REHABILITASI MENTAL ANAK KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA STUDI KASUS DI RUMAH PERLINDUNGAN SOSIAL ANAK (RPSA) BAMBU APUS JAKARTA TIMUR
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I.)
Oleh: Muwahid 104054102122
KONSENTRASI KESEJAHTERAAN SOSIAL JURUSAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1430 H./2009M.
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 (S1) di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 14 September 2009
Muwahid
ABSTRAK Muwahid Rehabilitasi Mental Anak Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga Studi Kasus di Rumah Perlindungan Sosial Anak (RPSA) Cipayung Bambu Apus Jakarta Timur Akhir-akhir ini masalah kasus mengenai kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) sering kita dengar bahkan secara tidak sadar telah kita lihat secara langsung. Tindakan KDRT dapat menimpa siapa saja termasuk ibu, bapak, kakek, nenek, orang dewasa, pembantu rumah tangga bahkan sampai anak-anak. Tindakan kekerasan terhadap anak dapat mengakibatkan penderitaan secara fisik dan psikologis. Ironisnya data yang tersedia semua lembaga yang menangani kekerasan pada anak terus meningkat setiap tahunnya dan pelaku kekerasan adalah orang terdekat. oleh karena itu peneliti tertarik dengan proses pelaksanaan rehabilitasi mental anak korban kekerasan dalam rumah tangga, dan hasil rehabilitasi mental di RPSA, Melalui wawancara dan observasi Karakteristik subyek dalam penelitian ini adalah psikolog, pekerja sosial, pengasuh atau pendamping, dan korban yang mengalami kekerasan pada fisik, psikis, dan pelecehan seksual. Adapun obyek yang diteliti adalah bagaimana pelaksanaan rehabilitasi yang dilakukan di RPSA dalam memecahkan permasalah yang dihadapi klien, apakah setelah mengikuti dan tinggal di RPSA klien merasa aman atau masih dalam keadaan tidak nyaman dan perubahan pada psikologisnya dari penderitaan sebelumnya. Peneliti menggunakan pendekatan kualitatif jenis studi kasus. Metode pengumpulan data yang utama adalah wawancara, observasi dengan mengacu pada pedoman wawancara dan dilengkapi oleh observasi. Dari hasil analisis yang diperoleh penelitian ini diantaranya adalah 1). Adanya pertolongan korban kekerasan dalam rumah tangga terhadap anak, 2). Adanya tahapan rehabilitasi spikososial, dan 3). Adanya pelaksanaan rehabilitasi mental bagi korban kekerasan pada anak. Dari hasil tersebut maka anak yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga bisa pulih kembali seperti kehidupan sebelum mengalami kekerasan.
i
KATA PENGANTAR Puji serta syukur senantiasa kita panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan nikmat yang tiada terhingga, terutama nikmat sehat wal afiat sehingga peneliti dapat merampungkan penulisan skripsi ini. Shalawat serta salam tercurahkan kepada junjungan nabi besar Muhammad SAW, penghulu para nabi, suri tauladan bagi umatnya yang membawa ajaran islam sebagai rahmatan lil alamin. Peneliti menyadari sepenuh hati bahwa penulisan skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan baik dari segala materi, maupun pembahasan, maupun tata bahasa. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan kemampuan peneliti yang masih perlu mengisi diri dengan ilmu pengetahuan. Untuk itu, kritikan dan saran yang bertujuan membangun sungguh merupakan masukan bagi peneliti demi kesempurnaan skripsi ini. Oleh karena itu, sudah sepantasnya peneliti mengucapakan banyak terima kasih kepada: 1. Bapak Dr. Arief Subhan,MA, selaku Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi beserta Pembantu Dekan I, II,dan III Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Bapak Helmy Rustandi, MA selaku Ketua Jurusan Kesejahteraan Sosial. 3. Bapak Ismet Firdaus, M. Si. Selaku Skretaris Jurusan Kesejahteraan Sosial dan pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan dan motivasi kepada peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.
ii
4. Bapak Yusra Killun, M.Pd selaku Dosen Penasehat Akedemik Mahasiswa Kesejahteraan Sosial tahun 2004. 5. Kepada orang tua Bapak Irsal Suar, S.Ag dan Ibu Yani Purwati, S.Ag. terima kasih yang telah memberikan kasih sayang yang penuh dan perhatian serta kepercayaan kepada putranya. Tiada pemberian lebih indah selain keberadaan dan kebahagiaan kalian. 6. Para Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi dan seluruh Civitas Akademika yang telah memberikan sumbangan wawasan keilmuan dan membimbing peneliti selama mengikuti perkuliahan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 7. Kepada pihak Rumah Perlindungan Sosial Anak (RPSA) Bambu Apus jakarta Timur (Bapak Drs. Cup Santo,M.Si, Ibu Hasripah Musa, S.TT, Ibu Elin Herliana. AKS, Sri Wahyuni. STT, Jamaludin Nabisa. STT, dan Yuliana Ernawati. Aks) yang telah memberikan waktu serta informasinya. 8. Teman-teman peneliti Jurusan Kesejahteraan Sosial Angkatan 2004 yang selalu memberikan motivasi bagi peneliti agar secepatnya menyelesaikan skripsi. 9. Teman dan rekan sahabat akedemisi, dan organisasi yang selalu memberikan motivasi dan do’anya. 10. Teman-teman Falkutas Dakwah dan Komunikasi yang tidak bisa penulis sebutkan terima kasih atas motivasinya.
iii
Sebagai kata terakhir peneliti hanya dapat berharap agar skripsi Konsentrasi Kesejahteraan Sosial dapat bermanfaat bagi peneliti dan semua pembaca pada umumnya. Sekali lagi peneliti mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu peneltian ini, semoga apa yang telah diberikan menjadi amal sholeh disii Allah SWT. Amin Jakarta, 14 September 2009
Muwahid
iv
DAFTAR ISI
ABSTRAK ……………………………………………………………………………
i
KATA PENGANTAR ………………………………………………………………..
ii
DAFTAR ISI ………………………………………………………………………….
v
DAFTAR TABEL …………………………………………………………………….
viii
BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ……………………………………...................
1
B. Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah ..........................................................................
7
2. Perumusan Masalah ...........................................................................
7
C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian ...............................................................................
7
2. Manfaat Penelitian
BAB II
a. Manfaat Akademis .......................................................................
8
b. Manfaat Praktis ............................................................................
8
D. Tinjauan Pustaka ......................................................................................
9
E. Sistematik Penulisan ................................................................................
10
KAJIAN TEORI A. Rehabilitasi 1. Pengertian Rehabilitasi ……………………………………………..
12
2. Jenis Rehabilitasi ……………………………………………………
13
3. Perangkat Rehabilitasi ………………………………………………
14
B. Kesehatan Mental 1. Pengertian Mental ………….………………………………………
16
2. Ciri-ciri Menta ...................................................................................
18
3. Faktor Penyebab Timbulnya Gangguan Mental ................................
19
G. Anak 1. Pengertian Anak .................................................................................
20
2. Hak Anak ...........................................................................................
22
v
3. Kewajiban Anak .................................................................................
23
C. Kekerasan 1. Pengertian Kekerasan Pada Anak ......................................................
24
2. Bentuk-bentuk Kekerasan Pada Anak ...............................................
27
3. Faktor Penyebab Terjadinya Kekerasan Pada Anak ..........................
30
4. Dampak-dampak Kekerasan Dalam Rumah Tangga .........................
33
D. Tahapan Rehabilitasi Mental dan Proses Rehabilitasi dengan Terapi 1. Tahapan Rehabilitasi Terapi Mental ..................................................
34
2. Proses Rehabilitasi Terapi ..................................................................
35
E. Model Pertolongan Kasus Kekerasan Terhadap Anak ………………….
37
F. Metode Konseling
BAB III
BAB IV
1. Metode Langsung ………..………………………………………….
39
2. Metode Tidak Langsung .….………………………………………..
39
METODOLOGI PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian …………………………………………………..
40
B. Jenis Penelitian ………………………………………………………….
41
C. Lokasi dan Waktu Penelitian …………………………………………...
42
D. Subyek dan Informan …………………………………………………...
42
E. Sumber Data ……………….…………………………………………...
44
F. Teknik Pengumpulan Data ……………………………………………...
44
G. Alat Pencatatan Data ...............................................................................
46
H. Teknik Analisa Data ............……………………………………………
47
I. Teknik Keabsahan Data ..........………….……………………………...
49
J. Teknik Penulisan Data ………………………………………………….
50
GAMBARAN LEMBAGA DAN ANALISIS A. Gambaran Umum RPSA Bambu Apus Jakarta 1. Latar Belakang Pendirian RPSA .......................................................
51
2. Visi dan Misi ……………………………………………………….
52
3. Struktur Kepengurusan ……………………………………………..
53
4. Fungsi ………………………………………………………………
54
5. Proses Pelayanan
vi
a. Temporary Shalter ………………………...………………..
54
b. Protection Home …..……………………………………………
56
6. Tujuan dan Sasaran ............................................................................
59
7. Prinsip Pelayanan................................................................................
61
8. Fasilitas Sarana dan Prasarana dan Pendanaan Sumber Daya Manusia.............................................................................................
63
9. RSPA Sebagai Trauma Centre / Recovery Centre Menawarkan / Menyediakan Pelayanan.....................................................................
64
10. Pendamping Spikososial.....................................................................
65
11. Program Rehabilitasi RPSA................................................................
66
12. Perangkat Rehabilitasi........................................................................
71
B. Analisis Rehabilitasi Mental di RPSA 1. Proses Pelaksanaan Rehabilitasi Mental Anak yang Mengalami
BAB V
Kekerasan dalam Rumah Tangga ......................................................
74
a. Pertolongan korban kekerasan dalam rumah tangga.....................
75
b. Tahapan Rehabilitasi Spikososial.................................................
79
c. Pelaksanaan Rehabilitasi Mental bagi KDRT pada Anak.............
81
2. Hasil Pelaksanaan Rehabilitasi Mental Anak di RPSA ……………...
84
PENUTUP A. Kesimpulan ………………………………………...…………………...
88
B. Saran …………………………………………………………..………..
88
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………….
90
LAMPIRAN-LAMPIRAN
vii
DAFTAR TABEL Tabel 3.1 Kerangka dan Jumlah Informan ................…………………………………
viii
43
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Secara umum kekerasan didefinisikan sebagai suatu tindakan yang dilakukan satu individu terhadap individu lain yang mengakibatkan gangguan fisik dan mental. Yang dimaksud dengan anak adalah individu yang belum mencapai usia 18 tahun.1 Oeleh karena itu, kekerasan pada anak adalah tindakan yang di lakukan seseorang individu pada mereka yang belum genap berusia 18 tahun. Yang menyebabkan kondisi fisik dan mentalnya terganggu. Kekerasan pada anak adalah suatu tindakan semena-mena yang dilakukan oleh seseorang seharusnya menjaga dan melindungi anak (caretaker) pada seorang anak baik secara fisik, seksual, maupun emosi. Pelaku kekerasan di sini pada umumnya adalah orang terdekat disekitar anak. Ibu dan bapak kandung, ibu dan bapak tiri, kakak, kakek, nenek, paman dan paman.2 Masa kanak-kanak merupakan masa yang sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan mentalnya di masa dewasa. Kekerasan yang terjadi pada anak dapat menyebabkan trauma pada anak, dan trauma tersebut terjadi berkepanjangan Artinya bahwa anak akan mengingat selalu apa yang pernah mengalami kekerasan sehingga setelah meranjak remaja dan dewasa kelak akan merasa dihantui rasa takut dengan perasaan menyalahkan diri, penuh kecurigaan pada orang yang
1 Sugiarno, Indra.” Aspek Klinis Kekerasan Pada Anak dan Upaya Pencegahan”. Ketua Satuan Tugas Perlindungan dan Kesejahteraan Anak Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (PPIDAI). Tahun 2007., h. 1. www.google.com. 2 Ibid., h. 1.
1
2
belum dikenal dan permasalahan ini anak berakibat fatal jika pada masa tersebut anak sudah mengalami tindakan kekerasan dan ia tidak mampu dalam penyesuain diri dalam lingkungan sosialnya. Undang-Undang No. 23 Tahun 2003 Tentang Perlindungan Anak, Pasal 4 menyebutkan bahwa :“Setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.”3 United Nation Children’s Fundation (UNICEF) perwakilan Indonesia mencatat, kasus kekerasan pada anak di dunia selama 2006 hanyalah “puncak sebuah gunung es”. Kekerasan terhadap anak umumnya tertutup dan tidak terungkap. Laporan tahunan Unicef 2005 tentang kondisi anak di Indonesia disebutkan bahwa 60 persen anak tidak punya akte kelahiran, dan sepertiga pekerja seks komersial adalah anak perempuan dibawah usia 18 tahun.4 Menurut Komisi Nasional Perlindungan Anak, kasus kekerasan yang terjadi terhadap anak selalu meningkat. Dari tahun 2004 ke tahun 2005 kasus kekerasan meningkat 20% - 25%. Selama tahun 2005 ditemukan 763 kasus kekerasan terhadap anak yang terbagi atas 327 kasus perlakuan salah secara seksual, 233 kasus perlakuan salah pemukulan fisik, 176 kasus kekerasan psikis dan 130 kasus perlakuan penelataran anak. Dan 80 % pelaku kekerasan adalah ibu korban.5 Begitu juga data menunjukan sekitar 70 % bahwa kekerasan pada anak
3
UU Repulik Indonesia no 23 tahun 2003 Kompas, Tajuk Rencana. “Perlakuan Salah pada Anak” Rabu. 18 Januari 2006 http://www.kompas.com/kompas-cetak/0601/18/opini/2372604.htm 5 Shintoko, Adjie.”Kemiskinan picu kekerasan terhadap anak” Tempo, 13 Januari 2006. http://www.tempointeraktif.com/hg/jakarta/2006/01/13/brk. 4
3
terjadi di rumah. Bentuk kekerasan yag dilakukan di rumah bisa kekerasan fisik atau kekerasan psikis yang tidak disadari oleh pelakunya.6 Menurutnya dari data Komnas anak bahwa 80 % pelaku kekerasan adalah ibu korban sendiri hal ini bukan karena ibunya jahat, tetapi karena paradigmanya yang salah. Secara kebetulan, kaum ibu itu lebih banyak tinggal di rumah. Karena lebih banyak tinggal di rumah, boleh jadi seorang ibu itu mengalami stres akibat berbagai persoalan keluarga, baik itu karena ada impitan ekonomi keluarga ataupun kekerasan yang dilakukan suami. Boleh jadi, karena tekanan tersebut, seorang ibu yang menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga, menjadi cepat marah. Tanpa disadari, mereka meluapkan kemarahannya kepada anak, baik itu dengan membentak, mengatai anaknya dengan kata-kata kasar, seperti "bodoh", ataupun menjewer. Padahal, semua itu merupakan bentuk kekerasan terhadap anak. Pada hakikatnya karakteristik pelaku penganiayaan adalah orang dewasa yang mengalami stress akibat tidak mempunyai pekerjaan, masalah perkawinan, atau kemunduran dalam perkembangan pribadi. Yang melantar belakangi terjadinya kekerasan dalam rumah tangga terhadap anak
yang dilakukan di
lingkungan keluarga dari hasil riset penelitian UNICEF diatas adalah karena ada beberapa faktor yang melatarbelakanginya. Diantara faktor tersebut antara lain adalah akibat orang tua yang dibesarkan dalam kekerasan (sehingga cenderung mereka meniru pola asuh yang telah mereka dapatkan sebelumnya), stres dan kemiskinan, isolasi sosial, tidak adanya dukungan, lingkungan yang mengalami 6
Makalah Seminar Program Perlindungan Anak Indonesia. Oleh Badan Pemberdayaan dan Keluarga Berencana (BPMKB). Kota Malang
4
krisis ekonomi, tidak bekerja (pengangguran), kurangnya pengetahuan tentang pendidikan anak serta minimnya pengetahuan agama orang tua. Dari perpektif Islam bahwa kekerasan terhadap anak adalah sebagai bentuk pelanggaran amanah. Islam memandang anak merupakan amanah Allah untuk diasuh, di didik, dan di bimbing menjadi anak yang shaleh dan shalehah. Sebagaimana Firman Allah Swt dalam QS: Al-An’am/140:7
&'&) ☺"⌧$ % 2+3" 45 / ./0' 1 *+,? > ;<=. 789:, 6 DEF / @AB IBKL GH "./ Artinya: “Sesungguhnya rugilah orang yang membunuh anak-anak mereka, karena kebodohan dan tidak mengetahui dan mereka mengharamkan apa yang Allah telah berikan pada mereka dengan semata-mata mengada-adakan terhadap Allah. Sesungguhnya mereka telah sesat dan tidaklah mereka mendapat petunjuk.” Namun apa yang akan terjadi bila anak harus menderita atau menerima karena perlakuan kekerasan. Apalagi jika anak tersebut dilahirkan dengan takdir dan kondisi keluarga yang dari segi perekonomian yang tidak memadai atau miskin. Oleh karena itu, bisa kemungkinan akan menjadi polemik dalam keluarga dengan kehidupan yang tidak sehat, bisa jadi permasalahan tersebut akan menuju sasaran pada anak bila orang tua tersebut banyak memikul permasalahan yang ada. Dan bagaimana pula keadaan kondisi anak ini bila terjadi kekerasan oleh orang terdekat maka dari segi psikologis dan fisik akan terluka yang lebih 7
Al-Quran Terjemah, Al-Hikmah (Bandung: CV. Penerbit Diponogoro, 2007)., h. 146.
5
terparahnya yaitu psikologi karena psikologi atau kejiwaan akan selalu ingat dan tersimpan di memori jiwa seorang tersebut sedangkan fisik bisa saja dilupakan dan disembuhkan. Oleh karena itu bagaimana upaya yang akan dilakukan oleh masyarakat dalam menghindari perlakuan kekerasan dan bagaimana pula dalam penyembuhan atau pemulihan sutau trauma atau psikologis pada anak. Faktor-faktor penyebab timbulnya kekerasan terhadap anak yang telah dipaparkan sebelumnya, tidak dapat dijadikan sebagai suatu alasan untuk melakukan tindakan kekerasan terhadap anak, ia harus mendapat perlindungan. Oleh karena itu peran serta masyarakat sangat dibutuhkan untuk meminimalkan terjadinya kekerasan dalam rumah tangga seperti yang sudah di undang-undang pada pasal 15 UU nomor 23 tahun 2004 tentang kekerasan dalam rumah tangga dan pasal 20 UU Anak dimana negara, pemerintah, masyarakat, keluarga, dan orang tua berkewajiban serta bertanggung jawab dalam penyelenggaraan perlindungan anak. Dalam permasalahan ini Departemen Sosial RI berkewajiban untuk melindungi dan mencegah anak-anak dari kekerasan dalam rumah tangga. Dalam pencapain perlindungan dan pencegahan kekerasan pada anak maka harus dikembangkannya kegiatan-kegiatan yang menekankan paada pemulihan dan pemberdayaan yang berbasis masyarakat. Permasalahan kekerasan di negara kita sudah menjadi tanggung jawab semua kalangan untuk membantu penyelesaian kasus perlakuan salah terhadap anak (child abuse). Sudah banyak lembaga-lembaga yang berdiri di negara kita dalam penangan kasus kekerasan dalam rumah tangga pada anak baik di instansi
6
pemerintah dan non pemerintah begitu juga kontribusi yang dilakukan oleh lembaga-lembaga tersebut baik materi maupun meterialnya dalam penanganan kasus kekerasa dalam rumah tangga pada anak di negera kita ini. Dari beberapa lembaga yang menangani kasus kekerasan khususnya di Jakarta maka peneliti memngambil penelitian kasus kekerasan pada anak di instansi pemerintah punya yang dimana lembaga ini dibawah naungan Departemen Sosial Republik Indonesia dan lembaga ini di dirikan pada tahun Agustus 2007 serta memiliki visi, misi, program, SDM, dan tempat yang strategis dan layak serta nyama baik dari fasilitas yang sangat mendukung dalam proses pemulihan, bimbingan, dan pemberdayaan. Oleh karena itu untuk mencapai keberhasilan penelitian dalam skripsi ini peneliti mengabdikan penelitiannya di Rumah Perlindungan Sosial Anak (RPSA) Jakarta. Berdasarkan uraian tersebut, peneliti sangat tertarik untuk dengan permasalahn-permasalahn yang terjadi pada negara kita terutama masalah kekerasan pada anak yang dimana akhir-akhir tahun ini banyak diberitakan baik dimedia telivisi dan kabar berita. Maka dri itu penulis melakukan penelitian lebih mendalam dan menjadikan pembahasana dalam skripsi dengan judul “Rhabilitasi Mental Anak Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga Studi Kasus Di Rumah Perlindungan Sosial Anak (RPSA) Bambu Apus Jakarta Timur”.
7
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah Untuk memfokuskan pembahasan maka penulis membatasi masalah pada pelaksanaan rehabilitasi mental anak korban kekerasan dalam rumah tangga di RPSA Jakarta. Maka masalah yang akan diteliti dapat dirumuskan sebagi berikut : 2. Permusan Masalah Adapun perumusan masalah dalam penelitian ini. a) Bagaimana pelaksanaan rehabilitasi terhadap mental anak korban kekerasan dalam rumah tangga? b) Bagaimana hasil yang dicapai dari pelaksanaan rehabilitasi mental anak yang telah dilakukan di Rumah Perlindungan Sosial Anak (RPSA)?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan penelitian Sesuai dengan rumusan permasalahan, maka tujuan penelitian skripsi ini adalah: a) Untuk
mengetahui
dan
menganalisis
bagaimana
pelaksanaan
rehabilitasi terhadap mental anak korban kekerasan dalam rumah tangga.
8
b) Untuk mengetahui dan menganalisis bagaimana hasil yang dicapai dari pelaksanaan rehabilitasi mental anak yang telah dilakukan di Rumah Perlindungan Sosial Anak (RPSA). 2. Manfaat Penelitian a. Manfaat Akademis. 1) Untuk pengembangan ilmu pengetahuan diharapkan penelitian ini dapat menjadi tambahan referensi dan meningkatkan wawasan akademi dalam bidang kesejahteraan sosial khususnya yang terkait dengan penanganan KDRT pada anak. 2) Peneliti ini diharapkan juga dapat memberikan masukan bagi Rumah Perlindungan Sosial Anak (RPSA) dalam merancang dan memperbaiki program dan pelayanan yang sedang berjalan untuk kedepan yang lebih baik. 3) Selain itu penelitian ini juga diharapkan dapat diketahui masyarakat umum, baik masyarakt yang ada disekitar RPSA ataupun berbagai kalangan yang tertarik dan peduli terhadap korban kekerasan dalam rumah tangga. b. Manfaat Praktis 1) Menginformasikan faktor pendukung dan hambatannya dalam pelaksanaan rehabilitasi mental anak korban kekerasan dalam rumah tangga. 2) Menginformasikan hasil yang dicapai dari pelaksanaan rehabilitasi mental anak korban kekerasan dalam rumah tangga.
9
3) Memberikan pemahaman dan masukan untuk penelitian-penelitian lebih lanjut dan juga praktisi di lembaga. 4) Penelitian ini juga sebagai bahan pembelajaran untuk terus menyayangi dan mencintai anak-anak, khususnya anak-anak yang memiliki kebutuhan khusus. Karena sejatinya agama mana pun, khususnya agama Islam melarang semua umatnya untuk menjauhi, melecehkan atau mengasingkan anak yang memiliki kelainan tersebut.
D. Tinjaun Pustaka 1. Strategi Coping Anak Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga Studi Kasus Siswa-siswi SMA Muhammadiah 3 Jakarta. Yang ditulis oleh Zulfahmi Yasir Yunan mahasiswa jurusan Kesejahteraan Sosial Falkutas Dakwah dan Komunikasi tahun 2008. yang terfokus upaya pemulihan atau penyembuhan trauma yang timbul akibat kekerasan dalam rumah tangga. 2. Pelaksanaan Bimbingan Bagi Korban Child Traficking (perdagangan anak) di RPSA Bambu Apus Jakarta Timur. Yang ditulis oleh Yusi Luthfiani mahasiswa jurusan Bimbingan Penyuluhan Islam (BPI) tahun 2009 Fakkutas Dakwah dan Komunikasi. yang terfokus pelaksanaan bimbingan terhadap korban Child Trafcking. Sedangkan judul skripsi penulis adalah Rehabilitasi Mental Anak Korban Kekekerasan Dalam Rumah Tangga Studi Kasus di Rumah Perlindungan Sosial
10
Anak
(RPSA)
Bambu
Apus Jakarta
Timur.
Disini penulis
mencoba
manggabungkan judul skripsi dengan membahas tentang pelaksanaan rehabilitasi mental anak korban kekerasan dalam rumah tangga di RPSA.
E. Sistematika penulisan Untuk Mempermudah
pembahasan
skripsi ini,
secara
sistematis
penulisannya dibagi ke dalam lima bab, yang terdiri dari sub-sub bab. Adapun sistematikanya sebagai berikut : BAB I
PENDAHULUAN Bab ini membahas latar belakang masalah, pembatasan masalah dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, dan sistematika penulisan skripsi.
