<span style="color: #000000;"><strong><span style="font-size: medium;">Dongkrak Harga, Pemerintah Wajibkan Konsumsi Karet Domestik
<span style="color: #000000;">Pemerintah tengah menyiapkan Instruksi Presiden (Inpres) terkait peningkatan penggunaan karet domestik yang akan diterbitkan akhir tahun ini. Hal itu dilakukan untuk mendongkrak harga karet alam yang masih tertekan.
<span style="color: #000000;">�Kami sudah melakukan koordinasi lintas Kementerian. Sekarang kami sedang mengusulkan adanya Inpres yang pembahasannya sudah sampai tingkat Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Setelah itu selesai diusulkan ke Presiden,� kata Direktur Jenderal Kerjasama Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan (Kemendag) Bachrul Chairi di Jakarta, Kamis (3/12) petang.
<span style="color: #000000;">Dengan adanya inpres tersebut, lanjut Bachrul, proyek infrastruktur yang didanai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) akan lebih banyak memanfaatkan karet alam produksi dalam negeri. Terutama untuk pembangunan jalan baru, pelapisan jalan, dan pembangunan dam.
<span style="color: #000000;">�Pengalaman Thailand, aspal yang dicampur karet memang lebih mahal tetapi masa penggunaannya naik samapai 40-50%,� kata Bachrul usai menjadi pembicara dalam pertemuan tingkat menteri Dewan Karet Tripartit Internasional 2015.
<span style="color: #000000;">Penggunaan karet alam di sektor infrastruktur sendiri sudah banyak dilakukan. Disebutkan Bachrul, karet alam bisa menjadi bahan bantalan jalur Mass Rapid Transit (MRT) seperti yang dilakukan Malaysia. Selain itu, karet alam juga bisa digunakan untuk bantalan dermaga (dock fender).
<span style="color: #000000;">�Bahkan Thailand sudah lebih maju. Stadion untuk bola, stadion olahraga, mayoritas penggunaan karet dominan di situ,� katanya.
<span style="color: #000000;">Bachrul berharap tahun depan konsumsi karet alam nasional bisa meningkat sebanyak 100.000 ton menjadi sekitar 680.000 ton. Sebelumnya, dalam pertemuan ITRC kemarin, Indonesia bersama Thailand dan Malaysia telah sepakat untuk meningkatkan konsumsi karet sebanyak 300.000 ton tahun depan.
<span style="color: #000000;">Adapun total konsumsi karet alam di ketiga negara tahun ini mencapai 1,67 juta ton atau naik 5,9% dari konsumsi tahun lalu, 1,58 juta ton. Naiknya konsumsi terutama disebabkan oleh penggunaan karet alam pada konstruksi jalan dan berbagai produk berbasis karet.
<span style="color: #000000;">Saat ini, harga karet alam lebih rendah dari biaya produksinya yaitu sekitar US$ 1,2 per kilogram. Padahal, tahun 2012 harga karet alam bisa menembus US$4,9 per kilogram.
<span style="color: #000000; font-size: 12.16px; line-height: 1.3em;">�Harga yang ideal yang pernah kita capai di 2012 itu sampai dengan US$ 4,9 per kilogram (kg). Itu adalah harga numeratif yang ingin kita capai tetapi tentunya prediksinya sekarang ini harus bisa keluar saja dari US$ 2,5 per kg sudah baik,� kata Bachrul.
<span style="color: #000000;">CNN Indonesia, 04/12/2015
<span style="color: #000000;">-------------------------------------------------------------------
<span style="color: #000000;"><strong><span style="font-size: medium;">Thailand Segera Sepakati Kerjasama Kereta Api, Beras dan Karet dengan China
<span style="color: #000000;">China akan menandatangani kesepakatan untuk membangun jalur kereta api di
1/7
BERITA KARET JANUARI 2016
Thailand dan membeli beras dan karet dari negara Gajah Putih itu, pejabat senior pemerintah Thailand mengatakan Rabu.
<span style="color: #000000;">Kesepakatan itu dapat membantu mendongkrak pertumbuhan ekonomi di negara dengan ekonomi terbesar kedua di Asia Tenggara itu dan menjadi sinyal terbaru mengenai peningkatan hubungan diantara kedua bangsa sejak kudeta militer Thailand di tahun 2014.
