Pewarna Alami untuk Pangan_____________________________________________________
KUNING-MERAH KAROTENOID
©SEAFAST Center 2012
Karotenoid Saat ini terdapat sekitar 650 jenis karotenoid yang telah diisolasi dan diidentifikasi. Lebih dari 100 jenis pigmen karotenoid ditemukan di buah-buahan dan sayuran. Selain itu, karotenoid juga dapat ditemukan di produk hewani seperti telur, lobster, dan beberapa jenis ikan. Pigmen karotenoid sebenarnya juga terdapat di tumbuhan hijau. Pada tumbuhan hijau, warna pigmen karotenoid yang berwarna oranye, kuning, atau merah tidak terlihat karena tertutupi oleh warna hijau klorofil yang lebih dominan.[111,112] Karotenoid merupakan salah satu pigmen penting yang menyumbangkan warna oranye, kuning, dan merah pada makanan dan minuman. Jenis karotenoid yang banyak digunakan sebagai pewarna alami yaitu β-karoten, likopen, lutein, α-karoten, γkaroten, bixin, norbixin, kapsantin, dan β-apo-8’-karotenal. Kebanyakan dari anggota pigmen ini bersifat larut lemak. Oleh karena itu, ketika diaplikasikan pada produk pangan yang mengandung banyak air, pigmen karotenoid disuspensikan ke koloid yang sekaligus dapat bersifat sebagai pengemulsi. [112] Secara umum karotenoid di bahan pangan merupakan tetraterpenoid dengan jumlah atom karbon 40 yang terdiri atas delapan unit isoprenoid C5 (ip). Rantai lurus karotenoid C40 ini menjadi kerangka dasar karotenoid. Unit ip tersusun dalam dua posisi arah yang berlawanan pada pusat rantainya sehingga berbentuk molekul yang simetris (Gambar 12). Bentuk ini
70
_____________________________________________________Pewarna Alami untuk Pangan
©SEAFAST Center 2012
merupakan bentuk molekul likopen, sehingga likopen sering juga disebut sebagai induk dari karotenoid. Jenis-jenis karotenoid lainnya merupakan turunan dari modifikasi likopen.[112]
Gambar 12. Rumus struktur kerangka karotenoid.[112]
Kerangka dasar karotenoid dapat dimodifikasi dengan berbagai cara, seperti siklisasi pada salah satu atau kedua ujung rantai, dehidrogenasi dan penambahan oksigen yang mengandung gugus fungsional, pemindahan ikatan rangkap, pemindahan gugus metil, perpanjangan atau pemendekan rantai, isomerasi, dan lain sebagainya. Gambar 13 menunjukkan beberapa anggota karotenoid. Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa rumus struktur anggota karotenoid selain likopen merupakan hasil modifikasi rantai likopen.[112] Warna yang diekspresikan oleh karotenoid dipengaruhi oleh ikatan rangkap yang terdapat di kerangka dasarnya. Setidaknya dibutuhkan tujuh buah ikatan rangkap bagi karotenoid untuk menghasilkan warna. Warna karotenoid semakin kuat atau pekat dengan semakin banyaknya ikatan rangkap ini. Sebagai contoh,
71
Pewarna Alami untuk Pangan_____________________________________________________
©SEAFAST Center 2012
fitofluen yang hanya memiliki lima ikatan rangkap merupakan karotenoid tidak berwarna, sebaliknya likopen yang memiliki sebelas ikatan rangkap berwarna merah. Selain ikatan rangkap, siklisasi menyebabkan berkurangnya intensitas warna. β- dan αkaroten memiliki jumlah ikatan rangkap yang sama dengan likopen namun mengalami siklisasi, sehingga warna kedua karotenoid ini tidak semerah likopen, yaitu oranye dan oranye kemerahan.[112]
Gambar 13. Beberapa anggota karotenoid.[112]
Seperti kebanyakan antosianin lainnya, karotenoid juga labil jika terpapar oleh cahaya, oksidator, dan panas. Ikatan rangkap di bagian tengah dari rantai kerangka karotenoid rentan terhadap serangan oksidastor. Proses oksidasi karotenoid distimulasi oleh adanya cahaya, panas, peroksidasi, logam seperti Fe, dan enzim. Berbeda dengan isomerasi yang hanya menyebabkan
