BP4 DALAM PENYELESAIAN KONFLIK PERKAWINAN DI KECAMATAN SYIAH KUALA BANDA ACEH Oleh: Muhammad Maulana Dosen Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam IAIN Ar-Raniry
Abstract A relation between a husband and wife are not forever in peace and tranquility, it takes a lot of sacrifice and sincerity. And when there is no understanding between each other, a problem becomes worst and even impacted to a divorce. Government through BP4 trying to solve the family’s problems and save the households from the destruction by facilitating dialogue and mediation. Syiah Kuala community which is a heterogeneous group of people in Banda Aceh also faces domestic problems that quite complex. The presence of intact families become an absolute necessity, but when the large community of Syiah Kuala doesn’t put any attention on protected / nurtured a new couple/ new family, then the problem become more prominent, so that the existence of BP4 in Syiah Kuala community is very helpful. BP4 has made some steps to resolve internal conflict in families; marriages can be reattached so that the divorce rate can be reduced. The most important thing BP4 also perform simultaneous coaching for couples who are getting married. Keywords: Marriage, Conflict, Resolution, BP4
PENDAHULUAN Pada dasarnya tujuan perkawinan adalah untuk membentuk keluarga bahagia, sakinah, mawaddah dan penuh rahmat. Dalam kenyataan empiris, sering sekali suami dan istri yang terikat dalam ikatan perkawinan tidak mampu mempertahankan mahligai rumah tangga yang sedang dibina tersebut, sehingga menyebabkan percekcokan yang tiada akhir dan tidak mampu menemukan solusi dan pemecahan masalah dalam bingkai rumah tangga yang rukun yang mampu meneguhkan hati suami istri untuk terus merengkuh tujuan perkawinan yang telah mereka ikrarkan di depan karib kerabat dan handai tolan. Akibat kebuntuan tersebut, suami istri menganggap perceraian merupakan jalan tepat yang akan mereka tempuh. Ini menampakkan bentuk kegagalan dalam mencapai keluarga bahagia. Sebuah rumah tangga memang tidak akan pernah sepi diterpa badai dan gelombang yang akan menggoyah dan memupuskan kekuatan jalinan kasih dan sayang antara suami istri. Banyak jalan yang dapat ditempuh agar ikatan perkawinan tetap terjalin dengan baik, asalkan para pihak masih memiliki komitmen untuk tetap bersama dalam suka dan duka dan tidak membiarkan keinginan suami istri untuk mengakhiri jalinan kuat perkawinan menjadi rapuh dan putus dengan kata perceraian. Untuk memfasilitasi permasalahan perkawinan dan rumah tangga salah satunya adalah melalui BP4, sejak tahun 2002 kepanjangannya berubah menjadi Badan Penasehatan
Pelestarian Perkawinan (BP4).1 BP4 ini sejak pembentukannya sampai sekarang merupakan satu-satu lembaga yang bergerak di bidang penasehatan perkawinan di lingkungan Departemen Agama Republik Indonesia.2 Perkawinan dalam masyarakat sekarang yang cendrung progress dan selfis, menghadapi lebih banyak masalah sebagai sumber konflik, sehingga keberadaan BP4 dirasakan sudah seharusnya dibutuhkan untuk menyelamatkan suami-istri yang sedang dilanda sengketa dan konflik penuh angkara. Untuk mempertegas tentang keberadaan dan eksistensi lembaga tersebut dalam masyarakat yang sedang berubah ini, masihkan mampu mengayomi masalah-masalah dan menawarkan alternative solution untuk menjadi pilihan bagi pasangan suami istri. Progresifitas dan perubahan dirasakan oleh seluruh masyarakat sebagai bagian dari dinamika kehidupan. Untuk membatasi komunitas masyarakat, penelitian ini hanya dilakukan dalam milieu masyarakat Kecamatan Syiah Kuala Kota Banda Aceh. Masyarakat Kecamatan Syiah Kuala ini dapat dijadikan sebagai miniatur masyarakat Aceh, karena dinamika masyarakatnya hampir sama dengan yang dialami komunitas masyarakat lainnya di Aceh. Masyarakat Kec. Syiah Kuala pernah menghadapi konflik politik dan senjata yang berkepanjangan dan juga disaster mahadasyat yaitu gempa 8,9 skala Righter dan gelombang tsunami, yang tidak hanya merobohkan rumah-rumah idaman tempat bernaungnya keluargakeluarga dalam menjalani kehidupan bahkan juga memberi dampak pada hancurnya ikatan perkawinan yang telah terjalin dengan baik sebelumnya. Untuk menguatkan ikatan perkawinan, BP4 Kec. Syiah Kuala memberikan penyuluhan dan solusi terhadap permasalahan yang dihadapi. BP4 Kec. Syiah Kuala menjadi lembaga yang memberikan alternative dispute resolution (ADR) untuk pasangan-pasangan suami istri yang menghadapi masalah di Kec.Syiah Kuala. Adapun fokus masalahnya tentang bagaimana keberadaan BP4 dalam masyarakat Kec. Syiah Kuala dalam menyelesaikan masalah-masalah yang menimbulkan konflik di antara suami istri pasca tsunami. Bagaimana sistem keluarga dalam masyarakat Kec. Syiah Kuala dan pengaruhnya terhadap kekuatan ikatan perkawinan antara pasangan suami istri sehingga terhindar dari perceraian.
METODOLOGI PENELITIAN. Pendekatan dan Jenis Penelitian Untuk memberikan hasil yang baik pada karya ilmiah diperlukan data-data yang lengkap dan objektif sesuai dengan permasalahan yang telah dirumuskan. Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian sosio kultural dan juga fenomena. 1
Sejak lama (sekitar 1956) para pemimpin bangsa telah mengantipasi perubahan zaman yang menjadi tantangan, ancaman bagi keluarga, dengan membentuk lembaga-lembaga yang bergerak di bidang penasehatan keluarga. Lembaga-lembaga ini tersebar di Jawa Barat, Yogyakarta, Jakarta, bahkan juga di kota-kota luar Jawa. Kemudian guna mencapai daya guna dan daya hasil, lembaga-lembaga penasehatan ini menyatu menjadi Badan Penasehatan Perkawinan dan Penyelesaian Perceraian (BP4). 2 Berdasarkan Keputusan Menteri Agama, BP4 merupakan satu-satunya lembaga penasehatan di lingkungan Departemen Agama. Artinya hanya calon suami-isteri yang telah diberi nasehat BP4 Kecamatan, boleh menikah di KUA. Demikian pula sebelum 1989, hanya pasangan-pasangan yang telah didamaikan oleh BP4 Kab/Kota yang boleh mengajukan gugatan cerai di Pengadilan Agama.
