BIMBINGAN KONSELING ISLAM DALAM MENANGANI TRAUMA REMAJA KORBAN PERKOSAAN DI PUSAT PELAYANAN TERPADU (PPT) SERUNI KOTA SEMARANG
SKRIPSI untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I)
Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam (BPI)
Disusun Oleh : HARYANTI 61111001
FAKULTAS DAKWAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG 2011
NOTA PEMBIMBING Lamp. : 5 (lima) eksemplar Hal
: Persetujuan Naskah Skripsi
Kepada : Yth. Dekan Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang di Semarang Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Setelah membaca, mengadakan koreksi dan perbaikan sebagaimana mestinya, maka kami menyatakan bahwa skripsi saudara/i : Nama
: Haryanti
NIM
: 61111001
Fak./Jur.
: Dakwah/BPI
Judul
: Bimbingan Konseling Islam dalam Menangani Trauma Remaja Korban Perkosaan di Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) Seruni Kota Semarang Dengan ini saya setujui dan mohon agar segera diujikan. Atas perhatiannya diucapkan
terimakasih. Wassalamu’alaikum Wr.Wb.
Semarang, 28 Juni 2011 Pembimbing, Bidang Substansi Materi
Bidang Metodologi & Tatatulis
Hj. Jauharotul Farida, M.Ag NIP. 19640304 199101 2 001
Hj. Mahmudah, M. Pd NIP. 19701129 1998032 001
SKRIPSI BIMBINGAN KONSELING ISLAM DALAM MENANGANI TRAUMA REMAJA KORBAN PERKOSAAN DI PUSAT PELAYANAN TERPADU (PPT) SERUNI KOTA SEMARANG Disusun oleh Haryanti 61111001 telah dipertahankan di depan Penguji pada tanggal 01 Juli 2011 dan dinyatakan telah lulus memenuhi syarat
Susunan Dewan Penguji
Ketua Dewan Penguji
Sekretaris Dewan Penguji
Drs. H. Anasom, M. Hum NIP. 19661225 199403 1004
Hj. Mahmudah, S. Ag., M. Pd NIP. 19701129 199803 2001
Anggota Penguji I
Penguji II
Drs. H. Djasadi, M. Pd NIP. 19470805 196510 001
Baidi Bukhori, S. Ag., M. Si NIP. 19730427 199603 1001
Pembimbing, Bidang Substansi Materi
Bidang Metodologi dan Tata Tulis
Dra. Hj. Jauharotul Farida, M.Ag NIP. 19640304 199101 2 001
Hj. Mahmudah, S. Ag., M. Pd NIP. 19701129 1998032 001
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri dan di dalamnya tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi di lembaga pendidikan lainnya. Pengetahuan yang diperoleh dari hasil penerbitan maupun yang belum / tidak diterbitkan, sumbernya dijelaskan di dalam tulisan dan daftar pustaka.
Semarang, 01 Juli 2011
Haryanti NIM. 061111001
MOTTO
Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk syurga, Padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: "Bilakah datangnya pertolongan Allah?" Ingatlah, Sesungguhnya pertolongan Allah itu Amat dekat (Q.S. Al-Baqarah: 214).
PERSEMBAHAN
Skripsi ini penulis persembahkan untuk : 1) Keluarga besar saya; bapak-ibu, om-tante, kakak-adik saya yang senantiasa mencurahkan cinta dan kasihnya dan yang selalu memberikan keceriaan dalam hidup saya. 2) Sahabat, teman-teman yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu yang selalu memberikan motivasi dalam penyusunan skripsi ini
Penulis
ABSTRAKSI Haryanti (61111001), Bimbingan Konseling Islam dalam Menangani Trauma Remaja Korban Perkosaan di Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) SERUNI Kota Semarang, Skripsi Progam Strata 1 Jurusan Bimbingan Penyuluhan Islam (BPI) Fakultas Dakwah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Walisongo Semarang, 2011. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran yang mendalam tentang pelaksanaan bimbingan konseling islam dalam menangani trauma remaja korban perkosaan di PPT SERUNI kota Semarang dan menganalisis nilai-nilai dakwah dalam pelaksanaan bimbingan konseling Islam dalam menangani trauma remaja korban perkosaan di PPT SERUNI kota Semarang. Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi khasanah ilmu terutama bagi jurusan bimbingan penyuluhan islam dalam memberikan gambaran yang jelas mengenai bimbingan konseling islam dalam menangani trauma remaja. Kegunaan bagi PPT SERUNI yaitu dapat digunakan dalam upaya peningkatan penanganan trauma remaja korban perkosaan. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan penelitian kualitatif. Lokasi penelitian di PPT SERUNI, dengan fokus penelitian pada remaja korban perkosaan. Sumber data dalam penelitian ini adalah staf, rohaniawan Islam dan konselor di PPT SERUNI dan dokumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah sumber tertulis yang berupa buku, sumber arsip, dokumen resmi di PPT SERUNI. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara, observasi dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa PPT SERUNI dalam menangani trauma remaja korban perkosaan dengan beberapa tahapan yaitu identifikasi masalah, diagnosis, terapi, evaluasi, dan follow up. Proses bimbingan dan konseling Islam dalam menangani trauma remaja korban perkosaan di Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) SERUNI Kota Semarang adalah suatu rangkaian kegiatan penyampaian atau pemberian nasehat yang Islami oleh pembimbing atau rohaniawan. Nilai-nilai dakwah terkandung di dalam materi yang disampaikan yaitu berkisar pada pemahaman akidah, akhlak dan ibadah. Dalam materi akidah yang disampaikan berkisar tentang keimanan dan ketaqwaan. Materi akhlak yang disampaikan meliputi sifat ikhlas, sabar, bertawakal, dan ikhtiar. Sedang materi ibadah yang disampaikan meliputi ibadah sholat dan dzikir. Bimbingan konseling Islam yang diterapkan di PPT SERUNI dalam pelaksanaannya memiliki fungsi kuratif yang cukup signifikan karena tidak sekedar membantu pemulihan tetapi juga mempunyai peran psiko-religius selama proses pemulihan berjalan dan diharapkan dapat mengaktualisasikan dalam kehidupan nyata.
KATA PENGANTAR Bismillahirrohmanirrohim Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan semesta alam yang menciptakan langit dan bumi serta segala isinya. Atas izin-Nya, hamba masih diberi kesempatan sebagai penghuni dunia yang fana ini. Semoga Engkau selalu membimbing sisa perjalanan hidup hamba ke jalan yang selalu Engkau ridhoi. Amin. Sholawat dan salam selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, nabi akhir zaman yang diutus untuk menyebarkan Islam di dunia ini. Semoga kelak kita mendapatkan syafaatnya serta diakui menjadi umatnya kelak di yaumil akhir. Penulis yakin, tanpa bantuan dari pihak-pihak terkait, skripsi dengan judul bimbingan konseling islam dalam menangani trauma remaja korban perkosaan di PPT SERUNI Kota Semarang, tidak mungkin akan selesai. Sebagai makhluk sosial yang tidak bisa hidup tanpa bantuan orang lain, secara pribadi ucapan terima kasih penulis ucapkan atas segala bantuan baik moril maupun spiritual sehingga terselesaikannya skripsi ini. Penulis meminta maaf sekiranya tidak dapat menyebut satu persatu semua pihak yang telah membantu dalam proses penggarapan skripsi ini. Penulis mengucapkan terima kasih, utamanya kepada : 1. Bapak Prof. Drs. H. Muhibbin, M. Ag, selaku Rektor IAIN Walisongo Semarang. 2. Bapak Drs. Muhammad Sulthon, M. Ag., selaku Dekan Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang. 3. Ibu Mahmudah, S. Ag., M. Pd dan Bapak Drs. Safrodin, M. Ag, selaku Ketua Jurusan dan Sekretaris Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam (BPI) 4. Ibu Dra. Hj. Jauharotul Farida, M. Ag dan Ibu Mahmudah, S. Ag, M. Pd, selaku dosen pembimbing I dan II, atas waktu yang disediakan selama proses kuliah dan skripsi; yang telah memberi bimbingan, arahan, dan nasehat sehingga skripsi ini dapat selesai dengan baik. 5. Bapak Drs. H. Djasadi M. Ag., selaku dosen wali, atas bimbingannya selama masa perkuliahan. 6. Segenap dosen di Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang, atas ilmu dan pengalamannya selama masa perkuliahan. 7. Tim SERUNI Kota Semarang, atas kerjasamanya dalam penelitian dan membantu
jalannya penelitian. 8. Segenap keluarga besar penulis, atas cinta dan kasih sayang yang selalu menyatu dalam jiwa dan raga. 9. Kepala Sekolah MI Al-Khoiryyah 1 dan Kepala TPQ Al-Madani yang mensupport dan menasehati dalam penyelesaian skripsi ini. 10. Sahabat-sahabat saya : Fitri Umi, Harni, Lina, atas kebersamaan dan semangat tiada henti yang kalian berikan. 11. Teman-teman BPI angkatan 2006 : Evin, Munir, Maskhuri, Nafis, Anwar, Vivi, Nikmah, Isrohah, galuh, Titi, Ana, Tria, Faris, Mustofa, Hery, Komari, Sidiq, Imam, dan Zaky. Serta teman-teman kampus IAIN Walisongo yang tidak bisa saya sebutkan disini dan teman-teman Majelis Remaja Madani Bulustalan.
Semarang, Juli 2011
Penulis
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL .............................................................................
i
NOTA PEMBIMBING ...........................................................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN ...............................................................
iii
HALAMAN PERNYATAAN ...............................................................
iv
HALAMAN MOTTO ............................................................................
v
PERSEMBAHAN ..................................................................................
vi
ABSTRAKSI .........................................................................................
vii
KATA PENGANTAR ...........................................................................
viii
DAFTAR ISI ..........................................................................................
xi
DAFTAR TABEL ..................................................................................
xii
DAFTAR GAMBAR .............................................................................
xiii
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ......................................................
1
1.2. Perumusan Masalah ............................................................
9
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian ...........................................
9
1.4. Tinjauan Pustaka .................................................................
10
1.4. Metodologi Penelitian .........................................................
13
1.5. Sistematika Penulisan ..........................................................
19
BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Bimbingan Konseling Islam ................................................
22
2.1.1. Pengertian Bimbingan dan Konseling Islam ..............
22
2.1.2. Landasan dan Azas Bimbingan Konseling Islam ......
26
2.1.3. Tujuan dan Fungsi Bimbingan Konseling Islam ........
29
2.2. Remaja .................................................................................
35
2.2.1.Pengertian Remaja ......................................................
35
2.2.2. Perkembangan Remaja ...............................................
37
2.3. Trauma Perkosaan ................................................................
41
2.3.1. Pengertian Trauma .....................................................
41
2.3.2. Gejala-gejala Trauma .................................................
42
2.3.3. Pengertian Perkosaan .................................................
43
2.3.4. Dampak dari Perkosaan .............................................
45
2.4. Bimbingan Konseling Islam dalam Menangani Trauma Remaja Korban Perkosaan ..........................................................................
49
2.4.1. Pelaksanaan Bimbingan Konseling Islam .................
49
2.4.2. Metode Bimbingan Konseling Islam ........................
51
2.4.3. Materi Bimbingan Konseling Islam ..........................
55
BAB III DISKRIPSI PELAKSANAAN BIMBINGAN KONSELING ISLAM DALAM MENANGANI TRAUMA REMAJA KORBAN PERKOSAAN DI PPT SERUNI KOTA SEMARANG 3.1. Gambaran Umum PPT SERUNI Kota Semarang ................
57
3.1.1. Sejarah Berdirinya PPT Seruni ..................................
57
3.1.2. Visi dan Misi PPT Seruni...........................................
58
3.1.3. Kegiatan Pelayanan PPT Seruni ................................
58
3.1.4. Tujuan Pelayanan PPT Seruni....................................
59
3.1.5. Prinsip Pelayanan PPT Seruni....................................
60
3.1.6. Struktur Keanggotaan PPT Seruni .............................
61
3.1.7. Data Kasus yang Ditangani PPT Seruni ....................
65
3.1.8. Metode Penanganan Kasus di PPT Seruni .................
67
3.1.9. Sumber Pendanaan Oprasional PPT Seruni ...............
72
3.2. Bimbingan Konseling Islam dalam Menangani Trauma Remaja Korban Perkosaan di PPT Seruni ...................................................
72
3.2.1. Proses Pelaksanaan Bimbingan Konseling Islam di PPT Seruni .............................................................................. 73 3.2.2. Metode Bimbingan Konseling Islam di PPT Seruni ..
81
3.2.3. Materi Bimbingan Konseling Islam di PPT Seruni ...
83
BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN 4.1. Analisis Bimbingan Konseling Islam dalam Menangani Trauma Remaja Korban Perkosaan di PPT Seruni .........................................
87
4.2. Analisis Nilai-nilai Dakwah dalam Bimbingan Konseling Islam Menangani Trauma Remaja Korban Perkosaan di PPT Seruni
95
BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan .........................................................................
97
5.2. Saran ....................................................................................
98
5.3. Penutup ................................................................................
99
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN BIODATA PENULIS
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Data Korban yang Ditangani PPT Seruni ...............................
65
Tabel 2. Data Korban Perkosaan Berdasarkan Usia .............................
66
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Struktur Keanggotaan PPT Seruni ......................................
61
BAB I PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang Setiap manusia pasti berhadapan dengan masalah, konflik dan situasi atau kejadian yang tidak menyenangkan terkait dengan diri sendiri, orang lain maupun lingkungan sekitar. Setiap manusia pasti mengalami saat-saat di mana mereka merasa down (sedih, kecewa, tidak bersemangat, stres, depresi dan lain-lain). Banyak kejadian dalam hidup ini yang dapat maupun tidak dapat dihindari oleh manusia dan membuat individu mengalami hal-hal tersebut. Hampir setiap hari kita mendengar berita kriminal seputar seks yang dilakukan oleh dan kepada anak di bawah umur sampai remaja baik dalam berita koran maupun televisi. Perkosaan, pelecehan dan kekerasan seksual, pembunuhan disertai perkosaan lebih dulu dan lain sebagainya. Sekitar bulan Januari tahun 2010, di Jakarta diberitakan Babe Baekuni yang melakukan sodomi dan pembunuhan dengan cara mutilasi pada anak jalanan, jumlah korbannya mencapai 10 orang. Kemudian perkosaan berantai di Bali terhadap anak-anak usia Sekolah Dasar (SD) yang dilakukan oleh Diky Saputra. Di kota Semarang sempat diberitakan dengan adanya “Kolor ijo” (Aryono) seorang kakek yang mempunyai perilaku negatif seksual (mengintip orang tidur, mengintip orang mandi, dan memperkosa anak usia dini) (http://www.lintasberita.com/go/939889). Data Legal Resources center untuk Keadilan Jender dan Hak Asasi Manusia (LRC-KJHAM) Jawa Tengah mencatat kasus perkosaan di tahun 2010 1
2
sebanyak 202 kasus dengan korban 229 orang dan 301 pelaku. Dari 229 korban tersebut, 187 kasus diantaranya dengan korban anak-anak yang berusia 6-18 tahun. Sedangkan 129 pelaku berusia antara 19-30 tahun (Irene, Wawancara staf Informasi LRC-KJHAM tanggal 18 April 2011). Kasus perkosaan di Jateng pada tahun 2010 menurun dari sisi kasusnya jika dibanding 2009. Pada tahun 2009 kasus perkosaan sebanyak 207 kasus, 224 korban, dan 338 pelaku. Sedangkan di tahun 2008, sebanyak 117 kasus, 153 korban, dan 206 pelaku. Daerah dengan kasus perkosaan tertinggi tahun 2010 adalah kota Semarang dengan 33 kasus, kemudian Boyolali 15 kasus, dan Wonogiri 12 kasus. Data di atas merupakan sebagian kecil data yang ditangani, masih banyak lagi data yang tidak tercatat dari berita televisi dan surat kabar yang setiap hari beredar, pada penelitian ini penulis memfokuskan pada kasus perkosaan yang ditangani oleh PPT SERUNI kota Semarang sebagai lembaga yang membantu menangani masalah kekerasan perempuan. Data dari SERUNI sebanyak 7 kasus ditangani di tahun 2009, dan pada tahun 2010 kasus perkosaan yang ditangani sebanyak 6 korban. Artinya, di SERUNI mengalami penurunan laporan korban perkosaan namun bukan berarti tindak perkosaan yang terjadi juga semakin menurun. Hal ini disebabkan semakin mudahnya akses untuk melaporkan kasus perkosaan. Selain itu juga masih dianggapnya perkosaan adalah hal yang tabu untuk dibicarakan. Oleh karena itu, banyak juga korban perkosaan yang menyelesaikan kasusnya secara kekeluargaan.
3
Perkosaan adalah hubungan seksual yang dilakukan tanpa kehendak bersama, dipaksakan oleh satu pihak pada pihak lainnya (Luhulima, 2000: 24). Ahli lain menyebutkan perkosaan selalu didorong oleh nafsu seks yang sangat kuat dan dibarengi oleh emosi yang tidak matang, serta terdapat unsur-unsur kekejaman dan sifat sadisme (Semium, 2007: 55). Perkosaan selalu dikaitkan dengan kejahatan secara fisik atau ancaman kejahatan, ditambah dengan pemaksaan kontak seksual sehingga para korban merasa keselamatan dan kehidupan mereka terancam (Nugaraha, 2010: 217). Penulis tidak menemukan keterangan tentang perkosaan dalam Al-Qur’an. Namun agama Islam mengatur bagaimana menyalurkan hasyrat seksual manusia secara benar yaitu melalui pernikahan. Hubungan seksual tidak bertentangan dengan ketuhanan, spiritualitas, ataupun keimanan, oleh karena itu seks harus disalurkan dengan jalan yang benar yaitu melalui pernikahan. Dalam agama Islam melarang segala bentuk keintiman antara pasangan yang belum menikah (Maqsood, 2004: 131). Dalam suatu hadits Rasulullah bersabda:
ال: اى رسىل اهلل صلً اهلل عليه وسلن قال: و عي ابي عبا س ر ضً اهلل عنهوا يخلى ى ا حد كن بأ هر ا ة اال هع ذ ي هحر م Artinya:“Janganlah sekali-kali seorang diantara kalian berduan dengan seorang wanita yang belum atau tidak sah baginya, kecuali disertai dengan muhrimny (HR.Bukhari-Muslim)” (Yahya, 676 H: 569). Allah berfirman dalam Al-Qur’an
4
Artinya: Dan janganlah kamu mendekati zina: sesungguhnya zina itu adalah sesuatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk (Depag, 2007: QS. Al-Israa’: 32). Islam mengharuskan pemeluknya, baik laki-laki maupun perempuan untuk senantiasa menjaga kehormatannya dan tidak menyerahkan kesuciaanya, kecuali pada pasangan hidupnya yang sah menurut agama. Dalam Al-Qur’an surah AnNur ayat 30-31, Allah memerintahkan setiap orang beriman baik laki-laki maupun perempuan untuk senantiasa menjaga kehormatannya dan menjauhi segala hal-hal yang dapat membawa kepada ternodanya kesucian. Khusus kepada wanita, Allah memperingatkan secara panjang lebar kepada mereka tentang pentingnya kehormatan dan beberapa hal yang harus dilakukan secara praktis agar tetap terjaga kehormatannya. Ini karena kaum wanita adalah pihak yang paling rawan kehormatannya. Dalam segala posisi, situasi dan kondisi, timbulnya ancaman terhadap kesucian mereka lebih besar dari pada laki-laki. Apalagi dampak negatif dari ternodainya kesucian wanita akan membawa guncangan psikologis yang hebat (Bukhari, 2006: 145-147). Bentuk-bentuk penyimpangan seksual dianggap suatu perbuatan yang kotor dan dibenci oleh masyarakat. Mengingat kultur budaya Indonesia yang sangat menjujung tinggi keperawanan, perempuan yang diperkosa akan kehilangan keperawanannya, dianggap hina dan bahkan dikucilkan. Apalagi kalau perempuan itu mengalami kehamilan, seringkali dianggap aib yang luar biasa. Sampai saat ini berita-berita seputar seks masih cukup ramai diberbagai media, dan anak-anak hingga usia remaja dijadikan korban utama pelecehan seksual. Remaja merupakan sosok manusia yang menarik perhatian orang banyak,
5
karena masa tersebut merupakan periode perkembangan dan kematangan baik fisik maupun psikisnya, karena itu penulis tertarik untuk meneliti persoalan remaja. Remaja menjadi korban utama dalam kejahatan seksual karena mereka masih lemah secara fisik, masih naif dan mudah dibohongi. Perkosaan pada remaja merupakan tindakan kriminal, tidak bermoral, dan berkontribusi besar pada hancurnya masa depan mereka. Jika mereka sudah menjadi korban perkosaan sejak dini, mereka akan menderita secara fisik dan mental sekaligus. Ancaman dan kekerasan dalam perkosaan membuat mereka trauma luar biasa. Mereka menganggap seks sebagai sesuatu yang menjijikkan, mengerikan, dan menakutkan. Hal ini kalau tidak ditindaklanjuti dengan konseling dengan seorang ahli, kemungkinan besar seumur hidup korban perkosaan akan antipati terhadap seks. Konseling merupakan salah satu cara yang tepat untuk membantu mengatasi berbagai permasalahan-permasalahan dalam hidup, sekaligus sebagai upaya peningkatan kesehatan mental. Konseling membantu mengidentifikasi masalah, mencari solusi atau alternatif yang tepat dan menyadarkan akan adanya potensi dari setiap manusia untuk dapat mengatasi berbagai permasalahannya sendiri. Sebagai umat muslim berkewajiban untuk berperan serta dalam menanggulangi permasalahan di atas, usaha tersebut dapat direalisasikan melalui aktivitas dakwah yang pada intinya adalah mengajak berbuat kebaikan dan mencegah kemungkaran serta mengajak kepada kebanaran. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT yang berbunyi:
6
Artinya: (1) Demi masa, (2) Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, (3) Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran (Depag, 2007: QS. Al-Ashr: 1-3). Aktivitas dakwah yang dimaksud adalah sebagai usaha memberi bimbingan sekaligus konseling agar tetap sabar dan tawakal dalam menghadapi perjalanan hidup. Selain itu juga sebagai motivasi umat untuk selalu melakukan kebaikan supaya memperoleh kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Salah satu realisasi dakwah dalam upanya menangai korban perkosaan dapat ditempuh melalui bimbingan dan konseling Islam. Dengan bimbingan dan konseling Islami diharapkan dapat membina klien sehingga klien pulih dari trauma perkosaan yang dialaminya, dan klien dapat kembali ke lingkungan masyarakat serta dapat mengembangkan potensi yang ada pada dirinya sesuai dengan Al-Qur’an dan As-Sunah serta mencegah klien dari prasangka buruk pada sesama manusia dan Tuhan-Nya. Konseling yang sangat dibutuhkan oleh korban perkosaan, dalam rangka terhindarnya trauma yang berkepanjangan maka Burks dan Stefflre dalam bukunya Shertzer and Shelly (1971: 168) mengartikan konseling sebagai: “counsiling denotes a professional relationship between atrained counselor and a clien. This relationship is usually person-to person, althought it may sometimes involue more than two people, it is designed to help clients to understand and clarify their views of their life space, and to learn to reach their self. Determined goals through meaningful,wellinformed choices and through resolution of problem of an emotional or interpersonal nature”.
