1
KEMAMPUAN BERPIKIR TINGKAT TINGGI MELALUI METODE PENEMUAN PADA MATERI LUAS PERMUKAAN BANGUN RUANG SISI LENGKUNG SISWA KELAS IX SMP NEGERI 18 BANDA ACEH Laila Zuriatina1, Bainuddin Yani2, dan Tuti Zubaidah3 1
Prodi Pendidikan Matematika, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh Email:
[email protected] 2 Prodi Pendidikan Matematika, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh 3 Prodi Pendidikan Matematika, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh Abstrak. Pembelajaran matematika di sekolah masih berpusat pada guru, matematika diajarkan secara informatif dengan rumus-rumus yang diberikan langsung oleh guru. Akibatnya, siswa SMP Indonesia sangat lemah dalam problem solving, namun cukup baik dalam keterampilan prosedural (TIMSS). Ini membuktikan bahwa terhadap masalah matematika yang menuntut kemampuan berpikir tingkat tinggi, siswa SMP Indonesia jauh di bawah rata-rata Internasional. Untuk itu, diperlukan suatu metode yang dapat memunculkan kemampuan berpikir tingkat tinggsi siswa. Penelitian ini berjudul “kemampuan berpikir tingkat tinggi melalui metode penemuan pada materi luas permukaan bangun ruang sisi lengkung siswa kelas IX SMPN 18 Banda Aceh”, bertujuan untuk mengetahui kemampuan berpikir tingkat tinggi melalui metode penemuan pada materi bangun ruang sisi lengkung di SMPN 18 Banda Aceh. Subjek penelitian ini adalah 3 orang siswa berkemampuan tinggi, sedang dan rendah yang dipilih dari 22 orang siswa kelas IX-1 SMPN 18 Banda Aceh. Pengumpulan data dilakukan dengan pengamatan aktivitas siswa selama pembelajaran dan dengan melakukan tes hasil belajar siswa. Pengolahan data pengamatan dilakukan dengan checklist (untuk menunjukkan kemunculan indikator kemampuan berpikir tingkat tinggi yang ditentukan), dan data hasil belajar diolah dengan rumus persentase. Dari hasil pengolahan data diperoleh siswa tidak tuntas secara klasikal, yaitu siswa yang tuntas sebanyak 73% dan yang tidak tuntas sebanyak 27%. Meski demikian, melalui penerapan metode penemuan pada materi luas permukaan bangun ruang sisi lengkung, kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa muncul dengan keterampilan yang berbedabeda pada tiap-tiap siswa. Kata kunci: kemampuan berpikir tingkat tinggi, penemuan, BRSL
1.
Pendahuluan
Third Matemathics and Science Study (TIMSS), lembaga yang mengukur hasil pendidikan di dunia melaporkan bahwa kemampuan matematika anak SMP di Indonesia berada di urutan 34 dari 38 negara. Salah satu penyebab rendahnya kualitas pemahaman siswa dalam matematika menurut hasil survey IMSTEP-JICA (2000) adalah bahwa dalam pembelajaran matematika guru terlalu berkonsentrasi pada hal-hal yang prosedural dan mekanistik pembelajaran berpusat pada guru. Konsep matematika disampaikan secara informatif dan siswa dilatih menyelesaikan banyak soal tanpa pemahaman yang mendalam. Akibatnya kemampuan penalaran dan kompetensi strategis siswa tidak berkembang sebagaimana mestinya. Bukti ini diperkuat lagi oleh hasil yang diperoleh The Third International Mathematics and Science Study (TIMSS) bahwa siswa SMP Indonesia sangat lemah dalam problem solving namun cukup baik dalam keterampilan prosedural (Mullis, dkk: 2004). Hal ini membuktikan bahwa terhadap masalah matematika yang menuntut kemampuan berpikir tingkat tinggi, siswa SMP kelas dua Indonesia jauh di bawah rata-rata internasional, bahkan dengan beberapa negara tetangga sekalipun, seperti Malaysia, Singapura, dan Thailand. Melihat keadaan seperti ini, upaya untuk meningkatkan kualitas pembelajaran terutama dalam pengembangan kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa menjadi penting dan esensial. Berdasarkan latar belakang di atas, maka masalah dalam penelitian ini adalah: ”Bagaimanakah kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa melalui metode penemuan pada materi luas permukaan bangun ruang sisi lengkung di kelas IX SMP Negeri 18 Banda Aceh?”