Pendekatan sosio kultural digunakan untuk meneliti tentang sistem kekeluargaan dan kekerabatan masyarakat Kec. Syiah Kuala yang berada di wilayah urban, dan pengaruh kekerabatan tersebut terhadap perkawinan. Pendekatan fenomena dilaksanakan untuk mendapatkan tanggapan masyarakat terhadap perceraian. Metode Pengumpulan Data Penelitian ini dilakukan dengan perpaduan metode pengumpulan data pustaka (library research) dan Metode pengumpulan data lapangan (field research). Penelitian pustaka ini dilakukan sebagai upaya penelusuran literatur tentang historis, peran dan fungsi BP4 di Indonesia. Penelitian pustaka di sini tidak hanya sekedar pengumpulan literatur, tapi diupayakan penelusuran dan juga kritik terhadap literatur yang ada sehingga diperoleh data yang valid sebagai sumber literatur. Sehingga nantinya didapatkan bahan acuan dasar yang sangat repersentatif dalam menganalisis data empiris yang diperoleh di lapangan. Data kepustakaan yang diperoleh tersebut dijadikan sebagai data sekunder dalam penelitian ini. Penelitian lapangan digunakan untuk memperoleh data primer dalam riset ini. Penelitian lapangan dilaksanakan dengan mengumpulkan data tentang BP4 Kec. Syiah Kuala Kota Banda Aceh, dan juga pandangan masyarakat Kec. Syiah Kuala tentang BP4, dengan menggunakan teknik dan instrumen tertentu yang telah didisign untuk mendapat seluruh data yang dibutuhkan. Hanya data yang valid yang mampu menjawab permasalahan yang sangat urgen untuk disolusi ini. Sebagian pasangan suami istri cenderung pesimis dapat menemukan solusi terhadap permasalahan yang mereka hadapi dalam perkawinan dan hanya menganggap hanya Mahkamah Syar’iyah yang dapat memberikan solusi yang mereka butuhkan.. Data pustaka dikumpulkan, dikaji dan dianalisis untuk menjadi dasar teori penelitian ini. Data dari penelitian lapangan dikumpulkan melalui interview dengan para respon. Interview dilakukan dengan menggunakan pola guidance interview, hal ini dilakukan supaya data terkumpulkan secara maksimal. Apabila ada informasi-informasi yang perlu didalami secara mendetil maka interview dapat ditambahkan sehingga jawaban diperoleh secara lengkap. Adapun responden yang diharapkan menjadi informan dari penelitian ini adalah Kepala KUA Kec. Syiah Kuala, Imum Mukim dan MPU Kec. Syiah Kuala. URGENSI KERUKUNAN RUMAH TANGGA DALAM ISLAM Nikah dan perkawinan merupakan terma yang tiada habisnya dibahas, karena sebagai salah satu destini yang dijalani manusia untuk meneruskan regenerasi dan mempertahankan sikap normalnya dalam menyalurkan libido dan hasrat biologisnya. Dalam pernikahan 3 selalu ada persoalan yang selalu aktual dan selalu menarik untuk dibicarakan, karena persoalan ini bukan hanya menyangkut tabiat dan hajat hidup manusia yang asasi saja tetapi juga menyentuh suatu lembaga yang luhur dan sentral yaitu rumah tangga. Luhur, karena lembaga 3
Wahbah al-Zuhayli mendefinisikan nikah sebagai akad yang ditetapkan syara’ untuk membolehkan bersenang-senang antara laki-laki dengan perempuan dan menghalalkan bersenang-senang perempuan dengan laki-laki, Lihat lebih lanjut dalam Wahbah al-Zuhayli, Al-Fiqh al-Islam wa Adillatuh, Bairut: Dar al-Fikr, 1989, Cet. III, hal. 29.
ini merupakan benteng bagi pertahanan martabat manusia dan nilai-nilai ahlaq yang luhur dan sentral. Perkawinan bukanlah persoalan kecil dan sepele, tapi merupakan persoalan penting dan besar. 'Aqad nikah (perkawinan) adalah sebagai suatu perjanjian yang kokoh dan suci (mitsaqan ghalidha), firman Allah a QS. an-Nisa' : 21 Artinya : Bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, padahal sebagian kamu telah bergaul (bercampur) dengan yang lain sebagai suami istri dan mereka (istriistrimu) telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat". [An-Nisa' : 21]. Ketentuan Islam tentang pernikahan sangat komplit dimulai dari anjuran menikah, cara memilih pasangan yang ideal, melakukan khitbah(peminangan), dan memberikan jalan keluar jika terjadi kemelut dalam rumah tangga, sampai dalam proses nafaqah. Perkawinan dalam Islam fithrah kemanusiaan, dangharizah insaniyah (naluri kemanusiaan). Penghargaan Islam terhadap ikatan perkawinan besar sekali, Rasulullah SAW bersabda: Artinya : Anas bin Malik radliyallahu 'anhu berkata : "Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan kami untuk nikah dan melarang kami membujang dengan larangan yang keras". Dan beliau bersabda : Nikahilah perempuan yang banyak anak dan penyayang. Karena aku akan berbanggga dengan banyaknya umatku dihadapan para Nabi kelak di hari kiamat". [Hadits Riwayat Ahmad dan di shahihkan oleh Ibnu Hibban] Untuk mencapai tujuan perkawinan setiap orang ingin membina rumah tangga yang bahagia dan sejahtera lahir dan batin serta memperoleh keselamatan hidup di dunia dan akhirat. Keluarga bahagia adalah keluarga yang dalam kehidupannya terpenuhi kebutuhan rohani, tenteram, aman dan damai serta diliputi rasa cinta kasih dan sayang. Keluarga bahagia mutlak harus sejahtera dengan terpenuhinya dan tercukupi kebutuhan jasmani yang meliputi sandang, pangan, papan serta terpeliharanya kesehatan.4 Merujuk kepada filosofi perkawinan, esensi dari sebuah pernikahan adalah mengikat diri untuk melahirkan sebuah keluarga yang