Boks 1
I.
PEMBANGUNAN KLASTER INDUSTRI HILIR BERBASIS PERTANIAN OLEOCHEMICAL DI PROVINSI RIAU
Latar Belakang
Program 100 hari pemerintahan Presiden Republik Indonesia yang baru meliputi 45 program penting yang akan dijalankan Pemerintah diseluruh tanah air, yang berkaitan dengan pembangunan sektoral dan regional. Dari 45 program aksi tersebut, Presiden menetapkan 15 di antaranya sebagai program pilihan yang wajib diimplementasikan dalam jangka waktu 100 hari pertama. Program-program pilihan lainnya yang wajib diimplementasikan berkaitan secara langsung maupun tidak dengan pembangunan ekonomi. Pemerintah mentargetkan pertumbuhan ekonomi selama 5 tahun ke depan hingga 2014 mencapai 7 persen. Selain itu, pemerintah mentargetkan penurunan angka pengangguran ke level 5 persen - 6 persen dari 7 persen - 8 persen pada tahun 2009 dan angka kemiskinan ditargetkan turun dari 14 persen - 15 persen pada tahun 2009 menjadi 8 persen - 10 persen pada tahun 2014. Pertumbuhan ekonomi yang akan dicapai diharapkan mrupakan pertumbuhan yang berkualitas dimana bukan saja menurunkan tingkat kemiskinan dan pengangguran yang angkanya sudah ditentukan tersebut, akan tetapi mampu menurunkan kesenjangan pendapatan dan wilayah (Kawasan Indonesia Barat dan Timur). Peningkatan mutu sumberdaya manusia lewat pendidikan dan kesehatan mendapat perhatian penting, di samping tentunya masalah kelestarian lingkungan. Semuanya diharapkan bisa berjalan dengan adanya koordinasi, harmonisasi dan sinkronisasi dalam menentukan berbagai peraturan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Salah satu program 100 hari dibidang perekonomian adalah Pengembangan klaster industri berbasis sumberdaya alam (terbarukan) berbasis pertanian. Terkait dengan program
tersebut, Pemerintah telah menentukan 3 daerah sebagai lokasi pembangunan klaster industri kelapa sawit yaitu Provinsi Riau, Sumatera Utara dan Kalimantan Timur. Untuk Provinsi Riau, Pemerintah telah menetapakan Kota Dumai dann Kuala Enok di Indragiri Hilir sebagai lokasi pembanguan klaster industri hilir kelapa sawit. Pengembangan klaster industri hilir kelapa sawit ini merupakan bagian dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) pemerintah yang memfokuskan pada tiga strategi pembangunan yakni peningkatan sumber daya alam.
II. Pembangunan Klaster Industri Hilir Kelapa sawit di Riau Pertumbuhan ekonomi Riau tanpa migas selama 5 (lima) tahun terakhir secara rata-rata berada pada kisaran 7,99%. Secara sektoral terdapat 4 (empat) sektor utama yang menopang pertumbuhan ekonomi Riau, yaitu sektor pertambangan, sektor perdagangan, sektor industri pengolahan dan sektor pertanian. Sektor pertanian selama 5 (lima) tahun terakhir selalu menunjukkan pertumbuhan yang positif. Pertumbuhan sektor ini utamanya didukung oleh pertumbuhan subsektor perkebunan dan subsektor kehutanan. Kondisi ini tidak lepas dari besarnya propek subsektor perkebunan dan kehutanan Provinsi Riau. Grafik 1. Perkembangan Pertumbuhan Riau dan Sektor Pertanian dalam 5 (Lima) Tahun Terakhir 10.00 9.00 8.00 7.00 6.00 5.00 4.00 3.00 2.00 1.00 0.00 2005 Tabama Perikanan
2006 Perkebunan % PDRB
2007
2008 Peternakan % Pertanian
2009 Kehutanan
