KATA PENGANTAR Bismillaahirrohmaanirrohiim Assalaamu’alaikum Wr. Wb. Sesuai dengan ketentuan Pasal 27 Undang‐Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor
3
Tahun
2007
tentang
Laporan
Penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah kepada Pemerintah, Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Kepala Daerah kepada Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah
dan
Informasi
Laporan
Penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah kepada Masyarakat, sejalan dengan amanah dan komitmen akuntabilitas jabatan selaku Gubernur Jawa Barat periode 2003‐2008, maka disampaikan informasi mengenai laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah di Jawa Barat kepada masyarakat. Informasi ini mengetengahkan gambaran kinerja perangkat daerah secara utuh sepanjang kurun waktu 2003‐2008, berdasarkan tolok ukur kinerja yang telah disepakati Kepala Daerah bersama DPRD melalui Rencana Strategis Pemerintah Daerah, sebagaimana tertuang dalam Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2003. Gambaran kinerja ini merupakan sebuah implementasi kebijakan pemerintahan daerah, yang mengakumulasikan ketepatan sebuah perencanaan pemerintahan, kecermatan dalam pengendalian kegiatan oleh seluruh pimpinan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) serta ketegasan dalam proses pengawasan seluruh kegiatan Informasi Laporan Pertanggungjawaban Pemerintahan Daerah
i
beserta peran serta masyarakat daerah. Oleh karena itu, keberhasilan kinerja
maupun
penyelenggaraan
persoalan
yang
pemerintahan
masih
daerah
ditemui
merupakan
dalam sebuah
tanggungjawab bersama dari seluruh perangkat daerah dan masyarakat, dibawah koordinasi Kepala Daerah. Semoga, Informasi Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah kepada Masyarakat ini, akan semakin memberikan informasi yang lebih obyektif terhadap seluruh upaya perangkat daerah dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya beserta dukungan DPRD bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat Jawa Barat. Manakala diperoleh berbagai prestasi kinerja, keseluruhannya tidak lepas dari perkenan dan hidayah Allah SWT. yang senantiasa memberikan bimbingan‐Nya kepada masyarakat dan para penyelenggara pemerintahan daerah. Sebaliknya kinerja program pembangunan daerah yang belum terealisasi secara optimal, sebagian bessar disebabkan ketatnya keterpengaruhan antar asumsi pembangunan daerah dengan kebijakan nasional yang tidak lepas dari fluktuasi perekonomian global.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb. GUBERNUR JAWA BARAT,
DANNY SETIAWAN
Informasi Laporan Pertanggungjawaban Pemerintahan Daerah
ii
PENDAHULUAN
Berdasarkan ketentuan normatif, penyampaian informasi laporan penyelenggaraan
pemerintah
daerah
merupakan
ketentuan
pertanggungjawaban Gubernur kepada masyarakat pada akhir masa jabatan. Diawali dengan penyusunan rencana strategis daerah yang dilandasi asumsi pada kondisi masa transisi pemulihan perekonomian tahun 1988, dengan kondisi kualitas kesejahteraan masyarakat berada pada taraf yang rentan dari kemiskinan dengan jumlah keluarga miskin yang cukup besar, jumlah pengangguran yang tinggi serta kapasitas pelayanan dasar kesehatan dan pendidikan bagi masyarakat yang kurang seimbang dengan kebutuhan masyarakat. Demikian pula kita masih dihadapkan pada masalah kerusakan lingkungan hidup, akibat rendahnya kepastian dan penegakkan hukum dalam pemanfaatan dan pengendalian ruang. Dalam kondisi sosio politik dan ekonomi daerah seperti itulah, berbagai program kerja pemerintahan daerah sepanjang 5 (lima) tahun ini telah dijalankan dengan sekuat tenaga, guna meningkatkan berbagai agenda kesejahteraan masyarakat dan melanjutkan proses demokratisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Informasi Laporan Pertanggungjawaban Pemerintahan Daerah
1
Laporan kinerja pemerintahan daerah ini digambarkan melalui penggambaran pada aspek pemerintahan, perekonomian, keuangan, pembangunan dan infrastruktur serta kesejahteraan masyarakat daerah.
Informasi Laporan Pertanggungjawaban Pemerintahan Daerah
2
ASPEK PEMERINTAHAN
Sebagaimana telah diketahui bahwa salah satu agenda besar reformasi yang sangat kuat mengemuka sejak 10 (sepuluh) tahun terakhir adalah amandemen UUD 1945. Diantara implikasi penting dari amandemen tersebut, sangat berkaitan dengan pembaharuan dalam sistem politik nasional dan daerah, substansi otonomi daerah yang makin terdesentralisasi serta reformasi birokrasi. Keseluruhannya bermuara pada perwujudan tata pemerintahan yang semakin baik dan bersih (good
governance and clean government). Semangat untuk menerapkan asas-asas umum pemerintahan yang baik tersebut, dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN. Didalamnya terikat pada 7 (tujuh) asas yang menjadi landasan serta orientasi bagi para penyelenggara pemerintahan, yakni asas kepastian hukum, tertib penyelenggaraan negara, orientasi pada kepentingan umum, keterbukaan, proporsionalitas, profesionalitas serta akuntabilitas. Dalam kerangka besar seperti itulah, kinerja pada aspek pemerintahan terus disinergikan untuk mencapai target-target kinerja yang telah ditetapkan. Selanjutnya berkaitan dengan kedudukan Gubernur, baik pada Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah maupun penggantinya, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, masih Informasi Laporan Pertanggungjawaban Pemerintahan Daerah
3
menempatkan 2 (dua) fungsi Gubernur sebagai pimpinan daerah otonom dan wakil pemerintah pusat di daerah. Dalam dua fungsi tersebut, kinerja pemerintahan provinsi berada dalam dua tataran sekaligus, yakni ranah pengawasan,
pembinaan
dan
fasilitasi
terhadap
kabupaten/kota hingga wilayah di bawahnya, serta
pemerintahan pada ranah
penyelenggaraan rumah tangga daerah provinsi, yang diikat oleh ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Pemerintah Provinsi sebagai Daerah Otonom. Dalam implementasinya, fungsi-fungsi Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat, belum ditopang oleh ketegasan dalam alokasi hak anggaran dan sumber daya personalianya, sehingga lebih bertumpu pada penggunaan sumber daya keuangan dan personalia daerah. Di masa depan, sejalan dengan rencana revisi terbatas UndangUndang Nomor 32 Tahun 2004, kedudukan Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat, perlu disertai dengan kejelasan penganggaran serta personalianya. Keberadaan lembaga seperti deputi kewilayahan sebagai revitalisasi unit kerja koordinasi wilayah tengah diupayakan, disamping menjadi unit kendali pengawasan, pembinaan, fasilitasi serta mediasi sengketa pemerintahan antar kabupaten/kota, kehadirannya akan menjadi lini terdepan dalam pelayanan publik. Hal lainnya terkait dengan revitalisasi kinerja pada aspek pemerintahan berkaitan dengan reformasi birokrasi. dimaklumi bersama Informasi Laporan Pertanggungjawaban Pemerintahan Daerah
4
bahwa paradigma baru dalam tata kelola pemerintahan daerah, menempatkan kesejajaran peran antara pilar pemerintahan, swasta serta kelompok masyarakat yang terorganisasi. Dalam kesejajaran peran seperti itu,
efektivitas
kepemimpinan
daerah
turut
ditentukan
oleh
profesionalitas birokrasi daerah. Sepanjang 5 (lima) tahun terakhir, jumlah PNS di lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Barat terus mengalami perubahan sejalan dengan pengangkatan pegawai baru maupun pensiun. Hingga akhir tahun 2007, jumlah pegawai Pemerintah Provinsi Jawa Barat mencapai 13.713 orang, dengan kualifikasi kompetensi pada struktur pendidikan formal di tingkat SLTA ke bawah mencapai 51,66 %, pada jenjang D2 dan D3 mencapai 13,22 %, strata 1 sebesar 29,13 %, strata 2 sebesar 5,91 % dan pada strata 3 sebesar 0,08 %. Sedangkan dari segi kepangkatan dan golongan, komposisinya meliputi golongan I sebesar 2,91 %, golongan II sebesar 27,76 %, golongan III sebesar 61,92 % dan golongan IV sebesar 7,41 %. Upaya peningkatan profesionalisme terus lakukan, baik melalui jalur pendidikan formal, jabatan serta pendidikan teknis substantif. Demikian pula dari aspek pembiayaannya, tidak selalu mengandalkan pada kemampuan APBD, melainkan pula telah berkerja sama dengan lembaga lainnya, seperti dengan lembaga INTAN Malaysia, Perancis dan negara-negara lainnya. Juga sebagian PNS pemerintah daerah, yang telah meningkatan kompetensi pendidikan formalnya dengan biaya mandiri. Informasi Laporan Pertanggungjawaban Pemerintahan Daerah
5