baik, bahagia, harmonis di bawah ikatan dua buah keluarga besar dari pihak perempuan dan laki-laki. Terintegrasinya dua pola kultural antar dua keluarga besar yang dibingkai dengan pendekatan Islami akan melahirkan sebuah keluarga baru dengan penuh berperadaban. Keadaan ini akan membentuk sebuah tatanan keluarga, yang menjadi bagian integral dari sebuah komunitas masyarakat dan bangsa. Secara sosial, ikatan perkawinan adalah sebuah keniscayaan bukan hanya sebatas agar manusia dapat survival, tetapi juga untuk membentuk tatanan komunitas baru yang mengikat pada keluarga itu sendiri. Mewujudkan keluarga bahagia dan sejahtera dalam pelaksanaannya tidak semudah seperti dibayangkan oleh pasangan-pasangan yang baru beberpa hari menikah, yang hanya melihat sisi indahnya saja. Perjalanan perkawinan selalu dipenuhi oleh rintangan dan godaan yang siap menghancurkan rumah tangga yang tidak kuat dan tidak mampu menahan badai yang menghantam bahtera rumah tangga. Bagi pasangan suami isteri yang telah mempunyai dasar yang kuat dan kokoh sebesar apapun rintangan yang muncul dan menggoyahkan perkawinan yang telah dibina dapat dilerai sehingga tetap terpelihara kebahagiaan rumah tangganya. 4
www.serambinews.com
Kesiapan pasangan suami istri menjalani kehidupan perkawinannya tentu saja harus dilandasi oleh banyak faktor, mulai dari penyesuaian kehidupan perkawinan dengan norma-norma agama, susila dan peraturan perundang-undangan hingga adat istiadat setempat, seperti di Aceh yang berlaku adalah adat Aceh dan adat lainnya yang disepakati oleh lingkungan domisili pasangan suami istri. Hal tersebut merupakan modal dasar untuk terciptanya keluarga bahagia dan sejahtera yang selalu diimpikan oleh pasangan suami istri dan anak-anak yang lahir sebagai buah cinta kasih. Menganalisia konteks mistaqan ghalizhan yang digunakan al Qur'an, bisa ditarik benang merah bahwa ikatan pernikahan itu nilai keagungannya setara perjanjian antara Allah SWT dengan para Nabi-Nya. Pernikahan bukan sekedar tali pengikat untuk menyalurkan kebutuhan biologis, tetapi juga harus menjadi media aktualisasi ketaqwaan. Bentuk pernikahan telah memberikan jalan yang terbaik untuk menyalurkan hasrta seksual dan memelihara keturunandengan pernikahan akan tercipta pergaulan suami istri yang diletakkan di bawah naluri keibuan dan kebapakan sebagai sebuah sarana yang baik untuk menghasilkan generasi yang baik juga.5 Term keluarga sakinah adalah nomenklatur menggambarkan prototipe keluarga yang bahagia, keluarga sakinah berarti pertalian antar individu dalam rangka menggapai ketentraman dan kebahagiaan.6Antar anggota dalam biduk rumah tangga itu terdapat keterikatan dan ketertarikan satu sama lain, sehingga terbentuk suatu konstruksi sosial yang damai dan sejahtera. Firman Allah QS. al-Rum, ayat 21. Artinya:“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteriisteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir,” firmanNya dalam surat al-Rum, ayat 21. Menurut Imam al-Qurtubi, ayat ini sejatinya menggambarkan bahwa konstruksi sosial dalam lingkup sederhana adalah tatanan keluarga. Ruang lingkup ini sangat menekankan pentingnya bangunan keluarga yang dipenuhi dengan ketenangan dan ketentraman jiwa serta kesejahteraan dalam naungan ridha ilahi. “Berangkat dari titik inilah, sebuah keluarga itu akan berproses untuk menghasilkan buah yang bernama kasih (mawaddah) dan sayang (rahmah),” tulis al-Qurtubi dalam al-Jami’ li Ahkam al-Quran. Sekilas, konsep keluarga sakinah mudah untuk dipaparkan. Tapi dalam praktiknya, tak semudah membalik telapak tangan. Buktinya, masih banyak orang yang mahligai rumah tangganya terguncang badai, bahkan kandas di tengah jalan. Andai saja relasi suami-isteri, serta orang tua-anak dapat dijalankan dengan seimbang, tentu perwujudan keluarga sakinah adalah sebuah keniscayaan. Apapun masalah dalam keluarga, baik yang datangnya dari pihak suami, isteri, bahkan anak, tentu dapat diselasaikan dengan baik asal didasari dengan semangat kasih sayang, keterbukaan dan musyawarah. Keluarga sakinah selalu mengedepankan sikap yang terbuka dan dialogis dalam menyelesaikan masalah. Cara kekerasan sungguh tak dikenal dalam kamus keluarga sakinah. Sebab, kekerasan tidak akan menyelesaikan masalah, tapi malah menambah masalah baru. 5 6
Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, Jilid 2, Bairut: Dar al-Fikr, Cetakan IV, 1983, hal. 5. M. Quraisy Shihab, Tafsir al-Mishbah,
YURISDIKSI BP-4 DAN TUGASNYA DALAM HUKUM PERKAWINAN INDONESIA Keberadaan Badan Penasihatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP-4), secara yuridis formal tidak pernah disebutkan dengan jelas dan tegas dalam peraturan perundangundangan tentang perkawinan di Indonesia. Baik itu dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, dan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, maupun dalam peraturan perundang-undangan lainnya yang selaras dan terkait dengan hukum perkawinan di Indonesia, seperti Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama dan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1974 tentang Kompilasi Hukum Islam di Indonesia. Pembentukan lembaga BP-4 ini dianggap penting dilakukan untuk menjaga stabilitas perkawinan dan kehidupan