72
©SEAFAST Center 2012
_____________________________________________________Pewarna Alami untuk Pangan
berkurangnya aktivitas karotenoid, oksidasi menyebabkan karotenoid kehilangan aktivitasnya. Penambahan antioksidan seperti butylated hydroxytoluene (BHT), tokoferol, atau asam askorbat dapat meningkatkan kestabilan karotenoid.[112,38] Karotenoid dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok berdasarkan keberadaan oksigen di struktur molekulnya. Karotenoid yang tidak memiliki atom oksigen atau hanya berupa hidro karbon disebut karoten, sedangkan karotenoid yang memiliki sekurang-kurangnya satu atom oksigen disebut xantofil. Karoten memiliki sifat hidrofobik sehingga sulit larut di dalam air namun larut di pelarut non polar. Sebaliknya, keberadaan gugus hidroksil di xantofil menyebabkannya dapat larut di pelarut polar.[112] Oleh karena karotenoid memiliki tingkat kepolaran yang beragam. Pelarut untuk mengekstrak karotenoid juga dapat berupa campuran pelarut non-polar dan polar. Contoh pelarut yang sering digunakan untuk mengekstrak karotenoid antara lain etanol, aseton, heksan, karbon disulfida, klorida, dan toluena.[113,114] Mengingat bahwa pigmen karotenoid ini berikatan dengan lemak yang terdapat pada dinding sel tanaman yang kompleks. Cara lain selain ekstraksi dengan pelarut kimia yang lebih ramah lingkungan untuk mengekstrak pigmen karotenoid dari tanaman adalah dengan cara mendegradasi dinding sel tersebut sehingga pigmen terbebaskan bersama dengan lemak. Degradasi dinding sel ini dapat dilakukan secara enzimatis dengan campuran enzim hemiselulose, selulose, pektinase, dan proteinase.[115]
73
Pewarna Alami untuk Pangan_____________________________________________________
©SEAFAST Center 2012
Bunga Kenikir Tanaman kenikir (Tagetes erecta) termasuk dalam keluarga Asteraceae yang banyak ditanam sebagai tanaman hias yang tersebar hampir di seluruh dunia.[116] Warna kuning bunga kenikir disebabkan oleh dua pigmen utama, yaitu pigmen dari golongan karotenoid dan flavonoid. Ekstrak bunga kenikir mengandung sekitar 27 % pigmen karotenoid atau khusus untuk kelopak kenikir mengandung karotenoid sekitar 200 kali lebih besar dari karotenoid yang dikandung oleh jagung. Kandungan pigmen flavonoid di kelopak kenikir tidak sebanyak karotenoid, yaitu hanya sekitar 9-22%.[117] Hampir 90% dari karotenoid yang menyebabkan warna kuning pada bunga kenikir disumbangkan oleh pigmen lutein (C40H56O2), sisanya yaitu sebesar 0,4% dan 1,5% secara berturut-turut disumbangkan oleh β-karoten dan kriptoxantin-ester.[118,119] Meskipun lutein memiliki struktur yang mirip β-karoten (Gambar 13), namun lutein lebih stabil terhadap degradasi oksidasi dan panas jika dibandingkan dengan β-karoten.[112] Lutein termasuk ke dalam golongan xantofil sehingga merupakan salah satu jenis pigmen karotenoid yang bersifat polar. Walaupun lutein bersifat polar, namun lutein di kenikir dapat larut lemak karena sebagian besar lutein ini berada dalam bentuk esternya.[116] Warna kuning lutein yang terdapat di bunga kenikir ini telah banyak digunakan sebagai pewarna makanan alami. Bagian bunga
74
©SEAFAST Center 2012
