahun burung air. Selama sekitar dua bulan Perdana Menteri dan Kashag memegang tanggung jawab Pemerintahan. Setelah itu, Majelis Umum menominasikan Reting Rinpoche, Pemegang Tahta Gaden Yeshi Palden dan Yongzin Phurchok Jamgon Rinpoche untuk memegang tampuk pemerintahan. Nama Reting Rinpoche dikonfirmasi dalam ujian tradisional yang dilakukan di hadapan Tuan Avalokiteshvara di Istana Potala. Setelah itu, dia dinobatkan sebagai Bupati pada hari ke-10 dari bulan pertama tahun anjing kayu. Karena itu dia memegang tanggung jawab sebagai pemimpin Gaden Phodrang, Pemerintah Tibet. Dia khususnya tertarik pada konstruksi dari makam Dalai Lama ke-13 dan mencari inkarnasi selanjutnya. Dia secara pribadi pergi ke danau berharga dan melihat visi yang memberikan pertanda jelas mengenai reinkarnasi ini. Dia kemudian mengakui dan menobatkan reinkarnasi Yang Mulia Dalai Lama yang benar. Ini adalah tindakan yang mengagumkan. Pada hari ke-4 dari bulan ke-10 dari tahun kancil bumi, Reting Rinpoche melakukan upacara pemotongan rambut bagi Yang Mulia Dalai Lama ke-14. Pada bulan terakhir tahun itu, dia mengundurkan diri dari dari jabatannya setelah tujuh tahun. Dia memiliki tanggung jawab untuk menegakan tradisi Kadampa murni. Biaranya sendiri adalah tempat kedudukan Dromton Gyalpai Jungne. Terlebih lagi, sejak Reting Rinpoche yang pertama, Trichen Ngawang Chokden, guru Yang Mulia Kelsang Gyatso, reinkarnasi selanjutnya melestarikan dan menyebarkan tradisi Gelug murni. Banyak guru Gelug yang terkemuka termasuk Je Phaphongka menasihati dan meyakinkan dia untuk memegang dan mempromosikan tradisi tak tercemar dari Lama Tsongkhapa. Tetapi Reting Rinpoche tidak menanggapinya dan dia mencari ajaran harta karun tersembunyi dari aliran Nyingma dari Tsenyi Tulku yang berasal dari Chamdo. Dia juga menerima transmisi penuh mengenai Dzongchen dari Sangya Dorjee. Karena itu, Reting Rinpoche meninggalkan tradisi para gurunya. Kemalangan terakhir mulai terlihat ketika Reting Rinpoche berselisih dengan Bupati saat itu, Tadak. Pemerintah menemukan bukti bahwa Reting Rinpoche telah berencana untuk mencelakakan hidup Bupati saat itu, Tadak. Jadi, Kalon Surkhang Wangchen Gelek dan Kalon Lhalu Gyurme Tsewang Dorjee pergi ke biara Reting bersama dengan pengawalnya dan menahan
Reting Rinpoche. Dikepalai oleh Tsenyi Tulku, banyak biksu dari universitas Sera Je memberontak melawan pemerintah Tibet dengan senjata. Sementara ketegangan meningkat antara Universitas Sera Je dan pemerintah, Pemerintah meningkatkan jumlah pasukan dan pertikaian berlanjut selama berhari-hari. Di bawah perintah Kalsang Tsultrim, tentara pemerintah menembak biara Reting dan menyebabkan banyak kerusakan. Ketika Reting Rinpoche dan sahabatnya Khardo Tulku diinterogasi oleh Dewan Majelis, Khardo Tulku mengaku bahwa mereka bersalah. Reting Rinpoche juga mengakui kesalahannya dan memohon kesempatan untuk mengaku pada Bupati sendiri. Permohonan diberikan melalui Kashag dengan persetujuan majelis umum. Tetapi permohonan ini ditolak. Reting Rinpoche ditahan di Sharchen Chog di bawah pengamanan ketat dari para pejabat, yang dipimpin oleh Lhungshar Orgyen Namdol dan Rupon Kalsang Damdul. Sementara dia dikurung, dia tiba-tiba meninggal dunia pada malam ke-17 pada bulan ketiga. Tidak ada orang luar yang mengetahui mengenai kematiannya.
