BIMBINGAN KONSELING ISLAM TERHADAP ANAK KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (STUDI KASUS DI LEMBAGA REHABILITASI YAYASAN JAWOR KOTA SEMARANG)
SKRIPSI untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I)
Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam (BPI)
KISWANTORO 1104011
FAKULTAS DAKWAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG 2010
NOTA PEMBIMBING
Lamp. : 5 (lima) eksemplar Hal : Persetujuan Naskah Usulan Skripsi Kepada. Yth. Bapak Dekan Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang di Semarang. Assalamu alaikum Wr. Wb. Setelah
membaca,
mengadakan
koreksi
dan
perbaikan
sebagaimana mestinya, maka kami menyatakan bahwa skripsi saudara: Nama
: Kiswantoro
NIM
: 1104011
Fak./Jur.
: Dakwah / BPI (Bimbingan dan Penyuluhan Islam)
Judul Skipsi : Bimbingan Konseling Islam terhadap Anak Korban Kekerasan dalam Rumah Tangga (Studi Kasus di Lembaga Rehabilitasi Yayasan Jawor Kota Semarang). Dengan ini telah kami setujui dan mohon agar segera diujikan. Demikian, atas perhatiannya diucapkan terima kasih. Wassalamu alaikum Wr. Wb.
Semarang, Mei 2010 Pembimbing, Bidang Substansi Materi
Bidang Metodologi & Tatatulis
Drs. H. Abdul Ghofier Romas NIP. 19460412 197611 1 001 Tanggal :
H. Abu Rohmat. M.Ag. NIP. 19760407 200112 1 003 Tanggal :
SKRIPSI BIMBINGAN KONSELING ISLAM TERHADAP ANAK KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (STUDI KASUS DI LEMBAGA REHABILITASI YAYASAN JAWOR KOTA SEMARANG) Disusun Oleh Kiswantoro 1104011 telah dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal 28 Juni 2010 dan dinyatakan telah lulus memenuhi syarat Susunan Dewan Penguji Ketua Dewan Penguji/ Dekan/Pembantu Dekan
Penguji I
Drs. Ali Murtadho, M.Pd NIP. 196901818 199503 1 001
Baidi Bukhori, M.Si NIP. 19730427 199603 1 001
Sekretaris Dewan Penguji/ Pembimbing
Penguji II
Dr. H. Abu Rohmat. M.Ag. NIP. 19760407 200112 1 003
Komarudin, M.Ag NIP. 19680413 200003 1 001
Pembimbing I,
Drs. H. Abdul Ghofier Romas NIP. 19460412 197611 1 001
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri dan di dalamnya tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi di lembaga pendidikan lainnya. Pengetahuan yang diperoleh dari hasil penerbitan maupun yang belum/tidak diterbitkan, sumbernya dijelaskan di dalam tulisan dan daftar pustaka.
Semarang, Mei 2010 Penulis
Kiswantoro NIM: 1104011
MOTTO
. “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan” (QS. At-Tahrim : 6)
PERSEMBAHAN Kupersembahkan karya tulis skripsi ini bagi mereka yang selalu setia menemaniku di kala senang dan sedih. •
Almamaterku Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang. Tiada kata yang dapat ku ucap selain terima kasih, dan skripsi ini sebagai wujud rasa terima kasih untuk semuanya .
•
Ayahanda dan Ibunda Alm. Pardjono dan Hj. Siti Fatimah Paini.
Yang selalu mencurahkan
kasih sayang, perhatian yang tiada pernah henti, serta do a dan restu yang selalu ananda harapkan dalam segala hal . •
Kakak-kakakku Moch. Darwanto, Nur syafa’ati, Sri Subekti, Pargi Astuti, Slamet Sismani, dan Djoko Sutrisno. Yang senantiasa memberikan motivasi dan senyum kebahagiaan .
•
Adikku Sapto Yuli Widayanto. Yang selalu memberikan motivasi dan do
•
.
Keponakan-keponakanku Choirul Ana am Pambudi, Muh. Setiadi, Muh. Gus Nadif, Sistri Mumpuni, Eka Nanda, dan Muh. Adnan. Yang selalu menghiburku dikala sedih dan senang .
•
Calon Istriku Tercinta Nurul Fatimah S.Sos.I.
“Yang
selalu memberikan motivasi dan semangat,
serta senantiasa setia menemaniku . •
Sedulur-sedulur Sanggar WADAS Yang telah menciptakan suasana keakraban sehingga sulit untuk mengucapkan kata berpisah .
•
Teman-Temanku Agung, Hasyim, Azwar, Saerozi, Sokhi. “Thank s for All, ma af saya selalu merepoti kalian .
ABSTRAKSI Penelitian ini berjudul “Bimbingan Konseling Islam Terhadap Anak Korban Kekerasan dalam Rumah Tangga (Studi Kasus di Lembaga Rehabilitasi Yayasan Jawor Kota Semarang)”. Secara logis anak memiliki dua nilai fungsi, yakni fungsi sebagai amanah dari Allah SWT dan fungsi sebagai generasi penerus kehidupan di masa depan. Untuk memenuhi harapan dua fungsi tersebut, sudah selayaknya orang tua atau keluarga dapat memainkan peranan penting dalam proses pendidikan dan pengembangan anak. Akan tetapi malah sebaliknya orang tua atau keluarga juga dapat mengganggu perkembangan anak yakni dalam permasalahan kekerasan dalam rumah tangga. Dari uraian tersebut terdapat dua permasalahan yaitu bagaimana dampak kekerasan dalam rumah tangga terhadap kesehatan mental anak dan pelaksanaan bimbingan konseling Islam di Lembaga Rehabilitasi Yayasan Jawor terhadap kesehatan mental anak korban kekerasan dalam rumah tangga. Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian skripsi ini adalah untuk mengetahui dampak kekerasan dalam rumah tangga terhadap kesehatan mental anak dan pelaksanaan bimbingan dan konseling Islam di Lembaga Rehabilitasi Yayasan Jawor terhadap kesehatan mental anak korban kekerasan dalam rumah tangga. Jenis penelitian dalam skripsi ini adalah penelitian lapangan, dengan pendekatan bimbingan dan konseling Islam, sedangkan spesifikasi penelitian yang digunakan adalah deskriptif. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah: observasi, interview (wawancara) dan dokumentasi. Metode analisis yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif kualitatif, yang bertujuan melukiskan secara sistematis fakta dan karakteristik bidang-bidang tertentu secara faktual dan cermat dengan menggambarkan keadaan atau status fenomena. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dampak kekerasan dalam rumah tangga terhadap kesehatan mental anak di lembaga rehabilitasi Yayasan Jawor diantaranya yaitu: depresi, stres, frustasi, ketakutan, kekalutan mental, neurotis, dan psikotis. Dampak tersebut dipengaruhi oleh faktor ekonomi, moral dan agama. Bentuk dari kegiatan dakwah untuk menghadapi permasalahan tersebut dapat diwujudkan melalui kegiatan bimbingan dan konseling Islam. Dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling Islam di Lembaga Rehabilitasi Yayasan Jawor terhadap kesehatan mental anak korban kekerasan dalam rumah tangga terdapat beberapa materi, metode, teknik dan proses dalam terapi penyembuhan gangguan kesehatan mental. Dalam implementasinya, terlebih dahulu diterapkan materi bimbingan, diantaranya materi kerohanian dan badaniah. Selanjutnya metode atau cara yang ditempuh atau dilakukan dalam terapi penyembuhan, antara lain dengan terapi pijat, terapi mandi, terapi sholat, terapi dzikir, terapi alam, dan terapi kerja. Dan proses bimbingan terapi penyembuhan yang diberikan pembimbing bagi klien penderita gangguan kesehatan mental, yaitu pertama dengan memberikan pemijatan pada sekujur tubuh klien secara rutin, kedua memberikan bimbingan dan melakukan terapi penyembuhan secara keseluruhan, ketiga memberikan penilaian tentang tingkat kesadaran mereka selama menjalani terapi penyembuhan, dan yang terakhir dengan memberikan bimbingan luar yaitu dengan memberikan lapangan pekerjaan yang jelas.
KATA PENGANTAR
ÉOŠÏm§•9$# Ç`»uH÷q§•9$# «!$# ÉOó¡Î0 Syukur Alhamdulillah dipanjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat, taufiq, hidayah serta inayahNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas skripsi ini. Sholawat serta salam senantiasa penulis curahkan kepada nabi Muhammad SAW yang memberikan cahaya terang bagi umat Islam dalam mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar sarjana strata satu (S1) pada jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam (BPI) Fakultas Dakwah Institut Agama Islam Negeri Walisongo Semarang. Dalam perjalanan penulisan skripsi ini telah banyak hal yang dilalui oleh penulis yang bersifat cobaan, godaan, tantangan, dan lain sebagainya yang sangat menguras energi cukup lumayan banyak. Semua cobaan, Alhamdulillah dapat diatasi dan akhirnya dapat membuahkan hasil dengan selesainya skripsi ini yang diberi judul “Bimbingan Konseling Islam terhadap Anak Korban Kekerasan dalam Rumah Tangga (Studi Kasus di Lembaga Rehabilitasi Yayasan Jawor Kota Semarang)”. Untuk itu tidak ada kata yang pantas penulis ucapkan kepada pihakpihak yang telah membantu proses pembuatan skripsi ini kecuali dengan Jazakum Allah Ahsan al Jaza Jaza an Katsira. Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Prof. Dr. H. Abdul Djamil, M.A., selaku Rektor IAIN Walisongo Semarang. 2. Drs. H. M. Zain Yusuf, M.M, selaku Dekan Fakultas Dakwah beserta Pembantu Dekan I, II dan III. 3. Drs. H. Abdul Ghofier Romas dan H. Abu Rohmat M.Ag., selaku pembimbing I dan II yang selalu meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini. 4. Drs. Sugiarso, selaku dosen wali studi sejak saya masuk dan tercatat sebagai mahasiswa Dakwah yang selalu memberikan motivasi, pengarahan dan bimbingan kepada penulis.
5. Ketua Jurusan dan Sekretaris Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang. 6. Para Dosen pengajar dan staf karyawan di lingkungan Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang yang telah membantu dalam penyelesaian proses perkuliahan, urusan birokrasi dan lain sebagainya selama menuntut ilmu di Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang. 7. Segenap Pengasuh dan Pengurus Lembaga Rehabilitasi Yayasan Jawor Kota Semarang, terimakasih yang tak terhingga atas bantuannya dalam penyusunan skripsi ini. 8. Ayahanda, Ibunda, Kakak, adik dan saudara-saudaraku yang senantiasa memberikan motivasi dan mendo’akan disetiap perjalanan penulis dalam menjalani hidup. 9. Adinda Nurul Fatimah, tidak ada kata yang patut diucapkan selain ucapan terima kasih atas kebersamaan, bimbingan dan motivasinya. 10. Dan semua saja yang telah banyak membantu dalam penyelesaian skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan dalam lembaran kertas kecil ini. Sekali lagi penulis ucapkan: Jazakum Allah Ahsan al Jaza Jaza an Katsira. Semoga kebaikan dan keikhlasan semua pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan skripsi ini mendapat balasan dari Allah SWT. Akhirnya kepada Allah penulis berharap, semoga apa yang telah ada dalam skripsi ini bisa bermanfaat bagi penulis secara pribadi dan para pembaca pada umumnya. Amin.
Semarang,
Mei 2010
Penulis
Kiswantoro
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ...................................................................................
i
HALAMAN NOTA PEMBIMBING ...........................................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................
iii
HALAMAN PERNYATAAN ......................................................................
iv
HALAMAN MOTTO ..................................................................................
v
PERSEMBAHAN ........................................................................................
vi
ABSTRAKSI ...............................................................................................
vii
HALAMAN KATA PENGANTAR .............................................................
viii
HALAMAN DAFTAR ISI ...........................................................................
x
BAB I
PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang .......................................................................
1
1.2. Perumusan Masalah ................................................................
7
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................
8
1.4. Tinjauan Pustaka ....................................................................
9
1.5. Metode Penelitian ...................................................................
10
1.6. Sistematika Penulisan .............................................................
14
BAB II KESEHATAN MENTAL, KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA, DAN BIMBINGAN KONSELING ISLAM 2.1. Kesehatan Mental ....................................................................
17
2.1.1. Pengertian Kesehatan Mental ..........................................
17
2.1.2. Ciri-ciri Kesehatan Mental .............................................
18
2.2. Kekerasan dalam Rumah Tangga ............................................
20
2.2.1. Pengertian Kekerasan dalam Rumah Tangga ..................
20
2.2.2. Ruang Lingkup Kekerasan dalam Rumah Tangga ..........
21
2.2.3. Dampak-dampak Kekerasan dalam Rumah Tangga ........
23
2.3. Bimbingan Konseling Islam ....................................................
25
2.3.1. Pengertian Bimbingan Konseling Islam ..........................
25
2.3.2. Dasar Bimbingan Konseling Islam .................................
28
2.3.3. Fungsi dan Tujuan Bimbingan Konseling Islam .............
30
2.3.4. Metode dan Teknik Bimbingan Konseling Islam ............
34
2.3.5. Asas-Asas Bimbingan Konseling Islam ..........................
37
BAB III GAMBARAN YAYASAN
UMUM
BIMBINGAN
JAWOR
TERHADAP
DAN ANAK
KONSELING KORBAN
KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA 3.1. Profil Yayasan Jawor ...............................................................
41
3.1.1. Sejarah dan Perkembangan Yayasan Jawor .....................
41
3.1.2. Visi dan Misi Yayasan Jawor .........................................
43
3.1.3. Sruktur Organisasi Yayasan Jawor ..................................
44
3.2. Dampak Kekerasan dalam Rumah Tangga Terhadap Kesehatan Mental Anak di Lembaga Rehabilitasi Yayasan Jawor .............
45
3.3. Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling Islam Yayasan Jawor Terhadap Anak Korban Kekerasan dalam Rumah Tangga ........
50
3.3.1. Profil Anak Korban Kekerasan dalam Rumah Tangga ....
50
3.3.2. Profil Konselor ...............................................................
51
3.3.3. Metode Terapi Penyembuhan .........................................
53
3.3.4. Proses Bimbingan dan Konseling Yayasan Jawor............ BAB IV ANALISIS TERHADAP
BIMBINGAN ANAK
DAN
KORBAN
KONSELING KEKERASAN
54
ISLAM DALAM
RUMAH TANGGA DI LEMBAGA REHABILITASI YAYASAN JAWOR KOTA SEMARANG. 4.1. Analisis Dampak Kekerasan dalam Rumah Tangga Terhadap Kesehatan Mental Anak............................................................
57
4.2. Analisis Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling Islam di Lembaga Rehabilitasi Yayasan Jawor Terhadap Kesehatan Mental Anak Korban Kekerasan dalam Rumah Tangga ................................
60
4.3 Analisis Bimbingan dan Konseling Islam Terhadap Anak Korban Kekerasan dalam Rumah Tangga di Lembaga Rehabilitasi Yayasan Jawor .......................................................................................
68
BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan ............................................................................
72
5.2. Saran-saran .............................................................................
73
5.3. Kata Penutup ..........................................................................
74
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN DAFTAR RIWAYAT HIDUP
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Secara logis anak memiliki dua nilai fungsi, yakni fungsi sebagai amanah dari Allah SWT dan fungsi sebagai generasi penerus kehidupan di masa depan. Untuk memenuhi harapan dua fungsi tersebut, sudah selayaknya orang tua dapat memainkan peranan penting dalam proses pendidikan dan pengembangan anak. Proses tersebut dapat diselenggarakan secara langsung oleh orang tua dalam lingkungan keluarga maupun melalui bantuan jasa orang lain dalam lingkup pendidikan sekolah (Hidayah, 2000 : 7). Keluarga merupakan sarana pendidikan awal dalam perkembangan anak. Hal ini dikarenakan sebelum anak mengenal dunia luar, anak terlebih dahulu mendapat pendidikan dari lingkup keluarga. Sedangkan
disebut
sebagai pendidikan terpenting karena peluang anak untuk belajar dan memahami sesuatu ilmu dalam lingkup keluarga lebih besar keberhasilannya karena hal-hal sebagai berikut: 1.
Lebih banyak waktu untuk berkumpul dengan keluarga daripada waktu normal sekolah.
2.
