16
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Deskripsi Teoritis A. Tinjauan Umum Tentang Minat Belajar 2.1.1
Pengertian Minat Belajar Minat memegang peranan yang sangat penting dalam kemampuan berhasil atau tidaknya seseorang dalam berbagai bidang terutama dalam bidang pendidikan, karena dapat menentukan keberhasilan dalam proses pembelajaran.
Pendapat yang diungkapkan Winkel dalam Doni Apriandoko (2012:10), “minat adalah kecenderungan yang menetap dalam subjek untuk merasa tertarik pada bidang atau hal tertentu dan merasa senang berkecimpung pada bidang itu”.
Pendapat lain disampaikan oleh Kurt Singer dalam Doni Apriandoko (2012:10), “minat adalah suatu landasan yang paling menyakitkan demi keberhasilan suatu proses belajar. Jika seseorang murid memiliki rasa ingin belajar, ia akan cepat dapat mengerti dan mengingatkannya”.
17
Minat adalah kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan. Kegiatan yang diminati dan dipelajari seseorang akan diperhatikan terus-menerus yang disertai dengan rasa senang.
Berdasarkan pengertian minat di atas, dapat didefinisikan bahwa minat adalah kecenderungan jiwa yang menetap kepada diri seseorang dan biasanya disertai dengan perasaan senang dan tertarik terhadap kegiatan atau bidang tertentu. Minat belajar timbul atau muncul tidak secara tiba-tiba, melainkan timbul akibat dari partisipasi, pengalaman, kebiasaan pada waktu belajar atau bekerja, dengan kata lain, minat belajar dapat menjadi penyebab kegiatan dan penyebab partisipasi dalam kegiatan.
Pendapat Usman Effendi (1985: 720), minat dapat ditimbulkan dengan berbagai cara meliputi: 1. Membangkitkan suatu kebutuhan, misalnya kebutuhan untuk menghargai keindahan, untuk dapat penghargaan dan sebagainya. 2. Menghubungkan dengan pengalaman-pengalaman yang lampau. 3. Memberikan kesempatan untuk mendapatkan hasil yang baik sehingga akan menimbulkan rasa puas Minat dalam Doni Apriandoko (2012:11) itu sendiri dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain seperti: 1. Yang bersumber dari diri sendiri : a. Kesehatan anak b. Ketidakmampuan anak mengikuti pelajaran di sekolah c. Kemampuan intelektual yang taraf kemampuannya lebih tinggi dari teman-temannya kurang motivasi belajar.
18
2. Yang bersumber dari luar diri anak : a. Keadaan keluarga : 1) 2) 3) 4)
Suasana keluarga Bimbingan orang tua Harapan orang tua Cara orang tua menumbuhkan minat belajar anak
b. Keadaan sekolah : 1) Hubungan anak dengan anak lain yang menyebabkan anak tidak mau sekolah. 2) Anak tidak senang sekolah karena tidak senang dengan gurunya. 2.1.2
Fungsi Minat Berikut ini adalah beberapa fungsi minat dalam Doni Apriandoko (2012:12), yaitu : 1. Minat sebagai alat pembangkit motivasi dalam belajar. Secara teoritis bahwa semakin kuat minat seseorang semakin besar pula dorongan untuk melakukan sesuatu, seperti dalam halnya belajar. Minat sebagai motivasi dalam belajar dalam arti dapat mendorong seseorang untuk belajar lebih baik. Dalam hal ini sesuai dengan pendapat Oemar Hamalik (1983: 66) menyatakan bahwa “Belajar dengan minat akan mendorong anak belajar dengan baik”.
2. Minat sebagai pusat perhatian Adanya minat, seseorang memungkinkan lebih berkonsentarsi penuh terhadap suatu objek yang diminati. Misalnya seseorang tertarik akan sesuatu benda yang mengandung arti baginya. Dalam situasi yang demikian minat untuk meneliti benda tersebut
19
sehingga perhatian terhadap benda akan lebih terpusatkan selama penyelidikan berlangsung.
3. Minat sebagai sumber hasrat belajar Salah satu fungsi belajar menurut Sofyan Ahmad dalam Doni Apriandoko (2012: 13) yaitu “ mempertinggi derajat hidup dengan meninggalkan kebodohan dan meningkatkan kemauan dan kemampuan”. Kelancaran kegiatan belajar sangat tergantung kepada minat yang ada yang menjadi sumber hasrat belajar.
4. Minat untuk mengenal kepribadian Sarwono dalam Doni Apriandoko (2012: 13) minat salah satu aspek kewajiban yang tidak tampak dari luar untuk mengenal kepribadian seseorang dapat diketahui “arah minat dan pandangan mengenai nilai-nilai”.
Minat bukanlah sesuatu yang dimiliki oleh seseorang begitu saja melainkan merupakan sesuatu yang dapat dikembangkan minat adalah di lembaga pendidikan. Banyak upaya yang dilakukan untuk menumbuhkan minat dalam belajar adalah dengan adanya variasi mengajar dengan berbagai media dan metode yang dipakai dalam mengajar, pemahaman mengenai prospek kerja, dan sentuhan dosen terhadap mahasiswa.
20
2.1.3
Pengertian Belajar Belajar pada hakikatnya merupakan bentuk tingkah laku individu dalam usahanya memenuhi kebutuhan pencapaian tujuan. Adanya kebutuhan merupakan pendorong individu untuk belajar. Menurut pengertian psikologi, belajar merupakan tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
Berdasarkan pendapat Gagne dalam Dr.Dimyati dan Drs.Mudjiono (2009:10), “Belajar merupakan kegiatan yang kompleks. Belajar terdiri dari tiga komponen penting, yaitu kondisi eksternal, kondisi internal, dan hasil belajar.”
Pengertian belajar menurut para ahli psikologi dalam Oemar Hamalik (2009: 40), “belajar merupakan suatu proses perubahan, yaitu perubahan
tingkah
laku
sebagai
hasil
dari
interaksi
dengan
lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidup”. J. Herbart dalam Oemar Hamalik (2009: 42), ”belajar adalah memperoleh pengetahuan melalui alat indra yang disampaikan dalam bentuk perangsang-perangsang dari luar”. Pendapat lain disampaikan Sardiman (2007: 30), “belajar merupakan usaha penguasaan materi ilmu pengetahuan yang merupakan sebagian kegiatan menuju terbentuknya kepribadian seutuhnya”.
21
Seperti pendapat yang dikemukakan oleh Slameto (2003: 2) : Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Akan tetapi tidak semua perubahan dalam diri seseorang merupakan perubahan dalam arti belajar.