_____________________________________________________Pewarna Alami untuk Pangan
kenikir yang memiliki pigmen warna terbesar adalah pada bagian kelopaknya. Lutein kenikir lebih disukai dibandingkan karotenoid sintetis karena lutein kenikir lebih larut di minyak nabati dibandingkan karotenoid sintetis. Bahkan di Eropa, lutein telah disetujui sebagai salah satu bahan tambahan pangan dengan kode E161b.[116] Navarrete-Bolaños et al (2005) mempublikasikan hasil penelitiannya tentang pengaruh perlakuan ekstraksi terhadap hasil ekstrak lutein kenikir. Pada penelitian tersebut, isolasi pigmen xantofil khususnya lutein pada kenikir dilakukan baik langsung dari bunga segar maupun dari bunga yang telah dikeringkan. Untuk beberapa metode, pemakaian bunga kering menghasilkan ekstrak dengan kadar lutein yang lebih tinggi. Bunga kering dibuat dengan cara menjemur bunga di tempat teduh (tidak terkena cahaya matahari langsung) hingga kadar air bunga 10%.[120] Pengeringan ini tidak direkomendasikan dilakukan dengan oven karena dapat menyebabkan kehilangan pigmen warna yang besar jika dibandingkan dengan pengeringan alami di tempat teduh.[119] Bunga segar atau kering kemudian diproses menjadi tepung. Pembuatan tepung dapat dilakukan secara enzimatis atau fermentasi. Pada metode enzimatis, enzim yang digunakan dapat berupa enzim komersial (endo-1,4-β-D-glucanase dan selulase) atau enzim yang diekstrak langsung dari campuran kultur mikroorganisme Flavobacterium IIb, Acinetobacter anitratus, dan Rhizopus nigricans. Enzim ini kemudian dicampur dengan bunga segar atau kering (1:12). Campuran bunga dan enzim diinkubasi di inkubator bergoyang dengan kecepatan 175 rpm pada temperatur 28 oC. Lama inkubasi optimum beragam tergantung jenis enzim dan konsentrasi enzim. Setelah inkubasi, campuran disaring untuk
75
©SEAFAST Center 2012
Pewarna Alami untuk Pangan_____________________________________________________
memisahkan fase padat dan cair. Fase padat diambil untuk kemudian dikeringkan menjadi tepung kenikir. Pengeringan dilakukan di oven vakum hingga tercapai kadar air 10% baru kemudian digiling halus dengan miller.[120] Metode fermentasi dapat dilakukan baik secara terkontrol maupun secara tidak terkontrol. Fermentasi yang terkontrol dilakukan dengan mencampurkan kultur Flavobacterium IIb, Acinetobacter anitratus, dan Rhizopus nigricans dengan bunga kenikir dengan perbandingan 1,5:1. Fermentasi dilakukan di drum fermentasi yang berputar dengan mengontrol kelembaban, pengadukan, dan aliran udara. Fermentasi tidak terkontrol dilakukan hanya dengan menyimpan bunga kenikir di tempat atau wadah tertutup selama tujuh minggu. Sama halnya dengan metode enzimatis, padatan yang didapat dari hasil fermentasi dikeringkan untuk mendapatkan tepung kenikir.[120] Lutein dari tepung kenikir dapat diekstrak dengan cara liksiviasi menggunakan pelarut heksana sehingga didapat oleoresin kenikir. Ekstraksi dilakukan dengan mencampurkan 1 bagian tepung dengan 6 bagian heksana dan diinkubasi pada temperatur 35 oC. Campuran ini akan membentuk dua fase. Fase atas yang ringan (heksana dan xantofil) dan fase bawah yang berat (padatan). Fase atas diambil dan dipekatkan sehingga didapat oleoresin lutein. Fase bawah dapat diekstrak kembali dengan heksana jika terlihat masih mengandung xantofil (berwarna kuning). Oleoresin tersebut kemudian dimurnikan untuk mendapatkan kristal lutein yang dapat diaplikasikan baik pada produk pangan, obat-obatan, maupun kosmetik. Oleoresin lutein juga dapat diisomerisasi menjadi zeaxantin sebagai salah satu usaha untuk meningkatkan kekuatan pigmentasi bunga kenikir.