Anak memiliki ketergantungan yang kuat terhadap keluarga, baik dalam lingkup ekonomi, kenyamanan, kasih sayang, maupun keamanan (Hidayah, 2000 : 2). Dengan adanya dua hal tersebut, idealnya keluarga dapat menjadi
“sekolah utama” bagi anak untuk memperdalam dan memperluas wawasan
keilmuan yang telah diperoleh di sekolah. Terlebih lagi dengan adanya ketergantungan kepada orang tua akan semakin membantu memudahkan orang tua untuk mengarahkan anak dalam proses belajar. Akan tetapi tidak selamanya dan tidak semua keluarga dapat memainkan peranan mereka dalam upaya mengembangkan kemampuan sumber daya manusia yang ada dalam diri anak. Kesibukan orang tua dalam kegiatan ekonomi tidak jarang menjadikan anak merasa kurang mendapat perhatian dan kasih sayang dari orang tua mereka. Memang terkadang orang tua yang memiliki tingkat kesibukan yang tinggi memilih untuk menitipkan anak mereka kepada orang atau lembaga yang menerima penitipan anak secara temporer. Namun itu sebenarnya bukanlah solusi tepat, bahkan sebaliknya dapat menjadi bumerang bagi orang tua apabila kemudian hal itu malah mampu menggantikan peran orang tua sehingga anak akan menjadi lebih jauh dari orang tuanya (Arif, 2001 : 4). Selain permasalahan tersebut di atas, terdapat permasalahan lain yang dapat mengganggu perkembangan anak yakni permasalahan kekerasan dalam rumah tangga. Maksud dari kekerasan dalam rumah tangga adalah perilaku kasar yang dilakukan dalam lingkup anggota keluarga (Muhyari, 2002 : 6). Pada dasarnya, permasalahan dalam keluarga merupakan hal yang wajar terjadi, namun bila tidak diselesaikan dengan baik maka permasalahan tersebut akan menimbulkan konflik keluarga yang berkepanjangan dan membebani, maka kebahagiaan dalam keluarga tersebut akan berkurang atau bahkan lama-lama menghilang entah kemana (Pujihastuti, 2006: 19).
Kekerasan dalam rumah tangga dapat berbentuk perilaku kasar, seperti menampar, memukul, maupun menendang dan dapat pula berbentuk ucapanucapan kasar seperti menghardik, mencaci, dan memaki. Umumnya, korban dalam kekerasan rumah tangga adalah siapa pun yang dikuasai oleh pemilik otoritas, bisa suami oleh istrinya, bisa istri oleh suaminya, bisa anak oleh orang tuanya, bisa para pembantu rumah tangga yang “dimiliki” oleh majikannya (Tungka, 2007: 07). Terkait dengan kekerasan dalam rumah tangga, terdapat dampakdampak yang dapat merugikan pihak-pihak dalam keluarga, mulai dari dampak secara psikologi, dampak fisik, hingga dampak terhadap status perkawinan. Dampak psikologis dapat berupa timbulnya trauma – dari level ringan hingga level berat – pada diri anggota keluarga yang menjadi korban, baik korban dalam yang menjadi obyek sasaran kekerasan maupun obyek yang menyaksikan kekerasan tersebut. Dampak fisik dapat berupa luka fisik yang dialami oleh obyek korban kekerasan. Sedangkan dampak status perkawinan dapat berupa terganggu hingga putusnya hubungan perkawinan antara suami dan istri (Muhyari, 2002 : 10). Korban dari kekerasan dalam rumah tangga yang paling rawan adalah anak-anak. Dikatakan rawan karena kondisi psikologis anak-anak sangat berbeda dengan kondisi psikologi orang tua dalam menerima perlakuan yang tidak semestinya. Hal ini disebabkan karena pada masa anak-anak merupakan fase perkembangan awal psikologi mereka. Jadi apabila terjadi sesuatu hal yang mengganggu psikologi anak-anak, maka mereka akan mengalami
ketergangguan psikisnya. Terlebih lagi manakala sumber penyebab gangguan tersebut adalah orang tua mereka sendiri. Trauma yang mereka rasakan akan lebih besar karena adanya pertentangan terkait dengan peran orang tua sebagai sumber pelindung dan teladan anak-anak (Ruyanti, 2001 : 7). Fenomena yang telah dijelaskan di atas, dalam konteks Islam dapat disebut dengan obyek permasalahan dakwah. Disebut demikian karena adanya permasalahan yang dapat menimbulkan peluang seseorang ke arah kerusakan (munkar). Timbulnya peluang kerusakan tersebutlah yang menjadi obyek sasaran dakwah karena dakwah sendiri pada dasarnya adalah suatu kegiatan ajakan baik dalam bentuk lisan, tulisan, tingkah laku dan sebagainya yang dilakukan secara individu maupun kelompok supaya timbul dalam dirinya suatu pengertian, kesadaran dan sikap penghayatan serta pengalaman terhadap ajaran agama sebagai message yang disampaikan kepadanya dengan tanpa ada unsur-unsur paksaan (Arifin, 1996: 6). Bentuk dari kegiatan dakwah untuk menghadapi permasalahan gangguan psikis pada anak (sebagaimana obyek kajian dalam penelitian ini) dapat diwujudkan melalui kegiatan bimbingan dan konseling. Secara sederhana, jika disandarkan pada pengertian konseling, tujuan konseling menurut Rogers dapat dilihat dari pengertian konseling yang ia kemukakan, sebagaimana dikutip dalam Latipun (2003: 5), yakni : “The process by which structure of the self is relaxed in the safety of relationship with the therapist, and previously denied experiences are perceived and then integrated in to an altered self”.
(Proses hubungan yang aman antara therapis dan diri klien yang penuh dengan pengalaman-pengalaman dan kemudian menyatu membentuk perubahan diri klien). Bimbingan dan konseling yang dimaksud dalam konteks dakwah tersebut tidak lain adalah bimbingan dan konseling Islam yang menjadikan nilai-nilai ajaran agama Islam sebagai sumber dasar pedoman dalam memberikan bimbingan dan konseling sehingga klien dapat menanggulangi problematika hidup dengan baik dan benar secara mandiri yang berpandangan pada Al-Qur'an dan Sunnah Rasulullah SAW (Adz-Dzaki, 2002: 89 dan Hallen, 2002: 17). Secara lebih rinci, Musnamar (1992:34) menyebutkan bahwa fungsi bimbingan konseling terdiri dari fungsi preventif, fungsi kuratif, fungsi preservatif, dan fungsi developmental. Fungsi preventif dapat diartikan sebagai upaya membantu individu menjaga atau mencegah timbulnya masalah bagi dirinya sendiri. Fungsi kuratif diartikan sebagai membantu individu dalam memecahkan masalah yang sedang dihadapinya. Fungsi preservatif diartikan sebagai upaya membantu individu menjaga kondisi yang semula tidak baik menjadi baik dan kebaikan itu bertahan lama. Fungsi developmental diartikan sebagai upaya untuk membantu individu memelihara dan mengembangkan situasi dan kondisi yang telah baik agar tetap baik atau menjadi lebih baik, sehingga tidak memungkinkannya menjadi sebab munculnya permasalahan baginya. Terkait dengan permasalahan anak sebagai korban kekerasan dalam rumah tangga dan keberadaan bimbingan dan konseling Islam, Lembaga
Rehabilitasi Mental Yayasan Jawor menjadi salah satu lembaga yang memberikan perhatian terhadap permasalahan tersebut. Nama Jawor sendiri merupakan kependekan dari Jama ah Wong Rekoso. Jumlah anak yang saat ini menjadi klien di Lembaga Rehabilitasi Mental Yayasan Jawor adalah sebanyak 15 orang anak. Problem gangguan kejiwaan yang ditangani di Lembaga Rehabilitasi Mental Yayasan Jawor Semarang dapat diklasifikasikan menjadi tiga, yang meliputi : 1) psikologis organik adalah gangguan kejiwaan yang disebabkan oleh faktor kerusakan saraf otak karena cacat bawaan atau kecelakaan, 2) psikologis non-organik merupakan gangguan kejiwaan yang tidak disebabkan oleh kerusakan saraf otak melainkan oleh persoalan lain yang murni problem psikologis, dan 3) generalis merupakan gabungan antara psikologis organik dan psikologis non-organik (Wawancara pra penelitian dengan KH. Muhammad Ja’far; Koordinator Konselor Jawor, tanggal 14 Desember 2009). Penerapan Bimbingan Konseling Islam di Lembaga Rehabilitasi Mental Yayasan Jawor sebagai bantuan psikologis memiliki keunikan tersendiri. Pada umumnya bantuan psikologis yang diberikan kepada klien berupa spesifik-non-generalis, yaitu permasalahan klien adalah berbeda antara satu dengan lainnya sehingga sifat treatmennya khusus, dan tidak sama antara klien satu dengan lainnya. Namun tidak demikian halnya dengan yang ada di Lembaga Rehabilitasi Mental Yayasan Jawor. Sifat bantuan psikologis bimbingan konseling Islam di lembaga rehabilitasi mental Yayasan Jawor Semarang adalah generalis-non-spesifik, yakni anggapan bahwa seluruh klien
berada dalam permasalahan yang sama dan dapat ditangani secara bersamasama (Wawancara pra penelitian dengan KH. Muhammad Ja’far; Koordinator Konselor Jawor, tanggal 14 Desember 2009). Perbedaan teknik bimbingan dan konseling yang diterapkan di Lembaga Rehabilitasi Mental Yayasan Jawor tersebut merupakan suatu daya tarik dalam lingkup penelitian, terkait dengan proses bimbingan dan konseling untuk kesehatan mental. Disebut menarik karena perbedaan karakter anak dan kedalaman permasalahan kesehatan mental anak tidak menjadi fokus dalam pemberian bimbingan dan konseling yang berimbas pada perbedaan teknik bimbingan. Oleh sebab itu, perlu dilakukan sebuah kajian yang mendalam terkait dengan proses bimbingan dan konseling yang dilaksanakan di Lembaga Rehabilitasi Mental Yayasan Jawor. Berdasarkan penjelasan di atas, maka penulis bermaksud untuk melakukan penelitian yang berhubungan dengan bimbingan dan konseling di Lembaga Rehabilitasi Mental Yayasan Jawor. Hasil penelitian tersebut akan penulis paparkan dalam bentuk skripsi dengan judul “Bimbingan Konseling Islam Terhadap Anak Korban Kekerasan dalam Rumah Tangga (Studi Kasus di Lembaga Rehabilitasi Yayasan Jawor Kota Semarang)”.
1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan pada latar belakang di atas, maka dalam penelitian ini akan dipusatkan pada masalah yang berkaitan dengan pelaksanaan bimbingan dan konseling bagi anak korban kekerasan rumah tangga di Lembaga
Rehabilitasi Yayasan Jawor Kota Semarang. Secara lebih detail, masalah tersebut penulis rumuskan dalam rumusan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana dampak kekerasan dalam rumah tangga terhadap kesehatan mental anak? 2. Bagaimana pelaksanaan bimbingan dan konseling Islam di Lembaga Rehabilitasi Yayasan Jawor terhadap kesehatan mental anak korban kekerasan dalam rumah tangga?
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan dari penelitian ini tidak lain adalah untuk mencari jawaban atas permasalahan yang diajukan, yakni: 1. Untuk mengetahui dampak kekerasan dalam rumah tangga terhadap kesehatan mental anak. 2. Untuk mengetahui pelaksanaan bimbingan dan konseling Islam di Lembaga Rehabilitasi Yayasan Jawor terhadap kesehatan mental anak korban kekerasan dalam rumah tangga. Sedangkan manfaat penelitian ini dapat dijabarkan sebagai berikut: 1. Manfaat teoritis Secara teoritis, penelitian ini bermanfaat untuk menambah khasanah keilmuan yang berhubungan dengan bimbingan dan konseling Islam, khususnya terkait dengan teori bimbingan konseling Islam terhadap anak korban kekerasan dalam rumah tangga kaitannya dengan kesehatan mental.
2. Manfaat praktis Manfaat praktis penelitian ini dapat dijelaskan sebagai berikut: 1) Sebagai media penerapan keilmuan dari teori ke praktek yang selama ini diperoleh penulis di institusi tempat penulis belajar, khususnya dalam teori Bimbingan dan Konseling Islam yang berkaitan dengan bimbingan terhadap kesehatan mental anak. 2) Sebagai tolok ukur kemampuan praktikum penulis, khususnya terkait dengan praktek penelitian lapangan. 3) Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu pedoman dalam praktek bimbingan dan konseling Islam khususnya dalam bimbingan dan konseling Islam terhadap kesehatan mental anak yang menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga.
1.4. Tinjauan Pustaka Untuk menghindari adanya asumsi plagiarisasi, maka berikut ini akan penulis paparkan beberapa pustaka yang berhubungan dengan penelitian yang akan penulis laksanakan. Pertama, penelitian dengan judul Dimensi Agama dalam Konseling untuk Isteri Korban Kekerasan oleh Suami (Studi Kasus di LRC-KJHAM) yang dilakukan oleh Mahmudah tahun 2006. Peneliti mengkaji pentingnya dimensi agama dalam proses konseling bagi istri korban kekerasan yang dilakukan oleh LRC-KJHAM di Semarang. Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Syaifullah tahun 2001 yang berjudul
Bimbingan Konseling Islam Terhadap Kejiwaan pada Anak di
Lembaga Rehabilitasi Yayasan Jawor . Penelitian tersebut mengkaji tentang latar belakang anak yang mengalami gangguan kejiwaan dan mengkaji tentang penerapan bimbingan konseling terhadap kejiwaan anak di lembaga rehabilitasi Yayasan Jawor. Ketiga, penelitian yang dilakukan oleh Muhyari, tahun 2007 dengan judul
Pembinaan Mental terhadap Korban Kekerasan di LRC-KJHAM
Semarang (Tinjauan Konseling Islam) . Penelitian tersebut mengkaji kasuskasus kekerasan yang dialami oleh kaum perempuan korban kekerasan serta bagaimana pembinaan mental bagi perempuan korban kekerasan yang dilakukan LRC-KJHAM di Semarang dan bagaimana tinjauan konseling Islam. Berdasarkan penelitian-penelitian tersebut meskipun sedikit banyaknya ada kesamaan dengan penelitian sebelumnya, namun pendekatan penelitian yang disusun saat ini memiliki perbedaan. Dalam hal ini peneliti lebih memfokuskan pada persoalan “Bimbingan Konseling Islam Terhadap Anak Korban Kekerasan dalam Rumah Tangga (Studi Kasus di Lembaga Rehabilitasi Yayasan Jawor Kota Semarang)”.
1.5. Metode Penelitian 1.5.1. Jenis Penelitian Penelitian yang akan dilaksanakan ini adalah penelitian lapangan yang berbasis pada jenis penelitian lapangan kualitatif. Disebut sebagai penelitian lapangan karena data yang dikumpulkan berasal dari lapangan (hasil wawancara, dokumentasi, maupun observasi) dan bukan berasal
dari literatur kepustakaan. Sedangkan maksud dari dasar kualitatif adalah bahwa penelitian ini menggunakan asas-asas penelitian kualitatif di mana tidak dipergunakan kaidah-kaidah statistik yang merupakan dasar dari penelitian kuantitatif. Pendekatan
yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan bimbingan dan konseling Islam. Maksudnya adalah dalam melakukan analisa terhadap permasalahan yang menjadi objek penelitian didasarkan atau diperbandingkan dengan teori-teori maupun sudut pandang keilmuan bimbingan dan konseling Islam.
1.5.2. Sumber dan Jenis Data Data penelitian ini dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu : 1) Data Primer Data primer adalah jenis data yang diperoleh langsung dari obyek penelitian sebagai bahan informasi yang dicari (Azwar, 1998: 91). Data primer dalam penelitian ini adalah seluruh data yang berhubungan dengan proses pemberian bimbingan dan konseling bagi anak korban kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan di Lembaga Rehabilitasi Mental Yayasan Jawor. Sumber data primer adalah konselor dan anak-anak yang menjadi klien. Pada sumber data konselor, informasi yang dibutuhkan berkaitan dengan proses pemberian bimbingan dan konseling yang meliputi materi dan metode. Sedangkan pada sumber data anak-anak yang menjadi klien, informasi yang akan dicari berkaitan dengan pandangan mereka terhadap proses
pemberian bimbingan dan konseling tersebut. Selain itu, dijadikannya anak-anak yang menjadi klien sebagai sumber data juga berfungsi sebagai penyeimbang informasi terkait dengan proses pemberian bimbingan dan konseling kepada anak-anak korban kekerasan dalam rumah tangga kaitannya dengan kesehatan mental mereka. 2) Data Sekunder Data sekunder adalah jenis data yang mendukung data primer dan dapat diperoleh di luar obyek penelitian (Hadi, 1993: 11). Data sekunder dalam penelitian ini adalah meliputi data-data yang berhubungan dengan teori bimbingan dan konseling Islam serta kesehatan mental. Sumber data sekunder berupa buku maupun dokumentasi lain yang berhubungan dan dapat menunjang kebutuhan informasi tentang obyek penelitian.