Berdasarkan definisi-definisi di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa belajar menimbulkan suatu perubahan tingkah laku yang relatif tetap dan perubahan itu dilakukan lewat kegiatan, atau usaha yang disengaja. Jadi, yang dimaksud dari minat belajar adalah aspek psikologi seseorang yang menampakkan diri dalam beberapa gejala, seperti : gairah, kebutuhan, keinginan, perasaan suka untuk melakukan proses perubahan tingkah laku melalui berbagai kegiatan yang meliputi mencari pengetahuan dan pengalaman. Dengan kata lain, minat belajar itu merupakan kebutuhan, rasa suka dan rasa puas seseorang (mahasiswa) terhadap belajar yang ditunjukkan melalui keantusiasan, partisipasi, keaktifan dan hasil dalam belajar.
2.2 Tinjauan Umum tentang Pemahaman tentang Prospek Kerja Guru 2.2.1 Pengertian Pengaruh Pengaruh merupakan efek yang terjadi setelah dilakukannya proses penerimaan
pesan
sehingga
terjadilah
proses
perubahan
baik
pengetahuan, pendapat, maupun sikap. Suatu pengaruh dikatakan berhasil apabila terjadi sebuah perubahan pada si penerima pesan seperti apa yang telah disampaikan dalam sebuah pesan.
22
Pendapat Stuart dalam Hafied Cangara (2002:163) “pengaruh atau efek ialah perbedaan antara apa yang dipikirkan, dirasakan dan dilakukan oleh penerima sebelum dan sesudah menerima pesan”. Sedangkan berdasarkan pendapat Hafied Cangara (2002:163) “pengaruh adalah salah satu elemen dalam komunikasi yang sangat penting untuk mengetahui berhasil tidaknya komunikasi yang kita inginkan”.
Pendapat lainnya disampaikan oleh beberapa ahli dalam Carapedia.com, yaitu: 1. WIRYANTO Pengaruh merupakan tokoh formal maupun informal di dalam masyarakat, mempunyai ciri lebih kosmopolitan, inovatif, kompeten, dan aksesibel dibanding pihak yang dipengaruhi. 2. M. SUYANTO (Amikom Yogyakarta) Pengaruh merupakan nilai kualitas suatu iklan melalui media tertentu. 3. UWE BECKER Pengaruh merupakan kemampuan yang terus berkembang yang - berbeda dengan kekuasaan - tidak begitu terkait dengan usaha memperjuangkan dan memaksakan kepentingan. (involed is formatif vermogen dat - in tegens telling tot macht niet direct verbonden is met strijd en de doorzetting van belangen) 4. NORMAN BARRY Pengaruh merupakan suatu tipe kekuasaan yang jika seorang yang dipengaruhi agar bertindak dengan cara tertentu, dapat dikatakan terdorong untuk bertindak demikian, sekalipun ancaman sanksi yang terbuka tidak merupakan motivasi yang mendorongnya. (influence is a type of power in that a person who is influenced to act in a certain way may be said to be caused so to act, even though an overt threat of santions will not be the motivating force) 5. ROBERT DAHL A mempunyai pengaruh atas B sejauh ia dapat menyebabkan B untuk berbuat sesuatu yang sebenarnya tidak akan B lakukan. 6. SOSIOLOGI PEDESAAN Pengaruh merupakan kekuasaan yang mengakibatkan perubahan perilaku orang lain atau kelompok lain.
23
7. BERTRAM JOHANNES OTTO SCHRIEKE Pengaruh merupakan bentuk dari kekuasaan yang tidak dapat diukur kepastiannya. 8. ALBERT R. ROBERTS & GILBERT Pengaruh merupakan wajah kekuasaan yang diperoleh oleh orang ketika mereka tidak memiliki kewenangan untuk mengambil keputusan. Pengaruh dapat dikatakan mengena jika perubahan (P) yang terjadi pada penerima sama dengan tujuan (T) yang diinginkan oleh komunikator. Pengaruh dapat terjadi dalam bentuk perubahan pengetahuan, sikap dan perilaku.
Pengaruh bisa terjadi dalam bentuk perubahan persepsi dan perubahan pendapat. Adapun yang dimaksud dengan perubahan sikap ialah adanya perubahan internal pada diri seseorang yang diorganisir dalam bentuk prinsip, sebagai hasil evaluasi yang dilakukannya terhadap suatu objek baik yang terdapat di dalam maupun di luar dirinya.
Definisi dari perubahan perilaku itu sendiri ialah perubahan yang terjadi dalam bentuk tindakan. Antara perubahan sikap dan perilaku terdapat hubungan yang erat, sebab perubahan perilaku biasanya didahului oleh perubahan sikap. Tetapi dalam hal tertentu, bisa juga perubahan sikap didahului oleh perubahan perilaku.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa pengaruh adalah perbedaan apa yang dipikirkan, dirasakan dan dilakukan sebelum dan setelah menerima pesan sehingga terjadi perubahan pada diri individu baik pengetahuan, sikap, maupun perilaku.
24
2.2.2 Pengertian Pemahaman Berdasarkan pendapat Jalaluddin Rakhmat dalam Ria S. Fatimah Muzammil (2010:28) ”Pemahaman merupakan aspek intelektual yang berkaitan dengan apa yang diketahui manusia”. Pengertian ini menunjukkan bahwa aspek pemahaman erat kaitannya dengan sikap intelektual dan ini berkaitan dengan apa yang diketahui oleh manusia.
Pendapat lainnya disampaikan oleh Frank J. Bruno dan Anwar Arifin yang dikutip dalam Ria S. Fatimah Muzammil (2010:28) menjelaskan bahwa ”Pemahaman merupakan sebuah proses persepsi yang terjadi secara tiba-tiba tentang keterikatan yang terjadi dalam keterikatan yang terjadi dalam keseluruhan”. Jadi, pemahaman merupakan suatu proses persepsi atas keterhubungan antara beberapa faktor yang saling mengikat secara menyeluruh dan persepsi diartikan sebagai penafsiran stimulus yang telah ada dalam otak. Berdasarkan pendapat tersebut di atas, maka dapat ditarik suatu pengertian bahwa pemahaman adalah mengerti atau dapat menjawab pertanyaan tentang apa, mengapa, sebab apa, bagaimana, dan untuk apa.