rumah tangga masyarakat Indonesia, karena stabilitas kehidupan rumah tangga menjadi tonggak awal bagi terciptanya stabilitas yang lebih besar dan luas yaitu stabilitas sosial dalam lingkungan masyarakat, dan stabilitas politik, keamanan dan ketertiban dalam sebuah negara. BP4 sebagai lembaga semi resmi yang dibentuk oleh pemerintah melalui Departemen Agama, menurut Pasal 3 Anggaran Dasarnya Organisasi BP-4 bersifat profesi, sebagai pengemban tugas dan mitra kerja Departemen Agama dalam mewujudkan keluarga sakinah. Selain pegawai negeri Departemen Agama, BP-4 juga melibatkan para imam desa/gampong yang sekaligus menjabat sebagai Pegawai Pembatu Pencatat Nikah (P3N), yang bukan berstatus sebagai pegawai negeri Departemen Agama. Sehingga mereka ini memang tidak digaji oleh pemerintah untuk melaksanakan tugas-tugas sebagai BP-4. Menurut ketentuan Pasal 5 Anggaran Dasar, organisasi BP-4 bertujuan untuk mempertinggi mutu perkawinan guna mewujudkan keluarga sakinah.Tujuan yang ingin dicapai oleh lembaga BP-4 termuat dalam Pasal 5 Anggaran Dasarnya yaitu mencapai masyarakat Indonesia yang maju, mandiri, bahagia, sejahtera materil dan spiritual. Dalam rangka mencapai tujuan yang mulia tersebut, BP-4 memiliki upaya dan usaha atau tugas yang harus diemban oleh organisasi dan setiap orang yang terlibat dalam organisasi BP-4, yang secara umum dapat digambarkan bahwa lembaga ini bertugas untuk memberikan penerangan/penyuluhan dan pendidikan kepada masyarakat, baik perorangan atau kelompok secara terus menerus dengan menggunakan berbagai media yang memungkinkan. BP-4 bertugas menasehati dan mencari jalan keluar terhadap masalah-masalah keluarga dan rumah tangga yang sedang dihadapi anggota masyarakat dalam kesehariannya, dalam rangka menjaga kelanggengan, keharmonisan dan kebahagian rumah tangga agar tetap terjaga. Lebih konkritnya rincian usaha/upaya atau tugas yang harus diemban oleh BP-4 dalam Pasal 6 Anggaran Dasar disebutkan bahwa dalam rangka mencapai tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 maka lembaga BP-4 mempunyai upaya dan usaha sebagai berikut: 1 Memberikan bimbingan, penasihatan dan penerangan mengenai nikah, talak, cerai, rujuk kepada masyarakat baik perorangan maupun kelompok; 2 Memberikan bimbingan, tentang peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan keluarga;
3 Memberikan bantuan advokasi dalam mengatasi masalah perkawinan, keluarga dan perselisihan rumah tangga; 4 Menurunkan terjadinya perselisihan serta perceraian, poligami yang tidak bertanggung jawab, pernikahan di bawah umur dan pernikahan tidak tercatat; 5 Bekerjasama dengan instansi, lembaga dan organisasi yang memiliki kesamaan tujuan baik di dalam maupun di luar negeri; 6 Menerbitkan dan menyebarluaskan majalah perkawinan dan keluarga, buku, brosur dan media elektronik yang dianggap perlu; 7 Menyelenggarakan kursus calon/pengantin, penataran/pelatihan, diskusi, seminar dan kegiatan-kegiatan sejenis yang berkaitan dengan perkawinan dan keluarga; 8 Menyelenggarakan pendidikan keluarga untuk peningkatan penghayatan dan pengamalan nilai-nilai keimanan, ketaqwaan dan akhlaqul karimah dalam rangka membina keluarga sakinah; 9 Berperan aktif dalam kegiatan lintas sektoral yang bertujuan membina keluarga sakinah; 10 Meningkatkan upaya pemberdayaan ekonomi keluarga; 11 Upaya dan usaha lain yang dipandang bermanfaat untuk kepentingan organisasi serta bagi kebahagiaan dan kesejahteraan keluarga. Tugas dan fungi BP-4 sangat komplek, dalam rangka membina keluarga dan rumah tangga masyarakat Indonesia khususnya yang beragama Islam, demi tercepainya kesejahteraan dan kemakmuran bangsa Indonesia di kemudian hari. Termasuk di dalam tugas dan fungsi tersebut yang paling pokok dan membutuhkan kerja keras aparatur BP-4 adalah dalam menyelesaikan sengketa rumah tangga atau sengketa perkawinan masyarakat kita dalam segala bentuk dan kerumitannya. Sistem Keluarga dan Pengaruhnya Terhadap Kekuatan Ikatan Perkawinandi Kalangan Masyarakat Syiah Kuala Dalam studi ilmu sosial dan kehidupan sosial, serta studi-studi lain mengenai masyarakat manusia, keluarga merupakan suatu unit analisis terpenting. Max Weber, sebagaimana dikutip Nabil Muhammad mengemukakan bahwa keluarga merupakan unit studi terpenting pada tingkat dasar tentang kelompok-kelompok masyarakat. Hal ini agaknya disebabkan realitas bahwa di mana ada masyarakat, di situ ada keluarga. Dengan kata lain, tiada masyarakat tanpa keluarga atau suatu pranata yang membatasi hubungan antara pria dan wanita, walaupun antara masyarakat yang satu dengan lainnya berbeda.7 Pada sisi lain, masyarakat kini dihadapkan dengan era globalisasi yang bercirikan antara lain transparansi multi dimensi, akibat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Istilah global mengacu pada situasi dan kondisi dunia, yang seolah tidak terpisahkan lagi oleh sekat-sekat pemisah, seperti batas-batas negara, bangsa, politik, ekonomi dan budaya. Dengan demikian, kebudayaan suatu masyarakat, termasuk keluarga, dapat dengan cepat mempengaruhi masyarakat lain. 7
Nabil Muhammad Taufik As-Samaluthi, Pengaruh Agama Terhadap Struktur Keluarga, Alih Bahasa Anshori Umar Sitanggal, PT. Bina Ilmu, Surabaya, 1987, hal. Xiii.