Terlihat dari upaya pada jenjang pendidikan S-1 melalui jalur ijin belajar, dengan rasio 16,8 : 1 dibandingkan dengan jalur tugas belajar. Demikian pula rasio sejenis untuk jenjang S-2 mencapai 1,7 : 1 dan pada jenjang S-3 mencapai 13 : 1. Kondisi ini telah memberi kontribusi tersendiri terhadap pengalokasian anggaran yang lebih efisien, dengan mengurangi beban belanja aparatur daerah. Walaupun
demikian,
pengendalian
keseimbangan
antara
kebutuhan kualifikasi kompetensi aparatur daerah dengan minat mengikuti pendidikan formal melalui jalur ijin belajar, terus dilakukan secara cermat. Demikian pula, penajaman kompetensi aparatur ditempuh pula melalui mekanisme mutasi jabatan, mekanisme assessment pegawai,
psikotest serta fit and proper tes. Demikian pula telah dilakukan penerapan sistem rekruitmen terbuka dalam pengisian jabatan eselon II, melalui out sourcing dari luar lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Barat, baik dari lingkungan pemerintah kabupaten/kota, instansi pusat, juga dari lingkungan perguruan tinggi. Upaya
lainnya
yang
didorong
dalam
meningkatkan
profesionalisme aparatur serta tertib penyelenggaraan pemerintahan daerah, ditempuh melalui perbaikan kesejahteraan pegawai, antara lain melalui pelayanan poliklinik kesehatan, medical check up secara rutin setiap 6 bulan, bantuan biaya perawatan, peningkatan pelayanan Bapertarum, bantuan ongkos haji bagi pegawai berprestasi, pemberian
Informasi Laporan Pertanggungjawaban Pemerintahan Daerah
6
penghargaan, hingga pemberian uang duka untuk pegawai yang meninggal dunia. Dalam
kerangka
perbaikan
kesejahteraan
pegawai
yang
dipadukan dengan upaya perbaikan transparansi dan akuntabilitas pemerintahan, saat ini pemerintah daerah tengah menyempurnakan model integrasi pendapatan pegawai dalam satu struktur pendapatan insentif berbasis kinerja (IBK). Insya Allah, setelah simulasi dan uji coba pada tahun 2008 ini, dapat dijadikan sebuah langkah efektif dalam reformasi birokrasi, yang langsung mengarah pada pemberantasan KKN di lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Upaya
perbaikan
kesejahteraan
pegawai, bukanlah akhir dari reformasi birokrasi, karena fokus penting lainnya berkaitan dengan perbaikan dalam pola pelayanan publik. Salah satu langkah efektif untuk perbaikan pelayanan publik terutama dalam
administrasi
pemerintahan
serta
menghindari adanya pungutan ganda yang berakibat pada high cost economy. Hal itu telah dilakukan melalui pembentukan unit kerja penyelenggaraan pelayanan terpadu satu pintu (PPTSP) terpusat di Badan Promosi dan Penanaman Modal Daerah Informasi Laporan Pertanggungjawaban Pemerintahan Daerah
7
(BPPMD) Provinsi Jawa Barat. PPTSP ini merupakan yang pertama di Indonesia. Sebagai terobosan lainnya dalam pencegahan tindak pidana korupsi, Pemerintah Provinsi Jawa Barat bersama-sama dengan DPRD, Kepolisian Daerah, Kejaksaan Tinggi, Perwakilan BPKP, Pemerintah Kota Bandung dan Pemerintah Kabupaten Indramayu, KADIN, GAPENSI, kalangan Perguruan Tinggi, Persatuan Wartawan Indonesia, dan
Bandung Institute of Governance Studies, telah menandatangani Kesepakatan Bersama untuk mendukung penyusunan Rencana Aksi Daerah Pemberantasan Korupsi. Demikian pula, guna memperkuat transparansi dalam pengadaan barang dan jasa, Pemerintah Provinsi Jawa Barat menjadi salah satu dari empat provinsi di Indonesia yang mendapatkan kepercayaan untuk menerapkan sistem pengadaan barang dan jasa pemerintah secara elektronik (e-government procurement), melalui kelembagaan khusus berupa unit pengadaan barang dan jasa, yang saat ini telah dibangun instalasi operasionalisasinya. Kepercayaan Pemerintah untuk menjadikan Jawa Barat sebagai pilot project e-government procurement
tidak
terlepas dari performance yang cukup baik dari sektor telematika kita, yang tercermin dari diterimanya penghargaan dari Majalah Warta Ekonomi sebagai Juara II penerapan e-government pada instansi pemerintah daerah tahun 2003 dan 2007 serta penghargaan Inisiatif dan Kreatif e-government dari Menteri Dalam Negeri pada tahun 2006. Informasi Laporan Pertanggungjawaban Pemerintahan Daerah
8
Berdasarkan hal ini Pemerintah Provinsi Jawa Barat bersama stakeholders telematika telah bertekad mewujudkan Jawa Barat sebagai Cyber
Province, yang akan dibangun secara bertahap sampai tahun 2013. Atas
berbagai
upaya
Pemerintah Provinsi Jawa Barat dalam
meningkatkan
kapasitas
kinerja perangkat daerah, yang disertai
penguatan
dalam
komunikasinya dengan kehidupan pers daerah, Alhamdulillah pada tahun 2007 Gubenur Jawa Barat memperoleh
Penghargaan
“Pamong Award”
dari
Forum
Silaturahmi Alumni Pendidikan Pamong anugerah Pengurus
Praja
Indonesia
“Pena
Emas”
Pusat
serta dari
Persatuan
Wartawan Indonesia. Penyelenggaraan
otonomi
daerah
yang
makin
akuntabel,
menuntut pula sinergi regulasi, program kerja serta harmonisasi kepemimpinan antar pimpinan daerah di tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Untuk itu upaya penyelarasan regulasi daerah, terutama pada penetapan APBD, pajak daerah, retribusi daerah serta tata ruang Informasi Laporan Pertanggungjawaban Pemerintahan Daerah
9
daerah kabupaten/kota telah ditempuh melalui evaluasi terhadap keempat jenis Raperda tersebut, yang pelaksanaannya secara efektif telah diberlakukan sejak tahun 2005. Dalam kerangka regulasi daerah, DPRD Provinsi Jawa Barat, telah menginisiasi penyusunan Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan Perlindungan Penyandang Cacat, sehingga Jawa Barat tercatat sebagai provinsi kedua yang mengatur secara khusus hak-hak para penyandang cacat di Indonesia. Pada kesempatan ini kami sampaikan pula bahwa sebagai tindak lanjut dari penetapan Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2006 tentang Penyelenggaraan Perlindungan Penyandang Cacat, kami telah menerbitkan lembaran daerah khusus dalam huruf braille, serta melengkapi
peraturan
pelaksanaannya.
Hal
daerah
tersebut
dimaksud
telah
dengan
mendapatkan
petunjuk
apresiasi
dan
penghargaan dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS-HAM). Selain itu, dalam kerangka pemberdayaan potensi daerah, telah dilaksanakan pula revitalisasi program-program kerjasama pemerintahan, baik antar susunan pemerintahan, pihak ketiga maupun stakeholders lainnya. Dalam rangka itu telah dilakukan kerjasama antar daerah sebanyak 43 buah, kerjasama dengan pihak ketiga sebanyak 35 buah dan kerjasama dengan pihak luar negeri sebanyak 24 buah, yang dilaksanakan untuk mendukung pengembangan 6 (enam) core bussinesses (bidang pertanian, kelautan, kepariwisataan, manufaktur, infrastruktur dan pengembangan
sumber
daya
manusia),
serta
penyeimbangan
Informasi Laporan Pertanggungjawaban Pemerintahan Daerah
10
pembangunan antar kawasan, antara lain di kawasan utara dan selatan Jawa Barat. Berbagai upaya revitalisasi program-program pembangunan yang seoptimal mungkin kami upayakan sepanjang 5 tahun terakhir, kiranya masih belum dipandang cukup oleh sebagian saudara-saudara kita, terutama di kawasan pantura Jawa Barat. Kondisi demikian, mendorong kemunculan polemik tentang tuntutan pemekaran provinsi baru. Walaupun selama 5 tahun kepemimpinan kami, alokasi pembiayaan pembangunan yang diinisiasi APBD provinsi melalui bantuan keuangan kepada
kabupaten/kota
di
wilayah
Ciayumajakuning
mencapai
Rp. 657.489 Milyar, belanja bagi hasil pajak sebesar Rp. 543.895 Milyar, di luar itu APBD Provinsi juga dianggarkan untuk berbagai kegiatan SKPD sektoral dan proyek pembangunan fisik yang berlokasi di Ciayumajakuning. Beberapa diantaranya yang mendapatkan alokasi APBD cukup besar
adalah
mendorong
peningkatan perkembangan
ruas
jalan
wilayah
Subang-Cikamurang
Indramayu
bagian
yang
selatan,
pembangunan rumah sakit khusus gawat darurat kecelakaan lalu lintas (trauma centre) di jalur Pantura Indramayu, pembebasan lahan untuk pembangunan Waduk Jatigede di Sumedang yang sebagian besar pemanfaatan airnya untuk daerah pertanian di Majalengka, Cirebon dan Indramayu, pembesan lahan untuk pembangunan jalan tol Cikampek-
Informasi Laporan Pertanggungjawaban Pemerintahan Daerah
11
Cirebon,
jalan
tol
Cileunyi-Sumedang-Dawuan
serta
rintisan
pembangunan Bandar Udara Internasional di Kertajati. Sesungguhnya aspirasi pemekaran atau pembentukan provinsi tersebut, merupakan kewajaran yang secara normatif perundangan telah diatur secara cermat dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 juncto
Peraturan
Pemerintah
Nomor
78
Tahun
2007
tentang
Pembentukan, Penggabungan dan Penghapusan Daerah Otonom. Hal yang terpenting bagi pembentukan daerah otonom ialah landasan pragmatisme
dan
motivasi
usulan pembentukannya.