2
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kemampuan berpikir tingkat tinggi melalui metode penemuan pada materi luas permukaan bangun ruang sisi lengkung siswa kelas IX SMP Negeri 18 Banda Aceh.
2.
Tinjauan Pustaka
Kemampuan berpikir dan berpikir tingkat tinggi Menurut Khodijah, 2006 (dikutip melalui online: http://psikologi.or.id) secara sederhana, berpikir adalah memproses informasi secara mental atau secara kognitif. Menurut Solso, Robert dkk (2008: 402) berpikir adalah proses yang membentuk representasi mental baru melalui transformasi informasi oleh interaksi kompleks dari atribusi mental yang mencakup pertimbangan, penabstrakan, penalaran, penggambaran, pemecahan masalah logis, pembentukan konsep, kreativitas dan kecerdasan.
Tingkatan berpikir
Berpikir biasa adalah berpikir sederhana dan dapat dilakukan oleh kebanyakan orang.
Berpikir tingkat tinggi adalah proses berpikir yang mendalam terhadap sesuatu .
Gambar 1. Diagram Tingkatan Berpikir Sumber: www.slideshare.net/NisatuwnamaQ/berpikir-tingkat-tinggi Berpikir tingkat tinggi adalah operasi kognitif yang banyak dibutuhkan pada proses-kemampuan berpikir yang terjadi dalam short-term memory. Ibrahim dan Nur (2000) menjelaskan bahwa karakteristik berpikir tingkat tinggi adalah non-algoritmik yaitu alur tindakan yang tidak sepenuhnya dapat ditetapkan sebelumnya, cenderung kompleks, seringkali menghasilkan banyak solusi, melibatkan pertimbangan dan interpretasi, serta aktivitas mental yang tinggi. Secara umum, langkah-langkah berpikir tingkat tinggi mencakup semua tugas intelektual yang memerlukan lebih dari pengambilan informasi. Oleh karena itu, dalam arti luas, HOTS (High Order Thinking Skills/ keterampilan berpikir tingkat tinggi) dapat dianggap sebagai keterampilan yang dibutuhkan untuk melakukan tugas-tugas. Siswa diharapkan dapat meningkatkan keterampilan ini dan menggunakannya untuk membangun pengetahuan matematika mereka, dan karenanya terlibat dalam pembelajaran seumur hidup. NCTM (National Council of Teachers of Mathematics), memaparkan lima keterampilan tersebut adalah sebagai berikut:
1.
Keterampilan Pemecahan Masalah Menurut Solso, Robert dkk (2008: 434) pemecahan masalah adalah suatu pemikiran yang terarah secara langsung untuk menemukan suatu solusi/ jalan keluar untuk suatu masalah yang spesifik. Kita menemukan banyak masalah yang spesifik. Kita menemukan banyak masalah dalam kehidupan sehari-hari kita, sehingga kita akan membuat suatu cara untuk menanggapi, memilih, menguji respons, yang kita dapat untuk memecahkan suatu masalah. Pemecahan masalah merupakan bagian integral dari semua pembelajaran matematika dan melibatkan identifikasi hambatan, kendala atau pola tak terduga, mencoba prosedur yang berbeda dan mengevaluasi atau membenarkan solusi. Dewan Nasional Guru Matematika (NCTM) menganggap pemecahan sebagai proses menerapkan pengetahuan yang diperoleh sebelumnya (atau tak terduga) situasi baru dan asing masalah. Untuk mengatasi masalah, siswa memanfaatkan pengetahuan mereka dan mengembangkan pemahaman matematika baru. Mereka juga harus mendapatkan cara berpikir, mengembangkan kepercayaan dan kebiasaan ketekunan dalam situasi yang asing melalui proses pemecahan masalah. Strategi pemecahan mencakup cara memahami masalah, menyusun rencana pemecahan masalah, melaksanakan rencana, memeriksa kewajaran hasil evaluasi dan membuat evaluasi. Dalam proses
3
pemecahan masalah, siswa dapat membuat dugaan dan mencoba berbagai cara untuk mengatasi masalah itu. Guru harus mencatat bahwa metode apapun, yang dapat digunakan baik untuk memecahkan masalah adalah metode yang sebenarnya. 2.