<span style="color: #000000;">China selama ini mendukung pemerintahan militer Thailand yang berlawanan dengan sekutu utama Thailand seperti Amerika Serikat yang telah memperlihatkan sikap �menjaga jarak� dengan para jenderal yang terlibat dalam proses pengambilalihan kekuasaan.
<span style="color: #000000;">Thailand akan menyetujui sebuah nota kesepahaman (MoU) dengan China untuk membangun jalur kereta api sepanjang hampir 900 km dari perbatasan Thailand-Laos ke Bangkok, kata pejabat tersebut.
<span style="color: #000000;">Thailand dan China berencana untuk mendirikan sebuah perusahaan patungan untuk menjalankan proyek tersebut.
<span style="color: #000000;">Kedua negara juga akan menandatangani kesepakatan pembelian beras dimana China akan membeli 1 juta ton beras putih dan beras melati dan 200,000 ton karet dari Thailand, tutur Menteri Perdagangan Apiradi Tantraporn.
<span style="color: #000000;">Proyek jalur kereta api sebetulnya sudah banyak dibicarakan selama bertahun-tahun. Namun demikian sampai saat ini belum ada kesepakatan harga menyangkut pembiayaan proyek tersebut. Pemerintah Thailand memperkirakan biaya yang dibutuhkan sebesar 369 miliar baht (sekitar US$10.31 miliar), sedangkan China memperkirakan biayanya sebesar 468 miliar baht.
<span style="color: #000000;">China sudah menawarkan pembiayaan proyek tersebut melalui pinjaman dengan bunga 2,5%, namun Thailand menginginkan bunga sebesar 2%, kata Arkhom.
<span style="color: #000000;">China memiliki rencana infrastruktur yang ambisius di kawasan Asia Tenggara dan berencana membangun hubungan jalur kereta api dari Kunming di Baratdaya China melalui Laos dan Thailand.
<span style="color: #000000;">Reuters, 02/12/2015
<span style="color: #000000;"> ----------------------------------------------------------------------
<span style="color: #000000;"><strong><span style="font-size: medium;">Harga Karet Dunia Terpuruk ke Level Terendah dalam 7 Tahun
<span style="color: #000000;">Harga karet terjerembab ke level terendah sejak tahun 2009 setelah melemahnya industri manufaktur China dan Amerika Serikat, dua ekonomi terbesar dunia, meningkatkan kekhawatiran tentang pertumbuhan ekonomi global yang diperkirakan akan makin menurun, memperparah kejenuhan penggunaan karet di industri ban.
<span style="color: #000000;">Harga karet berjangka untuk penyerahan bulan Juni turun 1,4% ke 150,6 yen per kg (US$1.262 per ton) di Tokto Commodity Exchange, penyelesaian terendah untuk kontrak teraktif itu sejak Maret 2009. Harga kontrak acuan ini merosot 25% tahun lalu, penurunan harga tahunan terbesar sejak tahun 2011.
<span style="color: #000000;">Karet�memperpanjang trend penurunan harga karena kejenuhan global diperkirakan semakin meluas ditengah-tengah melemahnya permintaan. Kegiatan manufaktur AS menurun bulan lalu pada tingkat tercepat dalam lebih dari enam tahun, sedangkan data aktivitas pabrik di China menunjukkan penurunan dalam lima bulan berturut-turut karena pertumbuhan ekonomi di negara konsumen karet
2/7
BERITA KARET JANUARI 2016
terbesar itu diperkirakan mencapai tingkat terendah sejak tahun 1990.
<span style="color: #000000;">�Data China yang lebih lemah dari yang diharapkan membangkitkan kekhawatiran tentang permintaan karet yang makin lamban,� tutur Naohiro Niimura, partner di perusahaan riset Market Risk Advisory Co. di Tokyo. �Menurunnya harga saham juga memberikan tekanan pada penjualan ritel mobil di China,�
<span style="color: #000000;">Pertumbuhan permintaan karet alam global diperkirakan melamban 1,3% ke 12,6 juta ton tahun ini, sedangkan produksi meningkat 3,8% menjadi 13 juta ton, mengakibatkan meningkatnya kelebihan pasokan sebesar 411.000 ton, demikian perkiraan The Rubber Economist Ltd., sebuah perusahaan riset berbasis di London.