BAB II
LANDASAN TEORI Bab ini mengemukakan teori-teori yang melandasi dan mendukung penelitian. Dimana dalam bab ini akan membahas tentang pengertian rehabilitasi, mental, anak dan kekerasan, jenis-jenis rehabilitasi dan mental, penyebab dan dampak kekerasan dalam rumah tangga, tahapan intervensi mikro korban kekerasan dalam rumah tangga terhadap anak, model-model pertolongan klien, mancam-macam konseling klien kekerasan.
BAB III
METODE PENELITIAN Bab ini menjelaskan terdiri dari pendekatan dan jenis peneliian, lokasi dan waktu penelitian, teknik pemilihan subjek dan informan,
11
sumber data, teknik pengumpulan data dan alat pencatatan data, teknik analisis data, keabsahan data, dan teknik penulisan data. BAB IV
TEMUAN DAN ANALISIS A. Gambaran Umum RPSA : menjelaskan profil lembaga, meliputi latar belakang berdirinya lembaga, visi, misi, moto, tujuan, struktur organisasi, sistem pelayanan dan program kerja lembaga. B. Analisis : Gambaran pelaksanaan rehabilitasi mental anak korban kekerasan dalam rumah tangga kemudian bagaimana hasil yang dicapai dari pelaksanaan rehabilitasi di Rumah Perlindungan Sosial Anak (RPSA).
BAB V
PENUTUP Bab ini terdiri dari kesimpulan dan saran serta diakhiri dengan daftar pustaka dan lampiran.
12
BAB II KAJIAN TEORI A. Rehabilitasi dan Mental 1. Pengertian Rehabilitasi Kata rehabilitasi merupakan istilah dari bidang medis. Namun kata rehabilitasi ini sudah berkembang dan digunakan pada bidang-bidang lainnya seperti kriminologi, psikologi, dan kesejahteraan sosial. Rehabilitasi adalah pemulihan kepada kedudukan yang dahulu, perbaikan anggota tubuh yang cacat dan sebagainya atas individu (misal pasien rumah sakit, korban bencana) supaya menjadi manusia yang berguna dan memiliki tempat dimasyarakat.8 Sedangkan dalam Ensiklopedia Ilmu-ilmu Sosial, rehabilitasi menawarkan optimisme dan harapan yang terkait semangat kemanusiaan yang kuat untuk membantu memperoleh kesembuhan dan hidup yang lebih baik. Rehabilitasi mempertemukan keahlian dari tenaga profesional, seperti dokter, psikologi, kriminologi, dan pekerja sosial.9 Sedangkan Departemen Sosial RI. memberikan batasan definisi dari rehabilitasi sebagai proses refungsionalisasi dan pemantapan taraf kesejahteraan sosial maupun melaksanakan kembali fungsi sosialnya dalam tata kehidupan dan penghidupan bermasyarakat dan bernegara.10 Bisa dikatakan bahwa rehabilitasi itu dapat berupa mengembalikan keberfungsian sosial seseorang dengan memberikan suatu harapan yang kuat dan optimisme.
8
Pusat Bahasa.”Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ke-3”. (Jakarta: Balai Pustaka Depdiknas, 2002)., h. 940 9 Adam Kuper 7 Jessica Kuper. “Disabilty” (Ensiklopedia Ilmu-ilmu Sosial). Edisi Ke-2 Terjemahan. (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2000)., h. 913-914 10 ___________, Pola Pembangunan Kesejahteraan Sosial. (Jakarta: Departemen Sosial RI)., h. 3
13
Secara komperhensif dari segi medis, psikologis, dan sosial dalam rangka meningkatkan taraf kesejahteraan sosial di masyarakat. 2. Jenis Rehabilitasi Pada perkembangannya, rehabilitasi terbagai menjadi empat jenis rehabilitasi11 sebagai berikut: a. Rehabilitasi Medis Rehabilitasi ini memberikan pelbagi perawatan secara medis dalam upaya memulihkan kondisi fisik klien. Rehabilitasi medis menawarkan pelayanan kesehatan bagi klien, yang mempertemukan tenaga profesional seperti dokter, psikolog, psikiater, bahkan pekerja sosial medis. Umumnya proses rehabilitasi medis berlangsung di rumah sakit, khususnya yang memiliki Instalasi Rehabilitasi Medis (IRM). Rumah sakit Cipto Mangkusumo (RSCM) dan Rumah sakit Fatmawati merupakan contoh rumah sakit yang telah memiliki IRM. b. Rehabilitasi Pendidikan Rehabilitasi pendidikan merupakan upaya pembangunan potensi intelektual klien pada untuk Sekolah dan ketarampilan. c. Rehabilitasi Vokasional Rehabilitasi ini, memberikan keterampilan khusus pada klien sesuai dengan minat dan kemampuannya, seperti keterampilan dalam bidang musik, pijat, masak, olah raga, komputer, dan lain sebagainya. Rehabilitasi vokasional memerlukan tenaga khusus yang menguasai 11
Carolina Nitimihardjo, Rehabilitasi Sosial, dalam Isu-isu Tematik Pembagunan Sosial Konsepsi dan Strategi, (Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Sosial RI, 2004)., h. 185.
14
keterampilan-keterampilan tersebut. Sehingga dapat mewujudkan tujuan proses rehabilitasi vokasional yaitu kemandirian ekonomi. d. Rehabilitasi Sosial Proses rehabilitasi sosial mengupayakan agar klien dapat memulihkan fungsi sosialnya di masyarakat. Proses rehabilitasi sosial juga bertujuan untuk mengintegrasikan klien kembali ke lingkungan masyarakat. Pada prosesnya, rehabilitasi sosial mengintervensi klien sebagai bagian yang tidak dapat terpisahkan dari keluarga dan komunitasnya. Dalam hal ini, proses tersebut melibatkan sikap klien terhadap keluarga, komunitas, bahkan masyarakat, juga sebaliknya. Peranan pekerja sosial, psikolog, dan psikiater menjadi sangat penting pada proses rehabilitasi ini. e. Rehabilitasi Psikososial Proses rehabilitasi psikososial adalah semua bentuk pelayanan dan bantuan psikologis serta sosial yang ditujukan untuk membantu meringankan, melindungi dan memulihkan kondisi fisik, psikologis, sosial dan spiritual korban tindak kekerasan sehingga mampu menjalankan fungsi sosialnya kembali secara wajar.12 3. Perangkat Rehabilitasi Rehabilitasi merupakan proses pemulihan kepada kondisi yang semula. Agar dapat mencapai tujuan tersebut, rehabilitasi memerlukan serangkaian perangkat sebagai penunjang berlangsungnya proses rehabilitasi yang intergratif 12
_________, ”Standar Rehabilitasi Psikososial Korban Tindak Kekerasan”. (Jakarta: Direktorat Bantuan dan Jaminan Sosial, Direktorat Bantuan Sosil Departemen Sosial RI. 2003)., h. 10.
15
dan komperhensif. Perangkat tersebut meliputi sarana dan prasarana
13
yang
menunjang proses rahabilitasi yaitu: a. Program Rehabilitasi Program rehabilitasi mencakup pelaksanaan prosedur rehabilitasi yang terencana, terorganisir, dan sistematis. Umumnya program rehabilitasi menjadi bagian dari sebuah kegiatan organisasional lembaga, baik lembaga pemerintah maupun non-pemerintah. Jangkauan program dapat meliputi lingkup lokal, nasional, atau regional. Keterkaitan dan kerja sama antara lembaga-lembaga yang menyelenggarakan program rehabilitasi merupakan hal penting untuk mencapai tujuan rehabilitasi itu sendiri. Dimana, tujuan dan fokus rehabilitasi akan tergantung pada kebijakan lembaga dan dapat bervariasi pada lembaga lain. Seperti, pada lembaga yang menyelenggarakan program rehabilitasi korban kekerasan pada anak dari jenis depresi dan lain-lainnya. b. Pelayanan Pelayanan dalam proses rehabilitasi meliputi aktivitas-aktivitas khusus yang dapat memberikan manfaat dan sesuai dengan kebutuhan klien. Penyelenggaraan pelayanan kepada klien mengintergrasikan pelbagai pendekatan, disiplin ilmu dan tenaga-tenaga profesional untuk mencapai tujuan dari proses rehabilitasi tersebut.
13
Carolina Nitimihardjo, Rehabilitasi Sosial, dalam Isu-isu Tematik Pembagunan Sosial Konsepsi dan Strategi, (Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Sosial RI, 2004)., h. 187.
16
c. Sumber Daya Manusia (SDM) Proses rehabilitasi tidak mungkin berjalan tanpa adanya sumber daya manusia sebagai pelaksana proses rehabilitasi. Pelaksanaan rehabilitasi akan melibatkan tenaga-tenaga profesional dari pelbagai latar belakang pendidikan dan keterampilan-keterampilan khusus, seperti dokter, pekerja sosial, psikolog, psikiater, edukator, dan sebagainya. Sumber daya manusia
yang
memegang
dalam
pelaksanaan
rehabilitasi,
akan
bergantungan pada jenis, program, dan layanan rehabilitasi. d. Fasilitas Penunjang Rehabilitasi Fasilitas yang dapat menunjang pelaksanaan rehabilitasi meliputi fasilitas tempat
sebagai
wadah
pelaksanaan
rehabilitasi,
seperti
Instalasi
rehabilitasi medis (IRM) pada rumah sakit, panti sosial binaan pemerintah, dan lembaga sosial yang menyelenggarakan program dan layanan rehabilitasi. Jenis dan jumlah peralatan tersebut, akan tergantung pada program, dan layanan rehabilitasi yang diselenggarakan..
A. Kesehatan Mental a. Pengertian Mental Apabila ditinjau dari etimologi, kata “Mental” berasal dari kata lain, yaitu “mens”atau”mentis”, artinya roh, sukma, jiwa atau nyawa.14 Menurut istilah, mental adalah semua unsur-unsur jiwa termasuk pikiran, emosi, sikap dan perasaan yang dalam keseluruhan dan kebulatannya akan
14
Yusak Burhanudin ,”Kesehatan Mental”. (Bandung: CV pustaka Setia, 1999)., h. 9
17
menentukan corak laku, cara menghadapi suatu hal yang menekan perasaan mengecewakan atau mengembirakan, menyenangkan dan sebagainya.15 Mental dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai ”suatu hal yang berhubungan dengan batin dan watak manusia yang bukan bersifat badan dan bukan tenaga”.16 Sedangkan dalam ilmu psikiatri dan spikoterapi, kata mental sering digunakan sebagai ganti dari kata personality (kepribadian) yang berarti bahwa mental adalah semua unsur-unsur jiwa termasuk pikiran, emosi, sikap (attude), dan perasaan yang dalam keseluruhan dan kebulatannya akan menentukan corak laku, cara menghadapi sesuatu hal yang menekankan perasaan, mengecewakan, atau mengembirakan, menyenangkankan dan sebagainya.17 Zakiah Daradjat, mengemukakan bahwa mental sering digunakan sebagai ganti dari kata personality (kepribadian) yang bearti bahwa mental adalah semua unsusr-unsur jiwa termasuk pikiran, emosi, sikap (attitude) dan perasaan dalam keseluruhan dan kebulatannya akan menentukan corak tingkah laku, cara menghadapi suatu hal yang menekan perasaan mengecewakan, mengembirakan, dan sebagainya.18 Jadi kata mental adalah satu kekutan yang utuh dan terbentuk dalam suatu wujud kegiatan yang merupakan gambaran yang jelas antara suasana yang sedang
15
Zakiah Daradjat. ”Pendidikan Agama dalam Pembinaan Mental”. (jakarta: Bulan Bintang, 1975)., h. 35 16 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 19998), Cet. Ke-1, Edisi Tiga, h. 733. 17 Zakiah Daradjat.”Kesehatan Mental”. (Jakarta: PT Gunung Agung, 1985), Cet. Ke-2., h. 11 18 Ibid. hal. 38-39.
18
mereka lakukan, sehingga hal ini dapat dilihat dalam wujud tingkah laku seseorang dalam bentuk baik wajar maupun tidak wajar. b. Ciri-ciri Mental Sehat Orang yang mentalnya kacau tidak dapat memperoleh ketenangan hidup, hal ini menyebabkan timbulnya emosi negatif sehingga ia tidak mampu mencapai kedewasaan spikis mudah putus asa dan bahkan ingin bunuh diri.19 Kartini Kartono secara ringkas dapat menyatakan ada tiga faktor yang menyebabkan timbulnya kekalutan mental, yaitu: a. Predisposisi struktur biologis atau jasmaniyah dan mental atau kepribadian yang lemah. b. Konflik-konflik sosial dan konflik-konflik kultural yang mempengaruhi diri manusia. c. Pemaksaan batin (internalisasi) dari pengalaman oleh diri si subjek yang salah.20 Sebaliknya orang yang memilik mental sehat akan merasakan suasana batin yang tenang dan sejahtera. Kebahagian, keamanan, ketentraman batin dan kesehatan mental, pada hakekatnya bertujuan untuk mencapai ketenangan hidup. Dr. Kartini Kartono mengatakan bahwa orang memiliki mental sehat mempunyai tanda-tanda khas antara lain sebagaiberikut:21 a. Adanya kombinasi dari segenap energi, potensi dan aktifitasnya. b. Efisien dalam setiap tindakannya. c. Memiliki tujuan hidup. d. Bergairah dan tenang harmonis batinnya.
19
Yusak Burhanuddin, Kesehatan Mental Untuk Falkutas Tarbiyah Komponen MKK (Bandung: CV Pustaka Setia, 1999), Cet. Ke-1, h. 17. 20 Kartini Kartono,Hygienen Mental dan Kesehatan Mental dalam Islam. (Bandung. Mandar Maju. 1989)., h. 241. 21 Ibid, h. 243.
19
Jadi orang yang sehat mentalnya itu sangat mudah mengadakan penyesuain diri terhadap tuntutan lingkungan masyarakat, dan juga mampu beradaptasi dalam perubahan sosial. c. Faktor Penyebab Timbulnya Gangguan Mental Gangguan jiwa (neurose) dan penyakit (psychose) adalah akibat dari tidak mampunya orang menghadapi kesukaran-kesukarannya dengan wajar, atau ketidaksanggupan dalam menyesuaikan diri dengan situasi yang dihadapinya.22 Faktor-faktor tersebut antara lain adalah : a. Frustasi (Tekanan perasaan) Frustasi adalah suatu proses yang menyebabkan orang merasa akan adanya hambatan dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhannya, atau menyangka bahwa akan terjadi sesuatu yang akan menghalanginya. b. Konflik (Pertentangan batin) Konflik jiwa atau pertentangan jiwa adalah terdapatnya dua macam dorongan atau lebih yang saling berlawanan atau bertentangan antara satu dengan yang lainnya, dan tidak adanya kemungkinan untuk dipenuhi dalam waktu yang sama. c. Kecemasan (Oinxiety) Kecemasan adalah manifestasi dari berbagai proses emosi yang bercampur baur, yang terjadi ketika orang sedang mengalami tekanan perasaan (frustasi) dan pertentangan batin (konflik batin)23
22 23
Zakiah Daradjat.”Kesehatan Mental”. (Jakarta: PT Gunung Agung, 1985), Cet. Ke-2., h. 24 Ibid., h. 24-27
20
B. Anak 1. Pengertian Anak Anak merupakan buah hati kedua orang tuanya yang dapat menyenangkan hati, dan memberikan kebahagian serta sebagai perhiasan pada kehidupan rumah tangga karena sudahlah lengkap kebahagian dengan hadirnya buah hati (anak) sebagaimana dijelaskan dalam surat Al-Furqon ayat 74:
GM8NOP QRS)5 QR T/ UVW:4 QRSPX5Y
24
Al-Quran Terjemah, Al-Hikmah (Bandung: CV. Penerbit Diponogoro, 2007)., h. 366. Al Nawawi, ”Tahrir Alfaz Al-Tanbih”, di-tahqiq oleh Abd al-Gani al-Daqr (Damaskus: Daar ElQolam, 1408 H)., h. 260 26 Anton M. Moelino, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1998), cet. Ke-1., h. 30-31 25
21
bahwa anak pada hakekatnya seseorang yang berada pada suatu masa perkembangan tertentu dan mempunyai potensi untuk menjadi dewasa.27 Konsep anak didefinisikan dan difahami secara bervariasi dan berbeda, sesuai dengan sudut pandang dan kepentingan yang beragam. Menurut UU No. 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, anak adalah seorang yang berusia di bawah 21 tahun dan belum menikah. Sedangkan menurut UU. No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, anak adalah seseorang yang belum beruisa 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Pengertian anak menurut pasal 1 Konvensi Hak Anak Tahun 1989 adalah seseorang yang umurnya belum mencapai 18 tahun, termasuk anak janin yang masih dalam kandungan kecuali, berdasarkan Undang-undang yang berlaku untuk anak-anak, kedewasaan telah dicapai lebih cepat28 Dalam proses perkembangannya menuju dewasa anak mengalami suatu masa yang menurut Rouseau ada empat tahap diantaranya; masa bayi (0-2 tahun) anak hidup sebagai binatang, masa kanak-kanak (2-12 tahun) anak hidup sebagai manusia biadab, masa remaja awal (12-15 tahun) anak hidup sebagai petualang, masa remaja sesungguhnya (12-24 tahun) individu hidup sebagai manusia beradab, pertumbuhan kelamin, sosial29 Dari pengertian diatas untuk memudahkan penelitian ini peneliti mengambil pengertian bahwa anak adalah seseorang yang berumur mulai dari 12-18 tahun.
27
Wasty Soemanto, Psikologi Pendidikan (Jakarta: Rineka Cipta, 12990), cet. Ke-3., h. 166 Ima, Susilowati., dkk. ” Pengertian Konvensi Hak Anak”. Jakarta: Harapan Prima, 2003 29 Elfi Yuliani Rochmah, M.Pd.I, “Psikologi Perkembangan”, (Yogyakarta:Teras,2005), cet.1., h. 50
28
22
2. Hak Anak Dalam Undang-undang RI Nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak. Telah menyatakan bahwa: “tanpa terkecuali, siapapun yang termasuk dalam kategori anak berhak mendapatkan hak-haknya sebagai anak”. Dalam UU tersebut hak-hak anak tercantum pada bab III dengan beberapa pasal sebagai berikut30: Pasal 4, setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusian, serta mendapat perlindungan dari kekerasan diskriminasi. Pasal tersebut mencerminkan bahwa anak memiliki hak untuk tumbuh kembang secara wajar. Pada kenyataannya masih banyak anak yang belum mendapatkan hak mendasar tersebut. Aspek yang terkait dengan kebutuhan tersebut adalah bahwa anak juga memiliki harkat martabat sebagai manusia. Pada saat ini masih banyak anak di Indonesia yang belum mendapatkan hak atas kesehatannya. Berbagai faktor seperti di atas juga dapat menjadi faktor yang menyebabkan munculnya kondisi ini. Pandangan Islam terhadap anak manusia sebagai mahluk yang sangat terhormat, karena manusia merupakan mahluk Allah yang terbaik. Anak dalam Islam memiliki hak-hak baik sebelum maupun setelah lahir. Hak-hak anak sebelum lahir, antara lain, adalah31: 1) Hak untuk hidup, karena itu aborsi dilarang oleh Islam kecuali jika ada alasan yang dapat dibenarkan.
30 31
T. Sumarnonugroho, “Sistem Intervensi Kesejahteraan” Sosial.1991., h. 36 Ibid., h. 39
23
2) Hak untuk mendapat perlindungan dari bahaya-bahaya medis dan psikis selama dalam kandungan. 3) Hak untuk mempunyai ibu yang baik. 4) Hak untuk dido’akan agar terhindar dari godaan setan ketika kedua orang tuanya berhubungan seks. 3. Kewajiban Anak Di samping hak-haknya, agar seseorang anak dapat tumbuh kembang dengan baik dan menjadi manusia yang bermartabat, maka seseorang anak juga mempunyai sejumlah kewajiban, diantaranya adalah seperti yang tercantum dalam UU RI No. 23 tentang Perlindungan Anak: 1)
Menghormati orang tua, wali, dan guru.
2)
Mencintai keluarga, masyarakat, dan teman.
3)
Mencintai tanah air, bangsa, dan negara.
4)
Menunaikan ibadah sesuai dengan ajaran agamanya.
5)
Melaksanakan etika dan akhlak yang mulia.
Islam menetapkan beberapa kewajiban yang harus dilaksanakan anak32: 1)
Berbakti dan taat kepada orang tua, selama orang tua tidak memerintahkan kemaksiatan.
2)
Bersikap tawadhu dengan bertutur kata yang sopan dan tidak menyakiti hati kedua orang tuanya.
3)
32
Ibid., h. 40
Berterima kasih kepada orang tua.
24
4)
Mengutamakan berbakti kepada keduanya
daripada berjihad
fisabilillah. 5)
Tidak boleh mencaci maki dan menghardik kedua orang tuanya.
6)
Mendoakan kedua orang tua agar mendapat ampunan dan kasih sayang dari Allah.
7)
Melaksanakan wasiat yang diamanahkan kepadanya.
8)
Melunasi utang orang tuanya jika kedua orang tuanya berhutang pada saat meninggal dunia.
9)
Melanggengkan tali silaturahmi dengan kerabat orang tua dan temantemannya.
Dari beberapa hak anak tersebut, pandangan Islam tentang kewajiban anak dapat lebih melengkapi UU yang ada, terutama dari pembinaan akhlak.
C. Kekerasan 1. Pengertian Kekerasan Pada Anak Kekerasan pada intinya adalah melakukan suatu tindakan atau serangan secara fisik maupun mental yang berakibat penderitaan berkepanjangan pada penderitanya. Selain itu, salah satu ciri dari tindakan kekerasan ini adalah hubungan yang tidak seimbang antara yang kuat, atau penganiaya lebih kuat daridari yang teraniaya.33
33
H. Abu Ahmadi, ”Bimbingan dan Konseling di Sekolah”, h. 49
25
Menurut kamus besar Bahasa Indonesia, kekerasan berarti perbuatan seseorang atau sekelompok orang yang menyebabkan cedera atau matinya orang lain atau menyebabkan kerusakan fisik atau barang lain.34 Menurut Komisi Nasional Perlindungan Anak, Kekerasan terhadap anak adalah segala bentuk perbuatan atau tindakan terhadap anak yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikis, mental, emosi dan penelantaran termasuk pemaksaan dan merendahkan martabat.35 Menurut Kasran (1982), ada beberapa pengertian.36 Kekerasan/penelantaran/perlakuan salah terhadap anak: 1. penelantaran anak (neghlect child), adalah tindakan terhadap anak sengaja ataupun tidak sengaja, baik oleh orang tua, pembina maupun yang berwenang, yang berupa penelantaran fisik maupun psikis. 2. perlakuan salah terhadap anak, adalah tindakan dan perlakuan salah terhadap anak oleh orang tua, pembina ataupun orang yang berwenang yang menyimpang dari ketentuan perikemanusiaan baik fisik maupun spikis dalam bentuk-bentuk perlakuan sehari-hari, pendidikan, pembinaan, dan bimbingan, baik sengaja maupun tidak sengaja.
34
im Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 19998), Cet. Ke-1, Edisi Tiga, h. 733. 35 Sirait, Aris Merdeka. “Hentikan Kekerasan Terhadap Anak Sekarang!”, (http://portal.cbn.net.id/cbrtl/cyberwoman/detail.aspx?x=hot=topicc&y=cyberwoman) Hot Topic Fri, 24 Aug 2007 36 Kasran, S. “Penelataran dan Perlakuan salah terhadapa Anak dalam Kehidupan Militer”. Disampaikan dalam Seminar Nasional ”Penelantaran dan Perlakuan Salah terhadapa Anak”; Kumpulan Makalah. Yogyakarta; Falkutas Psikologi Universitas Gadjah Mada dan BP3K Depertemen Pendidikan dan Kebudayaan. 2006.