Gambaran di atas menunjukkan adanya suatu tantangan baru dalam pembinaan keluarga. Dalam sistem keluarga dulu, kehidupan antara anggota keluarga sangat terikat oleh adat yang berkembang dalam masyarakat. Nilai-nilai kekerabatan mempunyai pengaruh kuat dalam pembinaan keluarga. Ketika terjadinya konflik dalam suatu keluarga, maka peran seluruh anggota kelurga menjadi penting dalam penyelesaian konflik tersebut. Kondisi seperti ini sangat membantu tugas dari BP-4 dalam pembinaan keluarga yang sakinah, mawaddah wa rahmah. Dalam era globalisasi sekarang ini, sistem keluarga tidak lagi sekuat dulu. Banyak problem keluarga yang tidak lagi diselesaikan oleh kaum kerabatnya. Sehingga tugas BP-4 semakin rumit dan sulit dalam pembinaan keluarga. Kondisi seperti ini dialami oleh masyarakat Kecamatan Syiah Kuala, sebagai masyarakat yang tergolong masyarakat kota. Di mana banyaknya pendatang yang masuk dan hidup di tengah-tengah masyarakat serta berbaur di dalamnya. Kondisi ini sedikit banyak mempengaruhi sistem kehidupan masyarakat yang secara langsung atau tidak berpengaruh terhadap sistem keluarga. Menurut keterangan dari Bapak Keuchik Pineueng, kondisi masyarakat Gampong Pineung yang sebagian besarnya merupakan masyarakat pendatang. Hampir 80 % penduduk Gampong Pineueng adalah pendatang, sedangkan penduduk aslinya hanya 20 % saja. 8 Itu nampak ketika peneliti bertanya kepada salah seorang warga Gampong Pineueng tentang keberadaan rumah Bapak Keuchik, ia mengatakan saya kurang tahu, saya di sini hanya pendatang. Kondisi yang hampir sama juga terjadi di Gampong Lamgugop, di mana sebagian besar masyarakatnya juga merupakan para pendatang, sehingga terjadi perbauran nilai-nilai sosial dan kultur kebudayaan dalam masyarakat yang sudah majemuk tersebut. Apalagi untuk Gampong Rukoh yang sebagian besar penduduknya adalah kalangan mahasiswa pendatang yang mereka kebanyakannya merupakan mahasiswa dari dua perguruan tinggi negeri terbesar di Aceh, yaitu Universitas Syiah Kuala dan IAIN Ar-Raniry, di samping perguruanperguruan tinggi negeri dan swasta lainnya yang tersebar di kota Banda Aceh. Gambaran di atas menunjukkan bahwa kondisi masyarakat Kecamatan Syiah Kuala adalah masyarakat majemuk, yang sebagian penduduknya merupakan pendatang khususnya dari daerah-daerah di wilayah Aceh, dan sebagian lainnya dari luar Aceh. Kondisi seperti ini menyebabkan terjadinya pergeseran nilai-nilai sosial dan kekerabatan dalam masyarakat, yang sedikit banyak berdampak kepada pembinaan kelurga. Dari wawancara peneliti dengan para tokoh masyarakat di Kecamatan Syiah Kuala, tergambar bahwa hubungan kekerabatan dalam pembinaan keluarga terasa sudah tidak sekokoh dulu lagi, meskipun mereka masih sangat berperan dalam persiapan awal dari sebuah perkawinan dan juga dalam penyelesaian sengketa rumah tangga. Ini sebagaimana dikemukakan oleh Imam Gampong Pineueng yang juga diiyakan oleh tokoh masyarakat lainnya, baik dari Gampong Pineueng maupun gampong lainnya, yaitu setiap terjadi keributan atau konflik perkawinan, para kaum kerabat (keluarga) masih sangat berperan dalam menangani masalah tersebut. Ketika kondisi perseteruan keluarga tersebut sudah tidak bisa ditalangi oleh pihak keluarga, barulah para pihak membawa permasalahan mereka kepada pihak gampong. Dan hampir kebanyakan kasus tersebut dapat diselesaikan di gampong, yang ditangani langsung oleh Bapak Keuchik dan 8
Hasil wawancara dengan Bapak Keuchik Gampong Pineueng (Azami A.Rani), hari Sabtu tanggal 13 Juni 2013 di Banda Aceh.
perangkat gampong lainnya, seperti Imam gampong dan Tuha Peut. Kadang-kadang juga dilibatkan Ketua Pemuda dan tokoh masyarakat lainnya, jika kasus tersebut merupakan kasus yang melibatkan persoalan pidana dan masalah-masalah krusial lainnya, seperti kasus terbaru yang terjadi di Gampong Pineueng, di mana seorang isteri menggugat fasakh suaminya yang baru enam bulan dikawininya, karena alasan suami terlibat narkoba.9 Keterangan yang hampir sama disampaikan oleh Bapak KUA Kecamatan Syiah Kuala, bahwa nilai-nilai kekeluargaan masih berperan dalam penyelesaian kasus perselisihan rumah tangga, namun kadarnya sudah tidak sekental dulu lagi. Sehingga proses penyelesaian kasus tidak selancar atau semudah dulu.10 Kesimpulan dari paparan di atas, bahwa meskipun kondisi masyarakat kecamatan Syiah Kuala sudah banyak mengalami asimilasi dan akulturasi nilai-nilai sosial dan kekeluargaan akibat banyaknya para pendatang, tetapi nilai-nilai kekerabatan dan kekeluarga masih sangat kental dan kuat dalam pembinaan dan pelestarian perkawinan. Sehingga banyak masalah konflik rumah tangga yang dapat diselesaikan secara baik (rujuk kembali) antara suami-isteri yang bersengketa, tanpa harus di tangani oleh pihak gampong, apalagi kecamatan. Menurut keterangan dari Bapak Keuchik dan Imam Gampong, dari sekian banyak masalah keluarga, hanya beberapa saja yang ditangani oleh pihak gampong dan sedikit sekali yang tidak mampu diselesaikan oleh gampong yang dibawa ke kecamatan. Seperti pengakuan mereka yang mengatakan bahwa dari Gampong Pineueng hanya dua kasus saja yang dilimpahkan ke kecamatan, dari Gampong Lamgugop hanya tiga kasus dan dari Gampong Rukoh dua kasus. Ini mengambarkan bahwa peran keluarga masih sangat kuat dalam pelestarian lembaga perkawinan.
SISTEM SOSIAL DAN PERAN MASYARAKAT KEC. SYIAH KUALA DALAM PENYELESAIAN KONFLIK PERKAWINAN Berbicara masalah sosial atau masyarakat tidak terlepas dari yang namanya ilmu sosiologi, yang merupakan suatu ilmu yang masih muda, walau telah mengalami perkembangan yang cukup lama, yaitu sejak manusia mengenal kebudayaan dan peradaban. Di abad ke 19, seorang ahli filsafat bangsa Perancis, bernama Auguste Comte telah menulis beberapa buah buku yang berisikan pendekatan-pendekatan umum untuk mempelajari masyarakat. Bagi Auguste Comte, sosiologi merupakan ilmu pengetahuan kemasyarakatan umum yang merupakan hasil terakhir daripada perkembangan imu pengetahuan. 11Dengan ilmu ini kita dapat memahami perkembangan masyarakat dan kenapa masyarakat itu berubah, serta bagaimana dampak dari suatu perubahan masyarakat bagi perubahan nilai-nilai sosial dan budaya. Suatu perubahan dapat terjadi oleh banyak faktor, baik dari dalam maupun dari luar masyarakat. Dari dalam masyarakat, seperti bertambah atau berkurangnya penduduk, penemuan-penemuan baru, pertentangan (konflik) masyarakat, dan terjadinya pemberontakan 9
Hasil wawancara dengan tokoh masyarakat; Bapak Keuchik Gampong Pineueng (Azami A. Rani), Imam Gampong Pineueng (Muhammad Ibrahim), Keuchik Gampong Lamgugop (Mukhtar AR), dan beberapa tokoh masyarakat lainnya (Tuha Peut, Ketua Pemuda, dan Ketua PKK dari tiga gampong yang diteliti). 10 Hasil Wawancara dengan Bapak Saifullah, S.Ag, Kepala KUA Kecamatan Syiah Kuala Kota Banda Aceh (Ketua BP-4 Kecamatan Syiah Kuala), hari Jum’at, tanggal, 12 Juni 2013. 11 Soejono Soekanto, Sosiologi; Suatu Pengantar, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1996, hal. 1 – 5.