76
_____________________________________________________Pewarna Alami untuk Pangan
Zeaxantin memiliki kekuatan pigmentasi dua kali lebih besar dari pada lutein sehingga lebih disukai oleh industri.[120]
©SEAFAST Center 2012
Tomat Sebanyak 85-90% warna merah pada tomat tua (Lycopersicon esculentum L) adalah karena kehadiran pigmen likopen (C40H56). Kulit tomat merupakan bagian dari tomat yang mengandung likopen dalam jumlah terbanyak jika dibandingkan dengan bagian buah lainnya. Kulit tomat mengandung likopen lima kali lebih banyak dibandingkan dengan daging tomat. Dalam basis kering, kulit tomat mengandung sekitar 280-540 mg/100 g tergantung tingkat kematangannya. Oleh karena itu kulit tomat berpotensi dimanfaatkan sebagai pewarna alami. Potensi ini juga didukung fakta bahwa banyak dari industri yang mengolah tomat tidak menggunakan kulitnya. Sebagai contoh, kulit tomat banyak dibuang pada industri pembuatan saus dan pasta tomat sehingga banyak kulit tomat yang terbuang percuma.[121,122] Likopen merupakan anggota dari kelompok karoten (tidak memiliki molekul oksigen) sehingga bersifat tidak polar. Di dalam bahan pangan biasanya likopen berada dalam bentuk trans. Likopen yang terdapat di tomat 94-96% berada dalam bentuk trans, 3-5% 5-cis, 0,1% 9-cis, 1% 13-cis, dan kurang dari 1% dalam
77
©SEAFAST Center 2012
Pewarna Alami untuk Pangan_____________________________________________________
bentuk isomer cis lainnya. Rumus struktur likopen disajikan pada Gambar 13.[123,121] Pigmen likopen bersifat sensitif terhadap oksigen, panas, dan cahaya.[121] Aust et al. (2003) melaporkan, likopen yang dioksidasi secara in vitro oleh hidrogen peroksida menghasilkan senyawa dialdehid 2,7,11-trimetiltetradekaheksan-1,14-dial.[124] Hasil penelitian lain oleh Zhang et al. (2003) menunjukkan terbentuknya senyawa (E,E,E)-4-metil-8-okso-2,4,6-nonatrienal akibat dari autooksidasi likopen pada ikatan tunggal nomor 5, 6- dan 13, 14.[125] Sejumlah likopen dapat rusak akibat aplikasi pemanasan saat mengekstrak likopen. Pemanasan yang dilakukan sebelum ekstraksi likopen biasanya berupa proses pemblansiran. Blansir dilakukan dengan tujuan menginaktivasi enzim pektinesterase dan poligalakturonase yang diketahui mengganggu proses ekstraksi likopen. Blansir yang terlalu lama memicu terjadinya isomerasi pada likopen.[126] Shi dan Le Maguer (2000) melaporkan bahwa panas mimicu terjadinya isomerasi likopen dari bentuk trans menjadi bentuk cis. Isomerasi ini menyebabkan intensitas warna likopen berkurang.[127] Galicia et al. (2008) meneliti pengaruh pemblansiran terhadap hasil likopen yang diekstrak. Dari hasil penelitian tersebut diketahui bahwa jumlah likopen yang dapat diekstrak dengan aplikasi pemblansiran di tahap awal tidak berbeda nyata dengan ekstrak likopen tanpa perlakuan blansir. Pengaruh blansir terlihat setelah ekstrak disimpan. Setelah 30 hari penyimpanan di temperatur 20 oC dalam kondisi gelap, ekstrak likopen dengan perlakuan blansir masih tersisa 81% sedangkan ekstrak tanpa perlakuan blansir tinggal 66,78%. Pada penelitian yang sama,
78
©SEAFAST Center 2012