Sejak
awal
bergulirnya kebijakan otonomi daerah di era reformasi, kekuatan pelayanan publik guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat daerah, sangat bertumpu pada pendayagunaan potensi daerah oleh perangkat kabupaten/kota. Oleh karenanya, semangat untuk itu lebih relevan digunakan bagi revitalisasi peran dan fungsi pembangunan daerah, pada tingkat kabupaten/kota daripada menyiapkan sebuah wadah baru manajemen pemerintahan daerah di tingkat provinsi, yang sangat terbatas kewenangan otonominya. Terkait dengan situasi dan kondisi keamanan dan ketertiban masyarakat, dalam kesempatan yang berbahagia ini, perkenankan saya menyampaikan ucapan terima kasih kepada jajaran kepolisian daerah dan juga TNI, yang selama 5 (lima) tahun telah berhasil menjaga dan memelihara stabilitas kondisi kemananan, ketertiban dan ketentraman di seluruh wilayah Jawa Barat. Namun demikian, kita harus terus Informasi Laporan Pertanggungjawaban Pemerintahan Daerah
12
meningkatkan kewaspadaan terhadap potensi gangguan ketentraman dan ketertiban masyarakat. Berdasarkan catatan kepolisian, gangguan ketentraman dan ketertiban masyarakat yang paling menonjol sepanjang tahun 2003-2007, muncul dari penyalahgunaan penggunaan narkoba, dengan trend yang menunjukkan peningkatan setiap tahunnya. Kondisi ini menunjukkan bahwa ancaman narkoba menjadi ancaman laten yang memerlukan penanganan secara berkesinambungan serta terintegrasi antara aparat penegak hukum, yang bekerja sama dengan perangkat satuan polisi pamong praja, aparat perlindungan masyarakat (linmas) serta lingkungan keluarga masing-masing. Sedangkan pada tindak pidana yang menonjol dalam kurun yang sama adalah pada jenis pencurian kendaraan bermotor, diikuti oleh pencurian, penipuan, narkotika, penganiayaan serta pemerasan. Kondisi ini tidak lepas dari kondisi perekonomian masyarakat yang
mengalami
fluktuasi
sehingga
menimbulkan
peningkatan
pengangguran, yang mendorong tumbuhnya tindak pidana. Walaupun demikian secara umum penanganan tindak kriminalitas di Jawa Barat, masih terkendali oleh aparat keamanan yang terus dibantu masyarakat. Kondisi ketentraman dan ketertiban masyarakat yang cukup terkendali, merupakan kontribusi berharga bagi aktivitas perekonomian daerah, serta membuka kesempatan investasi daerah dari luar Jawa Barat. Situasi dan kondisi Jawa Barat yang kondusif dalam lima tahun terakhir ini juga telah mendorong kepercayaan Pemerintah Pusat, untuk Informasi Laporan Pertanggungjawaban Pemerintahan Daerah
13
menunjuk Jawa Barat sebagai tuan rumah atau lokasi berbagai event nasional dan internasional, seperti penyelenggaraan peringatan 50 Tahun Konferensi Asia Afrika di Kota Bandung, Jambore Nasional Gerakan Pramuka di Kiarapayung Sumedang, Hari Koperasi Tingkat Nasional di Kota Bandung, Hari Keluarga Tingkat Nasional di Kabupaten Bogor, Hari Kesehatan dan peringatan Hari Aksara Tingkat Nasional di Kabupaten Subang, serta Pencanangan Revitalisasi Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan Tingkat Nasional di Jatiluhur Purwakarta. Maraknya kegiatan nasional/internasional yang diselenggarakan di wilayah Jawa Barat, telah memberikan dampak positif terhadap peningkatan semangat masyarakat dan dunia usaha Jawa Barat dalam melakukan peran dan kontribusinya pada pembangunan daerah, meningkatkan kepercayaan terhadap Jawa Barat, dan tentunya dorongan bagi tumbuhnya bangkitan kegiatan usaha ekonomi, baik di bidang industri, perdagangan, maupun pariwisata termasuk bisnis travel, hotel dan restoran. Perkembangan demokratisasi kehidupan politik di daerah, dapat disampaikan bahwa indikator yang cukup mewakili proses demokratisasi masyarakat, telah ditunjukkan masyarakat Jawa Barat melalui peranserta dalam pemilu legislatif, pemilu presiden dan wakil presiden serta pemilu kepala daerah kabupaten/kota. Dalam pelaksanaan pemilu legilatif, telah terjadi peningkatan kesadaran berpolitik masyarakat. Hal ini ditunjukkan dengan data, pada pemilu tahun 1999 partisipasi pemilih baru mencapai 72,5 % dan meningkat tajam menjadi 95 % pada tahun 2004. Untuk Informasi Laporan Pertanggungjawaban Pemerintahan Daerah
14
pemilu presiden dan wakil presiden tahun 2004, partisipasi pemilih mencapai 72,5 %. Sedangkan untuk kondisi partisipasi politik dalam pelaksanaan pemilu kepala daerah di tingkat kabupaten/kota, telah menunjukkan rata-rata partisipasi pemilih sekitar 75 %, berdasarkan hasil perhitungan yang diperoleh dari 13 kabupaten/kota yang melaksanakan pemilihan sejak tahun 2005 hingga awal tahun 2008 ini. Sebagai catatan, untuk persentase terendah partisipasi pemilih kepala daerah tersebut berlangsung di kawasan Bodebek seperti Kota Depok dan Kota Bekasi, yang hanya mencapai sekitar 59 % dan tertinggi pada pelaksanaan pemilu kepala daerah di Kota Tasikmalaya dan Kota Cirebon, yang berkisar pada angka 80 %. Pada umumnya perbedaan tingkat partisipasi pemilih ini berkaitan dengan efektivitas sosialisasi pemilu kepala daerah, akurasi administrasi pendaftaran pemilih, tingkat popularitas para kandidat serta kesadaran
para
pemilih
untuk
memanfaatkan
hak-hak
utama
warganegara dalam memilih kepala daerah yang dipercayainya. Terlepas dari kondisi-kondisi yang mengitari proses pelaksanaan pemilu kepala daerah tersebut, patut diapresiasi kepada seluruh pengurus Komisi Pemilihan Umum (KPU) Daerah provinsi dan kabupaten/kota, Panwas Pemilu serta warga masyarakat di kabupaten/kota yang telah berhasil melaksanakan pemilu kepala daerahnya secara tertib. Prestasi inilah yang kiranya dapat dimaknai sebagai wujud kontribusi warga Jawa Barat untuk perjalanan politik lokal yang akan mengisi sejarah Informasi Laporan Pertanggungjawaban Pemerintahan Daerah
15
demokratisasi di tanah air. Apalagi Jawa Barat merupakan provinsi dengan jumlah hak pilih terbesar di tanah air, yang akan menjadi barometer bagi kehidupan politik nasional yang sehat dan dewasa.
Informasi Laporan Pertanggungjawaban Pemerintahan Daerah
16
ASPEK PEREKONOMIAN DAERAH
Kinerja pada aspek ini dikaji dengan perkembangan indikator makro perekonomian daerah, yang ditandai dengan perkembangan Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE). Selama tahun 2003-2007, perkembangan LPE pada setiap tahunnya terus meningkat, jika pada tahun 2003 LPE Jawa Barat baru mencapai 4,39 %, pada tahun 2004 naik menjadi 4,77 %, kemudian naik lagi menjadi 5,62 % pada tahun 2005, dan 6,01 % pada tahun 2006. LPE tahun 2007 berdasarkan angka estimasinya mencapai 6,41 %.