1.5.3. Teknik Pengumpulan Data Proses pengumpulan data penelitian juga dipengaruhi dari jenis sumber data. Dikarenakan jenis sumber data dalam penelitian ini adalah orang (person) dan kertas atau tulisan (paper) maka untuk memperoleh dan mengumpulkan data digunakan teknik-teknik sebagai berikut : 1. Wawancara adalah suatu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan melakukan percakapan dengan sumber informasi secara langsung (tatap muka) dengan tujuan untuk memperoleh keterangan dari seseorang yang relevan dengan yang dibutuhkan dalam penelitian
ini (Koentjoroningrat, 1981: 162). Obyek dan tujuan dari wawancara dalam penelitian ini adalah: a. Pengurus Lembaga Rehabilitasi Mental Yayasan Jawor. b. Konselor dengan target data yang berhubungan dengan proses pemberian bimbingan dan konseling. c. Anak-anak yang menjadi klien atau pihak keluarga yang mewakilinya. 2. Observasi adalah metode yang digunakan melalui pengamatan yang meliputi kegiatan pemusatan perhatian terhadap suatu obyek dengan menggunakan keseluruhan alat indera (Arikunto, 1998: 149). Data yang dihimpun dengan teknik ini adalah situasi umum Lembaga Rehabilitasi Mental Yayasan Jawor yang meliputi kegiatan pemberian bimbingan dan konseling. Dalam hal ini peneliti berkedudukan sebagai non partisipan observer, yakni peneliti tidak turut aktif setiap hari berada lingkungan komunitas Lembaga Rehabilitasi Mental Yayasan Jawor, namun hanya pada waktu penelitian. 3. Dokumentasi adalah teknik pengumpulan data berupa sumber data tertulis (yang berbentuk tulisan). Sumber data tertulis dapat dibedakan menjadi : dokumen resmi, buku, majalah, arsip, ataupun dokumen pribadi dan juga foto (Sudarto, 2002: 71). Hasil dari metode dokumentasi di atas akan dipergunakan peneliti untuk membahas pada bab II dan III, yaitu tentang gambaran umum pemberian bimbingan
dan konseling kepada anak korban kekerasan dalam rumah tangga di Lembaga Rehabilitasi Mental Yayasan Jawor.
1.5.4. Teknik Analisis Data Proses analisa data merupakan suatu proses penelaahan data secara mendalam. Menurut Moleong (2002: 103) proses analisa dapat dilakukan pada saat yang bersamaan dengan pelaksanaan pengumpulan data meskipun pada umumnya dilakukan setelah data terkumpul. Guna memperoleh gambaran yang jelas dalam memberikan, menyajikan, dan menyimpulkan data, maka dalam penelitian ini penulis menggunakan metode analisa deskriptif kualitatif, yakni suatu analisa penelitian yang dimaksudkan untuk mendeskripsikan suatu situasi tertentu yang bersifat faktual secara sistematis dan akurat (Danim, 2002: 41). Penggunaan metode ini memfokuskan penulis pada adanya usaha untuk menganalisa seluruh data (sesuai dengan pedoman rumusan masalah) sebagai satu kesatuan dan tidak dianalisa secara terpisah.
1.6. Sistematika Penulisan Hasil penelitian ini akan penulis sajikan dalam bentuk laporan skripsi yang berisikan tiga bagian yang dapat dijelaskan sebagai berikut: Bagian awal yang isinya meliputi halaman cover, halaman persetujuan pembimbing, halaman pengesahan, halaman motto, halaman persembahan, halaman deklarasi, halaman kata pengantar, halaman abstrak, halaman daftar isi.
Bagian isi yang merupakan bagian utama laporan penelitian yang isinya meliputi: Bab I
: Pendahuluan yang isinya meliputi: latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, telaah pustaka, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab II
: Kesehatan Mental, Kekerasan dalam Rumah Tangga, dan Bimbingan Konseling Islam. Sub bab kesehatan mental meliputi pengertian kesehatan mental, ciri-ciri kesehatan mental. Sub bab Kekerasan dalam Rumah Tangga yang meliputi pengertian, ruang lingkup kekerasan dalam rumah tangga, dan dampak-dampak kekerasan dalam rumah tangga. Sub bab Bimbingan Konseling Islam yang meliputi pengertian, dasar Bimbingan Konseling Islam, fungsi dan tujuan Bimbingan Konseling Islam, metode dan teknik Bimbingan Konseling Islam, dan asas-asas Bimbingan Konseling Islam.
Bab III : Gambaran Umum Bimbingan dan Konseling Islam Yayasan Jawor terhadap Anak Korban Kekerasan dalam Rumah Tangga. Bab ini terdiri dari tiga sub bab yakni: pertama, sub bab tentang Profil Yayasan Jawor yang isinya meliputi sejarah dan perkembangan Yayasan Jawor, Visi dan Misi Yayasan Jawor, dan Struktur Organisasi Yayasan Jawor. Kedua, sub bab tentang dampak kekerasan dalam rumah tangga terhadap kesehatan mental anak di lembaga rehabilitasi Yayasan Jawor. Sedangkan sub bab ketiga
adalah Bimbingan dan Konseling Islam Yayasan Jawor terhadap Anak Korban Kekerasan dalam Rumah Tangga yang isinya meliputi: profil anak korban kekerasan dalam rumah tangga, profil konselor, metode terapi penyembuhan, dan proses bimbingan dan konseling Yayasan Jawor terhadap anak korban kekerasan dalam rumah tangga. Bab IV : Analisis Bimbingan dan Konseling Islam terhadap Anak Korban Kekerasan dalam Rumah Tangga di Lembaga Rehabilitasi Yayasan Jawor Kota Semarang. Bab ini terdiri dari tiga sub bab yakni: Analisis dampak kekerasan dalam rumah tangga terhadap kesehatan mental anak, Analisis pelaksanaan Bimbingan dan Konseling Islam di lembaga rehabilitasi Yayasan Jawor terhadap kesehatan mental anak korban kekerasan dalam rumah tangga, dan Analisis bimbingan dan konseling Islam terhadap anak korban kekerasan dalam rumah tangga di lembaga rehabilitasi Yayasan Jawor. Bab V
: Penutup yang isinya adalah kesimpulan dan saran-saran.
BAB II KESEHATAN MENTAL, KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA, DAN BIMBINGAN KONSELING ISLAM
2.1. Kesehatan Mental 2.1.1. Pengertian Kesehatan Mental Secara etimologi mental hygiene atau biasa disebut ilmu kesehatan mental, berasal dari kata hygeia dan mental. Hygeia adalah nama dewi kesehatan Yunani yang berarti ilmu kesehatan sedangkan mental berasal dari kata latin mens dan mentis, yang berarti jiwa, nyawa, sukma, ruh, semangat (Kartono, 1989 : 3). Secara terminologi banyak definisi kesehatan yang dirumuskan para ahli antara lain : a. Daradjat (1984 : 4), Kesehatan mental adalah terwujudnya keserasian yang sungguhsungguh antara fungsi-fungsi kejiwaan terciptanya penyesuaian diri antara manusia dengan dirinya dan lingkungan. b. Adz-Dzaky (2002 : 457) Bahwa mental yang sehat adalah integritasnya jiwa muthmainnah (jiwa yang tenteram), jiwa radhiyah (jiwa yang meridhai), dan jiwa mardhiyah (jiwa yang diridhai). c. Kartono (1984 : 4) Kesehatan mental adalah kemampuan seseorang memecahkan segenap keruwetan batin manusia yang ditimbulkan oleh macam-
macam kesulitan hidup, serta berusaha mendapat kebersihan jiwa dalam pengertian tidak terganggu oleh ketegangan kekuatan dan konflik terbuka serta konflik batin. d. Lukluk A. dan Bandiyah (2008 : 56) Menurut Karl Menninger kesehatan mental adalah penyesuaian manusia terhadap lingkungannya dan orang-orang lain dengan keefektifan dan kebahagiaan yang optimal. Dalam mental yang sehat terdapat kemampuan untuk memelihara inteligensi yang siap digunakan. Perilaku yang dipertimbangkan secara sosial, dan disposisi yang bahagia. Sedangkan
kesehatan
mental
menurut
penulis
adalah
kemampuan manusia untuk berusaha mendapat kebersihan jiwa yang tenteram serta penyesuaian diri terhadap dirinya dan lingkungan. 2.1.2. Ciri-ciri Kesehatan Mental Untuk mengetahui ciri-ciri orang yang mempunyai mental yang sehat, Yahya Jaya sebagaimana dikutip oleh Umar (1998 : 92) mengungkapkan beberapa ciri-ciri orang yang mempunyai mental sehat yaitu : a. Terhindar dari gangguan dan penyakit jiwa. b. Mampu menyesuaikan diri dengan diri sendiri, lingkungannya secara baik, teruma terhadap perubahan yang biasa terjadi. c. Mampu mengembangkan segala daya, potensi dan bakat secara optimal.
d. Adanya keserasian antara fungsi-fungsi kejiwaan. e. Dapat merasakan kebahagiaan dan kemampuan diri untuk menghadapi masalah yang biasa terjadi. f. Memiliki ketahanan mental yang kuat dan tabah menghadapi cobaan, ujian dan penderitaan yang menimpa dirinya. g. Dapat menjawab tantangan hidup dengan baik. h. Beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT. Ada 6 sifat orang yang sehat mental yaitu: (Lukluk A. dan Bandiyah, 2008 : 57) 1. Sikap terhadap diri sendiri Yang positif, menekankan pada penerimaan diri, identitas yang kuat,
penghargaan
yang realistik
terhadap
kelebihan dan
kekurangan orang lain. 2. Persepsi atau realitas Yaitu suatu realistic atas diri sendiri dan dunia, orang, serta benda yang nyata ada di lingkungan. 3. Kelemahan Yaitu keutuhan dari kepribadian bebas dan ketidakmampuan menghadapi konflik dalam diri dan toleransi yang baik terhadap stres. 4. Kompetensi Adanya
perkembangan
kompetensi
baik
fisik,
intelektual,
emosional dan social untuk menanggulangi masalah kehidupan.
5. Otonomi Ialah keyakinan diri, rasa tanggung jawab dan pengaturan diri yang kuat,
bersama-sama
dengan
kemandirian
yang
memadai
menyangkut pengaruh sosial. 6. Pertumbuhan atau aktualisasi diri Menekankan pada kecenderungan terhadap kematangan yang meningkat dan kepuasan sebagai pribadi.
2.2. Kekerasan dalam Rumah Tangga 2.2.1. Pengertian Kekerasan dalam Rumah Tangga Dalam kamus besar bahasa Indonesia, kekerasan adalah perbuatan seseorang atau kelompok yang menyebabkan cidera atau matinya orang lain atau menyebabkan kerusakan fisik atau barang orang lain (Kamus Bahasa Indonesia, 1989 : 550). Di dalam Beijing Plat From of Action No. 113 (dalam Herlina, Apora : 1998) kekerasan adalah setiap tindakan kekerasan berdasarkan gender yang menyebabkan atau dapat menyebabkan atau kerugian secara fisik, seksual atau psikologis terhadap perempuan termasuk ancaman untuk melaksanakan tindakan tersebut daam kehidupan masyarakat atau pribadi (Herlina, 1999). Pengertian KDRT menurut UU PKDRT No. 23 tahun 2004 adalah segala bentuk baik kekerasan fisik, secara psikologis kekerasan seksual
maupun
ekonomi
yang
pada
intinya
mengakibatkan
penderitaan, baik penderitaan secara kemudian memberikan dampak
kepada korban seperti misalnya mengalami kerugian fisik atau bisa juga memberikan dampak korban menjadi sangat trauma atau mengalami penderitaan secara psikis. Sedangkan KDRT menurut penulis adalah segala bentuk tindakan kekerasan dalam keluarga baik berupa kekerasan fisik maupun psikologis yang dapat mengakibatkan penderitaan baik berupa cidera fisik maupun psikologis. KDRT juga diistilahkan dengan kekerasan domestik. Dengan pengertian domestik ini diharapkan memang tidak melulu konotasinya dalam satu hubungan suami istri saja tetapi juga setiap pihak yang ada di dalam keluarga, jadi bisa saja tidak hanya hubungan suami istri, tetapi juga hubungan darah bahkan seorang pekerja rumah tangga menjadi pihak yang perlu dilindungi. Selain ini sering sekali mendengar atau membaca di Koran, TV, Radio, bahwa pembantu sering menjadi kekerasan. Kasus kekerasan terhadap pembantu rumah tangga tersebut sering sekali diselesaikan dengan menggunakan pasalpasal dalam kitab undang-undang hukum pidana (KUHP). Namun pada prakteknya hal itu menjadi tidak terlihat karena memang status mereka yang rentan mendapatkan perlakuan-perlakuan kekerasan. Oleh karena itu UU PKDRT anti kekerasan domestik dibuat agar dapat menjangkau pihak-pihak yang tidak hanya dalam hubungan suami istri tetapi juga pihak lain (www.pemantauperadilan.com pada tanggal 8 Mei 2010).
2.2.2. Ruang Lingkup Kekerasan dalam Rumah Tangga UU PKDRT membagi ruang lingkup KDRT menjadi 3 bagian hubungan yaitu pertama hubungan garis keturunan darah misalnya anak, kedua hubungan suami istri, ketiga hubungan orang yang bekerja dilingkup dalam keluarga tersebut atau tidak punya hubungan sama sekali. Dari hasil penelitian LBH APIK ditemukan bahwa KDRT dapat terjadi di segala tingkatan ekonomi. Kelompok yang rentan menjadi korban KDRT adalah istri anak dan pembantu rumah tangga. Secara tidak langsung dapat dikatakan bahwa siapa saja bisa sangat rentan mendapatkan kekerasan asalkan ia berjenis kelamin perempuan. Namun tidak menutup kemungkinan suami mendapat perlakuan kekerasan dari istrinya. KDRT juga mungkin saja dilakukan oleh ibu kandung terhadap anak kandungnya sendiri. Hal itu juga telah diantisipasi dalam UU PKDRT, karena seperti telah dijelaskan di atas, ruang lingkup KDRT adalah kekerasan domestik, artinya hubungan perkawinan yang tidak hanya dilihat dari segi hukum Negara, tetapi juga dari hukum adat atau agama (termasuk nikah di bawah tangan dan hidup bersama). Oleh karena itu yang dilindungi tidak hanya istri, tapi juga
anak
pasangan
hidup
dan
pembantu
rumah
tangga
(www.pemantauperadilan.com pada tanggal 8 Mei 2010). Korban dari kekerasan dalam rumah tangga yang paling rawan adalah anak-anak. Dikatakan rawan karena kondisi psikologis anakanak sangat berbeda dengan kondisi psikologi orang tua dalam menerima perlakuan yang tidak semestinya. Hal ini disebabkan karena
pada masa anak-anak merupakan fase perkembangan awal psikologi mereka. Jadi apabila terjadi sesuatu hal yang mengganggu psikologi anak-anak, maka mereka akan mengalami ketergangguan psikisnya. Terlebih lagi manakala sumber penyebab gangguan tersebut adalah orang tua mereka sendiri. Trauma yang mereka rasakan akan lebih besar karena adanya pertentangan terkait dengan peran orang tua sebagai sumber pelindung dan teladan anak-anak (Ruyanti, 2001 : 7). 2.2.3. Dampak-dampak Kekerasan dalam Rumah Tangga Dalam UU PKDRT No. 23 tahun 2004 disebutkan dampakdampak kekerasan adalah sebagai berikut : a. Kekerasan fisik Kekerasan fisik adalah tindakan yang bertujuan melukai, menyiksa atau menganiaya orang lain. Adapun tindakan tersebut dapat dilakukan dengan memukul dengan menggunakan anggota tubuh atau alat bantu dan bisa dideteksi dengan mudah dari hasil visum. b. Kekerasan psikologis Kekerasan psikologis adalah tindakan yang bertujuan mengganggu atau menekan emosi korban. Secara kejiwaan biasanya korban mengalami rasa takut, kurang memiliki kepercayaan diri dan lainnya. c. Kekerasan ekonomi Kekerasan ekonomi adalah tindakan yang dengan sengaja mengeksploitasi perempuan untuk dapat memenuhi kebutuhan
ekonomi. Dalam hal ini biasanya terjadi dalam rumah tangga yang mana perempuan mengalami peran ganda. Disisi lain adanya ketergantungan ekonomi istri pada suami karena istri tidak bekerja. d. Kekerasan seksual Kekerasan seksual adalah segala macam bentuk perilaku yang berkonotasi seksual yang dilakukan sepihak dan tidak diinginkan oleh orang yang menjadi sasaran. Kekerasan seksual dapat dialami oleh laki-laki maupun perempuan, namun perempuan yang lebih banyak mengalaminya. (www.pemantauanperadilan.com pada tanggal 8 Mei 2010) Terkait dengan dampak-dampak kekerasan dalam rumah tangga, dapat merugikan pihak-pihak dalam keluarga, mulai dari dampak secara psikologis, dampak fisik, hingga dampak terhadap status perkawinan. Dampak psikologis dapat berupa timbulnya trauma – dari level ringan hingga level berat – pada diri anggota keluarga yang menjadi korban, baik korban yang menjadi obyek sasaran kekerasan maupun obyek yang menyaksikan kekerasan tersebut yaitu anak. Dampak fisik dapat berupa luka fisik yang dialami oleh obyek korban kekerasan. Sedangkan dampak status perkawinan dapat berupa terganggu hingga putusnya hubungan perkawinan antara suami dan istri (Muhyari, 2002 : 10). Dari dampak-dampak kekerasan dalam rumah tangga tersebut, dapat mengganggu psikologi anak yang mengakibatkan terganggunya
kesehatan mental anak. Hal ini disebabkan karena pada masa anakanak merupakan fase perkembangan awal psikologi mereka. Jadi apabila terjadi sesuatu hal yang mengganggu psikologi anak-anak, maka mereka akan mengalami ketergangguan psikisnya. Untuk menghadapi permasalahan gangguan psikis pada anak (sebagaimana obyek kajian dalam penelitian ini) dapat diwujudkan melalui kegiatan bimbingan dan konseling Islam. Bimbingan dan konseling yang dimaksud dalam konteks dakwah tersebut tidak lain adalah bimbingan dan konseling Islam yang menjadikan nilai-nilai ajaran agama Islam sebagai sumber dasar pedoman dalam memberikan bimbingan dan konseling sehingga klien dapat menanggulangi problematika hidup dengan baik dan benar secara mandiri yang berpandangan pada Al-Qur'an dan Sunnah Rasulullah SAW (AdzDzaki, 2002: 89 dan Hallen, 2002: 17).