7
Definisi di atas dapat dikatakan bahwa konseling adalah suatu hubungan yang profesional diantara konselor dengan seorang klien. Hubungan yang biasanya orang-per-orang meskipun terkadang juga bisa mencakup lebih dari dua orang, dirancang untuk membantu klien dalam memahami dan mencerahkan pandangan mereka tentang diri mereka sendiri. Sedangkan konseling dalam Islam menurut Ad-Dzaky (2004: 189) adalah suatu aktifitas memberikan bimbingan, pelajaran, dan pedoman kepada individu yang meminta bimbingan (klien) dalam hal bagaimana seharusnya seorang klien dapat mengembangkan potensi akal fikirannya, kejiwaannya, keimanan dan keyakinannya serta dapat menanggulangi problematika hidup dan kehidupannya dengan baik dan benar secara mandiri yang berparadigma kepada Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW. Di kota Semarang terdapat Pusat Pelayanan Terpadu (PPT), yang selanjutnya disebutkan PPT, sebagai wadah penyelesaian persoalan kekerasan perempuan dan anak berbasis gender yakni PPT SERUNI, tugasnya adalah turut membantu dalam upaya pemulihan kepada perempuan dan anak korban kekerasan seperti KDRT, ABH, KDP, dan perkosaan. Beberapa layanan yang diberikan di antaranya adalah layanan medis, layanan hukum dan layanan psiko-sosial. PPT SERUNI berusaha memberikan layanan kepada klien melalui bimbingan fisik, psikis, sosial dan latihan ketrampilan. PPT SERUNI dalam menangani korban perkosaan bersifat holistik dalam arti bantuan layanan merupakan suatu paduan multi-disiplin (hukum, medis, psikologis).
8
Proses bimbingan konseling di PPT SERUNI dalam menangani korban perkosaan dengan menggunakan pendekatan motivasi namun juga tidak terlepas dari pembinaan keagamaan. Motivasi adalah sangat penting dalam segala sesuatu termasuk untuk proses penyembuhan. Motivasi merupakan aktualisasi daya dan kekuatan yang ada pada diri klien itu sendiri untuk mendorong, menggerakkan, membangkitkan dan memberikan harapan suatu perubahan, sehingga klien mampu mengatasi masalah-masalah yang di rasakan untuk mencapai kesembuhan. Dengan pendekatan keagamaan ditanamkan syariat-syariat agama agar selalu berada pada fitrah-Nya. Perkosaan yang pada umumnya terjadi pada usia anak-anak dan remaja maka dalam pembahasan ini dikhususkan pada perkosaan terhadap remaja. Remaja yang masih dianggap belum mampu mengendalikan emosinya, mereka memerlukan bantuan orang yang ahli untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapinya, karena perkosaan yang dialaminya mengakibatkan trauma yang luar biasa. Berkenaan dengan ini penulis meneliti bagaimana PPT SERUNI menangani trauma remaja korban perkosaan dan kenapa penulis mengadakan penelitian di PPT SERUNI? PPT adalah lembaga yang dibentuk pemkot Semarang dalam menangani kasus perempuan dan anak korban kekerasan berbasis gender di kota Semarang. Yang menjadi ketertarikan penulis adalah bagaimana pelaksanaan bimbingan konseling Islam dalam menangani trauma remaja korban perkosaan di PPT SERUNI kota Semarang. Sejauh ini penelitian serupa belum pernah dilakukan.
9
Dengan pertimbangan-pertimbangan di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut dengan judul “Bimbingan Konseling Islam dalam Menangani Trauma Remaja Korban Perkosaan di Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) SERUNI Kota Semarang”.
1.2. Perumusan Masalah Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: a. Bagaimanakah pelaksanaan
bimbingan konseling Islam dalam
menangani trauma remaja korban perkosaan di PPT SERUNI Kota Semarang ? b. Apa nilai-nilai dakwah yang terkandung dalam pelaksanaan bimbingan konseling Islam dalam menangani trauma remaja korban perkosaan di PPT SERUNI Kota Semarang ?
1.3.Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: a. Untuk mengetahui dan mendiskripsikan pelaksanaan bimbingan konseling Islam dalam menangani trauma remaja korban perkosaan yang diterapkan di PPT SERUNI Kota Semarang. b. Untuk mengetahui nilai-nilai dakwah dalam pelaksanaan bimbingan konseling Islam dalam menangani trauma remaja korban perkosaan di PPT SERUNI Kota Semarang.
10
1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1. Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan: a. Menambah wawasan, literatur bahan kepustakaan pengetahuan tentang trauma. b. Menambah khasanah keilmuan yang berkaitan dengan bimbingan dan konseling Islam. c. Untuk mengembangkan ilmu dakwah, terutama peranan dakwah. 1.4.2. Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat: a.
Mengembangkan wacana pemikiran dan peningkatan pelayanan bimbingan konseling Islam bagi klien di PPT SERUNI.
b.
Sebagai bahan referensi bagi pembaca pada umumnya dan bagi penulis pada khususnya.
1.5. Tinjauan Pustaka Penelitian tentang bimbingan konseling Islam telah banyak dilakukan, namun berdasarkan eksplorasi yang penulis lakukan belum ditemukan judul yang sama dengan judul penelitian yang penulis lakukan. Meski demikian ada beberapa tinjauan pustaka dan beberapa hasil penelitian yang ada relevansinya dengan penelitian yang penulis lakukan, penelitian tersebut antara lain: 1.5.1. Penelitian dengan judul “Peran Seruni dalam Menangani Istri Korban Kekerasan dalam Rumah Tangga (Perspektif Bimbingan Konseling Islam)”. Penelitian tersebut dilakukan oleh M. Abdul Rokhim (2008).
11
Hasil dari penelitian antara lain bahwa SERUNI dalam menangani istri korban kekerasan dalam rumah tangga memiliki fungsi prefentif, kuratif dan development. SERUNI memiliki peranan penting dalam membantu
menyelesaikan
masalah
keluarga,
karena
dalam
pendampingan yang dilakukan bukan hanya dalam bentuk konseling, tetapi ada pendampingan hukum, pelatihan hak-hak istri dan kampanye kekerasan. Proses konseling menggunakan pendekatan Islam, menanamkan syari’at agama agar selalu berada dijalan fitrahNya. Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang penulis ajukan
adalah
SERUNI
sebagai
obyek
penelitian.
Sedang
perbedaannya adalah penelitian yang penulis ajukan menitik beratkan pada kondisi psikologi remaja yang mengalami trauma perkosaan di PPT SERUNI Kota Semarang. 1.5.2. Penelitian dengan judul: “Penanggulangan Budaya Seks Bebas Pada Remaja Menurut Jefri Al-Bukhori dalam Buku “Sekuntum Mawar Merah” (Analisis Materi dan Metode Bimbingan Konseling Islam)”. Yang dilakukan oleh Fitroh Nur Hidayat (2008). Dia meneliti tentang upaya menanggulangi seks bebas pada remaja menurut Jefri AlBukhori dengan menggunakan metode penelitian kepustakaan. Isinya tentang penanggulangan budaya seks bebas pada remaja menurut Jefri Al-Bukhari bahwa bimbingan konseling dalam menanggulangi budaya seks bebas pada remaja yaitu dengan peran aktif orang tua dalam
12
membiasakan anak bergaul dengan orang baik, orang tua harus memperhatikan serta menciptakan lingkungan rumah tangga yang harmonis, memberi contoh yang baik dengan pengawasan yang bijaksana. Materi yang dianggap perlu disampaikan kepada remaja yaitu tentang pernikahan dan keluarga serta materi-materi keagamaan. Sedangkan metode yang digunakan yaitu metode langsung dan metode tidak langsung. Persamaan penelitian ini dengan penelitian penulis yaitu remaja sebagai subyek penelitian. Sedangkan perbedaannya pada pelaksanaan bimbingan konseling Islam dalam menangani remaja trauma perkosaan di PPT SERUNI kota Semarang. 1.5.3. Penelitian dengan judul: “Materi Bimbingan Konseling Islam dalam Menangani Klien Gangguan Kejiwaan Hamil Tanpa Nikah (Studi Kasus di pilar PKBI kota Semarang)”. Penelitian tersebut dilakukan oleh Tri Rejeki (2009). Meneliti tentang materi bimbingan konseling Islam dengan menggunakan metode observasi, dokumentasi, dan wawancara. Temuan dari penelitian ini adalah kondisi psikologis klien hamil pra nikah di pilar PKBI kota Semarang mengalami gangguan kejiwaan akibat hamil pra nikah dan metode konseling yang diterapkan di pilar PKBI Kota Semarang adalah dengan memberikan bimbingan dengan mnggunakan metode client centered, terapi shalat dan zikir.
13
Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang penulis ajukan adalah adanya pembahasan materi yaitu yang berkaitan dengan gangguan psikologis. Sedangkan perbedaannya adalah penelitian yang penulis ajukan lebih menitik beratkan pada konseling yang di terapkan di PPT SERUNI kota Semarang guna membantu menangani trauma remaja korban perkosaan.
1.6. Metodologi Penelitian Dalam penelitian ini, terdapat sumber data, teknik pengumpulan data, dan metode analisis data, dengan harapan penulisan skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan sebagai karya ilmiah, dengan rincian sebagai berikut: 1.6.1. Metode Pendekatan dan Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, yang pada hakekatnya adalah mengamati orang dalam lingkungan hidupnya, berinteraksi dengan mereka dan berusaha untuk memahaminya. Penelitian kualitatif yaitu penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek penelitian misalnya perilaku, motivasi, tindakan, secara holistik dan dengan deskriptif dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah (Moleong, 2009: 6). Berkaitan dengan judul penelitian ini, maka diperlukan pendekatan yang diharapkan mampu memberi pemahaman yang mendalam dan komprehensif. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
14
pendekatan psikologis, yaitu ilmu yang mempelajari jiwa seseorang melalui gejala perilaku yang dapat diamati (Nata: 2009: 50). Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan psikologi dikarenakan dengan pendekatan ini dapat diketahui perkembangan mental yang dialami oleh individu, dengan pendekatan ini penulis dapat mengetahui bagaimana proses konseling dan permasalahan klien akan terungkap. Pendekatan psikologi dapat kita gunakan untuk mengetahui tingkat keagamaan yang dihayati, dipahami dan diamalkan serta sebagai pendekatan untuk memasukkan agama kedalam jiwa, sehingga korban perkosaan mengerti apa yang akan dilakukannya demi untuk hidup yang bahagia di dunia maupun di akhirat. 1.6.2. Definisi Operasional 1.6.2.1. Pelaksanaan Bimbingan Konseling Islam Bimbingan konseling Islam sangat diperlukan oleh remaja yang menjadi korban perkosaan dalam rangka penyembuhan trauma. Bimbingan konseling Islam membantu menyelesaikan masalah yang dihadapinya dan mengarahkan jalan yang terbaik, yang mengantarkan pada kebahagiaan di dunia dan akhirat dengan menumbuhkan sikap konsisten akan ajaran Islam yang disertai kesehata mental. Dalam mengembalikan kondisi normal remaja trauma perkosaan dapat dilakukan bimbingan konseling Islam dengan cara membantu mengetahui dan memahami keadaan dirinya sesuai dengan hakekatnya atau mengingatkan kembali akan fitrahnya, karena dalam keadaan tertentu individu tidak mengenal atau tidak menyadari dirinya yang sebenarnya. Membantu
15
menerima keadaan dirinya sebagaimana adanya, baik - buruknya, kekuatan kelemahannya sebagai sesuatu yang telah ditetapkan Allah, tetapi juga harus berikhtiar. Atau dapat dikatakan membantu individu tawakal atau berserah diri pada Allah swt. Membantu memahami keadaan (situasi dan kondisi) yang dihadapinya saat ini. Dengan memahami keadaan yang dihadapi dan memahami sumber masalah, individu akan lebih mudah mengatasi masalahnya tersebut. Membantu individu menemukan alternatif pemecahan masalah. Secara Islami, pemecahan masalah yang dianjurkan dalam AlQur’an adalah berlaku sabar, membaca dan memahami Al-Qur’an, serta berzikir atau mengingat Allah SWT. 1.6.2.2. Remaja Trauma Perkosaan Perkosaan merupakan pengalaman yang sangat tidak menyenangkan bagi setiap perempuan. Perkosaan yang dialami oleh remaja berpengaruh sangat serius pada mereka, ketidakmampuan remaja untuk memahami apa yang sebenarnya terjadi dapat memunculkan gangguan yang akan terbawa terus ke masa dewasa. Korban perkosaan di dalam penelitian ini adalah remaja dengan usia 12-18 tahun (SLTP - SLTA). Remaja yang menjadi korban perkosaan mengalami penderitaan psikis yang berkepanjangan karena ancaman dan kekerasan dalam perkosaan membuat mereka trauma. Remaja yang mengalami trauma perkosaan menunjukkan sikap seperti takut, mimpi buruk yang membuat mereka terus waspada, mereka juga menghindari orang-orang, tempat, atau benda-benda yang mengingatkan pada kejadian traumatis dan
16
yang pasti mereka menjadi introvert dan hilang rasa percaya dirinya. 1.6.3. Sumber Data Penelitian Data adalah segala fakta dan angka yang dapat dijadikan bahan untuk menyusun suatu informasi (Arikunto, 2006: 118). Sedangkan sumber data dalam penelitian adalah subyek dimana data dapat diperoleh (Arikunto, 2006: 129). Menurut sumbernya data penelitian dibagi menjadi: 1.6.3.1. Data primer Data primer yaitu data yang diperoleh dari sumber pertama dengan pengambilan data langsung pada subyek sebagai sumber informasi (Azwar, 1998: 91). Sumber data primer dalam penelitian ini adalah konselor atau rohaniawan. Data primer yang di peroleh adalah data tentang pelaksanaan bimbingan konseling Islam dalam menangani trauma remaja korban perkosaan di PPT SERUNI Kota Semarang. 1.6.3.2. Data sekunder Data sekunder yaitu data yang diperoleh lewat pihak lain, tidak langsung dari subyek penelitian (Azwar, 1998: 91). Sumber data sekunder dalam penelitia ini adalah para staff PPT SERUNI, dan sebagai sumber penunjang adalah buku, arsip, dan dokumen resmi yang ada di PPT SERUNI. Sumber data sekunder penulis gunakan untuk mencari data yang kaitannya dengan bimbingan konseling Islam dalam menangani trauma remaja korban perkosaan di PPT SERUNI Kota Semarang.
17
1.6.4. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah: 1.6.4.1. Wawancara Metode wawancara yang digunakan adalah wawancara langsung yaitu data yang diperoleh dengan cara tanya jawab secara lisan dan tatap muka antara pewancara dengan yang diwawancarai (Bachtiar, 1997: 72). Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai memberikan jawaban atas pertanyaan itu (Moleong, 2006: 135). Dalam hal ini yang diwawancarai adalah konselor dan rohaniawan serta staf-staf yang ada di PPT SERUNI. 1.6.4.2. Observasi Metode observasi yang digunakan adalah observasi partisipan yaitu peneliti mengamati apa yang dikerjakan orang, mendengarkan apa yang mereka ucapkan dan berpartisipasi dalam aktivitas mereka secara langsung (Saerozi, 2008: 44). Metode observasi digunakan untuk mengetahui kegiatan / proses pelaksanaan bimbingan konseling Islam kepada remaja, khususnya dalam menangani trauma perkosaan. Metode observasi yang digunakan melalui pencatatan yang dilakukan berurutan menurut waktu munculnya peristiwa untuk memperoleh data tentang situasi dan kondisi, sarana dan prasarana, waktu dan masa konseling, progam atau kegiatan konseling yang dilakukan oleh petugas / konselor PPT SERUNI.
18
1.6.4.3. Dokumentasi Menurut Arikunto (2006: 231) dokumentasi adalah metode mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, lengger, agenda dan sebagainya. Metode ini digunakan untuk mencari dan mengumpulkan data dan informasi tertulis dari informan yang berhubungan dengan masalah penelitian yaitu remaja trauma perkosaan. Data yang diperoleh tersebut untuk memperkuat apa yang terdapat dalam lapangan saat wawancara dan observasi. 1.6.5. Teknik Analisis Data Pendekatan dalam penelitian ini bersifat diskriptif analisis yang merupakan proses pengambilan sebuah penelitian. Dalam penelitian ini maka akan digambarkan bagaimana pelaksanaan bimbingan konseling Islam dalam menangani remaja trauma perkosaan di PPT SERUNI Kota Semarang. Metode analisis data menurut Saerozi (2008: 55) adalah proses pengorganisasian dan mengurutkan data ke dalam kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan pola yang dapat dirumuskan sebagai hipotesa kerja. Adapun metode yang akan digunakan metode analisis kualitatif deskriptif. Analisis kualitatif deskriptif bertujuan untuk menggambarkan secara sistematik bagaimana pelaksanaan bimbingan konseling Islam dalam menangani trauma remaja korban perkosaan di PPT SERUNI Kota Semarang. Analisis data dilakukan secara induktif, yaitu mulai dari lapangan atau fakta empiris dengan cara terjun kelapangan, mempelajari, menganalisis, menafsirkan dan menarik kesimpulan dari fenomena yang ada di lapangan.
19
Analisis data di dalam penelitian kualitatif dilakukan bersamaan dengan proses pengumpulan data.