26
3. penyalahgunaan anak (child abuse), adalah tindakan dan perlakuan salah terhadap anak oleh orang yang lebih dewasa untuk mendapat keuntungan tertentu, baik itu dibidang keuangan, ketenagaan atupun dibidang seksual. WHO dalam Laporan Konsultasi mengenai child abuse Prevention di Geneva 29-31 Maret 1999 mengusulkan sebuah definisi umum tentang child abuse sebagai berikut:37 ”Child abuse or maltreatment costitutes all forms of physical and/or emotional ill-treatment, sexual abuse, neglect or negligent treatment or cormecial or other exploitation, resulting in actual or pontential harm to the child to the child’s health, survival, development or dignity, in the context of a relationship of responsibility, trust or power ” (Kekerasan terhadap anak atau penganiayaan merupakan semua bentuk dan atau emosi perlakuan tidak wajar, kekerasan seksual, kelalaian atau perlakuan lalai atau perdagangan atau exploitasi yang kelangsungan hidup, pertumbuhan atau martabat, dalam konteks sebuah hubungan tanggung jawab, kepercayaan atau kekuasaan) Sugiarno, secara umum mendefenisikan kekerasan sebagai suatu tindakan yang dilakukan satu individu terhadap individu lain yang mengakibatkan gangguan fisik dan mental. Yang dimaksud anak adalah individu yang belum mencapai 18 tahun. Oleh karena itu, kekerasan pada anak adalah tindakan yang dilakukan seseorang individu pada mereka yang belum mencapai berusia 18 tahun yang menyebabkan kondisi fisik atau mentalnya terganggu. Seringkali istilah kekerasan pada anak ini dikaitkan dalam arti sempit dengan tidak terpenuhinya
37 Kasran, S. “Penelataran dan Perlakuan salah terhadapa Anak dalam Kehidupan Militer”. Disampaikan dalam Seminar Nasional Penelantaran dan Perlakuan Salah terhadapa Anak; Kumpulan Makalah. Yogyakarta; Falkutas Psikologi Universitas Gadjah Mada dan BP3K Depertemen Pendidikan dan Kebudayaan. 2006.
27
hak anak untuk mendapat perlindungan dari tindakan kekerasan dan eksploitasi. Kekerasan pada anak juga sering dihubungkan dengan lapis pertama dan kedua pemberi atau penanggung jawab pemenuhan hak anak (ayah dan ibu) dan keluarga. Kekerasan yang disebut ini dikenal dengan perlakuan salah terhadap anak atau child abuse yang merupakan bagian dari kekersan dalam rumah tangga (domestic violence).38 Sanusi, menyebutkan bahwasannya tindakan kekerasan terhadap anak adalah perilaku dengan sengaja maupun tidak sengaja (verbal dan non verbal) yang ditunjukan untuk mencederai atau merusak anak, baik berupa serangan fisik, mental sosial, ekonomi maupun seksual yang melanggar hak asasi manusia, bertentangan dengan nilai-nilai dan norma-norma dalam masyarakat dan berdampak trauma psikologis bagi korban.39 2. Bentuk-bentuk Kekerasan Pada Anak Sanusi, mengklafikasikan bentuk tindak kekerasan terhadap anak, yaitu:40 1. Perlakuan salah terhadap anak secara fisik (physical abused): Kekerasan ini didefinisikan sebagai seluruh tingkah laku yang dapat mengakibatkan trauma atau luka fisik (bukan kecelakaan).41
38
Sugiarni, I. “Aspek Klinis Kekerasan Pada Anak dan Upaya pencegahan”. Di samapikan dalam seminar Nasional Penvegahan Kejahatan Terhadapa Anak; Kekerasan erhadap anak. Jakarta, 11 Juli 2006. 39 Sanusi, M. “ Tatalaksana Komprehensif dan Dampak Kekerasan Pada Anak”. Disampaikan dalam Seminar Nasional Pencegahan Kejahatan Terhadap Anak; Kekerasan Terhadap Anak. Jakarta, 11 Juli 2006. 40 Ibidh. 11 Juni 2006. 41 Fields, Tim. (2002). Issues Related to Bullying: Abuse. www.Successunling.co.uk/related/abuse.htm#abuse
28
Bentuk contoh kekerasan fisik dintaranya: (dianiaya diluar batas: dipukul, dijambak, ditendang, diinjak, dicubit, dijewer, dicekik, dicakar, disetrika, disiram air panas, dsb) 2. Perlakuan salah terhadap anak secara Psikis (mentally abused): Yaitu perlakuan yang salah dari orang dewasa terhadap anak yang membuat anak berada dalam kondisi jiwa yang sangat tertekan, seperti sangat takut, dan terhina. Hal ini timbul akibat orang tua berbicara terlampau keras, berteriak, menggunakan kata-kata yang tidak pada tempatnya, korban kekerasan emosional sebenarnya bisa anak usia berapapun, namun anak dibawah usia remajalah yang seringkali merasakan akibat langsung.42 Bentuk contoh kekerasan psikis dintaranya (dihina, dicaci maki, diejek, dipaksa melakukan sesuatu yang tidak dikehendaki, dibentak, dimarahi, dihardik, diancam, dsb). 3. Perlakuan salah terhadap anak secara Seksual (sexual abused): (diperkosa, disodomi, diraba-raba alat kelaminnya, dipaksa melakukan oral seks, dipaksa menjadi pelacur, dipaksa bekerja di warung remeng-remeng dan pelecehan seksual lainnya) 4. Penelantaran anak (neghlected) atau Ekonomi: (dipaksa bekerja menjadi pemulung, dipaksa mengamen, dipaksa menjadi pembantu rumah tangga, dipaksa mengemis, dsb).
42
Sari,N.R. ”Prilaku Coping Pada Anak Yang Pernah Mengalami Tindak Kekerasan” (Child Abuse)”. Skripsi Psikologi UIN Syahid Jakarta: 2007.
29
Sedangkan pendapat Irwanto, menyebutkan bentuk-bentuk child abuse adalah sebagi berikut:43 1. Penderaan fisik dan emosional Yaitu semua bentuk perlakuan salah terhadap anak yang membahayakan dan menimbukan dampak baik berbentuk memar atau luka, yang mengakibatkan kesakitan, berkurang atau hilangnya fungsi tubuh, maupun kematian. Perlakuan seperti itu, secara langsung juga mempunyai dampak emosional, terutama rasa malu, cemas dan takut, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Ada beberap sumber yang membedakan antara penderaan emosional dengan penderaan psikologis. Merutnya, penderita emosional berhubungan dengan reaksi atau tanggapan emosional yang kurang patut terhadap tingkah laku dan pengalaman afektif anak, maka penderita psikologis bersangkutan dengan tanggapan atau reaksi perilaku yang tidak patut terhadap anak yang menghambat perkembangan kemampuan mental dasar seperti kecerdasan, perhatian, persepsi, dan memori. Untuk menghindari kebingungan, maka dalam buku ini tetap akan digunakan istilah penderaan emosional. 2. Tindakan membahayakan (endargement) Yaitu tindakan-tindakan yang menaruh anak dalam situasi dan kondisi yang dapat membahayakan kesejahteraan anak baik secara fisik, sosial, emosional dan mental spiritual.
43
Irwanto. ”Kekerasan Pada Anak Indonesia””. Di samapikan dalam seminar Nasional Pencegahan Kejahatan Terhadapa Anak; Kekerasan erhadap anak. Jakarta, 11 Juli 2006.
30
3. Penderaan sosial kultural Adalah berbagi tindakan yang digunakan pada anak yang menghambat atau bahkan yang menghancurkan masa depan anak sebagai organisme sosial cultural. Diskriminasi, misalnya adanya bagian dari bentuk penderaan ini. Infatisida atau pembunuhan cabang bayi karena referensi jenis kelamin atau alasan lain. Demikian juga mutilasi genital khususnya terhadapa anak wanita (perlukaan dan/atau pemotongan klitoris), juga dilatar belakangi oleh keyakianan cultural tertentu. 3. Faktor Penyebab Terjadinya Kekerasan Pada Anak Beberapa faktor pencetus terjadinya kekerasan ialah : a. Faktor masyarakat: 44 1) Kemiskinan 2) Urbanisasi yang terjadi disertainya kesenjangan pendapatan diantara penduduk kota 3) Masyarakat keluarga ketergantungan obat 4) Lingkungan dengan frekuensi kekerasan dan kriminalitas tinggi. b. Faktor keluarga: 45 1) Adanya anggota keluarga yang sakit yang membutuhkan bantuan terus- menerus seperti misalnya anak dengan kelainan mental, orang tua. 2) Kehidupan keluarga
yang kacau tidak saling mencintai dan
menghargai. 44 45
http://www1.bpkpenabur.or.id/charles/orasi6a.htm Ibid.
31
3) Kurang ada keakraban dan hubungan jaringan sosial pada keluarga 4) Sifat kehidupan keluarga inti bukan keluarga luas. Sedangkan pendapat dari Wahyudi, menyebutkan beberapa faktor penyebab terjadinya kekerasan pada anak, yaitu sebagi berikut:46 1. adanya paradigma yang salah bahwa anak adalah “property” orang tua atau keluarganya (keterbatasan pendidikan pengetahuan) 2. anak sebagai korban, cenderung lebih bersikap menutup diri, takut dan bersikap pasrah dari pada mencoba bereaksi. 3. kekerasan pada anak biasanya dianggap hanya bersifat kasuistik dan hanya terjadi pada keluarga tertentu saja yang secara psikologis bermasalah atau mengalami tekanan ekonomi. 4. kebiasaan masyarakat yang meletakan persoalan anak sebagai persolan intern, dan karenanya tidak layak/tabu/aib untuk di ekspose keluar secara terbuka. 5. pelaku kekerasan memiliki masa lalu yang hampir sama pada masa kanakkanaknya dulu (modeling), namun tidak pernah mendapatkan terapi psikologis maupun religius. 6. hubungan pasangan suami-istri yang tidak seimbang dan atau belum pernah memilkik perenting skill, sehingga pola asuh yang diterapkan pada anaknya melalui proses intimidasai atau modeling yang diperoleh di lingkungan terdekat yang dipercayainya sebagai suati nilai.
46
Wahyudi, S. “Realitas Sosial Kekerasan terhadap Anak:”. Disampaikan dalam Seminar Nasional Pencegahan Kejahatan Terhadapa Anak; Kekerasan Terhadapa Anak. Jakarta, 11 Juli 2006.
32
Menurut Jalaludin Rakhmat, ada beberapa faktor sosial yang menjadi penyebabnya terjadi kekerasan terhadap anak yaitu:47 1. Norma sosial; yaitu tidak hanya adanya kontrol sosial pada tindakan kekerasan pada anak-anak. Bapak yang mencambuk anaknya dengan sabuk tidak akan dipersoalkan tetangganya, selama anak itu tidak meninggal dunia (lebih tepat lagi, selama tidak dilaporkan ke polisi). Sebagai bapak, ia melihat anak sebagai hak milik dia yang dapat diperlakukan sekehendak hatinya. Tidak ada aturan hukum yang melindungi anak dari perlakuan buruk orang tua, wali, dan orang dewasa lainnya. 2. Nilai-nilai Sosial; yaitu dimana hubungan anak dengan orang dewasa berlaku seperti hirarki sosial di masyarakat. Dalam hirarki seperti itu anakanak berada dalam anak tangan bawah, mereka tidak punya hak apaun sedangkan orang tua dapat berlaku apapun kepada anak-anak. 3. Ketimpangan sosial; banyak ditemukan bahwa para pelaku dan juga korban (child abuse) berasal dari kelompok ekonomi rendah. Kemiskinan yang tentu saja masalah sosial lainnya yang diakibatkan karena struktur ekonomi dan politik yang menindas, telah melahirkan semacam subkultur kekerasan. Karena tekanan ekonomi, orang tua mengalami stres yang berkepanjangan yang kemudian dapat memicu tidakan kekerasan terhadap anak.
47
Jalaluddin, Rakhmat. “Anak Indonesia Teraniaya”, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1999., h.
33
4. Dampak-dampak Kerasan Dalam Rumah Tangga. Secara umum pada kasus kekerasan terhadap anak (penganiayaan, pelecehan seksual, perdagangan, penelataran dan sebagainya) korban akan mengalami dampak jangka pendek (short term effect) dan jangka panjang (long term effect). Dalam hal ini adalah wajar setelah mengalami gangguan traumatis. Dampak jangka pendek biasanya akan dirasakan pada beberapa hari kejadian saja. Bentuk dampak jangka pendek ini termasuk segi fisik korban, seperti memar, kulit yang tersayat, patah tulang, kelainan syaraf, ada gangguan organ pada reproduksinya, dan dari segi psikologis biasanya korban akan merasa cemas, rendah diri, jengkel, marah terhina, malu, pemurung minder, pendiam dan sebagainya. 48 Pada gangguan emosi ini biasanya menyebabkan terjadinya kesulitan tidur (insomnia) dan kehilangan nafsu makan (lost apetite). Sedangkan dalam jangka panjang dari KDRT adalah sebagai berikut: a. Atritis, tekanan darah tinggi dan penyakit jantung. b. Menggunakan waktu untuk beristirahat dua kali lebih banyak. c. Kesehatannya memburuk tiga kali lebih sering (mengalami sakit kepala dua kali lipat, mengalami depresi empat kali lebih banyak). d. Mencoba untuk bunuh diri. e. Kehilangan konsentrasi kerja akibat mentalnya yang labil. f. Kemampuan menyelasaikan masalah rendah. g. Sakit jiwa. 49
48 Elli N. Hasbianto, “Menakar Harga Perempuan”: Kekerasan Dalam Rumah Tangga Sebuah Kejahatan Tersembunyi. (Jakarta: Mizan. 1998)., h. 198. 49 Nina Yususf,dkk,”Panduan Konselor Tentang KDRT”,(Jakarta: LKP2 Fatayat NU dan The Asia Faundation, 2003) Edisi Revisi., h. 45-46.
34
Dari keterangan dampak baik jangka pendek dan jangka panjang bisa terjadi penimbulan suatu reaksi yang dialami yang tidak disadari hal ini dikarenakan korban sudah mengalami trauma diantaranya adanya suatu reaksi fisik yang ditimbulkan: goncang, mati rasa, lemah tak berdaya, melawan atau lari, detak jantung meningkat, sesak nafas, tidak bisa mengontrol sistem pembuangan badan dan gerakan menjadi lambat. Dan yang keduanya adalah reaksi emosional yang ditimbulkan adalah goncang, tidak mudah percaya pada orang lain, penyangkalan, ketakutan, teror, bingung, frustasi, merasa bersalah, sedih, kehilangan kendali, dan kehilangan kepercayaan.
D. Tahapan Rehabilitasi Mental dan Proses Rehabilitasi dengan terapi. 1. Tahapan Rehabilitasi/terapi Mental. a) Tahapan Penelitian (study phase) Dalam tahap ini klien dan caseworker mulai menjalin relasi. Ditahap ini adalah proses perjalinan (angagement) antara klien dan caseworker mulai dikembangkan. b) Tahapan Pengkajian (asessment phase) Dari
pengkajian
asessment
yang
dilakukan
diharapkan
akan
menghasilkan berbagai macam bentuk terapi ataupun treatment tergantung kebutuhan dan keunikan masing-masing klien.
35
c) Tahap Intervensi Pada tahapan ini sebenarnya sudah diawali pada pertemuan atau tahap awal dengan klien. Dalam proses ini sudah membantu klien dalam mengklarifikasikan permasalahan apa yang sebenarnya ia hadapi, dan berupa melakukan perubahan kondisi kehidupannya berdasarkan pemahaman yang terjadi. d) Tahapan Terminasi Fase ini merupakan tahapan dimana relasi dan klien akan dihentikan. Disini pemahan tentang ’penghentian’ prose treatment juga harus dipahami dengan makna yang kurang lebih sama, antara caseworker dengan kliennya.50 2. Proses Rehabilitasi Terapi. Zastrow (1982, 484 – 486) menggambarkan proses konseling melalui metode casework, dari sudut pandang klien, dikonseptualisasi menjadi delapan tahapan, dintaranya: a. Tahap pertama (penyadaran akan adanya masalah) Pada tahapan awal ini klien yang ingin terlihat dalam relasi dengan konselor (casework) harus merasakan adanya masalah yang sedang ia hadapi, akan tetapi ia belum mampu mengatasi permasalahan tersebut. Pada tahap ini menjadikan suatu tolak awal pendekatan casework dan klien.
50 Isbandi Rukminto Adi,”Ilmu Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial”,(Jakarta: 2005)FISIP UI, h. 149-152.
36
b. Tahap kedua (perjalinan relasi lebih ’mendalam’ dengan konselor) Pada tahap ini diharapkan sudah timbul relasi yang lebih baik dan lebih mendalam antara casework dengan kliennya. Dalam tahapan ini klien diharapkan sudah tumbuh kepercayaannya kepada casework adalah yang bisa melindungi dan membantu dalam permasalahan yang dihadapi. c. Tahap ketiga (motivasi) Pada tahap ini, klien harus sudah mampu meyakini dirinya bahwa dia mau untuk mengatasi masalah yang dia hadapi atau kembali keberfungsian sosialnya. Dan yang di harapakan pada tahapan ini adalah dapat mengubah kondisi kejiwaanya. d. Tahapan keempat (pengonseptualisasian salah) Dalam rangka menciptakan konseling yang efektif, klien harus menggali bahwa permasalahan yang ia hadapi bukalah suatu masalah yang tidak dapat diatasi, akan tetapi ada komponen-komponen dalam permasalahan tersebut yang masih dapat diatasi. e. Tahapan kelima (eksplorasi strategi mengatasi masalah) Tahapan ini adalah tahapan dimana konselor (casework) dengan kliennya mencoba mengeksplorasi berbagai macam cara yang mungkin digunakan untuk mengatasi masalah yang dihadapinya. Kliennya disini perlu dilibatkan, karena setiap kien adalah unique (berbeda satu dengan lainnya).
37
f. Tahapan keenam (penyeleksian strategi mengatasi masalah) Pada tahapan ini adalah tahap ini dimana konselor dan klien mendiskusikan dari berbagai cara yang ada untuk mengatasi masalahmasalah yang dihadapinya, maka cara manakah yang akan diambil. g. Tahapan ketujuh (implementasi strategi mengatasi masalah) Proses konseling baru akan berhasil bila klien mau menjalankan (melaksanakan) alternatif strategi pemecahan masalah yang sudah ia tentukan, serta berkembang komitmennya dalam mengatasi masalah yang ada. h. Tahapan kedelapan (evaluasi) Jika perubahan yang diinginkan adalah perubahan yang permanen, maka diharapkan akan timbul perasaan pada klien. Pada tahapan disini konselor (casework) untuk meyakini klienya bahwa perubahan yang bermakna, dan dia diharapkan untuk tetap dapat melanjukan treatment tersebut.51
E. Model Pertolongan Kasus Kekerasan Terhadap Anak. Dalam pelaksanaan untuk pencapain pertolongan korban kekerasan pada anak dapat dilakukan melalui prosedur atau proses sebagai berikut: 1. Identifikasi. Penelahaan awal terhadap masalah
mengenai adanya
tindakan KDRT pada anak. Laporan dari masyarakat atau dari profesi lain, seperti polisi, dokter, ahli hukum dapat dijadikan masukan pada tahap ini. 51
Isbandi Rukminto Adi,”Ilmu Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial”,(Jakarta: 2005) FISIP UI., h. 145-148.
38
2. Investigasi. Penyelidik terhadap kasus yang dilaporkan. Pekerja sosial dapat melakukan kunjungan rumah, wawancara dengan anak atau orang yang diduga sebagai pelaku mengenai tuduhan yang dilaporkan, pengamatan terhadap perilaku anak dan orang yang diduga sebagai pelaku, penelahaan kehidupan keluarga. 3. Intervensi. Pemberian pertolongan terhadap anak dan atau keluarganya yang dapat berupa bantuan kongkrit (uang, barang, perumahan), bantuan penunjang (penitipan anak, pelatihan menajemen stress, perawatan medis) atau penyembuhan (konseling, terapi kelompok, rehabilitasi sosial). 4. Terminasi. Pengakhiran atau penutupan kasus yang dapat disebabkan oleh beberapa faktor: keluarga membaik, anak tidak lagi dalam bahaya, keluarga memburuk sehingga anak harus dilepaskan dari keluarganya dan ditempatkan dalam asuhan di luar keluarganya sendiri (foster care), tidak ada kemajuan dalam penanganan kasus, lembaga kehabisan dana, keluarga menolak keja sama, tidak ada pihak yang membawa kasus ini ke pangadilan.52
52
Suharto, Edi Ph.d,”Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat”, (Bandung : 2005) Rafika Adi Tama., h.165.
39
F. Metode Konseling Metode lazim diartikan dengan cara untuk mendekati masalah sehingga diperoleh hasil yang memuaskan. 53 Aunur Rahim Faqih mengemukan bahwa ada dua metode konseling yaitu: a. Metode langsung. Individual yaitu pembimbing malakukan komunikasi langsung secara individual dengan pihak yang dibimbingnya, tekniknya: percakapan pribadi, home visit (kunjungan kerumah), serta kunjungan dan observasi kerja. Kelompok yaitu melakukan komunikasi langsung dengan klien kelompok, tekniknya: diskusi kelompok, karyawisata, sosiodrama dan group teaching. b. Metode tidak langsung. Individual yaitu melakukan komunikasi secara individual melaui media komunikasi masa. Tekniknya: surat menyurat, telepon dan lain-lain. Kelompok yaitu melakukan komunikasi secara kelompok media komunikasi masa. Tekniknya: papan bimbingan, surat kabar/majalah, brosur, radio dan televisi.54
53
Anur Rahim Faqih,”Bimbingan dan Koseling dalam Islam”.(Yogyakarta: UII Press, 2001)., h. 53. 54 Ibid., h. 54 -55.
40
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian Untuk menyelesaikan skripsi ini, penulis telah melakukan penelitian yang menggunakan Pendekatan Kualitatif. Pendekatan Kualitatif adalah pendekatan yang mengacu pada prosedur penelitian yang menghasilkan penelitian deskriptif, seperti perkataan orang dan perilaku yang dapat diamati.55 Dengan pendekatan kualitatif diharapkan fakta-fakta yang ada di lapangan dapat digali lebih dalam, guna mendapatkan gambaran yang lengkap tentang program pelayanan rehabilitasi mental anak di Rumah Panti Sosial Anak ”RPSA” Jakarta dalam meningkatkan interaksi sosial anak korban kekerasan dalam rumah tangga serta untuk mengetahui hasil yang telah dicapai dan faktor penghambat yang telah dilalui dalam melaksanakan program ini. Karena isu penelitian ini mengenai program pelayanan rehabilitasi metal anak korban kekerasan dalam rumah tangga untuk meningkatkan hubungan interaksi sosial bagi anak korban kekerasan pada rumah tangga, maka informan diantaranya adalah psikolog, pekerja sosial dan korban kekerasan (klien). Oleh karena itu, penulis akan menggunakan pendekatan kualitatif agar dapat mengambil informasi secara lebih mendalam detail, dan dapat membuat informan merasa nyaman dengan wawancara yang berjalan.