LPE Jawa Barat tahun 2005, 2006 dan 2007 berada diatas rata-
rata nasional. Dengan pencapain LPE tahun 2007, Jawa Barat juga menjadi provinsi pertama yang perekonomiannya pulih seperti kondisi sebelum
krisis,
sehingga
berbagai
kalangan
paraktisi
ekonomi
menyatakan perekonomian Jawa Barat sudah on the right track dan progresif. Berkaitan dengan itu, peran Jawa Barat dalam perekonomian nasional juga sangat signifikan, pada tahun 2007 Jawa Barat menjadi kontributor kedua terbesar (15,46%) setelah DKI Jakarta (15,98%) terhadap pembentukan Produk Domestik Bruto Nasional. Untuk angka inflasi, perkembangannya adalah sebesar 5,69 % pada tahun 2003,
7,56 % pada tahun 2004, 18,51 % pada tahun 2005,
6,15 % pada tahun 2006 dan akhir tahun 2007 tingkat inflasinya mencapai 5,10 %. Kenaikan inflasi secara drastis pada tahun 2005 terkait erat dengan dua kali kanaikan harga BBM, yang memicu kenaikan biaya Informasi Laporan Pertanggungjawaban Pemerintahan Daerah
17
transportasi dan harga-harga kebutuhan pokok. Untuk tahun 2007 inflasi Jawa Barat terendah dibanding provinsi lain di Indonesia. Kemajuan
perekonomian
daerah
ditandai
pula
dengan
perkembangan laju investasi. Jumlah investasi di Jawa Barat berdasarkan harga berlaku terus meningkat secara signifikan. Dalam tahun 2003 berjumlah Rp. 36,5 trilyun, naik menjadi Rp. 40,5 trilyun pada tahun 2004,
Rp. 63,6 trilyun pada tahun 2005, naik lagi menjadi Rp. 75,6
trilyun dan meningkat kembali pada tahun 2007 hingga mencapai Rp. 87,1 trilyun. Seiring dengan hal itu Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Jawa Barat berdasarkan harga berlaku meningkat dari Rp. 243,8 trilun pada tahun 2003 menjadi Rp. 542,3 trilyun pada tahun 2007. Demikian juga PDRB perkapita meningkat dari Rp. 6,4 juta pada tahun 2003 menjadi Rp. 13,1 juta pada tahun 2007. Dari laporan BPS Jawa Barat hasil Survei Sosial Ekonomi Daerah (Suseda), nampak bahwa angka pengangguan terbuka Jawa Barat juga telah menurun, pada tahun 2003 jumlah pengangur terbuka sebesar 2,2 juta jiwa (12,69%), tahun 2004 menjadi 2,04 juta jiwa (12,25%), tahun 2005 turun lagi menjadi 2,03 juta jiwa (11,91%), tahun 2006 turun menjadi 1,9 juta jiwa (10,95%), bahkan di tahun 2007 turun cukup tajam menjadi 1,1 juta jiwa (6,27%). Pertumbuhan ekonomi yang terus positif dengan tingkat inflasi relatif terkendali di bawah 2 digit, disertai pertumbuhan investasi, PDRB dan PDRB perkapita yang cukup tinggi, Informasi Laporan Pertanggungjawaban Pemerintahan Daerah
18
ternyata belum sepenuhnya mampu menahan angka kemiskinan yang masih tinggi. Hal ini ditandai dengan jumlah Keluarga Pra Sejahtera dan Sejahtera I masih mencapai 3.310.269 Kepala Keluarga (KK) atau sebesar 30,79 % dari keseluruhan KK pada tahun 2007. Apabila dicermati, pertumbuhan perekonomian Jawa Barat tidak bisa dilepaskan dari sektor pertanian, yang nampak dari peningkatan PDRB sektornya dari Rp. 50,31 trilyun pada tahun 2004 menjadi Rp. 65,53 trilyun pada tahun 2006. Meskipun jika dilihat dari proporsinya terhadap PDRB total mengalami penurunan dari 16,5% pada tahun 2004 menjadi 13,84% di tahun 2006, namun masih menyediakan lapangan kerja cukup besar dengan kontribusi pada tahun 2007 sebesar 27,2 %. Komoditas pertanian
yang
utama
pada
menonjol
sektor
yaitu
pada
tanaman padi, yang merupakan penyumbang terbesar kontribusi
stok
pangan
sebesar
nasional
18%,
dengan
dengan
total
produksi pada tahun 2007 sebesar 10,1 juta ton Gabah Kering Giling (GKG), sedikit lebih tinggi dari target yang ditetapkan Pemerintah Pusat yakni sebesar 10,048 juta ton GKG. Komoditas lainnya adalah sayuran dan buah-buahan, komoditas perkebunan (teh,
kakao
dan
coklat),
komoditas
Informasi Laporan Pertanggungjawaban Pemerintahan Daerah
19
peternakan (domba dan unggas) serta komoditas perikanan, terutama ikan air tawar dan ikan hias. Jawa Barat juga merupakan penghasil 42 komoditas produk pertanian rangking 1 tingkat nasional, dan pusat perdagangan 25 komoditas agro. Untuk rincian produksi pada komoditas agro tersebut, selengkapnya kami sajikan pada dalam buku induk LKPJ Akhir Masa Jabatan. Atas upaya, perhatian dan prestasi pada pembangunan bidang pertanian, pada tahun 2005 Gubernur Jawa Barat menerima piagam penghargaan Satya Lencana Wirakarya bidang Pertanian dari Presiden Republik Indonesia, kemudian juga pada tahun 2005 mendapatkan piagam penghargaan Tanda Kehormatan Kelompok Kontak Tani Nelayan Andalan Indonesia (KTNA) atas jasa-jasa yang besar terhadap kemajuan petani-nelayan, dan di tahun 2006 memperoleh Lencana Emas Adhi Bhakti Tani Nelayan dari KTNA Nasional. Di luar itu, Jawa Barat juga memperoleh beberapa penghargaan nasional di bidang perikanan, khususnya perikanan darat, peternakan, dan perkebunan. Pembangunan perekonomian Jawa Barat tidak bisa dilepaskan pula dari perkembangan sektor perindustrian dan perdagangan sebagai penyumbang terbesar PDRB di Jawa Barat. Pada tahun 2004 PDRB sektor industri mencapai Rp. 185,06 trilyun atau 60.79% dari total PDRB Jawa Barat, pada tahun 2006 meningkat menjadi Rp. 306,12 trilyun atau 64,64% dari total PDRB Jawa Barat.
Informasi Laporan Pertanggungjawaban Pemerintahan Daerah
20
Perkembangan nilai ekspor luar negeri produk industri yang dihasilkan dari wilayah Jawa Barat untuk
tahun
2004
mencapai
Rp. 118,74 milyar dan mengalami peningkatan
hingga
mencapai
Rp. 145,88 milyar pada tahun 2007. Demikian juga ekspor ke luar wilayah di dalam negeri
meningkat dari
Rp. 54,41 milyar pada tahun 2004 menjadi Rp. 66,18 milyar di tahun 2006. Peningkatan kinerja ekspor ini akan terus diperkuat, antara lain dengan
kebijakan
Kawasan
Ekonomi
Pengembangan Khusus
kawasan eksisting, yang
di
dikenal
dengan Zona Internasional (ZONI) di Cikarang Bekasi. Salah satu terobosan yang dilakukan Jawa Barat saat ini, antara lain Jawa Barat menajdi perintis pengembangan pasar lelang dan sistem
forward trading produk agro, sistem resi gudang, Jabar Fund, pengembangan industri kreatif, dan klaster industri makanan.
Informasi Laporan Pertanggungjawaban Pemerintahan Daerah
21
Selanjutnya untuk usaha kecil dan menengah, telah memegang peranan penting bagi perekonomian regional, pada tahun 2003 kontribusinya terhadap PDRB mencapai 61,18 %, terus mengalami peningkatan hingga menjadi 63,15% pada tahun 2006. Jumlah koperasi pada tahun 2003 sebanyak 17.620 unit, naik menjadi 22.522 unit tahun 2007 dengan jumlah modal usaha yang dikelola koperasi meningkat dari Rp 4,298 trilyun menjadi Rp. 7,978 trilyun tahun 2007, dan untuk jumlah anggotanya terus bertambah dari 5,5 juta anggota menjadi 6,22 juta anggota pada tahun 2007. Dalam pembangunan sektor koperasi ini, Gubernur Jawa Barat mendapatkan Piagam Penghargaan Satya Lencana Wirakarya Bidang Koperasi dari Presiden Republik Indonesia pada tahun 2004.