KHARDO TULKU Sebuah kasus yang mirip dapat dinarasikan mengenai Khardo Tulku Kelsang Thubten Nyendak. Pada awalnya, dia meminta ajaran dari Je Phaphongkha. Tetapi kemudian, dia mencemarkan pandangan filosofi dan prakteknya. Dia menerima banyak ajaran Nyingma dari Tsenyi Tulku bersama dengan Reting Rinpoche. Dia ditahan bersama Reting Rinpoche atas tuduhan berencana membahayakan hidup Bupati saat itu, Tadak. Kemudian dia dipenjara di sel yang gelap dan kakinya dirantai. Setelah empat tahun dipenjara, dia dibebaskan pada saat amnesti diumumkan ketika Yang Mulia Dalai Lama ke-14 dinobatkan. Setelah itu, dia bebas untuk hidup sesuai keinginannya, tetapi tidak lama kemudian dia meninggal dunia. Jadi singkatnya, semua tindakannya tidak berhasil yang semuanya dikarenakan kekuatan gaib dari Dorje Shugden.
TATSAK RINPOCHE Sesuai dengan ramalan dari para dewa dan lama, Kundeling Tatsak Rinpoche Losang Thupten Jigme Gyaltsen diakui sebagai reinkarnasi dari pendahulunya. Dia menyelesaikan pendidikan keagamaannya dari Universitas Gomang di biara Drepung. Dia memiliki tanggung jawab tradisional untuk melakukan praktek dan mempromosikan aliran Gelug yang murni. Tetapi dia menjauh dari sistem tak tercemar dari praktek Gelug dan menerima ajaran teks harta karun dari Lhatsun Rinpoche dan menerima inisiasi yang tercemar yang dikenal sebagai pengalaman ayah dan mimpi ibu yang berasal dari Mongolia. Aktivitas ini sangat mengganggu raja dari pelindung Dharma Gelug, Dorjee Shugden, dan Tatsak Rinpoche karena itu dihukum. Suatu hari, dia menderita sakit yang amat sangat di dadanya. Setelah berkonsultasi dengan banyak dewa dan lama, dia diberitahu bahwa ini disebabkan oleh Dorjee Shugden. Jadi oracle dari dewa diundang dengan perdamaian, dia mengakui kesalahannya dengan dukungan Lhatsun Rinpoche. Hal ini tidak menolong dan di tempat itu Lhatsun Rinpoche dimarahi karena prakteknya yang tidak murni. Penyakit Tatsak Rinpoche lebih serius dan dia mengalami rasa sakit yang amat sangat. Jadi dia mengirim Kundeling Oser Gyaltsen untuk mengundang Kyabje Trijang Dorjeechang. Permohonan lain diajukan melalui Kyabje Trijang Rinpoche. Saya menyaksikan kejadian ini secara pribadi. Pada saat itu, Dorjee Shugden berkata bahwa karena dia telah berkomitmen untuk melindungi doktrin Gelug, tidak banyak yang dapat dilakukannya. Akan tetapi, ketika guru Gelug terhormat seperti ini mendukung, dia akan melihat apa yang dapat dilakukannya. Tetapi, semua hal terutama tergantung pada bagaimana kelakuan Tatsak Rinpoche. Sang dewa kemudian bertanya kepada Tatsak Rinpoche, “Apa yang akan kau lakukan di masa depan?” Tatsak Rinpoche menangis dan menjawab bahwa dia mengakui kesalahannya di masa lalu dan berjanji untuk menghentikan ajaran Nyingma. Setelah itu, keadaannya lebih baik. Karena dia tidak memenuhi janjinya, kesehatannya merosot lagi. Tatsak Rinpoche kemudian pergi ke India untuk berobat dan juga untuk berziarah. Dia pergi ke rumah
sakit besar di Kalkuta untuk berobat. Tetapi tidak berhasil dan dia meninggal dunia.