1.7. Sistematika Skripsi Untuk mempermudah dalam memahami gambaran secara menyeluruh tentang skripsi ini, maka penulis akan memberikan sistematika beserta penjelasan secara garis besar. Bahasan dalam skripsi ini terdiri dari lima bab, yang satu sama lainnya berkaitan erat. Adapun sistematika skripsi sebagai berikut: 1.7.1. Bagian pendahuluan skripsi. Bagian ini terdiri dari halaman judul, nota pembimbing, pengesahan, pernyataan, motto, persembahan, abstraksi, kata pengatar, daftar isi, daftar tabel, dan daftar gambar. 1.7.2. Bagian isi skripsi. Bagian ini terdiri dari 5 bab, yaitu: Bab 1: Merupakan pendahuluan yang berisi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metodologi
penelitian dan sistematika
penulisan skripsi. Bab 2: Landasan teori. Pada bab kedua ini terdiri dari empat sub bab, yaitu: A. Bimbingan konseling Islam, yang meliputi: pengertian bimbingan dan konseling Islam, landasan dan asas bimbingan
20
konseling Islam, tujuan dan fungsi bimbingan konseling Islam. B. Remaja, yang meliputi pengertian remaja dan perkembangan remaja. C. Pengertian Trauma Perkosaan, yang meliputi: pengertian perkosaan, dampak dari perkosaan, pengertian trauma, dan gejala-gejala trauma. D. Bimbingan konseling Islam dalam menangani trauma remaja korban perkosaan. Yang meliputi: pelaksanaan bimbingan konseling Islam, metode bimbingan konseling Islam dan materi bimbingan konseling Islam. Bab 3: Gambaran umum obyek penelitian. Pada bab ini meliputi dua sub bab, yaitu: A. Pada sub bab pertama menggambarkan kondisi obyektif PPT SERUNI yang meliputi latar belakang pendirian PPT SERUNI, visi misi, macam dan jenis pelayanan, tujuan pelayanan, prinsip pelayanan, struktur organisasi, data kasus yang ditangani PPT SERUNI, metode penanganan kasus perkosaan di PPT SERUNI dan sumber pendanaan oprasional PPT SERUNI. B. Pada sub bab kedua berisi tentang diskripsi pelaksanaan bimbingan konseling Islam dalam menangani trauma remaja korban perkosaan di PPT SERUNI yang meliputi proses
21
pelaksanaan bimbingan konseling Islam di PPT SERUNI, metode bimbingan konseling Islam di PPT SERUNI, dan materi bimbingan konseling Islam di PPT SERUNI. Bab 4: Analisis. Bab ini berisi dua sub bab yaitu: A. Pada sub bab pertama menganalisis pelaksanaan bimbingan konseling Islam dalam menangani trauma remaja korban perkosaan di PPT SERUNI Kota Semarang. B. Pada sub bab ke dua, manganalisis nilai-nilai dakwah dalam pelaksanaan bimbingan konseling Islam dalam menangani trauma remaja korban perkosaan di PPT SERUNI Kota Semarang. Bab 5: Penutup. Bab ini merupakan rangkaian terakhir dari penulisan skripsi, yang meliputi kesimpulan, yang berisi jawaban dari pokok permasalahan, saran-saran sebagai rekomendasi peneliti kepada PPT SERUNI dan semua pihak yang terkait, dan kata penutup. 1.7.3. Bagian akhir skripsi. Terdiri dari daftar pustaka, lampiran-lampiran dan biodata penulis sebagai bagian akhir dari skripsi yang akan dibuat.
BAB II BIMBINGAN KONSELING ISLAM, REMAJA, DAN TRAUMA PERKOSAAN
2.1. Bimbingan Konseling Islam 2.1.1. Pengertian Bimbingan dan Konseling Islam Bimbingan konseling Islam pada dasarnya berangkat dari konsep bimbingan dan konseling. Sehingga untuk memahami bimbingan dan konseling Islam harus mengetahui pengertian bimbingan dan konseling. Bimbingan dan konseling merupakan alih bahasa dari istilah Inggris guidance dan counseling. Dalam kamus bahasa Inggris kata guidance berarti: pimpinan, bimbingan, pedoman, petunjuk. Sedangkan kata counseling berarti: pemberian nasihat, perembukan, penyuluhan (Echols dan Shadily, 1992: 150 dan 283). Menurut Walgito (2005: 5) bimbingan adalah bantuan atau pertolongan yang diberikan kepada individu atau sekumpulan individu dalam menghindari atau mengatasi kesulitan-kesulitan di dalam kehidupannya, agar individu atau sekumpulan individu itu dapat mencapai kesejahteraan hidupnya. Ahli lain mengatakan bahwa bimbingan adalah bantuan yang diberikan kepada seseorang agar berkembang potensi - potensi yang dimiliki di dalam dirinya sendiri dalam mengatasi persoalan - persoalan, sehingga dapat menentuka sendiri hidupnya secara bertanggung jawab tanpa harus
22
23
bergantung kepada orang lain (Gunarsa, 2007: 12). Seperti yang dikutip oleh Winkel (2006: 29) dari pendapat Rochman Natawidjaja, bahwa bimbingan adalah proses pemberian bantuan kepada individu yang dilakukan secara berkesinambungan, supaya individu tersebut dapat memahami dirinya, sehingga ia sanggup mengarahkan diri dan dapat bertindak wajar, sesuai dengan tuntunan dan keadaan keluarga serta masyarakat. Dengan memperhatikan rumusan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa bimbingan merupakan pemberian bantuan yang diberikan kepada individu atau kelompok dalam mengatasi berbagai kesulitan di dalam kehidupannya secara mandiri, dengan tujuan agar individu atau kelompok itu dapat mencapai kesejahteraan hidupnya. Dalam berbagai literatur, bimbingan diuraikan bersamaan dengan konseling dalam bermacam - macam pengertian. Secara etimologis, istilah konseling berasal dari bahasa latin yaitu “consilium” yang berarti “dengan” atau “bersama” yang dirangkai dengan “menerima” atau “memahami”. Sedangkan dalam bahasa Anglo-Saxon, istilah konseling berasal dari “sellan” yang berarti “menyerahkan” atau “menyampaikan” (Prayitno dan Amti, 1999: 99). Dari pengertian tersebut konseling dapat diartikan sebagai proses pemberian bantuan yang dilakukan melalui wawancara konseling oleh seorang ahli (disebut konselor) kepada individu yang sedang mengalami sesuatu masalah (disebut klien) yang bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi klien (Priyatno dan Amti, 1999: 105).
24
Menurut Mappiare (1996: 1) konseling (counseling), kadang disebut penyuluhan karena keduanya merupakan bentuk bantuan. Ia merupakan suatu proses pelayanan yang melibatkan kemampuan profesional pada pemberi layanan. Ia sekurang - kurangnya melibatkan pula orang kedua, penerima layanan, yaitu orang yang sebelumnya merasa ataupun nyata - nyata tidak dapat berbuat banyak dan setelah mendapat layanan menjadi dapat melakukan sesuatu. Dengan demikian, konseling adalah suatu proses pemberian bantuan kepada individu yang sedang mengalami konflik, hambatan, dan kesulitan dalam kehidupannya dengan cara yang sesuai dengan keadaan yang dihadapi individu supaya individu tersebut dapat mengatasi permasalahanya. Mengenai hubungan antara bimbingan dan konseling terdapat banyak pandangan, salah satunya memandang konseling sebagai teknik bimbingan, sebagaimana dikemukakan oleh Arthur J. Jones yang dikutip oleh Walgito (2005: 7), bahwa konseling sebagai salah satu teknik dari bimbingan, sehingga dengan pandangan ini maka pengertian bimbingan adalah lebih luas dibandingkan dengan pengertian konseling, dan konseling merupakan bagian dari bimbingan. Pendapat lain menyatakan, bimbingan memusatkan diri pada pencegahan munculnya masalah, sementara konseling memusatkan diri pada pencegahan masalah yang dihadapi individu. Dalam pengertian lain, bimbingan sifat atau fungsinya preventif, sementara konseling bersifat kuratif atau korektif. Dengan demikian bimbingan dan konseling berhadapan dengan
25
obyek garapan yang sama, yaitu problem atau masalah. Perbedaannya terletak pada titik berat perhatian dan perlakuan terhadap masalah tersebut (Faqih, 2001: 2). Dalam penelitian ini, bimbingan dan konseling yang dimaksud adalah yang Islami. Islam adalah agama yang diturunkan Allah SWT untuk menjadi petunjuk dan pengarah manusia hingga mereka dapat keluar dari kegelapan kekafiran dan kebodohan menuju cahaya Islam. Pemikiran Islam, baik yang tampak pada sumber aslinya (Al-Qur‟an dan Sunnah) maupun pada sumber lainnya,
banyak
menyinggung
masalah
bimbingan
dan
konseling
(pengarahan) atas diri manusia. Berdasarkan uraian diatas, maka bimbingan Islam adalah proses pemberian bantuan terhadap individu agar mampu hidup selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah sehingga dapat mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat (Faqih, 2001: 4). Sedangkan konseling Islam adalah suatu aktifitas memberikan bimbingan, pelajaran dan pedoman kepada individu yang meminta bimbingan (klien) dalam hal bagaimana seharusnya seorang klien dapat mengembangkan potensi akal fikirannya, kejiwaannya, keimanan dan keyakinan serta dapat menanggulangi problematika hidup dan kehidupannya dengan baik dan benar secara mandiri yang berparadigma kepada Al-Qur'an dan As-Sunnah Rasulullah SAW (Adz-Dzaky, 2004: 189). Dengan demikian bimbingan konseling Islam adalah suatu aktifitas dalam membina dan menumbuhkan sikap konsisten akan ajaran Islam disertai dengan kesehatan mental. Selain itu, bimbingan konseling Islam adalah
26
konsep yang mampu mengarahkan manusia menuju jalan yang terbaik, yang mengantarkan pada kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Bimbingan konseling Islam sangat diperlukan oleh remaja yang menjadi korban perkosaan dalam rangka penyembuhan trauma. Bimbingan konseling Islam membantu menyelesaikan masalah yang dihadapinya dan mengarahkan
kepada
pembebasan
dan
pelepasan
segala
ketakutan,
kecemasan serta kegelisahannya. 2.1.2. Landasan dan Azas Bimbingan Konseling Islam Yang menjadi landasan utama bimbingan dan konseling Islam adalah Al-Qur'an dan Sunnah Rasul. Sebab keduanya merupakan sumber pedoman kehidupan umat Islam. Sebagaimana firman Allah SWT:
Artinya: Al Quran ini adalah pedoman bagi manusia, petunjuk dan rahmat bagi kaum yang meyakini (Depag, 2007: Q.S. Al-Jatsiyah: 20) Rasulullah bersabda:
عه اوس ابه مانك اوه سمع عمز انغد حيه با يع انمسهمىن ابابكز واستىا عهً مىيز رسىل اهلل صهً اهلل عهيه وسهم تشهد قبم ابً بكز فقال اما بعد فا ختا راهلل نزسىنه صهً اهلل عهيه وسهم انذي عهً انذي عىدكم وهذانكتاب انذي هدي اهلل به رسىنكم فخذ وبه تهتدواواوماهدي اهلل به رسى نه Dari Anas bin Malik, sesungguhnya dia pernah mendengar Umar pada pagi itu, ketika orang-orang Islam membaiat Abu Bakar, dan Umar berada di atas mimbar Rasulullah saw, meminta kesaksian sebelum Abu Bakar. Umar lantas berkata: “ seterusnya (Ama Ba‟du), maka Allah swt telah memilih untuk Rasul-Nya saw sesuatu yang ada pada dirinya atas sesuatu yang ada pada diri kalian. Ini adalah kitab yang dengannya Allah swt telah menunjukkan Rasul kalian. Maka
27
pegangilah ia tentu kalian akan mendapat petunjuk. Dan sejatinya dengannya Allah swt menunjukkan Rasul-Nya (Terjemahan Shahih Bukhari, 1993: 373) Landasan operasional bimbingan konseling Islam adalah terdapat dalam Al-Qur‟an surat An-Nahl ayat 125:
Artinya: serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orangorang yang mendapat petunjuk (Depag, 2007: QS. An-Nahl: 125) Ayat diatas menjelaskan bahwa adanya pijakan tentang bagaimana proses konseling itu agar dapat berlangsung baik dan ayat tersebut berisi tentang teori atau metode dalam membimbing, mengarahkan dan mendidik menuju kepada perbaikan, perubahan, dan pengembangan yang positif dan membahagiakan (Adz-Dzaky, 2004:191). Al-Qur‟an dan Al-Hadits merupakan landasan naqliyah. Adapun landasan lain yang sifatnya aqliyah yaitu filsafat dan ilmu, dalam hal ini filsafat Islam dan ilmu atau landasan ilmiah yang sejalan dengan ajaran Islam. Landasan filosofis Islam yang penting artinya bagi bimbingan konseling Islam antara lain: falsafah tentang dunia manusia (citra manusia), falsafah tentang dunia dan kehidupan, falsafah tentang pernikahan dan keluarga, falsafah tentang pendidikan, falsafah tentang masyarakat dan hidup kemasyarakatan, falsafah tentang upaya mencari nafkah atau falsafah kerja.
28
Sedangkan ilmu-ilmu yang membantu dan dijadikan landasan gerak operasional bimbingan konseling Islam itu antara lain: 1. Ilmu jiwa (psikologi) 2. Ilmu hukum Islam (syari‟ah) 3. Ilmu kemasyarakatan (sosiologi, antropologi sosial dan sebagainya) (Faqih, 2001: 5-6) Dari uraian diatas, Al-Qur'an dan Hadits merupakan basis utama dalam gerak langkah bimbingan dan konseling Islam. Adapun asas-asas atau prinsip - prinsip bimbingan konseling Islam terdiri dari: a.
Azas tauhid rububiyyah dan uluhiyyah. Artinya konselor dalam membantu klien hendaknya mampu membangkitkan potensi iman klien, dan harus dihindari mendorong klien kearah kemusyrikan.
b.
Azas penyerahan diri, tunduk dan tawakal kepada Allah SWT. Artinya dalam layanan bimbingan hendaknya menyadarkan klien bahwa disamping berusaha maksimal disertai dengan do‟a, serta menyerahkan hasil sepenuhnya kepada Allah SWT.
c.
Azas syukur. Artinya dalam layanan bimbingan hendaknya diingat bahwa kesuksesan usaha adalah atas pertolongan dan izin Allah, oleh sebab itu konselor dan klien harus bersyukur atas sukses yang dicapainya.
d.
Azas
sabar.
Artinya
pembimbing
bersama-sama
klien
dalam
melaksanakan upaya perbaikan atau pengembagan diri harus sabar dalam
29
melaksanakan tuntunan Allah dan menunggu hasilnya sesuai izin Allah SWT. e.
Azas hidayah Allah SWT. Artinya kesuksesan dalam membimbing pada dasarnya tidak sepenuhnya hasil upanya pembimbing, tetapi ada sebagian yang masih tergantung pada hidayah Allah SWT.
f.
Azas zikrullah. Artinya guna memelihara hasil bimbingan agar lebih istiqamah, sebaiknya klien banyak berzikir kepada Allah baik dalam hati, ucapan dan perbuatan (Sutoyo, 2007: 22-23). Dalam membantu remaja korban perkosaan berlandaskan pada Al-
Quran dan Sunnah Rasul sebagai rujukan utama karena Alquran adalah sumber bimbingan, nasehat, dan obat untuk menanggulangi permasalahanpermasalahan. Prinsip dalam membantu remaja korban perkosaan adalah lillahita‟ala, yang maksudnya yaitu mengembalikan semua permasalahan kepada Allah yang disertai dengan sikap tawakal dan syukur pada Allah SWT. 2.1.3. Tujuan dan Fungsi Bimbingan Konseling Islam Tujuan bimbingan dirumuskan oleh Gunarsa (2007: 23), yaitu membantu pertumbuhan dan dalam situasi sesat, membantu seseorang agar bisa berfungsi untuk menyesuaikan diri dengan peran yang tepat. Gunarsa (2007: 24-26) juga mengutip perkataan George dan Cristiani, tujuan utama konseling adalah: 1. Menyediakan fasilitas untuk perubahan perilaku. 2. Meningkatkan ketrampilan untuk menghadapi sesuatu.
30
3. Meningkatkan kemampuan dan menentukan keputusan. 4. Meningkatkan dalam hubungan antar perorangan. 5. Menyediakan fasilitas untuk mengembangkan kemampuan klien. Sedangkan menurut Walgito (2005: 7) tujuan proses konseling adalah pemecahan masalah yang dihadapi oleh klien dengan kemampuannya sendiri. Jadi, Tujuan pokok dari kegiatan bimbingan konseling Islam adalah pemberian bantuan kepada individu agar mampu memecahkan kesulitan yang dialami dengan menggunakan kemampuannya sendiri atas dorongan dari kemauan dan ketakwaan kepada Tuhan (Arifin, 1997: 43). Secara umum tujuan bimbingan konseling Islam adalah membantu individu mewujudkan dirinya sebagai manusia seutuhnya (insan kamil) agar mencapai kebahagian dunia dan akhirat. Secara khusus adalah membantu individu atau kelompok sebagai Mursyad bih (klien) keluar dari masail (masalah-masalah yang dihadapi), sehinga memiliki kemampuan untuk mengembangkan diri, memahami diri, menerima serta mengerahkan diri ke arah yang optimal (Arifin, 1997: 2). Seperti juga pendapat Adz-Dzaky (2004: 221), bahwa tujuan umum bimbingan konseling Islam itu dapat dirumuskan sebagai membantu individu mewujudkan dirinya sebagai manusia seutuhnya agar mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Sedangkan tujuan khususnya yaitu: 1. Untuk menghasilkan suatu perubahan, perbaikan, kesehatan dan kebersihan jiwa dan mental. Jiwa menjadi tenang, jinak dan damai
31
(muthmainnah), bersikap lapang dada (radhiyah) dan mendapatkan pencerahan taufik dan hidayah (mardhiyah). 2. Untuk menghasilkan suatu perubahan, perbaikan dan kesopanan tingkah laku yang dapat memberikan manfaat baik pada diri sendiri, lingkungan keluarga, lingkungan kerja, maupun lingkungan sosial dan alam sekitarnya. 3. Untuk menghasilkan kecerdasan rasa (emosi) pada individu sehingga muncul dan berkembang rasa toleransi, kesetiakawanan, tolongmenolong dan rasa kasih sayang. 4. Untuk menghasilkan kecerdasan spiritual pada diri individu sehingga muncul dan berkembang rasa keinginan untuk berbuat taat kepada Tuhan-Nya, ketulusan mematuhi segala perintah-Nya serta ketabahan menerima ujian-Nya. 5. Untuk menghasilkan potensi Illahiyah, sehingga dengan potensi itu individu dapat melakukan tugasnya sebagai khalifah dengan baik dan benar, ia dapat dengan baik menanggulangi berbagai persoalan hidup, dan dapat memberikan manfaat dan keselamatan bagi lingkungannya pada berbagai aspek kehidupan. Melihat pentingnya bimbingan dan konseling Islam, maka tujuanya dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu tujuan khusus dan tujuan umum. Tujuan umum bimbingan konseling Islam adalah untuk membantu individu mewujudkan dirinya menjadi manusia seutuhnya agar mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat. Tujuan khusus bimbingan konseling Islam
32
adalah untuk membantu agar tidak menghadapi masalah, membantu individu mengatasi masalah yang sedang dihadapi dan membantu individu memelihara dan mengembangkan situasi dan kondisi yang baik atau yang telah baik agar tetap baik atau lebih baik, sehingga tidak akan menjadi sumber masalah bagi dirinya dan orang lain (Faqih, 2001: 36-37). Melihat tujuan di atas, maka bimbingan dan konseling Islam memiliki orientasi dunia dan akhirat. Dengan bimbingan konseling Islam diharapkan remaja korban perkosaan kembali percaya diri, dapat konsisten dalam menjalankan perintah Allah yang disertai dengan kesehatan jiwa. Dari tujuan bimbingan konseling Islam tersebut, dapat dirumuskan fungsi (kelompok tugas atau kegiatan sejenis) bimbingan dan konseling Islam yaitu sebagai berikut: 1. Fungsi Preventif Fungsi preventif atau pencegahan dalam Konseling Islam diharapkan dapat menghasilkan atau terhindarnya klien dari berbagai permasalahan yang mungkin timbul yang dapat mengganggu, menghambat, atau menimbulkan kesulitan dan kerugian-kerugian tertentu dalam proses perkembangan yang sedang atau sudah dialami oleh klien (Hallen, 2002: 60). Adapun usaha yang dapat ditempuh dalam fungsi preventif ini di antaranya melalui bimbingan dan penyuluhan tentang perlindungan diri, sehingga remaja yang belum mengalami atau menjadi korban dapat mengantisipasi adanya kejahatan perkosaan. Program pencegahan ini dikembangkan melalui
33
sikap positif dan tanggung jawab terhadap diri sendiri, keluarga, hidup dan kehidupan, keterampilan hidup serta kemampuan pemecahan masalah. 2. Fungsi Kuratif Fungsi kuratif ini untuk membantu individu memecahkan masalah yang sedang dihadapi atau dialaminya, baik secara sifat maupun bentuknya (Faqih, 2001 : 6). Langkah dalam fungsi kuratif ini adalah memotivasi korban perkosaan dengan mengatasi rasa takut yang menciptakan tekanan, kepanikan, tidak ada kepercayaan diri, dan kecemasan dengan cara membangun rasa percaya diri sehingga individu percaya pada diri sendiri serta menumbuhkan pikiran positif agar mendominasi pikiran si korban bahwa dirinya berharga, dirinya kuat, dan merasa aman, bisa menangani semua rintangan yang menghadang untuk menuju penyembuhan diri, dan tahu masa depan pasti akan memberi kesempatan. 3. Fungsi Development Fungsi development atau pengembangan adalah membantu individu memelihara dan mengembangkan situasi dan kondisi yang telah baik agar tetap baik atau menjadi lebih baik, sehingga tidak memungkinkan menjadi sebab munculnya masalah bagi klien (Faqih, 2001: 37). Dengan fungsi ini, klien yang sudah sembuh atau baru dalam tahap penyembuhan dapat mengembangkan diri dari gangguan traumatis, atau paling tidak klien tidak lebih parah kondisinya dalam
34
gangguan traumatis. Hal ini bisa dilakukan dengan jalan mengajak klien berpikir lebih dalam berbusana, atau dengan jalan menyarankan pada diri klien supaya tidak terpengaruh dan tidak mudah percaya kepada orang lain. Sedangkan fungsi bimbingan konseling secara umum adalah sebagai fasilitator dan motivator dalam upaya mengatasi dan mencegah problema kehidupan klien dengan kemampuan yang ada pada dirinya sendiri. Fungsi ini dijabarkan: Tugas kegiatan bersifat preventif (pencegahan) terhadap acaman gangguan mental, spiritual dan environment (lingkungan) yang menghambat, mengancam atau yang menentanng proses perkembangan hidup klien, juga dijabarkan dalam kegiatan pelayanan yang bersifat represif (kuratif atau penyembuhan) terhadap segala bentuk penyakit mental spiritual atau fisikal client degan cara melakukan referral (pelimpahan) kepada para ahlinya, misalnya ahli kedokteran jiwa (psychiater), ahli jiwa (psycholog) atau ahli kedokteran umum (dokter kesehatan), ahli psychotherapy dan sebagainya (Arifin, 1997: 23) Dari pengertian di atas dapat disimpulkan, bahwa bimbingan dan konseling Islam mempunyai fungsi untuk membantu individu dalam menghadapi masalah, keluar dari masalah dan tidak menimbulkan masalah yang baru. Dengan kata lain, mampu membantu remaja korban perkosaan mengatasi masalahnya dan menemukan pola hidup yang baru yang lebih baik, yaitu dengan pola orientasi kehidupan dunia dan akhirat.