2.3. Bimbingan Konseling Islam 2.3.1. Pengertian Bimbingan Konseling Islam Bimbingan dan konseling merupakan alih bahasa dari istilah bahasa Inggris guidance and counceling (Faqih, 2001 : 1). Kedua kata merupakan satu kesatuan yang keduanya mengandung pengertian yang berbeda dengan tujuan dan tugas yang sama. Bimbingan adalah terjemahan dari kata bahasa Inggris guidance
yang berasal dari kata kerja
to guide
yang artinya
menunjukkan, memberi jalan atau menuntun orang lain ke arah tujuan
yang lebih bermanfaat bagi kehidupannya di masa kini dan akan datang (Arifin, 1994 : 1). Menurut Bimo Walgito (2004 : 5) bimbingan adalah bantuan atau pertolongan yang diberikan kepada individu atau kelompok dalam menghindari atau mengatasi kesulitan-kesulitan dalam kehidupannya agar individu atau sekumpulan individu itu dapat mencapai kesejahteraan hidupnya. Menurut Crow dan Trow, sebagaimana dikutip Hellen (2002 : 4) bimbingan adalah bantuan yang diberikan oleh seseorang baik pria maupun wanita, yang memiliki kepribadian yang baik dan pendidikan yang memadai kepada seseorang individu dari setiap usia untuk menolongnya mengemudikan kegiatan-kegiatan hidupnya sendiri, mengembangkan arah pandangannya sendiri, membuat pilihannya sendiri, dan memikul bebannya sendiri. Menurut Surya (1998 : 12) bimbingan adalah suatu proses pemberian
bantuan
yang terus
menerus dan sistematis dari
pembimbing kepada yang dibimbing agar tercapai kemandirian dalam pemahaman diri, penerimaan diri, pengarahan diri dalam perwujudan diri, dalam mencapai tingkat perkembangan yang optimal dan menyesuaikan diri dalam lingkungan. Sedangkan bimbingan menurut penulis adalah bantuan atau pengarahan yang diberikan oleh seseorang kepada individu atau
kelompok untuk mengatasi kesulitan-kesulitan dan permasalahannya sendiri agar tercapai kemandirian diri. Melihat pengertian yang dikemukakan oleh para ahli di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa bimbingan adalah proses bantuan kepada individu atau kelompok yang bersifat psikis (kejiwaan) agar individu atau kelompok itu dapat mengatasi kesulitan-kesulitan yang dihadapi membuat pilihan yang bijaksana dalam menyesuaikan diri dan lingkungannya serta dapat membentuk pribadi yang mandiri. Konseling berasal dari bahasa Inggris yaitu caunceling dengan akar kata to caunsel
yang artinya memberi anjuran kepada orang
lain secara vis to vis (berhadapan muka satu sama lain) dan juga bisa diartikan
advice
yang berarti nasehat atau perintah. (Echols dan
Shadaly, 1992 : 150). Menurut Priyatno dan Amti (1999 : 105) konseling adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan melalui wawancara konseling oleh seseorang ahli (konselor) kepada individu yang sedang mengalami suatu masalah (klien) yang bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi oleh klien. Pendapat Tolbert yang dikutip Winkel (1991 : 63) memberikan pengertian konseling sebagai suatu proses interaksi yang memudahkan pengertian diri dalam lingkungan serta hasil-hasil pembentukan atau klarifikasi tujuan-tujuan dan nilai-nilai yang berguna bagi tingkah laku yang akan datang.
Sedangkan menurut penulis konseling adalah proses pemberian bantuan kepada seseorang yang berupa nasehat atau perintah dalam mengatasi masalah yang dihadapinya. Dari beberapa rumusan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa konseling adalah suatu proses pemberian bantuan kepada seseorang yang mengalami masalah, agar seorang atau individu yang mengalami
masalah
tersebut
dapat
mengatasi
masalah
yang
dihadapinya. Jadi bimbingan konseling adalah usaha pemberian bantuan kepada seseorang yang mengalami kesulitan baik lahiriyah maupun batiniyah yang menyangkut kehidupannya di masa kini dan masa mendatang (Syaifullah, 1999 : 10). Sedangkan konseling Islam adalah proses pemberian bantuan kepada individu agar menyadari kembali eksistensinya sebagai makhluk Allah yang seharusnya dalam kehidupan keagamaannya senantiasa selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah, sehingga dapat mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat (Faqih, 2001 : 62). Jadi bimbingan konseling Islam menurut penulis adalah usaha pemberian bantuan baik berupa pengarahan, nasehat, maupun perintah kepada individu atau kelompok yang mengalami kesulitan dalam kehidupannya, sehingga tercapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. 2.3.2. Dasar Bimbingan Konseling Islam Dalam melangkah pada usaha membantu seorang, diperlukan adanya dasar yang menjadi pedoman dasar konseling titik pijak untuk
melangkah ke arah tujuan yang diharapkan yakni suatu usaha yang berjalan baik struktur, terarah, bimbingan konseling Islam adalah usaha yang memiliki dasar utama dengan berlandaskan pada ketentuan Al-Qur’an dan As-Sunnah dimana keduanya merupakan sumber kehidupan umat Islam (Faqih, 2001 : 5). Dalam melakukan tindakan atau perbuatan hendaknya didasarkan pada ketentuan-ketentuan yang berlaku, karena itu akan dijadikan suatu pijakan untuk melangkah untuk mencapai tujuan yang diharapkan melaksanakan bimbingan konseling Islam didasarkan pada petunjuk Al-Qur’an dan Al-Hadits baik mengenai ajaran memerintah atau memberi isyarat agar memberikan petunjuk kepada orang lain. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT. :
Í‘r߉•Á9$# ’Îû $yJÏj9 Öä!$xÿÏ©ur öNà6În/§‘ `ÏiB ×psàÏãöq¨B Nä3ø?uä!$y_ ô‰s% â¨$¨Z9$# kš‰r'¯»tƒ ÇÎÐÈ tûüÏYÏB÷sßJù=Ïj9 ×puH÷qu‘ur “Y‰èdur Artinya : ”Hai manusia, Sesungguhnya Telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakitpenyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman”. (Q.S. Yunus : 57). (Depag RI, 1989 : 315) Dari ayat tersebut dijelaskan bahwa tujuan Al-Qur’an AlKarim dalam memperbaiki jiwa manusia itu ada empat macam yaitu mauidah, syifa’, hudan dan rahmat (Badan Wakaf UI, 1991 : 400-405). a. Mauidah, yaitu pelajaran dari Allah kepada seluruh umat manusia agar terbimbing mencintai yang hak dan yang benar serta menjauhi
perbuatan yang batil dan jahat, sehingga perbuatan ini betul-betul dapat tergambarkan dalam perilaku atau perbuatan mereka. b. Syifa’, yaitu penyembuhan bagi penyakit yang bersarang di dalam dada manusia seperti syirik, kufur, dan munafik termasuk juga semua penyakit jiwa yang mengganggu ketentraman jiwa seperti pendirian
putus
harapan,
memperturutkan
hawa
nafsu,
menyembunyikan permusuhan, mencintai kebatilan dan kejahatan serta membenci keadilan. c. Hudan, yaitu petunjuk pada jalan yang harus menyelamatkan manusia dari i’tikad yagn sesat dengan jalan membimbing akal dan perasaan agar beri’tikad benar dengan memperhatikan bukti-bukti ke jalan allah serta membimbing mereka agar giat beramal dengan jalan mengutamakan kemaslahatan yang akan mereka dapat, seperti mengetahui mana perbuatan yang harus dilakukan dan mana perbuatan yang harus ditinggal. d. Rahmat, yaitu karena Allah yang memberikan kepada orang-orang yang mukmin yang dapat mereka petik dari petunjuk-petunjuk yang terdapat dalam Al-Qur’an. 2.3.3. Fungsi dan Tujuan Bimbingan Konseling Islam a. Fungsi Bimbingan Konseling Islam Fungsi bimbingan dan konseling ditinjau dari kegunaan dan manfaat, ataupun keuntungannya dapat dikelompokkan menjadi empat fungsi pokok, yaitu: (a) fungsi pemahaman, (b) fungsi
pencegahan, (c) fungsi pengentasan, (d) fungsi pemeliharaan dan pengembangan (Prayitno dan Erman, 1999 : 197). 1) Fungsi pemahaman Fungsi pemahaman yang sangat perlu dihasilkan oleh pelayanan bimbingan dan konseling adalah pemahaman tentang diri klien beserta permasalahannya oleh klien sendiri dan oleh pihak-pihak yang akan membantu klien, serta pemahaman tentang lingkungan klien oleh klien. a. Pemahaman tentang klien Pemahaman tentang klien merupakan titik tolak upaya pemberian bantuan terhadap klien. Sebelum seorang konselor atau pihak-pihak lain dapat memberikan layanan tertentu kepada klien, maka mereka perlu terlebih dahulu memahami individu yang akan dibantu itu. Pemahaman tersebut tidak hanya sekedar mengenal diri klien, melainkan lebih jauh lagi, yaitu pemahaman yang menyangkut latar belakang pribadi klien, kekuatan dan kelemahannya, serta kondisi lingkungannya. b. Pemahaman tentang masalah klien Klien amat perlu memahami masalah yang dialaminya, sebab dengan memahami masalahnya itu ia memiliki dasar bagi upaya yang akan ditempuhnya untuk mengatasi masalahnya itu. Betapa banyaknya individu, baik muda
maupun
dewasa
memahami)
yang
bahwa
tidak
dirinya
mengetahui
bermasalah.
(apabila
Pemahaman
masalah oleh individu (klien) sendiri merupakan modal dasar bagi pemecahan masalah tersebut. Sejak awal prosesnya, pelayanan bimbingan dan konseling diharapkan mampu mengantarkan klien memahami masalah yang dihadapinya. Apabila pemahaman masalah klien oleh klien sendiri telah tercapai, agaknya pelayanan bimbingan dan konseling telah berhasil menjalankan fungsi pemahaman dengan baik. c. Pemahaman tentang lingkungan yang lebih luas Secara sempit lingkungan diartikan sebagai kondisi sekitar individu yang secara langsung mempengaruhi individu tersebut, seperti keadaan rumah tempat tinggal, keadaan sosio ekonomi dan sosio emosional keluarga, keadaan hubungan
antar
tetangga
dan
teman
sebaya,
dan
sebagainya. Paparan singkat lebih lanjut berikut ini menyangkut beberapa jenis lingkungan yang lebih luas, seperti lingkungan sekolah bagi para siswa, lingkungan kerja dan industri bagi para karyawan, dan lingkunganlingkungan kerja bagi individu-individu sesuai dengan sangkut-paut masing-masing.
2) Fungsi pencegahan Pencegahan didefinisikan sebagai upaya mempengaruhi dengan cara yang positif dan bijaksana lingkungan yang dapat menimbulkan kesulitan atau kerugian sebelum kesulitan atau kerugian itu benar-benar terjadi. Upaya pencegahan yang perlu dilakukan oleh konselor adalah: -
mendorong perbaikan lingkungan yang kalau diberikan akan
berdampak
negatif
terhadap
individu
yang
bersangkutan. -
Mendorong perbaikan kondisi diri pribadi klien.
-
Meningkatkan kemampuan individu untuk hal-hal yang diperlukan
dan
mempengaruhi
perkembangan
dna
kehidupannya. -
Mendorong individu untuk tidak melakukan sesuatu yang akan memberikan resiko yang besar, dan melakukan sesuatu yang akan memberikan manfaat.
-
Menggalang dukungan kelompok terhadap individu yang bersangkutan.
3) Fungsi pengentasan Upaya pengentasan masalah pada dasarnya dilakukan secara perorangan, sebab setiap masalah adalah unik. Masalahmasalah yang diderita oleh individu-individu yang berbeda tidak boleh disamaratakan. Untuk itu konselor perlu memiliki
ketersediaan
berbagai
bahan
dan
keterampilan
untuk
menangani berbagai masalah yang beranekaragam itu. 4) Fungsi pemeliharaan dan pengembangan Fungsi pemeliharaan berarti memelihara segala sesuatu yang baik yang ada pada diri individu, baik hal itu merupakan pembawaan maupun hasil-hasil perkembangan yang telah dicapai selama ini. Dalam pelayanan bimbingan dan konseling, fungsi pemeliharaan dan pengembangan dilaksanakan melalui berbagai pengaturan, kegiatan, dan program. Misalnya di sekolah, bentuk dan ukuran meja atau kursi murid disesuaikan dengan ukuran tubuh serta sikap tubuh yang diharapkan (Prayitno dan Erman, 1999 : 215). b. Tujuan Bimbingan Konseling Islam Tujuan umum bimbingan dan konseling adalah untuk membantu individu mengembangkan diri secara optimal sesuai dengan tahap perkembangan dan kemampuan dasar dan bakat yang dimilikinya, berbagai latar belakang yang ada, serta sesuai dengan tuntutan positif lingkungannya (Prayitno dan Erman, 1999 : 114). Adapun tujuan khusus bimbingan dan konseling merupakan penjabaran tujuan umum tersebut yang dikaitkan secara langsung dengan
permasalahan
yang
dialami
oleh
individu
yang
bersangkutan, sesuai dengan kompleksitas permasalahannya itu.
Sedangkan tujuan bimbingan konseling Islam adalah membantu
individu
mewujudkan
dirinya
sebagai
manusia
seutuhnya agar mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat (Faqih, 2001 : 35).
2.3.4. Metode dan Teknik Bimbingan Konseling Islam Metode bimbingan konseling Islam secara garis besar dapat diklasifikasikan menjadi dua hal yaitu komunikasi langsung dan tidak langsung, karena bimbingan konseling Islam dalam hal ini dilihat sebagai proses komunikasi. Untuk lebih lanjut berikut akan dikemukakan secara rinci metode-metodenya (Faqih, 2001 : 53). a. Metode langsung, yaitu metode dimana pembimbing dan konselor melakukan komunikasi langsung (tatap muka) dengan klien. Metode ini dapat dirinci : 1) Metode individual. Adapun metode individual menggunakan teknik, seperti percakapan pribadi, kunjungan ke rumah, kunjungan dan observasi kerja. 2) Metode kelompok Pembimbing melakukan komunikasi langsung dengan klien dalam kelompok. b. Metode tidak langsung, yaitu metode bimbingan konseling yang dilakukan melalui media komunikasi masa, hal ini dapat dilakukan secara individual maupun kelompok bahkan massal. Sedangkan
metode bimbingan konseling Islam dalam konsep Al-Qur’an diantaranya: (Faqih, 2001 : 40). 1) Dzikir, yaitu mengingat kepada Allah SWT. Dengan dzikir ini hati seseorang akan tenteram, sebagai firman Allah dalam Q.S. Ar-Ro’du ayat 28.