Keterampilan Bertanya Bertanya melibatkan penemuan atau membangun pengetahuan melalui pertanyaan atau menguji hipotesis. Observasi, analisis, meringkas dan verifikasi adalah elemen penting dalam melaksanakan kegiatan bertanya. Kegiatan bertanya terutama melibatkan proses belajar mandiri, tetapi bimbingan yang sesuai dari guru kadang-kadang diperlukan tergantung pada kemampuan siswa dan kompleksitas kegiatan. Mengajukan pertanyaan merupakan salah satu sarana populer diadopsi untuk membimbing siswa untuk membuat eksplorasi. Bahkan, pertanyaan yang dirancang dengan baik yang berguna untuk merangsang siswa untuk menemukan kesamaan, perbedaan, pola dan tren. Siswa juga mungkin diminta untuk menguji dugaan matematika, yang memungkinkan mereka untuk berpartisipasi dalam peran yang lebih aktif dalam proses pembelajaran. Kegiatan bertanya dirancang harus sesuai dengan kemampuan siswa sehingga mereka dapat menikmati hasil penemuan matematika. Selain itu, mungkin lebih efektif untuk mengatur siswa dalam kelompok-kelompok kecil (bila memungkinkan) karena lebih mudah bagi mereka untuk mengemukakan gagasannya.
3.
Keterampilan Berkomunikasi Dewan Nasional Guru Matematika (NCTM) (2000: 348) menyatakan bahwa komunikasi melibatkan menerima dan berbagi ide dan dapat dinyatakan dalam bentuk angka, simbol, diagram, grafik, diagram, model dan simulasi. Hal ini dipandang sebagai bagian integral dari pembelajaran matematika karena membantu menjelaskan konsep dan membangun makna untuk ide-ide. Melalui proses komunikasi, siswa belajar harus jelas dan meyakinkan dalam menyajikan ide-ide matematika, yang pasti membantu mengembangkan pemikiran logis mereka. Karena matematika sangat sering disampaikan dalam simbol-simbol, komunikasi lisan dan tertulis tentang ide-ide matematika sering diabaikan oleh guru. Namun, perlu dicatat bahwa bahasa baik lisan maupun tulisan yang diperlukan untuk menggambarkan, menjelaskan dan membenarkan ide-ide matematika. Kemampuan ini dapat membantu siswa mengklarifikasi pemikiran mereka dan mempertajam pemahaman mereka tentang konsep dan prosedur. Selain itu, selama proses berkomunikasi, siswa dapat membangun, memperbaiki dan mengkonsolidasikan pemahaman matematika mereka.
4.
Keterampilan Penalaran Penalaran menarik kesimpulan dari bukti-bukti, alasan atau asumsi. Menurut Dewan Nasional Guru Matematika (NCTM) (2000: 342), siswa diharapkan mampu menjelaskan dan memberikan alasan atas kesimpulan yang mereka ambil. Ini melibatkan mengembangkan argumen logis untuk menyimpulkan atau menyimpulkan kesimpulan. Penalaran dapat diklasifikasikan ke dalam penalaran induktif dan penalaran deduktif. Penalaran induktif bekerja dari pengamatan khusus untuk generalisasi yang lebih luas dan teori sementara penalaran deduktif bergerak dari putaran cara lain, yaitu, dari lebih umum untuk lebih spesifik. Sifatnya, metode penalaran induktif lebih terbuka dan eksplorasi dan yang deduktif sempit di alam dan biasanya berkaitan dengan pengujian atau memverifikasi hipotesis dan teori. Oleh karena itu, menemukan istilah umum urutan seperti 1, 3, 5, 7, 9, ......, melibatkan penalaran induktif saat melakukan bukti geometris dengan menerapkan teorema geometri (misalnya, sudut yang sesuai dua segitiga yang sama adalah sama) melibatkan penalaran deduktif. Karena penalaran merupakan aspek fundamental matematika, mampu mengerti alasan adalah penting untuk memahami konsep-konsep matematika. Dengan membuat penyelidikan dan dugaan, mengembangkan dan mengevaluasi argumen matematika, membenarkan hasil, dan lain-lain, siswa dapat memahami dan menghargai kekuatan penalaran dan menghasilkan bukti, yang memerlukan pemotongan logis dari kesimpulan dari teori dan hipotesis. Penalaran seperti HOTS lainnya, tidak dapat diajarkan dalam pelajaran tunggal. Sebaliknya, itu adalah kebiasaan pikiran dan harus menjadi bagian yang konsisten dari pengalaman matematika siswa.
4
5.