Terkait dengan pemahaman dalam penelitian ini, David O Sears , Jonathan L. Freeman dan L. Anne Peplau dalam Ria S. Fatimah Muzammil (2010:29) mengemukakan ”teori yang disebut dengan teori pemahaman sosial (kognisi sosial), teori ini diarahkan pada penelaahan berbagai proses kognitif yang difokuskan pada stimuli sosial, terutama terhadap perorangan dan kelompok”. Yang menjadi inti pendekatan
25
pemahaman sosial adalah pandangan bahwa persepsi manusia merupakan proses kognitif yang memandang orang sebagai pengamat yang terorganisasikan secara aktif, jadi bukan sekedar kotak yang pasif, mereka memiliki motivasi untuk mengembangkan kesan yang terpadu dan berarti, bukan sekedar rasa suka atau benci. Jadi, pemahaman merupakan pengertian atau mengerti benar tentang sesuatu. . 2.2.3 Pengertian Prospek Kerja Guru 1. Pengertian Prospek Kerja Pengertian
prospek
berdasarkan
pendapat
para
ahi
dalam
Taqinpanteraya.blogspot.com adalah sebagai berikut: a. Paul R. Krugman (2003:121) menyatakan bahwa “Prospek adalah peluang yang terjadi karena adanya usaha seseorang dalam memenuhi kebutuhan hidupnya juga untuk mendapatkan profit atau keuntungan”. b. Djasmin (1994:28) menyatakan bahwa
“prospek adalah
kebijakan perusahaan untuk meningkatkan kinerja penjualan dengan meraih peluang yang ada serta mengatasi berbagai hambatan dan ancaman baik dalam jangka panjang maupun jangka pendek”. c. Siswanto Sutejo (1945:28) menyimpulkan secara jelas “prospek adalah suatu gambaran keseluruhan, baik ancaman ataupun peluang dari kegiatan pemasaran yang akan datang yang berhubungan dengan ketidakpastian dari aktifitas pemasaran atau penjualan”.
26
Dengan demikian prospek kerja merupakan kondisi yang akan dihadapi
oleh
seseorang
dimasa
yang
akan
datang
baik
kecenderungan untuk meningkatkan atau menutup. Kondisi ini dipengaruhi oleh berbagai peluang dan ancaman yang dihadapi. Kelemahan dan kekuatan yang dimiliki seseorang sehingga diperlukan perencanaan dan perumusan strategis secara baik. Khususnya dalam peningkatan efisiensi dan kreativitas seseorang dalam mengolah hal-hal yang baru dengan memanfaatkan peluangpeluang dan mengetahui berbagai bentuk ancaman dikemudian hari.
2. Pengertian Guru Guru merupakan seorang yang bertanggungjawab mencerdaskan siswa-siswinya, karena sudah menjadi tugas dan kewajiban guru dalam mentransfer ilmu pengetahuan kepada peserta didik.
Berdasarkan
pendapat
Syaiful
Bahri
Djamarah
(2005:31)
mengatakan bahwa “guru merupakan orang yang memberikan ilmu pengetahuan kepada anak didik”. Berdasarkan UU RI No. 14 Tahun 2005, “Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah”.
27
Definisi guru menurut Noor Jamaluddin (1978: 1) dalam definisimu.blogspot, bahwa: Guru merupakan pendidik, yaitu orang dewasa yang bertanggung jawab memberi bimbingan atau bantuan kepada anak didik dalam perkembangan jasmani dan rohaninya agar mencapai kedewasaannya, mampu berdiri sendiri dapat melaksanakan tugasnya sebagai makhluk Allah khalifah di muka bumi, sebagai makhluk sosial dan individu yang sanggup berdiri sendiri. Definisi guru menurut Peraturan Pemerintah merupakan “jabatan fungsional, yaitu kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak seorang PNS dalam suatu organisasi yang dalam pelaksanaan tugasnya didasarkan keahlian atau keterampilan tertentu serta bersifat mandiri”. Definisi guru menurut Keputusan Men.Pan, “guru adalah Pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas, wewenang dan tanggung jawab oleh pejabat yang berwenang untuk melaksanakan pendidikan di sekolah”.
Jadi, guru merupakan seorang yang memiliki tugas mengajar dan mendidik, yakni bertanggungjawab memberikan ilmu pengetahuan dan membimbing peserta didik menjadi manusia yang kreatif, cerdas, mandiri, dan bermoral baik.
Berdasarkan teori di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa prospek kerja guru merupakan kondisi yang akan dihadapi oleh calon guru dalam menghadapi dan menanggapi peluang-peluang kerja yang
28
ada, dan kondisi dimana calon guru diuji untuk menciptakan hal-hal yang baru sehingga dapat menciptakan peluang kerja bagi dirinya dengan cara meningkatkan efisiensi dan kreativitas baik dalam menyalurkan ilmunya maupun dalam mendidik peserta didik menjadi pribadi yang mandiri, kreatif, dan bermoral baik sehingga tujuan pendidikan itu sendiri dapat tercapai seperti tercantum dalam UU RI No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 3. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermatabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang bertanggung jawab. 2.2.4
Pemahaman Prospek Kerja Guru Proses pendidikan masih terus berlangsung hingga saat ini, namun tujuan pendidikan itu sendiri belum dapat tercapai. Terdapat beberapa faktor yang memengaruhi pencapaian tujuan pendidikan, spesifiknya lagi terhadap prospek kerja guru, diantaranya kondisi pendidik (dosen/guru), peserta didik, sistem pembelajaran, pemahaman mengenai prospek kerja guru, dan lain-lain yang pada akhirnya akan memengaruhi pola pikir peserta didik dalam memahami dunia ilmu dan pendidikan dan dalam
mengambil
keputusan.
Telah banyak dijumpai banyak pengangguran dalam hal pekerjaan. Pengangguran terjadi pada orang-orang yang tidak mengenyam pendidikan,
29
tetapi ironisnya juga terjadi pada kalangan terdidik.