55
Lexy. J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung : PT. Remaja Rosda Karya, 2000), h. 12
41
Untuk memahami istilah penelitian kualitatif perlu kiranya dikemukakan beberapa definisi tentang Metodologi Kualitatif, sebagai berikut : 1) Kirk dan Miller mendefinisikan bahwa penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial
yang secara
fundamental bergantung dari pengamatan pada manusia baik dalam kawasannya maupun dalam peristilahannya.56 2) Bogdan dan Taylor mendefinisikan metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif yang berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.57 Jadi, dapat disimpulkan bahwa penelitian kualitatif adalah cara menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Dengan desain penelitiannya dekriptif analisis, yaitu kegiatan penelitian yang pencarian faktanya dengan mengembangkan teoriteori yang ada serta mengadakan pengamatan langsung mengenai objek yang akan diteliti. B. Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang mencoba memberikan gambaran yang secermat mungkin mengenai suatu individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu.58
56
Ibid, h. 4 Lexy. J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, Edisi Revisi (Bandung : PT. Remaja Rosda Karya, 2008), h. 4 58 Meely G. Tan, Masalah Perencanaan Penelitian dalam Koentjaraningrat (Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama. 1990),h. 29-30 57
42
Menurut Neuwman penelitian deskriptif menyajikan suatu gambaran tentang detail yang spesifik dari suatu situasi, keadaan sosial atau suatu hubungan.59 Sesuai dengan jenis penelitian yang digunakan, maka dalam penelitian ini akan digambarkan tentang bagaimana gambaran program pelayanan rehabilitasi mental anak korban kekerasan dalam rumah tangga di RPSA beserta hasil yang telah dicapai dan faktor penghambat yang telah dilalui, yang dilakukan oleh psikolog, dan pekerja sosial untuk korban kekersan dalam rumah tangga terhadap anak. C. Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Perlindungan Sosial Anak Jl. PPA. Bambu Apus Jakarta Timur. 2. Waktu Penelitian Penulis telah melakukan penelitian pada tanggal 16 Maret 2009 s.d 31 Agustus 2009. D. Subjek dan Informan Teknik yang digunakan untuk penentuan subjek dalam penelitian ini adalah teknik purposive (bertujuan), dimana informan dipilih berdasarkan pertimbangan tertentu dan dianggap sebagai orang-orang yang tepat dalam
59
Lawrence W. Neuman, Social Research Methods:Qualitative dan Quantitative Aproaches (Needhams Heights: Allyn & Bacon. 2000), h. 20-21
43
memberikan informasi tentang pelaksanaan rehabilitasi mental anak korban kekerasan dalam rumah tangga.60 Penelitian akan menggali data yang seluas-luasnya dari pihak-pihak yang terlibat dalam pelaksanaan program kegiatan dalam peningkatan keberfungsian sosial korban kekerasan pada anak di RPSA, pihak-pihak tersebut antara lain : Psikolog, Pekerja sosial, dan Klien (Child Abuse). Sedangkan informan yang digunakan adalah Psikolog, dan Pekerja Sosial tentang pelaksanaan program kegiatan tersebut serta faktor-faktor penghambat yang telah dilalui. Tabel 1 : Kerangka dan Jumlah Informan
60
No
Informan
1
Psikolog, Peksos, Pengasuh
2
Klien
Informasi yang di cari Gambaran lembaga, pelaksanaan rehabilitasi mental, temuan data kasus, hasil yang telah dicapai, dan faktor penghambat Aktivitas keseharian klien di RPSA, kondisi klien selama tinggal di RPSA, perubahan prilaku korban KDRT, dan kegiatan program di RPSA,
Jumlah
3 orang
2 orang
Metode Pengumpulan Data Wawancara bebas terstruktur,dok umen, observasi Observasi langsung dan wawancara
Irawan Soehartono, Metode Penelitian Sosial : Suatu teknik penelitian bidang kesejahteraan sosial dan ilmu sosial lainnya (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. 2004), h. 63
44
E. Sumber Data Data yang didapatkan dalam penelitian ini terbagi dua, yaitu : 1) Data Primer, yang merupakan observasi langsung pada pelaksanaan program
dan wawancara mendalam. Informan dalam data primer ini,
antara lain : Psikolog, Pekerja Sosial, dan Klien (Child Abuse). 2) Data Sekunder, yang berupa catatan-catatan dan dokumen dari RPSA, seperti berkas, catatan laporan bulanan atau tahunan, serta arsip-arsip yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Yaitu buku-buku tertentu, majalah dari berbagai literatur yang berhubungan dengan penelitian yang peneliti buat. F. Teknik Pengumpulan Data Untuk mengumpulkan data yang diperlukan dalam penelitian ini, penulis menggunakan teknik pengumpulan data, sebagai berikut: 1) Observasi Adalah pengamatan dan pencatatan yang sistematis terhadap gejala-gejala yang diteliti.61 Marshall (1995) menyatakan bahwa melalui observasi, peneliti belajar tentang perilaku dan makna dari perilaku tersebut.62 Sedangkan tujuan observasi adalah mendeskripsikan setting yang dipelajari, aktivitas-aktivitas yang berlangsung, orang-orang yang terlibat dalam aktivitas, dan makna kejadian
61 Dr. Husaini Usman dan Purnomo Setiady Akbar. Metodologi Penelitian Sosial (Jakarta: PT Bumi Aksara. 2000), cet. Ke-3, h. 54 62 Prof. Dr. Sugiyono. Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung : PT. Alvabeta, April 2007) cet. Ke-3, h.75
45
dilihat dari perspektif mereka yang terlibat dalam kejadian yang diamati tersebut.63 Sesuai dengan definisi observasi tersebut, maka penulis melakukan observasi tentang pelaksanaan pelayanan rehabilitasi mental anak korban KDRT. Dan hasil observasi dituangkan pada catatan lapangan dengan bahasa apa adanya. 2) Wawancara atau interview Wawancara adalah percakapan dan tanya jawab yang diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu.64 Wawancara juga merupakan alat pengumpulan informasi langsung tentang beberapa jenis data.65 Wawancara mendalam atau dialog secara langsung dengan pihak yang terkait yang berhubungan langsung dengan teman yang penulis kaji. Wawancara ini merupakan cara yang penulis gunakan dalam rangka mengumpulkan data dengan Tanya Jawab sepihak yang dikerjakan secara sistematis dan berlandaskan kepada tujuan penelitian.66 Penulis melakukan wawancara bebas terstruktur, yaitu pertanyaan yang diajukan tidak hanya berpedoman pada sistematika pertanyaan yang telah disediakan, data-data yang diperoleh dalam teknis ini adalah dengan cara tanya jawab cara lisan dan bertatap muka secara langsung, dan narasumber dapat menjawab dengan bebas dan terbuka. Bila responden yang akan diwawancarai telah ditentukan orangnya, maka sebaiknya sebelum melakukan wawancara, pewawancara minta waktu terlebih
63
E. Kristi Poerwandari (Fakultas Psikologi Universitas Indonesia). Pendekatan Kualitatif Dalam Penelitian Psikologi. (Jakarta : Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi (LPSP3) UI, 1998), cet. 1 h, 64 64 Ibid,h. 72 65 Ibid, h.49 66 Marzuki. Metodologi Riset. (Yogyakarta: BPFE-UII, 1995),h. 62
46
dahulu, kapan dan dimana bisa melakukan wawancara. Dengan cara ini, maka suasana wawancara akan lebih baik, sehingga data yang diperoleh akan lebih lengkap dan valid.67 3) Dokumentasi Dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data-data melalui telaah dan mengkaji buku-buku, majalah-majalah, dan literatur-literatur lain yang ada relevansinya dengan materi penelitian untuk selanjutnya dijadikan bahan argumentasi, untuk kemudian menjadi bahan penelitian skripsi ini. Penulis berusaha mendapatkan data-data dari dokumentasi yang ada di sekolah seperti berkas-berkas serta arsip-arsip yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. G. Alat Pencatatan Data Penelitian yang menggunakan metode wawancara memerlukan alat bantu. Dalam hal ini alat bantu yang digunakan adalah pedoman wawancara yang disusun berdasarkan teori yang relevan dengan masalah yang akan dijawab, selain itu
peneliti
juga
menggunakan
tape
recorder
dan
kamera
untuk
mendokumentasikan segala kegiatan yang ada di sekolah. Dalam hal observasi, peneliti membuat catatan lapangan mengenai hal-hal yang diperoleh pada saat wawancara maupun dari proses pengamatan (observasi) dari kegiatan yang ada di Lembaga RPSA.
67
Prof. Dr. Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung : PT. Alvabeta, April 2007) cet. Ke-3, h.75
47
H. Teknik Analisis Data Data penelitian kualitatif tidak berbentuk angka, tetapi lebih banyak berupa narasi, deskripsi, cerita, dokumen tertulis, dan tidak tertulis (gambar, foto) ataupun bentuk-bentuk non angka lain.68 Pengolahan dan analisis data sesungguhnya dimulai dengan mengorganisasikan data. Dengan data kualitatif yang
sangat beragam
dan banyak,
menjadi
kewajiban peneliti untuk
mengorganisasikan datanya dengan rapi, sistematis dan selengkap mungkin.69 Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan sejak sebelum memasuki lapangan, selama di lapangan dan setelah selesai di lapangan. Dalam hal ini Nasution (1988) menyatakan ”Analisis telah mulai sejak merumuskan dan menjelaskan masalah, sebelum terjun ke lapangan dan berlangsung terus sampai penulisan hasil penelitian. Analisis data menjadi pegangan bagi penelitian selanjutnya sampai jika mungkin, teori yang grounded”.70 Dalam penelitian kualitatif, analisis data lebih difokuskan selama proses di lapangan bersamaan dengan pengumpulan data. Dan dalam kenyataannya, analisis data kualitatif berlangsung selama proses pengumpulan data dari pada setelah selesai pengumpulan data.71 Yang dimaksud dengan analisis data adalah suatu proses pengumpulan data dan mengurutkannya ke dalam pola dan pengelompokkan data. Data tersebut kemudian dianalisa agar mendapat kesimpulan berdasarkan data yang ada, yaitu 68 E. Kristi Poerwandari (Fakultas Psikologi Universitas Indonesia). Pendekatan Kualitatif Dalam Penelitian Psikologi. (Jakarta : Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi (LPSP3) UI, 1998), cet. 1 h, 86 69 Ibid, h. 87 70 Prof. Dr. Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung : PT. Alvabeta, April 2007) cet. Ke-3, h.89 71 Ibid, h. 90
48
dengan menggunakan data yang bersifat deskriptif untuk mendapatkan gambaran yang konkrit tentang program intervensi mikro dalam meningkatkan interaksi rehabilitasi mental anak korban kekerasan dalam rumah tangga. Proses analisis data, penulis lakukan dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber, yaitu dari hasil wawancara dengan berbagai sumber di RPSA Bambu Apus, pengamatan yang penulis lakukan dan sudah dituliskan dalam catatan lapangan, dokumen-dokumen resmi, gambar atau foto-foto yang penulis dapatkan selama penelitian. Dan sampai dengan tahap akhir dari analisis data, yaitu mengadakan pemeriksaan keabsahan data, agar mendapatkan kesimpulan dan gambaran yang konkrit tentang program kegiatan yang digunakan RPSA dalam usaha meningkatkan pemulihan mental anak dan keberfunsian sosial anak korban kekerasan dalam rumah tangga. Rencana analisis data yang dipakai dalam menganalisa penelitian ini didasarkan pada hasil temuan lapangan baik dari data primer dan sekunder, serta hasil pangamatan (observasi) yang dilakukan selama proses memasuki lapangan penelitian. Proses analisa data kualitatif terdiri dari beberapa tahapan, yaitu :72 a) Menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber, melalui hasil wawancara, pengamatan (catatan lapangan), dokumen, foto, dan sebagainya. Penulis menelaah seluruh data hasil dari wawancara dengan kepala panti, konsulatan panti, psikolog, psikiater, pekerja sosial dan klien, dari 72
Lexy. J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung : PT. Remaja Rosda Karya, 2000), cet. Ke-3, h. 103
49
pelaksanaan program kegiatan dan peningkatan pemulihan mental serta keberfungsian sosial. b) Mereduksi data, dengan melakukan abstraksi atau merangkum inti, proses dan pernyataan-pernyataan penting. Mereduksi data berarti penulis merangkum atau memilih hal-hal yang yang penting yang berkaitan dengan program kegiatan peningkatan interaksi sosial. c) Menyusun data yang ditemukan dan kemudian dikategorisasikan. d) Penafsiran data, hal ini dilakukan dengan menginterpretasikan data dan dengan teori atau konsep yang telah ada. Dari hasil analisis tersebut, akan didapatkan jawaban atas pertanyaan penelitian ini dan mampu memberikan rekomendasi-rekomendasi yang bisa dijadikan alternatif dalam melaksanakan program kegiatan di RPSA. I. Teknik Keabsahan Data 1. Kredibilitas (derajat kepercayaan) dengan teknik tringulasi yaitu teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain.73 Hal itu dapat dicapai dengan jalan. a) Membandingkan keadaan dan perpektif seseorang dengan berbagai endapat orang lain dengan ini penelitian membandingkan jawaban yang diberikan oleh psikolog, pekerja sosial, pengasuh, dan klien mengenai pelaksanaan rehabilitasi mental anak.
73
Lexy. J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung : PT. Remaja Rosda Karya, 2000), cet. Ke-3, h. 330
50
b) Membandingkan hasil wawancara dengan data temuan yang berkaitan. 2. Ketekunan atau keajegan pengamatan. Ketekunan pengamatan yakni menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan yang dicari kemudian memusatkan diri pada hl-hal secara rinci.74 Maksudnya peneliti hanya memusatkan dan mencari jawaban sesuai dengan perumusan masalah. 3. Auditori Auditing yaitu proses pemeriksaan hasil penelitian yang dilaksanakan oleh pembimbing dan staf penelitian. Tujuan dari audit ini adalah untuk memeriksa kebergantungan dan responsif data. J. Teknik Penulisan Data Adapun teknik penulisan dan transliterasi yang digunakan berpedoman pada buku Pedoman Penulian Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis dan Disertasi) yang disusun oleh Tim UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, diterbitkan oleh UIN Jakarta Press. 2007. cet. Ke 2.
74
Lexy. J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung : PT. Remaja Rosda Karya, 2000), cet. Ke-3, h. 239.
51
BAB IV GAMBARAN LEMBAGA DAN ANALISIS REHABILITASI MENTAL ANAK KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DI RPSA
A. GAMBARAN UMUM RPSA BAMBU APUS JAKARTA TIMUR 1. Latar Belakang Pendirian RPSA75 Rumah Perlindungan Sosial Anak (RPSA) Bambu Apus ini mulai beroperasi pada tanggal 15 Oktober tahun 2004 yang berlokasi di kompleks pelayanan sosial anak Kelurahan Bambu Apus Kecamatan Cipayung Jakarta Timur. Rumah Perlindungan Sosial Anak (RPSA) Bambu Apus merupakan salah satu wujud pelaksanaan mandat Departemen Sosial Berdasarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri : Menteri Sosial, Menteri Kesehatan dan Kepolisian RI. Berdasarkan SKB tersebut Departemen Sosial memperoleh mandate untuk memfasilitasi penyediaan Rumah Perlindungan (protection home). Pusat Trauma (trauma centre) dan Pusat Pemulihan (recovery centry) bagi korban tindak kekerasan/perlakuan salah (abuse), anak-anak yang membutuhkan perlindungan karena jiwa-raganya terancam karena terlibat atau menjadi saksi dalam kegiatan terlarang/pelanggaran hukum, anak korban trafficking (perdagangan anak) yang mengalami eksploitasi fisik, psikis, ekonomi dan seksual serta anak korban konflik bersenjata, korban kerusuhan, korban Bencana, orang tua yang dipenjara,
75
_________, ”Pedoman Penyelenggaraan Rumah Perlindungan Sosial Anak”, Direktorat Pelayanan Sosial Anak. DEPSOS RI., h. 1-5
52
orang tua yang meninggal dunia secara tragis serta anak terpisah (separated children). RPSA melindungi anak dari berbagai bentuk eksploitasi dan diskriminasi dan secara khusus menempatkan anak (klien) dalam rumah aman, memberikan layanan untuk anak yang membutuhkan perlindungan, pemulihan dan perbaikan terhadap kondisi trauma dan stress yang dialaminya, menjaga kerahasiaan, tidak melakukan publikasi terhadap anak, keluarga dan kerabatnya demi keselamatan, perlindungan dan harga diri anak (klien). RPSA berpedoman pada prinsip kepentingan terbaik anak, menghargai pandangan anak, dan menjamin perpenuhinya hak-hak anak akan hak hidup, tumbuh kembang, partisipasi serta perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Rumah Perlindungan Sosial Anak (RPSA) Jakarta sebagai pusat trauma Centre (pusat pemulihan) diperuntukan bagi anak-anak yang membutuhkan perlindungan khusus, yaitu anak yang mengalami korban kekerasan. 76 2. Visi dan Misi77 Visi RPSA Bambu Apus adalah “Menjadi salah satu pusat perlindungan, pelayanan dan rehabilitasi sosial bagi anak yang membutuhkan perlindungan khusus yang dapat menjadi contoh bagi lembaga sejenis di Indonesia dan Asia Tenggara tahun 2020”.
76
Hasfirah, Sejarah Rumah Perlindungan Sosial Ana ., h.1. _________, ”Pedoman Penyelenggaraan Rumah Perlindungan Sosial Anak”, Direktorat Pelayanan Sosial Anak. DEPSOS RI, h. 1-5 77
53
Misi RPSA Bambu Apus adalah “memberi perlindungan, advokasi, layanan dan pemenuhan hak-hak dasar kepada anak yang membutuhkan perlindungan khusus sesuai dengan permasalahan dan kebutuhan anak. 3. Struktur Kepengurusan RPSA STRUKTUR RPSA
PIMPINAN / KEPALA
SEKRETARIAT KELOMPOK PROFESI: Pekerja Sosial, Psikolog, Dokter, Spikiater, Pengasuh, Guru, Polisi, Terapis
Bidang Menj. Kasus
Bidang Rehabilitasi
Keterangan: Alur komando konsultatif Alur garis tugas
Bidang Pengasuh
Bidang Rujukan
54
4. Fungsi 1) Tanggap Darurat, untuk memberikan layanan segera bagi anak yang menghadapi tindak kekerasan dan perlakuan salah. 2) Perlindungan,
untuk
melindungi
anak
yang
membutuhkan
perlindungan khusus. 3) Rehabilitasi, untuk memulihkan kondisi mental anak akibat tekanan dan trauma serta mengembalikan keberfunsian sosial anak agar mereka dapat melaksankan perannya kembali secara wajar. 4) Advokasi, untuk memberikan pembelaan terhadap proses penyelesaian kasus yang dihadapi anak, baik secara hukum maupun dalam memperoleh pelayanan sosial. 5) Reuinifikasi dan Integrasi, untuk menyatukan anak pada keluarga asli, keluarga pengganti atau panti. 5. Proses Pelayanan.78 Pelayanan RPSA terbagi menjadi dua bagian. Pelayanan pertama adalah Temporary Shelter
dan jika diperlukan kemudian masuk
Protection Home
sebagai pelayanan kedua. Jika kasusnya dapat diselesaikan di Temporary Shalter maka anak tersebut langsung dapat diterminasi. 1) Temporary Shalter Pelayanan di Temporary Shalter maksimal selama 30 hari proses pelayanan tersebut terdiri dari
78
Buku Pedoman RPSA. Tahun 2007., h. 18.
55
a. Pertolongan Pertama Pekerja sosial memberikan pertolongan pertama terhadap kebutuhan anak yang sifatnya segera untuk dipenuhi. Pertolongan pertama dilakukan pada saat dilakukan pejangkauan atau penerimaan klien di Temporary Shalter, misalnya layanan medis atau membawa kelayanan kesehatan terdekat, menyediakan tempat tinggal, pendampingan dan sebagainya. Selain itu, Temporary Shalter anak memperoleh layanan kebutuhan dasar yang mencakup makan, tempat tinggal, pakaian, kesehatan, pendapingan serta perlindungan dari pekerja sosial. b. Pendekatan Awal Kegiatan-kegiatan dalam pendekatan awal ketika anak datang ke Temporary Shalter adalah sebagi berikut: 1. Penerimaan Penerimaan dilakukan oleh pekerja sosial terhadapa anak yang datang ke Temporary Shalter. Dalam penerimaan terjadi perkenalan dan penjelasan alasan meminta pertolongan kepada Temporary Shalter. Dari penjelasan tersebut, pekerja sosial menjelaskan Temporary Shalter dan apa yang dapat diberikan terhadap kebutuhan anak. 2. Registrasi Pekerja sosial mendaftarkan anak pada format yang disediakan setelah diperoleh kemungkinan bahwa kebutuhan anak dapat dipenuhi oleh temporary Shalter. Kemudian orang tua/wali anak, anak sendiri/wakil dari RPSA menandatangani kesepakatan tertulis mengenai penempatan anak.
56
3. Identifikasi awal Pekerja sosial melakukan wawancara awal mengenai identitas anak dan jenis kasus yang dihadapi, sesuai dengan format yang disediakan. c.
Assesmen Assesmen adalah penelaahan dan pengungkapan masalah berdasarkan data
yang telah dikumpulkan. Dalam assesmen dikemukan permasalahan yang mendasar yang bersifat segera untuk ditangani. 2). Protection Home79 Merupakan rumah aman yang siap melayani kebutuhan anak/kelayan 24 jam (twenty four hour) yang terjaga kerhasiaannya dari masyarakat luas yang tidak berkepentingan atau yang secara langsung maupun tidak langsung mengancam/membahayakan baik fisik maupun mental anak. Rumah Perlindungan menyediakan berbagai fasilitas bermain (play terapi) dan menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok (pangan, sandang, papan) anak. Pelayanan yang berlangsung di Protection Home maksimal selama 6 bulan. Proses pelayanan tersebut terdiri dari: a. Rencana Intervensi Rencana intervensi merupakan kegiatan untuk merencanakan penanganan kasus yang tepat untuk merencanakan penanganan kasus yang tepat untuk anak berdasarkan hasil assesmen. Rencana intervensi disusun dalam suatu pembahasan kasus (case conference). Dalam kegiatan ini, pekerja sosial sebagai manager kasus mengundang kelompok profesional lainnya seperti dokter, psikologi,
79
Buku Pedoman RPSA. Tahun 2007., h. 23.
57
spikiater, pengacara, polisis, guru dan sebagainya untuk mendiskusikan tujuan kegiatan, dan tahap-tahap perubahan yang diharapkan terjadi pada anak. Hal-hal penting yang perlu dipertimbangkan dalam rencana intervensi adalah: 1) Hasil Assesmen dan deskripsi berbagai maslah dengan kebutuhan yang dihadapi anak. 2) Menghitung berbagai sumber daya yang dibutuhkan dan sumber daya yang tersedia. 3) Menghitung sumber daya manusia yang dibutuhkan dan kualifikasi yang diperlukan. 4) Menetapkan tujuan, hasil-hasil kegiatan , dan indikatornya. 5) Merencanakan beerbagai kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan. 6) Membagi tugas kepada profesi lain sebagai tim. 7) Menyusun judul kegiatan. 8) Menjelaskan kepada anak mengenai peranan dan tugas-tugas yang harus dilakukan anak di Protection home dalam rangka intervensi. b. Pelaksanaan Intervensi Pelaksanaan Intervensi mengacu pada rencana intervensi yang telah disusun sebelumnya untuk memastikan bahwa pelaksanaan intervensi selaras dengan rencana. Pekerja sosial melakukan diskusi dengan menajemen kasus mengenai berbagai perkembangan yang terjadi selama proses intervensi.
58
Jenis pelayanan yang perlu disediakan pada pelaksanaan intervensi ini adalah: 1) Pelayanan kebutuhan dasar meliputi: a. Pemberian makan 3 kali perhari, selama anak tinggal. b. Penyediaan tempat tinggal selama proses pelayanan. c. Penyediaan pakaian. d. Mengikuti pendidikan di sekolah terdekat bagi yang masih sekolah. e. Bantuan pengobatan dan perawatan kesehatan oleh tenaga medis baik di RPSA maupun di lembaga lainnya. 2) Pelayanan asuhan dan pendapingan oleh pekerja sosial setiap hari, berupa bimbingan dan pendidikan berdasarkan perkawinan (kedekatan personal), dan kegiatan reaksi yang bersifat edukatif. 3) Pelayanan rehabilitasi, terdiri dari: a. Pelayanan psikososial dan konseling oleh pekerja sosial dan psikolog. b. Terapi untuk penyembuhan trauma yang dilakukan oleh psikiater. 4) Advokasi dengan cara merunjuk kepada lembaga bantuan hukum, pengacara, dan jaringan kerja. c. Evaluasi. Evaluasi merupakan tahap dimana pekerja sosial dan tim menajemen kasus mengkaji kembali intervensi yang telah diterapkan untuk memperjelas fokus. Apabila terjadi ketidaksesuaiaan perlu dilakukan tinjaun kembali terhadap masalah, tujuan, proses dan kegiatan-kegiatan intervensi.
59
Evaluasi adalah proses penilaian yang dilakukan secara berkala sebagai mekanisme timbal balik anatra tim menajemen kasus dan anak tentang kemajuan dicapai oleh anak. Evalauasi harus dibuat berdasarkan data yang terkumpul, asessmen, dan hasil intervensi perlu dilanjutkan, dirujuk kepada lembaga lain, atau diakhiri. d. Terminasi Terminasi adalah pengakhiran kegiatan pelayanan kepada anak. Beberapa bentuk terminasi adalah sebagai berikut: 1) Anak memutuskan sendiri proses intervensi dengan alasan yang jelas dan diketahui oleh orang tua/wali atau lembaga perunjuk. 2) Proses pelayana terakhir, dimana anak kembali kepada orang tua/wali, memperoleh orang tua angkat atau keluarga pengganti, dan/atau dirujuk kepada lembaga pelayanan lainnya. 6.
Tujuan dan Sasaran 1) Tujuan Tujuan umum Rumah Perlindungan Sosial Anak adalah untuk melindungi
anak-anak dari situasi terburuk yang dihadapi anak kepada situasi yang memungkinkan anak tumbuh kembang secara wajar. Berdasarkan tujuan umum tersebut, tujuan-tujuan khusus atau perubahan yang diharapkan dicapai oleh anak yang membutuhkan perlindungan khusus setelah memperoleh pelayanan RPSA adalah dapat :
60
a. Memenuhi hak-hak dasar anak, seperti : hidup, tumbuh dan berkembang, perlindungan dan berpartisipasi. b. Menampilkan kembali keberfungsian sosial anak sehingga dapat melaksanakan peran-perannya kembali sesuai dengan situasi dan relasi yang dihadapinya. c. Memulihkan kondisi mental anak yang terganggu akibat tekanan atau trauma. d. Mengatasi kesulitan-kesulitan yang dialami sebagai akibat tekanan dan trauma. e. Mengembangkan relasi dengan orang-orang di sekitarnya. f. Menemukan lingkungan dan situasi kehidupan yang mendukung keberfungsian sosial dan mencegah terulangnya perlakuan salah terhadap anak. 2) Sasaran Anak yang menerima pelayanan di RPSA yaitu : a. Anak yang menjadi korban kekerasan dan perlakuan salah baik secara fisik, mental, dan seksual. b. Anak-anak yang membutuhkan perlindungan karena jiwa-raganya terancam
karena
terlibat
terlarang/pelanggaran hukum.
atau
menjadi
saksi
dalam
kegiatan
61
c. Anak
yang
membutuhkan
perlindungan
khusus
seperti
trafficking/perdagangan anak, mengalami eksploitasi fisik, ekonomi dan seksual. d. Anak-anak yang terpisah dari orang tua karena konflik bersenjata, korban kerusuhan, korban Bencana, orang tua yang dipenjara, orang tua yang meninggal dunia secara tragis, dan lain-lain. 7. Prinsip Pelayanan Pelayanan yang diberikan bagi anak di RPSA berlandaskan pada prinsipprinsip: 1) Non Diskriminasi a. Setiap anak berhak memperoleh pelayanan secara manusiawi dan adil tanpa membeda-bedakan jenis kelamin, agama, suku, kebangsaan dan status sosial budaya lainnya. b. Menghargai anak sebagai manusia seutuhnya yang memiliki hak dan kewajiban yang sama. c. Menerima keberadaan anak apa adanya sebagai individu yang mempunyai harga diri, potensi, kelebihan, dan kemampuan serta mempunyai sikap empati. d. Memperlakukan anak sebagai individu yang berbeda dengan yang lainnya/unik dari segi potensi, bakat, minat, ciri-ciri, latar belakang, kondisinya saat ini cita-cita dan harapan masa depannya.