atau revolusi. Sedangkan sebab-sebab luar seperti sebab-sebab yang berasal dari lingkungan alam fisik yang ada di sekitar manusia, peperangan dengan negara lain, dan pengaruh budaya masyarakat lain.12 Dari teori yang digambarkan di atas, dapat dianalisis bagaimana terjadinya perubahan dalam masyarakat Kecamatan Syiah Kuala terjadi. Masyarakat Kecamatan Syiah Kuala yang sebagiannya besarnya merupakan para pendatang, baik dari kalangan pelajar, mahasiswa maupun para pekerja yang tinggal menetap menjadi penduduk permanen dan sebagian lagi hanya tinggal sementara (sewa/cost), seperti para pelajar dan mahasiswa. Kondisi seperti ini sangat berpengaruh pada perubahan nilai-nilai sosial dan budaya masyarakat. Berdasarkan teori di atas, setidak-tidaknya ada dua sebab terjadinya perubahan dalam masyarakat Kecamatan Syiah Kaula, yaitu dari dalam dan luar masyarakat. Pertama, dilihat dari pengaruh dalam masyarakat, yaitu terjadinya pertambahan penduduk yang sangat pesat akibat banyaknya pendatang dari berbagai daerah, baik dari dalam maupun luar Aceh. Dan kedua akibat dari banyaknya pendatang, maka secara langsung atau tidak langsung berpengaruh terhadap budaya dari masyarakat pendatang tersebut. Lalu apakah perubahan yang terjadi itu berdampak pada perubahan nilai-nilai sosial dan budaya masyarakat Kecamatan Syiah Kuala dalam persoalan pelestarian perkawian dan penyelesaian konflik rumah tangga. Dari hasil wawancara peneliti dengan beberapa tokoh masyarakat Kecamatan Syiah Kuala, dapat disimpulkan bahwa memang ada dampak negatif dari perubahan kondisi masyarakat pada pembinaan lembaga perkawinan. Salah satu permasalah pokok yang terjadi adalah kesulitan menyelesaikan perkara perselisihan perkawinan ketika terjadi antara keluarga suami dengan kelaurga isteri tidak berada dalam satu komunitas masyarakat yang sama. Misalnya keluarga suami berada di gampong A sedangkan keluarga isteri berada di gampong B. Di sini terjadi permasalahan antar gampong dalam penyelesaian permasalah konflik keluarga tersebut. Hal ini bisa terjadi ketika tidak mampu diselesaikan secara baikbaik oleh keluarga dekat dan pihak gampong tempat tinggal suami-isteri yang bersengketa. Sehingga harus dilibatkan keluarga besar dari para pihak suami-isteri yang dapat melibatkan pihak dua gampong. Kondisi ini mengakibatkan penyelesaiannya menjadi semakin rumit dan lama karena tidak saja melibatkan keluarga besar namun juga aparat desa dari tempatn domisili keluarga suami dan istri yang berbeda ini.13 Tetapi menurut pengakuan dari para tokoh masyarakat Kecamatan Syiah Kaula, perubahan yang terjadi dalam masyarakat Kecamatan Syiah Kuala hampir tidak ada pengaruh langsung dalam pembinaan lembaga perkawinan. Hal ini dikarenakan para pimpinan dan tokoh masyarakat di gampong umumnya masih dipegang oleh para penduduk asli atau pendatang yang sudah cukup lama tinggal di gampong itu, sehingga sudah sangat akrab dengan nilai-nilai sosial dan budaya yang ada, di samping memang kondisi masyarakat umumnya adalah kalangan terdidik. Sehingga banyak masalah yang terjadi dapat dengan mudah dikompromikan dan dibicarakan secara baik-baik oleh para pihak yang bersengketa oleh aparat gampong dan tokoh masyarakat. Pendekatan persuasif yang dilakukan oleh aparat gampong dan tokoh masyarakat Kecamatan Syiah Kaula dalam menghadapi persoalan
12
Ibid, hal. 352-361. Keuchik Gampong Pienueng (Azami A. Rani), Keuchik Gampong Lamgugop (Mukhtar AR), dan Keuchik Gampong Rukoh (Jarimin). wawancara tanggal 13 Juni 2009. 13
kemasyarakatan, menyebabkan kebanyakan permasalahan yang timbul terselesaikan di tingkat gampong, tidak sampai ke kecamatan, termasuk dalam masalah konflik rumah tangga. Pernyataan yang agak berbeda dikemukakan oleh Bapak KUA Kecamatan Syiah Kuala, bahwa nilai sosial yang terbangun dalam masyarakat sudah tidak sekuat dulu, malah terasa partisipasi masyarakat dalam membantu menyelesaikan kasus-kasus rumah tangga itu, lebih karena nilai individu saja. Artinya seseorang ikut membantu tetangganya yang bermasalah, karena nilai sosial pada dirinya yang masih tinggi, bukan karena sistem sosial yang kuat. Ini juga sangat berdampak terhadap tidak mulusnya penyelesaian berbagai kasus tersebut. Kondisi seperti ini menyebabkan semua kasus yang terjadi dalam suatu masyarakat gampong, semuanya bermuara ke BP-4 kecamatan. Ini juga menunjukkan masih sangat eksisnya BP-4 kecamatan dalam penyelesaian berbagai kasus perselisihan rumah tangga. Sehingga Bapak KUA Kecamatan sangat berharap peran dan wewenang BP-4 kecamatan perlu lebih diperkuat dan diperluas serta didukung oleh anggaran yang memadai.14 Berdasarkan pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa meskipun kondisi sosial kemasyarakatan dari masyarakat Kecamatam Syiah Kuala telah banyak mengalami perubahan akibat bertambahnya penduduk dan pengaruh budaya para pendatang, namun nilai-nilai sosial masih terpelihara secara baik. Walaupun demikian, pasti sedikit banyak ada di sana-sini yang tidak sesuai lagi dengan kondisi dahulu, tetapi tidak berpengaruh banyak pada pergeseran nilai-nilai sosial. Perubahan lebih pada model pemahaman budaya, bukan pada nilai-nilai asasinya. Seperti adanya perubahan pada adat perkawinan, dengan tidak lagi melangsungkan perkawinan di malam hari dan dilaksanakan sampai bermalam-malam (3 s/d 7 malam), tetapi hanya satu hari dan dilaksanakan disiang hari. Sedangkan nilai sosial pada perkawinan itu tetap terjaga, tidak mengalami perubahan yang berarti, di mana ikatan kekeluargaan dan hubungan kemasyarakatan yang timbul akibat perkawinan masih sangat kental. Peran dan Fungsi BP-4 dalam Pembinaan Keluarga Masa Konflik dan Pasca Konflik di Aceh Hasil wawancara dengan Kepala KUA Kecamatan Syiah Kuala bahwa dalam setahun terakhir sudah ada 18 kasus yang ditangani oleh BP-4 Kecamatan Syiah Kuala. Kebanyakan kasus tersebut merupakan masalah ekonomi, KDRT (kekerasan dalam rumah tangga) dan hubungan seksual, hanya sebagian kecil disebabkan oleh permasalah lainnya seperti keterlibatan pihak ketiga. Dari 18 kasus tersebut, ada yang terselesaikan secara damai, dengan ruruk kembali mereka (suami-isteri) tersebut. Kasus ini dua tercatat di KUA KEC dan satu tidak tercatat, sehingga jumlahnya tiga. Ada satu kasus yang setelah dilaporkan, lalu para pihak tidak memenuhi panggilan BP-4, sehingga kasus ini tidak diketahui proses penyelesaiannya. Banyak kasus lain yang hanya dipenuhi hanya pada panggilan pertama saja atau hanya panggilan pertama dan kedua saja, sehingga kasus seperti ini juga tidak diketahui proses penyelesaiaanya. Ada juga kasus yang dilaporkan ke BP-4 kecamatan tanpa melalui proses penyelesaian di tinggat Gampong oleh BP-4 Gampong. Dalam hal ini pihak BP-4 kecamatan merekomendasikan kembali kasus ini untuk diselesaikan oleh Gampong. 14
Hasil Wawancara dengan Bapak Kepala KUA Kecamatan Syiah Kuala Kota Banda Aceh (Ketua BP4 Kecamatan Syiah Kuala), hari Jum’at, tanggal, 12 Juni 2008.