Mengenai sebabnya
pengangguran, Ace Suryadi dan H.A.R. Tilaar dalam Mujamil Qomar (2012:30-31) mengurai argumentasi terjadinya pengangguran dan setengah pengangguran tenaga kerja terdidik sebagai berikut. 1. Terjadinya ketimpangan dalam pergeseran struktur persediaan tenaga kerja terdidik dengan kesempatan kerja dalam struktur ekonomi Indonesia sampai saat ini. 2. Sistem pendidikan masih menekankan fungsinya sebagai pemasok tenaga kerja terdidik (educated manpower supply system) daripada sebagai penghasil tenaga penggerak pembangunan (driving force). 3. Terdapat kecenderungan bahwa mutu tenaga kerja yang dihasilkan oleh sistem pendidikan belum mampu berperan sepenuhnya sebagai kekuatan penggerak pembangunan (driving force) yang mampu melakukan pembaruan, dan penciptaan gagasan baru dalam menciptakan dan memperluas lapangan kerja. 4. Akibat dari pola pemikiran human capital yang terlalu kuat telah memengaruhi tumbuhnya sikap-sikap “apriori” bahwa pendidikan formal dapat membentuk ketrampilan yang relevan dengan kebutuhan dunia kerja. 5. Sikap-sikap apriori yang sangat kuat bahwa pendidikan formal dapat menghasilkan tenaga yang langsung dapat dipakai, juga dimiliki oleh para penerima kerja. Berdasarkan pandangan Mujamil Qomar (2012:31) terhadap kreatifitas masyarakat adalah: Masyarakat kita hampir tidak ada orang yang memiliki inisiatif. Kelemahan tidak adanya inisiatif biasanya berdampak pada kelemahan kreativitas, sebab kreativitas itu terjadi diawali dari adanya inisiatif, dan dari inisiatif ini ditindaklanjuti oleh kreativitas. Bedanya inisiatif lebih tampak pada ide-ide atau gagasan-gagasan baru, sedangkan kreativitas lebih tampak pada level aktivitas atau tindakan-tindakan baru. Tanpa adanya inisiatif dan kreativitas, karya-karya baru tidak dapat diciptakan. Sementara dalam kompetisi global ini kita dituntut untuk melahirkan karya-karya yang baru. Oleh karena itu, tenagatenaga kerja terdidik yang dihasilkan pendidikan memiliki sikap ketergantungan yang amat tinggi kepada pemerintah, pemilik perusahaan, atau orag lain yang memiliki kewenangan untuk menentukan pilihan-pilihan tenaga kerja.
30
Suryadi dan Tilaar dalam Mujamil Qomar (2012:33) menilai bahwa “program-program pendidikan di Indonesia cenderung menghasilkan calon-calon pencari pekerjaan daripada calon-calon pengusaha atau pekerja mandiri”. Konsekuensinya, tenaga-tenaga kerja terdidik kita cenderung bersikap praktis, pragmatis, potong kompas (by pass), dan senang terhadap hal-hal yang instan. Misalnya, mengikuti tes CPNS dengan booking kursi, yakni menyuap instansinya agar peserta dapat lolos tes CPNS. Contoh lain yang terjadi dalam masyarakat adalah banyak sarjana pendidikan yang bekerja di bank, bidang pariwisata, dan lain-lain dengan mengandalkan jaringan atau kerabat yang bekerja di tempat tersebut. Ini yang menjadikan pola pikir mahasiswa “kuliah yang penting wisuda, bekerja yang penting menghasilkan uang”. Berdasarkan penelitian Djohar (2003:43), “orientasi pendidikan kita selama ini diarahkan pada tujuan. Namun, evaluasi hasilnya tidak mengukur keberhasilan tujuan itu, sehingga peserta didik tidak memperoleh apa-apa dari pendidikan tersebut”. Ini merupakan pendidikan yang mubazir, suatu pendidikan yang telah mengerahkan biaya, tenaga, pikiran, dan waktu, tetapi tidak memberikan keuntungan secara signifikan kepada peserta didik apalagi masyarakat luas. Oleh karena itu, pendidikan perlu dievaluasi.
Sesungguhnya problem pendidikan bisa berasal dari berbagai kalangan, tidak hanya pemerintah, para penyelenggara pendidikan, para pelaksana pendidikan, dan para guru/dosen, tetapi juga dari masyarakat, termasuk
31
di dalamnya orangtua wali/mahasiswa. Di kalangan peserta didik juga terdapat kesenjangan, mereka tidak memiliki target dalam mempelajari ilmu, sehingga tidak mengukur keberhasilan belajarnya.
Diperlukan pengkondisian situasi akademik dari guru atau dosen terhadap
peserta
didik.
Selain
menyampaikan
materi
pelajaran/matakuliah, tetapi juga menyelami gejolak batin atau problem-problem psikologis yang dialami peserta didik. Karena dalam hal ini, meskipun peserta didik/mahasiswa sudah memasuki usia dewasa, mereka masih memerlukan bimbingan dari para dosen dalam memahami problem pendidikan dan cara mengatasinya. Oleh karena itu, mereka membutuhkan pemahaman mengenai prospek kerja guru dari para dosen agar minat belajar mereka meningkat.
Terkadang pendidikan memang dirasakan sebagai suatu dilema, jika mahasiswa hanya dicekoki doktrin mereka menjadi pasif-konsumtif, tetapi kalau mereka dilatih berpikir kritis akhirnya tumbuh menjadi orang-orang yang suka menggugat seperti tercermin dari maraknya demonstrasi. Lulusan-lulusan pendidikan dikenal jago-jago memainkan intrik politik, tetapi sangat lemah dalam menguasai substansi keilmuan. Pendidikan Kewarganegaaran merupakan pendidikan moral yang digalakkan pemerintah sejak Orde Baru yang dilaksanakan pada semua tingkat lembaga pendidikan formal mulai sekolah dasar hingga perguruan tinggi, namun pada praktekknya tidak sedikit lulusan kewarganegaraan yang melakukan KKN terutama dalam dunia kerja.
32
Berdasarkan pendapat Mujamil Qomar (2012:95) mengenai pendidikan di Indonesia adalah: Pendidikan di Indonesia makin mengalami degradasi moral dan spiritual. Proses pendidikan makin dijauhkan dari pertimbangan sosial-religius sebagai idealisme yang ingin diwujudkan melalui pesan-pesan Pancasila. Pendidikan kita makin diarahkan pada sifatsifat materialistik, mengejar materi sebanyak-banyaknya, dan menumpuk modal sebesar-besarnya sebagai jaminan ketahanan suatu lembaga pendidikan. Bahkan, pengumpulan materi atau modal tersebut sebagai jaminan bagi kelangsungan hidup, pengelola, pelaksana, guru dan tenaga kependidikan, sehingga atmosfer pendidikan menjadi beraroma ekonomis bahkan bisnis laksana dalam lembaga-lembaga perekonomian. Seperti diungkapkan H.A.R. Tilaar dalam Mujamil Qomar (2012:97) bahwa “pendidikan kita didesain seperti perlombaan atau pertandingan. Lembaga pendidikan lain dianggap kompetitor, mahasiswa lain sebagai rival, dan lulusan dari sekolah lain apalagi luar negeri sebagai pesaing. Desain ini memaksa hadirnya konsep daya saing”. Tilaar menuturkan, “dewasa ini “daya saing” merupakan momok baru di dalam kehidupan masyarakat di Indonesia. Segala sesuatu diarahkan pada peningkatan daya saing sehingga proses pendidikan telah mengabaikan proses pembudayaan serta penajaman moral”. Hal ini semakin memperkuat asumsi bahwa pendidikan kita dipaksa mengikuti keinginan pasar. Di dalam masyarakat terdapat unsur perlombaan harga, pertandingan dan persaingan. Sementara di pasar juga terdapat banyak penipuan, seperti lulusan pendidikan kita yang menipu masyarakat luas.