Informasi Laporan Pertanggungjawaban Pemerintahan Daerah
22
ASPEK KEUANGAN DAERAH
Dalam rangka memperkuat struktur APBD Pemerintah Provinsi Jawa Barat, terus dimantapkan berbagai upaya peningkatan pendapatan daerah, dengan tetap mempertimbangkan dampaknya terhadap kapasitas perekonomian daerah. Selama kurun waktu 2003-2007 telah dilakukan upaya peningkatan pendapatan daerah, baik Pendapatan Asli Daerah (PAD) maupun dana perimbangan. Pada sektor perpajakan, pendapatan daerah Provinsi Jawa Barat, sangat mengandalkan pendapatan yang bersumber dari Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB), Pajak Pengambilan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan serta Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB). Dalam rangka optimalisasi pendapatan dari sumber perpajakan daerah tersebut, telah dilakukan beragam upaya intensifikasi dan ekstensifikasi, seperti pemberian pelayanan kepada wajib pajak kendaraan bermotor di Kantor Bersama (SAMSAT), pemanggilan terhadap potensi wajib pajak untuk Pajak Kendaraan Bermotor yang tidak melakukan daftar ulang, pengenaan BBNKB II dengan memperketat persyaratan tanpa mengganggu pelayanan,
peningkatan kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana
pelayanan termasuk penataan sistem dan sarana komputerisasi, serta penjaringan kendaraan berplat nomor di luar provinsi Jawa Barat yang pemiliknya berdomisili di Jawa Barat. Informasi Laporan Pertanggungjawaban Pemerintahan Daerah
23
Untuk Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB) dilakukan koordinasi dengan pihak penyedia seperti PT. Pertamina (Persero), Shell, Petronas dan PT. Aneka Kimia Raya Agroindo, Tbk., sehingga pendapatan dari sektor PBBKB meningkat. Demikian pula pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaaan dilaksanakan dengan sangat hati-hati sejalan dengan fungsi pengendalian lingkungan, yaitu melalui penyuluhan dan pembinaan teknis, sosialisasi kebijakan tentang pengelolaan air tanah, pemasangan meter serta pendayagunaan air tanah di cekungan air tanah pada beberapa kabupaten/kota; Sementara itu, upaya peningkatan penerimaan retribusi daerah diarahkan terhadap obyek retribusi yang memiliki potensi untuk dikembangkan,
antara
lain
kemetrologian,
Retribusi
Pemakaian
Kekayaan Daerah (RPKD), intensifikasi retribusi di bidang perhubungan serta retribusi tempat pelelangan ikan. Upaya peningkatan pendapatan daerah lainnya, dilakukan pula melalui penyertaan modal pada BUMD Provinsi Jawa Barat. Penyertaan modal seperti ini, sedikitnya memiliki dua fokus, yakni memperkuat likuiditas
perusahaan
daerah
sehingga
makin
prospektif
dalam
memberikan kontribusinya terhadap pendapatan daerah melalui laba perusahaan yang disetor ke pemerintah daerah, serta fokus keduanya merupakan instrumen pemerintah daerah untuk turut serta dalam usaha
Informasi Laporan Pertanggungjawaban Pemerintahan Daerah
24
perekonomian daerah, yang dinilai menguntungkan dalam memutarkan sektor riil di daerah. Selanjutnya berkaitan dengan peningkatan potensi pendapatan daerah dari sumber dana perimbangan, telah dilakukan upaya intensifikasi pendapatan, melalui penggalian potensi Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), yang bekerjasama dengan pemerintah kabupaten/kota. Selain itu, terus dilakukan pula evaluasi dan pengendalian PBB dan BPHTB, perbaikan penatausahaan PBB dan BPHTB, pemberian penghargaan kepada kabupaten/kota yang berhasil dalam pemungutan dan pengelolaan administrasi PBB sektor perdesaan dan perkotaan, serta rekonsiliasi penerimaan PBB dan BPHTB. Demikian pula untuk ekstensifikasi wajib pajak dan intensifikasi Pajak Penghasilan (PPh) perseorangan, telah pula dimantapkan melalui pendataan potensi PPh Orang Pribadi Dalam Negeri dan PPh Pasal 21, optimalisasi penerimaan bagi hasil migas dan pertambangan umum, peningkatan Dana Alokasi Umum (DAU) melalui penyampaian aspirasi DAU kepada DPR RI dan DPD asal pemilihan Provinsi Jawa Barat, Departemen Keuangan dan Departemen Dalam Negeri serta validasi data ke Badan Pusat Statistik (BPS). Dari berbagai upaya intensifikasi dan ekstensifikasi sumbersumber pendapatan daerah tersebut, telah menghasilkan peningkatan pendapatan daerah yang cukup besar selama kurun 2003-2007, dari target pendapatan daerah sebesar Rp.19,968 trilyun lebih, telah dapat Informasi Laporan Pertanggungjawaban Pemerintahan Daerah
25
direalisasikan sebesar Rp.23,482 trilyun atau mencapai 117,60 %. Apabila dilihat dari jenis penerimaannya pada kurun 5 tahun tersebut, meliputi : a. Realisasi PAD sebesar Rp. 16,617 trilyun lebih atau sebesar 117,46 % dari target yang ditetapkan. Terlampauinya target PAD ini, tidak terlepas dari terlampauinya target pada penerimaan pajak daerah, sebesar 116,82 %, retribusi daerah sebesar 109,83 %, penerimaan laba BUMD dan pengelolaan kekayaan yang dipisahkan sebesar 100,86 %, serta lain-lain PAD yang Sah sebesar 161,23 %; b. Realisasi dana perimbangan sebesar Rp. 6,564 trilyun lebih atau sebesar 112,93 % dari target yang ditetapkan. Terlampauinya target penerimaan dari dana perimbangan ini, merupakan kontribusi dari penerimaan bagi hasil pajak dan bukan pajak sebesar 128,97 %. Selanjutnya dari aspek belanja daerah, selama 5 tahun anggaran, belanja daerah yang dialokasikan mencapai Rp. 22,550 trilyun lebih, dengan jumlah realisasinya mencapai Rp.20,744 trilyun lebih atau sebesar 91,99 %. Walaupun penyerapan anggaran belanja daerah, hanya mencapai 91,99 % selama 5 tahun anggaran terakhir, namun tingkat penyerapan tersebut masih dalam batas proporsi normal. Hal ini terkait dengan tingkat kehati-hatian dalam penyerapan anggaran, efisiensi pada proses pengadaan barang dan jasa serta adanya asumsi kegiatan yang tidak terpenuhi, yang umunya bersumber dari regulasi yang menjadi pedoman kegiatan belanja, yang belum diterbitkan pemerintah pusat, sesuai rencana semula. Informasi Laporan Pertanggungjawaban Pemerintahan Daerah
26
Sementara itu, untuk memberi gambaran tentang efektivitas penggunaan anggaran belanja aparatur dan belanja publik, dapat dikemukakan bahwa untuk belanja aparatur pada kurun anggaran 2003 – 2006, dari alokasi sebesar Rp.4,793 trilyun lebih, hanya direalisasikan sebesar Rp. 4,480 trilyun lebih atau sebesar 93,47 %. Penyerapan sebesar itu, ditimbulkan oleh pegawai yang pensiun atau alih tugas ke kabupaten/kota serta adanya penangguhan kegiatan karena belum terbitnya perubahan regulasi dalam pelaksanaan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, sesuai batas waktu yang diperintahkan oleh undang-undang tersebut. Selanjutnya untuk efektivitas belanja publik, pada kurun yang sama realisasinya mencapai Rp. 4,109 trilyun lebih atau mencapai 95,00% dari rencana anggaran sebesar Rp.4,326 trilyun lebih. Penyerapan yang hanya mencapai 95 % tersebut, lebih disebabkan oleh adanya efisiensi pada beberapa kegiatan, adanya bagian kegiatan yang tidak direalisasikan serta adanya kegiatan, baik dana maupun waktunya tidak mencukupi untuk melaksanakan kegiatan tersebut. Seiring dengan perubahan pemberlakuan pedoman pengelolaan keuangan daerah, yang digariskan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 tahun 2006, klasifikasi belanja aparatur dan belanja publik, mengalami perubahan menjadi belanja tidak langsung dan belanja langsung. Oleh karena itu, untuk tahun 2007, penggunaan belanjanya dapat diinformasikan sebagai berikut : Informasi Laporan Pertanggungjawaban Pemerintahan Daerah