<span style="color: #000000;">Stok karet di Shanghai Futures Exchange pada akhir tahun 2015 berjumlah 249.307 ton, terbesar sejak paling tidak Januari 2003, demikian menurut data dari bursa tersebut.
<span style="color: #000000;">Industri kendaraan bermotor China kemungkinan akan tumbuh sekitar 3,7% per tahun dalam kurun waktu lima tahun mendatang hingga 2020, lebih rendah dibandingkan dengan tingkat pertumbuhan 6,9% pada tahun 2014, kata Sekretaris Jenderal Asosiasi Industri Karet China, Mary Xu pada bulan Oktober lalu.
<span style="color: #000000;">Di bursa Shanghai harga karet untuk penyerahan bulan Mei 2016 ditutup 0,3% lebih tinggi di level 10.190 yuan (US$ 1.563) per ton setelah jatuh 22% tahun lalu, penurunan tahunan ketiga beturut-turut.
<span style="color: #000000;">Harga karet Thailand FOB di Bangkok jatuh 2,3% ke level 42,50 baht per kg, terendah sejak Desember 2008. Harga karet Thailand turun 23% pada tahun 2015, penurunan tahunan kelima secara berturut-turut.
<span style="color: #000000;">Bloomberg, 5 Januari 2016
<span style="color: #000000;">-------------------------------------------------------------------------------
<strong><span style="font-size: medium;"><span style="color: #000000;"> <span style="color: #000000; line-height: 1.3em;">SABIC Segera Operasikan Pabrik Karet
<span style="color: #000000;">Saudi Basic Industries Corp (SABIC) menyatakan tahap commissioning akan segera dimulai pada sebagian dari pabrik elastomer baru afiliasinya di Kemya Complex menyusul selesainya pembangunan konstruksi dan pekerjaan mekanik di pabrik tersebut.
<span style="color: #000000;">Operasi komersial penuh di Al-Jubail Petrochemical Company (KEMYA), sebuah perusahaan patungan 50%-50% antara SABIC dan Exxon Chemical Arabia itu diharapkan dapat dimulai pada kuartal kedua tahun 2016, kata SABIC dalam sebuah pernyataannya kepada bursa saham.
<span style="color: #000000;">Perusahaan mengatakan dampak finansial dari proyek tersebut akan tercerminkan dalam pernyataan keuntungan perusahaan setelah pengumuman operasi komersial.
<span style="color: #000000;">Proyek tersebut diperkirakan menghabiskan biaya US$ 3,4 miliar dan setiap tahunnya diharapkan mampu memasok lebih dari 400.000 ton karet, polimer thermoplastic khusus dan carbon black untuk melayani pasar lokal dan internasional yang sedang tumbuh di Asia dan Timur Tengah.
<span style="color: #000000;">Reuters, 13/12/2015
<span style="color: #000000;"> -----------------------------------------------------------
<span
3/7
BERITA KARET JANUARI 2016
style="color: #000000;"><strong><span style="font-size: medium;">Puluhan Perusahaan Sarung Tangan Karet Berguguran Jelang MEA
<span style="color: #000000;">Puluhan perusahaan sarung tangan karet nasional gulung tikar karena kalah bersaing dengan kompetitor asing. Saat ini hanya tinggal enam perusahaan sarung tangan karet yang bertahan di Sumatera Utara.
<span style="color: #000000;">Ketua Umum Asosiasi Industri Sarung Tangan Karet Indonesia (ASTA), Achmad Safiun menuturkan, industri sarung tangan karet mengalami tekanan hebat sudah sejak 2006. Selain karena faktor harga gas yang tinggi, industri ini juga menderita karena pasokan karet berkualitas yang terbatas.
<span style="color: #000000;">"Anggota kami (ASTA) semakin berkurang karena banyak yang tutup. Tadinya ada puluhan perusahaan yang menjadi anggota kami, sekarang tinggal enam saja," ujar Achmad Safiun kepada CNN Indonesia, Kamis (31/12).
<span style="color: #000000;">Menurut Achmad, seluruh perusahaan sarung tangan karet yang tersisa saat ini menjalankan bisnisnya di sekitar sentra perkebunan karet Sumatera Utara. Industri sarung tangan karet terkonsentrasi di Sumatera Utara demi untuk mendapatkan karet hasil sadapan yang berkualitas bagus untuk dijadikan bahan baku produksi.