35
2.2. Remaja 2.2.1. Pengertian Remaja Secara etimologi, remaja dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti mulai dewasa, sudah sampai umur untuk kawin (Depdiknas, 2002: 944). Istilah asing yang sering dipakai untuk menunjukkan masa remaja, antara lain: puberteit, adolescentia dan youth. Dalam bahasa Indonesia sering dikatakan dengan pubertas atau remaja. Dalam berbagai macam kepustakaan istilah - istilah tersebut tidak selalu sama uraiannya. Apabila melihat asal kata istilah-istilah tadi, maka akan diperoleh: a. Puberty (Inggris) atau puberteit (Belanda) berasal dari bahasa Latin: pubertas. Pubertas berarti kelaki-lakian, kedewasaan yang dilandasi oleh, sifat dan tanda-tanda kelaki-lakian. b. Adolescentia berasal dari kata Latin: adulescentia. Dengan adulescentia dimaksudkan masa muda, yakni antara 17 dan 30 tahun (Gunarsa, 2007: 4). Secara terminologi, para ahli merumuskan masa remaja dalam pandangan dan tekanan yang berbeda, di antaranya: 1. Menurut Papalia (2004: 387), remaja (adolescence) dinyatakan sebagai: “developmental transition between childhood and adulthood entailing major physical, cognitive, and psychosocial changes”. 2. Menurut Shertzer and Stone (1971: 2), menyatakan “ the adolescence as used in this context reveres to the transitional periode between childhood and maturity. It is also used to denote the phsical, psychological, and social development that take place”.
36
3. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO (World Health Organization) remaja adalah suatu masa ketika: (a) individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual; (b) individu mengalami perkembangan psikologik dan pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa; (c) terjadi peralihan dari ketergantungan social ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relatif lebih mandiri (Sarwono, 2005: 9). 4. Menurut Piaget yang dikutip oleh Ali moh dan Moh Asrori (2009: 9), yang mengatakan bahwa secara psikologis, remaja adalah suatu usia dimana individu menjadi terintegrsi ke dalam masyarakat dewasa, suatu usia di mana anak tidak merasa bahwa dirinya berada dibawah tingkat orang yang lebih tua melainkan merasa sama atau sejajar. 5. Menurut Rofiq (2005: 57), masa remaja adalah masa Time Transition (perpidahan) dari masa anak ke masa dewasa. Periode ini oleh para ahli psikologi digambarkan sebagai periode yang penuh dengan tekanan dan ketegangan (stress and strain), karena pertumbuhan kematangannya baru hanya pada aspek fisik sedang psikologisnya masih belum matang. Dalam Islam, masa remaja berarti mulainya masa akil baligh. Keadaan fisik, kognitif, dan psikososial remaja berbeda dengan keadaan pada tahap perkembangan lain. Karena sudah baligh, mereka menanggung kewajiban beribadah wajib. Kewajiban menunaikan ibadah ini ditunjang oleh perubahan raga yang makin menguat dan besar, sekresi hormon baru, dan perubahan taraf berfikir mereka. Namun kematangan organ internal tubuh mereka tidak
37
serta merta membuat mereka lebih matang perasaan dan pemikirannya (Mahfiana, 2009: 13). Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa dari segi psikologis, remaja berada dalam masa peralihan dari masa anak-anak menuju dewasa. Mereka dalam masa kematangan fisik namun secara psikis meraka masih belum matang. Sehingga mereka memerlukan orang lain dalam membentuk jati diri mereka atas tujuan hidup mereka. 2.2.2. Perkembangan Remaja Perkembangan dapat diartikan sebagai the progressive and continuous change in the organism from birth to death (suatu perubahan yang progresif dan kontinu dalam diri individu dari mulai lahir sampai mati). Perkembangan dapat juga diartikan sebagai perubahan-perubahan yang dialami oleh individu atau organisme menuju tingkat kedewasaannya dan kematangannya (maturation) yang berlangsung secara sistematis (saling kebergantungan atau saling mempengaruhi antara bagian-bagian organism dan merupakan suatu kesatuan yang utuh), progresif (bersifat maju, meningkat dan mendalam baik secara kuantitatif maupun kualitatif) dan berkesinambungan (secara beraturan, berurutan, bukan secara kebetulan) menyangkut fisik maupun psikis (Hartati, 2005: 13). Perkembangan berkaitan erat dengan pertumbuhan. Dengan adanya pertumbuhan maka pada saatnya anak akan mencapai kematangan. Perbedaan antara pertumbuhan dengan kematangan adalah pertumbuhan menunjukan perubahan biologis yang bersifat kuantitatif sedangkan kematangan
38
menunjukan perubahan yang bersifat kualitatif. Pertumbuhan dan kematangan merupakan proses yang saling berkaitan dan keduanya merupakan perubahan yang berasal dari dalam diri anak (Ali M, 2009: 11). Untuk mendapatkan gambaran pertumbuhan manusia dari masa kanak-kanak hingga remaja, Sujanto (1996: 1) membagi tahapan sebagai berikut: Pertama, masa Kanak-kanak, yaitu sejak lahir sampai 5 tahun Kedua, masa Anak, yaitu umur 6 sampai 12 tahun Ketiga, masa Pubertas, yaitu umur 13 tahun sampai kurang lebih 18 tahun bagi anak putri dan sampai umur 22 tahun bagi anak putra Keempat, masa Adolesen, sebagai masa transisi ke masa dewasa. Menurut Mappiare (1982: 24–25) sebagaimana mengutip Elizabeth B.Hurlock bahwa jika dibagi berdasarkan bentuk-bentuk perkembangan dan pola-pola perilaku yang nampak khas bagi usia-usia tertentu, maka rentangan kehidupan terdiri atas sebelas masa yaitu: masa Prenatal: Saat konsepsi sampai lahir. Masa neonatal: Lahir sampai akhir minggu kedua setelah lahir. Masa bayi: Akhir minggu kedua sampai akhir tahun kedua. Masa kanakkanak awal: Dua tahun sampai enam tahun. Masa kanak-kanak akhir: Enam tahun sampai sepuluh atau sebelas tahun. Pubertas / preadolescence: Sepuluh atau dua belas tahun sampai tiga belas atau empat belas tahun. Masa remaja awal: Tiga belas atau empat belas tahun sampai tujuh belas tahun. Masa remaja akhir: Tujuh belas tahun sampai dua puluh satu tahun. Masa dewasa awal: Dua puluh satu tahun sampai empat puluh tahun. Masa setengah baya:
39
Empat puluh sampai enam puluh tahun. Masa tua: Enam puluh tahun sampai meninggal dunia. Dalam pembagian usia menurut Sujanto dan Hurlock di atas, terlihat jelas rentangan usia remaja antara 13-21 tahun; yang dibagi pula dalam masa remaja awal usia 13/14 tahun sampai 17 tahun, dan remaja akhir 17 tahun sampai 21 tahun. Y. Byl yang dikutip Ahmadi (2004: 47) membagi fase anak sebagai berikut: Fase bayi 0,0 - 0,2. Fase tetek 0,2 - 1,0. Fase pencoba 1,0 4,0. Fase menentang 2,0 - 4,0. Fase bermain 4,0 - 7,0. Fase sekolah 7,0 - 12,0. Fase pueral 11,0 - 14,0. Fase pubertas 15,0 - 18,0. Menurut Sarlito Wirawan Sarwono, ada 3 tahap perkembangan remaja: 1. Remaja awal (early adolescence). Seorang remaja pada tahap ini masih terheran-heran akan perubahan-perubahan yang terjadi pada tubuhnya sendiri dan dorongan-dorongan yang menyertai perubahan-perubahan itu. Mereka mengembangkan pikiran-pikiran baru, cepat tertarik pada lawan jenis dan mudah terangsang secara erotis. Dengan dipegang bahunya saja oleh lawan jenis, ia sudah berfantasi erotik. Kepekaan yang berlebihlebihan ini ditambah dengan berkurangnya kendali terhadap "ego" menyebabkan para remaja awal ini sulit mengerti dan dimengerti orang dewasa. 2. Remaja madya (middle adolescence). Pada tahap ini remaja sangat membutuhkan kawan-kawan. Ia senang kalau banyak teman yang menyukainya. Ada kecenderungan "narcistic", yaitu mencintai diri sendiri,
40
dengan menyukai teman-teman yang punya sifat-sifat yang sama dengan dirinya. Selain itu ia berada dalam kondisi kebingungan karena ia tidak tahu harus memilih yang mana: peka atau tidak peduli, ramai-ramai atau sendiri, optimis atau pesimis, idealis atau materialis dan sebagainya. Remaja pria harus membebaskan diri dari oedipoes complex (perasaan cinta pada ibu sendiri pada masa kanak-kanak) dengan mempererat hubungan dengan kawankawan dari lain jenis. 3. Remaja akhir (late adolescence). Tahap ini adalah masa konsolidasi menuju periode dewasa dan ditandai dengan pencapaian 5 hal, yaitu: a. Minat yang makin mantap terhadap fungsi-fungsi intelek. b. Egonya mencari kesempatan untuk bersatu dengan orang-orang lain dan dalam pengalaman-pengalaman baru. c. Terbentuk identitas seksual yang tidak akan berubah lagi. d. Egosentrisme (terlalu memusatkan perhatian pada diri sendiri) diganti dengan keseimbangan antara kepentingan diri sendiri dengan orang lain. e. Tumbuh "dinding" yang memisahkan diri pribadinya (private self) dan masyarakat umum (the public) (Sarwono, 2003: 24-25). Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa secara teoritis dan empiris dari segi psikologis, rentangan usia remaja berada dalam usia 12 tahun sampai 21 tahun bagi wanita, dan 13 tahun sampai 22 tahun bagi pria. Jika dibagi atas remaja awal dan remaja akhir, maka remaja
41
awal berada dalam usia 12/13 tahun sampai 17/18 tahun, dan remaja dalam usia akhir dalam rentangan usia 17/18 tahun sampai 21/22 tahun.
2.3. Trauma Perkosaan 2.3.1. Pengertian Trauma Trauma psikologi atau biasa disebut PTSD (Post Traumatic Stress Disorder) menurut Reenberg (2006: 49) adalah suatu kondisi yang dialami seseorang yang pernah mengalami kejadian fisik atau psikologis yang extrim yang dianggap sebagai kesedihan utama. Dalam kamus psikologi, trauma adalah pengalaman yang tiba-tiba, mengejutkan yang meninggalkan kesan yang mendalam pada jiwa seseorang sehingga dapat merusak fisik maupun psikologis (Sudarsono, 1997: 231). Menurut ahli lain, trauma merupakan reaksi fisik dan psikis yang bersifat stres buruk akibat suatu peristiwa, kejadian atau pengalaman spontanitas atau mendadak (tiba-tiba) yang membuat individu terkejut, kaget, menegangkan, shock, tidak sadarkan diri, dan sebagainya yang tidak mudah hilang begitu saja dalam ingatan manusia. Sedangkan James Drever mengatakan trauma adalah setiap luka, kesakitan atau shock yang terjadi pada fisik dan mental individu yang berakibat timbulnya gangguan yang serius. Menurut Sarwono, trauma adalah sebagai pengalaman yang tiba-tiba, mengejutkan, dan meninggalkan bekas (kesan) yang mendalam pada jiwa seseorang yang mengalaminya (http:safwankita.wordpress.com 2010/10/31/ trauma-deteksi-diri-penanganan-awal-di-realitas-sosial//).
42
Dari pendapat-pendapat yang berbeda ini, dapat dikatakan bahwa trauma merupakan suatu kondisi yang tidak menyenangkan atau buruk yang datang secara spontanitas (tiba-tiba) yang mempengaruhi kehidupan individu dan mengganggu kejiwaan individu sehingga membuat individu tidak dapat mengendalikan dirinya. Hidup mereka juga tidak lagi normal seperti biasanya, mereka tidak sepenuhnya lepas dari pengalaman traumatis. 2.3.2. Gejala-gejala Trauma Seseorang mengembangkan trauma adalah akibat respon terhadap sebuah kejadian yang mengerikan, baik yang dialami sendiri atau dialami orang lain yang disaksikan. Tidak semua orang yang mendapat pengalaman traumatis akan mengembangkan trauma. Karena masing-masing orang memiliki daya tahan yang berbeda-beda. Beberapa orang mengalami gejala trauma segera setelah pengalaman buruk itu terjadi. Sementera yang lainnya ada yang baru mengalaminya setelah beberapa bulan dan bahkan beberapa tahun. Ada yang cepat kembali ke keadaan normal, mengalaminya sekali-kali, dan ada juga yang menderita karenanya selama bertahun-tahun (Christian, 2005: 59). Seseorang
yang
mendapat
pengalaman
traumatis
akan
memperlihatkan beberapa gejala dan kombinasinya seperti: 1. Memutar kembali peristiwa traumatis; seseorang yang mengalami trauma sering merasa peristiwanya terulang kembali. Hal ini disebut flashback, atau menghidupkan kembali peristiwa. Gejala ini sering
43
menyebabkan seseorang kehilangan ”saat sekarang” dan bereaksi seolah-olah mereka mengalaminya seperti awal trauma terjadi. 2. Penghindaran; seseorang yang mengalami trauma berusaha untuk menghindari segala sesuatu yang mengingatkan mereka kembali pada kejadian traumatis. Mereka mungkin akan menghindari orang-orang, tempat, benda-benda yang mengingatkan termasuk juga bersikap dingin untuk menghindari rasa sakit, perasaan yang berlebihan. Membekukan pikiran dan perasaan disebut juga ”disasociation” dan merupakan karakteristik trauma. 3. Pelampiasan;
seseorang
yang
menderitaan
trauma
kadang
mengkonsumsi obat-obatan penenang atau alkohol atau rokok untuk menghindari ingatan-ingatan dan perasaan yang berhubunga dengan trauma (http://www.hipnoterapi.asia/trauma.htm//). 4. Kekebalan emosional; merasa terpisah, kurang-nya emosi (terutama yang positif), dan kehilangan minat pada kegiatan. 5. Peningkatan sensifitas; kesulitan tidur dan konsentrasi, gampang marah, selalu waspada/tegang, mudah terpicu berlebihan (Christian, 2005: 59). 2.3.3. Pengertian Perkosaan Perkosaan adalah hubungan seksual yang dilakukan tanpa kehendak bersama, dipaksakan oleh satu pihak pada pihak lainnya (Luhulima, 2000: 24). Menurut Dr. Nina Surtiretna (2006: 94) perkosaan adalah bersetubuh dengan cara memaksa atau melakukan tindak kekerasan dan bertentangan
44
dengan kehendak sang korban. Sedangkan menurut Dr. Boyke (2010: 217) perkosaan adalah tindak kejahatan terhadap orang lain biasanya dilakukan oleh laki-laki, yang berusaha melakukan hubungan seksual dengan orang lain, biasanya seorang perempuan dan bertentangan dengan kehendak korbannya. Korban perkosaan mengalami penyiksaan fisik yang berbekas berupa luka, goresan, memar, atau tanda-tanda lain disekitar tubuh terutama disekitar daerah kemaluan korban. Perkosaan disebut juga tindakan pseudo-seksual, yaitu merupakan perilaku seksual yang tidak selalu dimotivasi dorongan seksual sebagai motivasi primernya, melainkan berhubungan dengan penguasaan dan dominasi, agresi dan perendahan pada satu pihak (korban) oleh pihak lainnya. Pada banyak kasus perkosaan, ekspresi kemarahan, keinginan menguasai dan melumpuhkan, serta keinginan menghukum dan merendahkan lebih dominan daripada dorongan seksualnya sendiri, yang semuanya dimanifestasikan dalam tindakan agresi seksual (Luhulima, 2000: 24). Ahli lain menyebutkan perkosaan selalu didorong oleh nafsu seks yang sangat kuat dan dibarengi oleh emosi yang tidak matang, serta terdapat unsur-unsur kekejaman dan sifat sadisme (Semium, 2007: 55). Mitos-mitos yang dinyakini berkenaan dengan perkosaan adalah: (1) korban mem„provokasi‟ atau mengundang kejadian perkosaan itu, yang artinya perempuan baik-baik tidak akan mengalami perkosaan; (2) perempuan dapat menghindari terjadinya perkosaan; (3) hanya perempuan-perempuan tertentu yang akan diperkosa (misalnya perempuan muda dan cantik,
45
perempuan yang mengundang); (4) perkosaan hanya terjadi didaerah asing dan di malam hari; (5) perkosaan dilakukan oleh orang sakit atau kriminal; (6) laki-laki baik-baik tidak akan memperkosa kecuali karena adanya undangan atau ranyuan dari perempuan itu sendiri; (7) perempuan sering mengaku diperkosa untuk membalas dendam, mendapat santunan, atau karena ia mempunyai karakteristik kepribadian ingin mencari perhatian dan histrionik; (8) perkosaan terjadi karena pelaku tidak dapat mengendalikan impuls-impuls seksualnya (Luhulima, 2000: 25). Namun realita menunjukkan bahwa perkosaan dapat dilakukan pada siapa saja, dan oleh siapa saja, baik oleh orang yang dikenal maupun oleh orang yang tidak dikenal. Tidak jarang perkosaan dilakukan oleh orang yang dikenal dan dalam hubungan dekat dengan korban (ayah, pacar, suami, saudara, dan lain sebagainya). Perkosaan yang dilakukan oleh orang yang dikenal korban biasanya terjadi secara berulang, tetapi jarang dilaporkan karena posisi korban yang serba salah. Sementara perkosaan oleh kelompok lebih sering korban tidak mengenal pelaku. 2.3.4. Dampak dari Perkosaan Perkosaan adalah pengalaman yang sangat tidak menyenangkan bagi setiap wanita. Perkosaan yang dialami oleh remaja berpengaruh sangat serius, di satu sisi remaja mengalami hal-hal yang menakutkan dan menjadi teror sepanjang hidupnya. Di sisi lain, remaja mengalami perasaan nikmat yang mengakibatkan kecanduan terhadap seksual. Masalah seksual tabu untuk dibicarakan, remaja tidak memahami apa yang terjadi padanya secara sehat.