Pendidikan kita mengalami banyak kelemahan. Benni Setiawan (2008:103-104) menyatakan bahwa:
33
Sistem pendidikan di Indonesia masih timpang. Pendidikan di Indonesia masih berorientasi pasar. Pendidikan belum mampu menyadarkan manusia dari keterasingan hidup. Akibatnya, pendidikan hanya dijadikan komoditas pemilik modal. Pemilik modal membutuhkan uang dan masyarakat membutuhkan status. Untuk itu, kurikulum harus mengusahakan kesempatan individu untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan dan sikap berpartisipasi secara produktif dan memuaskan dalam dunia kerja yang akan menyesuaikan perubahan terus-menerus. Ada banyak materi pelajaran maupun mata kuliah yang sangat menarik dan menyajikan berbagai wawasan keilmuan secara mendalam, terpaksa ditinggalkan dalam membangun struktur kurikulum, hanya karena tidak memfasilitasi peserta didik dengan keterampilan bekerja. Demikian juga keberadaan jurusan atau program studi yang tidak banyak diminati peserta didik maupun masyarakat seperti Pendidikan Kewarganegaraan , lantaran Pendidikan Kewarganegaraan dipandang rendah dan kurang penting, terlebih dalam dunia kerja. Hal ini yang mengakibatkan sarjana PKn malu karena dianggap sebagai mata pelajaran yang tidak penting. Inilah yang terkadang mengakibatkan lulusan-lulusan PKn melenceng saat memasuki dunia kerja, seperti mengajar sosiologi, IPS, atau bahkan ada yang bekerja di instansi lain seperti bank. Seperti diungkapkan oleh H.A.R. Tilaar (2000:131) bahwa “keranjingan masyarakat pada gelar mempunyai nilai yang positif karena menandakan masyarakat ingin maju”. Tetapi pada akhirnya pendidikan kita hanya disubordinasikan pada pasar atau lapangan kerja. Sebenarnya pendidikan bisa diperankan dan difungsikan secara maksimal dan lebih terhormat lagi.
34
Pendidikan bukan hanya mencetak tenaga-tenaga kerja terdidik, melainkan dapat diberdayakan untuk mencetak lulusan-lulusan yang terampil dan lincah dalam membuka lapangan kerja baru, mencari terobosan-terobosan untuk mengangkat pengangguran dan kemiskinan, mampu menciptakan peradaban yang maju, dan mampu membangun keselarasan antara kemajuan material dengan spiritual. Dengan istilah lain, pendidikan mampu melahirkan subjek kehidupan, mampu menghasilkan orang-orang yang terampil mengatasi masalahnya sendiri, dan mampu meluluskan orang-orang yang lepas sama sekali dari ketergantungan.
Fakta inilah yang memberikan pengaruh negatif kepada mahasiswa, mereka tidak lagi murni berkonsentrasi mencari ilmu. Mereka telah terkontaminasi oleh kecenderungan dan sikap pragmatis tersebut. George B. Leonard menyatakan bahwa “salah satu faktor yang merusak pelajar kita sekarang ini adalah perlombaan dalam mencari gelar perguruan tinggi”.
Seperti yang dikemukakan Darmaningtyas (2005:214) bahwa: Banyak orang beranggapan bahwa kuliah sekedar untuk mendapatkan ijazah atau gelar saja. Implikasinya, tidak jarang di antara mereka menggunakan biro jasa pembuatan karya tulis, skripsi, atau tesis karena yang mereka utamakan adalah bukan pengetahuan dan pengalaman membuat karya tulis, skripsi,atau tesis, melainkan status, ijazah atau gelarnya. Sikap pragmatis dan reduksionis itulah yang melegitimasi terjadinya praktek jual beli gelar dan kebijakan yang rusak dalam bidang pendidikan.
35
Demikian juga yang terjadi di kalangan sebagian mahasiswa. Semangat mereka terfokus pada dmonstrasi menantang pimpinan kampus dan dosennya. Mereka memalsu
absen, dalam
mengerjakan
tugas
seeringkali dilakukan dengan mencari artikel-artikel di Google dan copy paste, menyontek, memanfaatkan deadline untuk mendapatkan persetujuan pembimbing kala bimbingan skripsi atau tesis orang lain hanya diganti data lapangannya, kemudian diakui sebagai karyanya sendiri sehingga pada saat ujian mereka tidak menguasai sama sekali, meminta orang lainuntuk membuatkan karya ilmiah dan skripsi atau tesis, memalsu nilai, dan sebagainya. Suryadi dan Tilaar dalam Mujamil Qomar (2012:39) menganalisis ada tiga sebab mengapa pendidikan di berbagai negara terkadang menjadi buah simalakama. 1. Pendidikan masih merupakan suatu komoditas yang diperebutkan untuk memperoleh hak-hak istimewa (privilege) untuk naik pada tangga sosial seperti halnya pada zaman kolonial. 2. Pendidikan akan mengakibatkan adanya harapan masyarakat. 3. Pendidikan akan melahirkan pendidikan yang lebih baik lagi sejalan dengan terbukanya horizon pemikirannya. Terdapat pula sebuah pemahaman keliru yang melekat dalam diri mahasiswa dan masyarakat, bahwa sebuah pendidikan bermutu yang disandarkan pada fasilitas belajar, semakin mutu pendidikan, semakin mahal dan elit sebuah sistem pembelajaran. Padahal sebenarnya peningkatan mutu pendidikan harus dilakukan dengan mengembangkn cara berpikir yang baru, seperti A. Malik Fadjar dalam Mujamil Qomar
36
(2012:47) yang menyarankan, “diperlukan strategi peningkatan mutu pendidikan,
yaitu
peningkatan
kualitas
pendidikan
berorientasi
keterampilan (brood-based education) dan peningkatan kualitas pendidikan
berorientasi
akademik
(hight-based
education)”.
Sebenarnya pemerintah telah melakukan berbagai strategi, namun lagilagi masih belum bisa mencapai mutu pendidikan.