. Artinya : ”(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, Hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram”. (Q.S. Ar-Ro’du : 28). (Depag RI, 1989 : 373) 2) Tadarus Al-Qur’an, yaitu membaca dan mendalami Al-Qur’an, karena orang yang tidak mau membaca Al-Qur’an dan mendalami hatinya akan terkunci, sebagaimana dituliskan dalam surat Muhammad ayat 24.
ÇËÍÈ !$ygä9$xÿø%r& A>qè=è% 4’n?tã ôQr& šc#uäö•à)ø9$# tbrã•-/y‰tGtƒ Ÿxsùr& Artinya : ”Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran ataukah hati mereka terkunci?” (Q.S. Muhammad : 24). (Depag RI, 1989 : 833) 3) Berlaku sabar, orang yang berlaku sabar dalam menghadapi masalah atau cobaan akan mendapat petunjuk dan rahmat dari Allah. Sebagaimana firman Allah dalam Q.S. Al-Baqarah ayat 156-157.
ÇÊÎÏÈ tbqãèÅ_ºu‘ Ïmø‹s9Î) !$¯RÎ)ur ¬! $¯RÎ) (#þqä9$s% ×pt7ŠÅÁ•B Nßg÷Fu;»|¹r& !#sŒÎ) tûïÏ%©!$# ãNèd š•Í´¯»s9'ré&ur ( ×pyJômu‘ur öNÎgÎn/§‘ `ÏiB ÔNºuqn=|¹ öNÍköŽn=tæ y7Í´¯»s9'ré& ÇÊÎÐÈ tbr߉tGôgßJø9$# Artinya : ”(Yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: "Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun. Mereka Itulah yang mendapat keberkatan yang Sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka Itulah orang-orang yang mendapat petunjuk”. (Q.S. Al-Baqarah : 156-157). (Depag RI, 1989 : 265) 4) Sholat, adalah upaya untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Sholat akan mencegah perbuatan keji dan mungkar. Dengan firman Allah SWT. Q.S. Al-Ankabut : 45.
no4qn=¢Á9$# žcÎ) ( no4qn=¢Á9$# ÉOÏ%r&ur É=»tGÅ3ø9$# šÆÏB y7ø‹s9Î) zÓÇrré& !$tB ã@ø?$# ÞOn=÷ètƒ ª!$#ur 3 çŽt9ò2r& «!$# ã•ø.Ï%s!ur 3 Ì•s3ZßJø9$#ur Ïä!$t±ósxÿø9$# ÇÆtã 4‘sS÷Zs? ÇÍÎÈ tbqãèoYóÁs? $tB Artinya : ”Bacalah apa yang Telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al-Kitab (Al-Quran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatanperbuatan) keji dan mungkar. dan Sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (Q.S. Al-Ankabut : 45). (Depag RI, 1989 : 635) 2.3.5. Asas-Asas Bimbingan Konseling Islam Telah
disebutkan
bahwa
bimbingan
konseling
Islam
berlandaskan Al-Qur’an dan hadits nabi. Berdasarkan landasan
tersebut dapat diketahui berbagi asas-asas pelaksanaan bimbingan dan konseling Islam yang antara lain sebagai berikut : (Faqih, 2001 : 22). a. Asas Kebahagiaan Dunia dan Akhirat. Bimbingan dan konseling Islam tujuan akhirnya adalah membantu, atau konseling yaitu orang-orang yang dibimbing agar mereka senantiasa menyadari akan fitrahnya sebagai manusia yaitu seorang hamba yang harus mengabdi kepada Tuhannya. b. Asas Fitrah Asas ini merupakan bantuan kepada klien atau konseling untuk mengenal, memahami dan menghayati fitrahnya sehingga gerak tingkah laku dan tindakannya sesuai dengan fitrahnya. c. Asas Lillahi Ta’ala. Asas Lillahi Ta’ala diselenggarakan oleh konselor kepada seorang klien yang membutuhkan bimbingan dan pertolongan ini karena Allah SWT. d. Asas Bimbingan Seumur Hidup. Asas ini memberkan fasilitas bimbingan kepada seorang klien untuk selama-lama (seumur hidup) karena bagaimana pun juga yang namanya manusia mesti suatu saat akan terdapat kesalahan dan kehilafan. Disinilah perlu di bimbing seumur hidup. e. Asas Kesatuan Jasmaniah dan Ruhaniah. Asas ini berusaha membantu individu untuk hidup dalam keseimbangan jasmaniah dan ruhaniah artinya jasmaniah yang
sehat juga perlu didukung oleh ruhaniah yang sehat demikian sebaliknya. f. Asas Keseimbangan Ruhaniah. Asas ini berusaha menyadari keadaan kodrati manusia tersebut dan dengan berpijak pada firman Allah SWT dan hadits nabi membantu klien atau yang dibimbing memperoleh keseimbangan diri dalam segi mental ruhaniah. g. Asas Kemaujudan. Asas ini berlangsung pada manusia menurut citra manusia memandang seorang individu merupakan suatu maujud (eksistensi) tersendiri dimana individu mempunyai hak dan ada perbedaan antara individu satu dengan individu yang lainnya. h. Asas Sosialitas Manusia. Manusia merupakan makhluk sosial hal ini diakui dalam konseling Islam, pergaulan cinta kasih, penghargaan terhadap diri sendiri dan orang lain, rasa ingin memiliki dan ingin dimiliki. Semuanya merupakan aspek-aspek yang diperlihatkan dalam konseling Islam karena hal itu adalah ciri-ciri hakekat manusia. i.
Asas Kekhalifahan Manusia. Asas ini menerangkan bahwa setiap manusia adalah khalifah walau dalam lingkup kecil yaitu pemimpin keluarga, oleh karena itu harus ada tanggung jawab manusia untuk mengatur alam ini karena semuanya akan diminta pertanggung jawaban dihadapan Allah.
j.
Asas Keselarasan dan Keadilan. Asas ini menginginkan adanya kekerasan keseimbangan keadilan di dalam diri manusia.
k. Asas Bimbingan Akhlakul Karimah. Pada dasarnya manusia mempunyai sifat-sifat yang baik, lemah lembut, kasih sayang dan lain-lain. l.
Asas Kasih Sayang. Setiap manusia memerlukan cinta kasih dan rasa sayang dari orang lain. Bimbingan konseling bersandar pada cinta dan kasih sayang.
m. Asas Saling Menghormati dan Menghargai. Dalam bimbingan konseling antara konselor dengan klien adalah sama kedudukan yaitu sama-sama sebagai makhluk Allah SWT hanya saja yang membedakan seorang konselor memberkan bimbingan tersebut. Hubungan konselor dan klien adalah saling menghormati sesuai dengan kedudukannya masing-masing sebagai makhluk Allah SWT. n. Asas Musyawarah. Bimbingan konseling Islam dilakukan dengan asas musyawarah artinya antara pembimbing dengan yang dibimbing terjadi dialog yang baik. Antara yang satu dengan yang lainya tidak saling mendeskreditkan atau memojokkan, tidak ada perasaan tertekan dan keinginan menekan.
BAB III GAMBARAN UMUM BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM YAYASAN JAWOR TERHADAP ANAK KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA
3.1. Profil Yayasan Jawor 3.1.1. Sejarah dan Perkembangan Yayasan Jawor Melihat perkembangan dan pembangunan bangsa Indonesia yang begitu pesat beserta kompleksitas yang dihadapi pelakunya, berakibat telah membawa akses negatif yang menimpa kepada manusia yang kebanyakan dari mereka kurang mendapat bimbingan agama dan mental, karena adanya ketidak seimbangan dan ketidak selarasan antara pembangunan fisik dan non fisik (Daradjat, 1982 : 70). Berdasarkan realitas di atas pada akhirnya banyak anak korban kekerasan dalam rumah tangga (Kartono, 1986 :30). Dan diantaranya kasus yang signifikan adalah banyak masyarakat yang terkena penyakit gangguan kesehatan mental walaupun berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk menanggulangi kasus tersebut baik secara klinis maupun terapi alternatif. Dalam skripsi ini penulis mencoba menjelaskan peran lembaga rehabilitasi mental Yayasan Jawor dalam upaya memberikan terapis keagamaan sebagai bentuk proses bimbingan konseling Islam terhadap klien yang terkena gangguan kejiwaan dan kesehatan mental.
Lembaga rehabilitasi mental Yayasan Jawor terletak di jalan Anyar Kelurahan Beringin Kecamatan Ngaliyan Kota Semarang. Lembaga tersebut didirikan untuk membantu penanganan yang intensif bagi klien gangguan kejiwaan dan kesehatan mental dengan model pembinaan dengan pendekatan. Penanganan yang intensif tersebut bertujuan untuk merubah perilaku klien yang abnormal menjadi perilaku yang positif (normal) sehingga menjadi bagian dari orangorang yang hidup wajar dalam masyarakat. Sekaligus untuk menambah sikap keimanan yang kuat kepada Allah SWT. Hal tersebut merupakan visi-misi lembaga rehabilitasi mental Yayasan Jawor Kota Semarang sebagaimana yang tertera dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga dan sekaligus sebagai program pokok bimbingan dan penyembuhan klien penderita gangguan mental. (Hasil Wawancara dengan KH. Muhammad Ja’far selaku pengasuh Yayasan Jawor pada tanggal 10 April 2010). Lembaga rehabilitasi mental Yayasan Jawor tersebut berdiri pada tahun 1990 oleh KH. Muhammad Ja’far dan diakta notariskan pada tanggal 14 Mei 2004 dengan nomor 24 pada notaris dan PPAT Sira Rosadina S.H. (Dokumentasi akta notaris lembaga rehabilitasi mental Yayasan Jawor Kota Semarang). Pendiri tersebut adalah orang yang peduli concern terhadap permasalahan-permasalahan penyakit sosial salah satunya gangguan mental, pendiri lembaga rehabilitasi ini atas inisiatif KH. Muhammad Ja’far. Melihat fenomena kehidupan
sosial masyarakat yang semakin kompleks, sehingga berupaya bekerja sama dengan masyarakat Desa Kedungpane Kecamatan Ngaliyan membentuk suatu wadah yang benar-benar memberikan sumbangsih dalam hal penanganan terhadap klien yang terkena gangguan mental. (Hasil Survei dan Observasi pada tanggal 20 Februari 2010).
3.1.2. Visi dan Misi Yayasan Jawor 1. Visi - Meningkatkan peran serta masyarakat dalam menyembuhkan dan memperhatikan klien gangguan kesehatan mental. - Meningkatkan mutu pemberdayaan dan pembinaan klien gangguan kesehatan mental dalam sebuah penanganan khusus. - Menjalin hubungan dan kerjasama dengan bahan-bahan pemerintah atau swasta organisasi-organisasi profesi lainnya dibidang sosial kemasyarakatan. - Menumbuhkan kesadaran dan kecintaan serta tanggung jawab seluruh manusia yang membutuhkan baik moral dan spiritual. - Mengadakan usaha-usaha kooperatif untuk melayani kebutuhan klien gangguan kesehatan mental serta usaha-usaha lainnya yang bermanfaat bagi pelayanan dan kesejahteraan terhadap klien.
2. Misi - Membangun organisasi lembaga rehabilitasi mental Yayasan Jawor yang terbuka dan transparan.
- Dengan bimbingan konseling Islam melalui penyembuhan dan rehabilitasi mental klien diharapkan mampu mengubah sikap hidup klien untuk selalu bersikap jujur, ikhlas, dan berakhlak mulia. - Membangun dan mengembangkan jiwa klien gangguan kesehatan mental yang tenteram, aman dengan prinsip saling menghormati terhadap harkat dan martabat kemanusiaan (Dokumentasi lembaga rehabilitasi Yayasan Jawor tahun 2004).
3.1.3. Sruktur Organisasi Yayasan Jawor Untuk menjalankan suatu organisasi dibutuhkan struktur organisasi. Begitu halnya dengan lembaga rehabilitasi Yayasan Jawor juga membutuhkan stuktur organisasi dalam menjalankannya. Adapun struktur organisasi Yayasan Jawor adalah sebagai berikut : Struktur Organisasi Rehabilitasi Mental Yayasan Jawor Pembina
: 1. R. Darmanto 2. Djumar
Ketua
: K.H. Muhammad Ja’far
Sekretaris
: Rahmah Faradila
Bendahara
: Indra Budi
Pembantu Umum : Bidang Kesehatan
: 1. Mahmud 2. Suyanto
Bidang Pendidikan
: 1. Mujiyono
2. Yusuf Hermanto Bidang Logistik
: 1. Jaswadi 2. Sugeng Pramono
3.2. Dampak Kekerasan dalam Rumah Tangga Terhadap Kesehatan Mental Anak di Lembaga Rehabilitasi Yayasan Jawor. Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) merupakan salah satu bentuk pelanggaran hak asasi manusia (HAM) dimana angka kejadiannya meningkat setiap tahun. Namun KDRT bukanlah kasus yang mudah terungkap karena masyarakat masih menganggap KDRT masalah pribadi dan tabu untuk dibicarakan. Dampak KDRT terdiri dari dampak jangka pendek dan jangka panjang. Dampak fisik mudah untuk disembuhkan, akan tetapi dampak psikologi akan menetap seumur hidup dan mempengaruhi kesehatan mental korban. Kesehatan mental korban KDRT sangat penting untuk diteliti dan ditangani secara serius. Alasannya karena korban merupakan seorang anak yang akan menjadi penerus bangsa. Jika seorang anak tidak mempunyai kesehatan mental yang optimal, maka kualitas anak menjadi tidak optimal juga padahal anak-anak tersebutlah yang akan membangun negara. Dampak-dampak kekerasan dalam rumah tangga terhadap kesehatan mental anak di lembaga rehabilitasi Yayasan Jawor diantaranya yaitu: depresi, stres, frustasi, ketakutan, kekalutan mental, neurotis, dan psikotis. Dari hasil wawancara pada tanggal 12 April 2010 dengan Bono, Sangidun, dan Rohadi yang merupakan sebagian anak korban kekerasan
dalam
rumah
tangga
di
lembaga
rehabilitasi
Yayasan
Jawor,
mengungkapkan bahwa rata-rata mereka telah mengalami gangguan kesehatan mental yang disebabkan oleh faktor ekonomi, moral, dan agama. Mereka ada yang mengalami depresi, stres dan frustasi karena tertekan dengan kondisi ekonomi keluarganya serta sering melihat pertengkaran orangtuanya. Dan juga ada yang mengalami ketakutan dan kekalutan mental karena sering dimarahi serta tidak diperhatikan oleh orangtuanya. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kesehatan mental anak di lembaga rehabilitasi Yayasan Jawor, diantaranya yaitu faktor ekonomi, moral dan agama (Hasil Wawancara dengan KH. Muhammad Ja’far selaku pengasuh Yayasan Jawor pada tanggal 10 April 2010). a. Faktor ekonomi Ekonomi merupakan kebutuhan dan keinginan manusia yang tidak mungkin diperoleh secara mandiri. Untuk memenuhinya manusia terpaksa melakukan kerja sama, dan sering kali juga terpaksa harus mengorbankan sebagian keinginannya, atau mengantarnya menetapkan prioritas dalam melakukan pilihan. Namun ada juga manusia yang sukar mengendalikan keinginannya, sehingga ia terdorong untuk menganiaya, baik terhadap sesama manusia, makhluk lain, keluarga, maupun suamiistri yang mengakibatkan terjadinya kekerasan. Kekerasan yang kerap terjadi dalam rumah tangga tidak hanya berpengaruh pada salah satu pasangan suami-istri tetapi juga berdampak pada perkembangan mental anak-anak.