Salah satu komoditas yang memberikan peranan yang besar terhadap pertumbuhan subsektor perkebunan adalah komoditas kelapa sawit. Hal ini tidak terlepas dari luasnya lahan perkebunan kelapa sawit di Provinsi Riau yang mencapai 1,68 juta hektar atau sekitar 27% dari total luas perkebunan sawit di Indonesia. Jumlah tersebut mengalami peningkatan yang cukup signifikan dibandingkan dengan tahun 2004 dengan luas 1,34 juta hektar. Beberapa faktor yang mendukung berkembangnya perkebunan kelapa sawit di Riau antara lain; (i) kondisi tanah dan iklim yang sesuai untuk pengembangan tanaman kelapa sawit, (ii) komitmen yang tinggi dari Pemerintah Daerah untuk mengembangkan perkebunan dengan
visi ”Terwujudnya kebun untuk kesejahteraan masyarakat Riau tahun 2020”, (iii) tingginya minat masyarakat karena pada saat dan pasca krisis ekonomi 1997 petani sawit sangat diuntungkan dengan adanya kenaikan harga Crude Palm Oil (CPO), (iv) kelapa sawit memberikan pendapatan yang tinggi kepada petani dibandingkan dengan tanaman 1
perkebunan lainnya . Luas areal perkebunan kelapa sawit terbesar adalah terdapat di Kabupaten Rokan Hulu, Kota Dumai dan Kabupaten Kuantan Singingi yang masing-masing tercatat seluas 127,81 ribu hektar, 110,92 ribu hektar dan 102,86 ribu hektar. Produksi kelapa sawit Provinsi Riau pada tahun 2008 tercatat mencapai 5,78 juta ton dengan jumlah petani mencapai 352.022 KK. Pembangunan perkebunan kelapa sawit mempunyai dampak positif terhadap perekonomian Riau
terutama
untuk
menciptakan
kesempatan
kerja,
meningkatkan
pendapatan
masyarakat, serta mendorong pertumbuhan dan pemerataan ekonomi daerah. Tumbuhnya perkebunan dan industri sawit menyebabkan munculnya sumber-sumber pendapatan yang lebih bervariasi bagi masyarakat, seperti di sektor perdagangan, pengangkutan, transportasi, restoran, keuangan, dan jasa-jasa. Selain itu juga meningkatkan mobilitas penduduk dari satu daerah ke daerah lain, serta mendukung tumbuhnya pusat-pusat perekonomian di wilayah sekitarnya. Dalam rangka membangun sektor perkebunan, Pemda Riau menetapkan misi ; (i) memantapkan penataan ruang untuk pengembangan perkebunan, (ii) mengoptimalisasikan fungsi kebun untuk kesejahteraan rakyat, (iii) meningkatkan partisipasi masyarakat dan pemberdayaan petani dalam pembangunan perkebunan, dan (iv) membangun perkebunan yang berbudaya industri. Berdasarkan penelitian dan analisa beberapa ahli, komoditas kelapa sawit pada masa yang akan datang tetap mempunyai prospek yang baik seiring dengan meningkatnya konsumsi minyak dan lemak dunia, serta dapat digunakannya minyak sawit sebagai sumber energi terbarukan (biofuel). Pengembangan biofuel, terutama sejak harga minyak dunia melambung menjadi salah satu prioritas penting di banyak negara, seperti Uni Eropa (UE) berharap pada tahun 2010 sebanyak 5,75% bahan bakar untuk transportasi akan menggunakan energi terbarukan, kemudian meningkat menjadi 8% pada tahun 2020. Sementara itu, Australia berkonsentrasi mengembangkan biofuel dengan target 350 juta liter pada tahun 2010. Menurut Gubernur Bank Indonesia pada pembukaan kongres Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) ke-16 di Manado, dengan merujuk pada laporan yang disusun oleh The Economist menyebutkan bahwa komoditas pertanian Indonesia memiliki daya saing cukup baik secara global, bahkan untuk komoditas minyak sawit menempati peringkat kedua di dunia.
1
Almasdi Syahza, “Potensi Pembangunan Industri Hilir Kelapa Sawit di daerah Riau”, Usahawan, April 2002.