_____________________________________________________Pewarna Alami untuk Pangan
pengaruh cahaya selama penyimpanan juga diamati. Diketahui bahwa cahaya meningkatkan kecepatan degradasi likopen. Setelah 30 hari penyimpanan, likopen yang tersisa di ekstrak dengan dan tanpa perlakuan blansir berturut-turut adalah 45,39% dan 59,43%.[126] Ekstraksi likopen biasa dilakukan dengan melarutkan bahan di pelarut kimia. Secara umum likopen mudah larut di pelarut etil asetat dan n-heksana; larut sebagian di pelarut etanol dan aseton; dan tidak larut di pelarut air. Secara khusus, likopen tomat dapat diekstrak dengan pelarut diklorometan, karbon dioksida, etil asetat, aseton, propan-2-ol, metanol, etanol, atau heksana. Produk yang dihasilkan dari ekstraksi menggunakan pelarut kimia biasanya masih mengandung minyak, lemak, dan flavor tomat.[121,123] Kesulitan yang biasa dihadapi pada saat ekstraksi likopen kulit tomat dengan pelarut kimia adalah kecilnya efisiensi ekstraksi. Hanya sekitar 50% dari total likopen yang dapat diekstrak dari kulit tomat dengan menggunakan superkritikal CO2. Salah satu penyebab kecilnya efisiensi ekstraksi ini karena pelarut sulit menembus jaringan kulit tomat yang kompak. Di lain pihak, likopen terdapat di bagian dalam jaringan, yaitu di membran kromoplas. Oleh karena itu, tidak semua likopen mampu diekstrak oleh pelarut kimia.[122] Efisiensi ekstraksi dengan pelarut kimia dapat ditingkatkan melalui perlakuan enzimatis terhadap kulit tomat sebelum diekstrak dengan pelarut. Enzim yang memiliki kemampuan mendegradasi jaringan kulit tomat dapat membantu pelarut untuk mengekstrak likopen karena jaringan menjadi lebih lunak sehingga pelarut bisa dengan mudah mencapai likopen. Enzim-enzim yang dapat digunakan antara lain enzim yang memiliki sifat pektinolitik,
79
©SEAFAST Center 2012
Pewarna Alami untuk Pangan_____________________________________________________
selulolitik, dan hemiselulolitik. Penggunaan enzim tersebut mampu meningkatkan efisiensi menjadi sekitar 70-90% tergantung jenis enzim dan pelarutnya.[122] Waktu inkubasi kulit tomat dengan enzim penting untuk diperhatikan. Semakin lama waktu inkubasi, semakin mudah likopen lepas dari membran kromoplas. Namun jika inkubasi terlalu lama, likopen bebas ini akan mudah rusak akibat oksidasi. Oleh karena itu, perlu dilakukan observasi waktu optimal bagi enzim untuk menghasilkan kondisi terbaik untuk ekstraksi tanpa terjadi kerusakan pada likopen.[122] Publikasi yang dikeluarkan oleh FAO JECFA Monographs 7 (2009) menyebutkan bahwa acceptable daily intake (ADI) untuk likopen dari semua sumber tidak dinyatakan (not specified). Biasanya konsentrasi yang dibutuhkan likopen untuk menghasilkan warna kuning-oranye hingga merah pada makanan adalah sekitar 5-500 mg/kg makanan. European Food Safety Authority (EFSA) lebih mengatur secara rinci tentang batas penggunaan likopen tomat di dalam pangan. Likopen tomat diatur dengan kode E160d. Pada kenyataannya penggunaan pigmen likopen di industri pangan masih 40-90% lebih rendah dari batas maksimumnya. Pemakaian likopen dari tomat yang berlebihan tidak disukai karena aroma alami tomat masih terbawa.[121]
Sawit Tanaman sawit (Elaeis guineensis) merupakan tanaman yang banyak tumbuh di wilayah Asia Tenggara dan Afrika. Tanaman ini dibudidayakan terutama
80
©SEAFAST Center 2012
