Boks 2. Kesuksesan Sektor Jasa Angkutan Udara di Provinsi Jambi
Perekonomian Jambi yang mampu tumbuh sebesar 5,89% pada tahun 2006 merupakan prestasi tersendiri. Pada awal tahun bekerjanya mesin ekonomi (engine of growth), perekonomian Jambi yang bersifat terbuka (open economy) tidak dapat menghindari dampak negatif yang ditimbulkan oleh naiknya harga BBM sehingga menimbulkan ekonomi biaya tinggi (high cost economy). Faktor eksternal ini sebenarnya sangat bersifat mendistorsi karena mempengaruhi skala ekonomi (economies of scale) dalam sistem produksi. Namun realitanya, perekonomian Jambi tetap mampu tumbuh relatif baik. Salah satu sektor ekonomi yang memberi daya tumbuh terbesar terhadap struktur perekonomian Jambi adalah usaha jasa angkutan udara yang tumbuh sebesar 34,50%. Peranan sektor usaha jasa angkutan udara terhadap perekonomian Jambi juga mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2001 sektor usaha jasa angkutan udara berperan sebesar 0.21% terhadap perekonomian Jambi dan meningkat hingga mencapai 0.90% pada tahun 2006. Pertumbuhan dan keberartian peranan sektor usaha jasa angkutan udara dalam struktur perekonomian Jambi memberi rasa optimis terhadap prospek ekonomi Jambi untuk berkembang menjadi lebih baik. Tabel 1. Pertumbuhan dan Distribusi Sub Sektor Angkutan Udara Dalam Struktur Perekonomian Jambi Tahun 2001 - 2006 URAIAN
TAHUN 2001
2002
2003
2004
2005
2006
Pertumbuhan
15.35
73.96
54.59
41.69
9.37
34.50
Distribusi
0.21
0.35
0.51
0.68
0.71
0.90
Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Jambi, 2006 (data diolah)
Daya tumbuh dan keberartian peranan sektor usaha jasa angkutan udara dalam perekonomian Jambi merupakan suatu fenomena tersendiri. Ada dua hal yang menarik untuk dicermati. Pertama, kelayakan bisnis sektor jasa angkutan udara ini sangat terkait dengan komponen harga BBM, baik secara langsung maupun tidak langsung. Dalam kondisi terjadinya kenaikan harga BBM, sektor usaha jasa angkutan udara ternyata tetap mampu
tumbuh lebih tinggi
dibandingkan sektor ekonomi lainnya. Kedua, jasa angkutan udara merupakan moda transportasi alternatif bagi pelaku ekonomi dalam melakukan aktivitasnya. Pemakai jasa ini bukan merupakan aktivitas akhir bagi pelaku ekonomi tapi aktivitas antara. Dalam kondisi perekonomian yang mengalami high cost economy, semestinya penggunaan jasa angkutan udara mengalami penurunan, tapi kenyataannya tidak demikian. Fenomena yang ditemui pada sektor usaha jasa angkutan udara seperti yang dideskripsikan menarik untuk dicermati.