Menurut keterangan dari Bapak Kepala KUA Kecamatan Syiah Kuala, hampir kebanyakan BP4 di tingkat Gampong tidak berperan aktif dalam penyelesaian kasus perceraian ini. Yang sebenarnya pihak Gampong menjadi ujung tombak untuk proses penyelesaiaan kasus-kasus di Gampong. Hal ini disebabkan para pihak di Gampong saling lepas tanggung jawab dalam kasus ini, paling-paling hanya Bapak Keuchik dan Tengku Imam saja yang aktif dalam proses ini, padahal pihak lain juga terlibat, seperti Tuha Peut dan aparat Gampong lainnya. Hal ini menyebabkan banyaknya kasus yang masuk ke BP4 Kecamatan yang belum tertangani di BP4 Gampong, sehingga BP4 kecamatan mengeluarkan rekomendasi untuk diselesaikan di Gampong. Di antara kasus yang diselesaikan oleh BP4 kecamatan, ada yang direkomendasikan ke BP-4 kota. Ini terjadi atas permintaan para pihak yang merasa tidak puas terhadap proses penyelesaian di BP4 Kecamatan. Dan ada juga kasus ini yang dilimpahkan ke Mahkamah (pengadilan). Namun disayangkan, kasus yang dilimpahkan ke Mahkamah tidak ada berita atau laporan dari Mahkamah tentang proses dari penyelesaian kasus tersebut, apakah berakhir damai (rujuk) ataukah bercerai. Sehingga banyak kasus yang dilimpahkan ke Mahkamah tidak ada laporan kembali akhir dari proses hukumnya ke BP-4 Kecamatan. Hal ini menyebakan tidak terdatanya proses penyelesaian terhadap kasus tersebut di BP-4 kecamatan. Yang menarik diperhatikan bahwa untuk kecamatan Syiah Kuala, masyarakat masih menaruh perhatian besar terhadap penyelesaian kasus rumah tangga melalui BP- 4 kecamatan. Menurut keterangan dari Bapak Kepala KUA Kecamatan Syiah Kuala, tidak ada kasus perselisihan rumah tangga yang ditanggani oleh lembaga lain (LSM) untuk proses penyelesaian kasus tersebut. Lembaga-lembaga independen tersebut hanya mensosialisasikan tentang kerukunan rumah tangga dan konsultasi tentang rumah tangga bagi pihak-pihak yang membutuhkan, bukan dalam rangka proses penyelesaian kasus perselisihan. Menurut Bapak KUA Kecamatan Syiah Kuala, peran BP-4 sudah sangat memadai dalam penyelesaian berbagai kasus perselisihan rumah tangga, namun perlu diberi wewenang yang lebih besar lagi. Wewenang ini seperti dapat memanggil pihak-pihak berperkara yang bersangkutan terlibat kasus lain yang sedang dalam proses hukum di kepolisian. Hal ini karena ada dua kasus terakhir yang ditangani oleh BP-4 Kecamatan Syiah Kuala yang berkaitan dengan masalah tersebut. Dalam kasus tersebut, pihak BP-4 terkendala untuk menyelesaikan kasus tersebut, karena BP-4 tidak diberi wewenang untuk memanggil pihak yang berkara yang sedang ditahan oleh kepolisian. Sehingga secara otomatis, kasus tersebut tidak bisa diselesaikan. Di samping itu, BP-4 tidak punya anggaran untuk memproses kasuskasus perselisihan rumah tangga tersebut. Hal ini menjadi kendala tersendiri ketika kasus tersebut harus melalui proses yang panjang. Hanya pada masa konflik di Aceh, BP4 Syiah Kuala mengalami masalah yang sangat serius dalam penanganan kasus perselisihan rumah tangga. Sebagaimana halnya dalam masalah perkawinan, di mana para pihak yang akan melangsung perkawinan tidak boleh dilakukan di KUA kecamatan. Karena mendapat intimidasi dari pihak tertentu. Sehingga pihak KUA kecamatan pun tidak dapat mengoperasikan perkantoran secara normal. Bapak KUA Kecamatan ke mana-mana membawa stempelnya, atau dengan istilah lain kantor berjalan ke mana Bapak Kepala KUA berada. Sehingga sangat menghambat pelayanan masyarakat yang membutuhkan proses perkawian. Sehingga dapat dikatakan bahwa hampir
tidak ada peran dan hal yang dilakukan oleh BP-4 kecamatan pada masa konflik itu. Dan kondisi ini telah berbeda dengan sekarang, sebagaimana tergambar di atas. Pandangan Masyarakat Terhadap Peran dan Fungsi BP-4 dalam Penyelesaian Sengketa Rumah Tangga Lembaga BP-4 merupakan lembaga formal pada tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota dan kecamatan. Sedangkan pada tingkat desa/gampong lembaga BP-4 ini hampir tidak dikenal. Ketika peneliti bertanya kepada para tokoh masyarakat di Kecamatan Syiah Kuala tentang keberadaan lembaga BP-4, mereka mengatakan bahwa itukan lembaga di kecamatan, kami tidak membentuk lembaga itu di gampong. Yang menarik dari penelitian ini, ada tokoh masyarakat yang mempertanyakan apa itu lembaga BP-4. Ini menunjukkan bahwa pada tingkat gampong hampir-hampir mereka tidak mengenal lembaga BP-4 itu. Yang mereka tahu adalah kalau terjadi sengketa perkawinan, mereka membawa masalah itu ke gampong untuk diselesaikan oleh Keuchik atau Imam (Teungku Gampong) dan aparat gampong serta tokoh masyarakat lainnya, seperti Tuha Peut. Para Keuchik pun menganggap bahwa lembaga BP-4 itu adalah lembaga resmi di tingkat kecamatan. Peran gampong dalam penyelesaian persengketaan rumah tangga atau