JE PHAPHONGKHA Guru kita yang sangat baik dan tertinggi Phaphongkha Dechen Nyingpo, pemegang tahta vajra, juga, menerima transmisi Hayagriva rahasia dan Eksposisi Besar Penglihatan Murni oleh Dalai Lama dari Dagri Rinpoche Thinley Pema Kunsang Chogyal, mahasidhi Ose Thekchog Dorjee, Gungtul Rinpoche Khenrap Palden Tanpai Nyima, Menyak Rekhu Rinpoche Lobsang Chodak Gyatso, dan lainnya pada awal hidupnya. Selain itu, dia menerima inisiasi Dupthap Dojoi Bhum-sang dari Gungtul Rinpoche. Kemudian Je Phaphongkha menerima banyak transmisi dan ajaran dari tradisi Nyingma. Pada waktu itu, dia sering mendapatkan mimpi aneh. Kadang dia melihat dalam mimpinya biksu berjenggot dan pada waktu lain biksu berjubah indah yang menunjukan suasana hati buruk. Suatu malam, dia tidur di ranjang di sisi timur ruangan, tetapi ketika dia terbangun dia menemukan dirinya di ranjang sisi barat ruangan. Suatu malam, ketika dia tidak dapat tidur dia mendengar suara aneh dan menyeramkan dari seorang wanita dan orang lain berteriak silih berganti sekitar tengah malam. Suara ini sepertinya datang dari tempat yang jauh tetapi semakin mendekat ke rumahnya. Akhirnya dia melihat sebuah tangan merah masuk melalui tirai. Dia pikir ini adalah kekuatan gaib Dorjee Shugden. Dia mengaku dan minta dimaafkan dan suara datang dari tempatnya berasal. Pada tahun tikus air, ketika tentara Cina sudah masuk ke Tibet, Pemerintah Tibet memutuskan untuk melakukan beberapa pelayanan keagamaan untuk kedamaian dan keamanan negara. Dengan instruksi dari Yang Mulia Dalai Lama, Je Phaphongkha memberikan transmisi Kagyur di Aula Gaden. Tidak lama setelah ajaran ini, dia jatuh sakit dan hampir meninggal dunia. Penyakit ini dikarenakan sejenis racun. Ketika dia sembuh, seluruh tubuhnya membiru. Dorjee Shugden juga menggunakan cara lain untuk meyakinkan Je Phaphongkha untuk mempraktekan dan menyebarkan tradisi
Gelug murni yang bebas dari pencemaran. Akhirnya dia berhenti mempraktekan ajaran Nyingma dan tidak menyebarkan apa yang dia pelajari. Dia memenuhi janjinya dan menjaga tradisi Gelug yang murni. Karena itu, pada bagian kedua hidupnya, tindakan Dharmanya tersebar bahkan ke tempat di luar Tibet seperti Cina dan Mongolia.
SURKHANG PEMA WANGCHEN Sekarang biarkan saya mengungkapkan beberapa cerita dari para pejabat berpengaruh yang menerima hukuman murka dari Dorjee Shugden. Surkhang Pema Wangchen menjadi Sekretaris Kabinet, karena pandangan dan tindakannya yang tercemar, dia tidak berumur panjang. Dia dilahirkan pada keluarga bangsawan yang memiliki hubungan khusus dengan sang Dewa. Sejak usia sangat muda, dia sangat berbakat dan fasih berbahasa Tibet. Dia juga fasih berbahasa Cina. Bila kalian membaca puisi bahasa Tibetnya, sangat mengagumkan. Dia dihormati sebagai cendikiawan. Pada usia empat-belas tahun, dia masuk dalam pelayanan publik dan tidak lama kemudian mendapatkan promosi. Karena bakatnya, Yang Mulia Dalai Lama ke-13 senang dengannya dan memberinya jabatan Sekretaris Kabinet. Ini jelas penghormatan besar untuknya dan pencapaian besar dalam urusan duniawi. Tetapi dia tidak mempertahankan tradisi keluarganya dalam hal praktek Dorjee Shugden atau menjaga tradisi Gelug yang murni. Dalam keluarga Surkhang, mereka menyembah Dorjee Shugden pada setiap kesempatan khusus. Mereka menyembah sang dewa pada hari ke-8 setiap tahun baru. Ketika menyembah sang Dewa, persembahan yang sangat khusus diberikan hari itu. Dulu keluarganya biasa mengundang kerabatnya pada kesempatan itu, dan setelah menyembah mereka mengadakan jamuan besar. Jadi, dia memiliki tanggung jawab untuk mempraktekan ajaran Gelug dan menyembah Dorjee Shugden. Tetapi pandangan dan prakteknya tercemar dan dia menunjukan perhatian besar pada ajaran Nyingma. Karena pengaruhnya, ayahnya Sonam Wanchen mencari ajaran dari ‘teks harta karun’ dari Nyarong Terdon