Berdasarkan pendapat Chan dan Sam dalam Mujamil Qomar (2012:5253), sikap mahasiswa dalam menghadapi prospek kerja guru terbagi menjadi 5 kelompok, yaitu: 1. Sebagian menunjukkan rasa kegembiraan karena mereka telah lama menunggu. 2. Sebagian bersikap biasa-biasa saja karena menganggap sebagai konsekuensi dari perubahan system politik/pemerintahan. 3. Sebagian bersikap pesimistis karena menganggap kebijakan tersebut sebagai wujud ketidakberdayaan pemerintah pusat dalam mengelola masyarakat daerah. 4. Sebagian bersikap skeptic yang memperlihatkan ketidakpercayaan terhadap maksud baik pemerintah pusat. 5. Sebagian bersikap khawatir dan rasa takut karena keterbatasan dana, sarana, dan prasarana yang dimiliki. Menghadapi situasi seperti ini, universitas tidak mungkin mewujudkan hasil pendidikan, yang diwujudkan sekadar hasil pengajaran. Lulusanlulusan FKIP Pendidikan Kewarganegaraan bisa saja pintar-pintar tetapi tidak memiliki tanggung jawab. Selain karena kurang mendapat bimbingan, pelatihan, pembiasaan, dan keteladanan, tingkat kesadaran mahasiswa akan pengolahan prospek kerja guru masih tergolong rendah. Hal ini dapat ditanggulangi melalui pemberdayaan mahasiswa dalam aktivitas pembelajaran. Mahasiswa diarahkan agar menghindari kebiasaan bergantung dan disuap, serta diarahkan pada kebiasaan
37
mandiri, berinisiatif, produktif, berencana, tuntas, kreatif, sabar, jujur, terbuka, dan transparan. Para mahasiswa dimotivasi, distimulasi, difasilitasi agar minat belajarnya meningkat. Dengan demikian, mereka terlatih berpikir kritis dalam menangkap masalah prospek kerja guru dan berani mengembangkan pemikiran kritis menjadi ide-ide, gagasangagasan, dan pemikiran-pemikiran baru dalam seluruh proses pembelajaran.
Sebagaimana dikutip Susilo, Sartini dalam Mujamil Qomar (2012:77) menjabarkan corak pendidikan dan kepribadian anak akibat dari model pendidikan yang diberikan orangtua mereka. Apa yang dikatakan Sartini tidak jauh berbeda dengan Dorothy Law Nolte. 1. Jika anak banyak dicela, ia akan terbiasa menyalahkan. 2. Jika anak banyak dimusuhi, ia akan terbiasa menentang. 3. Jika anak diahntui ketakutan, ia akan terbiasa mersa cemas. 4. Jika anak banyak dikasihani, ia akan terbiasa meratapi nasib. 5. Jika anaksering diolok-olok, ia akan terbiasa menjadi pemalu. 6. Jika anak dikitari rasa iri, ia akan terbiasa merasa bersalah. 7. Jika anak serba dimengerti, ia akan terbiasa menjadi penyabar. 8. Jika anak diberi dorongan, ia akan terbiasa percaya diri. 9. Jika anak banyak dipuji, ia akan terbiasa menghargai. 10. Jika anak diterima di lingkungannya, ia akan terbiasa menyayangi. 11. Jika anak tidak sering disalahkan, ia akan terbiasa senang menjadi dirinya sendiri. 12. Jika anak mendapat pengkuan dari kiri-kanan, ia akan terbiasa menetapkan arah langkahnya. 13. Jika anak diperlakukan dengan jujur, ia akan terbiasa melihat kebenaran. 14. Jika anak ditimang tanpa berat sebelah, ia akan terbiasa melihat keadilan. 15. Jika anak mengenyam rasa aman, ia akan terbiasa mengendalikan diri sendiri dan mempercayai orang sekitar. 16. Jika anak dikerumuni keramahan, ia akan terbiasa berpendirian “sungguh indah dunia ini”.
38
Demikianlah akibat yang akan terjadi pada anak berbeda-beda lantaran perlakuan yang diterima tidak sama, terlebih pada poin 8, jika anak diberi dorongan ia akan terbiasa percaya diri. Hal ini sangat dibutuhkan dalam memahami prospek kerja guru. Tanpa dorongan dari lingkungan sekitar, maka anak tidak dapat mencari dan menciptakan peluang kerja bagi dirinya sendiri.
Dapat disimpulkan bahwa guru atau dosen sebagai ujung tombak pendidikan berada di garis terdepan dalam menangani proses pendidikan. Sehebat-hebat guru dan atau dosen, mereka tidak akan mampu memajukan lembaga pendidikan karena bukan tugas dan wewenangnya. Mereka tidak memiliki kekuasaan politik (political power), sedangkan yang memiliki kekuasaan adalah manajer tersebut. Namun, sehebat apapun kepala sekolah, direktur, ketua, dekan dan rector, mereka tidak akan mampu memajukan pendidikan di lembaganya tanpa peran aktif seorang guru dan atau dosen. Oleh karena itu, posisi guru atau dosen menjadi sangat penting dalam mewujudkan kemajuan proses sekaligus hasil pendidikan. Hal inilah yang seharusnya ditanamkan kepada mahasiwa agar mereka memahami pentingnya menjadi seorang guru sehingga minat belajar mereka meningkat.
Fakta lainnya yang bertolak belakang dengan hal di atas adalah gaji guru honor yang tergolong rendah. Berdasarkan survei yang mempertanyakan cita-cita mahasiswa Prodi PKn, ternyata hampir tidak ada yang ingin menjadi guru dan sedikit sekali yang ingin menjadi
39
dosen karena gajinya rendah. Fenomena ini sungguh mencemaskan pemerintah, sehingga pemerintah berusaha meningkatkan kesejahteraan pendidik baik guru dan dosen melalui sertifikasi pendidik.
Berdasarkan pendapat Mujamil Qomar (2012:121-124), langkah lain yang dapat ditempuh adalah dengan meningkatkan kesadaran para pelaku pendidikan seperti berikut. 1. Siswa Siswa yang sadar pendidikan adalah peserta didik yang tugas utamanya belajar. Kesadaran ini mendorongnya untuk mengisi waktu dalam jumlah dominan dengan kegiatan belajar. 2. Guru Guru yang sadar pendidikan adalah pendidik yang menggerakkan semua pemikiran, penghayatan, dan tindakan untuk membangun kesadaran siswa dalam aktivitas belajar. 3. Kepala sekolah Kepala sekolah yang sadar pendidikan adalah kepala sekolah yang berfungsi sebagai pembimbing guru dalam proses belajar mengajar dan menjadi teldan bagi warga sekolah. 4. Mahasiswa Mahasiswa yang sadar pendidikan adalah mereka yang berusaha memburu dan mendalami ilmu pengetahuan. 5. Dosen Dosen yang sadar pendidikan adalah dosen yang mengedepankan tugas utamanya pada kegiatan mendidik serta mengajar, meneliti, dan mengabdi kepada masyarakat. 6. Rektor/dekan/ketua/direktur perguruan tinggi Rektor/dekan/ketua/direktur perguruan tinggi yang sadar pendidikan adalah mereka yang berusaha keras mengkondisikan perguruan tingginya benar-benar berbasis akademik dan lebih utama lagi bila berbasis research sehingga mampu menjadi agent of change, agent of modernization, agent of innovation.