_____________________________________________________Pewarna Alami untuk Pangan
untuk diambil minyaknya.[128] Produksi minyak sawit di dunia dapat mencapai angka 27,26 metrik ton.[129] Buah sawit, baik pada bagian inti maupun mesokrap, mengandung minyak yang kaya akan karoten. Sejumlah karoten yang telah ditemukan di minyak sawit antara lain fitoen, fitofluen, β-karoten, α-karoten, γ-karoten, ζ-karoten, neurosporen, αzeakaroten, β-zeakaroten, dan δ-karoten. Dari sekian banyak jenis karoten yang terdapat di sawit, α- dan β-karoten merupakan karoten utama, yaitu mencakup 90% dari total karoten sawit.[130] Minyak mentah yang didapat dari mesokrap sawit disebut crude palm oil (CPO). Indonesia merupakan penghasil utama CPO di dunia. Tahun 2008, produksi CPO Indonesia sebesar 17,1 juta ton.[131] CPO memiliki warna merah karena kaya akan karoten. Rata-rata CPO mengandung karotenoid sebesar 500-700 mg/kg.[132] Kadar karoten pada CPO dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya varietas, tingkat kematangan, lama buah menginap di kebun (restan), dan proses pemanasan di unit proses pengolahan kelapa sawit. Karotenoid yang dominan pada buah sawit juga ditentukan oleh tingkat kematangan.[131] Buah sawit yang relatif muda banyak mengandung xantofil seperti lutein. Namun ketika buah semakin tua, konsentrasi xantofil menurun drastis dan karotenoid yang dominan adalah α dan β-karoten.[133] Kebanyakan dari CPO diolah lebih lanjut menjadi minyak goreng atau detergen. Pada proses pengolahan lanjut ini, karoten mengalami degradasi. Mekanisme degradasi dapat terjadi melalui proses isomerasi maupun oksidasi. Pemanasan merupakan salah satu faktor penyebab isomerasi senyawa karotenoid. Isomerasi menyebabkan terjadinya perubahan struktur geometris senyawa karotenoid dari bentuk trans menjadi bentuk cis. Secara umum,
81
©SEAFAST Center 2012
Pewarna Alami untuk Pangan_____________________________________________________
karotenoid dari jenis β-karoten lebih memiliki stabilitas terhadap isomerasi akibat pemanasan jika dibandingkan dengan αkaroten.[132] Senyawa karotenoid dalam bentuk cis yang terbentuk dari proses isomerasi diketahui memiliki stabilitas lebih rendah dibandingkan bentuk trans. Rendahnya stabilitas ini mengakibatkan senyawa ini mudah teroksidasi pada proses pemanasan selanjutnya. Terjadinya oksidasi akan menyebabkan karotenoid termodifikasi dan membentuk epoksi-epoksinya, yaitu berupa mono- dan di-oksigenasi karotenoid yang memiliki berat molekul lebih tinggi. Bentuk-bentuk epoksi tersebut dapat terdegradasi menjadi senyawa baru dengan berat molekul yang lebih rendah.[132] Belakangan ini, beberapa industri pengolah sawit mulai melakukan isolasi terhadap karoten sebelum CPO diolah lebih lanjut. Karoten yang diisolasi tersebut kemudian disuspensikan ke minyak nabati dengan konsentrasi karoten lebih besar dari 30%. Produk hasil isolasi inilah yang kemudian sering digunakan sebagai pewarna alami pada produk pangan.[130] Ekstraksi karoten dari CPO dapat dilakukan dengan metode transesterifikasi dan distilasi molekular. Trigliserida yang terdapat di CPO ditransesterifikasi dengan menggunakan metanol atau etanol dengan perbandingan CPO dan alkohol 2:1. Sebagai katalis dapat digunakan 0,5% natrium hidroksida. Ester yang terbentuk kemudian dipisahkan dengan gliserolnya dan dicuci dengan air hingga kondisi pH netral. Ester yang telah terpisah dikeringkan dengan natrium sulfat anhidrous. Alkohol selanjutnya diuapkan pada kondisi tekanan rendah. Karoten yang terdapat di ester direkoveri dengan melakukan distilasi pada kondisi vakum.