Keterampilan Konseptualisasi Solso, Robert dkk (2008: 434) menjelaskan bahwa pembentukan konsep berhubungan dengan pengasahan sifat-sifat yang sesuai dengan kelas objek atau ide. Konseptualisasi melibatkan pengorganisasian dan reorganisasi pengetahuan melalui mengamati dan berpikir tentang pengalaman tertentu untuk pola-pola abstrak dan ide-ide dan generalisasi dari pengalaman tertentu. Pembentukan konsep melibatkan penggolongan dan abstrak dari pengalaman sebelumnya. Masalah khusus matematika terletak pada bentuk abstrak dan keumumannya. Konsep-konsep abstrak tidak dapat dikomunikasikan kepada siswa menurut definisi tetapi hanya dengan mengarahkan kepada siswa untuk menemukan koleksi contoh-contoh yang sesuai. Oleh karena itu, konsep-konsep abstrak harus didukung oleh banyaknya contoh matematika dan dalam kehidupan sehari-hari.
Metode penemuan Metode Penemuan adalah terjemahan dari discovery. Menurut Sund (dalam Roestiyah, 2001: 20) penemuan adalah proses mental, di mana siswa mampu mengasimilasikan sesuatu konsep atau prinsip. Yang dimaksudkan dengan proses mental tersebut antara lain: mengamati, mencerna, mengerti, menggolong-golongkan, membuat dugaan, menjelaskan, mengukur, membuat kesimpulan, dan sebagainya. Suatu konsep misalnya: segitiga, panas, demokrasi, dan sebagainya, sedang yang dimaksud dengan prinsip antara lain ialah: logam, apabila dipanaskan, mengembang. Dalam teknik ini siswa dibiarkan menemukan sendiri atau mengalami proses mental itu sendiri, guru hanya membimbing dan memberikan instruksi. Penemuan merupakan metode yang lebih menekankan pada pengalaman langsung. Pembelajaran dengan Metode Penemuan lebih mengutamakan proses daripada hasil belajar. Dalam metode ini tidak berarti sesuatu yang ditemukan oleh peserta didik (siswa) benar-benar baru sebab sudah diketahui oleh orang yang lain. Tabel 1. Sintaks Penemuan Terbimbing Tahap Tahap 1 Observasi untuk merumuskan masalah
Tingkah Laku Guru Guru menyajikan kejadian-kejadian atau fenomena yang memungkinkan siswa menemukan masalah
Tahap 2 Merumuskan masalah
Guru membimbing siswa merumuskan masalah penelitian berdasarkan kejadian dan fenomena yang disajikannya. Guru membimbing siswa mengajukan hipotesis terhadap masalah yang telah dirumuskannya Guru membimbing siswa merencanakan pemecahan masalah, membantu menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan dan menyusun prosedur kerja yang tepat. Selama siswa bekerja, guru membimbing dan memfasilitasi
Tahap 3 Mengajukan hipotesis Tahap 4 Merencanakan pemecahan masalah (melalui eksperimen atau cara lain) Tahap 5 Melaksanakan eksperimen (atau cara pemecahan masalah yang lain) Tahap 6 Melakukan pengamatan dan pengumpulan data
Guru membantu siswa melakukan pengamatan tentang hal-hal yang penting dan membantu mengumpulkan dan mengorganisasi data
Tingkah Laku Siswa Siswa mengembangkan keterampilan berpikir melalui observasi spesifik membuat inferensi atau generalisasi. Siswa merumuskan masalah yang akan membawa siswa pada suatu persoalan yang mengandung tekateki. Siswa menetapkan jawaban sementara atau yang lebih dikenal dengan istilah hipotesis. Siswa amencari informasi, data, fakta yang diperlukan untuk menjawab permasalahan/ hipotesis Siswa menguji kebenaran jawaban sementara. Dugaan jawaban ini tentu didasarkan kepada data yang telah diperoleh Siswa mencari data atau keterangan yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah, misalnya dengan jalan membaca buku-buku, meneliti, bertanya, berdiskusi dan lain-lain.