Selain sebagai sumber energi, kelapa sawit juga dapat menghasilkan produk turunan (industri hilir) yang sangat beragam dan mempunyai nilai tambah lebih tinggi dibandingkan dengan CPO. Beberapa industri hilir yang potensial untuk dikembangkan di Riau adalah industri minyak goreng, margarine, serta industri bahan-bahan untuk sabun dan kosmetik, baik untuk memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri maupun ekspor. Peluang pengembangan industri hilir kelapa sawit di Riau sangat besar karena didukung oleh sumber bahan baku yang cukup dan letak geografis yang sangat strategis bagi pengembangan industri berorientasi ekspor. Grafik 1. Turunan Industri Kelapa Sawit BAHAN BAKU
INDUSTRI HULU Carolene
Minyak Kelapa Sawit (CKO)
Tocophenol
INDUSTRI ANTARA Pro Vitamin A Pro Vitamin B
Panitic /Isopropanol
Cocoa butter
Paentic/ButanolOctanol
Minyak salad Margarine
Olein
Shorthening Minyak padat
Starein
Sabun Glisterine
Soap stock
Kelapa Sawit
Inti Kelapa Sawit (PKO)
Kernel Oil
INDUSTRI HILIR Fatly alkohol (Ester)
Stearic/Butanol Oktanol
Miristic Acid
Stearic /Glicol
Oxigenated FattyAcyds/Ester EpoxyStearic/Octanol Ester
Oleic/Metanol Butanol
Metalic Salt Palmitic,Stearic/Ca,Zn Stearic/Ca,Mg
Bungkil
Stearic/ Al, Li Oleic/Zn, Pb Oleic/ Ba Polyalozylatet Derivatives
Arang Tempurung
Tepung tempurung
Briket arang Karbon aktif Asam Organik
EpithioStearicMono/Polieldri Ester Alcohol
Oleic/Glicol Propilene
Fetty acid Lauric Acid
Oxigenated FattyAcyds/Ester EpoxyStearic/Octanol Ester
Palmatic/EthylenePropyleneOxida
Alcohols/Sulphated Alchohols/Esterited WithHigher Saturatet/Faty AcidsAlchohols Acohols/ Ethoxylation Monogliserides Ethoxilation Aldehide Faty Acid Amides Stearamide
Steric/EthylenePropylene Oxida
Oleamide
Oleic Acid Diner/EthylenePropy leneOxida
Sulpathed Alcarolamide of Palmitic,Steric & Oleic Acids Alkanolamide
Serat
Bahan Bakar
Metalic Salt Palmatic Acid (C16)
Tandan Kosong
Sludge
Oleic Acid(C18 Ethoxilatet/C16 &C18 Makanan Ternak
GuanidineEthoxilated/C16 &C18
Ester of Dibasic Acid Azelaic/Butanol & Octanol Esters Azelaic / Glycol Esters Oleic Acid Diner /Butanol & Octanol Esters
Ethoxilated/Secondary /C16 & C18
Sumber : Dinas Perkebunan Propinsi Riau
Pengembangan industri hilir kelapa sawit merupakan salah satu jawaban dalam rangka meningkatkan nilai tambah produksi kelapa sawit bagi perekonomian daerah/nasional, dan mengurangi dampak gejolak harga CPO terhadap kegiatan perkebunan sawit (khususnya pendapatan petani), mengingat barang-barang hasil industri hilir diperkirakan tidak akan mengalami peningkatan/penurunan yang tajam seperti CPO. Salah satu implementasi dari program kerja 100 hari pemerintahan yang baru di Provinsi Riau adalah pengembangan klaster industri berbasis pertanian dan oleochemical yaitu Pembangunan Industri Hilir Kelapa Sawit yang rencananya akan dilaksanakan di Kuala Enok dan Kota Dumai yaitu di Kawasan Industri Dumai (KID), Pelintung. Dikawasan Pelintung yang sebagian besar menjadi wilayah operasional PT Wilmar Bioenergi Indonesia saat ini sudah
terbangun sembilan proyek industri hilir antara lain industri pengolahan minyak goreng, pupuk, dan biodiesel. Saat ini, industri hilir kelapa sawit di Dumai yang sudah dikembangkan oleh PT. Wilmar Group baru sebatas minyak goreng dan biodiesel. Saat ini skema model klaster yang akan dikembangkan adalah pembangunan industri inti, yang bahan bakunya berasal dari pemasok CPO dan PKO. Untuk mendukung pengembangan klaster dimaksud dibutuhkan industri pendukung seperti bahan kimia, mesin dan peralatan. Industri inti diharapkan dapat menghasilkan beberapa turunan antara lain margarin, surfactant, kosmetik dan lain-lain, untuk selanjutnya dapat dipasarkan untuk konsumsi domestik dan internasional. Namun demikian, agar skema ini dapat berjalan