46
Ketidakmampuan remaja untuk memahami apa yang sebenarnya terjadi dapat memunculkan gangguan yang akan terbawa terus ke masa dewasa. Reaksi yang ditampilkan setelah kejadian perkosaan menurut Luhulima (2000: 25) adalah: 1. Fase akut (segera setelah serangan terjadi): korban menghayati shock dan rasa takut yang sangat kuat, kebingungan dan disorganisasi (tidak mengerti apa yang sesungguhnya terjadi), serta rasa lelah dan kelemahan intens. Karena itu, korban tidak dapat menjelaskan secara rinci dan tepat apa yang telah terjadi, misalnya siapa dan bagaimana cirri-ciri pelaku secara detail, apa saja yang dilakukan pelaku dan sebagainya. 2. Fase kedua (adaptasi awal): korban menghayati berbagai emosi negatif seperti pemberontakan, rasa marah, ketakutan, terhina, malu, mual dan jijik yang pada saat berikutnya dapat ditanggapi dengan represi dan pengingkaran (upaya untuk menutup pengalaman menyakitkan,
menolak
mengingat
lagi)
atau
meminimalisasi
(menganggap yang terjadi bukan sesuatu yang serius, tidak separah yang dibayangkan). Karena itu ada sebagian korban yang tampil tenang dan dingin tanpa penghayatan emosi. Namun ada korban yang menampilkan ekspresi emosi sangat kuat (banyak menangis dan eksplosif). 3. Fase reorganisasi jangka panjang: fase ini dapat berlangsung bertahuntahun, ditandai dengan upaya korban untuk keluar dari trauma yang
47
dialami, dan sungguh-sungguh menerima apa yang terjadi sebagai suatu fakta yang memang terjadi. Namun tidak jarang korban masih menampilakan ciri-ciri depresi, mengalami mimpi-mimpi buruk atau kilas balik kejadian, korban mengalami hambatan dalam hubungan dengan lawan jenis. Tidak jarang pula terjadi gangguan dalam fungsi dan aktivitas seksual, misalnya ketakutan pada seks, hilangnya gairah seksual, dan ketidakmampuan menikmati hubungan seksual. Remaja yang menjadi korban perkosaan akan mengalami penderitaan fisik dan psikis sekaligus. Penderitaan fisik berupa kerusakan organ intim, penularan penyakit seksual, dan hamil diluar nikah. Sedangkan Penderitaan psikis biasanya korban akan merasa malu luar biasa karena dianggap sebagai aib keluarga dan dijadikan bahan pembicaraan masyarakat, bahkan korban perkosaan akan mengalami trauma luar biasa. Bahkan mereka dapat menganggap seks adalah sesuatu yang menjijikan, mengerikan, dan menakutkan. Selain itu individu yang pernah menjadi korban perkosaan, berpotensi menjadi kecanduan terhadap seks (Magdalena, 2010: 24-25). Beberapa hal yang dapat terjadi pada remaja korban perkosaan adalah: 1. Remaja mengembangkan pola adaptasi dan keyakinan-keyakinan keliru sesuai dengan sosialisasi yang diterimanya. Misalnya remaja menganggap wajar perilaku orang dewasa sedemikian rupa, meniru tindakan yang dilakukan padanya. Yang sering terjadi adalah selfblame, yaitu merasa bersalah, merasa menjadi penanggungjawab kejadian yang dialaminya, menganggap dirinya aneh dan terlahir sial
48
(misal: sudah dikutuk untuk selalu mengalami hal buruk dan menyusahkan orang lain dan sebagainya). 2. Remaja merasa dikhianati. Bila pelaku perkosaan adalah orang dekat dan
dipercaya,
apalagi
orang
tua
sendiri,
remaja
akan
mengembangkan perasaan dikhianati dan akhirnya menunjukan ketakutan dan ketidakpercayaan kepada orang lain dan kehidupan pada umumnya. Hal ini berdampak pada kemampuan sosialisasi, kebahagiaan dan hampir semua dimensi kehidupan psikologis pada umumnya. 3. Stigmatisasi: di satu sisi masyarakat yang mengetahui sejarah kehidupan remaja akan melihatnya dengan kaca mata berbeda, misalnya
dengan
rasa
kasihan
sekaligus
merendahkan
atau
menghindarinya. Di sisi lain remaja mengembangkan gambaran negatif tentang diri sendiri. Remaja merasa malu dan rendah diri, dan yakin bahwa yang terjadi pada dirinya adalah karena ada sesuatu yang memang salah dengan dirinya. 4. Traumatisasi seksual: pemaparan pengalaman seksual terlalu dini, juga yang terjadi secara salah, dapat berdampak pada munculnya trauma seksual. Trauma seksual dapat berupa inhibisi seksual, yakni hambatan untuk dapat tertarik dan menikmati seks, atau berupa dishinbisi seksual, yakni obsesi dan perhatian berlebihan pada aktifitas atau hal-hal yang berkaitan dengan hubungan seks (Luhulima, 2000: 41-42).
49
2.4. Bimbingan Konseling Islam dalam menangani trauma remaja koban perkosaan 2.4.1. Pelaksanaan Bimbingan Konseling Islam Trauma merupakan gangguan psikis karena suatu peristiwa yang datangnya spontanitas dan meninggalkan kesan yang mendalam pada jiwa sehingga dapat menjadikan stres serta mempengaruhi kehidupannya. Remaja yang menjadi korban perkosaan mengalami penderitaan fisik dan psikis sekaligus. Gejala-gejala yang ditunjukkan remaja korban perkosaan biasanya berupa mimpi buruk, menjadi introvert, ketakutan, kecemasan, merasa bersalah, menganggap hina dirinya sendiri serta hilangnya kepercayaan pada diri sendiri dan orang lain. Oleh karena itu betapa pentingnya bimbingan konseling Islam bagi remaja yang menjadi korban perkosaan dalam rangka penyembuhan trauma. Adapun proses bimbingan konseling Islam yang dapat dilakukan dengan pendekatan keagamaan, yaitu sebagai berikut: 1. Membantu mengetahui dan memahami keadaan dirinya sesuai dengan hakekatnya atau mengingatkan kembali akan fitrahnya, karena dalam keadaan tertentu individu tidak mengenal atau tidak menyadari dirinya yang sebenarnya. 2. Membantu menerima keadaan dirinya sebagaimana adanya, baikburuknya, kekuatan-kelemahannya sebagai sesuatu yang telah ditetapkan Allah, tetapi juga harus berikhtiar. Atau dapat dikatakan membantu individu tawakal atau berserah diri pada Allah swt.
50
3. Membantu memahami keadaan (situasi dan kondisi) yang dihadapinya saat ini. Dengan memahami keadaan yang dihadapi dan memahami sumber masalah, individu akan lebih mudah mengatasi masalahnya tersebut. 4. Membantu individu menemukan alternatif pemecahan masalah. Secara Islami, pemecahan masalah yang dianjurkan dalam Al-Qur‟an adalah berlaku sabar, membaca dan memahami Al-Qur‟an, serta berzikir atau mengingat Allah swt. 5. Membantu individu mengembangkan kemampuan untuk mengantisipasi masa depan, sehingga mampu memperkirakan kemungkinan yang akan terjadi berdasarkan keadaan sekarang. Pengalaman masa lalu merupakan cermin untuk meneropong masa depan; mana yang baik (membawa manfaat) dan mana yang tidak baik (membawa mudarat) (Faqih, 2001: 37 43). Dengan bimbingan konseling Islam diharapkan remaja korban perkosaan dapat pulih dari rasa trauma yang dialami serta membantunya dalam menghadapi masalah. Selain itu, dengan bimbingan konseling Islam diharapkan remaja korban perkosaan dapat konsisten dalam menjalankan perintah Allah. Remaja korban perkosaan mengalami keterguncangan jiwa, yang semuanya itu tampak dari perilakunya yang didominasi dengan perasaan khawatir, putus asa ataupun perilaku menyimpang lainnya maka dapat dilakukan konseling Islam dengan langkah-langkah: 1. Membangun hubungan yang kuat dan baik yang didasari dengan saling
51
menghargai, membuka diri dan juga saling percaya antar konselor dengan klien. 2. Konselor membantu klien dalam mengenali permasalahan yang sedang dihadapi dan menelaah pikiran klien dalam menyikapi permasalahannya dan penyebab permasalahan tersebut, hingga klien dapat menyadari hal tersebut. Proses pengakuan atau kesadaran klien akan permasalahan yang sedang dihadapi, dapat membantu klien dalam menjernihkan jiwanya yang sedang bimbang dan penuh dengan keterguncangan. 3. Menawarkan tobat. Hal ini dilakukan setelah klien mencapai kesadarannya dan dapat menyelesaikan permasalahannya dengan segala penyebab dan hasilnya. Karena tobatlah yang mampu menyucikan jiwanya dan membebaskannya dari perasaan bersalah. 4. Mengajarkan kembali akan ajaran-ajaran agama yang benar kepada klien, menerangkan tujuan dari eksistensinya di dunia dan membantunya dalam membentuk pikiran, nilai dan kecenderungan yang sejalan dengan nilainilai syar‟i (Az-Zahrani, 2005: 34-35). 2.4.1. Metode Bimbingan Konseling Islam Sejalan dengan tujuan yang hendak dicapai dalam mengadakan bimbingan konseling Islam bagi penyembuhan trauma remaja korban perkosaan maka diperlukan metode yang dapat digunakan demi terlaksananya bimbingan
yang
baik.
Metode
bimbingan
konseling
Islam
dapat
diklasifikasikan berdasarkan dari segi komunikasi. Pengelompokannya yaitu: pertama, metode komunikasi langsung atau disebut metode langsung, dan
52
kedua, metode komunikasi tidak langsung atau metode tidak langsung, maka untuk lebih jelasnya akan dikemukakan secara rinci metode bimbingan dan konseling Islam ini menurut Faqih sebagai berikut: 1. Metode langsung. Metode langsung (metode komunikasi langsung) adalah metode dimana pembimbing melakukan komunikasi langsung (bertatap
muka)
dengan
orang
yang
dibimbingnya
dengan
menggunakan metode individual: a. Percakapan pribadi, yakni pembimbing melakukan dialog langsung tatap muka dengan pihak yang dibimbing. b. Kunjungan ke rumah (home visit), yakni pembimbing mengadakan dialog dengan kliennya tetapi dilaksanakan di rumah klien sekaligus
untuk
mengamati
keadaan
rumah
klien
dan
lingkungannya. c. Kunjungan dan observasi kerja, yakni pembimbing / konseling jabatan, melakukan percakapan individual sekaligus mengamati kerja klien dan lingkungannya. 2. Metode tidak langsung. Metode tidak langsung (metode komunikasi tidak langsung) adalah metode bimbingan/ konseling yang dilakukan melalui media komunikasi masa. Hal ini dapat dilakukan secara individual maupun kelompok bahkan massal. a. Metode individual, yakni melalui surat menyurat dan telepon, dan sebagainya.
53
b. Metode kelompok/massal yakni melalui papan bimbingan, melalui surat kabar/majalah, brosur, radio (media audio), dan televisi (Faqih, 2001: 55). 3. Metode kelompok. Metode kelompok adalah pembimbing melakukan komunikasi langsung dengan klien dalam kelompok. Hal ini dapat dilakukan dengan diskusi kelompok, karyawisata, sosiodrama dan psikodrama (Faqih, 2001: 54). Berbagai macam metode memiliki kekhususan dan pengaruh terhadap jiwa yang berbeda-beda. Seorang konselor harus mampu memilih metode yang sesuai dengan keadaan klien, dimana metode yang diambil bersumber dari Al-Qur‟an dan Sunnah, serta mengambil model yang diterapkan oleh Rasulullah (Az-Zahrani, 2005: 37). Islam banyak mempergunakan metode konseling diantaranya sebagai berikut: 1. Metode keteladanan Digambarkan dengan suri teladan yang baik, sebagaimana firman Allah dalam surah al-Ahzab ayat 21: Artinya: Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah (Az-Zahrani, 2005: 26). 2. Metode penyadaran Menggunakan ungkapan-ungkapan nasihat dan juga janji dan ancaman. Allah berfirman dalam surat al-Hajj ayat 1-2:
54
Artinya: (1.) Hai manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu; Sesungguhnya kegoncangan hari kiamat itu adalah suatu kejadian yang sangat besar (dahsyat). (2.) (ingatlah) pada hari (ketika) kamu melihat kegoncangan itu, lalailah semua wanita yang menyusui anaknya dari anak yang disusuinya dan gugurlah kandungan segala wanita yang hamil, dan kamu Lihat manusia dalam Keadaan mabuk, Padahal sebenarnya mereka tidak mabuk, akan tetapi azab Allah itu sangat kerasnya (Az-Zahrani, 2005: 27). 3. Metode penalaran logis Berkisar tentang dialog dengan akal dan perasaan individu, sebagaimana firman Allah dalam surah al-Hujaraat ayat 12: Artinya: Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purbasangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang (Az-Zahrani, 2005: 27). 4. Metode kisah Al-qur‟an merangkum banyak kisah para nabi serta dialog yang terjadi antara mereka dengan umatnya. Kisah-kisah ini bisa dijadikan contoh dan model yang mampu menjadi penjelas akan perilaku yang
55
diharapkan, hingga bisa dibiasakan, dan juga perilaku yang tercela hingga bisa dihindarkan (Az-Zahrani, 2005: 27). 2.4.2. Materi Bimbingan Konseling Islam Materi bimbingan Islam pada dasarnya bersumber pada Al-Qur‟an dan Hadits. Materi yang disampaikan bertujuan untuk memberikan bimbingan atau pengajaran ilmu yang bersumber pada ayat Al-Qur‟an dan Hadits. Materi bimbingan baik dari Al-Qur‟an maupun Hadits yang sesuai untuk disampaikan kepada pasien diataranya mencakup akidah, akhlaq, ukhuwah, pendidikan, dan amar ma‟ruf nahi mungkar. Sebagaimana yang dikemukakan Sanwar (1985: 74), materi bimbingan merupakan ajakan, gerakan, dan ide gerakan untuk mencapai tujuan. Isi ajakan itu dimaksudkan agar manusia mau menerima dan memahami serta mengikuti ajaran tersebut sehingga ajaran Islam ini benar - benar diketahui, dipahami, dihayati, dan selanjutnya diamalkan sebagai pedoman hidup dalam kehidupanya. Semua ajaran Islam tertuang dalam wahyu yang diterima oleh Rasul yang perwujudannya terkandung dalam Al-Qur‟an dan Sunnah (Abidin, 2003: 60). Materi pokok bimbingan yang diberikan meliputi: 1. Materi Aqidah Aqidah yang bersifat keyakinan batin menyangkut masalah-masalah yang erat hubungannya dengan rukun iman. Hal ini menjadi landasan yang fundamental
dalam
keseluruhan
aktifitas
seorang
menyangkut sikap, mental, maupun tingkah lakunya.
Muslim,
baik
56
2. Materi Ibadah Tujuan utama pemberian materi praktek ibadah adalah untuk mengetahui kemampuan dan keaktifan klien dalam mengaplikasikan meteri ibadah yang telah diterima. Materi ini tepat sekali disampaikan karena dapat dijadikan sebagai evaluasi terhadap kemampuan dan keaktifan klien dalam menjalankan ibadah, seperti shalat, dzikir, dan doa sehari-hari. Sekaligus menjadi barometer sejauhmana pelaksanaan ibadah yang selama ini dilakukan, selanjutnya diperbaiki jika ada kekeliruan oleh pembimbing. 3. Materi Akhlak Materi akhlak yang diberikan berkaitan dengan dua hal yaitu akhlak selaku hamba kepada Tuhannya dan akhlak sebagai manusia terhadap manusia yang lain. Akhlak selaku hamba pada Allah dalam beribadah harus dilandasi sikap khusyu‟ dan ikhlas semata-mata hanya karena Allah. Sedang akhlak yang berkaitan dengan sesama manusia bertujuan agar seseorang memiliki budi pekerti yang luhur dan rasa sosial yang tinggi agar mereka selalu menghormati orang tua dan mengasihi yang lebih muda, suka menolong, tidak melanggar norma-norma agama maupun norma yang berlaku di masyarakat.
BAB III PELAKSANAAN BIMBINGAN KONSELING ISLAM DALAM MENANGANI TRAUMA REMAJA KORBAN PERKOSAAN DI PPT SERUNI KOTA SEMARANG
3.1. GAMBARAN UMUM PPT SERUNI KOTA SEMARANG 3.1.1. Sejarah berdirinya PPT SERUNI SERUNI (Semarang tErpadu Rumah perlindungan Untuk membangun Nurani dan cinta kasih Insani) yang artinya adalah lembaga pelayanan terpadu penghapusan kekerasan terhadap perempuan dan anak berbasis gender di kota Semarang. PPT SERUNI merupakan bukti komitmen Pemerintah kota Semarang atas perhatian serta keseriusannya dalam penanganan dan penghapusan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak yang terjadi di kota Semarang. Sekretariat PPT SERUNI berada di Gedung Dewan Riset Daerah (DRD) Jawa Tengah lantai 1, terletak di jalan Imam Bonjol No. 185 kota Semarang. Pembentukan Tim Terpadu PPT SERUNI oleh Pemerintah kota Semarang bersama dengan lembaga swadaya masyarakat dan unsur yang terkait, dengan tujuan memberikan pelayanan terpadu penanganan tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak yang meliputi aspek medis, hukum, psikis, rumah aman, sosial, dan spiritual. PPT SERUNI yang berfungsi sejak tanggal 1 Maret 2005, merupakan hasil dari kesepakatan bersama peserta Pelatihan dan Rapat Lintas Sektor
57
58
yang diselenggarakan oleh Tim TOT Pendidikan HAM, Berperspektif Gender Jawa Tengah bekerjasama dengan Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap perempuan
(KOMNAS
PEREMPUAN),
yang
kemudian
didukung
kelanjutannya oleh Pemerintah kota Semarang dengan SK Walikota Nomor: 463.05/112 tanggal 4 Mei 2005 yang diperbarui No. 463/A.023 tanggal 2 Februari 2009. PPT SERUNI merupakan suatu lembaga sosial yang bergerak di bidang pelayanan penanganan kekerasan perempuan dan anak berbasis gender di kota Semarang. Selain itu, SERUNI juga melakukan sosialisasi di kelurahan-kelurahan
se
kota
Semarang
tentang
perlindungan
anak,
penghapusan kekerasan dalam rumah tangga, dan tentang penghapusan tindak pidana perdagangan orang (Trafiking) melalui media radio secara on air di radio Imelda FM Semarang rutin 2x dalam sebulan. Sebagai lembaga sosial, PPT SERUNI bekerjasama dengan berbagai unsur Pemerintah Kota, LSM, Akademisi, Aparat Penegak Hukum, Rumah Sakit, Organisasi Wanita, Organisasi Sosial, dan pribadi-pribadi yang peduli di kota Semarang (Brosur SERUNI, Pelayanan Terpadu Penanganan Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak Berbasis Gender). 3.1.2. Visi dan Misi PPT SERUNI Visi: Tercapainya keterpaduan pelayanan penanganan kekerasan terhadap perempuan dan anak berbasis gender guna tercapainya penghapusan kekerasan terhadap perempuan dan anak di kota Semarang.
59
Misi: a. Membangun
dan
mengembangkan
sistem
pelayanan
terpadu
penanganan kekerasan terhadap perempuan dan anak yang berbasis gender di kota Semarang. b. Mendorong mewujudkan kebijakan dan program pembangunan yang ber-perspektif gender untuk perempuan dan anak. c. Mendorong peningkatan partisipasi masyarakat dalam penghapusan kekerasan terhadap perempuan dan anak (Brosur SERUNI, Pelayanan Terpadu Penanganan Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak Berbasis Gender). 3.1.3. Kegiatan Pelayanan PPT SERUNI PPT SERUNI mempunyai kegiatan pelayanan diantaranya : a. Pelayanan. b. Advokasi. c. Monitoring, Evaluasi, dan Pelaporan. d. Hubungan masyarakat (Humas) dan Komunikasi, Informasi & Edukasi (KIE). e. Penelitian dan pengembangan. 3.1.4. Tujuan Pelayanan PPT SERUNI Layanan
PPT
SERUNI
bertujuan
meningkatkan
kepedulian
perempuan dan anak korban kekerasan dengan mendirikan “Pelayanan terpadu penanganan kekerasan terhadap perempuan dan anak berbasis gender” di Kota Semarang yaitu:
60
a. Memberikan pendampingan kepada perempuan dan anak korban kekerasan berbasis gender agar mendapat bantuan atau solusi yang tepat, yang memungkinkan perempuan dan anak dapat hidup layak. b. Membantu mencegah timbulnya kekerasan terhadap perempuan dan anak di masyarakat dengan mengadakan sosialisasi dan penyuluhan hukum tentang masalah kekerasan terhadap perempuan dan anak serta keadilan gender dan penanganannya. c. Mengembangkan kemitraan dan jaringan dengan LSM, kelompok keAgamaan, Organisasi Sosial Wanita dan Dunia Usaha yang peduli terhadap masalah perempuan dan anak. d. Menyediakan tempat pengaduan maupun kunjungan ke tempat korban (sistem jemput bola) (Standar Operasional Pelayanan (SOP) SERUNI). 3.1.5. Prinsip Pelayanan PPT SERUNI a. Keadilan Keadilan adalah dasar untuk tidak membedakan perlakuan layanan dalam upaya memenuhi hak korban kekerasan terhadap perempuan dan anak, yaitu keadilan, kebenaran, dan pemulihan. b. Keterbukaan Keterbukaan adalah kesediaan para pihak untuk memberikan informasi tentang kinerja, tindakan layanan, perkembangan kasus serta data lain yang dibutuhkan dalam upaya pemenuhan hak korban, termasuk di dalamnya pengelolaan pendanaan.