5
Tahap 7 Analisis Data Tahap 8 Penarikan kesimpulan atau penemuan
Guru membantu siswa menganalisis data supaya menemukan suatu konsep Guru membimbing siswa mengambil kesimpulan berdasarkan data dan menemukan sendiri konsep yang ingin ditanamkan
Siswa menganalisis data untuk menemukan suatu konsep Secara bekelompok siswa menarik kesimpulan, merumuskan kaidaah, prinsip, ide generalisasi atau konsep berdasarkan data yang diperoleh. Sumber: http://eprints.uny.ac.id/9362/.pdf Menurut Richard Scuhman (Roestiyah, 2001: 22), langkah-langkah pembelajaran dengan Metode Penemuan adalah sebagai berikut. 1. Identifikasi kebutuhan siswa; 2. Seleksi pendahuluan terhadap prinsip-prinsip, pengertian, konsep dan generalisasi yang akan dipelajari; 3. Seleksi bahan, dan problema serta tugas-tugas; 4. Membantu memperjelas problema yang akan dipelajari dan peranan masing-masing siswa; 5. Mempersiapkan setting kelas dan alat-alat yang diperlukan; 6. Mencek pemahaman siswa terhadap masalah yang akan dipecahkan dan tugas-tugas siswa; 7. Memberi kesempatan kepada siswa untuk melakukan penemuan; 8. Membantu siswa dengan informasi, data, jika diperlukan oleh siswa; 9. Memimpin analisis sendiri dengan pertanyaan yang mengarahkan dan mengidentifikasi proses; 10. Merangsang terjadinya interaksi antar siswa dengan siswa; 11. Memuji dan membesarkan siswa yang bergiat dalam proses penemuan; 12. Membantu siswa merumuskan prinsip-prinsip dan generalisasi atas hasil penemuannya.
Materi bangun ruang sisi lengkung
Tabung Luas Permukaan Tabung Amati kembali Gambar 2.4. Jika tabung pada Gambar 2.4 direbahkan dengan cara memotong sepanjang ruas garis AC, keliling alas, dan keliling atasnya ditempatkan pada bidang datar maka diperoleh jaring-jaring tabung, seperti pada Gambar 2.5. Daerah yang tidak diarsir (selimut tabung) pada Gambar 2.5 berbentuk persegi panjang dengan ukuran sebagai berikut. Panjang = keliling alas tabung = 2πr Lebar = tinggi tabung =t sehingga luas selimut tabung = panjang × lebar = 2πr × t = 2πrt Luas permukaan tabung sama dengan luas jaring-jaringnya, yaitu: L = luas selimut tabung + 2 × luas alas. Dengan demikian, luas permukaan tabung adalah 2πr( r + t) Kerucut Luas Permukaan Kerucut Gambar 2.8(a) menunjukkan kerucut dengan titik puncak T dan jari-jari bidang alasnya adalah r. Jika kerucut itu kamu potong sepanjang ruas garis TB dan seputar lingkaran alasnya, serta diletakan pada bidang datar maka diperoleh jaring-jaring kerucut, seperti pada Gambar 2.8(b).
6
Amati Gambar 2.8(b). Daerah yang diarsir merupakan alas kerucut (berbentuk lingkaran). Adapun daerah yang tidak diarsir merupakan selimut kerucut yang berbentuk juring lingkaran. Berapakah luas juring TB1B2? Untuk men-jawabnya, pelajarilah uraian berikut. Panjang busur B1B2 = keliling alas kerucut = 2πr. Keliling lingkaran yang berjari-jari s adalah 2πs. Luas lingkaran yang berjari-jari s adalah πs2. Oleh karena
luas juring TB1 B2 luas lingkaran
maka luas juring TB1B2 =
2π𝑟 2π𝑠
=
panjang busur B1 B2 keliling lingkaran
,
x πs2 = πrs
Jadi, luas selimut kerucut adalah πrs. Dengan demikian, luas permukaan kerucut adalah: L = luas selimut kerucut + luas alas kerucut L = πrs + πr2 = πr(s + r) Penerapan Luas Permukaan Bangun Ruang Sisi Lengkung Luas permukaan bangun ruang sisi lengkung diterapkan dalam kehidupan sehari-hari agar kita kamu dapat memahami dan menyelesaikan masalah nyata melalui konsep matematika. Benda-benda berikut ini disajikan contoh soal-soal penerapan bangun ruang sisi lengkung. Contoh. Gambar berikut memperlihatkan sebuah monumen yang dibentuk dari sebuah kerucut dan setengah bola. Monumen tersebut menempel pada tanah seluas 1 m2. Jika monumen itu akan dicat dan setiap m2 memerlukan biaya Rp 35.000,00, berapa rupiah biaya pengecatan tugu tersebut? (ambil π = 3,14) Jawab: Perhatikan tugu di samping. Diketahui bahwa tutu terdiri dari bangun kerucut (selimut) kerucut yang dialasi dengan setengah bola. LP monumen = LP Kerucut tanpa alas + LP ½ Bola = πrs + ½.4.πr2 = 3,14 x 6cm x 8cm + 2 x 3,14 x (6cm)2 = 150,72 cm2 + 226,08 cm2 = 376,8 cm2 = 3,768 m2 Jadi, biaya yang dibutuhkan untuk mengecat bangun tersebut adalah: Harga x luas permukaan bangun = Rp 35.000 x 3,768 = Rp 131.880,-
3.