62
2) Kepentingan Terbaik Anak Mengupayakan semua keputusan, kegiatan, dan dukungan dari berbagai pihak (kepolisian, pengadilan, dan instansi pemerintah lainnya, organisasi internasional dan nasional, serta masyarakat untuk membantu anak yang membutuhkan perlindungan khusus dan semata untuk kepentingan terbaik anak. Mengupayakan suatu
lingkungan
yang
terbaik bagi anak
yang
membutuhkan perlindungan khusus untuk dapat hidup, berkembang dan memperoleh masa depannya secara lebih baik. 3) Menghormati Pandangan Anak Pandangan anak perlu di dengar dan diperhatikan sesuai dengan usia dan kematangan mereka di dalam proses pembahasan dan pengambilan keputusan setiap kegiatan. Memasukan pandangan anak dalam setiap proses pembahasan dan pengambilan keputusan setiap kegiatan. Mendorong memberikan kesempatan, dan melibatkan anak seluas-luasnya untuk berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan yang telah direncanakan, serta menumbuhkan tanggung jawab dan keterlibatan anak dalam upaya pemecahan masalahnya dan menghindarkan ketergantungan pada pelayanan. Menghormati hak anak untuk menentukan keputusan bagi dirinya sendiria dan memberi kesempatan seluas-luasnya untuk mengambil keputusan tersebut. Menumbuhkan dan memelihara komunikasi yang efektif dan jelas dengan anak dalam rangka membantu mencapai tujuan yang ditetapkan bersama.
63
4) Mengutamakan hak anak akan hidup, kelangsungan hidup, dan Tumbuh Kembang. Kegiatan di susun untuk meningkatkan perkembangan anak berdasarkan kemampuan dan tugas-tugas perkembangannya. Menghargai
bahwa
setiap
anak
mempunyai
kemampuan
untuk
mengembangkan diri. 5) Kerahasiaan. Memperlakukan semua informan tentang anak sebagai dokumen yang rahasia dan tidak dapat menceritakan/menyebarkan semua informasi tersebut pada forum-forum dan orang lain kecuali untuk kepentingan anak.
8.
Fasilitas Sarana dan Prasarana dan Pendanaan Sumber Daya Manusia 1) Sarana dan Prasarana Agar semua kegiatan dapat berjalan dengan lancar, efektif dan efisien
maka disediakan dan prasarana sebagai fasilitas penunjang untuk sebagai berikut : Fasilitas bangunan terdiri dari 1. Ruang kantor 2. Ruang Case Conference/ruang konsultasi 3. Dua gedung/arsama 4. Ruang belajar 5. Ruang makan dan dapur 6. Perpustakaan 7. Aula 8. Ruang Ibadah 9. Gudang 10. MCK 11. Lapangan olahraga 12. Fasilitas Listrik dan Air
64
Sejumlah peralatan seperti peralatan asrama, dapur, kantor, peralatan pelatihan keterampilan, peralatan bermain, kesenian, olah raga, ibadah, belajar dan lain-lain. Sejumlah personil yang memiliki kapabilitas dan kompetensi yang tinggi seperti pekerja sosial, psikolog, perawat kesehatan, instruktur keterampilan, pembimbing agama (ustadz), pembimbing kesenian, pelatih olahraga. 2) Sumber pendanaan.80 Sumber pendanaan Rumah Perlindungan Sosial Anak diperoleh dari: a. APBN/APBD b. Kerjasama dengan pihak donor dari dalam maupun luar negeri c. Sumber-sumber lain yang sah/tidak mengikat
9.
RSPA Sebagai Trauma Centre / Recovery Centre Menawarkan / Menyediakan Pelayanan.81 a. Rumah Perlindungan (home protection) b. Layanan Psikososial (psikososial service) c. Konseling d. Dukungan sosial (social support) e. Advokasi f. Kegiatan rekreasi edukatif g. Perawatan medis (kerjasama dengan rumah sakit dan puskesmas) h. Pemenuhan kebutuhan pokok
80 81
Buku Pedoman RPSA. Tahun 2007., h. 31. Brosur RPSA 2007
65
i.
Bantuan pengembalian ke daerah asal (reintegrasi), mempertemukan dengan orang tua/keluarga (reunifikasi), dan rujukan (referral)
10.
Pendampingan Psikososial.82 Inti dari pelayanan psikososial adalah bagaimana mengembalikan anak
pada situasi normal kehidupan anak, seperti bermain, sekolah, belajar, beribadah bagi upaya menghilangkan kondisi traumatis dan stress yang dialami anak sebagai dampak permasalahan yang dihadapinya. a) Reintegrasi Sebagian besar kasus-kasus anak yang ditangani di RPSA berasal dari Propinsi-propinsi lain yang ada di Indonesia. Upaya yang dilakukan untuk mengembalikan anak ke daerah asalnya setelah anak mendapatkan pelayanan di RPSA dinamakan reintegrasi (pengembalian anak ke daerah asal). b) Reunifikasi Untuk kasus-kasus anak yang mengalami keterpisahan dengan orang tua/ keluarga akibat, Bencana alam, konflik bersenjata kecelakaan tragis petugas RPSA melakukan penelusuran (family tracing) terlebih dahulu terhadap orang tua/keluarga anak, setelah orang tua/keluarga kelayan ditemukan, selanjutnya akan dilakukan reunifikasi (mempertemukan langsung anak dengan orang tua/keluarganya).
82
Brosur RPSA 2007.
66
c) Referal Pelayanan referral system (sistem rujukan) dilakukan jika klien membutuhkan pelayanan lanjutan, setelah anak mendapatkan pelayanan sementara di RPSA, seperti merujuk anak ke Rumah Sakit, Panti Sosial, boarding school, dan keluarga asuh. d) Monitoring Untuk memastikan kestabilan terhadap pelayanan yang sudah diberikan kepada anak setelah kelayan direintegrasi, reunifikasi, dan direfer, petugas melakukan monitoring untuk melihat perkembangan fisik dan mental anak dan memastikan apakah anak sudah mendapatkan hak-haknya sebagai anak yang meliputi hak hidup, tumbuh kembang, partisipasi dan perlindungan.
11. Program Rehabilitasi RPSA. Analisis program dilakukan dengan melihat dari segi definisi, jenis rehabilitasinya, dan perangkat rehabilitasi. Analisis tersebut dilakukan dengan membandingkan dengan teori dan temuan lapangan. Secara umum, rehabilitasi merupakan
suatupenawaran
optimisme
dan
harapan
yang
kuat
dalam
pengembalian keberfungsian sosial seseorang dan mempertemukan dari berbagai tenaga ahli kedisplinan ilmu, dalam rangka meningkatkan kesejahteraan sosial di lingkungan masyarakat. Dari situlah peneliti melihat apakah rehabilitasi di RPSA ini menjadi ambil bagian pelayanan kembalinya fungsi interasinya seseorang dengan lingkunagan,
67
teman, keluarga dan masyarakat. Apakah temuan lapangan yang peneliti liat di RPSA mengupayakan optimisme dan harapan tersebut dapat pencapaiannya melalui upaya pemulihan spikis dan keberfungsian sosialnya kembali seperti dia kala sebelum menadapat yang dia klien alami. Program-program rehabilitasi di Rumah Perlindungan Sosial Anak, memepertemukan
tenaga
ahli
seperti,
psikolog,
pekerja
sosial,
pengasuh/pendamping, dan guru. Program ini juga merupakan bagian dari proses rengfusionalisasi
dan
pemantapan
taraf
kesejahteraan
klien
dengan
menyelenggarakan pelbagai jenis rehabilitasi. Melihat dari sisi jenis rehabilitasi, maka pada pelaksanaannya, Rumah Perlindungan Sosial Anak menyelenggarakan 4 jenis rehabilitasi dan program ini bekerja sama dengan Puskesmas, Panti Bina Remaja (PSBR) dan Social (Development Centre) di Bambu Apus Jakarta Timur. Dari ke empat jenis hampir mendekati dari jenis-jenis rehabilitasi yang ada, dimana sudah dibahas pada bab II kajian teori skripsi ini a) Rehabilitasi Medis Rehabilitas medis pada dasarnya adalah pemulihan kondisi pada fisik klien.83 Dalam penelitian ini rehabiltas medis di sini adalah bentuk penangan kepada anak yang mengalami KDRT, Trafiking, Pemerkosaan, Pelecehan Sexual. Rumah Perlindungan Sosial (RPSA) telah bekerja sama dengan Rumah Sakit POLRI sebagai acua dan rujukan pemeriksaan bila anak ini telah mengalami KDRT. Setelah itu akan diperiksa keseluruhannya untuk mendiagnosa kesehatan 83
Carolina Nitimihardjo, “Rehabilitasi Sosial, dalam Isu-isu Tematik Pembangunan Sosial Konsepsi dan Strategi”, (Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Sosial RI, 2004)., h. 185.
68
bekas KDRT. Begitun juga ada tes atau pemeriksaan spikis oleh spikiater apakah anak ini mengalami goncangan pada spikisnya. “yah.... sebelum klien masuk ke RPSA terlebih dahulu di cek kesehatannya..RPSA disin bekerja sama dengan Rumah Sakit Polri Sukamto Jakarta Timu. Pemeriksaan disini keberfungsiannya apakah ada luka yang dialmi klien dari segi fisiknya, begitu juga psikis oleh psikiater rumah sakit tersebut”84 b) Rehabilitasi Sosial Rehabilitas sosial merupakan jenis rehabilitasi yang memulihkan fungsi sosialnya di masayarakat.85 Dalam hal ini, Rumah Perlindungan Sosial anak menyelenggarakan rehabilitasi sosial. Hal itu dilakukan melalui media konseling, dan terapi. Adapun rehabilitasi sosial dilakukan disini selain koseling dan terapi adalah dari fasilitasnya, sumber daya manusia, dan program kegiatan. Kegiatan sehari-hari anak di RPSA yang dimana seperti kehidupan di rumah dan masyarakat, seperti main, belajar, makan, tidur dan lain-lain. Rehabilitasi sosial di sini menggunakan sistem panti dengan panti yang ada dan juga dengan masyarakat. Sistem yang memungkinkan hubungan sosial antara klien dan masyarakat sekitar cukup terbuka. Rehabilitas sosial ini juga mengupayakan peningkatan hubungan dengan masyarakat dan teman panti yang lainnya. Dalam satu komplek panti di Bambu Apus, Jl. PAA Cipayung Jakarta Timur terdiri dari Panti Sosian Bina Remaja (PSBR), Panti Handa Yani, Social Dovelepment Center (SDC) dan Panti lainnya.
84 85
Wawancara pribadi dengan Hasrifah Musa, SST. Jakarta, 2 Juni 2009. Ibid., h. 185
69
c) Rehabilitasi Pendidikan Rehabilitasi pendidikan adalah merupakan upaya pengembangan potensi intelektual klien pada setting sekolah, kursus (salon, menjahit, otomotif).86 Rehabilitasi pendidikan yang dilaksanakan oleh Rumah Perlindungan Sosial Anak bekerja sama dengan Panti Sosial Bina Remaja dan SDC (Social Devolepment Centre). Rehabilitasi pendidikan yang di tawarkan pada aanak di RPSA, bila mana anak tersebut benar-benar sudah mengalami perubahan dan kembalinya keberfungsian sosialnya. Kesiapan tersebut bila anak tersebut ada kemauan dan ingin melanjutkan pendidikan berikutnya Proses yang akan dilakukan RPSA pada tingkat pelayanan pendidikan disini bekerja sama dengan Panti Sosial Bina Remaja (PSBR). Dalam pendidikan yang disediakan di PSBR berupa sekolah kejuruan sesuai minat dan bakatnya anak dalam mengikuti pendidikan yang telah akan di sediakan. Penawaran pendidikan kepada anak dilakukan bila anak telah pulih dan siap menjalani kegiatan pendidikan atau melanjutkan pendidikan pada sebelumnya. ”Yaa. Rehabilitasi pendidikan sudah kami sediakan bagai anak kami yang ingin melanjutkan duni pendidikan. Pendidikan disini kami bekerja sama dengan Pantyi Sosial Bina Remaja. Begitu juga kursus tatarias atau salon dan menjahit kami juga bekerja sama dengan SDC”.87
86 87
Ibid., h. 185 Wawancara pribadi dengan Hasrfah Musa, STT. Jakarta, 2 Juni 2009.
70
d) Rehabilitasi psikososial Pada dasarnya rehabilitasi psikososial adalah semua bentuk pelayanan dan bantuan psikologis serta sosial yang ditunjukan untuk memulihkan kondisi fisik dan psikis serat kemlinya keberfungsian sosial.88 Bentuk rehabilitasi psikososial di Rumah Perlindungan Sosial Anak bagian program pelayanan perencanaan intervensi klien yang dimana pada anak yang sudah masuk di Rumah Perlindungan Sosial Anak ini akan diberikan suatu kegiatan. Kegiatan disini adalah bagaiman si klien yang mengalamai KDRT akan diberikan penyembuhan pada klien baik yang mengalami trauma atraupum tidak mengalami trauma. Bentuk-bentuk pelayanan rehabilitasi psikososial di Rumah Perlindungan Sosial berupa bimbingan koseling, dan terapi yang dimana akan dilakukan oleh para pekerja sosial, psikolog, dan psikiater. Sedangkan terapi juga bisa dilakukan dengan olah raga yang telah disediakan yaitu pernapasan eikido. Jadi, rehabilitasi psikososial yang di layankan di Rumah Perlindungan Sosil Anak adalah berupa bantuan psikoogis serta sosial untuk mengembalikan dan memulihkan kondisi seperti awal. ”Bentuk rehabilitasi psikososial yang kami lakukan disini adalah berupa pelayanan dan koseling oleh pekerja sosial, pengasuh dan psikolog. Dalam hal rehabilitasi psikososial dini adalah tujuannya memulihkan anak yang mengalami luka fisik dan spikis kembalinya kehidupan seperti awal yaitu fungsinya interaksi sosialnya baik dengan keluarga, lingkungan dan masyakarakat.”89
88
Carolina Nitimihardjo, “Rehabilitasi Sosial, dalam Isu-isu Tematik Pembangunan Sosial Konsepsi dan Strategi”, (Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Sosial RI, 2004)., h. 185. 89
Wawancara pribadi dengan Hasrfah Musa, STT. Jakarta, 2 Juni 2009.
71
e) Rehabilitasi Vokasional Rehabilitasi vokasional pada dasarnaya adalah rehabilitasi khusus dalam ketrampilan klien sesuia dengan minat dan bakatnya, seperti ketrampilan musik, tarik suara, masak, ketrampilan menyulam, dan olah raga.90 Peneliti melihat kegiatan rehabilitasi di Rumah Perlindungan Sosial Anak ada berupa kegiatan belajar musik, ketrampilan, olah raga (ekido). Kegiatan ini berlangsung pada adalam seminggu 2 kali pertemuan. Tujuan diadakan rehabilitasi vokasional adalah untuk membantuk pemulihan dan kembalinya keberfungsian sosial. ”Yaa..kegiatan disini ada musik, olah raga dan ketrampilan di sini dilakukan dalam satu minggu 2 kali pertemuan.”91
12. Perangkat Rehabilitasi. Perangkat rehabilitasi meliputi sarana dan prasarana yang menunjang pelaksanaan rehabilitasi. Dari perangkat rehabilitas disini adalah merupakan penunjang keberhasilan pelaksanaan program rehabilitasi di Rumah Perlindungan Sosial Anak. Sarana dan prasaran tersebut antara lain adalah: a. Program rehabilitasi Program rehabilitasi mencakup pelaksanaan prosedur rehabilitasi yang terencana, terorganisis, dan sistematis. Umumnya program rehabilitasi menjadi
90 Carolina Nitimihardjo, “Rehabilitasi Sosial, dalam Isu-isu Tematik Pembangunan Sosial Konsepsi dan Strategi”, (Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Sosial RI, 2004)., h. 165 91 Wawancara pribadi dengan Yuliah Ernawati, AKS. Jakarta 4 Juni 2009.
72
bagian dari sebuah kegiatan organisasional lembaga, baik lembaga pemerintah maupun non-pemerintah. 92 Program rehabilitasi yang ada di Rumah Perlindungan Sosial Anak adalah program khusus untuk klien KDRT. Program rrehabilitasi akan dilakukan dengan sesuai rencana, terorganisir, dan sistematis berdasarkan kondisi dan kebutuhan klien. Program rehabilitasi yang ada di RPSA khusus bagi klien memang ada. Dalam rehabilitasi di RPSA sudah ada kerja sama dengan lembaga lainnya (instansi pemerintah atau dengan lembaga swasta lainnya). Diantaranya rehabilitasi medis, pendidikan dan rehabilitasi psikososial. ”Rehabilitasi disini adalah merupakan tempat wadah penampungan atau perlindungan anak yang mengalami KDRT yang dimana klien ini mengalami gejala yang terlihat maupu tidak yaitu fisik dan psikis. Dan kegiatan rehabilitasi di RPSA seperti dirumah pada umumnya ada ibu, ayah. Kakak dan adik. Akan tetapi disini suatu pendekatan bagi klien untuk kembali keberfungsian sosialnya akibat yang di alami. Setelah proses berlangsung klien ini bisa kita rujuk atau terminasi ke keluarganya. Rehabilitasi disini hanya ada psikososial, koseling oleh pekerja sosiaL, pengasuH, rehabilitasi medis oleh dokter dan psikiater dan rehabilitasi pendidikan oleh guru serta jenis kegiatan-kegiatan yang bisa mengembalikan keberfungsian sosial”.93 b. Pelayanan Pelayanan dalam proses rehabilitasi meliputi aktivitas-aktivitas khusus yang dapat memberikan manfaat dan sesuai dengan kebutuhan klien. Penyelenggaraan pelayanan kepada klien mengintergrasikan pelbagi pendekatan,
92 Carolina Nitimihardjo, “Rehabilitasi Sosial, dalam Isu-isu Tematik Pembangunan Sosial Konsepsi dan Strategi”, (Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Sosial RI, 2004)., h. 165. 93 Wawancara pribadi dengan Hasrfah Musa, STT. Jakarta, 2 Juni 2009.
73
disiplin ilmu dan tenaga-tenaga profesional untuk mencapai tujuan dari proses rehabilitasi tersebut.94 Pelayanan yang dilakuakn di RPSA dimulai datangnya klien ke RPSA baik datang sendir, rujukan LSM/Kepolisian serta masyarakat. Pelayanan yang diberikan pertama kalinya adalah pertolongan dan perlindungan yang diamana anak yang mengalami KDRT butuh perlindungan. Kemudian pelayanan selanjutnya adalah memeberikan kebutuhan dan bahan pokok yang diberikan kepada anak tersebut. Rumah Perlindungan Sosial Anak menyelenggarakan pelayanan berupa aktifitas-aktifitas alternatif yang membantu klien dalam mengatasi permasalahan yang dihadapi. Aktivitas tersebut adalah koseling, terapi dan pelatihan untuk meningkatlan daya intelektualnya. c. Sumber Daya Manusia Sumber daya manusia di RPSA sangat baik dan pekerja keras serta setia dalam penanganan anak korban KDRT. Mulai dari pertolongan hingga terminasi. Sumber daya manusia disini terdiri dari perbagi ilmu ada yang berasalkan studynya bidang psikolog, kesejahteraan sosia dan SMK Kesejahtraan Sosial. Sumber daya manusia di RPSA semuanya hampir memiliki kreatifitas kegiatan yang unik dan edukatif sehingga dengan seperti ini anak betah dan pulih.
94 Carolina Nitimihardjo, “Rehabilitasi Sosial, dalam Isu-isu Tematik Pembangunan Sosial Konsepsi dan Strategi”, (Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Sosial RI, 2004)., h. 165. .
74
Jadi, secara pengamatan peneliti bahwa selama di beberapa kegiatan yang peneliti telusuri baik dari segi program dan SDM yang ada sudah sesuai jadwal dan pelaksanaannya kepada anak. d. Fasilitas Penunjang Dalam proses rehabilitasi di Rumah Perlindungan Sosial Anak dari pendukung rehabilitasiny secara pengamatan peneliti sangat memuaskan walaupun kekurangan itu masih ada. Tetapi dalam kegiatan proses rehabilitasi disini selalu mendudukung baik dari fasilitas yang sangat baik begitujuga kegiatan yang terarah untuk anak. Fasilitas yang dimiliki Rumah Perlindungan Sosial Anak berupa asrama penginapan dan segala perlengkapan, tempat olah raga, dan taman. Untuk rumah sakit RPSA bekerja sama dengan Rumah Sakit Polri Suskamto Kramat Jati Jakarta Timur sedangkan kalau sekolah dan tempat khursus bekerja sama dengan PSBR dan SDC. ”Yaa....alhamdulillah sih kak, selama tinggal disini saya dalam keadaan nyaman-nyaman saja baik dari tempat tinggal, teman-teman, kegiatanya dan ibu pengasuh yang bekerja disini.”95
B. ANALISIS REHABILITASI MENTAL DI RPSA 1. Analisis Proses Pelaksanaan Rehabilitasi Mental Korban Perlakuan Salah Pada Anak. Berdasarkan hasil wawancara dan observasi yang dilakukan peneliti dengan pekerja sosial, psikolog, pendamping, dan klien maka dapat dianalisa 95
Wawancara pribadi dengan Klien (S). Jakarta, 1 Juni 2009.
75
mengenai proses pelaksanaan rehabilitasi mental korban kekerasan dalam rumah tangga terhadap anak yang merupakan hasil dari analisis anatara teori rehabilitasi mental korban kekerasan terhadap anak dan temuan lapangan. maka penulis akan menguraikan analisis
proses pelaksanaan rehabilitasi mental anak yang
mengalami kekerasan di Rumah Perlindungan Sosial Anak. a. Pertolongan Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga 1) Identifikasi Identifikasi pada dasarnya adalah penelahaan awal terhadap masalah mengenai masalah perlakuan kekerasan yang di alaminya oleh klien.96 Dari hasil pengamatan penelitian bahwa di Rumah Perlindungan Sosial Anak menjalankan identifikasi kepada korban. Pada pelaksanaan indentifikasi ini dilihat pada kondisi klien dan waktu dimana pada pelaksanaan ini berlangsung dan juga dilihat pada perkembangan prilakunya. Proses ini dilakukan untuk mengetahui secara detail dan rinci permasalahan yang dihadapi. Tidak semua klien disini di identifikasi bila ada klien yang datang ke Rumah Perlindungan Sosial Anak dari rujukan LSM atau instansi kepemerintahan lainnya awal klien berada dan RPSA hanya membutuhkan data yang sudah ada dari awal sampai pendataan atau catan prilaku pada sampai saat ini atau akan dirujuk ke RPSA, identifikasi klien bila mana klien ini datang sendiri, dari kepolisisan, keluarga, dan masyarakat maka di Rumah Perlindungan Sosial akan mengidentifikasi klien tersebut dengan ada tahapan waktu dan kondisi klien yang
96
Suharto, Edi Ph.d,”Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat”, (Bandung : 2005, Rafika Adi Tama)., h.165
76
tepat, jadi pada tahapan identifikasi di RPSA peneliti tidak menemukan indentifikasi secara langsung di dalam ruangan isolasi. Identifikasi di RPSA beberapa pelayanan diantaranya identifikasi medis dalam identifikasi medis klien akan di cek kesehatan baik fisik dan spikis hal ini dilakukan di lakukan dengan Puskesmas atau Rumah sakit POLRI Kramat Jati Jakarta Timur. Dalam pemeriksaan kesehatan dan spikis bisa dilakukan rawat inap dan berobat jalan hal ini tergantung kondisi klien dan keterangan dokter serta spikiater. Dalam segi pedanaan adalah dari RPSA atau pemerintaha DEPSOS ”Identifikasi yang dilakukan di RPSA adalah memberikan pelayanan kepada pemeriksaan klien dari segi fisik dan psikis yang dialami oleh korban kekerasan serta masalah-masalah yang dialaminya. Identifikasi ini dilakukan oleh dokter, psikiater, psikolog.”97 2) Investigasi Invertigasi adalah berupa penyelidikan kasus yang dilaporkan. Pekerja sosial dapat melakukan kunjungan ke rumah, wawancara dengan anak atau dengan orang yang diduga sebagai pelaku mengenai tuduhan yang dilaporkan.98 Dalam pengamatan di RPSA bahwa investigasi yang di alami klien kepada korban tetap ada tetapi ini bekerja sama dengan pihak kepolisisan. Rumah Perlindungan Sosial Anak melayani perlindungan sementara dan masalah investigasi pekerja sosial di RPSA dapat melakukan kunjungan ke rumah, wawancara dengan anak (klien) atau pelaku. Tetapi dilakukannya secara bertahap mencari kondisi dan waktu yang tepat.