Sogyal dan karena hal ini, dia meninggal tiba-tiba pada usia tiga-puluhtujuh. Pema Wangchen mencari banyak inisiasi Nyingma dan ajaran dari Lama Pao Rinpoche. Dia juga mencari banyak Lama Nyingma, termasuk lama Tenzin Dakpa dari siapa dia menerima banyak ajaran Dzhongchen. Dia mencetak kembali ‘Yonten zot’ yang ditulis oleh Kunkhen Longchen. Pema Wanchen memiliki hubungan yang baik dengan Geshe Sharab Rinpoche. Karena Geshe ini adalah cendikiawan dari aliran Gelug murni, dia menyanggah beberapa tesis yang ditulis oleh Lama Tenzin Dakpa. Karena bujukan Pema Wangchen, sang Geshe tidak menyelesaikan komposisinya. Di tempat itu, sang Geshe menasihat Pema Wangchen melalui puisi yang indah bahwa beliau harus mengikuti doktrin Raja Dharma Lama Tsongkhapa yang tak tercemar. Sang Geshe menambahkan bahwa dia tidak sekterian dan instruksinya pantas. Tetapi Pema Wangchen keras kepala dan tidak mengindahkan apa yang dikatakan sang Geshe. Karena dia tidak memasuki jalan yang pantas dan meninggalkan [jalan] yang salah, dia jatuh sakit. Kemudian dengan permohonan kepada Dorjee Shugden, nasihat diminta untuk mengatasi penyakit ini. Pelindung Dharma Dorjee Shugden mengatakan padanya untuk membuat patung Lama Tsongkhapa dan dua murid utamanya. Dia juga diminta untuk melakukan berbagai pelayanan ritual. Di samping itu, sang dewa menasihatinya untuk melepaskan jalan yang salah dan perlunya melaksanakan cara yang pantas. Karena dia tidak bertindak menurut instruksi ini, dia menderita penyakit lain. Kali ini dia merasakan nyeri di tubuhnya. Thamcho Palden, dokter H.H. Dalai Lama, merawatnya. Ketika satu nyeri disembuhkan, rasa nyeri yang lain datang dan sakitnya benarbenar menyiksa. Sementara itu, putranya, juga, meninggal karena penyakit yang sama. Pema Wangchen menderita sakit ini sekitar setahun. Dengan pertolongan beberapa Lama, dia mengaku pada Dorjee Shugden berkali-kali. Suatu ketika , sang dewa diundang dan Pema Wangchen mengaku. Tetapi sang dewa mendeklarasikan keputusan akhirnya. Dorjee Shugden berkata bahwa dia tidak tertolong. Orang seperti dirinya, berpendidikan tinggi dan
memegang jabatan tinggi di pemerintahan, tetapi tidak mempraktekan tradisi Gelug yang murni dapat membahayakan Gaden Phodrang, pemerintah Tibet dan juga doktrin Gelug. Semua usahanya, perawatan medis, melakukan pelayanan keagamaan dan melakukan berbagai cara siasia. Hukuman pelindung Dharma Dorjee Shugden mengenainya dan dia meninggal pada usia dua-puluh-dua tahun.
LHALU JIGME WANGYAL Pada awalnya keluarga Lhalu mempraktekan tradisi Gelug. Tetapi Lhalu Jigme Namgyal memasuki aliran Nyingma dan mempraktekan ajaran sesuai kemampuannya. Guru spiritualnya adalah praktisi tantrik yang tinggal di pertapaan Bari. Bersama dengan dirinya, ibu Jigme Namgyal juga menerima banyak ajaran Nyingma. Tetapi sang guru melakukan perzinahan dengan ibunya. Yangzom Tsering dari Shetra menikah dengan Lhalu Jigme Namgyal. Dia memiliki keyakinan besar kepada doktrin Gelug dan menyembah Dorjee Shugden sebagai pelindung. Jadi ada perselisihan antara suami dan istri. Ketika dia masih muda, dia menderita penyakit dan terkena kutu. Penyakit dan penderitaannya benar-benar menyiksa dan akhirnya melalui banyak keajaiban sang dewa, dia pergi ke kehidupan selanjutnya. Tidak lama kemudian, putranya Phuntsok Rabgyal juga meninggal dan Yangzom Tsering ditinggalkan sendirian. Tidak ada keturunan untuk meneruskan keluarga tersebut.