Anak-anak yang sering melihat pertikaian dan kekerasan orang tuanya, cenderung akan mengalami masalah dengan kesehatan mentalnya ketika mereka dewasa. Mereka lebih beresiko mengalami depresi atau cenderung mengaplikasikan tindakan serupa yang kerap mereka saksikan semasa kecil dalam kehidupan rumah tangganya kelak. Faktor-faktor ekonomi yang mempengaruhi kesehatan mental masyarakat seperti kemiskinan, pengangguran, dan terjadinya konflik yang berkepanjangan. Faktor tersebut merupakan penyebab utama dari korban kekerasan dalam rumah tangga, yang disebabkan karena kebutuhan pokok dan pangan yang semakin meningkat, lapangan pekerjaan semakin berkurang dan biaya sekolah bertambah mahal sehingga memunculkan terjadinya korban kekerasan dalam rumah tangga yang berimbas pada anak-anak. b. Faktor moral Kaitannya dengan moral di lingkungan masyarakat terdapat banyak sekali yang tidak peduli, bahkan ada orang tua yang tidak memiliki moral yang baik yang tega menyiksa anaknya sendiri dan tidak memperhatikannya, sehingga anaklah yang menjadi korban. Kepribadian yang impulsif, tidak bisa mengendalikan rasa amarah dan cemburu, kebiasaan agresif yang tak terkendali, atau kecenderungan menyiksa orang terdekat yang dicintai. Terjadilah penggunaan kekuatan fisik terhadap pasangan hidup maupun anak yang bisa mencederai atau
mengakibatkan resiko terluka, dari cedera fisik sampai pembunuhan. Hal ini meliputi tindakan mendorong, membanting, menendang, menampar, merebut/merampas, memukul, membenturkan, mencekik, mematahkan tulang, melukai dengan pisau atau pistol, membakar dan membunuh. Individu seperti ini mempunyai ciri-ciri pokok kepribadian : tak peduli norma-norma sosial dan hukum, cenderung melakukan tindak kriminal, suka menganiaya sesama tanpa rasa bersalah, dan berhati dingin dalam melakukan tindakan kejam luar biasa. Sedang kekerasan terhadap anak yang bersifat verbal (omongan, kata-kata) bisa berupa ancaman atau intimidasi, merusak hak dan perlindungan korban, menjatuhkan mental korban, omongan yang menyakitkan dan melecehkan, atau memaki-maki dan berteriak-teriak keras. Hal tersebut di atas merupakan bentuk moral yang buruk bagi anak-anak yang sering mendapatkan kekerasan dari orang tuanya, sehingga anak cenderung akan mengalami masalah dengan kesehatan mentalnya. Mereka lebih beresiko akan mengalami ketakutan, kekalutan mental, neurosis dan psikotis. c. Faktor agama Agama memberikan petunjuk tentang tugas dan fungsi orang tua dalam merawat dan mendidik anak, agar dalam hidupnya berada dalam jalan yang benar, sehingga terhindar dari malapetaka kehidupan, baik di dunia ini maupun di akhirat kelak
Pengokohan penerapan
nilai-nilai
agama
dalam
keluarga
merupakan landasan fundamental bagi perkembangan kondisi atau tatanan masyarakat yang damai dan sejahtera. Namun sebaliknya, apabila terjadi pengikisan atau erosi nilai-nilai agama dalam keluarga, atau juga dalam masyarakat, maka akan timbul malapetaka kehidupan yang dapat menjungkirbalikkan nilai-nilai kemanusiaan. Pelaksanaan
agama
dalam
kehidupan
sehari-hari
dapat
membentengi seseorang dari gangguan jiwa (mental) dan dapat pula mengembalikan jiwa bagi orang yang gelisah. Karena kegelisan dan kecemasan yang tidak berujung pangkal itu, pada umumnya berakar dari ketidak puasan dan kekecewaan, sedangkan agama dapat menolong seseorang untuk menerima kekecewaan sementara dengan jalan memohon ridla Allah dan terbayangkan kebahagian yang akan dirasakan di kemudian hari. Semakin dekat seseorang dengan Tuhan, semakin banyak ibadahnya, maka akan semakin tentramlah jiwanya serta semakin mampu menghadapi kekecewaan dan kesukaran dalam hidup dan sebaliknya. Dan semakin jauh seseorang dari agama, akan semakin sulit baginya untuk memperoleh ketentraman hidup. Terganggunya kesehatan mental pada anak disebabkan karena orang tuanya yang memiliki atau mendalami agama hanya setengahsetengah, tidak mau melaksanakan dan mengamalkan ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari, serta tidak mempedulikan anaknya kenal
dan dekat dengan agama. Sehingga kehidupan keluarganya berantakan karena tidak bisa mendidik anak dan keluarganya. Hal tersebut sangat berpengaruh bagi mental anak karena tidak mendapatkan kepedulian dan bimbingan tentang agama, sehingga anak cenderung akan mengalami penyakit mental atau gangguan kesehatan mental. Mereka lebih berisiko akan mengalami kegelisahan, kecemasan, dan kenakalan. Dari ketiga uraian dampak-dampak tersebut yang menjadi korban akibat kekerasan dalam rumah tangga adalah anak-anak, sehingga anak-anak mengalami ketergangguan kesehatan mental yang mengakibatkan terjadinya depresi, frustasi, dan stres yang disebabkan oleh faktor ekonomi; ketakutan, kekalutan mental, neurotis, dan psikotis yang disebabkan oleh faktor moral; serta kegelisahan, kecemasan, dan kenakalan yang disebabkan oleh faktor agama (Hasil wawancara dengan K.H Muhammad Ja’far pada tanggal 10 April 2010).
3.3. Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling Islam Yayasan Jawor Terhadap Anak Korban Kekerasan dalam Rumah Tangga. 3.3.1. Profil Anak Korban Kekerasan dalam Rumah Tangga Di lembaga rehabilitasi Yayasan Jawor jumlah klien atau anak korban kekerasan dalam rumah tangga ada 15 anak, mulai dari usia 6 sampai 14 tahun. Pada tingkat ekonominya terdiri dari ekonomi menengah ke bawah, sedangkan tingkat pendidikannya masih di tingkat SD dan SMP. Adapun rincian data klien Yayasan Jawor adalah
sebagai berikut : (Dokumentasi Lembaga Rehabilitasi Mental Yayasan Jawor).
DATA KLIEN YAYASAN REHABILITASI MENTAL " JAWOR " JL.Anyar. Beringin. Ngalian SEMARANG – JATENG NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
NAMA UMUR L/P Bono 10 Th L Arifin 6 Th L Sangidun 12 Th L Yanto 9 Th L Nur Fathan 13 Th L Totok 10 Th L Handoyo 8 Th L M.Yusuf 12 Th L Makmun 9 Th L Doni 14 Th L M.Sutikno 11 Th L Rohadi 13 Th L Imam 8 Th L Abdul Mufid 12 Th L Munawar A 10 Th L
ALAMAT PENDIDIKAN Kusumawardani Smg SD Madukoro I / 34 Smg SD Senopati 5/8 Ambarawa SLTP Abimanyu II Smg SD Karanganyar 4/3 Smg SLTP Janggli Lama 7/2 Smg SD Pekalongan SD Pekalongan SLTP Krapyak SD Jl. Anyar Beringin Smg SLTP Cepiring I 3/7 Smg SD Sayung Demak SLTP Silandak Brt 57 Smg SD Wates Rt.5/8 Demak SLTP Jl. Anyar Beringin Smg SD
3.3.2. Profil Konselor Konselor atau disebut pembimbing adalah yang melakukan penyembuhan terhadap klien penderita gangguan kesehatan mental di lembaga rehabilitasi mental Yayasan Jawor kota Semarang. Tujuan bimbingan konseling Islam yang diterapkan lembaga rehabilitasi mental Yayasan Jawor kota Semarang adalah : 1. Menyembuhkan klien agar sadar kembali secara mental dalam kehidupan sosial masyarakat.
KET Sekolah Sekolah Sekolah Sekolah Sekolah Sekolah Sekolah Sekolah Sekolah Sekolah
2. Menanamkan nilai-nilai agama pada diri klien untuk membenahi dan mengutuhkan iman serta mental yang rapuh bagi klien yang terganggu jiwanya (Hasil wawancara dengan KH. Muhammad Ja’far selaku pengasuh Yayasan Jawor pada tanggal 10 April 2010). Tujuan tersebut disebutkan oleh K.H. Muhammad Ja’far, sebagaimana termaktub dalam al-qur’an dan as-sunnah. Firman Allah :
82 Artinya : “Dan Kami turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian” (Q.S. Al-Isra’ : 82). (Depag RI, 1989: 232). Dalam firman Allah SWT surat Yunus ayat 57 :
57 Artinya : “Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakitpenyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman”. (Q.S. Yunus : 57). (Depag RI, 1989 : 315). Dari penjelasan ayat Al-Qur’an di atas dapat diketahui bahwa yang dilakukan konselor di lembaga rehabilitasi mental Yayasan Jawor Kota Semarang memiliki tujuan yang jelas dan merupakan proses penanganan yang sangat penting bagi klien untuk menenangkan, menentramkan
kegoncangan-kegoncangan
jiwa
dan
sekaligus
menghilangkan halusinasi-halusinasi, sugesti-sugesti, perasaan waswas, takut, sikap menyendiri dan tak tahu arah atau tujuan, serta bisikan-bisikan iblis yang menyerang dalam sanubarinya. Dalam upaya memberikan bimbingan terhadap klien penderita gangguan kesehatan mental di lembaga rehabilitasi Yayasan Jawor kota Semarang, maka para pembimbing atau konselor khususnya mereka yang menjadi pengurus selalu berusaha memantau, mengamati, mencatat, melayani seluruh aktifitas dan kebutuhan bagi klien. Misalnya konselor mengusahakan dan mengadakan ketrampilan dan kesibukan, berupa kerja mengangkati kayu, menggergaji kayu, menyapu dan sebagainya, mengikuti dan mendengarkan pengajian di masjid, dan kegiatan lainnya (Hasil wawancara dengan KH. Muhammad Ja’far selaku Pengasuh Yayasan Jawor pada tanggal 10 April 2010).
3.3.3. Metode Terapi Penyembuhan Dalam upaya terapi penyembuhan terhadap klien penderita gangguan kesehatan mental di lembaga rehabilitasi Yayasan Jawor kota Semarang, ada enam aspek metode terapi penyembuhan yang diterapkan yaitu: 1) terapi pijat, 2) terapi mandi, 3) terapi sholat, 4) terapi dzikir, 5) terapi alam, dan 6) terapi kerja (Dokumentasi lembaga rehabilitasi Yayasan Jawor tahun 2004). Dari keenam aspek terapi penyembuhan dalam bimbingan tersebut merupakan satu kesan yang
utuh demi keberhasilan terapi terhadap klien penderita gangguan kesehatan mental.
3.3.4. Proses Bimbingan dan Konseling Yayasan Jawor Proses
bimbingan terapi penyembuhan
yang
diberikan
pembimbing bagi klien penderita gangguan kesehatan mental anak adalah sebagai berikut : Masa pertama, terapi yang diberikan ini berupa pemijatan pada sekujur tubuh klien secara rutin dan 2 minggu sekali. Proses pemijatan saraf ini ditempuh dengan cara uji saraf guna menetralisir urat saraf yang lemah. Uji saraf ini dilakukan lewat pemeriksaan pemijatan dan disertai cek-up medis, agar pembimbing mengetahui kondisi tubuh klien. Terapi ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kesehatan pada diri klien yang berguna bagi proses penyembuhan kesehatan mental klien, karena kesehatan dapat mencegah timbulnya gangguan atau penyakit mental dan gangguan emosi pada diri klien Masa kedua, pada tahapan inilah klien mulai dibimbing dan melakukan terapi penyembuhan secara keseluruhan, baik terapi mandi, terapi dzikir, terapi sholat, terapi alam, dan terapi kerja dengan tujuan untuk mencapai kedamaian dan terbebas dari konflik ataupun keretakan batiniah yang berguna bagi kesehatan mental klien. Adapun terapi penyembuhan ini harus ditempuh secara kontinyu oleh klien sampai sembuh total dan senantiasa tidak akan terulang lagi, sehingga
dalam pribadi dan jiwa mereka kembali normal dan menjalankan ajaran agama Islam dengan baik dan benar. Masa ketiga, klien menderita gangguan kesehatan mental yang dibimbing
dengan
terapi
penyembuhan
secara
intensif
oleh
pembimbing untuk lebih menetapkan diri dan memahami pribadi mereka kepada jalan yang benar, sekaligus meninggalkan jalan yang sesat dan merugikan bagi diri, keluarga, dan lingkungannya. Pada tahapan terapi penyembuhan ini klien juga diberi penilaian tentang tingkat kesadaran mereka selama menjalani terapi penyembuhan. Jika hasil penilaian bagi klien tersebut semakin baik, maka setelah selesai mengikuti masa terapi penyembuhan mereka masih mengikuti terapi penyembuhan dalam bentuk bimbingan luar yaitu diberikan lapangan pekerjaan yang jelas dengan tujuan agar klien dapat memperoleh keuntungan ekonomis (termasuk sumber keuangan untuk membelanjai hidup sehari-hari, untuk mengejar kesuksesan, dan untuk modal bagi pemeliharaan kesehatan), keuntungan psikologis (menimbulkan rasa percaya diri, pengendalian dan perwujudan diri, merasa berguna), dan keuntungan sosial (merupakan tempat bertemunya dengan orang lain, memiliki status, dan persahabatan) yang kesemuanya itu akan menunjang kehidupan yang sehat bagi diri sendiri (klien) dan orang lain (Hasil wawancara dengan KH. Muhammad Ja’far selaku Pengasuh Yayasan Jawor pada tanggal 10 April 2010).
Dalam implementasinya, materi bimbingan yang diterapkan di lembaga rehabilitasi mental Yayasan Jawor kota Semarang memiliki enam aspek terapi penyembuhan, yang antara lain: a. Materi kerohanian,
adalah
materi
yang
berkaitan dengan
penyembuhan klien secara transendental, materi ini berupa bacaanbacaan Al-Qur’an, bacaan-bacaan dzikir, do’a-do’a, pelajaran tentang ilmu agama, seperti sholat, wudhu dan lain sebagainya. Materi sebagai alat untuk meyembuhkan klien secara spiritual penyakit yang ada dalam batin dan hatinya bisa dibersihkan. b. Materi
badaniah,
materi
yang
merupakan
alat
untuk
menyembuhkan klien gangguan kesehatan mental dengan perantara jasmaniah, seperti pengobatan dengan olah raga, senam, mandi, dan sebagainya (Hasil wawancara dengan Ustadz Mahmud selaku Pengurus Yayasan Jawor pada tanggal 11 April 2010). Dari proses bimbingan tersebut di atas, di dalamnya terdapat unsur-unsur bimbingan diantaranya yaitu: ada pembimbing atau konselor, klien (yang dibimbing), materi, metode, dan sebagainya.