Perkembangan Sektor Jasa Angkutan Udara Saat ini terdapat empat operator penerbangan di Jambi yang melayani rute Jakarta - Jambi (PP) yaitu PT. Mandala, PT. Batavia Air, PT.Sriwijaya Air dan 1
PT. Adam Air yang menggunakan pesawat B.737. Sedangkan untuk rute Jambi – Batam (PP) dan Jambi – Palembang (PP) dilayani oleh satu operator penerbangan yaitu PT. Riau Airlines dengan pesawat F.50. Kelima operator tersebut melakukan penerbangan sebanyak 63 kali per minggu atau rata-rata 9 kali per hari. Tabel 2. Frekuensi Pergerakan Pesawat di Bandara Sultan Thaha Jambi No
Airlines
Rute
Frek/Minggu
Jenis Pesawat
1
PT. MANDALA
2
PT. BATAVIA AIR
Jakarta - Jambi
7
B.737
Jakarta - Jambi
21
B.737
3 4
PT.SRIWIJAYA AIR
Jakarta - Jambi
14
B.737
PT. ADAM AIR
Jakarta - Jambi
14
B.737
5
PT. RIAU AIRLINES
Jambi – Batam
4
F.50
Jambi - Palembang
3
F.50
Sumber : PT (Persero) Angkasa Pura, 2007
Berkenaan dengan frekuensi penerbangan dan jumlah penumpang, selama lima tahun terakhir memperlihatkan peningkatan yang cukup berarti. Pada tahun 2001 frekuensi penerbangan adalah sebanyak 1.331 kali dengan jumlah penumpang 44.240 orang. Kemudian, pada tahun 2006 frekuensi penerbangan meningkat menjadi 3.496 kali dengan jumlah penumpang sebanyak 348.622 orang. Ini berarti terjadi peningkatan frekuensi penerbangan sebesar 32,53% per tahun dengan pertumbuhan jumlah penumpang sebesar 137,60% per tahun. Pertumbuhan jumlah penumpang yang sangat besar ini memberi tiga indikasi. Pertama, terjadinya peningkatan kemampuan ekonomi masyarakat yang tercermin pada peningkatan kemampuan daya belinya terhadap jasa angkutan udara. Kedua, adanya indikasi pergeseran masyarakat dan pelaku ekonomi pengguna moda transportasi darat yang beralih menggunakan moda transportasi udara. Salah satu faktor penyebab terjadinya pergeseran dikarenakan kualitas prasarana transportasi darat yang belum memadai, khususnya tingkat kerusakan jalan yang berdampak pada peningkatan ongkos transportasi. Sejak tahun 2003, telah terjadi penurunan kualitas jalan. Kategori kondisi jalan nasional dan provinsi yang baik, mengalami penurunan sejak tahun 2003, dimana
selama periode
2003-2005 penurunannya mencapai sebesar 40,44%. Sebaliknya, kondisi jalan rusak dan rusak berat relatif terus meningkat porsinya dari total panjang jalan nasional dan provinsi di Provinsi Jambi, yaitu mencapai sebesar 24,87% (2001), 34,60% (2003), 33,70% (2004) dan pada tahun 2005 mencapai 40,01% (BPS,2006). Kurang kondusifnya prasarana transportasi darat sementara disisi lain tersedianya alternatif sarana transportasi udara yang lebih murah berdampak 1
Data s.d. posisi bulan September 2007
pada penurunan jumlah lalu lintas orang yang menggunakan moda transportasi darat. Jumlah penumpang yang menggunakan jasa transportasi Angkutan Kota Antar Provinsi (AKAP) selama tahun 2006 mengalami penurunan relatif besar yaitu sebesar 22,36% jika dibandingkan pada tahun 2004. Penurunan yang sangat besar bahkan terjadi terhadap penumpang yang menggunakan jasa angkutan
sewa.
Dibandingkan
tahun
2004,
jumlah
penumpang
yang
menggunakan jasa angkutan sewa pada tahun 2006 mengalami penurunan yang sangat besar yaitu 87,52%. Data penurunan jumlah penumpang yang menggunakan jasa angkutan darat ini semakin memperkuat indikasi terjadinya pergeseran penggunaan jasa transportasi darat ke jasa transportasi udara. Tabel 3 dibawah ini memperlihatkan hal dimaksud. Tabel 3. Perkembangan Jumlah Bus dan Penumpang Tahun 2004-2006 JUMLAH BUS
URAIAN
JUMLAH PENUMPANG
2004
2005
2006
2004
2005
2006
Angkutan Kota Antar Provinsi
421
413
512
12.970
12.575
10.158
Angkutan Sewa
87
68
-
918
497
483
Angkutan Pariwisata
61
43
35
915
474
474