97
Wawancara pribadi dengan Hasrifah Musa, SST. Jakarta, 2 Juni 2009. Suharto, Edi Ph.d,”Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat”, (Bandung : 2005, Rafika Adi Tama)., h.165 98
77
”Bentuk investigasi disini RPSA bekerja sama dengan pihak advokasi dan kepolisian. Dari sini hubungan mitra RPSA dalam keseriusan penanganan perlakuan salah terhadap anak.” 99 3) Intervensi Intervensi pada dasarnya pertolongan terhadap anak dan keluarganya yang dapat berupa bantuan kongkrit (uang, barang, perumahan), bantuan penunjang (penitipan
anak,
pelatihan
menajemen
stress,
perawatan
medis),
atau
penyembuhan (koseling terapi kelompok, rehabilitasi sosial).100 Intervesi di RPSA adalah berbentuk penanganan klien agar diamana bisa menjalani suatu proses permasalahan yang dialami. Intervensi dilakukan pada waktu diidentitifikasinya korban pada setelah kejadian. bentuk intervensi yang dilakukan oleh klien tidak langsung berbentuk suatu pertanyaan atau wawancara kepada klien, dan begitu juga menulis suatu from lembaran. Tetapi bentuk intervensi disini dengan cara pendekatan personal. Pada tahapan intervensi di RPSA dilakukan kepada psikolog, pekerja sosial dan pengasuh dari ketiga bidang ini akan melakukannya dengan cara santai seperti interaksi sosial diawali dengan perkenalan, setelah itu ada kenyamanan dan saling mengenal dintaranya. Dan disitulah baru akan terjadi komunikasi yang baik dan melontarkan suatu pertanyaan dengan tidak serius tapi kadang kala klien mendatangi kami seperti menceritakan keadaan sekarang dan meminta saran. Hamabatan dalam intervensi adalah bila ada klien yang mengalami taruma cukup kepanjangan.
99
Wawancara pribadi dengan Hasrifah Musa, SST. Jakarta, 2 Juni 2009. Suharto, Edi Ph.d,”Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat”, (Bandung : 2005, Rafika Adi Tama)., h.165
100
78
”Intervensi dilakukan bukan pada dalam seharian tetapi bertahap dan melihat situasi klien tersebut..intervensi dilakukan tidak secara formal tetapi non formal, semisaknya dalam keadaan bermain dengan para pekerja sosial dan kepada bidang lainnya. Nah dari situ akan tahu sejauh mana anak ini punya masalah yang dialaminya”101 4) Terminasi Terminasi di RPSA adalah bentuk pengakhiran dan pemulangan klien. Dalam proses klien di terminasi adalah adanya suatu perubahan pada klien dari segi keberfungsian sosial serat interaksi sosialnya begitu juga keluarga menerima kehadiran anaknya begitu juga klien siap kembali. Hakikat dari terminasi di RPSA adalah pemutusan pelayanan secara profesional dengan korban tindak kekerasan, setelah dimana korban sudah dinyatakan pulih dari masalah-masalah yang dihadapinya. Adapun tujuan dari terminasi adalah mengakhiri pelayanan klien secara adminitratif dan teknis. Terminasi adalah pengakhiran dan penutupan kasus yang dapat disebabkan oleh beberapa faktor: keluraga membaik, anak tidak lagi berada dalam bahaya, keluarga memburuk sehingga anak harus dilepaskan dari keluarganya dan ditempatkan dalam asuhan di luar keluarganya sendiri (foster care).102 Terminasi bisa dilakukan dari hasil evaluasi selama 1 tahun bilamana keluarganya/keluarga pengganti sudah dapat melakukan fungsi dan peranannya dengan baik. Kontrak dapat dicaput bilamana pihak keluarganya tidak dapat memenuhi kesepakatan (kontrak) yang telah dibuat. ”Terminasi disini adalah pengakhiran pelayanan, tetapi bukan berarti penghentian program pelayanan karena setelah terminasi disini adalah minotoring oleh instansi yang ada dimana anak tersebut tinggal”. 103 101
Wawancara pribadi dengan Hasrifah Musa, SST. Jakarta, 2 Juni 2009. Suharto, Edi Ph.d, h. 165 103 Wawancara pribadi dengan Hasrifah Musa, SST. Jakarta, 2 Juni 2009. 102
79
b. Tahapan Rehabilitasi Psikososial. 1) Tahapan Penelitian (study phase) Maksud dari tahapan penelitian ini dimana klien menjalin relasi dengan ceseworker. Pada tahapan ini peneliti menemukan bagaimana cara penyelesaian permasalahan yang di alami pada anak oleh pekerja sosial, psikolog dan pengasuh. Dari ketiga pelbagi atau bidang pekerjaan di RPSA hampir semuanya bergerak dan pedulu dalam bekerja samanya untuk memecahkan atau menolong klien yang dialaminya. Sebelum proses ini dilakukan adalah adanya klien di RPSA. Dengan adanya klien di RPSA maka yang dilakukan adalah mencari atau indentifikasi permasalahan yang dialami. Di RPSA sangat beda dengan lembaga instansi pemerintah yang lainnya seperti lembaga hukum dan kepolisian yang dimana bila ada klien mengunjungi kedua instansi tersebut maka langsung ketawan kronologis permasalahannya yaitu langsungnnya lontaran pertanyaan dan identivikasi dilakukan. Peneliti melihatnya bahwa di RPSA melakukan dahulu dengan penelitian kepada klien. Fungsi dan tujuan penelitian terhadap anak adalah untuk mencari sejauh mana klien tersebut mengahadapi masalahnya bisa dilihat dari prilakunya dan gerak-geriknya saat berinteraksi sebelumnya pekerja sosial dan lainnya sudah menjalin relasi dengan klien.
80
2) Tahapan Pengkajian (asesment phase) Pada tahapan ini, pekerja sosial sudah mengidentifikasi permasalahan khusus yang terjadi pada klien. Sehingga pekerja sosial mendapatkan pemahaman yang menyeluruh terhadap permasalahan klien. ”Pada tahapan ini, kami banyak mengalami kendala yaitu banyaknya klien yang mengalami trauma pada tingkatannya. Dari sini kasus-perkasus akan kami kaji. Dan bagaimana tindak lanjutnya dalam penyelesaian masalah yang dialami. Dalam melakukan pengkajian tidak bisa dalam satu minggu tetapi butuh waktu yang panjang. Sampai saatnya klien merasa nyaman sama kita.”104 3) Tahapan Intervensi Pada pelaksanaan ini program rehabilitasi, pekerja sosial sudah melakukan intervensi yang efektif sejak kontak pertama dilakukan. Pada tahapan ini pekerja sosial harus bisa mengembangkan intervensi awal melalui empati yang optimal terhadap permasalahan pada klien. Dalam empati itu sangat penting dalam mengungkapkan permasalahan dan perasaan. 4) Tahapan Terminasi Fase ini merupakan yang dimana klien dan relasi dihentikan. Tahapan ini di RPSA bisa dilakukan bilamana klien sudah mengalami perubahan baik fisik dan spikisnya serta kembalinya keberfungsian sosialnya. Untuk terjadinya pemulangan harus ada proses dahulu yaitu yang dari kedua belah pihak antara klien dan keluarganya sudah sama-sama menerima. Bila salah satu terjadi tidak menerima maka klien akan dipertahankan dahulu atau dirujuk ke panti yang sesuai yang ada pada prilakunya.
104
Wawancara pribadi dengan Hasrfah Musa, STT. Jakarta, 2 Juni 2009.
81
5) Monitoring Pada tahapan ini dilakukan pada saat klien sudah berada di keluarganya. Maka yang dilakukan RPSA adalah melakukan monitoring selama satu tahun. Monitoring ini bisa dilakukan dengan instansi pemerintah yang ada atau bekerja sama dengan lembaga swasta yang ada ditingkat daerah. Bentuk monitoring yang dilakukan adalah dari klien dan keluarganya. Bagaimanakah sikap dan perilaku klien pada saat itu. ”Kami RPSA akan melanjutkannya yaitu dengan monitoring klien dan keluarganya bekerja sama dengan pemda dan lsm di tempatnya klien tinggal. Monitoring dilakukan selama satu tahun.” 105
c. Pelaksanaan Rehablitasi Mental bagi KDRT pada Anak. 1) Waktu pelaksanaan Rumah perlindungan sosial anak merupakan tempat perlindungan kusus korban
KDRT
pada
anak
yang
telah
mengalami
trauma
akibat
kehilangan/keterpisahan dengan orang tua, child abuse, dan trafficing. Maka dari itu perlu ada rehabilitasi mental anak karena secara permasalahannya maka anak yuang mengalami perlakuan salah akan mengalami masalah pada baik fisik atau spikisnya.. Tujuan proses pelaksanaan rehabilitasi ini dilakukan agar klien bisa pulih kembali pada kehidupan sebelumnya. Proses pelaksanaan rehabilitasi mental anak korban kekerasan dalam rumah tangga sebagai keterangan analisa sebelumnya.
105
Wawancara pribadi dengan Hasrfah Musa, STT. Jakarta, 2 Juni 2009.
82
2). Kegiatan Rehabilitasi Adapun kegiatan rehabilitasi yang diberikan oleh RPSA dalam membantu korban dalam pemulihan mental anak yang dilakukan oleh tim pekerja sosial, psikologi, pengasuh, dan guru antara lain: a. Kegiatan ketrampilan seperti : ketrampilan memasak, menyulam, dan menjahit. b. Kegiatan yang berhubungan dengan sain : yaitu anak-anak mengikuti kegiatan-kegiatan formal seperti sekolah. c. Kegiatan religi seperti : pendidikan shalat, Baca Qur’an (khusus beraganma Islam) untuk agama lain maka disesuaikan. d. Kegiatan seni : belajar musik e. Kegiatan olah raga : bermain basket, ekido, lari pagi. f. Dan kegiatan : wisata alam. Dari kegiatan diatas merupakan bagian program yang di berikan RPSA untuk membantu dalam pemulihan dan kembalinya keberfungsian sosial di tengah-tengah lingkungan masyarakat. Kegiatan-kegiatan ini hanya sebagai sarana penunjang aktifitas anak di RPSA dengan tujuan membentuk kenyamanan anak (klien). Oleh karena itu RPSA mempunyai tanggung jawab untuk menjadi suatu wadah perlindungan dan sekaligus pemulihan anak-anak yang mengalami trauma. 3). Metode dan Pendekatan Dari berbagai kegiatan yang dilakukan oleh pekerja sosial, psikolog, dan pendamping guna menghasilkan yang terbaik bagi kehidupan klien. Oleh karena itu dalam melakukan penanganan terhadap anak yang membutuhkan perlidungan
83
khusus dilakukan dengan menggunakan pendekatan psikososial. Pendekatan ini untuk bisa mengembalikan situasi normal kehidupan anak dengan melakukan pemulihan (recovery) yang memadukan antara pemulihan secara psikologis dan sosial termasuk didalamnya ada bimbingan koseling baik itu individu maupun kelompok. Adapun pendekatan yang dilakukan dalam pelaksanaan rehabilitasi mental pada anak di RPSA adalah sebagai berikut:106 1. Pendekatan partisipasif. Dimanan pendekatan ini dilakukan untuk meningkatkan peran serta semua pihak dalam upaya perlindungan bagai anak-anak yang mengalami perlakuan salah terhadap anak. 2. Pendekatan katalis. Dimana pendekatan ini dilakukan langsung oleh pekerja sosial kepada klien untuk membantu klien menyelesaikan permaslahan yang sedang dihadapi. Pendekatan ini dilakukan dengan cara kontak langsung. 3. Pendekatan informatif. Pendekatan ini dilakukan secara tidak langsung akan tetapi sangat membantu sekali dalam penyelesaian permasalahan yang dihadapi, jika pendekatan ini harus dilakukan secara tepat waktu dan akurat serta media yang sesuai maka akanmenghasilkan suatu yang kondusif.
106
Wawancara pribadi dengan Hasrfah Musa, STT. Jakarta, 2 Juni 2009.
84
4. Pendekatan konsulatif. Pendekatan
ini
dilakukan
guna
mendapatkan
persamaan
dalam
penyelesaian permasalahan. 2. Hasil Pelaksanaan Rehabilitasi Mental Anak di RPSA. Penulis mendapatkan kenyataan dan respon positif dari klien dan pekerja sosial mengenai pelaksanaan rehabilitasi mental anak korban kekerasan. Dengan melakukan kegiatan wawancara dan observasi dari dua responden (klien). Mereka adalah klien-klien yang pernah menjalani proses rehabilitasi mental di Rumah Perlindungan Sosial Anak. Dari hasil wawancara dan observasi yang dilakukan penulis menunjukan adanya perubahan terhadap prilaku anak dalam menjalankan proses rehabilitasi mental. “Ya...ada, diantaranya adanya perubahan prilaku anak, yang dimana sebelumnya anak yang mengalami kekerasan merasa ketakutan, cemas, dan minder dari lingkungan sosial. Anak yang sudah tinggal di RPSA akan dilayani seperti keluraga sendiri oleh para pekerja sosial. Perubahan pada prilaku bisa terjadi dengan berbagai macam kegiatan yang dilakukan RPSA. Dengan adanya kegiatan di RPSA maka anak akan kembali keberfungsian sosialnya, begitu juga dengan program bimbingan konseling serta fasilitas yang mendukung. Lamanya perubahan prilaku tergantung pada tingkatan trauma yang dialaminya, paling lama enam bulan sampai satu tahun untuk tercapainya perubahan ada prilaku anak.”107
Dari hasil penelitian bahwa adanya keseriusan pihak RPSA ini dalam membantu anak-anak korban kekerasan dalam rumah tangga ini sesuai dengan prosedur dan keprofesionalan dari bidangnya, dintaranya para pekerja sosial, psikolog, dan pendamping. “Yah..dalam penanganan anak korban kekerasan di RPSA psikolog mengambil peran khusus pada saat anak itu dalam keadaan trauma dan 107
Wawancara pribadi dengan Ike Mustike, S.Pi.. Jakarta, 25 Mei 2009.
85
disinilah kita akan mengintervensi anak tersebut tetapi pada tahapan ini psikolog merencanakan pada anak tersebut pertama kali datang ke RPSA baik itu rujukan LSM, dari masyarakat, atau datang sendiri. Akan tetapi bila anak sudah berada di RPSA selama 1 jam lebih dalam seharian di RPSA maka anak tersebut akan menjadi suatu fokus pada semua bidang pekerja sosial, pengasuh dan psikolog sendiri. Jadi disini kita kerjasama tim dan juga kita sebelum menangani anak tersebut akan ada pertemuan diantara tiga bidang profesional tersebut.”108 Selama observasi peneliti mendapatkan data klien dan pernah mengisi kegiatan di tengah-tengah klien. Diantaranya klien masih berkisar usia 2 – 18 tahun. DATA KLIEN RPSA TAHUN 2008109 No
108 109
NAMA
UMUR
AGAMA
KASUS
1.
Wrs
16 Th
Islam
Traficking
2.
Ln
12 Th
Islam
Neglect
3.
Wi
12 Th
Islam
Traficking
4.
Ym
15 Th
Islam
Traficking
5.
Rau
16 Th
Islam
Traficking
6.
En
14 Th
Islam
Abuse
7.
Nr
16 Th
Kristen
8.
Ki
10 Th
Islam
Neglect
9.
Ja
12 Th
Islam
Neglect
10.
Pu
13 Th
Islam
Abuse
11.
Cu
15 Th
Islam
Traficking
12.
Ars
12 Th
Islam
Traficking
13.
Slm
15 Th
Islam
Traficking
14.
Sa
16 Th
Islam
Traficking
15.
Ar
13 Th
Islam
Traficking
Wawancara pribadi dengan Hasrifah Musa, SST. Jakarta, 2 Juni 2009. Data Klien RPSA Jakarta. Tahun 2008.
Traficking
86
16.
Yn
18 Th
Islam
Abuse
17.
Ra
7 bln
Islam
Neglect
18.
Ri
21 Th
Islam
Traficking
19.
Eka
9 bln
Islam
Neglect
20.
Tg
5 bln
Islam
Neglect
21.
Eki
9 bln
Islam
Neglect
22.
Tk
15 Th
Islam
Abuse
23.
Tari
18 Th
Islam
Traficking
24.
Wt
16 Th
Islam
Abuse
25.
Db
14 Th
Islam
Abuse
26.
Ft
16 Th
Islam
Abuse
27.
Ct
18 Th
Islam
Abuse
28.
Nv
17 Th
Islam
Traficking
29.
Ss
18 Th
Islam
Abuse
30.
Ksy
13 Th
Islam
Neglect
31.
Yt
18 Th
Islam
Abuse
Klien lebih banyak adalah kaum wanita di bandingkan laki-laki. Wilayah tempat tinggal klien lebih banyak berasal daerah Jawa, serta latar belakang keluarga yang berbeda-beda, diantaranya dari segi ekonomi, dan pendidikan. Anak-anak yang mengalami kekerasan tersebut memiliki potensi dalam diri yang sangat baik, mereka adalah merupakan anak-anak harapan bangsa ini.
“ Ya…Korban kekerasan yang ada di RPSA lebih dominan wanita dari pada laki-laki. Bentuk kekerasan yang dialamipun juga berbeda-beda, dintaranya korban traficking, neglect, abuse, dan seksual.”110
110
Wawancara pribadi dengan Hasrifah Musa, SST. Jakarta, 2 Juni 2009.
87
Rumah perlindungan Sosial Anak Jakarta berdiri pada tahun 2007. Dari awal berdirinya RPSA Jakarta ini peneliti melihat banyak keberhasilan dan kemajuan yang dicapai diantaranya keberhasilan pelaksanaan program rehabilitasi mental anak dan perubahan pada klien yang mengalami trauma. ”Dalam penanganan anak yang mengalami trauma ringan bisa di tangani oleh pekerja sosial dan psikolog itu kalau anak tersebut masih dilingkungan RPSA, tetapi kalau masalahnya sudah sampai pada gangguan mental maka akan dirujuk ke spikolog dan spikiater setelah itu ada keterangan bahwa anak ini adalah penyakit mental bawaan dan ini tidak cenderung permanen dan kemudian di rawat jalan dan juga ada pemisahan dengan anak lainnya agar tidak ada kejadian sesuatu pada anak yang sudah melewati trauma atau tidak menggagu. Keseharian pekerja sosial menangani anak ini adalah selalu memantau perkembangan anak tersebut dari prilakunya apakah dia masih sama seperti apa sebelumnya”.111
Faktor pendukung dan hambatan dalam pelaksanaan rehabitasi mental anak korban kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan oleh pihak RPSA adalah. “Pendukung: 1. SDM yang bagus serta professional ini sangat membantu dalam pelayanan. 2. Jejaring yang kuat pastinya dalam pelayanan kepada anak itu sangat mendudkung misalanya medis, pendidikan, hukum, kepolisian dan masyarakat serta minotoring. 3. lembaga yang tidak stagnan maka kita selalu berubah-ubah tergantung pada kondisi anak dan juga yang terbaik untuk kepentingan anak. Begitu juga mahasiswa yang parktikum yang membantu serta serius dalam mengisi waktu kegiatannya kepada anak dan itu ada evaluasi dari kami dan juga tanggapan anak-anak. Hambatannya: 1. terbatasnya biaya seperti ada anak yang sakit maka harus dirujuk kerumah sakit maka anggaran inilah yang agak sulit. 2. pendidikan bagi anak yang mau sekolah, kita kesulitannya adalah mencari sekolah yang mau menerima anak yang kondisi seperti ini dan terbatasnya anggaran. 111
Wawancara pribadi dengan Hasrifah Musa, SST. Jakarta, 2 Juni 2009.
88
3. komplikasi masalah, baik dari masalah operandisnya terus masalahmasalah yang sudah terjadi atau yang sudah kompleks,misalanya begini ada anak yang ingin berusaha bunuh diri karena dia sudah amalu dengan apa yang dia alami, terus tidak mau ikut kegiatan akarena ia merasa salah apa-apa masa lalunya dan tidak panta lagi pada pandangannya sendiri.”112
Program bimbingan konseling yang dilakukan tidak secara formal tetapi dengan cara non formal, dimana klien itu menghampiri dan bercerita ke salah satu pengurus RPSA. Salah satu fungsi bimbingan koseling disini sangat baik untuk kedepan klien tersebut diantaranya mengembalikan kehidupan mereka seperti semula lagi dan klien bisa keluar dari permasalahan yang sedang dihadapinya. ”Koseling disini adalah koseling informal bukan koseling formal. Kalu koseling formal adalah dimana klien dan psikolog dalam satu ruangan dan kami disini tidak menggunakan metode itu tapi yang kita gunakan koseling informal seperti dinamika kelompok. Dinamika kelompok disini satu bicara satu mendengarkan, bisa juga dengan pemberian suatu materi kasu, misalnya begini ada seorang yang mencuri terus anak tersebut kita minta tanggapannya dan kita ambil kesimpulan dari kasus tersebut dari sisi itulah bentuk koseling kita disini. Kadang ada juga anak-anak disini yang langsung menghampiri psikolog atau pekerja sosial ya dia minta bimbingan stelah itu kita ambil kesimpulan dan beri solusi serta motivasi.”113 Kegiatan yang mendukung dalam mengurangi trauma klien yang dialami adalah adanya kegiatan vokasional, ekido, olahraga, dan refreshing yang dilakukan RPSA Jakarta. ”Program di RPSA adalah pengisian waktu luang, membawa anak berolah raga seperti ekido, tetapi kalu pada jam-jam tertentu apakah olah raga pagi dengan senam dan juga ada program-program yang sudah ditentukan oleh kantor. Disini saya dan teman lainnya hanya melaksanakannya tujuan dari program ini diantaranya membuat klien merasa nyaman dan pulihnya mental klien yang mengalami kekerasan.”114
112
Wawancara pribadi dengan Hasrifah Musa, SST. Jakarta, 2 Juni 2009. Ibid. 114 Ibid. 113
89
Anak-anak yang telah lama mengikuti kegiatan rehabilitasi di RPSA mereka telah siap untuk kembali dan ada juga yang tidak mau kembali ke dalam keluarganya kerena mental yang masih belum siap atau stabil. Bagi anak yang sudah siap dilepas maka RPSA tidak langsung lepas begitu saja, akan tetapi ada kerja sama dengan instansi pemerintah atau LSM di wilyah tempat anak tinggal diantaranya memonitoring prilaku anak dan keluarganya. Pemantau ini dilakukan paling lama satu tahun. Mereka pulang dengan diantar oleh pengurus-pengurus RPSA. Adapun mereka yang tidak siap dipulangkann sedang pihak dari keluarga memintanya maka RPSA memiliki sikap diantaranya belum bisa memulangkan dengan kekhawatiran bahwa anak tersebut belum stabil. Ada juga anak yang siap tetapi keluarga yang tidak menerima kehadirannya maka RPSA tetap memberikan pelayanan di RPSA, begitu juga dari pihak RPSA berusaha memberikan arahan kepada keluarga. ”Terminasi disini adalah pengakhiran pelayanan, tetapi bukan berarti penghentian program pelayanan karena setelah terminasi disini adalah minotoring oleh instansi yang ada dimana anak tersebut tinggal”. “Semua terminasi ada bantuan tetapi hanya bantuan akses pelayanan. Pelayanan apa yang kita lanjutkan kemudian siapa yang bisa membantu mereka, jadi kita hubungkan dengan sistenm sumber, ada juaga anak-anak yang kita Bantu dari segi pendidikannya karena dia focus pada itu kalau dia tidak kita Bantu maka dia akan mengalami apa yang dia alami sebelumnya".115
115
Wawancara pribadi dengan Hasrifah Musa, SST. Jakarta, 2 Juni 2009.
90
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan analisis yang telah diuraikan pada babbab sebelumnya, penulis mengambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Kekerasan pada anak atau perlakuan salah pada anak adalah suatu tindakan semena-mena yang dilakukan oleh seseorang seharusnya menjaga dan melindungi anak (caretaker) pada seorang anak baik secara fisik, seksual, maupun emosi. Kekerasan yang terjadi pada anak (child abuse) dapat menyebabkan trauma pada anak, dan trauma tersebut terjadi berkepanjangan Artinya bahwa anak akan mengingat selalu apa yang pernah mengalami kekerasan sehingga setelah meranjak remaja dan dewasa kelak akan merasa dihantui rasa takut dengan perasaan menyalahkan diri, penuh kecurigaan pada orang yang belum dikenal dan permasalahan ini anak berakibat fatal jika pada masa tersebut anak sudah mengalami tindakan kekerasan dan ia tidak mampu dalam penyesuain diri dalam lingkungan sosialnya. 2. Rehabilitasi adalah pemulihan kepada kedudukan yang dahulu, perbaikan anggota tubuh yang cacat dan sebagainya atas individu (misal pasien rumah sakit, korban bencana) supaya menjadi manusia yang berguna dan memiliki tempat dimasyarakat.