BAB IV ANALISIS BIMBINGAN KONSELING ISLAM TERHADAP ANAK KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DI LEMBAGA REHABILITASI YAYASAN JAWOR KOTA SEMARANG
4.1. Analisis Dampak Kekerasan dalam Rumah Tangga Terhadap Kesehatan Mental Anak. Gangguan kesehatan mental merupakan bagian dari sasaran terapeutik (terapi mental) dan bukanlah yang mudah untuk dipahami melainkan diaplikasikan secara langsung sebagai cara penanganan terhadap klien sehingga mengetahui kondisi dan gejolak jiwa yang dialami klien namun lebih dari itu sebagai terapis dituntut untuk mampu memahami kondisi kesehatan mental yang dialami klien secara mendalam. Terkait dengan kekerasan dalam rumah tangga, terdapat dampakdampak yang dapat merugikan pihak-pihak dalam keluarga yang telah disebutkan dalam UU PKDRT No. 23 tahun 2004, mulai dari dampak secara psikologis dan fisik. Dampak secara psikologis dapat berupa timbulnya trauma – dari level ringan hingga level berat – pada diri anggota keluarga yang menjadi korban, baik korban yang menjadi obyek sasaran kekerasan maupun obyek yang menyaksikan kekerasan tersebut. Dampak secara fisik dapat berupa luka fisik yang dialami oleh obyek korban kekerasan. Kekerasan dalam rumah tangga dapat berbentuk perilaku kasar, seperti menampar, memukul, maupun menendang dan dapat pula berbentuk ucapan-ucapan kasar seperti menghardik, mencaci, dan memaki. Umumnya,
korban dalam kekerasan rumah tangga adalah siapa pun yang dikuasai oleh pemilik otoritas, bisa suami oleh istrinya, bisa istri oleh suaminya, bisa anak oleh orang tuanya. Dampak kekerasan dalam rumah tangga terhadap kesehatan mental anak di lembaga rehabilitasi Yayasan Jawor Kota Semarang diantaranya yaitu: depresi, stres, frustasi, ketakutan, kekalutan mental, neurotis, dan psikotis. Dampak tersebut dipengaruhi oleh faktor ekonomi, moral dan agama. Faktor ekonomi merupakan penyebab utama dari korban kekerasan dalam rumah tangga, yang disebabkan karena kebutuhan pokok dan pangan yang semakin meningkat, lapangan pekerjaan semakin berkurang dan biaya sekolah bertambah mahal sehingga memunculkan terjadinya korban kekerasan dalam rumah tangga yang disebabkan oleh ekonomi. Pada faktor moral, kaitannya dengan moral di lingkungan masyarakat terdapat banyak sekali yang tidak peduli, bahkan ada orang tua yang tidak memiliki moral yang baik yang tega menyiksa anaknya sendiri dan tidak memperhatikannya, sehingga anaklah yang menjadi korban. Dan juga ada yang dipengaruhi oleh faktor agama, yang disebabkan karena orang tua yang memiliki agama hanya setengah-setengah dan tidak mempedulikan anaknya, sehingga keluarganya berantakan karena tidak bisa mendidik anak dan keluarganya. Dari dampak-dampak kekerasan dalam rumah tangga tersebut, dapat mengganggu psikologi anak yang mengakibatkan terganggunya kesehatan mental anak. Hal ini disebabkan karena pada masa anak-anak merupakan fase perkembangan awal psikologi mereka. Jadi apabila terjadi sesuatu hal
yang mengganggu psikologi anak-anak, maka mereka akan mengalami ketergangguan psikisnya. Dari beberapa dampak kekerasan dalam rumah tangga sebagaimana yang ada di lembaga rehabilitasi mental Yayasan Jawor Semarang menunjukkan adanya titik kesamaan dengan dampak-dampak kekerasan dalam UU PKDRT No. 23 tahun 2004. Kesamaan tersebut terdapat pada faktor ekonomi dan psikologis anak. Bentuk dari kegiatan dakwah untuk menghadapi permasalahan gangguan psikis pada anak yang disebabkan oleh dampak kekerasan dalam rumah tangga dapat diwujudkan melalui kegiatan bimbingan dan konseling Islam. Penerapan Bimbingan Konseling Islam di Lembaga Rehabilitasi Mental Yayasan Jawor sebagai bantuan psikologis memiliki keunikan tersendiri. Pada umumnya bantuan psikologis yang diberikan kepada klien berupa spesifik-non-generalis, yaitu permasalahan klien adalah berbeda antara satu dengan lainnya sehingga sifat treatmennya khusus, dan tidak sama antara klien satu dengan lainnya. Namun tidak demikian halnya dengan yang ada di Lembaga Rehabilitasi Mental Yayasan Jawor, sifat bantuan psikologis bimbingan konseling Islam di lembaga rehabilitasi mental Yayasan Jawor Semarang adalah generalis-non-spesifik, yakni anggapan bahwa seluruh klien berada dalam permasalahan yang sama dan dapat ditangani secara bersama-sama.
4.2. Analisis Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling Islam di Lembaga Rehabilitasi Yayasan Jawor Terhadap Kesehatan Mental Anak Korban Kekerasan dalam Rumah Tangga. Problematika gangguan kesehatan mental klien yang ditangani di lembaga rehabilitasi mental Yayasan Jawor Semarang sebagaimana telah di jelaskan dalam bab III terdahulu, dalam bab ini sejauh mungkin akan penulis analisis dengan menggunakan beberapa konsep mengenai faktor-faktor penyebab gangguan kesehatan mental lewat analisis semacam ini penulis berharap dapat secara lebih jauh melihat adanya indikasi yang cenderung menjurus kearah gangguan kesehatan mental Kartini Kartono. Lebih condong melihat keadaan gangguan kesehatan mental dari sisi demoralisasi transisi kebudayaan., dinamika agraris menuju masyarakat industri diwarnai oleh semangat kompetensi individu di segala bidang kehidupan. Dampak terciptalah sosok yang individualis dan egois mewarnai interaksi sosial dalam kehidupan sehari-hari maka munculah konflik kemudian menciptakan ketegangan psikologi yang berujung pada gangguan kesehatan mental. Gejala sentral di era seseorang yang terjadi ialah kurangnya penguasaan terhadap konflik-konflik “intra psikis” dan kekalutan batin sehingga orang tidak tanggap terhadap keadaan lingkungan dan lama kelamaan menjadi neuritis dan psikotis. Gangguan kesehatan mental bertumpu pada sisi kebutuhan hidup manusia, dalam gangguan kesehatan mental untuk dicermati bersama bahwa dari analisis berdasarkan konsep Kartini Kartono, bila dikaitkan dengan teori Maslow, antara keduanya
cenderung mengerucut dalam persoalan tidak terpenuhinya kebutuhan rasa aman sebagai basic needs tingkat kedua setelah kebutuhan fisiologi. Berdasarkan teori Maslow dapat ditarik benang merah bahwa kondisi klien yang terganggu kesehatan mentalnya tidaklah memungkinkan bagi mereka untuk mencapai mental yang sehat, karena salah satu penyebabnya adalah klien terhambat dalam hal pemenuhan fisiologi sebagai basic needs tingkat pertama. Berdasarkan hal yang menunjukan terpenuhinya basic needs di kalangan adalah sebagai berikut ; a. Kebutuhan fisiologi kebutuhan liver pertama tidak terpenuhinya dengan adanya persoalan pemenuhan kebutuhan hidup. b. Kebutuhan rasa aman (safety) perasaan cemas dan takut dalam keseharian klien karena ancaman dari para eksploitir dan aksi tawuran menunjukan bahwa klien belum terpenuhi akan kebutuhan rasa aman sebagai basic need level kedua. c. Kebutuhan akan kasih sayang (mercy) belum terpenuhinya kasih sayang sebagai kebutuhan level ketiga ditunjukkan dengan adanya problem keluarga yang ditunjukkan adanya konflik atau pertengkaran antara anak dengan orang tua. d. Kebutuhan akan harga diri persoalan hukum dan persoalaaan di keluarkan dari sekolah sangat mengindikasikan bahwa harga diri klien dengan sendiri menjadi tidak terhormat di kalangan masyarakat.
e. Kebutuhan akan aktualisasi diri, aktualisasi diri sebagai kebutuhan manusia level kelima di tandai dari adanya keinginan akan keindahan, kesempurnaan, keadilan dan kebermaknaan Keterputusan hubungan dengan keluarga sangat jelas ditunjukkan dengan adanya problem konflik keluarga antara klien untuk mendapatkan ketenangan dalam rumah tangga. Dampaknya kasih sayang keluarga sama sekali tidak diperoleh demikian pula dengan lingkungan sekolah. Sementara itu keterputusan hubungan antara klien dengan lingkungan masyarakat yang kurang setabil, sehingga masyarakat cenderung mengklaim klien tersebut sebagai orang yang kurang atau tidak normal, sehingga peran bimbingan konseling Islam sebagai upaya terapi mental terhadap klien sangatlah dibutuhkan secara efektif dan intensif sebagaimana yang ditempuh oleh lembaga rehabilitasi mental Yayasan Jawor Kota Semarang. Secara teoritis penyebab terjadinya gangguan kesehatan mental dibedakan menjadi dua yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal merupakan segala hal yang berasal dari dirinya sendiri dan keluarga. Faktor ini menyikapi banyak berhubungan dengan kekuatan mental (The Power of Soul) dalam perubahan hidup sehari-hari, sedangkan faktor eksternal persoalan hidup sendiri, pada umumnya faktor eksternal muncul pada kontak sosial dalam lingkungan budaya. Gambaran di atas setidaknya dapat memberikan masukan kepada kita bahwa tidaklah mungkin kita mengetahui faktor internal dan faktor eksternal kepada klien. Maksimal kita mendapat informasi dari dokumen Yayasan Jawor perihal gangguan
kesehatan mental klien di sana, itu pun hanya informasi yang diberikan oleh Pembina dari pihak keluarga pada saat menyerahkan klien. Kendatipun ada informasi lisan mengenai gangguan kesehatan mental klien dari Pembina namun hal itu masih dirasa kurang dapat memahami faktor internal dan faktor eksternal penyebab gangguan kesehatan mental. Menurut pemahaman penulis, riwayat kasus gangguan kesehatan mental klien di lembaga tersebut dilatar belakangi oleh banyak faktor (Multy Factor Cause). Tidak penulis temukan dalam sebuah riwayat kasus ada satu faktor saja yang menjadi penyebabnya secara garis besar faktor yang menjadi penyebab gangguan kesehatan mental klien di lembaga rehabilitasi Yayasan Jawor Semarang adalah : 1. Faktor ketahanan mental yang lemah (Mental Defance) 2. Faktor tekanan ekonomi (Economic Pressure) 3. Faktor tekanan keluarga 4. Faktor religius yang rendah 5. Faktor pergaulan yang salah 6. Faktor organis. Dapat diketahui bahwa klien penderita gangguan kesehatan mental adalah sebagai orang yang membutuhkan bantuan orang lain dengan kondisi dan konteks klien yang mengalami kegoncangan hidup yang dialami klien penderita gangguan kesehatan mental di lembaga rehabilitasi mental Yayasan Jawor Kota Semarang, baik depresi, frustasi, kekalutan mental, hingga sampai pada neuritis dan psikotis. Dalam hal ini sangat
membutuhkan penanganan yang intensif serta bimbingan dan penyembuhan dalam bentuk terapis dengan materi yang telah ditetapkan senantiasa mengharapkan kesembuhan secara normal baik psikis maupun fisik, sehingga dapat diterima kembali dalam masyarakat. Aktivitas yang dilakukan para pembimbing atau konselor Islam di lembaga rehabilitasi Yayasan Jawor Semarang merupakan upaya nyata dari sebuah lembaga dakwah untuk terwujudnya kesehatan mental. Bidang kesehatan mental yang menjadi fokus aktivitas dakwah di lembaga rehabilitasi Yayasan Jawor Semarang menurut pemahaman penulis sangat di butuhkan oleh seluruh lapisan masyarakat yang rawan gangguan kesehatan mental, sering dinamika hehidupan modern yang sekesleristik, keberadaan lembaga rehabilitasi Yayasan Jawor Semarang sekaligus menjadi jawaban bagi mereka klien yang perlu mendapatkan bimbingan konseling Islam dalam bentuk mental yang sehat dalam pendekatan agama. Demikian lembaga rehabilitasi Yayasan Jawor Semarang dalam terapi jiwa seluruh dengan konsep dasar teoritik fungsi dan tujuan bimbingan konseling Islam, selain aktivitas para pembimbing dalam menanggulangi gangguan kesehatan mental klien terdapat relevansi yang erat dalam upaya yang ditempuh dimana dapat diketahui bahwa pembimbing berstatus agama Islam serta teknik dan metode penyembuhan menggunakan metode dan materi Islam, sehingga tepat bila dikatakan sebagai konselor Islam dalam proses bimbingan konseling Islam.
Hubungan antara klien yang telah sembuh dengan konselor tidaklah putus begitu juga dengan kesembuhan klien, hubungan tersebut tetap terjalin, hal ini diterapkan oleh Pembina sebagai upaya untuk malakukan evaluasi klien yang telah sembuh. Untuk kepentingan tersebut lembaga rehabiltasi Yayasan Jawor Semarang sengaja mentradisikan budaya sowan sebagaimana telah penulis jelaskan. Selain itu lembaga rehabilitasi Yayasan Jawor Semarang juga melakukan kunjungan visiting ke pihak keluarga mantan klien. Dari survei yang penulis lakukan ada beberapa hal yang sangat menarik dari pelaksanaan bimbingan konseling Islam di lembaga rehabilitasi Yayasan Jawor Semarang secara teoritik masingmasing klien memiliki karekteristik problem yang berbeda sehingga cara yang diberikan tidak sama antara satu dengan yang lainnya, tidak demikian halnya dengan apa yang terjadi di lembaga rehabilitasi mental sama antara satu dengan yang lainnya merupakan kontradiksi antara teori dengan kenyataan di lapangan. Menurut penulis (Kiswantoro) sehat bagi pasien penderita gangguan kesehatan mental secara mental dan sehat secara mental tersebut dalam upaya penyembuhan pasien harus memenuhi beberapa elemen, yang meliputi elemen psikologis, elemen sosiologis, dan elemen spiritualis atau disingkat dengan psiko-sosio spiritual. Pemahaman penulis berpendapat bila dijabarkan tentang ciri mental sehat yang sehat telah dikemukakannya dikaitkan dengan elemen-elemen akan diperoleh titik temunya yaitu :
a. Mampu secara luwes menyesuaikan diri dan menciptakan hubungan antar pribadi yang bermanfaat dan menyenangkan (elemen sosiologi). b. Bebas dari gangguan kesehatan mental dan penyakit kesehatan mental (elemen psikologis). c. Mengembangkan potensi-potensi pribadi (bakat, sikap, sifat, dan sebagainya) yang baik dan bermanfa’at bagi diri sendiri dan lingkungan (elemen psikolis). d. Beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa, dan berusaha menerapkan tuntutan agama dalam kehidupan sehari-hari (elemen spiritualis). Penulis coba melihat sejauh manakah pula bimbingan konseling Islam yang diterapkan oleh lembaga rehabilitasi mental Yayasan Jawor Semarang terhadap penderita gangguan kesehatan mental menunjukkan relevansinya dalam hal membentuk mental sehat secara jasmani dan rohani. Membahas persoalan pelaksanaan bimbingan konseling Islam yang diterapkan oleh lembaga rehabilitasi mental Yayasan Jawor Semarang, maka langkah-langkah yang diterapkan oleh konselor dalam membimbing klien penderita gangguan kesehatan mental adalah dengan menggunakan materi dan metode bimbingan. Materi bimbingan yang diberikan sebagai alternatif penyembuhan terhadap klien penderita gangguan kesehatan mental di lembaga rehabilitasi mental Yayasan Jawor Semarang meliputi dua hal, yaitu materi rohaniyah dan materi badaniyah.
Materi rohaniyah adalah materi yang berkaitan dengan penyembuhan klien secara transindental. Materi ini berupa bacaan-bacaan Al-Qur’an, dzikir, do’a-do’a, pelajaran tentang ilmu agama seperti sholat, wudhu, dan lain sebagainya. Materi sebagai alat untuk menyembuhkan klien, secara spiritual penyakit yang ada dalam batin dan hatinya dapat disembuhkan. Sedangkan badaniyah adalah materi yang merupakan alat untuk menyembuhkan klien gangguan kesehatan mental dengan perantara yang bersifat jasmaniah, seperti pengobatan dengan olah raga, senam, mandi, dan sebagaimana yang telah dijelaskan dalam bab III. Adapun metode terapi penyembuhan terhadap klien penderita gangguan kesehatan mental di lembaga rehabilitasi mental Yayasan Jawor Semarang ada enam aspek metode terapi penyembuhan yang diterapkan yaitu : 1) terapi pijat, 2) terapi mandi, 3) terapi sholat, 4) terapi dzikir, 5) terapi alam, dan 6) terapi kerja. Dari keenam aspek terapi penyembuhan dalam bimbingan tersebut merupakan satu kesatuan yang utuh demi keberhasilan terapi terhadap klien penderita gangguan kesehatan mental. Dari beberapa materi bimbingan dan metode terapi penyembuhan bagi klien penderita gangguan kesehatan mental sebagaimana yang telah diterapkan di lembaga rehabilitasi mental Yayasan Jawor Semarang menunjukkan adanya titik kesamaan dengan bimbingan konseling Islam. Kesamaan tersebut terdapat dalam proses dan upaya pemberian bantuan kepada klien (orang yang membutuhkan bantuan) dengan menggunakan materi dan metode yang jelas-jelas dianjurkan dalam ajaran agama Islam.
Demikian pembahasan mengenai analisis bimbingan dan konseling Islam terhadap anak korban kekerasan dalam rumah tangga di lembaga rehabilitasi Yayasan Jawor Kota Semarang. Pelaksanaan bimbingan dan konseling Yayasan Jawor dapat berjalan dengan baik jika bimbingan dan konseling Islam yang ada di dalamnya dilaksanakan dengan baik serta menerapkan materi, metode dan teknik dengan baik pula.
4.3
Analisis
Bimbingan
Konseling
Islam
Terhadap
Anak
Korban
Kekerasan dalam Rumah Tangga di Lembaga Rehabilitasi Yayasan Jawor Kota Semarang Suatu lembaga rehabilitasi dalam mencapai hasil yang memuaskan maka diperlukan suatu kerjasama yang sungguh-sungguh. Apabila lembaga tersebut mempunyai tujuan dalam menyiarkan agama Islam yang berlandaskan pada Al-Qur’an dan Hadits guna meningkatkan mutu pemberdayaan dan pembinaan klien gangguan kesehatan mental, maka dalam mencapai tujuan tersebut diperlukan bimbingan dan konseling yang baik, dimana lembaga tersebut harus bekerjasama secara teratur dan terarah. Bimbingan dan konseling yang dimaksud dalam konteks dakwah tersebut tidak lain adalah bimbingan dan konseling Islam yang menjadikan nilai-nilai ajaran agama Islam sebagai sumber dasar pedoman dalam memberikan bimbingan dan konseling sehingga klien dapat menanggulangi problematika hidup dengan baik dan benar secara mandiri yang berpandangan pada Al-Qur'an dan Sunnah Rasulullah SAW.