TSEPON LUNGSHAR Staff yang bekerja pada keluarga Lhalu secara kolektif mengadu pada pemerintah Tibet menekankan masalah dalam keluarga tersebut. Jadi atas instruksi H.H. Dalai Lama ke-13, Tsepon Lungshar ditunjuk sebagai penanggung-jawab dari keluarga Lhalu. Karena nyonya dari keluarga tersebut, Yangzom Tsering setia pada keyakinannya dan sang dewa, ada perselisihan keyakinan dengan Tsepon Lungshar. Pria tersebut mempraktekan keyakinan yang tidak murni dan dia telah banyak mendengar
ajaran Nyingmapa dan menerima inisiasi mereka. Karena Lungshar dogmatis mengenai keyakinan Nyingma, sang nyonya harus memindahkan patung Dorjee Shugden dari rumah mereka ke Tashi Choeling. Kemudian Tsepon Lungshar jatuh sakit untuk waktu yang lama. Mereka melihat banyak pertanda buruk pada saat itu. Suatu hari, burung pemakan bangkai mendarat di atap rumah mereka yang dianggap sebagai pertanda buruk. Dia berkonsultasi dengan banyak lama besar dan dinasihati untuk melakukan banyak ritual termasuk persembahan Lama Chopa. Bagian kedua dari hidup Lungshar menjadi lebih tegang karena dia terjerat dalam intrik politik. Dia berselisih dengan beberapa menteri kabinet mengenai pemerintahan negara. Jadi dengan dukungan beberapa pejabat, dia membentuk kelompoknya sendiri dan menulis kepada Bupati, Perdana Menteri dan Kashag mengenai proposal mereka. Bersama dengan surat itu, dia membuat beberapa tuduhan terhadap Trimon Kalon. Menurut versi lain, Kendung Lobsang Tenkyong dan Tsepon Lungshar ditugaskan untuk mengawasi persediaan bagi militer Tibet yang diperbesar. Majelis Nasional menekankan sumber pendapatan bagi militer. Menurut ketentuan tersebut, komisi mengawasi tanah bangunan milik para menteri dan pejabat tinggi lainnya. Mereka membuat kemajuan yang baik, tetapi kemudian mereka mereka dituduh memihak dan pilih kasih. Sementara itu, rekannya, Kendung Lobsang Tenkyong, meninggal dunia. Pada saat penghianatan politik itu, Lungshar ditahan dan dipenjara. Bola matanya dikeluarkan dan di tempatnya, minyak mendidih dituangkan. Intensitas rasa sakit dan penderitaannya tak terbayangkan. Beberapa tahun terakhirnya di penjara paling menyedihkan. Akhirnya, dia meninggal di penjara.
KALON TRIMON NORBU WANGYAL Kalon Trimon Norbu Wangyal masuk ke pelayanan publik pada saat pemerintahan Yang Mulia Dalai Lama ke-13. Dia sangat efisien dan karena itu dipromosikan ke jabatan yang lebih tinggi dalam birokrasi. Tidak lama kemudian dia diberi jabatan Tsepon. Dia adalah pemimpin tentara ketika
tentara Cina diusir dari Tibet pada tahun tikus air dan pekerjaannya yang luar biasa diberi penghargaan. Dia menjadi sangat menguasai seni administrasi dan politik. Yang Mulia Thubten Gyatso sangat senang dengan Kalon Trimon. Karena itu, dia ditunjuk sebagai Gubernur Domey dengan jabatan menteri kabinet. Dia dimahkotai dengan keberhasilan besar dan kehormatan. Selain gelar resmi dan keberhasilan, dia memiliki keyakinan besar pada tradisi Nyingma dan mencari berbagai ajaran dari banyak lama Nyingma. Dia memperlakukan ajaran-ajaran ini sebagai praktek utamanya. Aktivitas ini mengganggu pelindung Dharma Gelug Dorjee Shugden dan akibatnya Kalon Trimon menjadi gila. Bahkan ketika dia masih menjabat sebagai menteri, dia melakukan banyak hal-hal gila. Suatu ketika dia pergi ke pasar dan mulai memukul semua simbal yang dipamerkan untuk dijual. Suatu hari, dia mengenakan pakaian dalam putih, yang biasanya dikenakan oleh Nyingmapa dan selendang merah di atasnya. Dengan pakaian ini, dia mengunjungi Bupati Reting Rinpoche. Sang Bupati dengan jenaka berkata bahwa dia mengenakan pakaian guru harta karun. Dan bertanya harta karun apa yang dia miliki. Karena dia memiliki banyak putra, dia berkata, “saya memiliki harta karun manusia.” Jadi dia kehilangan akal sehat dan tidak tahu apa yang benar dan salah. Tidak hanya dia menderita, kehidupan istri dan anak-anaknya juga cukup keras. Dia tidak mempedulikan properti dan kekayaan keluarga. Dia memboroskannya. Jadi semua putranya harus meninggalkan rumah dengan apapun yang bisa mereka dapatkan. Dalam proses ini, Kalon Trimon menjadi seorang pria yang miskin dan banyak hutang dan akhirnya dia harus meninggalkan dunia ini.