dengan baik diperlukan beberapa hal, antara lain : (i) regulasi dan insentif dari Pemerintah Daerah maupun Pusat, (ii) institusi pendukung untuk melakukukan penelitian maupun dukungan dari sisi dana/investasi, (iii) pembangunan berbagai infrastruktur pendukung seperti jalan, pelabuhan, listrik, dll agar distribusi dari hasil olahan ini dapat terdistribusi dengan lancar. Hasil olahan ini dapat dimanfaatkan untuk fasilitas umum (air bersih, penanganan limbah, Rumah Sakit), dan lembaga promosi & pemasaran bersama. Grafik 2. Skema Model Klaster Industri Hilir Kelapa Sawit
Industri Terkait (Margarin, Surfaktan, Kosmetik, Sabun, dll) Regulasi dan insentif (Pusat dan daerah)
Industri Pemasok (CPO dan PKO)
Industri Inti
Pembeli
(Olein, Stearin, Fatty acid, Fatty alkohol, dan Biodiesel)
(Pasar Domestik, Internasiona
Industri Pendukung (Bahan kimia, kemasan, mesin & peralatan)
Institusi Pendukung (Pendidikan, Keuangan, litbang)
Infrastruktur (jalan, pelabuhan, listrik, tangjki timbun, dll)
Fasilitas Umum (air bersih, penanganan limbah, RS, dll), Settlement facility, lembaga promosi & pemasaran bersama
Terkait dengan investasi yang dibutuhkan, maka pemerintah telah memprediksikan anggaran investasi untuk pembangunan infrastruktur yang jumlahnya mencapai Rp30,52 triliun yang antara lain digunakan untuk pembangunan jalan dan jembatan, pelabuhan laut, jalan rel, pembangunan dan pengembangan air bersih, pembangkit energi listrik, dll. Anggaran terbesar adalah untuk pembangunan dan peningkatan jalan dan jembatan yang jumlahnya mencapai Rp11,45 triliun. Selain itu pemerintah juga menganggarkan dana investasi dan modal kerja untuk pembangunan beberapa jenis industri yang totalnya mencapai Rp5,14 triliun. Tabel 2. Usulan Anggaran Pembangunan Infrastruktur Pendukung Klaster Industri Kelapa Sawit Program/Kegiatan
Usulan Dana (Rp Miliar)
Program Peningkatan/pembangunan Jalan dan Jembatan
Rp
11,450
Program Peningkatan/Pembangunan Pelabuhan Laut
Rp
3,150
Program Pembangunan Jalan Rel
Rp
9,450
Program Pengembangan dan pembangunan Air Bersih
Rp
2,300
Program Pembangunan Pembangkit Energi Listrik
Rp
2,300
Program Penyehatan Lingkungan dan Sanitasi
Rp
1,400
Program Pengembangan Sumber Daya Manusia
Rp
475
Jumlah Dana Investasi dan Modal Kerja Pembangunan Industri TOTAL
Rp 30,525 Rp
5,140
Rp 35,665
Beberapa hal yang diharapkan dari pengembangan Industri Hilir Kelapa Sawit di Provinsi Riau adalah: (i) Peningkatan pertumbuhan ekonomi Riau yang tercermin dari meningkatnya PDRB Riau, terutama dari sektor pertanian, (ii) Pengembangan Industri Kecil Menengah (IKM), (iii) Pengembangan Usaha Jasa, (iV) dan terutama adalah penciptaan lapangan kerja. Untuk mencapai hal-hal tersebut, diperlukan beberapa kriteria yang harus tetap menjadi perhatian yaitu: (i) ketersediaan tenaga kerja terampil, (ii) ketersediaan infrastruktur, (iii) ketersediaan pasokan bahan baku, (iv) akses modal, (v) dampak terhadap lingkungan, (vi) ketersediaan teknologi, (vii) dampak sosial budaya, (viii) manajemen usaha, (ix) ketersediaan pasar, (x) harga produk, (xi) birokrasi, (xii) kebijakan dan regulasi. Pembangunan berbagai infrastruktur untuk mendukung pengembangan klaster industri hilir di Provinsi Riau tidak hanya berdampak terhadap sektor pertanian, namun juga akan memberikan multiplier effect yang besar terhadap pertumbuhan sektor lainnya. Tersedianya berbagai infrastruktur jalan dan jembatan akan menjadi daya tarik bagi investor untuk melakukan penanaman dananya di Provinsi Riau. Selain itu, kelancaran distribusi akibat tersedianya infrastruktur jalan dan jembatan akan mengurangi tekanan harga yang berasal dari sisi supply, kondisi ini pada akhirnya akan berdampak pada tercapainya stabilitas tingkat harga di Provinsi Riau serta Pekanbaru dan Dumai pada khususnya.