91
Mental adalah satu kekutan yang utuh dan terbentuk dalam suatu wujud kegiatan yang merupakan gambaran yang jelas antara suasana yang sedang mereka lakukan, sehingga hal ini dapat dilihat dalam wujud tingkah laku seseorang dalam bentuk baik wajar maupun tidak wajar. Jadi rehabilitasi mental adalah pemulihan kepada kedudukan yang dahulu, atau perbaikan pada jiwa untuh kembali. 3. Keberhasilan RPSA yang telah dicapai diantaranya adalah pelaksanaan rehabilitasi mental anak korban kekerasana dalam rumah tangga. Adapun untuk pelaksanaannya adalah: a). Pertolongan korban kekerasan dalam rumah tangga b). Tahapan rehabilitasi psikososial. c). Pelaksanaan rehabilitasi bagi KDRT pada anak. Disamping itu pelaksanaan rehabilitasi mental yang dilaksanakan di Rumah Perlindungan Sosial Anak korban kekerasan dalam rumah tangga sangat baik diantara pekerja sosial, psikolog, pengasuh, dokter, psikiater, terapis, dan korban terjalin hubungan kekeluargaan telah melekat dalam diri klien. Sehingga klien merasa aman dan nyaman dan tidak merasa takut seperti pertama kali klien datang ke RPSA. B. Saran 1. Saran Metodologi a) Dalam penelitian ini terdapat beberapa keterbatasan antara lain, waktu penelitian yang singkat dan intem pertanyaan yang kurang mendalam. Oleh sebab itu, untuk penelitian lebih lanjut diharapkan adanya
92
persiapan yang matang sebelum penelitian dilakukan misalnya terlebih dahulu menjalin hubungan baik dengan subjek, mengembangkan intem-intem pertanyaan dan, sebagainya. Hal ini dilakukan agar good rapport antara subyek dan peneliti telah terjalin sehingga data-data dan informasi yang diperoleh dapat lebih lengkap dan menyeluruh. b) Kepada seluruh pihak RPSA terutama pekerja sosial, psikolog, pengasuh agar selalu sering memberikan motivasi semangat kepada anak yang kekerasan dalam rumah tangga. c) Untuk klien agar lebih sering berkonsultasi dengan pekerja sosial dan psikolog agar masalah yang dihadapi segera diselesaikan. 2. Saran Praktis a) Kepada korban, agar menyadari bahwa bentuk kekerasan adalah bagian dari kriminal dan tidak satupun seseorang tidak menerima tindakan kekerasan. Oleh sebab itu sudah semestinya masalah kekerasan harus dihentikan. b) Kepada masyarakat luas, diharapkan mampu menjalankan fungsinya sebagai kontrol sosial serta memberi dukungan dan respon yang positif terhadap permasalahn kekerasan dalam rumah tangga.
93
Daftar Pustaka
Buku: Adi, Isbandi Rukminto. Pemikiran-pemikiran dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial. Jakarta: FISIP UI, 2002. Adi, sbandi Rukminto. Psikologi Pekerja Sosial Ilmu Kesejahteraan Sosial Dasar-dasar Pemikiran. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada Adi, Isbandi Rukminto. Pemberdayaan Pengembangan Masyarakat dan Intervensi Komunitas. Pengantar pada Pemikiran dan Pendekatan Praktis. Jakarta: Falkutas Ekonomi Universitas Indonesia. Adi,Isbandi Adi, Isbanndi Rukminto. Ilmu Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial. Jakarta: FISIP UI, 2005. Adam Kuper & Jessica Kuper. Disability (Ensiklopedia Ilmu-ilmu Sosial) Edisi Ke 2 Terjemahan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000. Ahmadi, A. Psikologi Sosial. Jakarta: PT. Bineka Cipta, 2003. Al Nawawi, Tahrir Alfaz Al-Tanbih, di-tahqiq oleh Abd al-Gani al-Daqr Damaskus: Daar El-Qolam, 1408 H. Atherton dan Klemmack dalam Irawan Soehartono. Metode Penelitian Sosial. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004. Anton M. Moelino, Kamus Besar Bahasa Indonesia.Jakarta: Balai Pustaka, 1998. Anur Rahim Faqih,Bimbingan dan Koseling dalam Islam,.(Yogyakarta: UII Press, 2001. Burhanuddin, Yusak. Kesehatan mental. Bandung: CV. Pustaka Setia, 1999. Carolina Nitimihardjo. Rehabilitasi Sosial, dalam Isu-isu Tematik Pembagunan Sosial Konsepsi dan Strategi. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Sosial RI, 2004. DEPSOS RI. Standar Rehabilitasi Psikososial Korban Tindak Kekerasan. Jakarta: Direktorat Bantuan dan Jaminan Sosial, Direktorat Bantuan Sosil Departemen Sosial RI. 2003. DEPSOS RI. Panduan Pekerja Sosial di Lingkungan DEPSOS RI. Jakarta: Sekretaris Jendral, 1998. DEPSOS RI. Pola Pembangunan Kesejahteraan Sosial. Jakarta: Departemen Sosial RI., 2004r DEPSOS RI. Pedoman Pencegahan Trafiking dan Rehabilitas Sosial Anak Korban Trafiking. Jakarta: DepSos RI Direktorat Pelayanan Sosial, 2004. E. Kristi Poerwandari (Fakultas Psikologi Universitas Indonesia). Pendekatan Kualitatif Dalam Penelitian Psikologi. Jakarta : Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi (LPSP3) UI, 1998 Elfi Yuliani Rochmah, M.Pd.I, Psikologi Perkembangan. Yogyakarta:Teras,2005 Elli N. Hasbianto, Menakar Harga Perempuan. Kekerasan Dalam Rumah Tangga Sebuah Kejahatan Tersembunyi. Jakarta: Mizan. 1998.
94
Ima, Susilowati., dkk. Pengertian Konvensi Hak Anak. Jakarta: Harapan Prima, 2003. Irawan Soehartono, Metode Penelitian Sosial : Suatu teknik penelitian bidang kesejahteraan sosial dan ilmu sosial lainnya. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. 2004. H. Abu Ahmadi, Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Jalaluddin, Rakhmat. Anak Indonesia Teraniaya, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1999. Lawrence W. Neuman, Social Research Methods:Qualitative dan Quantitative Aproaches. Needhams Heights: Allyn & Bacon. 2000. Lexi J. Moleong. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005. Luth, Ketut, Suryani. Atasi Masalah Dengan Kemampuan Spritual Anda. Jakarta: PT. Intisari Mediatama, 2004. Meely G. Tan. Masalah Perencanaan Penelitian dalam Koentjaraningrat. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama. 1990. Nina Yususf,dkk, Panduan Konselor Tentang KDRT. Jakarta: LKP2 Fatayat NU dan The Asia Faundation, 2003. Prof. Dr. Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung : PT. Alvabeta, April 2007. R. Roberts, Albert dan Gilbert J. Grecne. Buku Pintar Pekerja Sosial. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2008. Suharto, Ph.D, Edi. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat. Bandung: Rafika Adi Tama, 2005. Suradi. Perubahan Sosial Budaya (Implikasi terhadap kebijakan sosial dan pelayanan asosial bagi anak, keluarga dan pengembangan masyarakat). Surabaya: Swastika Cipta Media, 2007. Syamsu Yusuf. Mental Hygiene Pengembangan Kesehatan Mental dalam Kajian Psikologi dan Agama. Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2004. Tim Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahsa. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 1998. T. Sumarnonugroho, Sistem Intervensi Kesejahteraan Sosial.1991. Undang-undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 2003. Wasty Soemanto, Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta, 1990. Zakiah Daradjat. Peranan Agama dalam Kesehatan Mental. Jakarta: CV. Haji Masagung, 1994. ____________Al-Qur’an Terjemahan, Al-Hikmah. Bandung: CV. Penerbit Diponogoro, 2007. Makalah: Dra. Herlini Amran MA. Makalah ini disampaikan pada Seminar Online arisma ke-3, dengan Tema: ”Kekerasan Pada Anak: Efek Psikis, Fisik, dan Tinjauan Agama.”Dunia Maya, 13-19 September 2004 Irwanto. (2002). Kasus kekerasn anak dan Kekerasan pada anak di Indonesia. Makalah seminar nasional pencegahan kejahatan terhadap anak fokus bahasan kekerasan terhadap anak. 11 juni 2006.
95
Kasran, S. Penelataran dan Perlakuan salah terhadapa Anak dalam Kehidupan Militer. Disampaikan dalam Seminar Nasional Penelantaran dan Perlakuan Salah terhadapa Anak; Kumpulan Makalah. Yogyakarta; Falkutas Psikologi Universitas Gadjah Mada dan BP3K Depertemen Pendidikan dan Kebudayaan. 2006. Artikel Internet: Al-Mubarok,Zaky. (4 juni 2006). Tindakan kekerasan anak naik dratis. Retrieved Juni 2006.www.tempo.co.id. Fields, Tim. (2002). Issues Related to Bullying: Abuse. www.Successunling.co.uk/related/abuse.htm#abuse. Kartono, Kartini (1982). ”Peranan Keluarga Pemandu Anak”. Jakarta: CV. Rajawali. Ans. (15 juli 2006). ”Menyosong hari anak-anak nasiona”,l. Retrived februari 2007. www.sctv.co.id. Mulyadi, Seto. “Kekerasan pada Anak” http:///www.kompas.com/kompascetak/0601/14/opini//2361025.htm. Sirait, Aris Merdeka. “Hentikan Kekerasan Terhadap Anak Sekarang!”, (http://portal.cbn.net.id/cbrtl/cyberwoman/detail.aspx?x=hot=topicc&y=cy berwoman) Hot Topic Fri, 24 Aug 2007. Shintoko, Adjie.”Kemiskinan picu kekerasan terhadap anak” Tempo, 13 Januari 2006. http://www.teempointeraktif.com/hg/jakarta/2006/01/13/brk. UU perlindungan anak. www.kpai.go.id. Kompas, Tajuk Rencana. “Perlakuan Salah pada Anak” Rabu. 18 Januari 2006. http://www.kompas.com/kompas-cetak/0601/18/opini/2372604.htm Skripsi: Sari,N.R. ”Prilaku Coping Pada Anak Yang Pernah Mengalami Tindak Kekerasan” (Child Abuse)”. Skripsi Psikologi UIN Syahid Jakarta: 2007. Lain-lain: Wawancara Pribadi dengan Hasrifah Musa, STT. Jakarta, 25 Mi 2009. Wawancara Pribadi dengan Ike Mustike, P. Si. Jakarta, 25 Mei 2009. Wawancara Pribadi dengan Yuliana Ernawati,AKS. Jakarta, 30 Mei 2009. Wawancara Pribadi dengan S. Jakarta, 2 Juni 2009. Wawancara Pribadi dengan E. Jakarta, 4 Juni 2009.
96
LAMPIRAN-LAMPIRAN
STRUKTUR RPSA PIMPINAN / KEPALA
SEKRETARIAT KELOMPOK PROFESI: Pekerja Sosial, Psikolog, Dokter, Spikiater, Pengasuh, Guru, Polisi, Terapis
Bidang Menj. Kasus
Bidang Rehabilitasi
Keterangan: Alur komando konsultatif Alur garis tugas
Bidang Pengasuh
Bidang Rujukan
97
SUSUNAN PEGAWAI RUMAH PERLINDUNGAN SOSIAL ANAK (RPSA)-JAKARTA DEPARTEMEN SOSIAL
Ketua
: Drs. Cup Santo, M.Si. (Psikologi)
Konsultan
: Sri Subekti. B.Sc.
Ka TU
: Hasrifah Musa, SST. (Sarjana Kesejahteraan Sosial) Heni Purwanti (SMPS) M. Nurul Huda (SMPS)
Bendahara
: Dwi Astuti Setyo Rini, S.Pd.(Sarjana Pendidikan)
Pekerja Sosial : Hasrifah Musa, SST. (Sarjana Kesejahteraan Sosial) Elin Herlina, AKS. (Sarjana Kesejahteraan Sosial) Sri Wahyuni, SST. (Sarjana Kesejahteraan Sosial) Yani Suheryani, SST. (Sarjana Kesejahteraan Sosial) Yuliah Ernawati, AKS. (Sarjana Kesejahteraan Sosial) Jamaludin Nobisa, SST. (Sarjana Kesejahteraan Sosial) Pengasuh
: Mu`allimah, S.Pd. (Sarjana Pendidikan) Yuliah Ernawati, AKS. (Sarjana Kesejahteraan Sosial) Jamaludin Nobisa, SST. (Sarjana Kesejahteraan Sosial) Heni Purwanti (SMPS) M. Nurul Huda (SMPS) Popoy Haryasih (SMA) Irawati Mujiona (SMPS)
Pengisian Waktu Luang : Lusiana Puji Astuti, S.Pd. (Sarjana Pendidikan) Irawati Mujiono (SMPS) Psikolog
: Ike Mustike, S.Psi.
Bid Keamanan : Ajeng Sukisna Dewi (SMA) Agus (SMA) Sugiharto(SMP)
98
Driver
: Beni Hermawan (SMA)
Tukang Masak : Nani (SMP) Tukang Kebun : Eko (SMEA) Cleaning Servis : Marina (SMP)
99
FORMAT RENCANA INTERVENSI No.
Tujuan
Kegiatan
Penanggung Jawab
Waktu
Output
1 2 Dst
TUJUAN adalah kondisi yang ingin dicapai dalam intervensi. Tujuan boleh lebih dari sat, namun setiap tujuan harus diikuti oleh kegiatan, dst berdasarkan kolom tersebut.
KEGIATAN adalah kegiatan-kegiatan khusus yang dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut.
PENANGGUNG JAWAB adalah orang-orang yang bertanggung jawab terhadap kegiatan yang akan dilakukan.
WAKTU adalah batasan hasil-hasil yang diharapkan dari masing-masing kegiatan yang dapat menjadi indikator bahwa tujuan tercapai.
100
MATRIKS ASESMEN PSIKOSOSIAL
Situasi Kejadian Yang Kritis
Perasaan
Reaksi Terhadap Perasaan
Sistem Dukungan Sosial
SITUASI KEJADIAN YANG KRITIS, adalah kejadian-kejadian kritis yang menyebabkan gangguan anak sehinga muncul perasaan-perasaan tertentu pada anak yang dikuti oleh reaksi-reaksi lanjutkan. Kritis dalam arti menyebabkan perubahan yang dratis bagi anak.
PERASAAN, jenis-jenis perasaan yang muncul atas situasi kritis tersebut.
REAKSI TERHADAP PERASAAN, adalah reaksi anak baik positif maupun negatif terhadap perasaan yang muncul.
SISTEM DUKUNGAN SOSIAL adalah pihal-pihak orang memberikan dukungan terhadap perasaan dan reaksi anak yang muncul.
101
RUMUSAN KASUS: (Rumusan kasus dapat dieroleh dari penyebab anak meminta bantuan) …………………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………………… RIWAYAT KASUS: 0
Kapan masalah dimulai
0
Keadaan apa yang menyebabkan permasalahan
0
Berapa lama masalah terjadi
0
Apa yang telah anak lakukan untuk mengatasi masalah tersebut
LATAR BELAKANG INFORMASI 0
Informasi keluarga yang relevan
0
Riwayat hubungan keluarga
ASESSMEN: 0
Situasi yang dapat mencegah anak dari ketidak berfungsian sosial.
0
Bagaimana karakter anak (bagaimana anak melihat dirinya sendiri dan bagaimana ia memahami situasinya)
0
Sumber-sumber internal dan eksternal anak baik yang adekuat maupun tidak adekuat yang mencakup kemamuan mengambil keutusan, motivasi dan
kemampuan untuk berhubungan dan
menggunakan
relasi
pertolongan. 0
Kesadaran anak terhadap masalahnya, hasrat, dan kesiapannya melakukan pemecahan masalah.
RENCANA INTERVENSI: (Penentuan tujuan yang spesific, realistik, dapat tercapai dan batasan waktu) …………………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………………
102
PEDOMAN WAWANCARA
Nama Pekerjaan Pendidikan Waktu Wawancara Tempat Wawancara
: : Psikolog RPSA : : :
1. Apa yang dimaksud dengan pelayanan Rehabilitasi di RPSA? 2. Bagaimana proses recovery atau pemulihan pada korban kekerasan dalam rumah tangga? 3. Bagaimana melihat klien yang mengalami trauma?dan adakah cirricirinya?apa penyebabnya? 4. Bagaimana melihat korban yang mengalami trauma? 5. Bagaimana kondisi korban dalam pemulihan di RPSA? 6. Bagaimana proses rehabilitasi dilaksanakan? 7. Program koseling seperti apa dalam menangani anak korban KDRT? 8. Sejauhmana psikolog dalam membantu rehabilitasi mental spikis pada anak korban? 9. Adakah upaya pemulihan psikososial yang dilakukan kepada anak? 10. Berapa lamakan dalam penangan pemulihan spikis pada korban KDRT? 11. Sejauh mana korban KDRT yang ditangani Psikolog? 12. Bagaimana rencana terminasi dilaksanakan? 13. Adakah usaha lanjutan bagi anak yang telah diterminasi? 14. Adakah perbadaan tugas dengan pekerja sosisal (pandangan psikolog)? 15. Adakah faktor pendukung dan hambatannya dalam menangani kasus korban KDRT?
103
PEDOMAN WAWANCARA
Nama Pekerjaan Pendidikan Waktu Wawancara Tempat Wawancara
: : Pekerja Sosial : : :
1. Apa yang dimaksud dengan rehabilitasi di RPSA? 2. Program-program apa saja yang ada di RPSA dalam rehabilitasi korban KDRT? 3. Adakah model pertolongan kepada klien yang mengalami KDRT terhadap anak? 4. Apa yang dimaksud dengan gangguan spikis atau trauma dalam kecamata pekerja sosial? 5. Adakah ciri-ciri anak yang mengalami trauma? 6. Bagaimana proses pelaksanaan rehabilitasi pada anak yang mengalami trauma? 7. Bagaimana rencana terminasi akan dilaksanakan? 8. Adakah usaha lanjutan bagi klien yang sudah dipulangkan? 9. Apa-apa saja faktor pendukung dan hambatannya dalam penangan anak dalam rehabilitasi? 10. Apa dampak kekerasan pada anak?
104
PEDOMAN WAWANCARA
Nama Pekerjaan Pendidikan Waktu Wawancara Tempat Wawancara
: : Pengasuh/pendamping : : :
1. Apa sajakah tugas pengasuh? 2. Seperti apa pendekatan yang dilakukan pada klien yang memngalami trauma/stres? 3. Adakah hambatan yang pernah dirasakan dalam menangani klien? 4. Program-program apa sajakah yang ada di RPSA? 5. Apa sajakah yang harus dilakukan bila ada klien yang murung? 6. Apa yang dimaksud dengan rumah perlindungan sosial anak disini dari pandangan pengasuh? 7. Bagaiman cara meliat klien yang mengalami spikis/trauma?dan bagaimana upaya pendekatannya?
105
PEDOMAN WAWANCARA KLIEN Nama Umur Waktu Wawancara Tempat Wawancara 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
: : : :
Sudah berapa lamakah “S” berada di RPSA? Bagai mana perasaan “S” selama tinggal di RPSA? Apa saja kegiatan di RPSA setiap harinya yang ”S” ketahui? Program-program apa saja yang sudah “S” ikuti? Apa kegiatan ”S” sekarang ini? Bagaimana ”S” melihat teman-teman disini? Bila ada teman yang mengurung diri apakah ”S” peduli kepadanya?bagaimana cara untuk menenangkannya? 8. Apa sajakah yang ”S” rasakan mulai awal berada di RPSA 9. sampai saat ini? 10. Apakah ”S” ada keinginan kembali ? 11. Apa rencana ”S” setelah kembali? 12. Sebelum ada di RPSA “S” kegiatannya apa saja?pernahkah ikut pendidikan sampai jenjang apa? 13. Berapa saudara ”S” dari keluarganya?
106
PEDOMAN WAWANCARA KLIEN Nama Umur Waktu Wawancara Tempat Wawancara 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
: : : :
Sudah berapa lamakah “E” berada di RPSA? Bagai mana perasaan “E” selama tinggal di RPSA? Apa saja kegiatan di RPSA setiap harinya yang ”E” ketahui? Program-program apa saja yang sudah “E” ikuti? Apa kegiatan ”E” sekarang ini? Bagaimana ”E” melihat teman-teman disini? Bila ada teman yang mengurung diri apakah ”E” peduli kepadanya?bagaimana cara untuk menenangkannya? 8. Apa sajakah yang ”E” rasakan mulai awal berada di RPSA sampai saat ini? 9. Apakah ”E” ada keinginan 10. kembali ? 11. Apa rencana ”E” setelah kembali?
107
PEDOMAN WAWANCARA PSIKOLOG Nama Pekerjaan Pendidikan Waktu Wawancara Tempat Wawancara
No 1
2.
3.
4.
: Ike Mustike, S.Pi : Psikolog RPSA : S1 : Senin/25 Mei 2009 : Ruang Makan RPSA
Pertanyaan dan Jawaban Apa yang dimaksud dengan pelayanan Rehabilitasi di RPSA? Jawaban: Rehabilitasi disini adalah merupakan tempat wadah penampungan atau perlindungan anak yang mengalami KDRT yang dimana klien ini mengalami gejala yang terlihat maupun tidak yaitu fisik dan psikis. Dan kegiatan rehabilitasi di RPSA seperti di rumah pada umumnya ada ibu, ayah. Kakak dan adik. Akan tetapi disini suatu pendekatan bagi klien untuk kembali keberfungsian sosialnya akibat yang dialami. Setelah proses berlangsung klien ini bisa kita rujuk atau terminasi ke keluarganya. Rehabilitasi disini hanya ada psikososial, koseling oleh pekerja sosial, pengasuh, rehabilitasi medis oleh dokter dan spikiater dan rehabilitasi pendidikan oleh guru serta jenis kegiatan-kegietan yang bisa mengembalikan keberfungsian sosial. Bagaimana proses recovery atau pemulihan pada korban kekerasan dalam rumah tangga? Jawaban. Jadi di RPSA ini bagi anak terasingkan di lingkungan atau tidak normatif . jadi disinikan dengan adanya sifat kekeluargaan seperti dirumah saja, begitu mas wahid. Adakah proses pelayanan yang dilakukan awal masuk RPSA? Jawaban. Banyak, kalau masalah trauma ada lima yang benar-benar sudah kita tangani yang sudah pulih, cirri-cirinya ada anak kalau diajak bicara tidak fokus atau ketawa-ketawa sendirian terus ada anak yang prilakunya selalau menyerang baik kepada petugas ataupun dengan teman-teman lainnya. Jadi dari sisi itu kita harus bias membedakan mana yang sikotik atau mana referensi mental yang trauma atau mana yang bakat. Bagaimana melihat klien yang mengalami trauma?dan adakah ciricirinya?apa penyebabnya? Jawaban. Yaa, kita melihat ini dari kasusnya ada yang karenachild abuse, penelataran, trafiking, dan sebagainya dan dari situ bias dilihat bahwa anak
108
5.
ini mengalami gangguan spikis. Kadang ada juga prilaku yang dimunculkan pada anak abuse, biasanya biasanya dia sering dicaci maki, dipukul oleh keluarganya dan sebagainya maka anak tersebut akan merasa cemas, menyendiri, menangis bila dia melihat seseorang dipukul, murung dan sebagainya. Bagaimana melihat korban yang mengalami trauma?
6.
Jawaban. Ya, kita melihat ini dari kasusnya ada yang karena child abuse, penelataran, trefiking dan sebagainya dan dari situ kita bisa lihat bahwa anak ini mengalami trauma. Kadang ada juga prilaku yang muncul pada anak abuse, dia sering dicaci, dipukul oleh keluraganya dan sebagainya maka anak tersebut akan merasa cemas, menyendiri, menagis bila dia melihat seseorang dipukul, murung dan sebagainya, gitu mas wahid. Bagaimana kondisi korban dalam pemulihan di RPSA?
7.