<span style="color: #000000;">"Dulu ada di Jawa Timur dan Jawa Tengah, tetapi semuanya tutup sudah," katanya.
<span style="color: #000000; font-size: 12.16px; line-height: 1.3em;">Dia menambahkan, saat ini 85% perkebunan karet di Indonesia adalah perkebunan rakyat dan sisanya 15% merupakan perusahana perkebunan. Kecuali di Sumatera Utara, perusahaan perkebunan menguasai 20% lahan perkebunan karet sedangkan sisanya dikelola oleh petani.
<span style="color: #000000;">"Permasalahannya, di Indonesia itu biasanya petani menyadap karet kurang bersih. Kadang-kadang flat, dibekukan, bahkan terkadang kotor," tuturnya.
<span style="color: #000000;">Kondisi industri sarung tangan karet, lanjut Achmad Safiun, semakin tertekan dengan diterapkannya pasar bebas kawasan dalam kerangka Masyarakat Ekonomi Asean (MEA). "Hanya beberapa saja yang siap, tetapi sebagian besar industri menyatakan tidak siap menghadapi MEA," katanya.
<span style="color: #000000;">CNN Indonesia, 31/12/2015
<span style="color: #000000;">--------------------------------------------------------------------------------------
<span style="color: #000000;"><strong><span style="font-size: medium;">Skema Aturan Tonase Ekspor Karet Dikaji
<span style="color: #000000;">Tiga negara produsen karet terbesar dunia, Indonesia, Malaysia, dan Thailand, sepakat mengkaji skema pengaturan ekspor karet alam. Kajian itu bertujuan menentukan perlu atau tidaknya pengaturan ekspor karet alam sebagai salah satu upaya memulihkan harga karet yang jatuh akibat stok berlebih.
<span style="color: #000000;">Direktur Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan (Kemendag) Bachrul Chairi, Jumat (4/12), di Jakarta, mengatakan, dalam pertemuan tingkat menteri International Tripartite Rubber Council (ITRC), para menteri menginstruksikan ITRC segera memulai studi pembatasan ekspor karet alam. Hal itu terkait dengan perlu atau tidaknya penerapan Kesepakatan Skema Tonase Ekspor (AETS) pada 2016.
<span style="color: #000000;">"Para menteri meminta agar ITRC yang merupakan dewan negara produsen karet mengkajinya selama sebulan ke depan. Jadi, selama ini skema pengaturan ekspor belum
4/7
BERITA KARET JANUARI 2016
diterapkan. Ketiga negara juga belum menentukan persentase karet alam yang boleh diekspor," ujarnya.
<span style="color: #000000;">Menurut Bachrul, rencana penerapan AETS perlu dikaji karena pasokan karet global mulai berkurang. Pasokan karet global berkurang karena meningkatnya serapan karet di dalam negeri di setiap negara produsen.
<span style="color: #000000;">Malaysia memanfaatkan karet untuk bantalan rel angkutan massal cepat (MRT) dan pembangunan jalan. Thailand menggunakan karet sebagai salah satu material bangunan stadion olahraga.
<span style="color: #000000;">"Alasan lain pengkajian itu adalah perubahan sikap Vietnam. Negara yang juga produsen karet itu memang belum bergabung dalam ITRC. Namun, Vietnam telah menyatakan ingin menjadi mitra strategis ITRC," ujar Bachrul.
<span style="color: #000000;">Bachrul menambahkan, sebelum Vietnam menyatakan diri menjadi mitra strategis, ITRC khawatir menerapkan AETS. Jika Indonesia, Malaysia, dan Thailand mengurangi ekspor, Vietnam dikhawatirkan justru akan menambah pasokan.
<span style="color: #000000;">International Rubber Study Group (IRSG) mencatat stok karet alam secara global pada September 2015 sebanyak 2,8 juta metrik ton. Stok itu sudah jauh berkurang dibandingkan dengan September 2014 yang sebanyak 3,2 juta metrik ton.
<span style="color: #000000;">Berdasarkan laporan ITRC, serapan karet di dalam negeri di Indonesia, Malaysia, dan Thailand diperkirakan meningkat 5,9% dari 1,58 juta pada 2014 menjadi 1,67 juta pada 2015. Harga karet alam saat ini US$ 1,2 per kg. Harga itu jauh di bawah harga ideal karet alam yang pernah terbentuk pada 2012, yaitu US$ 4,9 per kg.