III. Kesimpulan Terkait dengan pembangunan dan pengembangan klaster industri hilir kelapa sawit ini, terdapat beberapa hal yang harus menjadi perhatian dan diharapkan dapat segera direalisasikan, yaitu : 1. Kebutuhan Institusi Pendukung -
Pembangunan pusat pelatihan dan penelitian kelapa sawit di Riau ;
-
Peningkatan kapasitas riset kelapa sawit di beberapa perguruan tinggi di Provinsi Riau ;
-
Peningkatan kemampuan SDM di bidang industri hilir kelapa sawit ;
2. Kebutuhan Infrastruktur -
Pembangunan dan peningkatan jaringan jalan yang meliputi : jalan tol Pekanbaru – Dumai, jalan lingkar provinsi Riau, jalan negara lintas timur, jalan negara lintas timur – barat ;
-
Pembangunan dan peningkatan pelabuhan laut utama yang meliputi : Dumai, Kuala Enok dan Dumai ;
-
Pembangunan jaringan kereta api meliputi jalur Dumai–Pekanbaru, Rantau PrapatDuri-Dumai,
Pekanbaru-Rengat-Kuala
Enok,
Pekanbaru-Siak-Tanjung
Buton,
Pekanbaru-Bangkinang-Ujung Batu-Duri, Siak-Sungai Pakning-Dumai. 3. Kebutuhan Regulasi dan Insentif -
Konsistensi peraturan dan perundangan Pemerintah Pusat sebagai jaminan bagi investor;
-
Insentif untuk pendirian industri hilir sawit baru dan relokasi yang telah ada ke lokasi klaster ;
-
Memberikan kemudahan bagi investor untuk mendapatkan bahan baku pendukung industri hilir kelapa sawit melalui fleksibilitas tarif dan kemudahan impor ;
-
Memanfatkan dana dari penerimaan Riau yang berasal dari industri migas yang bersifat tidak terbarukan untuk membangun infrastruktur dalam mendukung klaster industri hilir kelapa sawit ;
-
Mengefektifkan lembaga promosi dan tenaga pemasaran nuntuk meningkatkan pangsa pasar produk industri hilir kelapa sawit ke pasar internasional ;
-
Pengaturan kuota penggunaan CPO lingkup nasional dan PKS sebagai jaminan pasokan CPO bagi industri hilir kelapa sawit
4. Kebutuhan Fasilitas Umum dan Settlement Facility Untuk mendukung pengembangan klaster industri hilir kelapa sawit diperlukan pengembangan fasilitas umum dan Settlement Facility. Fasilitas umum yang perlu dikembangkan adalah pengolahan air bersih, penanganan limbah industri, rumah sakit, training center, lembaga promosi dan pemasaran bersama. Settlement Facility yang
perlu dipersiapkan juga adalah pemukiman bagi tenaga kerja Industri Hilir Kelapa sawit di lokasi klaster. 5. Kebijakan Pemerintah Provinsi Riau Pemerintah Provinsi Riau berencana untuk meningkatkan nilai tambah kelapa sawit yang dimiliki melalui pengembangan produksi hilir sawit. Skenario penggunaan CPO Riau sampai tahun 2015 adalah ekspor CPO hanya sebesar 30%, pengolahan menjadi biodiesel dengan pasar domestik dan ekspor sekitar 30% dan pemanfaatan untuk industri hilir menjadi sekitar 40% dengan tujuan pasar domestik dan ekspor.