Sumber : Dinas Perhubungan Prov. Jambi, 2007
Ketiga, peningkatan jumlah penumpang angkutan udara tersebut juga sebagai indikasi berkembangnya aktivitas ekonomi dalam struktur perekonomian Jambi. Kondisi tersebut terimplikasi pada meningkatnya mobilitas pelaku ekonomi dengan menggunakan jasa angkutan udara. Tabel berikut memberikan informasi mengenai perkembangan frekuensi keberangkatan, jumlah penumpang
dan
jumlah kargo bongkar muat. Tabel 4. Jumlah Kedatangan, Penumpang dan Kargo Jasa Angkutan Udara Di Bandara Sultan Thaha Jambi URAIAN
TAHUN 2001
2002
2003
2004
2005
2006
1.331
2.026
2.871
3.938
3.337
3.496
44.240
127.815
201.991
247.269
261.231
348.622
Bongkar
699.669
1.200.936
1.653.89
2.102.25
2.235.14
2.413.812
7
5
1
Muat
359.886
735.167
928.481
1.001.97
1.206.04
7
4
Penerbangan (Berangkat) Penumpang (Berangkat)
Kargo
1.051.793
Sumber : PT(Persero) Angkasa Pura II, 2007
Hal lainnya yang menarik untuk dicermati sebagai penguat argumentasi di atas adalah selisih yang semakin besar antara tonase kargo yang diongkar dan dimuat. Pada tahun 2001 terdapat selisih kargo yang dibongkar dan dimuat sebesar 339.783 ton dan pada tahun 2006 selisih tersebut semakin besar yaitu mencapai 1.362.019 ton. Keadaan ini menunjukkan semakin meningkatnya arus barang yang masuk seiring dengan semakin berkembangnya aktivitas sektor ekonomi di Jambi.
Kesuksesan sektor usaha jasa angkutan udara mengalami pertumbuhan tertinggi dalam struktur perekonomian Jambi dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain: Pertama, argumentasi yang berbasis pada Regional Macroeconomic Approach. Pendekatan ini terimplementasi dalam Model Input Output. Adanya penggunaan input antara (intermediate input) yang berasal dari output sektor produksi lain dan penggunaan input primer (primary input)
membuat suatu
sektor produksi menjadi terintegrasi dan saling terkait dengan sektor-sektor lainnya dalam suatu perekonomian. Pertumbuhan suatu sektor ekonomi akan berdampak terhadap sektor ekonomi lainnya, baik dalam bentuk keterkaitan langsung kebelakang (backward linkage), keterkaitan langsung kedepan (forward linkage), daya sebar kedepan ( forward diffusion), ataupun daya sebar kebelakang ( backward diffusion). Logika inilah yang dapat menjelaskan salah satu penyebab keberhasilan dari sektor jasa angkutan udara. Berdasarkan analisis Input–Output, sektor perkebunan dan pertambangan merupakan sektor ekonomi di Provinsi Jambi yang memiliki keterkaitan kedepan dan daya sebar kedepan yang besar terhadap perekonomian secara menyeluruh. Ini berarti, kesuksesan sektor usaha jasa angkutan udara tidak terlepas dari efek yang ditimbulkan oleh sektor perkebunan dan pertambangan. Kedua, pertumbuhan jasa angkutan udara merupakan cerminan lalu lintas arus orang keluar masuk ke Provinsi Jambi. Hal ini sangat terkait dengan semakin meningkatnya nilai investasi dari kedua sektor ekonomi yang memiliki daya sebar terhadap perekonomian Jambi yaitu sektor perkebunan dan pertambangan. Konsekuensi
logis dari peningkatan investasi adalah terjadinya peningkatan
jumlah tenaga kerja yang terserap. Dengan kondisi keterbatasan ketersediaan sumber
daya
manusia
yang
memiliki
kualifikasi
tertentu,
maka
ada
kecenderungan masuknya tenaga kerja dari luar daerah. Kelompok tenaga kerja inilah yang memiliki mobilitas tinggi dalam pemanfaatan jasa angkutan udara. Tabel berikut memperlihatkan perkembangan jumlah tenaga kerja pada sektor yang memiliki daya sebar terhadap perekonomian Jambi, yaitu sektor perkebunan dan pertambangan. Tabel 5. Perkembangan Jumlah Tenaga Kerja Sektor Perkebunan dan Pertambangan TAHUN
URAIAN 2004
2005
2006
Perkebunan
280.604
283.508
290.435*
Pertambangan
11.530
11.737