perkawinan merupakan masalah kemasyarakatan biasa yang memang telah sejak dulu menjadi tanggung jawab gampong, ketika pihak keluarga sudah tidak sanggup lagi menyelesaikannya. Di sini bisa dipahami bahwa pihak gampong, baik Keuchik, Imam, Tuha Peut dan tokoh masyarakat lainnya, memandang keberadaan mereka dalam menyelesaiakn konflik rumah tangga itu bukan karena mereka menjalankan tugas BP-4, tetapi karena memang sudah tanggung jawab secara adat dan nilai-nilai sosial yang hidup di gampong mereka. Namun demikian, untuk Gampong Pineueng, menurut keterangan dari Imam Gampong itu bahwa di Gampong Pineueng dulu pernah dibentuk secara resmi lembaga BP-4 yang pengurusnya di SK-kan oleh Bapak Keuchik. Tetapi pada saat Ketua BP-4 Gampong Pineueng itu pindah tugas ke daerah, pihak gampong tidak lagi membentuk pengurus baru untuk di SK-kan secara resmi, melainkan dikembalikan sebagaimana asalnya, yaitu setiap persoalan perselisihan perkawinan timbul, langsung diselesaikan secara adat oleh Bapak Keuchik dengan dibantukan oleh Imam Gampong dan Tuha Peut, serta tokoh masyarakat lainnya.15 Terhadap peran BP-4 Kecamatan Syiah Kaula, secama umum mereka berpendapat sudah cukup baik, tetapi tetap perlu ditingkatkan. Masyarakat menilai pihak KUA Kecamatan Syiah Kuala telah menjalankan peran BP-4 nya dengan baik, sangat komunikatif dalam penyelesaian sengketa rumah tangga antara pihak KUA Kecamatan dengan pihak gampong. Komunikasi itu tidak hanya dengan tatap muka, yaitu sering dibuat pertemuan di Kantor KUA Kecamatan, tetapi juga melalui telepon antara Kepala KUA Kecamatan dengan Bapak Keuchik atau Imam Gampong. Adapun masalah keberadaan lembaga lain yang informal dalam penanganan kasus sengketa rumah tangga, seperti LSM bantuan hukum atau lembaga konsultasi keluarga, masyarakat hampir tidak mengenalnya. Bagi masyarakat Kecamatan Syiah Kuala, persoalan 15
Hasil wawancara dengan Imam Gampong Pineueng (Muhammad Ibrahim), hari Sabtu, tanggal 13
Juni 2013.
rumah tangga merupakan persoalan interen keluarga yang dinilai sebagai suatu hal yang tabu (memalukan keluarga) jika diketahui oleh orang lain yang bukan anggota kelaurga. Sehingga seringkali masalah itu ditutup-tutupi, supaya tidak diketahui oleh siapa pun yang bukan anggota keluarga. Jika masalah itu sampai ke pihak gampong untuk diselesaikan, itu karena sudah tidak sanggup lagi diselesaikan oleh keluarga. Jadi tidak ada persoalan keluarga itu yang disampaikan atau diselesaikan melalui lembaga lain yang dianggap hanya akan mempermalukan keluarga. Apalagi untuk kondisi Aceh, keberadaan lembaga-lembaga itu masih sangat minim perannya dalam masyarakat. Hal ini karena adat budaya dan nilai-nilai sosial yang hidup di masyarakat Aceh masih sangat kuat. Keberadaan lembaga-lembaga adat gampong masih berperan aktif dalam menyelesaikan berbagai konflik masyarakat.
KESIMPULAN Masyarakat Kecamatan Syiah Kuala sebagiannya besarnya merupakan para pendatang, baik dari kalangan pelajar, mahasiswa maupun para pekerja yang tinggal menetap menjadi penduduk permanen dan sebagian lagi hanya tinggal sementara (sewa/cost), seperti para pelajar dan mahasiswa. Kondisi seperti ini sangat berpengaruh pada perubahan nilainilai sosial dan budaya masyarakat. Ada dua sebab terjadinya perubahan dalam masyarakat Kecamatan Syiah Kuala, yaitu dari dalam dan luar masyarakat. Pertama, dilihat dari pengaruh dalam masyarakat, yaitu terjadinya pertambahan penduduk yang sangat pesat akibat banyaknya pendatang dari berbagai daerah, baik dari dalam maupun luar Aceh. Kedua akibat dari banyaknya pendatang, maka secara langsung atau tidak langsung berpengaruh terhadap budaya dari masyarakat pendatang tersebut. Perubahan yang terjadi itu berdampak pada perubahan nilai-nilai sosial dan budaya masyarakat Kecamatan Syiah Kuala dalam persoalan pelestarian perkawian dan penyelesaian konflik rumah tangga. BP 4 di Kec. Syiah Kuala telah menunjukkan eksistensinya sebagai lembaga yang memiliki komitmen untuk memajukan kerukunan rumah tangga, baik dalam pembekalan terhadap calon pasangan pengantin maupun dalam memediasikan percekcokan rumah tangga. Meskipun ada kasus namun kebanyakan kasus berupa masalah ekonomi, KDRT (kekerasan dalam rumah tangga) dan hubungan seksual, hanya sebagian kecil disebabkan oleh permasalah lainnya seperti keterlibatan pihak ketiga,Kasus tersebut terselesaikan secara damai, dengan rujuk kembali mereka (suami-isteri) tersebut. Peran BP-4 sudah sangat memadai dalam penyelesaian berbagai kasus perselisihan rumah tangga, namun perlu diberi wewenang yang lebih besar lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, Jilid 2, Bairut: Dar al-Fikr, Cetakan IV, 1983. Wahbah al-Zuhayli, Al-Fiqh al-Islam wa Adillatuh, Bairut: Dar al-Fikr, 1989, Cet. III. www.serambinews.com