Bimbingan konseling Islam merupakan usaha pemberian bantuan baik berupa pengarahan, nasehat, maupun perintah kepada individu atau kelompok yang mengalami kesulitan dalam kehidupannya, sehingga tercapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Dalam hal ini Yayasan Jawor sebagai
lembaga
rehabilitasi
dalam
menanggulangi
atau
upaya
penyembuhan anak korban kekerasan dalam rumah tangga memiliki empat fungsi bimbingan konseling yaitu fungsi preventif, fungsi kuratif, fungsi preservatif, dan fungsi developmental. Fungsi preventif dapat diartikan sebagai upaya membantu individu menjaga atau mencegah timbulnya masalah bagi dirinya sendiri. Dalam hal ini konselor di lembaga rehabilitasi Yayasan Jawor berupaya mempengaruhi dengan cara yang positif dan bijaksana terhadap lingkungan dan diri klien yang dapat menimbulkan kesulitan atau kerugian pada klien atau anak. Fungsi kuratif
diartikan sebagai membantu
individu dalam
memecahkan masalah yang sedang dihadapinya. Dalam hal ini konselor di lembaga rehabilitasi Yayasan Jawor memberikan bimbingan dan konseling dengan cara memberikan pengarahan, nasehat atau perintah kepada klien atau anak. Fungsi preservatif diartikan sebagai upaya membantu individu menjaga kondisi yang semula tidak baik menjadi baik dan kebaikan itu bertahan lama. Dalam hal ini konselor di lembaga rehabilitasi Yayasan Jawor selalu berusaha memantau, mengamati, mencatat, melayani seluruh aktifitas dan kebutuhan bagi klien atau anak dengan cara mengusahakan dan
mengadakan ketrampilan dan kesibukan, berupa kerja mengangkati kayu, menggergaji kayu, menyapu dan sebagainya, mengikuti dan mendengarkan pengajian di masjid, dan kegiatan lainnya Fungsi developmental diartikan sebagai upaya untuk membantu individu memelihara dan mengembangkan situasi dan kondisi yang telah baik
agar
tetap
baik
atau
menjadi
lebih
baik,
sehingga
tidak
memungkinkannya menjadi sebab munculnya permasalahan baginya. Dalam hal ini konselor di lembaga rehabilitasi Yayasan Jawor memelihara segala sesuatu yang baik yang ada pada diri klien atau anak, baik hal itu merupakan pembawaan maupun hasil-hasil perkembangan yang telah dicapai selama ini. Dalam pelayanan bimbingan dan konseling, pemeliharaan dan pengembangan dilaksanakan melalui berbagai pengaturan, kegiatan, dan program. Dalam upaya penyembuhan pada klien atau anak di lembaga rehabilitasi Yayasan Jawor selain melalui bimbingan dan konseling terdapat pula terapi-terapi sebagai pendukung dalam penyembuhan. Diantaranya yaitu terapi pijat, terapi mandi, terapi sholat, terapi dzikir, terapi alam, dan terapi kerja. Penerapan Bimbingan Konseling Islam di Lembaga Rehabilitasi Yayasan Jawor sebagai bantuan psikologis memiliki keunikan tersendiri. Pada umumnya bantuan psikologis yang diberikan kepada klien berupa spesifik-non-generalis, yaitu permasalahan klien adalah berbeda antara satu dengan lainnya sehingga sifat treatmennya khusus, dan tidak sama antara
klien satu dengan lainnya. Sedangkan sifat bantuan psikologis bimbingan konseling Islam di lembaga rehabilitasi Yayasan Jawor adalah generalisnon-spesifik,
yakni anggapan bahwa seluruh klien berada dalam
permasalahan yang sama dan dapat ditangani secara bersama-sama. Jadi, dapat ditarik kesimpulan bahwa di lembaga rehabilitasi Yayasan Jawor terdapat bimbingan konseling Islam dalam proses penyembuhan klien atau anak korban kekerasan dalam rumah tangga. Hal itu terbukti pengurus lembaga rehabilitasi Yayasan Jawor sebagai konselor telah memberikan bimbingan dan konseling serta melaksanakan fungsifungsi bimbingan dan konseling dalam penyembuhan klien.
BAB V PENUTUP
5.1. Kesimpulan Berdasarkan uraian dari bab-bab terdahulu, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dampak kekerasan dalam rumah
tangga terhadap kesehatan mental anak di lembaga rehabilitasi Yayasan Jawor Kota Semarang diantaranya yaitu : depresi, stres, frustasi, ketakutan, kekalutan mental, neurotis, dan psikotis. Dampak tersebut dipengaruhi oleh faktor ekonomi, moral dan agama. Bentuk dari kegiatan dakwah untuk menghadapi permasalahan gangguan psikis pada anak yang disebabkan oleh dampak kekerasan dalam rumah tangga dapat diwujudkan melalui kegiatan bimbingan dan konseling Islam. Penerapan Bimbingan Konseling Islam di Lembaga Rehabilitasi Mental Yayasan Jawor sebagai bantuan psikologis memiliki keunikan tersendiri. Pada umumnya bantuan psikologis yang diberikan kepada klien berupa spesifik-non-generalis, yaitu permasalahan klien adalah berbeda antara satu dengan lainnya sehingga sifat treatmennya khusus, dan tidak sama antara klien satu dengan lainnya. Sedangkan sifat bantuan psikologis bimbingan konseling Islam di lembaga rehabilitasi mental Yayasan Jawor Semarang adalah generalis-non-spesifik, yakni anggapan bahwa seluruh klien berada dalam permasalahan yang sama dan dapat ditangani secara bersama-sama.
2. Bimbingan dan konseling mempunyai peranan yang sangat penting dalam menunjang perkembangan dan keberhasilan terapi penyembuhan gangguan kesehatan mental. Dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling Islam di
Lembaga Rehabilitasi Yayasan Jawor terhadap kesehatan mental anak korban kekerasan dalam rumah tangga terdapat beberapa materi, metode, teknik dan proses dalam terapi penyembuhan gangguan kesehatan mental. Dalam implementasinya, terlebih dahulu diterapkan materi bimbingan, diantaranya materi kerohanian dan badaniah. Selanjutnya metode atau cara yang ditempuh atau dilakukan dalam terapi penyembuhan, antara lain dengan terapi pijat, terapi mandi, terapi sholat, terapi dzikir, terapi alam, dan terapi kerja. Dan Proses bimbingan terapi penyembuhan yang diberikan pembimbing bagi klien penderita gangguan kesehatan mental, yaitu pertama dengan memberikan pemijatan pada sekujur tubuh klien secara rutin, kedua memberikan bimbingan dan melakukan terapi penyembuhan secara keseluruhan, ketiga memberikan penilaian tentang tingkat kesadaran mereka selama menjalani terapi penyembuhan, dan yang terakhir dengan memberikan bimbingan luar yaitu dengan memberikan lapangan pekerjaan yang jelas. Bimbingan dan konseling tersebut diterapkan dalam rangka mempermudah dan memperlancar serta mempercepat dalam terapi penyembuhan gangguan kesehatan mental.
5.2. Saran-Saran Secara umum bimbingan dan konseling Islam Yayasan Jawor sudah berjalan dengan baik dan lancar, namun masih ada hal yang hendak penulis sarankan dan perlu diperhatikan dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling Islam Yayasan Jawor, diantaranya; 1. Dalam proses pelaksanaan bimbingan dan konseling Islam Yayasan Jawor hendaknya
pengurus
lebih
ditingkatkan
dalam
pengelolaan
dan
pembimbingan dengan menerapkan bimbingan dan konseling yang sesuai dengan ajaran Islam. 2. Kaitannya dengan fasilitas, hendaknya pengurus memberikan fasilitas tempat yang lebih layak serta alat yang lebih canggih dalam penyembuhan. 3. Materi yang diterapkan harus disesuaikan dengan kemampuan dan keadaan para klien. Sehingga para klien mampu menerima, memahami dan menghayati materi tersebut.
5.3. Penutup Dengan rasa syukur yang tak terhingga penulis panjatkan kehadirat
Allah SWT yang telah melimpahkan segala rahmat, taufiq, hidayah serta inayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas, yaitu penulisan skripsi walaupun dalam penulisan ini belum mencapai hasil yang sempurna. Akhirnya kepada semua pihak yang telah memberikan sumbangsih
baik berupa pikiran, tenaga maupun do’a, penulis mengucapkan terima kasih dan penulis berharap semoga skripsi yang sederhana ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin.
DAFTAR PUSTAKA Adz, Dzaky, Hamdani Bakran, 1992, Konseling dan Psikoterapi Islam, Jakarta : Pustaka Fajar Baru. Arifin, M, 1996, Psikologi Dakwah (Suatu Pengantar Studi), Surabaya : AlIkhlas. Arikunto, Suharsimi, 1998, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: PT. Rineka Cipta. Azwar, Saifudin, 1998, Metodologi Penelitian, Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Danim, Sudarwan, 2002, Menjadi Peneliti Kualitatif, Bandung : CV Pustaka Setia. Daradjat, Zakiyah, 1984, Kesehatan Mental Perannya dalam Pendidikan dan Pengajaran, Jakarta : IAIN. Depag RI, 1989, Al-Qur an dan Terjemahannya, Semarang : Toha Putra. Faqih, Aunur Rohim, 2001, Bimbingan Konseling dalam Islam, Yogyakarta : LPPAI VII Press. Hadi, Sutrisno, 1993, Metodologi Research, Jilid I, Cet. XXIV, Yogyakarta : Andi Offset. Hellen, A, 2002, Bimbingan dan Konseling, Jakarta : Ciputat Pers. Koentjoroningrat, 1981, Metode Penelitian Masyarakat, Jakarta : Gramedia. Kartono, Kartini, 2000, Hygiene Mental, Bandung : CV. Mandar Maju. Latipun, 2003, Psikologi Konseling, Malang: UMM Press. Lukluk A, Zuyina, Siti Bandiyah, 2008, Psikologi Kesehatan, Yogyakarta : Mitra Cendikia Press. Moleong, Lexy J., 2002, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung : Remaja Rosdakarya. Musnamar, Tohari, 1992, Dasar-Dasar Konseling Islam, Yogyakarta : UII Press. Prayitno, Erman Amti, 1999, Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling, Jakarta : Rineka Cipta. Pujihastuti, Alifah, 2006, Karena Istri Ingin Dimengerti, Sukoharjo: Samudra.
Skripsi Arif, Safatul, 2001, Peran Orang Tua dalam Membimbing Anak (Studi Kasus Terhadap Perilaku Kriminal Anak di Desa Wonorejo), Semarang : IAIN Walisongo. Skripsi Hidayah, Rehabni, 2000, Korelasi Antara Keharmonisan Keluarga dengan Kesehatan Mental, Semarang : IAIN Walisongo. Skripsi Muhyari, 2002, Pembinaan Mental Terhadap Perempuan Korban Kekerasan di LRC-KJHAM Semarang, Semarang : IAIN Walisongo. Sudarto, 2002, Metodologi Penelitian Filsafat, Jakarta : Raja Grafindo Persada. Tungka, Meyske S, dkk.2007, Cita Kok Gitu .Kekerasan Dalam Rumah Tangga, Salatiga : Batara Offset. Walgito, Bimo, 2005, Bimbingan dan Konseling (Studi dan Karir), Yogyakarta : CV. Andi Offset.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Yang bertanda tangan di bawah ini: Nama
: Kiswantoro
NIM
: 1104011
Tempat / Tgl. Lahir : Semarang, 21 Februari 1984 Alamat Asal
: Jl. Blitaran Raya Rt 01 Rw 03 Genuk Semarang 50115
Jenjang Pendidikan: 1. SD Negeri Genuk Sari Semarang, Lulus Tahun 1999 2. SLTP Badan Wakaf 4 Semarang, Lulus Tahun 2001 3. SMU Sultan Agung 1 Semarang, Lulus Tahun 2004 4. Fakultas Dakwah Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam (BPI) IAIN Walisongo Semarang Angkatan 2004 Pengalaman Organisasi: 1. Anggota UKMF KSK WADAS Tahun 2005-Sekarang 2. Anggota UKMF KORDAIS Tahun 2006 3. Anggota UKMF DSC Tahun 2006 4. Anggota BEM-J BPI Tahun 2007 Demikian daftar riwayat hidup saya buat dengan sebenar-benarnya, mohon maklum adanya.
Semarang, Juni 2010 Penulis
Kiswantoro NIM: 1104011
DRAF WAWANCARA PENGURUS LEMBAGA REHABILITASI YAYASAN JAWOR KOTA SEMARANG
1. Bagaimana sejarah dan perkembangan lembaga rehabilitasi Yayasan Jawor? 2. Apakah visi, misi dan tujuan didirikannya lembaga rehabilitasi Yayasan Jawor? 3. Bagaimana struktur organisasi lembaga rehabilitasi Yayasan Jawor? 4. Bagaimana dampak-dampak kekerasan dalam rumah tangga di lembaga rehabilitasi Yayasan Jawor? 5. Bagaimana profil anak korban kekerasan dalam rumah tangga di lembaga rehabilitasi Yayasan Jawor? 6. Bagaimana profil konselor lembaga rehabilitasi Yayasan Jawor? 7. Apakah materi yang diterapkan di lembaga rehabilitasi Yayasan Jawor? 8. Bagaimana metode yang diterapkan di lembaga rehabilitasi Yayasan Jawor? 9. Bagaimana proses pelaksanaan bimbingan dan konseling Islam lembaga rehabilitasi Yayasan Jawor?
YAYASAN REHABILITASI MENTAL JAWOR KOTA SEMARANG Office : Jl. Anyar Kelurahan Beringin Kecamatan Ngaliyan Kota Semarang
SURAT KETERANGAN No.
Assalamu alaikum Wr. Wb. Yang bertanda tangan dibawah ini : Nama
: KH. Muhammad Ja’far
Jabatan
: Pengasuh Yayasan Jawor
Menerangkan bahwa : Nama
: Kiswantoro
Tempat/Tanggal lahir : Semarang, 21 Februari 1984 Fakultas
: Dakwah
Jurusan
: Bimbingan dan Penyuluhan Islam (BPI)
Benar-benar telah melakukan penelitian tentang Bimbingan Konseling Islam terhadap Anak Korban Kekerasan dalam Rumah Tangga (Studi Kasus di Lembaga Rehabilitasi Yayasan Jawor Kota Semarang). terhitung mulai tanggal 17 Maret 2010 sampai dengan tanggal 17 April 2010. Demikian surat keterangan ini dibuat untuk dapat digunakan sebagaimana mestinya. Wassalamu alaikum Wr. Wb.
Semarang, 18 April 2010 Pengasuh Yayasan Jawor
KH. Muhammad Ja’far
DATA KLIEN YAYASAN REHABILITASI MENTAL " JAWOR "
JL.Anyar. Beringin. Ngalian SEMARANG - JATENG NO
NAMA
UMUR
L/P
ALAMAT Kusumawardani Smg Madukoro I / 34 Smg Senopati 5/8 Ambarawa Abimanyu II Smg
1 2
Bono Arifin
10 Th 6 Th
L L
3 4
12 Th 9 Th
L L
5
Sangidun Yanto Nur Fathan
13 Th
L
6 7 8 9
Totok Handoyo M.Yusuf Makmun
10 Th 8 Th 12 Th 9 Th
L L L L
10 11 12 13
Doni M.Sutikno Rohadi Imam Abdul Mufid Munawar A
14 Th 11 Th 13 Th 8 Th
L L L L
12 Th
L
10 Th
L
14 15
PENDIDIKKAN
KET
SD SD
Sekolah -
SLTP SD
Sekolah Sekolah
Karanganyar 4/3 Smg Janggli Lama 7/2 Smg Pekalongan Pekalongan Krapyak Jl. Anyar. Beringin Smg Cepiring I 3/7 Smg Sayung Demak Silandak Brt 57 Smg
SLTP
-
SD SD SLTP SD
Sekolah Sekolah -
SLTP SD SLTP SD
Sekolah Sekolah Sekolah
Wates Rt.5/8 Demak Jl. Anyar. Beringin Smg
SLTP
Sekolah
SD
Sekolah