27
a. Realisasi belanja tidak langsung mencapai Rp. 3,359 trilyun lebih atau sebesar 79,89 % dari rencana anggaran sebesar Rp. 4,205 trilyun lebih. Penyerapan sebesar itu disebabkan oleh pembayaran rapel tunjangan fungsional dan penyesuaian tunjangan beras pada Surat Edaran dari Ditjen Perbendaharaan sebagai petunjuk teknis, baru diterima pada bulan Nopember 2007 sehingga realisasinya baru akan dilaksanakan pada Tahun Anggaran 2008, selain itu adanya pegawai yang pensiun atau alih tugas ke kabupaten/kota, serta adanya pengangkatan pegawai berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2006 tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil untuk formasi Tahun 2007, yang baru akan dibayarkan pada tahun 2008. b. Realisasi belanja langsung mencapai Rp. 1,364 trilyun lebih atau sebesar 87,28 % dari rencana anggaran sebesar Rp. 1,563 trilyun lebih. Relatif kurang optimalnya penyerapan anggaran belanja langsung tersebut, disebabkan adanya efisiensi pada beberapa kegiatan, adanya bagian kegiatan yang tidak direalisasikan serta adanya kegiatan baik dana maupun waktunya tidak mencukupi untuk melaksanakan kegiatan tersebut. Selanjutnya untuk belanja bagi hasil dan bantuan keuangan belanja bagi hasil dan bantuan keuangan selama 5 tahun anggaran mencapai Rp. 9,961 trilyun lebih dengan tingkat realisasinya mencapai Rp. 9,145 trilyun lebih atau sebesar 91,81 persen. Hal itu disebabkan oleh adanya alokasi penerimaan retribusi yang belum dapat dirinci setiap Informasi Laporan Pertanggungjawaban Pemerintahan Daerah
28
kabupaten/kota penghasil, sehingga menyulitkan pembagian bagi hasilnya. Selain itu, kabupaten/kota penghasil belum menyampaikan permohonan pencairan bagi hasil dimaksud, sedangkan untuk bantuan keuangan terdapat efisiensi penggunaan dana setelah dilakukan pengkajian terhadap peruntukan penggunaan dana tersebut. Kemudian untuk belanja tidak tersangka dan belanja tidak terduga selama waktu yang sama, telah dianggarkan sebesar Rp. 377,416 milyar lebih, dapat direalisasikan sebesar Rp. 288,639 milyar lebih atau sebesar 76,48 persen. Penyerapan sebesar itu disebabkan oleh alokasi dana pada pos belanja tidak tersangka yang merupakan penyediaan anggaran, sedangkan realisasinya sesuai kebutuhan dan atas persetujuan DPRD. Sebagai bagian akhir dari laporan pelaksanaan APBD ini, berkaitan dengan Pembiayaan, yakni berupa transaksi keuangan daerah yang dimaksudkan untuk menutup selisih antara Pendapatan Daerah dan Belanja Daerah. Perkembangan anggaran pembiayaan pada kurun 20032007, meliputi : a. Penerimaan Daerah Penerimaan Daerah selama Tahun Anggaran 2003 - 2007 adalah sebesar Rp. 4.124.017.874.822,69, dengan rincian: 1) Transfer Dana Cadangan selama Tahun Anggaran 2003 - 2007 adalah sebesar Rp. 158.271.347.760,00; 2) Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Lalu selama tahun anggaran 2003 - 2007 adalah sebesar Rp. 3.705.746.527.062,69; Informasi Laporan Pertanggungjawaban Pemerintahan Daerah
29
3) Pencairan Dana Cadangan selama Tahun Anggaran 2003 - 2007 adalah sebesar Rp. 250.000.000.000,00; 4) Penerimaan
Kembali
Pemberian
Pinjaman
selama
Tahun
Anggaran 2003 - 2007 adalah sebesar Rp. 10.000.000.000,00. b. Pengeluaran Daerah Pengeluaran Daerah selama Tahun Anggaran 2003 - 2007 adalah sebesar Rp 4.692.714.748.861,40. Pengeluaran Daerah terdiri dari : 1) Transfer ke Dana Cadangan selama Tahun anggaran 2003 - 2007 adalah sebesar Rp. 341.048.861.730,00; 2) Penyertaan Modal kepada BUMD selama Tahun Anggaran 2003 2007 adalah sebesar Rp. 1.236.388.011.706,00; 3) Pembayaran Utang Pokok yang Jatuh Tempo selama Tahun Anggaran 2003 - 2007 adalah sebesar Rp. 302.723.850.152,00; 4) Pemberian Piutang kepada Pihak Lain selama Tahun Anggaran 2003 - 2007 adalah sebesar Rp. 19.950.000.000,00.
Informasi Laporan Pertanggungjawaban Pemerintahan Daerah
30
ASPEK INFRASTRUKTUR DAERAH
Selama lima tahun kepemimpinan daerah, peningkatan aspek infrastruktur daerah terus menerus dilakukan guna mengimbangi dinamika perkembangan sosio ekonomi masyarakat daerah. Pembangunan
infrastruktur
daerah yang meliputi sistem transportasi, sistem pengelolaan sumber daya air, energi dan telekomunikasi serta prasarana permukiman
telah
menunjukkan
perkembangan yang siginifikan selama periode
2003-2008,
pelaksanaannya
meskipun
menghadapi
pada
berbagai
kendala. Sistem infrastruktur merupakan aspek
yang
sangat
vital
dalam
pembangunan daerah sebagai pengarah dan
pembentuk
struktur
ruang,
pemenuhan kebutuhan wilayah, pemacu pertumbuhan serta
perekonomian
merupakan
instrumen
wilayah pengikat
wilayah antar kabupaten/kota dan antar provinsi.
Informasi Laporan Pertanggungjawaban Pemerintahan Daerah
31
Capaian kinerja aspek infrastruktur daerah ditunjukkan pada penanganan jalan. Selama 5 tahun terakhir telah mengalami peningkatan tingkat kemantapan jalan dari 85,17 % menjadi 87,31 %. Kapasitas sarana perhubungan darat juga mengalami peningkatan dengan dibangunya fly
over Pasteur-Surapati (Paspasti), Kiara Condong, Gebang dan Nagreg, serta underpass Soleh Iskandar Kota Bogor. Demikian juga untuk pengembangan Jawa Barat Selatan, pembangunan ruas jalan trans Jabar Selatan secara bertahap terus dilakukan, dan pada tahun 2008 dengan adanya penyelesaian 3 jembatan yang tersisa, Insya Allah trans Jabar Selatan mulai dari Pangandaran hingga Pelabuhan Ratu seluruhnya sudah tersambung. Dalam rangka mewujudkan keseimbangan pembangunan antar wilayah telah dibangun infrastruktur strategis seperti pembangunan jalan tol Cikampek-Purwakarta-Padalarang, tol Bogor Ring Road, tol Cikampek-Palimanan, persiapan pembangunan jalan tol CileunyiSumedang-Dawuan (Cisumdawu) dan pembangunan jalan tol SoreangPasirkoja (Soroja), diikuti pula dengan rintisan pembangunan Bandar Udara Internasional di Kertajati, serta pembangunan Pelabuhan Cilamaya Kabupaten Karawang. Dengan adanya peningkatan tingkat kemantapan jalan serta adanya pembangunan berbagai infrastruktur strategis tersebut telah mendorong terjadinya percepatan pembangunan perekonomian Jawa Barat.