Jawaban. Ya, secara fisik seperti luka, memear, goresan pada tubuhnya bisa kita atasi dan sembuh atau tidak merasakan rasa sakitnya dan anak tersebut akan melupakan penyaki fisik ini. Akan tetapi kalu psikis agak susah dan lambat dalam pemulihannya karena penangan anak yang mengalami trauma bukan pada obat kimia tetapi dengan suatu pelayanan dan program kegiatan untuk bisa mengembalikan keberfungsian sosialnya seperti diakala. Kalau spikis minimal kalau dia sudah menyampaikan spikotes atau sikotik yang sudah dirujuk oleh spikiater. Bila terjadi lebih parah dalam psikisnya maka akan dibawa ke spikiater sedangkan kalau hanyan trauma kecil, seperti ster, cemas, murung maka pekerja sosial dan spikolog kemungkinan bisa menanganinya. Untuk selama ini anak yang ada di sini mulai dari berdirinya RPSA adalah mengalami trauma kecil saja. Bagaimana proses rehabilitasi dilaksanakan? Jawaban. Kalau yang kekerasan yang pertama kali adalah pelayanan rehabilitasi medis untuk melihat atau mengecek apakah anak tersebut ada luka di tubuhnya. Setelah penyembuhan dengan obat dan kontrol apakah anak tersebut sudah ada perkembangan dari luka yang dia alami sedangakan pendekatan kedua adalah pendekatan dengan secara kekeluarganya apakah keluarganya akan menerima anaknya kembali kerumahnya lagi atau bagaimana, seperti anak kehilangan orang tuanya di stasiun KA oleh orang tua. Ya,mau ngak mau anak ini akan mengamen atau menjadi brandalan. Jadi sebelumnya kita cari informasi dimanakah kelurganya tinggal. Proses rehabilitasi tergantung pada kasus anak apakah anak ini cepat dalam perubahan prilakunya paling sebentar hanya satu bulan standarnya maksimal enam bulanan. Dari situ kita akan observasi dan inervensi anak sampai anak itu kembali pulih keberfungsian sosialnya.
109
8.
9.
10.
11.
Program koseling seperti apa dalam menangani anak korban KDRT? Jawaban. Koseling disini adalah koseling informal bukan koseling formal. Kalu koseling formal adalah dimana klien dan psikolog dalam satu ruangan dan kami disini tidak menggunakan metode itu tapi yang kita gunakan koseling informal seperti dinamika kelompok. Dinamika kelompok disini satu bicara satu mendengarkan, bisa juga dengan pemberian suatu materi kasus, misalnya begini ada seorang yang mencuri, terus anak tersebut kita minta tanggapannya dan kita ambil kesimpulan dari kasus tersebut dari sisi itulah bentuk koseling kita disini. Kadang ada juga anak-anak disini yang langsung menghampiri psikolog atau pekerja sosial ya dia minta bimbingan stelah itu kita ambil kesimpulan dan beri solusi serta motivasi. Sejauhmana psikolog dalam membantu rehabilitasi mental atau spikis pada anak korban? Jawaban. Ya, dalam penanganan anak korban kekerasan di RPSA psikolog mengambil peran khusus pada saat anak itu dalam keadaan trauma dan disinilah kita akan mengintervensi anak tersebut tetapi pada tahapan ini psikolog merencanakan pada anak tersebut pertama kali datang ke RPSA baik itu rujukan LSM, dari masyarakat, atau datang sendiri. Akan tetapi bila anak sudah berada di RPSA selama 1 jam lebih dalam seharian di RPSA maka anak tersebut akan menjadi suatu fokus pada semua bidang pekerja sosial, pengasuh dan psikolog sendiri. Jadi disini kita kerjasama tim dan juga kita sebelum menangani anak tersebut akan ada pertemuan diantara tiga bidang profesional tersebut. Adakah upaya pemulihan psikososial yang dilakukan kepada anak? Jawaban. Yang pertama fisik dahulu baru kepsikis yang paling berat karena psikis butuh waktu yang lama. Upaya kita adalah pendekatan, menanyakan kabar, memeberikan suport, motivasi, kegiatan-kegiatan. Berapa lama dalam penanganan pemulihan spikis pada korban KDRT? Jawaban. Tergantung kasusnya dan tidak semua korban baik KDRT, trefiking, penelataran, penculikan dan pelecehan sexual yang mengalami trauma berat paling ada dia sekali mengalami dalam waktu 2-3 hari sudah bisa melupakannya. Targetan atau standar RPSA satu bulan dalam pelindungan dan enam bulan dalam proses rehabilitasi. Ini kita lihat dari perkembangan anak tersebut bisa dilihat prilaku kesehariaannya, interaksi sosialnya,
110
12.
keceriahan dalam kekeluargaan di RPSA setelah dia sudah mencapai titik perubahan yang dratis kita akan memeberikan reintegrasi dan terminasi. Dalam reintegrasi dan terminasi akan dilakukan bila si anak benar-benar siap dan begitu juga keluarganya apakah siap menerima anaknya kembali bila dari kelurganya belum siap. Ya, kita akan tahan sementara dahulu anak tersebut di RPSA atau dirujuk ke tempat lain dalam peningkatan kualitas yang dimiliki baik itu ketrampilan, melanjutkan sekolah dan kami siap untuk memenuhi ini. Sejauh mana korban KDRT yang ditangani Psikolog?
13.
Jawaban. Alahamdulilah selama saya tangani dan teman-teman lain itu sudah berhasil dalam arti bisa mengembalikan keberfungsian sosialnya anak dan bisa menerima kembali kehidupan yang baru ini. Tetapi dalam ini kami tetap akan memeberikan minotoring bukan evaluasi. Baik itu sudah di kembalikan kekeluarganya. Bagaimana rencana terminasi dilaksanakan?
14.
Jawaban. Untuk pencapaian terminasi disini tidak dilihat atau diukur pada penilaian yaa. Mulai awal masuk sampai bulan ke berapa. Kalau terminasi ini dilakukan pada saat yang dimana anak ini benar-benar sudah kembali keberfungsian sosialnya dan begitu juga keluarganya juga dalam kondisi yang sudah membaik dan keduanya sepakat ada kata menerima. Pada terminasi artinya adalah pemutusan pelayanan dalam kegiatan di RPSA, akan tetapi tetap kami minotoring baik dari instansi pemerintah setempat. Adakah usaha lanjutan bagi anak yang telah diterminasi?
14.
Jawaban. Dalam ini RPSA hanya memberikan bantuan pada saat pemulangan misalnya anak ini tinggal di Kalimantan maka anaka ini kita fasilitaskan keberangkatannya seperti mobil, pesawat, pakain dan sebagainya. Dan pemberian uang tidak ada. Dan kalau ada terjadi sakit itu tidak juga, akan tetapi bila terjadi trauma lagi maka kami akan bekerja sama dengan instansi pemerintah disanan sebelumnya kita ada minotoring paling lama satu tahun dala satu kunjungan bisa pekanan atau bulanan. Adakah perbadaan tugas dengan pekerja sosisal (pandangan psikolog)? Jawaban. Ya, Jelaslah, kalau dalam bidang ilmu kita berbeda tetapi kalau dalam pelayanan pada anak di RSPA sini kita sama semua, sebelumnya kita ada pertemuan bagaimana cara, strategi dan tahapan dalam penanganan pada anak. Kecuali pada awal masuknya anak baru di RPSA yaitu intervensi klinis. Setelah itu baru semuanya baik itu pekerja sosial, pengasuh, pendamping rehabilitasi pendidikan.
111
15.
Adakah faktor pendukung dan hambatannya dalam menangani kasus korban KDRT? Jawaban. • Untuk faktor pendukung banayak, seperti: teman-teman yang yang bekerja disini, teman rekan kerja yang mau diajak kerja sama, fasilitas yang memuaskan dan kegiatan-kegiatan serta rekan-rekan mahasiswa yang praktikum. • Kalaupun hambatannya dalam menangani anak yaitu anak yang berprikau berbohong karena dengan ini kita agak kesulitan menggali informasi yang ada pada anak. Dan juga anak yang mengalami kasus tertentu sehingga kita benar-benar dalam kesulitan dalam mengidentifikasi anak tersebut.
112
PEDOMAN WAWANCARA PEKSOS Nama Pekerjaan Pendidikan Waktu Wawancara Tempat Wawancara No 1
2.
: Hasrifah Musa, STT : Ka. Tata Usaha & Pekerja Sosial : SI. STTKS : Selasa/02 Juni 2009 : Ruang Kantor RPSA
Pertanyaan dan Jawaban Apa yang dimaksud dengan rehabilitasi di RPSA? Jawab. • Yang dimaksud rehabilitasi disini itu sebenarnya berarti bukan barang rusak tetapi disini kita mengisi. Rehabilitasi adalah memberikan pelayanan untuk anak-anak yang diberikan perlindungan khusus, perlindungan khusus itu siapa saja anak-anak yang mengalami KDRT, trefiking, penelataran dan anak yang mengalami perpisahaan itu ada di UU No.23 Tahun 2002 Pasal 1 ayat 15, nah itulah yang mengkatagorikan khusu RPSA berada. • Rehabilitas itu sendiri dari bahasa rehab bagaimana yang rusak diperbaikan. Nah , kalau kita begaimana mengembalikan anak pada kondisi sosial dengan tahapan perkembangannya, jadi berarti sudah banyak hal yang hilang dimasa perkembangan itu, bukan. Akibatnya apa, terus kenapa itu bisa terjadi karena dari faktor keluarga, lingkungan dan sebagainya. Jadi rehabilitasi disini adalah melakukan pemulihan terhadapa kondisi anak yang mengalami trauma dan stress, yang mengalami sesuatu yang tidak sesuai perkembangan oleh karena itu kita berikan pelayanan di sini dan begitu juaga kode etik yang tidak boleh dilanggar. Program-program apa saja yang ada di RPSA dalam rehabilitasi korban KDRT? Jawab. Yaa..kita liat kasusnya nanti, standar utamanya kami adalah operasional pelayanannya adalah pada suatu anak masuk di RPSA baik dirujuk lembaga, keluarga atau masyrakat itu sendiri itu kita terima terus, kita tidak langsung berikan pertanyaan, tapi kalau dia dari lembaga kita akan sudah menerima indentifikasi masalah. Setelah itu anak diterima di RPSA dan kita kenalkan kepada di RPSA serta adaptasi lingkungan RPSA, setelah itu kemudianlah bekerjalah semua tim khusus pekerja sosial sudah melakukan observasi dan interviu, jadi interviu disini adalah bagaimana kita akan melakukan asessmen. Setelah anak disini kita akan lihat dari asessmen kebutuhan mendasar apa yang harus kita berikan tapi yang jelas adalah pertolongan pertama kita lakukan adalah apabila dia butuh layanan medis kita berikan semukin, kemudian pemenuhan kebutuhan pangan dan kenyamanan di RPSA, kebutuhan kebersihan serta pendampingan 24 jam
113
3.
4.
5.
penuh kemudian kebersamaan dengan anak adanya rencana intervensi artinya dia pengen sekolah, minat dan bakatnya serta kegiatan-kegiatan lainnya yang kreatif dan edukatif dalam peningkatan kualitas yang dimiliki. Adakah model pertolongan kepada klien yang mengalami KDRT terhadap anak? Jawab. Ada, yaitu pertolongan atau assessmen cepat, kemudian anak kondisi nyaman setelah satu jam baik dari pakaiannya atau bekas kejadiaanya itu seperti korban pemerkosaan atau perlakuan seksual, ya.. yang harus kita ganti seluruh pakain yang baik dan layak. Tetapi kalau anak tersebut sudah dilayani dari lembaga perujuk karena mereka sudah dua minggu disana kemudian dikirim kesini karena perujuk sana sudah menyatakan tidak sanggup lagi dalam pelayanan, pendampingan, mungkin karena anggaran atau prilaku-prilaku tidak bisa mereka tangani misalnya anak ini dirujuk karena prilakunya suka menyerang akibat dari prilaku seksual dan sebagainya. Setelah kesini kita tidak melakukan lagi bahwa anak-anak ini harus dibawa kedokter karena sebelumnya sudah dilakukan mereka. Jadi, tahapan selanjutnya adalah komunikasi sama dengan lembaga dan kita list permasalahan kasus anak tersebut. Dari situlah baru kita bias tau rencana intervensi atau dilanjutkan. Tetapi sudah samapai tahapan dimanan layanan apa yang bisa dibutuhkan apa yang sudah dilakukan, jadi beda-beda model pertolongannya tergantung pada saat kapan kita menerima anak itu atau pada saat sudah sampai dimanan pertolongan diberikan di lembaga sebelumnya, apakah lembaga, keluarganya yang tidak seimbang dengan lembaga disana. Apa yang dimaksud dengan gangguan spikis atau dalam kecamata pekerja sosial? Jawab. Yang dimana gangguan pada mental anak yang luka akibat dari perlakuan yang dia alami sehingga dia merasa cemas, pendiam, takut dan sebagainya. Masalah trauma pada anak KDRT akan dipegang atau dipantau oleh spikolog. Trauma yang sudah sampai level dimana atau gejala stres saja kita pekerja sosial juga bisa tangani asalkan anak itu masih bisa komunikasi, nah kalau seperti itu pekerja sosial masih bisa menangani, beda lagi kalau ada anak yang suka mengamuk-ngamuk maka yang kita lakukan adalah membawanya ke psikolog dan spikiater. Apalagi kalau dia sudah sampai telanjang maka akan ditetapkan (rawant inap) atau dipulangkan anak. Adakah ciri-ciri anak yang mengalami trauma? Jawab. Tidak semua anak korban KDRT mengalami trauma atau stes, tetapi ada prilaku yang khusus seperti korban abuse, biasanya karena mereka sering melihat pemukulan itu dia sama teman sebayanya. Ini dilakukan pada anak tersebut karena sudah terbiasa atau sering mukul, caci maki. Dan kita bisa
114
6.
7.
lihat dari prilaku adaktifnya. Dan kita juga mengetahui gejala-gejala sitkom setelah itu kami akan rujuk ke spikiater, misalnya setiap hari pada jam tiga subuh dia membersihakan halaman yang pastilah dia kita harus rujuk karena ada prilaku yang tidak biasanya pada anak-anak lainnya. Oleh karena itu tidak semua anak KDRT mengalami trauma atau stress. Bagaimana proses pelaksanaan rehabilitasi pada anak yang mengalami trauma? Jawab. Dalam penanganan anak yang mengalami trauma ringan bisa di tangani oleh pekerja sosial dan psikolog itu kalau anak tersebut masih dilingkungan RPSA, tetapi kalau masalahnya sudah sampai pada gangguan mental maka akan dirujuk ke spikolog dan spikiater setelah itu ada keterangan bahwa anak ini adalah penyakit mental bawaan dan ini tidak cenderung permanen dan kemudian di rawat jalan dan juga ada pemisahan dengan anak lainnya agar tidak ada kejadian sesuatu pada anak yang sudah melewati trauma atau tidak menggagu. Keseharian-harian pekerja sosial menangani anak ini adalah selalu memantau perkembangan anak tersebut dari prilakunya apakah dia masih sama seperti apa sebelumnya. Bagaimana rencana terminasi akan dilaksanakan?
Jawab. Terminasi disini adalah pengakhiran pelayanan, tetapi bukan berarti penghentian program pelayanan karena setelah terminasi disini adalah minotoring oleh instansi yang ada dimana anak tersebut tinggal. 8. Adakah usaha lanjutan bagi klien yang sudah dipulangkan?
9
Jawab. Semua terminasi ada bantuan tetapi hanya bantuan akses pelayanan. Pelayanan apa yang kita lanjutkan kemudian siapa yang bisa membantu mereka, jadi kita hubungkan dengan sistem sumber, ada juaga anak-anak yang kita Bantu dari segi pendidikannya karena dia fokus pada itu kalau dia tidak kita Bantu maka dia akan mengalami apa yang dia alami sebelumnya. Apa-apa saja faktor pendukung dan hambatannya dalam penanganan anak dalam rehabilitasi? Jawab. Pendukung: 4. SDM yang bagus serta professional ini sangat membantu dalam pelayanan. 5. Jejaring yang kuat pastinya dalam pelayanan kepada anak itu sangat mendukung misalanya medis, pendidikan, hukum, kepolisian dan masyarakat serta minotoring. 6. lembaga yang tidak stagnan maka kita selalu berubah-ubah tergantung pada kondisi anak dan juga yang terbaik untuk kepentingan anak. Begitu juga mahasiswa yang parktikum yang membantu serta serius dalam
115
mengisi waktu kegiatannya kepada anak dan itu ada evaluasi dari kami dan juga tanggapan anak-anak.
Hambatannya: 1. terbatasnya biaya seperti ada anak yang sakit maka harus dirujuk kerumah sakit maka anggaran inilah yang agak sulit. 2. pendidkian bagi anak yang mau sekolah, kita kesulitannya adalah mencari sekolah yang mau menerima anak yang kondisi seperti ini atau biaya lagi. 3. komplikasi masalah, baik dari masalah operandisnya terus masalahmasalah yang sudah terjadi atau yang sudah kompleks,misalanya begini ada anak yang ingin berusaha bunuh diri karena dia sudah malu dengan apa yang dia alami, terus tidak mau ikut kegiatan karena ia merasa salah apa-apa masa lalunya dan tidak pantas lagi pada pandangannya sendiri. 10. Apa dampak kekerasan pada anak? Jawab. 1. Fisik seperti luka, memar dan sebagainya, kalau ini bisa disembuhkan dengan obat kimia. 2. Spikis, kalau ini tidak bisa diukur dalam sehari untuk penyembuhan. 3. Resalasi sosial adalah merupakan sudah merasa malu atau menarik diri ini biasanya pada umur 12 tahun keatas.
116
PEDOMAN WAWANCARA PENGASUH Nama Pekerjaan Pendidikan Waktu Wawancara Tempat Wawancara No 1.
2.
: Yuliana Ernawati, AKS : Pengasuh/Pendamping anak perempuan : SI. STTKS : 14.15 – 15.00 : Asrama RPSA
Pertanyaan dan Jawaban Apa sajakah tugas pengasuh? Jawab. Yah..tugas pengasuh disini kita memastikan bahwa anak tersebut itu terpenuhi sadang dan pangannya, ketika mereka baru datang biasanya anak itu dengan membawa pakaian yang terbatas maka tugas pengasuh hanya memeriksanya seberapaka perlukah yang akan kita berikan, terus kita liat secara fisik apakah dia merasa kurang sehat, memar, lemas maka tugas kita adalah membawa ke puskesmas, begitu juga bila ada yang murung, menyendiri kita juga ikut berpartisipasi menangani. Seperti apa pendekatan yang dilakukan pada klien yang memngalami trauma?
3.
Jawab. Kalau ada anak yang murung atau menarik diri maka kita awali dengan pendekatan sisten casework, jadi dalam penanganan anak disini bila ada yang mengalami tersebut ada tahapannya dan dengan pertolongan yang standar seperti kita melaukan interaksis. Adakah hambatan yang pernah dirasakan dalam menangani klien?
4.
Jawab. Banyak, contoh ketika ada klien yang kita dekati maka dia akan menjauh berarti kita harus menggunakan metode apa untuk bisa mendekati anak berarti kita disini menggunakan sisten group work distu ada dinamika kelompok seperti belajar vokalis/musik maka kita akan libatkan. Program-program apa sajakah yang ada di RPSA?
5.
Jawab. Program di RPSA adalah pengisian waktu luang, membawa anak berolah raga seperti eikido, tetapi kalu pada jam-jam tertentu apakah olah raga pagi dengan senam dan juga ada program-program yang sudah ditentukan oleh kantor. Disini saya dan teman lainnya hanya melaksanakannya, Apa sajakah yang harus dilakukan bila ada klien yang murung? Jawab. Tadi, yang pertama adalah kita pendekatan secara komunikasi, memberikan soslusi permasalahanna, mengasih suport dan motivasi dan bisa juga
117
6.
7.
dengan teman-teman sebayanya yang peduli. Apa yang dimaksud dengan rumah perlindungan sosial anak disini dari pandangan pengasuh? Jawab. Menurut saya RPSA adalah suatu tempat dimana RPSA ini seperti rumah untuk penerjemahan-penerjemahan dari kebijakan sehingga memeberikan perlindungan pada anak yang mengalami KDRT. Bagaiman cara meliat klien yang mengalami trauma?dan bagaimana upaya pendekatannya? Jawab. Untuk melihat klien yang seperti ini, biasanya kita bisa melihat dari tingkah lakuknya, pola makan yang berlebihan atau tidak nafsu makan. Dan upaya yang kami lakukan adalah berkomunikasi sampai anak ini masih bisa nangkap pembicaraan, kalu terjadi lebih yang kami tidak bisa tangani maka saya akan segera cepat melaporkan kepada pekerja sosial dan psikolog serta spikiater terus dirujuk sampai rumah sakit Polri.
118
PEDOMAN WAWANCARA KLIEN Nama Umur Waktu Wawancara Tempat Wawancara
No 1 2.
3.
4.
5. 6.
7.
8.
:S : 20 Th : 10.35 – 11.00 : di Asrama RPSA
Pertanyaan Jawaban Sudah berapa lamakah “S” Suda satu tahun lebih, kak. berada di RPSA? Bagai mana perasaan “S” selama Yaa... alhamdulillah sih kak, selama tinggal di RPSA? tiggal disini saya dalam keadaan nyaman-nyaman aja baik dari tempat tinggal, teman, kegiatan dan mbakmbak yang kerja disini.. semuanya teman-teman disini baik dan saling memotivasi dalam keseharian begitu juga mbak – mbak yang kerja disini. Apa saja kegiatan di RPSA Ya.. paling-paling hanya tinggal seperti setiap harinya yang ”S” ketahui? dirumah saja, tidur, makan, mencuci, menyapu, baca buku, membuat puisi, main musik, memamsak, olah raga dan jalan-jalan aja.. ibadah juga kok, kalu itu baru kegiatan diri sendiri. Kalau kegiatan dari sini paling haikido, belajar vokalis musik, dan sekolah serta kursus. Program-program apa saja yang Ya..paling kegiatan kursus menjahit, sudah “S” ikuti? eikido terapi pernafasan, musik, dan kegaiatan keluara oleh RPSA. Apa kegiatan ”S” sekarang ini? Bekerja menjait!!! Bagaimana ”S” melihat teman- Baik-baik saja, kalu disini teman-teman teman disini? beda-beda dari tingkah lakunya ada yang tomboy, cuek, bandel, pendiam, dan juga ada yang malas dan rajin. Tapi selama saya disini saya selalu belajar peduli dan bertema kepada tema-teman yang ada disini. Bila ada teman yang mengurung Yaa..saya peduli, karena bagaimanapun diri apakah ”S” peduli juga seseorang yang ada masalah butuh kepadanya?bagaimana cara kita bantu dan suourt agar anak itu tidak untuk menenangkannya? kembali sedih minimal mengurangi. Caranya ya kita dengan kasih sayang, suport, kasih motivasi dan curhat. Apa sajakah yang ”S” rasakan Baik-baik aja begitu juga dengan mulai awal berada di RPSA kegiatan yang ada.
119
9. 10. 11.
12.
sampai saat ini? Apakah ”S” ada keinginan Ya..ada kok kak!!! kembali ? Apa rencana ”S” setelah Saya akan menjadi orang berguna aja kembali? deh. Sebelum ada di RPSA “S” kegiatannya apa saja?pernahkah ikut pendidikan sampai jenjang apa? Berapa saudara ”S” dari keluarganya?
120
PEDOMAN WAWANCARA KLIEN Nama Umur Waktu Wawancara Tempat Wawancara
No 1 2.
:E : 14 :15.15 – 16.05 : di Asrama RPSA
Pertanyaan Sudah berapa lamakah “E” berada di RPSA? Bagai mana perasaan “E” selama tinggal di RPSA?
3.
Apa saja kegiatan di RPSA setiap harinya yang ”E” ketahui?
4.
Program-program apa saja yang sudah “E” ikuti?
5.
Apa kegiatan ”E” sekarang ini?
6.
Bagaimana ”E” melihat temanteman disini?
7.
Bila ada teman yang mengurung diri apakah ”E” peduli kepadanya?bagaimana cara untuk menenangkannya? Apa sajakah yang ”E” rasakan mulai awal berada di RPSA sampai saat ini?
8.
9. 10.
Jawaban Dari bulan maret 2009. sekarang sudah empat bulan lah. Baik-baik aja kak, semenjak saya disini saya ada mau keinginan belajar seperti teman-teman RPSA. Ya paing makan, main, tidur, nonton..seperti dirumah biasanya aja kak. Ikut musik, saya suka main gitar kok, kalau ekido saya suka ikut terapi pernapasan saja karena ikut itu bisa memberikan suatu yang saya lupakan… Sekara saya mau daftarkan sekolah bulan depan saya dah masuk sekolah tingkat SMP, doain ya kak. Baik-baik aja kak, selama saya tinggal disini saya langsung berusaha kenal dekat dan selama ini saya dan temanteman tidak ada yang marahan, kalau yang lain ngk tau deh.. Peduli kak, ya karena dia itu orang yang perlu kita bantu. Ya caranya kita beri suport, motivasi, mengajak hiburan lah... Ya aneh aja, sayakan dari kalimantan, tapi saya senang kok karena saya disini benar-benar di beri suport dan motivasi dan juga sama- teman-teman disini. Ada kak!!!
Apakah ”E” ada keinginan kembali ? Apa rencana ”E” setelah Belum ada masih banyak pikiran kembali? cabang, pokoknya bingung dah kak.