61
c. Keterpaduan Keterpaduan adalah mensinergikan layanan terkait untuk pemulihan perempuan dan anak korban kekerasan. d. Kesetaraan Kesetaraan adalah penghormatan atas kesetaraan fungsi, peran dan kedudukan masing-masing lembaga dalam upaya pelayanan terhadap perempuan dan anak korban kekerasan (Brosur SOP SERUNI, Pelayanan Terpadu Penanganan Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak Berbasis Gender). 3.1.6. Struktur Keanggotaan Tim Pelayanan Terpadu PPT SERUNI
Penanggung Jawab
Penasehat
Ketua Sekretariat Koordinator Devisi
Devisi Pelayanan Medis
Devisi Layanan Psikologis & Spiritual
Devisi Layanan Hukum
Sumber: SOP (Standar Oprasional Pelayanan) SERUNI
Devisi Layanan Sosial
62
Keterangan: 1. Tugas Ketua a. Bertanggung jawab atas pelaksanaan progam kerja Tim Pelayanan Terpadu. b. Mengagendakan rencana dan evaluasi kerja jaringan. c. Mengkoordinasi kerja - kerja Tim Pelayanan Terpadu antar divisi dan anggota. d. Mempertanggungjawabkan kerja - kerja Tim Pelayanan Terpadu secara keseluruhan dalam penanganan korban kekerasan berbasis gender dan anak di kota Semarang kepada Walikota Semarang. e. Memimpin setiap pertemuan Tim Pelayanan Terpadu. f. Membangun jejaring dengan pihak lain. 2. Tugas Sekretariat a. Alamat keluar masuk surat menyurat yang berkaitan dengan jaringan Tim Pelayanan Terpadu di kota Semarang. b. Dokumentasi arsip atau file kerja jaringan Tim Pelayanan Terpadu kota Semarang. c. Koordinasi jadwal kegiatan dan penanganan kasus. d. Dokumentasi dan kompilasi data kasus kekerasan berbasis gender dan trafficking. e. Fasilitasi rapat koordinasi rutin dan pertemuan - pertemuan yang diadakan Tim Pelayanan Terpadu.
63
f. Pusat informasi tentang profil dan kegiatan Tim Pelayanan Terpadu yang dapat diakses oleh masyarakat. 3. Tugas Koordinator Divisi a. Bertanggungjawab atas perencanaan progam divisinya masing masing. b. Bertanggungjawab atas pelaksanaan progam di divisinya masing masing dan pelaksanaan kegiatan yang ditugaskan. c. Bertanggungjawab
atas
pembuatan
laporan
kegiatan
kepada
koordinator. d. Bertanggungjawab atas pelaksanaan evaluasi setiap akhir kegiatan. e. Mengkoordinasi implementasi peran antar anggota dalam divisinya masing - masing. 4. Kewenangan Koordinator Divisi a. Mengeluarkan keputusan penting atas nama divisi, untuk pelaksanaan progam kerja divisi. b. Menyusun perencanaan progam kerja divisi dan menyerahkannya ke koordinator. c. Menyusun
laporan
pertanggungjawaban
kegiatan
divisi
dan
menyerahkannya ke koordinator. 5. Tugas Anggota a. Menjalankan peran penanganan korban kekerasan berbasis gender dan trafficking sesuai fungsi kelembagaan masing-masing anggota.
64
b. Membuat catatan kasus yang ditangani dan melaporkannya 1 bulan sekali kepada sekretariat. c. Mengkoordinasikan kasus
yang diterima
/ ditangani
dengan
sekretariat. d. Merujukkan kasus kepada lembaga penyedia layanan lainnya sesuai kebutuhan korban sesuai SOP (Standar Oprasional Pelayanan) Tim Pelayanan Terpadu. e. Menunjuk salah satu perwakilan tetap lembaga sebagai kontak person dalam jaringan Pelayanan Terpadu kota Semarang. f. Mengikuti rapat / pertemuan / kegiatan Tim Pelayanan Terpadu g. Mensosialisasikan dan mengkoordinasikan progam
kerja Tim
Pelayanan Terpadu pada anggota lembaganya yang relevan, untuk kepentingan regenerasi. 6. Kewenangan Anggota a. Mengajukan permohonan rapat berkaitan dengan pelaksanaan peran dan tanggungjawabnya dalam Tim Pelayanan Terpadu. b. Mengajukan rapat anggota kepada penanggungjawab berkaitan dengan pelanggaran terhadap prinsip, etika / kode etik dan SOP 7. Tugas dan Kewenangan FullTimer (Tenaga Pendamping) a. Bertanggungjawab
kepada
penanggungjawab
sekretariat
Tim
Pelayanan Terpadu kota Semarang. b. Membantu penanggungjawab sekretariat dalam menjalankan kegiatan / progam sekretariat / fungsi sekretariat Tim Pelayana Terpadu.
65
c. Menjaga dan merawat peralatan / perlengkapan / sarana pelayanan / penanganan Tim Pelayanan Terpadu. d. Membantu sekretariat mengkoordinasikan penanganan kasus oleh anggota Tim Pelayanan Terpadu. e. Membantu sekretariat mendokumentasikan penanganan kasus oleh anggota Tim Pelayanan Terpadu. f. Membantu sekretariat memfasilitasi pelaksanaan rapat-rapat Tim Pelayanan Terpadu. g. Menerima pengaduan / pelaporan kasus kekerasan berbasis gender serta trafficking di sekretariat Tim Pelayanan Terpadu (Standar Oprasional Pelayanan (SOP) SERUNI). 3.1.7. Data Kasus yang Ditangani PPT SERUNI Tabel I Data Korban yang ditangani SERUNI 3 Tahun Terakhir Jenis Kasus
Tahun Tahun 2007 2009 KDRT 61 80 KDP 3 7 Perkosaan 2 7 Traffiking 0 0 ABH 0 0 Pencabulan 0 0 Jumlah Korban 66 94 Sumber: Data Rekapitulasi Kasus SERUNI
Tahun 2010 96 4 6 1 59 0 166
66
Table II Data Kasus Perkosaan yang ditangani SERUNI Berdasarkan Usia Umur
Tahun Tahun 2007 2009 0-10 tahun 0 3 10-20 tahun 2 4 20-30 tahun 0 0 Lebih dari 30 tahun 0 0 Jumlah Korban 2 7 Sumber: Data Base SERUNI di BaPerMas
Tahun 2010 2 3 1 0 6
Berdasarkan data diatas kasus perkosaan yang ditangani SERUNI setiap tahun meningkat. Dan kasus perkosaan yang ditangani rata – rata berusia dibawah umur antara 10 tahun sampai 20 tahun. Melihat usia korban perkosaan yang belum matang, mereka belum mampu memahami keadaan atau peristiwa yang dialaminya, sehingga sebagian korban menunjukkan perubahan dalam kehidupannya dan berusaha untuk melupakannya. Ibu Atik selaku sekertaris SERUNI memberikan gambaran bahwa “Kondisi psikologis korban perkosaan itu sangat beragam, ada yang terus menangis dan tidak mau bertemu dengan orang lain, bahkan ada yang sampai muntah-muntah ketika mengingat kejadian dan ketika bersaksi di pengadilan” (Wawancara tanggal 18 November 2010). Ibu Hanum selaku konselor
juga memberikan gambaran bahwa
“Korban perkosaan tidak gampang untuk mau bertemu dengan orang, tidak gampang mau menceritakan kepada orang, korban merasa malu, merasa jijik, jadi apa bentuk trauma yang ditunjukkan oleh korban sudah tidak dapat
67
dikatakan lagi, beragam, yang dari trauma akut sampai yang biasa”. (Wawancara tanggal 14 April 2011). 3.1.8. Metode Penanganan Kasus di PPT SERUNI Dalam rangka memberikan pelayanan secara maksimal, SERUNI di dalam menangani remaja korban perkosaan menggunakan beberapa metode, metode tersebut adalah: 1. Pelayanan Hotline Service 24 jam Pelayanan Hotline Service 24 jam berupa telepon kantor handphone, SMS dan E-mail. Hotline dibuka bagi para klien yang hendak berkonsultasi (konseling) atau mengadukan kasus yang dialaminya. SERUNI membuka konsultasi melalui media massa (radio dan surat kabar) dan melakukan investigasi kasus perkosaan secara menyeluruh agar kasus yang dialami klien terselesaikan dengan baik. 2. Pendampingan Litigasi dan Non Litigasi Masih lemahnya perlindungan dan penegakan hukum bagi perempuan serta sikap yang tidak responsive dari aparat penegak hukumnya sendiri (Polisi, Jaksa, dan Hakim). Selain itu masih lemahnya kesadaran perempuan atas hak-haknya dan terbatasnya akses informasi mengenai institusi lembaga yang bisa membantu dalam menangani kasusnya, maka upaya - upaya pembelaan terhadap perempuan dalam kekerasan rumah tangga menjadi mutlak diperlukan. Hal ini dilakukan dengan harapan akan menjadi tindakan
68
aksi yang merupakan manifestaasi atas hak - haknya untuk diperlakukan secara adil sebagai manusia yang bermartabat. Bentuk kegiatan ini adalah pembelaan hukum, membangun jaringan kerja penanganan kasus dan pengorganisasian basis-basis komunikasi (Standart Oprasional Pelayanan (SOP) SERUNI). SERUNI dalam menangani remaja korban perkosaan mempunyai beberapa program agar keberhasilan tercapai dengan sukses yaitu: a. Program Penanganan Tahap Awal Bagi Korban Secara empirik, kasus - kasus perkosaan dapat terungkap setelah adanya informasi berupa laporan dari masyarakat atau pengaduan dari keluarga atau para korban sendiri. Mengingat perlunya korban perkosaan untuk segera mendapatkan pertolongan darurat berupa pelayanan pemeriksaan medis dan proses pengobatan kalau diperlukan. Maka optimalisasi dalam hal tersebut menjadi signifikan. Bentuk kegiatan yang dilakukan adalah penanganan medis kepada korban oleh SERUNI dan jika dibutuhkan penanganan lebih lanjut secara medico psikososial serta Visum et Repertum (VER) dilakukan oleh tenaga profesional medis dan psikolog yang dirujuk ke PTT RS Bhayangkara atau PPKPA RS Tugurejo Semarang (Standar Oprasional Pelayanan (SOP) SERUNI). b. Program Penanganan Tahap Lanjut Penanganan terhadap remaja korban perkosaan tidak seketika berhenti meski telah ada proses medis dan yuridis ditempuh, maka
69
dilanjutkan bantuan terapi intensif dalam kurun waktu tertentu tergantung derajat traumatis yang dialami korban. Progam ini terdiri dari dua kegiatan yakni: penanganan pasca traumatis secara psikoterapi dan penanganan pasca traumatis secara psikososial oleh tenaga-tenaga ahli seperti psikolog, psikiater, dan rohaniawan. Pada saat yang sama dilakukan kegiatan penyediaan rumah sementara (rumah aman / shelter) (Standar Oprasional Pelayanan (SOP) SERUNI). SERUNI dalam memberikan layanan konseling terhadap remaja korban perkosaan dan keluarganya yaitu berupa: 1. Pendampingan proses hukum. Berdasarkan hasil wawancara tanggal 16 November 2010 dengan Ibu Dewi, salah satu staff SERUNI diperoleh informasi bahwa “Bantuan atau pendampingan hukum diberikan mulai dari tingkat kepolisian sampai kepengadilan. Pendampingan dilakukan dalam setiap tahapan proses hukum untuk memastikan terpenuhinya hak-hak korban”. 2. Pendampingan Medis. Pelayanan medis diberikan kepada korban karena mereka mengalami kekerasan fisik atau mengalami gangguan psikis dari dampak perkosaan, seperti korban mengalami depresi, trauma dan tekanan psikologis lainnya. Sebagaimana seperti yang dikatakan Andi selaku fulltimer Seruni bahwa “Korban perkosaan diberikan
70
layanan medis dan pendampingan pemeriksaan di RS Tugurejo untuk mendapatkan visum serta proses pengobatan kalau diperlukan” (Wawancara tanggal 18 April 2011). 3. Pendampingan Psikologis. Ibu Dewi selaku staff SERUNI mengatakan “Korban perkosaan diberikan penanganan secara psikoterapi dengan tujuan untuk membantu dalam pemulihan pasca traumatis” (Wawancara tanggal 16 November 2010). Terapi pasca traumatis penting di dalam proses penyembuhan dan pemulihan remaja korban perkosaan karena akan membantu perkembangan psikis korban ke arah yang lebih baik. 4. Pendampingan Spiritual Pendampingan spiritual diberikan kepada remaja korban perkosaan supaya mereka mendapat ketenangan batin dan membantu mempercepat proses penyembuhan traumatis. Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Matori selaku rohaniawan Agama Islam di PPT SERUNI bahwa “Agama itu paripurna, bukan hanya di sini dan sekarang, tetapi nanti dan di akhirat. Maka pemahaman agama itu penting. Bimbingan keagamaan di PPT SERUNI membantu pemulihan kondisi psikis klien menjadi lebih baik dan klien menjadi lebih dekat dengan Allah SWT” (Wawancara tanggal 25 April 2011).
71
5. Rumah Aman (shelter) Ibu Hanum selaku konselor menyatakan “Untuk korban perkosaan yang terancam keselamatan jiwanya dan membutuhkan tempat tinggal sementara secara rahasia disediakan rumah aman (shelter). Klien yang ada di shelter diberikan kegiatan rehabilitatif, yaitu berupa konseling yang secara kontinyu dilakukan oleh pendamping. Selain itu, juga diadakan kegiatan yang bersifat rekreatif-edukatif, yang bertujuan untuk menghilangkan kejenuhan, kepenatan serta kesedihan
sehingga remaja korban perkosaan
termotivasi untuk terus optimis dalam merencanakan masa depan, menambah pengetahuan terkait masalah yang dihadapi dan pengembangan kepribadian” (Wawancara tanggal 19 April 2011). Layanan dan pendampingan secara terus-menerus dilakukan SERUNI dengan tujuan korban akan terkuatkan dan mampu memperjuangkan hakhaknya
serta
dapat
mengambil
pilihan-pilihan
untuk
mengatasi
permasalahannya. Sebagaimana yang diungkapkan Zudy selaku fulltimer SERUNI mengatakan bahwa “Klien yang ditangani SERUNI akan selalu didampingi dalam setiap tahapannya mulai dari medis dan hukum, bahkan pendampingan home visit juga dilakukan (kunjungan ke sekolah maupun ke rumah)” (Wawancara tanggal 19 April 2011).
72
3.1.9. Sumber Pendanaan SERUNI Dalam
rangka
untuk
menunjang
Pelayanan
Terpadu
dalam
memberikan pendampingan dan penanganan kasus remaja korban perkosaan, SERUNI memerlukan beberapa hal, salah satunya adalah dana. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh berdasarkan wawancara dengan Ibu Atik selaku
Sekertaris SERUNI diperoleh informasi bahwa sumber dana
operasional SERUNI didapat dari APBD kota Semarang yang diberikan setiap tahun. Dan untuk mendapatkan dana itu, sebelumnya SERUNI mengajukan permohonan dana sesuai dengan kebutuhan masing-masing divisi kepada Pemerintah Kota Semarang (Wawancara tanggal 18 November 2010).
3.2. BIMBINGAN
KONSELING
ISLAM
DALAM
MENANGANI
TRAUMA REMAJA KORBAN PERKOSAAN DI PPT SERUNI Bimbingan konseling Islam yang dilaksanakan di PPT SERUNI merupakan bentuk bimbingan yang dilakukan oleh Rohaniawan yang diberikan kepada korban dan keluarga korban. Dalam kegiatan bimbingan konseling Islam atau pendampingan rohani Islam, SERUNI bekerja sama dengan tokoh Agama yaitu dengan Bapak Drs. H. Matori. Menurut Ibu Atik selaku sekertaris PPT SERUNI, menyatakan bahwa keberadaan
rohaniawan
sangat
membantu
klien
untuk
membantu
mengembalikan kondisi psikologisnya kepada kondisi yang lebih baik, dan ini merupakan salah satu bentuk upaya penyembuhan secara holistik. Jadi
73
klien tidak hanya dibantu dari segi medis saja tetapi juga dari segi hukum serta pemulihan psikisnya. Bimbingan konseling Islam di PPT SERUNI dijelaskan sebagai berikut: 3.2.1. Proses Pelaksanaan Bimbingan Konseling Islam di PPT SERUNI Proses pelaksanaan bimbingan konseling Islam di PPT SERUNI adalah suatu rangkaian pemberian nasehat-nasehat Islami (Ajaran Islam) oleh rohaniawan. Pelaksanaan bimbingan dan konseling di PPT SERUNI dilakukan pada saat klien pertama kali masuk atau melapor dan dilanjutkan di hari berikutnya selama klien masih dalam perawatan atau pemulihan. Menurut Bapak Matori dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling Islam dengan beberapa tahap yaitu: Pada tahap pertama, rohaniawan didampingi oleh konselor atau psikolog untuk dikenalkan kepada klien. Kemudian rohaniawan melakukan pendekatan dengan klien untuk mengambil simpati (hati) klien sehingga klien akan menaruh kepercayaan penuh kepada rohaniawan. Rohaniawan juga menciptakan hubungan yang erat dengan klien. Menurut Bapak Matori, pendekatan tersebut dilakukan agar klien mau mengutarakan keluhankeluhannya
dan
rohaniawan
mengetahui
keadaan
psikologis
klien
(Wawancara tanggal 25 April 2011). Proses bimbingan dan konseling dilakukan di dalam ruang konseling. Klien masuk dan duduk, kemudian konselor membuka pembicaraan dengan perkenalan diri. Perkenalan ini berfungsi untuk mengurangi rasa tegang.
74
Setelah perkenalan, kemudian rohaniawan bertanya kepada klien tentang apa yang dialaminya dan apa yang dirasakan, sedang rohaniawan sendiri mendengarkan dengan sungguh-sungguh semua yang diceritakan klien (Observasi tanggal 18 April 2011). Pada tahap ini rohaniawan mendengarkan dengan seksama dan hanya sedikit memberikan nasehat dan motivasi. Namun jika klien mampu diajak berdialog, rohaniawan berdialog lebih dalam dengan memberikan nasehatnasehat sekaligus klien dimintai komentarnya mengenai ajaran-ajaran Islam yang disampaikan. Pada proses konseling kedua, rohaniawan menanyakan kembali kondisi klien sekaligus menanyakan komentar atas nasehat-nasehat yang telah diberikan sebelumnya. Jika ada yang belum jelas, klien bertanya dan rohaniawan menerangkan kembali. Tetapi jika tidak ada pertanyaan, rohaniawan
menekankan
kembali
kepada
klien
tentang pentingnya
menjalankan perintah agama. Rohaniawan juga memberikan motivasi dan nasehat agama untuk selalu ingat pada Allah SWT (Wawancara tanggal 25 April 2011). Proses
tersebut
berlangsung
terus
dan
disesuaikan
dengan
perkembangan kondisi klien. Proses ini berakhir hingga dinyatakan klien sudah pulih dan tidak perlu lagi melakukan konseling.
Menurut Bapak
Matori, klien yang dibimbing oleh rohaniawan adalah klien yang sudah dalam kondisi normal, artinya sudah bisa diajak komunikasi dengan baik (Wawancara tanggal 25 April 2011).
75
Sebagai ilustrasi penulis memaparkan beberapa contoh kasus perkosaan. Disini peneliti mengambil 3 sampel kasus yang diambil berdasarkan usia remaja yaitu antara umur 11 tahun sampai 20 tahun, diantaranya yaitu: 1.