12.691
Sumber : Disnaker Provinsi Jambi, 2006 (data diolah)
Ketiga, kesuksesan sektor jasa angkutan udara mengalami pertumbuhan tertinggi dalam struktur perekonomian Jambi juga tidak terlepas dari dampak kenaikan harga BBM. Kenaikan harga BBM memberi dampak
terhadap
peningkatan biaya transportasi, dimana sarana transportasi darat sebagai salah satu moda transportasi ternyata paling tidak berdaya menghadapi kenaikan harga
BBM. Sarana transportasi darat juga tidak mampu menekan biaya produksi jasanya, yang lebih disebabkan oleh masalah inefisiensi dan manajemen usaha yang kurang profesional. Kondisi inilah yang dimanfaatkan oleh sektor jasa angkutan udara. Dengan konsep LCC (Low Cost Carrier), jasa angkutan udara mampu menekan biaya produksi sehingga mampu menawarkan harga tiket yang lebih murah pada konsumen. Konsep LCC menekankan efisiensi melalui pembelian tiket secara on line, tidak mengoperasikan kantor perwakilan, penerbangan tanpa snack dan hanya mengoperasikan satu jenis pesawat guna menekan biaya maintenance. Prospek Usaha Kesuksesan sektor jasa angkutan udara dalam memacu pertumbuhannya merupakan suatu rangkaian proses dalam bekerjanya mekanisme dalam struktur ekonomi yang terintegrasi. Ini berarti, semua sektor ekonomi memiliki peluang yang sama untuk tumbuh dalam satu kesatuan sistim. Hanya saja yang membedakannya adalah kemampuan sektor jasa angkutan udara dalam memanfaatkan peluang yang ada melalui inovasi dalam sistim dan manajemen pelayanannya. Sehingga mampu menghasilkan produk jasa dengan harga yang ekonomis. Prospek jasa angkutan udara di Provinsi Jambi diyakini masih sangat menjanjikan dan diperkirakan akan tumbuh pada kisaran diatas 25% per tahun. Hal ini lebih didasarkan pada adanya indikasi bahwa perkembangan usaha jasa angkutan udara memiliki korelasi positif terhadap perkembangan sektor perkebunan. Dengan demikian, seiring perkembangan sektor perkebunan sebagai sektor andalan maka diharapkan akan berdampak pada pertumbuhan usaha jasa angkutan udara. Disamping itu, dengan kondisi perekonomian makro yang lebih stabil, diharapkan akan disertai dengan peningkatan aktivitas ekonomi dan mobilitas masyarakat. Kondisi terebut tentu saja akan meningkatkan daya beli masyarakat dalam menggunakan jasa angkutan udara. Rekomendasi Seiring dengan prospek perkembangan sektor usaha jasa angkutan udara di Provinsi Jambi maka ada beberapa hal yang perlu menjadi perhatian, baik bagi operator maupun bagi pemerintah sebagai regulator, yaitu: 1. Peningkatan infrastruktur Bandara Sultan Thaha sebagai entry port prasarana transportasi udara dari dan ke Provinsi Jambi. Infrastruktur yang perlu menjadi perhatian berkenaan dengan fasilitas keselamatan penerbangan, ruang tunggu yang representatif dan fasilitas terminal yang lebih berkualitas (fasilitas listrik, fasilitas bangunan, fasilitas landasan dan fasilitas penunjang opersional bandara yang lebih lengkap, representatif dan baik). 2. Pemerintah daerah dan PT. Angkasa Pura II perlu membuat konsep perencanaan secara
komprehensip
mengenai
rencana pengembangan
Bandara Sultan Thaha Jambi dalam menghadapi terus meningkatnya pengguna jasa angkutan udara di masa yang akan datang. 3. Pengawasan yang ketat terhadap maskapai penerbangan dalam pemenuhan unsur keselamatan yang sesuai peraturan dan ketentuan yang telah ditetapkan oleh instansi atau lembaga yang berwenang (Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, International Civil Aviation Organization dan Federal Aviation Administration). 4. Perlunya pemahaman bagi operator penerbangan untuk tetap mengutamakan aspek keselamatan dan kenyamanan bagi penumpang dalam menerapkan konsep low cost carrier.