40
7. Pemerintah Pemerintah yang sadar pendidikan adalah pemerintah yang menjadikan pendidikan sebagai basis utama dalam mengatasi krisis multidimensional. 8. Masyarakat Masyarakat yang sadar pendidikan adalah masyarakat yang mendukung sepenuhnya terhadap peningkatan pendidikan serta konsekuensinya. Kesadaran menjadi intisari dalam aktivitas kerja. Seseorang baru dipandang benar-benar bekerja kalau pekerjaan tersebut didasari kesadaran. Demikian pula pekerjaan pendidik, guru baru dapat disebut pendidik apabila kegiatannya dilakukan dengan penuh kesadaran.
Peserta
didik/mahasiswapun baru bisa disebut belajar apabila mereka benar-benar memahami dan mendalami ilmu yang sedang diembannya sehingga mengetahui prospek kerja kedepannya.
Mujamil Qomar (2012:121-124) mengungkapkan terdapat upaya-upaya membangun kesadaran pendidikan pada mahasiswa dapat dijabarkan sebagai berikut: 1. Upaya membangun kesadaran bisa dimulai dengan kegiatan menelusuri latar belakang mereka, dari sisi psikologis, sosial, dan ekonomi. Eal James Mc Grath melaporkan dalam bukunya Education Th Willspring of Democracy (Alabama: University of Alabama Press, 1951:33) bahwa studi yang cermat telah mnunjukkan bahwa masing-masing anak memiliki serangkaian pertumbuhan yang unik. Sekolah yang baik dapat membantu dia mengembangkan kapasitasnya daripada standar yang disarankan. Itulah yang mendasati pendidikan dan metodologi dalam filosofi perkembangan yang mana seluruh orang tanpa mempedulikan tahap kemajuan atau lebih jauh perkembangan potensialnya meningkat untuk mencapai sikap, pemahaman, apresiasi, dan keterampilan yang diinginkan. 2. Menerapkan system pendidikan dan pembelajaran yang ketat pada semua perguruan tinggi.
41
Pengetatan dimulai ketika seleksi penerimaan mahasiswa baru, pertemuan tatapmuka perkuliahan, sanksi terhadap pelanggaran kode etik mahasiswa, pelaksanaan ujian dan pelulusan akhir. 3. Di kalangan guru atau dosen, perlu dilakukan pengondisian agar melakukan kegiatan-kegiatan ilmiah secara serius dan intensif untuk memperkukuh profesionalisme mereka. Gaji sertifikasi guru dan dosen dapat dijadikan alat untuk memaksa mereka meningkatkan kegiatan-kegiatan ilmiah secara signifikan melalui bukti-bukti riil yang bisa dipertanggungjawabkan. 4. Menggeser paradigma masyarakat pemikiran masyarakat dari “gila gelar” ke arah “gila kualitas”, dari “symbol” ke arah “aksi” (M. Joko Susilo, 2007:122) Sosialisasi secara intensif tentang pentingnya pendidikan yang berkualitas dan bahaya terjadinya penyimpanganpenyimpangan pendidikan. Kemudian pada saat penyaringan pegawai, baik dari lembaga negeri maupun swasta hendaknya betul-betul memilih atau menerima orang-orang yang berkompeten dan berkualitas. Semua usaha di atas memberikan pemahaman, pengertian, dan kemantapan kepada masyarakat luas agar mereka sadar pendidikan sepenuhnya.
Sementara itu, pembudayaan kesadaran akan prospek kerja guru Pendidikan Kewarganegaraan dapat ditempuh melalui tahapan-tahapan yang telah diungkapkan Mujamil Qomar (2012:121-124) sebagai berikut. 1. Membentuk mindset Mengarahkan dan meyakini bahwa Pendidikan Kewarganegaraan adalah mata pelajaran yang sangat penting dalam proses perkembangan masyarakat menjadi warganegara yang baik.
2. Mendemonstrasikan dan mendalami model sebagai contoh. Mahasiswa lebih dapat tersentuh dengan contoh-contoh riil daripada teori belaka karena contoh-contoh ini lebih mudah dipahami dan ditiru dalam kehidupan sosial mereka.
42
3. Melaksanakan secara realistis tugas masing-masing. Pelaksanaan ini bisa diwujudkan dengan berbagai bentuk yang sangat terkait dengan tugas dari masing-masing pihak, khususnya pelaku pendidikan yang telah dijabarkan sebelumnya. 4. Mempublikasikan dan mempopularisasikan hasil dan dampak kesadaran pendidikan. Penerapan kesadaran yang telah diwujudkan harus segera dipublikasikan. Promosi ini memiliki kekuatan untuk memengaruhi mahasiswa dalam membudayakan kesadaran pendidikan dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. 5. Melakukan evaluasi kritis. Melakukan evaluasi secara kritis mulai dari membentuk mindset, proses, hasil, berikut dampaknya dan membandingkan kondisi kesadaran pendidikan dengan yang terjadi sebelumnya untuk mengukur keberhasilan pembudayaan kesadaran masyarakat. 6. Melakukan tindak lanjut. Berdasarkan hasil evaluasi, kemudian dianalisis dan dijadikan acuan untuk melakukan tindakan yang lebih strategis, yang disebut tindak lanjut yang mengandung nilai-nilai penguatan. Demikianlah
tahap-tahap
upaya
menumbuhkan
budaya
kesadaran
pendidikan yang sebelumnya tidak atau belum tumbuh. Tentu kondisi ini berbeda dengan kondisi masyarakat yang telah memiliki kesadaran pendidikan, upaya yang dilakukan bersifat pengembangan semata.