82
©SEAFAST Center 2012
_____________________________________________________Pewarna Alami untuk Pangan
Sebelum didistilasi, ester yang mengandung karoten dicampur dengan refined and deodorized red palm oil (RD-RPO), refined bleached and deodorized (RBD) palm olein, RBD palm oil, dan neutralized bleached and deodorized palm oil (NBD-PO) dengan proporsi tertentu. Tekanan distilasi dibuat kecil dari 30.10-3 torr dengan temperatur berkisar antara 110-170 oC. Konsentrat karoten merupakan residu dari proses distilasi ini. Ooi et al. (1994) melaporkan bahwa kadar karoten pada ester tidak berbeda jauh dengan CPO asal, yaitu berturut-turut 645 dan 650 ppm. Konsentrat karoten hasil destilasi mengandung lebih dari 80.000 ppm karotenoid.[134] Metode transesterifikasi CPO yang dilanjutkan dengan distilasi memang menghasilkan kadar karoten yang tinggi. Namun metode ini memiliki kelemahan, yaitu trigliserida CPO telah diubah bentuknya menjadi ester sehingga tidak dapat lagi dimanfaatkan sebagai minyak makan. Oleh karena itu, saat ini mulai berkembang penelitian-penelitian sebagai usaha untuk merekoveri karoten dengan tetap mempertahankan CPO asal sehingga CPO masih layak diolah menjadi minyak makan.[135] Metode kromatografi oleh Latip et al. (2000) dengan menggunakan adsorben polimer sintetik merupakan salah satu contoh metode rekoveri karoten yang tidak merusak CPO. Prinsip rekoveri karoten dengan metode ini adalah dengan melewatkan CPO yang sebelumnya dicampur dengan isopropanol ke kolom kromatografi yang berisi adsorben berpori. Karoten akan diserap oleh adsorben, sedangkan minyak sawit akan lewat sehingga fraksi minyak dan karoten dapat dipisahkan. Karoten diekstrak dari adsorben kromatografi dengan pelarut seperti heksana. Karoten dan pelarut kemudian dipisahkan dengan evaporasi.[136]
83
©SEAFAST Center 2012
Pewarna Alami untuk Pangan_____________________________________________________
Dilaporkan pada penelitian Latip et al. (2000) tersebut bahwa efisiensi metode kromatografi dengan adsorben sintetik ini berkisar antara 30-62% tergantung dari kondisi proses. Jenis adsorben, rasio adsorben dan CPO, kecepatan aliran CPO yang masuk ke kolom kromatografi, dan temperatur kromatografi mempengaruhi tingkat efsiensi rekoveri. Terdapat beberapa adsorben yang dapat digunakan untuk merekoveri karoten CPO, yaitu HP 20 (stiren-divinil kopolimer); synthetic aromatic porous resin SP 850 dan SP 825; dan adsorben sintetik Relite Exa 32 dan Relite Exa 50. Adsorben-adsorben tersebut dapat digunakan untuk menyerap karoten karena strukturnya yang mirip karoten dan sifatnya yang hidrofobik sehingga dapat mengikat karoten. Kombinasi dari tipe HP 20 dan SP 850 diketahui dapat meningkatkan efisiensi rekoveri. Selain itu penggunaan adsorben dengan rasio 4 terhadap CPO dilaporkan menghasilkan efisiensi yang optimal. Pada publikasinya yang lain, Baharin et al. (2001) melaporkan bahwa temperatur kromatografi yang dapat digunakan untuk hasil yang optimum yaitu 40 oC dengan kecepatan aliran CPO sebesar 10 mL/menit.[136,137] Metode kromatografi ini reatif mudah diterapkan pada industri kelapa sawit yang pada awalnya tidak melakukan rekoveri terhadap karoten. Industri tersebut hanya perlu menambahkan kolom kromatografi sebelum proses refining dilakukan dan evaporator untuk memisahkan karoten dari pelarut. Pelarut yang telah terpisah dari karoten dapat digunakan kembali untuk proses rekoveri selanjutnya. Sekitar 15.000 ppm karoten dapat diekstrak tanpa menyebabkan kerusakan pada minyak sawit dengan metode ini. Konsentrasi karoten yang dihasilkan tersebut setara dengan 25 kali konsentrasi karoten di CPO asal.[136,137]
84