Informasi Laporan Pertanggungjawaban Pemerintahan Daerah
32
Salah satu upaya terobosan yang pernah dilakukan Pemerintah Provinsi Jawa Barat dalam mendorong investasi di bidang infrastruktur, adalah penyelenggaraan Jabar Infrastructure Summit pada bulan Agustus 2005. Atas berbagai upaya pembangunan infrastruktur dan pembinaan terhadap dunia jasa konstruksi di Jawa Barat, pada tahun 2006 dan 2007 Pemerintah Provinsi Jawa Barat menerima penghargaan Pekerjaan Umum dari Menteri Pekerjaan Umum sebagai Juara I Bidang Jasa Konstruksi. Dalam rangka mendukung peningkatan produktivitas pertanian dan pengendalian banjir di wilayah utara Jawa Barat, telah dimulai pembangunan Waduk Jatigede sebagai pemasok sumber air untuk mengairi daerah irigasi dengan rentang seluas 90.000 hektar, sekaligus sebagai sumber air baku untuk kebutuhan pengembangan permukiman dan industri di wilayah Jawa Barat bagian Timur (Sumedang, Indramayu, Cirebon dan Majalengka). Perwujudan pembangunan Waduk Jatigede tersebut merupakan langkah strategis bagi Provinsi Jawa Barat, setelah tertunda selama 40 tahun sejak rencana pembangunan waduk tersebut dicanangkan. Dalam penyediaan air bersih Pemerintah Provinsi Jawa Barat menjalankan strategi pembangunan air bersih berbasis masyarakat, yaitu mulai dari perencanaan, pelaksanaan pembangunan dan pengelolaannya
Informasi Laporan Pertanggungjawaban Pemerintahan Daerah
33
melibatkan peran aktif masyarakat, yang selanjutnya terintegrasi dengan PDAM di kabupaten/kota. Penyediaan sarana dan prasarana bagi masyarakat rawan air khususnya di Pantura berupa pembangunan intake, water treatment
plant (dengan total kapasitas 440 lt/dt) serta jaringan transmisi dan distribusi untuk melayani masyarakat miskin pantura sebanyak 440.000 jiwa melalui pelayanan Hidran Umum (HU) dan Sambungan Rumah (SR). Sedangkan peningkatan sarana dan prasarana air bersih di perdesaan meliputi 14 kabupaten, 22 kecamatan dan 120 desa dengan bantuan stimulan pipa dan bantuan keuangan. Dalam rangka mempercepat pengembangan program listrik perdesaan, khususnya pengembangan jaringan listrik yang bersumber dari PLN, sampai dengan tahun 2007 telah tersambung sebanyak 53.625 KK, yang tersebar di kabupaten/kota di Jawa Barat atau sekitar 67 % dari target program Jabar Caang. Adapun persentase desa yang sudah mendapat akses jaringan listrik pada tahun 2008 akan mencapai 100%. Dalam upaya untuk mencapai target listrik perdesaan lainnya dilakukan juga melalui pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH) dan pengadaan dan pemasangan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) yang tersebar di desa-desa yang tidak dapat terjangkau layanan PLN. Dengan demikian dukungan pemerintah provinsi terhadap program pengembangan listrik perdesaan tersebut, telah mempunyai arti yang sangat strategis bagi pembangunan Jawa Barat ke depan. Atas Informasi Laporan Pertanggungjawaban Pemerintahan Daerah
34
berbagai upaya didalam pengembangan PLTMH, pada tahun 2004 Jawa Barat memperoleh “ASEAN Energy Award 2004” untuk pembangunan PLTMH Leuwi Kiara Kabupaten Tasikmalaya, dan pada tahun 2005 kembali memperoleh “ASEAN Energy Award 2005” untuk pembangunan PLTS di UPT Sukamaju Kabupaten Majalengka. Di bidang panas bumi, potensi Jawa Barat menempati urutan kedua terbesar di Indonesia, yaitu sekitar 6.101 megawatt atau 21,7 % dari total kapasitas Indonesia yang mencapai 27.189 megawatt. Namun dilihat dari kontribusi energi panas bumi nasional, sebanyak 93,6 % berasal dari sumber panas bumi Jawa Barat, antara lain dari Kamojang,
Wayangwindu,
Awi
Bengkok Gunung Salak Sukabumi, serta panas bumi Darajat Kabupaten Garut. Sebagai tindak lanjut dari penetapan 45 % Kawasan Lindung yang tercantum dalam Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2003 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Jawa Barat, telah dilaksanakan Gerakan Rehabilitasi Lahan Kritis (GRLK) sejak tahun 2003, dengan capaian luas lahan kritis yang ditanami sampai dengan akhir Informasi Laporan Pertanggungjawaban Pemerintahan Daerah
35
tahun 2007, seluas 250.020 hektar. Disamping itu, pada tahun 2006 Pemerintah Provinsi Jawa Barat telah mengeluarkan Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung. Upaya Pemerintah Provinsi Jawa Barat dalam menyukseskan GRLK yang disinergikan dengan pelaksanaan Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GNRHL/ GERHAN), telah mendapat apresiasi Pemerintah Pusat, sehingga mendapat penghargaan sebagai Juara II dalam Pelaksanaan Program Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan tahun 2003 untuk “Kinerja Pemerintah Provinsi”, Juara I pada kategori yang sama pada tahun 2004, dan Juara Nasional pada kategori yang sama pada tahun 2005, yang penyerahan penghargaannya dilaksanakan pada Puncak Aksi Penanaman Serentak Indonesia di Kabupaten Bogor Tahun 2007. Upaya peningkatan konservasi dan kualitas kawasan lindung di Jawa Barat semakin menguat, seiring dukungan DPRD Provinsi Jawa Barat beserta pemerintahan kabupaten/kota terkait, pada tanggal 30 Januari 2008 telah ditetapkan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2008 tentang Pengendalian Pemanfaatan Ruang Kawasan Bandung Utara, sebagai pedoman pengendalian dan pengaturan pemanfaatan ruang di kawasan konservasi Bandung Utara. Kehadiran peraturan daerah tersebut sekaligus mencabut kondisi statusquo Kawasan Bandung Utara, yang ditetapkan sejak tahun 1996.
Informasi Laporan Pertanggungjawaban Pemerintahan Daerah
36
Pengendalian pencemaran merupakan salah satu upaya prioritas di Jawa Barat dalam rangka meningkatkan daya dukung dan daya tampung lingkungan. Terkait dengan itu, pemerintah provinsi Jawa Barat telah memelopori dengan memberlakukan sistem sertifikasi kepada para manajer lingkungan pada industri (Environmental Pollution Control
Manager/EPCM), untuk memenuhi 5 (lima) bakuan kompetensi sebagai persyaratan sejak tahun 2004. Sistem ini pada akhirnya telah diangkat menjadi sistem nasional pada akhir tahun 2007. Berbagai
kejadian
bencana
yang
beruntun
selama
ini
menunjukkan bahwa Jawa Barat pada khususnya, dan Indonesia pada umumnya adalah wilayah yang sangat rawan bencana. Dari tahun ke tahun kuantitas dan kualitas bencana yang terjadi semakin meningkat, korban harta dan jiwapun semakin besar. Jumlah taksiran kerugian akibat kejadian bencana pada tahun 2003 sebesar Rp. 62,99 milyar menurun pada tahun 2007 menjadi Rp. 28,18 milyar, walaupun pada tahun 2006 taksiran kerugian mencapai Rp. 272,19 milyar, akibat kejadian tsunami di Pantai Selatan Jawa Barat. Antisipasi Pemerintah Provinsi Jawa Barat menempatkan penanganan bencana ini sebagai isu strategis dan skala prioritas dalam Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) pada tahun 2007. Penanganan bencana dilakukan melalui upaya mitigasi bencana dengan manajemen berbasis kemandirian masyarakat.
Informasi Laporan Pertanggungjawaban Pemerintahan Daerah
37
ASPEK KESEJAHTERAAN SOSIAL
Pada bagian akhir penyampaian LKPJ ini, akan dilaporkan perkembangan kondisi masyarakat Jawa Barat pada aspek kesejahteraan sosial, yang telah diupayakan pemerintah daerah bersama segenap stakeholders pembangunan Jawa Barat. Sebagaimana kita maklumi, sejak tahun 2001 ketika visi Jawa Barat 2010 dicanangkan, Pemerintah Provinsi Jawa Barat telah berketetapan untuk menerapkan paradigma Pembangunan Manusia dalam kebijakan makro pembangunan daerahnya. Dengan demikian kita patut bersyukur karena sejak saat itu kita telah memiliki fokus yang jelas dalam membawa arah pembangunan Jawa Barat. Meskipun upaya untuk membangun persepsi yang sama dan mind set yang tepat dalam mendukung fokus pada pembangunan sumber daya manusia ini tidak semudah membalikan tangan, namun Alhamdulillah setelah tujuh tahun Pemerintah Provinsi Jawa Barat dengan tiada henti dan tiada lelah mengkampanyekan pentingnya fokus pada pembangunan manusia, saat ini hampir seluruh pimpinan pemerintahan, elit politik, tokoh masyarakat, perguruan tinggi, dan juga dunia usaha, baik di tingkat provinsi maupun di kabupaten/kota, telah menunjukkan kesepakatan yang semakin bulat dan dukungan yang kuat akan pentingnya pembangunan manusia, yang secara kuantitatif diukur kemajuannya dengan menggunakan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Bahkan di Informasi Laporan Pertanggungjawaban Pemerintahan Daerah
38
tingkat nasionalpun, akhir-akhir ini pemerintah juga sudah lebih tegas menggunakan IPM dan indikator-indikator pembentuk IPM sebagai salah satu tolok ukur utama, dan bahan pengambilan keputusan di tingkat pusat. Perkembangan IPM Jawa Barat dalam kurun waktu tahun 2003 sampai tahun 2007 menunjukkan peningkatan, meskipun belum mencapai target yang telah diproyeksikan. IPM naik dari 67,67 pada tahun 2003 menjadi 70,76 pada tahun 2007 (angka sangat sementara). Demikian juga indikator-indikator pembentuk IPM jika dibandingkan antara data 2003 dengan 2007 mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Indeks Pendidikan naik dari 78,40 menjadi 81,13. Indeks Kesehatan naik dari 66,57 menjadi 71,03. Indeks Daya Beli naik dari 58,63 menjadi 60,13. Angka Melek Huruf meningkat dari 93,60% menjadi 95,63%, Rata-rata Lama Sekolah meningkat dari 7,2 tahun menjadi 7,82 tahun, Angka Harapan Hidup meningkat dari 64,94 tahun menjadi 67,62 tahun. Adapun konsumsi riil perkapita kenaikannya relatif masih rendah, yakni dari
Rp. 553.699,00 pada tahun 2003, menjadi
Rp. 560.190,00 pada tahun 2007. Upaya peningkatan IPM di Jawa Barat dilakukan secara simultan, baik melalui pendekatan sektoral pendidikan, kesehatan dan ekonomi, maupun secara terintegrasi seperti melalui
Program Pendanaan
Kompetisi Indeks Pembangunan Manusia (PPK-IPM). Baik bersumber dari anggaran pemerintah murni maupun swadaya masyarakat dan Informasi Laporan Pertanggungjawaban Pemerintahan Daerah
39
partisipasi dunia usaha, atau kemitraan antara pemerintah, masyarakat dan dunia usaha.