Kasus Pertama Seorang guru BP melapor adanya perkosaan yang dialami oleh anak didiknya yang bernama Fifi (nama samaran), usia 14 tahun, berasal dari pedurungan, sekolah di salah satu SMA di Semarang kelas 10. Fifi menceritakan pada teman deketnya perihal keluhan-keluhan pada kelaminnya. Oleh temannya, Fifi diantar ke guru BP. Korban menceritakan kalau dirinya telah disetubuhi oleh guru olah raganya Anton (nama samaran). Fifi merasa takut untuk menceritakan musibah yang dialaminya pada orang lain, dia merasa malu. Oleh karena itu, pihak sekolahan memotivasi serta ikut mendampingi dalam proses pelaporan kepada pihak yang berwajib (Ibu Hanum, Wawancara tanggal 14 April 2011). Dalam penyelesaian kasus ini, SERUNI menggunakan pendekatan langsung, yaitu bimbingan konseling diberikan secara langsung terhadap Fifi. Dalam pendekatan individual konselor melakukan dialog langsung kepada klien, memberikan penjelasanpenjelasan, memberikan pemecahan masalah yang dihadapinya. Pendekatan tersebut dapat digambarkan: Pertama, konselor berusaha memahami masalah klien dan mencari informasi yang
76
berisi bukti-bukti empirik. Kedua, konselor menganalisis hasil penelitian, lalu menawarkan beberapa alternatif terapi kepada klien. Konselor bersama klien mendiskusikan masalah dan alternatif yang akan dipilih klien disesuaikan dengan kultur, sosial, budaya dan preferensi klien. Ketiga, klien memilih alternatif terapi berdasarkan informasi dari konselor dan menjalaninya. Konselor memantau perubahan klien ke arah yang lebih baik ( Ibu Hanum, Wawancara tanggal 14 April 2011). Dalam kasus perkosaan yang di alami oleh Fifi, SERUNI setelah mendapatkan laporan langsung melakukan pendampingan medis untuk mendapatkan visum dan penanganan lanjut dari rumah sakit perihal keluhan pada vaginanya. Ada hambatan-hambatan dalam penanganan litigasi, korban yang telah melaporkan kasusnya di kepolisian
menarik kembali laporannya karena diancam oleh
pelaku, bahkan korban juga diberi uang untuk mencabut laporannya di kepolisian. Dalam kondisi seperti itu, SERUNI mulai masuk pendampingan dan menempatkan korban pada shalter, dengan tujuan menjaga keselamatan dan merubah kesadarannya, diharapkan korban melaporkan kembali ke kepolisian (Ibu Dewi, Wawancara tanggal 15 April 2011). Dalam kasus perkosaan, ada pendampingan psikologis dan pendampingan rohani. Fifi yang setelah diperkosa mengalami trauma
77
berupa ketakutan, kecemasan, dan keadaan jiwa yang tidak menentu. Adapun bimbingan rohani yang diberikan adalah sebagai berikut: a. Rohaniawan menumbuhkan sikap optimis dalam diri klien dalam menyelesaikan masalah yang dihadapinya. b. Menumbuhkan harapan bahwa kehidupan yang lebih baik masih bisa dimiliki. c. Rohaniawan menganjurkan untuk lebih mendekatkan diri pada Allah SWT dalam bentuk sholat, puasa, dan dzikir. Sebagaimana
dikatakan
Bapak
Matori
bahwa
“Ketika
seseorang itu diperkosa, seorang konselor itu tidak boleh memfonis dia salah, jelek, atau buruk, tetapi kita harus membangkitkan dan menumbuhkan optimisme pada diri korban. Adanya musibah yang menimpa seseorang itu bukan berarti sudah habis masa depannya, sudah habis surganya, tetapi itu adalah alat untuk memperbaiki diri” (Wawancara tanggal 25 April 2011). 2. Kasus Kedua Alia (nama samaran), remaja berusia 15 tahun, berasal dari Semarang Utara. Alia dibujuk dan dirayu oleh tetangganya Joni (nama
samaran)
untuk
mau
diajak
kerumah
saudaranya.
Sesampainya di sebuah rumah kosong Alia diajak berhubungan badan. Kejadian terungkap karena orang tuanya curiga dengan sikap dan perilaku Alia yang sekarang berubah. Setelah dibujuk ibunya, Alia menceritakan kalau dirinya sudah tidak perawan lagi. Alia
78
sekarang lebih pendiam, lebih suka di rumah, dan hampir tidak pernah bermain dengan teman-teman sekolahnya lagi. Orang tua Alia melaporkan ke kepolisian dan meminta bantuan SERUNI untuk membantu kasusnya secara hukum dan psikologi korban (Ibu Hanum, Wawancara tanggal 14 April 2011). Sebagaimana diterangkan diatas, kasus Alia mempunyai permasalahan
yang sama
dengan
Fifi,
akan tetapi
dalam
permasalahan Alia ini tidak terlihat adanya kekerasan ataupun ancaman pasca pelaporan ke kepolisian. Ketika ada kasus perkosaan, maka konselor melakukan pendekatan dengan korban. Hal ini sudah merupakan bagian dari proses. Jika konselor tidak dapat mendekati korban, maka pihak SERUNI melakukan kontak dengan unsur lain, misalnya aparat setempat kemudian konselor melakukan konseling kepada korban dan keluargaya sampai memberi penguatan dan pemulihan korban (Ibu Atik, Wawancara tanggal 15 April 2011). Karena orang tua korban khawatir dengan kondisi korban dan meminta SERUNI melakukan pendampingan psikologis, maka kita melakukan
pendampingan
dengan
tujuan
mengembalikan
kepercayaan diri korban. Adapun langkah – langkah yang dilakukan antara lain: a. Rohaniawan
menumbuhkan
sikap
realistis
menerima peristiwa buruk yang telah terjadi.
dalam
bentuk
79
b. Memotivasi dalam mengembalikan rasa percaya dirinya agar dapat mengembangkan diri dan dapat mengaktualisasikan diri dalam perilaku yang positif. c. Meminta klien untuk selalu berdoa pada Allah, mengampuni segala dosa dan kesalahannya. Selain itu, rohaniawan juga memberikan bimbingan kepada keluarganya untuk tetap sabar dan selalu memotivasi dan membesarkan hati anaknya. Bapak Matori memberikan keterangan bahwa “Dalam proses konseling yang kita bongkar adalah psikologi dia, kejiwaan dia, bagaimana bisa menerima keadaan yang sudah terjadi, melihat kedepan, tidak meratapi dan sebagainya tetapi bagaimana mencari solusinya, kita tidak berputus asa tetapi bagaimana kita punya asa” (Wawancara tanggal 25 April 2011). 3. Kasus Ketiga Zul (nama samaran), usia 12 tahun, tinggal di daerah mangkang, di perkosa oleh Bapaknya sendiri Joko (nama samaran). Pada saat itu, Joko yang pengangguran sedangkan Istrinya Sari (nama samaran) bekerja sebagai buruh pabrik. Rumah dalam keadaan sepi hanya ada Zul dan Bapaknya. Zul di panggil oleh bapaknya ke dalam kamar dan di paksa melakukan hubungan intim. Bapaknya mengancam akan memukul dan membunuhnya jika menceritakan pada orang lain. Hal ini berulang hingga beberapa kali
80
(3 - 4 kali). Pada suatu hari, Zul menangis dan tidak mau ditinggal pergi ibunya. Setelah dibujuk, Zul menceritakan kalau bapaknya sering menyuruhnya tiduran dan melakukan hubungan intim padanya. Sari kecewa dengan perbuatan suaminya itu, hingga terjadilah pertengkaran. Dengan didampingi masyarakat Sari melapor ke Polisi (Ibu Hanum, Wawancara tanggal 14 April 2011). Melihat kasus perkosaan yang dialami oleh Zul mengakibatkan dampak psikologis pada korban dan ibunya. Dalam kasus perkosaan ini, korban diperlakukan secara khusus misalnya dalam kesaksian ada yang mendampingi atau diwakilkan karena korban ketakukan kalau melihat pelaku. Tim psikologis, dimintai pendapatnya oleh hakim apakah korban siap ditemukan dengan pelaku atau belum. Kalau belum siap, kesaksian cukup dengan BAP dan korban tidak harus hadir di pengadilan. Dalam kasus perkosaan tindak pidana harus ditangani dengan cepat, selama jangka waktu 40 hari harus sudah masuk persidangan, tidak menunggu korban sampai sembuh. Selain pendampingan pada Zul, konseling juga diberikan pada ibunya (Sari). Karena secara psikologis Sari merasa khawatir terhadap perkembangan anaknya selain itu juga sakit hati, kecewa, terhadap suaminya dan ingin menggugat cerai. Bimbingan yang diberikan pada Sari adalah: a. Bahwa musibah yang dialami keluarganya, hendaknya dianggap sebagai cobaan, dan setiap musibah pasti ada hikmahnya.
81
b. Menerima kenyataan dan pasrah terhadap nasib yang sedang dialami supaya terhindar dari stress. c. Diminta lebih khusu’ dalam menjalankan ibadah, khususnya sholat baik fardhu maupun sunnah. Selesai sholat dianjurkan untuk berdoa dan berdzikir. Dalam memberikan bimbingan pada anak (Zul), Rohaniawan lebih banyak dengan melalui cerita, memotivasi dan selalu mengingatkan untuk mematuhi orang tuanya, dan mengingatkan untuk mencintai
Allah SWT
dan
Rosul-Nya, serta
selalu
menjalankan perintahnya. Hal ini dimaksudkan agar anak menjadi tenang hatinya dan mengerti bahwa yang terjadi adalah ujian dari Allah. Sebagaimana seperti yang di ungkapkan oleh Bapak Matori tanggal 25 April 2011 bahwa “Dalam bimbingan kita harus tepat sasaran, apa yang kita sampaikan sesuai dengan daya tangkap klien, jadi kita menyampaikan nasehat dengan bahasa yang mudah dipahami, dimengerti, dan menggunakan kata – kata yang mampu menyentuh hati agar klien termotivasi untuk menjalani nasehat yang kita sampaikan”. 3.2.2. Metode Bimbingan Konseling Islam di PPT SERUNI Dalam suatu bimbingan konseling metode penyampaian menjadi bagian yang sangat penting, karena metode ini terkait dengan bagaimana seorang rohaniawan atau konselor menyampaikan materi, memberikan
82
pemahaman kepada yang dibimbing. Keberhasilan rohaniawan atau konselor dapat dinilai apakah metode yang digunakan tepat atau tidak, klien memahami materi atau tidak. Inilah fungsi dari metode bimbingan konseling Islam. Metode dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling Islam yang diterapkan, yaitu; a. Metode Dialogis Rohaniawan berdialog langsung secara individual dengan klien yaitu tentang masalah yang dihadapi. Rohaniawan menjelaskan materi yang
berhubungan
dengan
psikologi
Agama.
Materi
yang
disampaikan berdasarkan pada aqidah dan akhlak. b. Metode Tanya Jawab (kuisioner) Setelah Rohaniawan menjelaskan materi, rohaniawan memberikan pertanyaan kepada klien serta memberikan kesempatan pada klien untuk bertanya pada saat bimbingan berlangsung. c. Metode Persuasif Metode yang dimaksud di sini adalah upaya menjalin hubungan baik dengan klien, memahami
kondisi
klien. Pada
metode
ini
diaplikasikan dengan sikap empati dan kasih sayang. Metode ini merupakan penentu dari proses selanjutnya. Jika klien sudah menaruh kepercayaan kepada rohaniawan, maka rohaniawan akan mudah menggali data – data yang dibutuhkan. Klien juga akan terdorong untuk menceritakan dan mengungkapkan apa yang
83
dirasakannya, maka secara psikologis beban yang dideritanya terasa berkurang. Bapak Matori selaku rohaniawan SERUNI tanggal 25 April 2011 mengatakan bahwa “Dalam menyampaikan materi kepada klien dengan cara berdialog langsung, hal ini supaya jelas sasaran yang kita garap. Tanya Jawab juga terjadi ketika proses bimbingan berlangsung. Selain itu proses bimbingan juga bersifat persuasif, maksudnya seorang konselor atau rohaniawan harus mampu menjalin hubungan baik dengan klien”. 3.2.3. Materi Bimbingan Konseling Islam di PPT SERUNI Materi yang dimaksud adalah pesan – pesan yang disampaikan pembimbing kepada remaja trauma perkosaan yang mengandung nilai – nilai ajaran Islam. Dalam pelaksanaan bimbingan konseling Islam dalam menangani trauma remaja korban perkosaan terdapat materi diantaranya yaitu: 1. Pemahaman Akidah Meteri akidah yang diberikan bukanlah materi akidah yang lengkap, materi yang disampaikan berkaitan dengan iman dan takwa kepada Allah SWT. Hal ini di ungkapkan oleh Bapak Matori tanggal 25 April 2011 bahwa “Pembinaan akidah disampaikan karena melihat kondisi klien yang psikisnya terganggu sehingga dengan pemahaman akidah ini bisa membantu klien untuk lebih percaya kepada Allah SWT dan menyerahkan semuanya kepada Allah” (Wawancara tanggal 25 April 2011).
84
2. Pembinaan Akhlak Materi akhlak yang disampaikan meliputi ikhlas, bersabar, bertawakal dan ikhtiar. Rohaniawan menjelaskan bahwa musibah yang diberikan Allah SWT bukan merupakan kebencian kepada hambanya. Musibah merupakan peringatan Allah SWT sebagai wujud kasih sayang-Nya. Oleh karena itu kita harus ikhlas menerimanya dan bersabar menghadapinya. Selain itu, dengan bertawakal dan berikhtiar, berupaya untuk mengobati trauma yang dialaminya, yang nantinya akan membawa pengaruh pada diri klien. Dengan demikian klien akan terbebas dari rasa gelisah. Hal ini diungkapkan oleh Bapak Matori tanggal 25 April 2011. 3. Ibadah Bimbingan ibadah meliputi shalat dan berdoa atau dzikir. Rohaniawan menjelaskan bahwa materi ibadah penting untuk mendekatkan diri pada Allah karena klien merasa putus asa, kepercayaan diri hilang, dan kurang dapat menguasai perasaan dalam dirinya. Dengan arahan – arahan tersebut diharapkan sedikit – demi sedikit dapat menghilangkan perasaan diatas. Materi – materi bimbingan disampaikan kepada klien dengan cara nasehat. Pemberian bimbingan konseling keagamaan di PPT SERUNI dilakukan supaya klien yang mendapat cobaan dari Allah SWT hingga mengalami trauma, kecemasan, ketakutan, dan keadaan jiwa yang tidak
85
menentu, dapat memberikan ketenangan jiwa klien dan merangsang kesembuhan klien dari trauma yang dialaminya. Remaja korban perkosaan dibimbing dengan pengetahuan Agama Islam yang telah disesuaikan dengan hati nuraninya. Sebagaimana wawancara tanggal 25 April 2011 dengan Bapak Matori, beliau mengatakan “Materi konseling yang kita sampaikan disesuaikan dengan kadar daya tangkap konseli (klien), jadi tidak terlalu banyak materi keagamaan yang kita sampaikan, namun materi Agama kita fulgarkan sehingga inti sari Agama itu masuk kedalam psikologinya dimana Agama itu sesuai dengan hati nuraninya.” Berdasarkan hasil wawancara tanggal 25 April 2011 dengan Bapak Matori diperoleh informasi bahwa “Konseling keagamaan diberikan pada remaja korban perkosaan dengan harapan klien akan mendapatkan ketenangan batin dan membantu dalam rangka penyembuhan trauma”. Bimbingan dan konseling Islam dilakukan SERUNI agar klien yang mendapat musibah dari Allah yang mengalami kecemasan, ketakutan, dan keadaan jiwa yang tidak
menentu, pada saat itu bimbingan keagamaan
memberikan relaksasi sehingga akan memberi ketenangan dan ketentraman jiwa klien. Manfaat adanya bimbingan keagamaan terlihat pada kondisi psikologi klien. Ibu Atik selaku Sekertaris SERUNI mengungkapkan bahwa “Klien setelah mengikuti bimbingan keagamaan termotivasi untuk sembuh dan berinteraksi dengan orang lain secara positif. Dapat dilihat kondisi klien yang
86
lebih stabil pada proses bimbingan dan konseling tahap berikutnya” (Wawancara tanggal 18 November 2010).
BAB IV ANALISIS BIMBINGAN KONSELING ISLAM DALAM MENANGANI TRAUMA REMAJA KORBAN PERKOSAAN DI PPT SERUNI KOTA SEMARANG
Dalam kehidupan, yang namanya masalah besar ataupun kecil harus diselesaikan, sebab setiap permasalahan akan berdampak pada psikis seseorang. Gangguan psikis yang sering dialami oleh remaja korban perkosaan adalah rasa ketakutan, kecemasan, hilangnya kepercayaan diri, dan menjadi remaja yang introvert terutama bagi remaja yang lemah imannya akan muncul keinginan untuk mengakhiri hidupnya dengan jalan yang tidak diridhoi oleh Allah SWT. Kerena kuat-lemahnya iman seseorang dapat mempengaruhi kondisi fisik dan psikisnya. Oleh karena itu bimbingan dan konseling Islam sangat diperlukan dalam mengarahkan kepada hal-hal yang positif atau amar ma’ruf, kaitannya dengan dakwah secara psikologis adalah berupaya membangun manusia seutuhnya, membangun ruhaniah manusia menuju kesejahteraan batiniah dan meningkatkan jasmaniah sebagai sarana untuk memperoleh kesejahteraan dunia.
4.1. Analisis Bimbingan Konseling Islam dalam Menangani Trauma Remaja Korban Perkosaan di PPT SERUNI Kota Semarang Bimbingan dan konseling Islam sebagaimana telah diuraikan dalam bab sebelumnya merupakan bagian dari proses dakwah. Artinya, bimbingan dan konseling Islam sebagai ilmu dakwah terapan bertanggung jawab secara praktis terhadap pembentukan pribadi, keluarga dan masyarakat. Hal ini terjadi karena
87
88
sebenarnya dakwah adalah aktivitas praktis, aktivitas yang langsung dihadapkan pada realitas di lapangan, bukan sekadar pendekatan teoritis yang tidak sesuai dengan realitas sehingga jika terjadi ketimpangan dan kerancuan dalam pembentukan psikologi seseorang agar sesuai dengan nilai-nilai Agama maka harus menilik bagaimana kerangka berpikir serta berjalannya aktivitas dakwah (Musnamar, 1995 : 23). Esensi dakwah (Arifin, 1997: 6) terletak pada ajakan, dorongan (motivasi) rangsangan, serta bimbingan terhadap orang lain untuk menerima ajaran Islam dengan penuh kesabaran demi keuntungan dirinya sendiri, bukan untuk kepentingan juru dakwah (rohaniawan atau konselor). Berdakwah bukan hanya sebatas menyampaikan semata. Esensi dakwah Islamiyah yang penulis sampaikan dalam analisis ini berpijak dari pengertian dakwah yang luas, penulis berusaha mencari pengertian yang relevan dengan obyek penelitian ini. Dakwah sebagai proses “transformasi” yang dapat mengubah kondisi seseorang dari kondisi fisik maupun mental dari yang kurang baik menjadi baik, dari kondisi baik menjadi lebih baik. Proses transformasi di sini dimaksudkan sebagai proses penerapan nilai-nilai Islam dalam kehidupan sedangkan dakwah sebagai aktivitas yang membahasakan kalam Allah memberikan arti bahwa landasan gerak dan tujuan dari aktivitas dakwah adalah Al-Qur'an (Sanwar, 1985 : 12). Berkaitan dengan ruang lingkup dan luasnya tanggung jawab dakwah, apalagi ditengah keanekaragaman masyarakat dan perkembangan zaman menuntut adanya upaya untuk menciptakan konsep dakwah yang relevan dengan keanekaragaman mad’u. Bimbingan dan konseling Islam sebagai salah satu
89
disiplin ilmu yang bersentuhan langsung dengan dakwah juga menuntut perubahan yang sama dalam era globalisasi dan modernisasi yang ditandai dengan perubahan yang berlangsung cepat, terutama didorong oleh kemajuan teknologi dan penyempitan ruang dan waktu. Bimbingan dan konseling Islam juga diterapkan dalam membantu klien SERUNI selaku lembaga sosial yang menangani penghapusan kekerasan terhadap perempuan dan anak berbasis gender. Langkah-langkah yang dilakukan PPT SERUNI adalah pertama mengidentifikasi masalah yang dihadapi Klien dengan melalui wawancara konseling. Setelah masalah klien teridentifikasi kemudian mendiagnosis permasalahan untuk menentukan terapi yang akan diterapkan dalam membantu klien. Setelah klien melakukan terapi, PPT SERUNI mengevaluasi pelaksanaan terapi dan melakukan follow up kepada klien. Penerapan bimbingan dan konseling Islam di PPT SERUNI guna membantu proses penyembuhan dan pemulihan serta menuntun kearah yang lebih baik dan lebih dekat dengan Allah SWT. Bimbingan dan konseling Islam kepada klien remaja korban perkosaan ditangani oleh pembimbing atau rohaniawan. Rohaniawan memberikan bimbingan dengan menggunakan berbagai pendekatan dan penanaman akidah, akhlak, serta ibadah kepada klien melalui nasehat-nasehat. Bimbingan dan konseling Islam di PPT SERUNI merupakan suatu upaya dalam membantu menangani trauma remaja korban perkosaan agar lebih tenang, ikhlas, sabar, dan tabah dalam menghadapi musibah yang dialaminya. Dalam bab ini penulis akan menganalisis dari segi pemberian bimbingan, metode, dan materinya;
90
1. Pembimbing (Rohaniawan) Tenaga pembimbing atau rohaniawan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah seseorang yang memberikan bimbingan keagamaan kepada remaja trauma perkosaan. Pada dasarnya pembimbing sudah mengusai materi yang akan disampaikan dan mengetahui metode mana yang akan digunakan, yang tepat yang sesuai dengan kebutuhan klien. Karena pembimbing sudah banyak pengalaman tentang persoalanpersoalan yang dihadapi remaja trauma perkosaan. Dalam pemberian layanan bimbingan keagamaan kepada remaja trauma perkosaan dibutuhkan seorang yang professional, dalam artian harus benar-benar dapat menyikapi berbagai persoalan klien. Karena pembimbing bukan hanya memberikan bimbingan saja akan tetapi berperan juga sebagai konselor. Dimana klien bisa berkonsultasi mengenai semua apa yang dirasakannya. Sebagai pembimbing selayaknya mempunyai kepribadian perfect (sempurna), sejalan dengan Al qur'an dan Hadist. Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh pembimbing dalam bimbingan dan konseling Islam itu dapat dibedakan atau dikelompokkan sebagai berikut: (1) kemampuan progesional (keahlian) (2) sifat kepribadian yang baik (akhlaqul karimah) (3) kemampuan kemasyarakatan (berukhuwah Islamiyah) (4) ketakwaan pada Allah (Musnamar, 1995 : 42)
91
Adz-Dzaky (2004: 299) mengemukakan bahwa seorang konselor islam harus memiliki kualifikasi-kualifikasi yang meliputi, aspek spriritualitas, moral, serta keilmuan dan skill, pengetahuan mengenai diri sendiri, kesehatan, psikologi, kejujuran, kesabaran, kehangatan, dapat dipercaya dan mempunyai kesadaran holistic (memperhatikan dimensi kemanusiaan). 2. Metode bimbingan dan konseling Islam di PPT SERUNI Dalam suatu bimbingan dan konseling metode penyampaian menjadi bagian yang sangat penting, karena metode terkait dengan bagaimana seorang pembimbing menyampaikan materi, memberikan pemahaman kepada yang dibimbing. Keberhasilan pembimbing dapat dinilai apakah metode yang digunakan tepat atau tidak, klien memahami materi atau tidak. Inilah fungsi dari metode bimbingan dan konseling Islam. Adapun metode yang digunakan oleh pembimbing dalam membantu remaja trauma perkosaan yaitu dengan menggunakan metode langsung, dimana pembimbing berdialog langsung kepada klien secara tatap muka. Pembimbing dalam memberikan layanan, harus memahami kondisi
klien,
menjalin
hubungan
baik,
dan
saling
percaya.