Metode Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif, yang menggunakan pendekatan kualitatif. Menurut Moleong (2008:2), “Penelitian kuantitatif mencakup setiap jenis penelitian yang didasarkan atas perhitungan persentase, rata-rata, chi kuadart, dan perhitungan statistik lainnya”. Bogdan dan Taylor (dalam Moleong, 2008:3) menyatakan, “Penelitian kualitatif didefinisikan sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati”. Moleong (2008:6) menyimpulkan bahwa: “penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain serta holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah.” Penelitian ini mendeskripsikan kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa melalui metode penemuan. Peneliti melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan metode penemuan dan diamati oleh 2 orang observer, seorang melakukan pengamatan terhadap peneliti selama pembelajaran berlangsung,
7
dan seorang lainnya mengamati aktivitas siswa selama pembelajaran dengan metode penemuan berlangsung di kelas. Selama pengamatan, pengamat mengisi lembar observasi yang berkaitan dengan kegiatan guru dan aktivitas siswa selama pembelajaran berlangsung. Dalam penelitian ini data dikumpulkan berdasarkan observasi yang dilakukan oleh seorang observer dan analisis data hasil tes belajar siswa oleh peneliti. Hal ini mengingat pernyataan Denzin dan Lincoln (dalam Moleong, 2008:5): “dalam penelitian kualitatif metode yang biasanya dimanfaatkan adalah wawancara, pengamatan dan pemanfaatan dokumen”.
4.
Hasil dan Pembahasan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di kelas IX-1 SMP Negeri 18 Banda Aceh, berikut ini disajikan tabel hasil belajar siswa untuk melihat ketuntasan belajar siswa. Tabel 2. Nilai Hasil Belajar Siswa Kelas IX-1 SMP Negeri 18 Pada Materi Luas Permukaan Bangun Ruang Sisi Lengkung Nilai Nilai No. Nama LKS I LKS III Ket. Kelompok Akhir 1. Siswa A 80 65 Tuntas 75 73 2. Siswa B 80 95 Tuntas 86 87 3. Siswa C 70 75 Tuntas 76 74 4. Siswa D 50 T.T 76 63 5. Siswa E 90 40 Tuntas 76 69 6. Siswa F 80 65 Tuntas 68 71 7. Siswa G 85 90 Tuntas 68 81 8. Siswa H 80 35 T.T 68 61 9. Siswa I 80 90 Tuntas 75 82 10. Siswa J 65 50 T.T 68 61 11. Siswa K 90 70 Tuntas 86 82 12. Siswa L 85 80 Tuntas 86 84 13. Siswa M 45 25 T.T 76 49 14. Siswa N 50 50 T.T 68 56 15. Siswa O 55 70 Tuntas 75 67 16. Siswa P 80 50 Tuntas 76 69 17. Siswa Q 85 70 Tuntas 86 80 18. Siswa R 75 80 Tuntas 75 77 19. Siswa S 90 75 Tuntas 76 80 20. Siswa T 85 70 Tuntas 75 77 21. Siswa U 90 90 Tuntas 86 89 22. Siswa V 60 35 T.T 68 54 Selanjutnya, setelah dianalisis ketuntasan belajar siswa, akan dilihat kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa melalui pengamatan pada lembar observasi dan Lembar Kerja Siswa. Berikut ini beberapa lembar kerja siswa yang menunjukkan kemampuan berpikir tingkat tingginya, meliputi keterampilan pemecahan masalah, keterampilan berkomunikasi, keterampilan penalaran, dan keterampilan koseptualisasi siswa. Lembar kerja siswa yang menunjukkan keterampilan pemecahan masalah antara lain. Adapun keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa melalui metode penemuan selanjutnya dianalisis dengan memperhatikan dan berdasarkan hasil lembar kerja siswa masing-masing dengan kemampuan tinggi, sedang dan rendah. Tabel 3. Analisis Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi Siswa No. Indikator Kel. I Kel. II Kel. III 1 Membuat rancangan pemecahan masalah √ √ √ Memiliki alternative pemecahan masalah yang lain √ √ √ Memecahkan masalah berdasarkan konsep 2 Mengungkapkan pertanyaan secara jelas dan singkat √ √ -