2.3 Tinjauan Pendidikan Kewarganegaraan 2.3.1
Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education) merupakan program studi yang memfokuskan pada pembentukan pengetahuan dan sikap terhadap pribadi dan perilaku mahasiswa. Mahasiswa berasal dari latar belakang kehidupan yang berbeda, baik agama, sosio kultural, bahasa, usia, dan suku bangsa. Hal ini bertujuan agar warganegara
43
Indonesia menjadi cerdas, terampil, kreatif, dan inovatif serta mempunyai karakter yang khas sebagai bangsa Indonesia yang dilandasi nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Pasal 39 Undang-Undang No. 22 tahun 1999 tentang Sistem Pendidikan
Nasional
bahwa
“Pendidikan
Kewarganegaraan
merupakan mata pelajaran yang memberikan pengetahuan dan kemampuan dasar hubungan warga negara dengan pemerintah agar menjadi warga negara yang dapat diandalkan oleh bangsa dan negara”. Arnie Fajar (2005: 141) bahwa ”Pendidikan Kewarganegaraan adalah mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan diri yang beragam dari segi agama, sosio kultural, bahasa, usia dan suku bangsa untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampil dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UndangUndang Dasar 1945”.
Pendapat lain juga dikemukakan oleh Tim Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar Dan Menengah (2006: 11), Pendidikan kewarganegaraan merupakan bidang kajian ilmiah dan program pendidikan di sekolah dan diterima sebagai wahana utama serta esensi pendidikan demokrasi di Indonesia yang dilaksanakan melalui:
44
1) Civic Intellegence Yaitu kecerdasan dan daya nalar warga negara baik dalam dimensi spiritual, rasional, emosional, mupun sosial. 2) Civic Responsibility Yaitu kesadaran akan hak dan kewajiban sebagai warg negara yang bertanggung jawab. 3) Civic Particiption Yaitu kemampuan berpartisipasi warga negara atas dasar tanggung jawabnya, baik secara individual, sosial, maupun sebagai pemimpin hari depan. Salah satu komponen yang masuk kedalam keterampilan kewarganegaraan adalah keterampilan intelektual kewarganegaraan (intellectual skill) yaitu keterampilan yang berkenaan dengan penguasaan materi pelajaran kewarganegaraan yang meliputi kajian atau pembahasan tentang negara, warga negara, hubungan antara negara dengan warganegaranya, hak dan kewajiban negara dan warga negara, masalah pemerintahan, hukum, politik, moral, dan sebagainya. Sedangkan keterampilan intelektual mengandung arti keterampilan, kemauan, atau kapabilitas manusia yang menyangkut aspek kognitif, bukan aspek gerakan (psycomotor) fisik atau sikap (Depdiknas 2003: 3).
Warga negara yang memahami dan menguasai pengetahuan kewarganegaraan serta nilai-nilai kewarganegaraan akan menjadi seorang warga negara yang memiliki rasa percaya diri, kemudian
45
warga negara yang memahami dan menguasai pengetahuan kewarganegaraan akan menjadi seorang warga negara yang berpengetahuan dan berkepribadian.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat didefinisikan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan
merupakan
program
studi
yang
memberikan
pengetahuan mengenai hubungan antar warga negara, pemenuhan hak dan kewajiban warga negara, kesadaran terhadap hukum dan politik sehingga tercipta suasana yang demokratis.
2.3.2 Visi Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan Tim Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar Dan Menengah (2006: 11) menyatakan visi mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan adalah mewujudkan proses pendidikan yang integral di sekolah untuk pengembangan kemampuan dan kepribadian warga negara yang cerdas, partisipasif, dan bertanggung jawabyang pada gilirannya akan menjadi landasan untuk berkembangnya masyarakat Indonesia yang demokratis.
2.3.3 Misi Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan Berdasarkan kepada visi mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan, maka
dapat
dikembangkan
misi
mata
pelajaran
pendidikan
kewarganegaraan sebagai berikut: 1) Mengembangkan kerangka berpikir baru yang dapat dijadikan landasan
yang
rasional
untuk
menyusun
pendidikan
46
kewarganegaraan
sebagai
pendidikan
intelektual
kearah
kewarganegaraan
sebagai
pembentukan warga negara yang demokratis. 2) Menyusun
substansi
pendidikan
pendidikan demokratis yang berlandaskan pada latar belakang sosial budaya serta dalamkonteks politik, kenegaraan, dan landasan konstitusi yang dituangkan dalam pilar-pilar demokrasi Indonesia.
2.3.4 Fungsi Mata Pelajaran Pendidikan kewarganegaraan Tindak lanjut visi dan misi mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan Tim Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar Dan Menengah (2006: 11) juga mengajukan fungsi pendidikan kewarganegaraan yaitu sebagai wahana untuk membentuk warga negara cerdas, terampil, dan berkarakter yang setia kepada bangsa dan negara Indonesia dengan merefleksikan dirinya dalam kebiasaan berfikir dan bertindak sesuai dengan amanat Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
2.3.5 Tujuan Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
Tim Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar Dan Menengah (2006: 12), tujuan mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan adalah sebagai berikut: 1) Berfikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan. 2) Berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, serta bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. 3) Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan pada karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainnya.
47
4) Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam pencaturan dunia secara langsung atau tidak langsung degan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi. 2.4 Kerangka Pikir Belajar merupakan aktivitas siswa yang harus dijalankan untuk mencapai
tujuan yang diinginkan. Tidak dapat dikatakan belajar jika seseorang tidak melakukan minat untuk belajar, itulah sebabnya minat merupakan prinsip atau asas yang sangat penting di dalam interaksi belajar mengajar.
Belajar sendiri dapat definisikan suatu proses perubahan di dalam kepribadian manusia, dan perubahan tersebut ditampakkan dalam bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku. Banyak faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa salah satunya dengan memahami prospek kerja guru. Tanpa memahami hal tersebut, minat belajar siswa menjadi rendah karena tidak memikirkan prospek pendidikan di masa mendatang.
Untuk meningkatkan kesadaran pendidikan tersebut diperlukan upaya-upaya dari pelaku pendidikan terutama diri sendiri dengan harapan akan meningkatkan mutu dan kualitas pendidikan. Untuk menyederhanakan mengenai pembahasan pengaruh tingkat pemahaman tentang prospek kerja guru terhadap minat belajar mahasiswa Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan FKIP Universitas Lampung, dibuat kerangka pikir sebagai berikut:
48
Variabel X
Pengaruh Tingkat Pemahaman Tentang Prospek Kerja Guru a). Peluang b). Hambatan c). Ancaman
Variabel Y
Minat Belajar Mahasiswa Program Studi PKn a) Ketertarikan b) Rasa Senang c) Keinginan
2.5 Hipotesis Berdasarkan kerangka pikir diatas, maka hipotesis sementara yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah :
Tingkat pemahaman tentang prospek kerja guru berpengaruh terhadap minat belajar mahasiswa Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan FKIP Universitas Lampung tahun 2013.