PERBANDINGAN IPM, INDEKS PENDIDIKAN, KESEHATAN DAN DAYA BELI JAWA BARAT TAHUN 2003 DAN 2007 81,13 78,40
90,00 80,00
70,76 67,67
70,00
71,03 66,57 60,13 58,63
60,00 50,00 2003
40,00
2007
30,00 20,00 10,00 IPM
INDEKS INDEKS INDEKS DAYA PENDIDIKAN KESEHATAN BELI
Kemajuan di bidang pendidikan tidak terlepas dari upaya-upaya akselerasi penuntasan program Wajib Belajar 9 tahun, juga telah direalisasikannya role sharing pendanaan peningkatan sarana prasarana pendidikan dasar yang pada tahun 2006, 2007 dan 2008 telah dialokasikan anggaran sebesar Rp. 614 milyar, dan sisanya sebesar Rp. 236 milyar. Upaya rintisan Wajib Belajar 12 tahun juga telah memasuki tahun pelaksanaan kedua, yang melibatkan kota-kota dengan angka partisipasi di jenjang pendidikan dasar yang sudah optimal. Untuk aspek peningkatan mutu, relevansi dan daya saing, pencapaian yang cukup penting ditunjukkan oleh telah terbentuknya lembaga tri partit antara pemerintah, dunia usaha, dan sekolah sebagai Informasi Laporan Pertanggungjawaban Pemerintahan Daerah
40
media untuk meningkatkan kualitas pendidikan kejuruan, termasuk penyerapan lulusannya di dunia kerja. Seiring dengan hal tersebut upaya mengedepankan sekolah kejuruan juga telah dimulai dengan mengubah proporsi jumlah sekolah dan siswa antara SMA dan SMK, yang semula 60 : 40 menjadi 40 : 60, dengan fokus pembelajaran pada pendidikan vokasional (life skill) yang mengutamakan potensi dan muatan lokal. Salah satu aspek penting dalam pembangunan bidang pendidikan adalah perhatian terhadap kualitas dan kesejahteraan guru. Upaya untuk meningkatkan kesejahteraan guru telah dilakukan melalui pemberian insentif bagi guru PNS dan GBS di daerah-daerah terpencil. Selain itu dilakukan upaya peningkatan kualitas guru dengan memberikan kesempatan mengikuti diklat serta penyetaraan S-1 dan D-4. Adapun kegiatan pendampingan bagi guru yang akan mengikuti proses sertifikasi akan mulai dilaksanakan pada tahun 2008. Dari bidang kesehatan, upaya dan energi pemerintah daerah dalam kurun waktu tahun 2003 hingga tahun 2006 banyak tersita untuk penanggulangan wabah-wabah penyakit menular, mulai dari demam berdarah, malaria, polio, hingga wabah flu burung, demikian juga penanganan kasus-kasus gizi buruk pada balita. Namun memasuki tahun 2007, seiring dengan telah tertanggulanginya berbagai wabah penyakit menular tersebut, fokus upaya kesehatan mulai bergeser dari kegiatankegiatan kuratif ke kegiatan-kegiatan preventif dan promotif. Hal ini Informasi Laporan Pertanggungjawaban Pemerintahan Daerah
41
ditandai dengan kembali bergairahnya pelaksanaan program-program Desa/Kelurahan Siaga hingga Kabupaten/Kota Siaga, Gerakan Sayang Ibu, dan berbagai program pembudayaan Pola Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Namun demikian perhatian terhadap pelayanan kesehatan bagi masyarakat, khususnya masyarakat miskin tetap mendapat perhatian yang seksama, yakni melalui penyuksesan pemberian jaminan asuransi kesehatan bagi masyarakat miskin (Askeskin) dan juga pengalokasian dana tambahan dari APBD Provinsi untuk program Askeskin. Penempatan
dokter-dokter
residen
(yang
sedang
menyelesaikan
pendidikan spesialis) dilaksanakan di wilayah Jawa Barat Selatan untuk mengembangkan
pelayanan
kegawatdaruratan
kebidanan
pada
Puskesmas-Puskesmas. Dari aspek pemberdayaan perempuan pemuda
serta
dan
pembinaan
pembinaan
olahraga, generasi
upaya muda
dilakukan melalui revitalisasi dan penguatan
kelembagaan
kepemudaan. Selain itu dilakukan pembinaan
dan
pemberian
penghargaan kepada para pemuda pelopor
berprestasi.
Perhatian
terhadap olahraga telah dilakukan Informasi Laporan Pertanggungjawaban Pemerintahan Daerah
42
melalui pembinaan terhadap atlet-atlet pelajar di PPLP Jawa Barat, juga melalui pengiriman atlet pelajar pada POPWIL dan POPDA. Khusus menghadapi PON 2008 bersama dengan KONI Jawa Barat digelar program “Jabar 100”, untuk mendongkrak prestasi jabar yang ditargetkan merebut posisi dua besar PON. Selain itu pemberian penghargaan senantiasa diberikan kepada atlet-atlet Jabar yang berprestasi nasional maupun internasional. Upaya pengembangan olahraga di daerah dilakukan melalui pengembangan olahraga masyarakat, ditandai dengan mulai dilaksanakannya pembangunan Bandung West Java Stadium di Gedebage Kota Bandung serta sarana prasarana olahraga di kecamatan terpilih mulai tahun 2008. Beberapa hal yang telah dicapai pada olahraga prestasi dalam kurun waktu 2003-2007 antara lain menduduki urutan ke 3 (tiga) pada Pekan Olahraga Nasional (PON) tahun 2004 di Palembang, menduduki urutan ke 2 (dua) Pekan Olahraga Pelajar Nasional (POPNAS) di Medan, menjadi juara umum pada kejurnas beberapa cabang olahraga sebagai kualifikasi PON ke di Kalimantan Timur. Selain itu Jawa Barat juga menjadi juara umum berturut-turut pada Pekan Olahraga dan Seni Antar Pondok Pesantren (POSPENAS) tahun 2003 dan 2005. Pembangunan kesejahteraan rakyat dalam upaya mewujudkan kesalehan sosial menuju masyarakat daerah yang bermartabat dan berakhlak ditandai dengan meningkatnya toleransi antar dan intern umat beragama. Pemahaman dan pengamalan ajaran agama secara baik dapat Informasi Laporan Pertanggungjawaban Pemerintahan Daerah
43
ditandai dengan meningkatnya animo masyarakat untuk melaksanakan ibadah haji setiap tahunnya. Pada pembangunan kebudayaan khususnya pelestarian seni budaya Jawa Barat; ditandai dengan meningkatnya intensitas pagelaran seni baik pada pagelaran yang diinisiasi oleh masyarakat, maupun yang diprakarsai oleh Pemerintah. Sedangkan tumbuhnya apresiasi dan kesadaran masyarakat terhadap kebudayaan daerah dan pelestarian sejarah dan nilai-nilai tradisional ditandai dengan semakin meningkatnya penemuan
dan
terpeliharanya
benda-benda
peninggalan
sejarah,
revitalisasi sarana prasarana museum yang disertai dengan meningkatnya angka kunjungan masyarakat dan pelajar ke museum.
Informasi Laporan Pertanggungjawaban Pemerintahan Daerah
44
PENUTUP
Demikian paparan kinerja akhir masa jabatan yang dapat disampaikan. Walaupun saya terus menyadari bahwa semua indikator makro dan kinerja program pembangunan daerah belum terealisasi secara optimal
sejalan
dengan
ketatnya
keterpengaruhan
antar
asumsi
pembangunan daerah dengan kebijakan nasional yang tidak lepas dari fluktuasi perekonomian global, saya berpandangan pengelolaan kinerja pemerintahan daerah telah berada dalam kondisi on the right track atau
henteu sulaya tina paniatan, patekadan tur laku lampah yang sejak awal reformasi diamanatkan kepada kita sekalian. Insya Allah, upaya membangun tata pemerintahan yang baik akan terus berkembang, manakala kita semua senantiasa berada dalam kerangka etos kerja silih asih, silih asah tur silih asuh, dengan semangat
nu jauh urang deukeutkeun, geus deukeut urang layeutkeun, geus layeut urang paheutkeun, geus paheut urang silih wangikeun.
Informasi Laporan Pertanggungjawaban Pemerintahan Daerah
45