8
Bertanya dalam menyampaikan kritik secara lisan disertai alasan yang masuk akal Berani menjawab pertanyaan dari kelompok lain berdasarkan materi bangun ruang sisi lengkung 3 Menjawab dengan argumen yang tepat Menjawab berdasarkan ide-ide yang logis Berbagi ide dalam bentuk angka, simbol, diagram, grafik, model dan simulasi Memperhatikan pendengar mereka ketika menulis atau berbicara 4 Memahami dan mampu menyelesaikan masalah Mengembangkan jawaban atas bagian-bagian yang sesuai/ tepat Memberikan alasan terhadap kesimpulan yang diambil Mencari cara-cara baru untuk berpikir tentang masalah yang diberikan 5 Memahami konsep Memahami materi-materi prasyarat yang relevan/ terkait. Keterangan: √ = keterampilan berpikir tingkat tinggi muncul - = keterampilan berpikir tingkat tinggi tidak muncul
√
-
-
√
√
√
√ √ √
√ √
√
√ √ √ √ √ √
√ √ √ √ √
√ √ √ -
Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa pada beberapa keterampilan lebih banyak muncul daripada tidak muncul. Hal ini jauh lebih baik dibandingkan ketuntasan belajar siswa secara klasikal, yaitu termasuk dalam kategori belum tuntas secara klasikal. Hasil tes belajar siswa berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai rata-rata siswa pada dua kali pertemuan diperoleh 16 dari 22 orang siswa dinyatakan tuntas. Namun, jika dihitung persentasenya, diperoleh 73% siswa dalam satu kelas yang tuntas, sedangkan 27% siswa dalam kelas belum tuntas. Hal ini menunjukkan bahwa pada pembelajaran materi bangun ruang sisi lengkung melalui metode Penemuan, siswa dalam kelas tersebut belum mencapai ketuntasan belajar secara klasikal.
5.
Kesimpulan
Kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa melalui metode penemuan dinyatakan muncul dengan keterampilan yang berbeda-beda pada tiap-tiap siswa. Siswa berkemampuan tinggi berdasarkan nilai hasil tes cenderung memiliki seluruh keterampilan yang menjadi indikator kemampuan berpikir tingkat tinggi, siswa berkemampuan sedang memiliki sebagian keterampilan, dan siswa berkemampuan rendah berdasarkan nilai hasil tes memiliki hanya sedikit keterampilan yang menjadi indikator kemampuan berpikir tingkat tinggi. Hal ini menunjukkan kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa berbanding lurus dengan pencapaian hasil belajar siswa.
Daftar Pustaka IMSTEP-JICA. (1999). Monitoring Report on Current Practice on Mathematics and Science Teaching and Learning. Bandung: IMSTEP- JICA. Meolong, Lexy J. (2004). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda Karya. Mullis, I.V.S. dkk, (2004). International Mathematics Report. Boston: The International Study Center Boston College. NCTM. (2000). Principles and Standards for School Mathematics. United State of America: NCMR Inc. NCTM. (2012). Five High Order Thinking Skill. Diakses pada 31 Juli 2013, dari alamat http://cd1.edb.hkedcity.net/cd/maths/en/ref_res/material/hots_e/5Skill_e.pdf Nur, Fatayati. (2012). Pengaruh Metode Pembelajaran Penemuan Terbimbing terhadap Prestasi Belajar dan Kemampuan Representasi Matematika Siswa SMK Negeri 1 Godean. S1 Thesis,
9
Universitas Negeri Yogyakarta. Diakses pada 12 Oktober 2013, dari alamat http://eprints.uny.ac.id/9362/3.pdf Nur & Ibrahim. (2011). Berpikir Tingkat Tinggi. Diakses pada 1 Maret 2013, dari alamat http://idarianawaty. wordpress.com/2011/08/10/berpikir-tingkat-tinggi-higher-order-thinking/ Roestiyah, NK. (2001). Srategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta. Sagala, S. (2102). Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta. Solso, Robert dkk. (2008). Psikologi Kognitif. Jakarta: Erlangga.
10