Pembimbingpun juga memberikan kesempatan kepada klien untuk bertanya
pada saat proses bimbingan berlangsung agar tercapai
pemahaman yang diinginkan.
92
Dengan adanya pelayanan bimbingan secara langsung ini, klien dengan mudah mengungkapkan segala permasalahannya, baik yang bersifat pribadi maupun umum, karena pembimbing adalah orang yang dapat dipercaya dan dapat menyimpan rahasia. Selain itu, klien menyakini bahwa pembimbing dapat membantu mengatasi permasalahan klien (remaja trauma perkosaan). Lingkungan juga menjadi faktor yang menentukan. Dukungan yang diberikan oleh rohaniawan, konselor, dan semua pihak yang ada di sekelilingnya merupakan suatu bentuk suasana lingkungan yang kondusif bagi klien. Adanya perhatian dari rohaniawan atau konselor di SERUNI semakin memudahkan klien untuk keluar dari masalahnya. Hal ini merupakan bentuk riil dukungan dari pihak SERUNI. 3. Materi bimbingan dan konseling Islam di PPT SERUNI Dalam memberikan pelayanan, pembimbing tidak terlepas dari materi yang disampaikan, karena isi materi sangat menentukan membantu penguatan kejiwaan klien. Adapun materi yang disampaikan oleh pembimbing antara lain dalam hal keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT, ikhlas, sabar, bertawakal, ikhtiar dan berdo’a. Materi tersebut diberikan dengan tujuan dan harapan agar klien meningkatkan ketaqwaannya, lebih sabar dan ikhlas dalam menerima ketentuan Allah supaya jiwanya menjadi tenang. Oleh karena itu materi merupakan hal yang sagat urgen dalam keberhasilan bimbingan dan materi tersebut sudah disampaikan dengan baik oleh pembimbing.
93
Setelah kita lihat contoh kasus perkosaan yang dialami oleh remaja pada bab tiga, tiap-tiap korban mengalami keguncangan jiwa atau mentalnya terutama ketakutan, kecemasan, menjadi introvert dan hilangnya kepercayaan dirinya. Hal ini terjadi pada korban dan keluarganya dan manifestasinya pun berfariasi dari yang ringan sampai yang berat tergantung pada temperamen orang yang sedang mengalaminya. Dengan kondisi semacam itu maka perlu adanya bimbingan kerohanian atau keagamaan. Dengan tujuan agar klien mendapatkan keikhlasan, kesabaran, dan mampu mengaktualisasikan dirinya kembali secara positif. Hal ini sejalan dengan teori Latif (2006) yang menyatakan bahwa bimbingan dan konseling Islam mempunyai tujuan membantu menyembuhkan klien dari segi rohaninya dengan memberi motivasi dan semangat untuk mereka, menyadarkan bahwa datangnya musibah berasal dari Allah. Selain itu Rohaniawan juga mengajak klien (mad’u) untuk lebih mendekatkan diri pada Allah SWT. Ini berarti bahwa rohaniawan memiliki peran dan tanggung jawab sebagai orang yang merawat dan membimbing mereka secara psikologis. Dari hasil penelitian, ternyata bimbingan dan konseling islam yang dilakukan di PPT SERUNI terhadap remaja trauma perkosaan adalah dengan: 1. Menumbuhkan sikap optimis dalam diri klien dalam menyelesaikan masalah yang dihadapinya. 2. Menumbuhkan harapan bahwa kehidupan yang lebih baik masih bissa dimiliki. 3. Menumbuhkan sikap realistis dalam bentuk menerima peristiwa buruk yang telah terjadi.
94
4. Memotivasi dalam mengembalikan rasa percaya dirinya agar dapat mengaktualisasikan dirinya kembali. 5. Menumbuhkan rasa sabar, ikhlas pada diri klien dan keluarganya 6. Menumbuhkan rasa tenang dan menghilangkan rasa agelisah pada diri klien. 7. Memberikan sugesti pada diri klien dengan materi yang disampaikan. Ditinjau dari segi kesehatan mental (jiwa), materi akidah seperti dzikir dan do’a berperan dalam pembinaan, karena dzikir dan do’a berhubungan langsung dengan sifat mengingat dan mengungkapkan perasaan, serta orang yang dalam ketakutan, kecemasan akan memperoleh ketenangan batin dan jiwa, karena orang yang semakin banyak berdzikir dan berdo’a seamkin tinggi ketenangan jiwanya dan semakin tinggi ketaqwaan dan keimanannya. Dengan pemberian bimbingan dan konseling keagamaan diharapkan klien akan mengerti bahwa semua yang dihadapinya tidak lain merupakan cobaan dari Allah dan harus kita terima dengan lapang dada, karena Allah SWT telah merencanakan sesuatu yang terbaik untuk umatnya dan Allah dalam memberikan cobaan pasti sudah diperhitungkan sesuai dengan kemampuan umatnya, maka dari itu sudah seharusnya klien ikhlas dengan apa yang sudah digariskan oleh Allah SWT. Disinilah bentuk dakwah yang direalisasikan melalui bimbingan konseling Islam di PPT SERUNI, dimana pembimbing dapat melakukan suatu pendekatan yang tepat, yaitu suatu upaya mengajak dari tingkah laku yang tidak baik menjadi baik, dan yang baik menjadi lebih baik dan mampu menjaganya.
95
Dari uraian diatas nampak bahwa bimbingan konseling Islam dijadikan salah satu metode atau sarana pemulihan trauma karena pendekatan Agama adalah pendekatan yang humanistik, untuk itu bimbingan konseling Islam sangat diperlukan di PPT SERUNI guna menyadarkan klien akan fitrahnya sebagai makhluk ciptaan Allah SWT dan mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Yang mana hasil penulisan ini sejalan dengan teorinya Faqih yang menyatakan bahwa dengan menyadari eksistensinya sebagai makhluk Allah, berarti yang bersangkutan dalam hidupnya akan berperilaku tidak keluar dari ketentuan dan petunjuk Allah, dengan hidup seperti itu maka akan tercapai kebahagiaan di dunia dan akhirat.
4.2. Analisis Nilai Dakwah dalam Bimbingan Konseling Islam dalam Menangani Trauma Remaja Korban Perkosaan di PPT SERUNI Kota Semarang. Praktek dakwah yang dilakukan oleh PPT SERUNI dalam menangani trauma remaja korban perkosaan direalisasikan melalui bimbingan dan konseling oleh pembimbing atau rohaniawan. Penerapan nilai-nilai dakwah dalam menangani trauma remaja korban perkosaan di PPT SERUNI berupa penanaman nilai-nilai akidah, akhlaq dan ibadah serta materi-materi lain yang disesuaikan dengan kondisi klien dan tentunya materi tersebut sesuai dengan ajaran Islam (Alqur’an dan Hadist). Al-qur’an dan Hadist merupakan dasar utama dalam menjalankan bimbingan dan konseling Islam, karena Al-qur’an adalah sebuah petunjuk dan penawar bagi orang-orang yang beriman. Selain itu juga bisa digunakan sebagai
96
penawar hati yang gundah, cemas, serta penyakit-penyakit lain yang bersarang pada jiwa manusia. Sebagaimana dijelaskan dalam Q. S. Al-Isra’ ayat 82.
Artinya: Dan Kami turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian. (Depaq, 2007: Q. S. Al- Isra’: 82) Nilai-nilai akidah diberikan dengan tujuan agar klien meyakini sepenuhnya kepada Allah dan memelihara keimanannya. Selain itu, berkaitan dengan ibadah, pembimbing mendorong klien untuk selalu beribadah seperti sholat, dzikir, dan berdoa atau yang lainnya. Serta pembimbing menumbuhkan sikap
ikhlas
dalam
menerima
musibah
yang
dialaminya
dan
tetap
klien
dapat
mengaktualisasikan dirinya secara positif. Materi-materi
tersebut
disampaikan dengan
harapan
meningkatkan ketaqwaannya pada Allah dalam menghadapi musibah dan selalu ikhlas menerima ketentuan Allah, selalu berdoa, berdzikir, dan memohon ampunan pada Allah agar hati menjadi tenang. Materi-materi yang disampaikan kepada klien diberikan dengan cara nasehat, mendorong, dan mengajak klien supaya dapat bersikap dan berperilaku dalam menghadapi masalah yang dialaminya. Jadi nilai-nilai dakwah dalam bimbingan dan konseling Islam di PPT SERUNI pada pola kehidupan spiritual yang ditekankan oleh pembimbing dalam menangani trauma remaja korban perkosaan melalui pelaksanaan Bimbingan dan Konseling keagamaan.
BAB V PENUTUP
5.1. Kesimpulan Kesimpulan yang dapat penulis ambil berdasarkan uraian di atas adalah sebagai berikut: 1. PPT SERUNI dalam menangani kasus remaja korban perkosaan dengan memberikan pelayanan secara holistic, yang artinya pelayanan di berbagai segi kehidupan yaitu pelayanan medis, hukum, psikologi, psikososial, dan pelayanan rohani. Langkah-langkah yang dilakukan yaitu identifikasi masalah, diagnosis, terapi, evaluasi dan follow up. 2. Proses bimbingan dan konseling Islam dalam menangani trauma remaja korban perkosaan di Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) SERUNI Kota Semarang adalah suatu rangkaian kegiatan penyampaian atau pemberian nasehat yang Islami oleh pembimbing atau rohaniawan. Materi yang disampaikan berkisar pada pemahaman akidah, akhlak dan ibadah. Dalam materi akidah yang disampaikan berkisar tentang keimanan dan ketaqwaan. Materi akhlak yang disampaikan meliputi sifat ikhlas, sabar, bertawakal, dan ikhtiar. Sedang materi ibadah yang disampaikan meliputi ibadah sholat dan dzikir. Materi-materi itu disampaikan dengan nasehat secara langsung kepada klien dengan berdialog, tanya jawab, dan dengan persuasif.
97
98
3. Bimbingan konseling Islam yang diterapkan di PPT SERUNI dalam pelaksanaannya memiliki fungsi kuratif yang cukup signifikan karena tidak sekedar membantu kesembuhan tetapi juga mempunyai peran psikoreligius
selama
proses
penyembuhan
dan
diharapkan
dapat
mengaktualisasikan dalam kehidupan nyata.
5.2. Saran-Saran Mengingat proses bimbingan dan konseling Islam dalam menangani trauma remaja korban perkosaan sudah berjalan dengan baik, maka penulis memberikan saran-saran: 1. Untuk konselor atau rohaniawan a. Rohaniawan lebih meningkatkan proses tersebut sehingga maksimal bahkan sempurna. b. Rohaniawan harus menunjukan sikap empati dan Islami kepada klien agar lebih mudah membangun hubungan komunikasi dan klien dapat menerima materi-materi yang disampaikan. c. Menjadi ahli kesehatan Islam sangat sedikit jumlahnya, maka umat Islam sebagai kaum mayoritas di Indonesia harus dapat memenuhi kebutuhan dalam bidang kesehatan ini. 2. Bagi PPT SERUNI a. Hendaknya meningkatkan usaha pemenuhan sarana dan prasarana atau fasilitas bimbingan dan konseling Islam.
99
b. PPT SERUNI hendaknya meningkatkan aktifitas dakwah Islam tidak hanya melalui tenaga rohaniawan tetapi juga sosialisasisosialisasi pencegahan yang Islami.
5.3. Penutup Syukur Alhamdulillah atas rahmat dan petunjuk-Nya, sehingga penyusunan skripsi tentang bimbingan konseling Islam dalam menangani trauma remaja korban perkosaan di PPT SERUNI dapat terselesaikan dengan baik. Penulis
berusaha
semaksimal
mungkin,
namun karena
keterbatasan
kemampuan penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna, banyak kekurangannya. Meskipun demikian, penulis berharap penelitian yang dilakukan dapat bermanfaat bagi semua, khususnya bagi penulis sendiri. Penulispun mengharapkan berbagai saran dan kritik demi sempurnanya skripsi ini.
Semarang, 01 Juli 2011 Penulis
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Zainal. 2003. Jurnal Aplikasi Ilmu-Ilmu Agama Vol. IV No. 1, Yogysksrts, PPM IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Adz-Dzaky, Bakran Hamdani HM. 2004. Konseling dan Psikoterapi Islam, Jogyakarta: Fajar Pustaka Baru. Al-Bukhari, Jefri. 2006. Sekuntum Mawar untuk Remaja, Jakarta: Pustaka al-Mawardi. Ali, Mohhammad dan Sarori Mohammad. 2004. Psikologi Remaja, Jakarta: PT. Bumi Aksara. Arifin, M.. 1997. Psikologi Dakwah, Bumi Aksara, Jakarta. Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian “Suatu Pendekatan Praktek” Jakarta: PT. Rineka Cipta. Azwar, Saifudin, 1998. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Bakhtiar, Wardi. 1997. Metodologi Penelitian Dakwah, Jakarta: Logos Wacana. Brosur SERUNI, Pelayanan Terpadu Penanganan Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak Berbasis Gender Bukhari, Shahih. 1993. Terjemah Jilid IX, Semarang: CV. Asy-Syifa’ . Christian, M. 2005. Jinakkan Stress (Kiat Hidup Bebas Tekanan)., Bandung: Nexx Media Depag, RI. 2007. Al-Qur’an Terjemah. Semarang: CV. Thoha Putra. Depdiknas., 2002., Kamus Besar Indonesia., Jakarta: Balai Pustaka. Dokumen SERUNI (Standar Operasional Pelayanan (SOP) SERUNI) Echols dan Shadily, 1993. Kamus Inggris Indonesia, Jakarta: Gramedia. Faqih, Ainur Rakhim. 2001. Bimbingan Konseling Islam, Yogyakarta: UII Pers. Greenberg, Jerrold S. 2006. Comprehensive Stress Management, New York: McGraw-Hill Campanies. Gunarsa, Ny. Singgih D. dan Gunarsa, Singgih D. 2007. Psikologi untuk Membimbing, Jakarta: Gunung Mulia. Hallen, A. 2002,. Bimbingan dan Konseling dalam Islam., Jakarta: Ciputat Press.
Hidayat, Nur Fitroh. 2008. Penanggulangan Budaya Seks Bebas pada Remaja menurut Jefri Al-Bukhari dalam Buku “Sekuntum Mawar untuk Remaja” (Analisis Materi dan Metode Bimbingan Konseling Islam). (Tidak di Publikasikan. Skripsi Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang). Http://www.Hipnoterapi.asia/trauma.htm// diakses Tanggal 03 September 2010. Http://safwankita.Wordpress.com/2010/10/31/trauma-deteksi-diri-penanganan-awal-direalitas-sosial// diakses Tanggal 28 Nopember 2010. Http://Lintasberita.com/go/939889. diakses Tanggal 28 Nopember 2010. Luhulima, Sudiarti. 2000. Pemahaman Bentuk-bentuk Tindak Kekerasan terhadap Perempuan dan Alternatif Pemecahannya. Jakarta: PT. Alumni Magdalena, Merry. 2010. Melindungi Anak dari Seks Bebas, Jakarta: PT. Grasindo. Mahfianan, L. dkk. 2009. Remaja dan Kesehatan Reproduksi., Yogyakarta: STAIN Ponorogo Press. Mappiare, Andi. 1996. Pengantar Konseling dan Psikoterapi., Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Maqsood, Waris Ruqayyah. 2004. Menyentuh Hati Remaja: Bimbingan Islam untuk Mengatas Problem-problem Remaja, Bandung: Al-Bayan PT. Mizan Pustaka. Monk F. J. dan A. M. P. Knoers. 2006. Psikologi Perkembangan, Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Moleong, Lexy J. 2009. Metode Penelitian Kualitatif (edisi Revisi), Bandung: PT. Remaja Rosda Karya. Musnamar, T. 1995. Dasar-dasar Konseptual Bimbingan dan Konseling Islam., Yogyakarta: UII Press. Nata, Abuddin. 2009. Metodologi Studi Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Nugroho, Boyke Dian. 2010. It’s All About Sex: A-Z tentang Seks, Jakarta: PT. Bumi Aksara. Papalia, Diane E. 2004. Human Development., America: The McGraw-Hill Companies. Prayitno dan Erman Amti,. 1999. Dasar – Dasar Konseling Islam., Jakarta: Rineka cipta. Rejeki, Tri. 2009. Materi Bimbingan Konseling Islam dalam Menangani Klien Gangguan Kejiwaan Hamil Tanpa Nikah (Studi Kasus di PILAR_PKBI kota Semarang). (Tidak di Publikasikan. Skripsi Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang). Rokhim, M. Abdul. 2008. Peran Seruni dalam Menangani Istri Korban Kekerasan dalam Rumah Tangga (Perspektif Bimbingan Konseling Islam). (Tidak di Publikasikan. Skripsi Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang).
Saerozi. 2008. Metodologi Penelitian Dakwah (Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif), Semarang: Bagian Penerbitan LABDA Fakultas Dakwah IAIN Walisongo. Sarwono, Sarlito Wirawan., 2005., Psikologi Remaja., Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Semium, Yustinus. 2007. Kesehatan Mental 2, Yogyakarta: Kanisius. Shertzer, Bruce and Shelley Stone C. 1971. Fundamentals Of Guidance, Boston: Houghton Mifflin Company. Sudarsono, 1997. Kamus Konseling, Jakarta: PT. Rineka Cipta. Sujanto, Agus., 1996., Psikologi Perkembangan., Jakarta: Rineka Cipta. Surtiretna, Nina. 2006. Remaja dan Problema Seks. Bandung: Remaja Rosdakarya. Sutoyo, Anwar. 2007. Bimbingan dan Konseling Islami, Semarang: Cipta Prima Nusantara. Sutopo, H. B. 2002. Metode Penelitian Kualitatif Dasar Teori dan Terapannya dalam Penelitian, Surakarta: Univesitas Sebelas Maret Press. Wawancara: Ibu Dewi Tian Tari. 10 Nopember 2010. Wawancara: Ibu Irene Koernia Arifajar: 18 April 2011. Wawancara: Ibu Sri Gudiarti (Atik): 18 November 2010. Wawancara: Ibu Rumiati Hanum: 14 April 2011. Wawancara: Bapak Matori: 25 April 2011. Wawancara: Mas Prazudhi K. A.: 19 April 2011. Wawancara: Mas Andy Marga Kusuma: 18 April 2011. Walgito, Bimo. 2005. Bimbingan dan Konseling (Studi dan Karir), Yogyakarta: C.V Andi Offset. Winkel S. J., dan Sri Hastuti. 2006. Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan, Yogyakarta: Media Abadi. Yahya, Imam Abu Zakaria. 1987. Darul Qutub Al-Alamiyah. Libanon.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama
: Haryanti
Nim
: 061111001
Tempat, Tanggal Lahir
: Grobogan, 17 Maret 1986
Umur
: 25 Tahun
Agama
: Islam
Kewarganegaraan
: Indonesia
Alamat
: Bulustalan V / 716 Semarang
JENJANG PENDIDIKAN
1. SDN Jatilor Godong
: 1998
2. MTS YATPI Godong
: 2001
3. SMK LPI Semarang
: 2004
4. Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang: 2011
PENGALAMAM ORGANISASI
1. Pengurus Yayasan Al-Madani Semarang Sampai Sekarang 2. Anggota TPQ Al-Khoiryyah Semarang Sampai Sekarang