<span style="color: #000000;">Sementara itu, Ketua Asosiasi Petani Karet Indonesia (Apkarindo) Lukman Zakaria mengemukakan, harga karet alam pada tahun depan di tingkat petani diperkirakan masih Rp 5.000 per kilogram (kg). Harga itu jauh di bawah harga wajar karet alam di level petani, yaitu Rp 10.000 per kg.
<span style="color: #000000;">"Harga karet dunia memang sedang jatuh. Petani karet saat ini tengah menunggu janji pemerintah menyediakan pasar karet dalam negeri melalui program infrastruktur dan industri manufaktur. Namun, sampai sekarang belum terealisasi," ujarnya.
<span style="color: #000000;">Pada April 2015, Kementerian Perdagangan bekerja sama dengan Kementerian Perindustrian dan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, berkomitmen menyerap karet alam dalam negeri sebanyak 100.000 ton. Dengan begitu diharapkan serapan karet nasional bertambah dari 600.000 ton per tahun menjadi 700.000 ton per tahun.
<span style="color: #000000;">Karet itu akan digunakan sebagai bahan baku pembuatan jalan, bendungan, bantalan sandar kapal, bantalan kereta api, dan komponen irigasi.
<span style="color: #000000;">Kompas, 05/12/2015
<span style="color: #000000;"> ------------------------------------------------------------------------------------
<span style="color: #000000;"><strong><span style="font-size: medium;">Petani Karet Disarankan Kurangi Penyadapan
<span style="color: #000000;">Direktur Pusat Penelitian Karet Karyudi mengimbau petani mengurangi frekuensi penyadapan sebagai strategi untuk mengatasi tekanan akibat pelemahan harga karet. Hal tersebut memang akan menurunkan produktivitas tanaman karet, namun biaya penyadapan yang harus dikeluarkan petani bisa ditekan. "Prinsipnya, harus mengurangi frekuensi penyadapan. Kalau perkebunan besar
5/7
BERITA KARET JANUARI 2016
biasanya melakukan penyadapan setiap 3 hari, kurangi jadi setiap 4 hari. Petani rakyat yang biasa menyadap setiap hari, dikurangi jadi selang-seling. Dengan begitu, profitabilitasnya lebih besar," kata Karyudi di Jakarta, kemarin.
<span style="color: #000000;">Di luar faktor pengurangan frekuensi penyadapan, lanjut dia, produksi karet alam nasional tahun depan turun 5-10% dari tahun 2015 yang diproyeksi mencapai 2,9 juta ton. Hal itu disebabkan oleh konversi lahan karet oleh petani yang beralih ke komoditas lain. "Dari aspek budidaya, harus digiatkan replanting perkebunan karet rakyat karena tanaman karet nasional sudah tua. Dan varietas tanaman sekarang itu produktivitasnya sudah rendah sehingga harus diganti ke jenis baru dengan produktivitas lebih tinggi,� ungkap dia.
<span style="color: #000000;">Menurut Karyudi, saat ini hingga 85% perkebunan karet alam di Indonesia adalah milik rakyat. Sekarang adalah saat yang tepat bagi pemerintah untuk meluncurkan gerakan nasional di sektor karet alam karena petani mungkin tidak punya dana untuk melakukan tanam ulang (replanting).
<span style="color: #000000;">Beritasatu.com, 17/12/2015
<span style="color: #000000;">------------------------------------------------------------------------------
<strong><span style="font-size: medium;"><span style="color: #000000;"> <span style="color: #000000; line-height: 1.3em;">Petani Karet Desak Peremajaan
<span style="color: #000000;">Kalangan petani karet di Jawa Barat meminta pemerintah segera meremajakan perkebunan karet rakyat karena kondisi tanaman yang sudah kurang produktif. Penasihat Asosiasi Petani Karet Indonesia (Apkarindo) Jabar Iyus Supriyatna mengatakan pemerintah perlu segera meremajakan pohon karet guna mendongkrak pendapatan petani di sektor hulu.
<span style="color: #000000;">Menurutnya, saat ini tingkat produktivitas karet di dalam negeri. Terutama Jabar maksimal hanya mencapai 1 ton/ha dalam setahun. Seharusnya minimal produktivitas setahun itu 1.5 ton/ha. Kondisi tersebut dapat ditingkatkan melalui peremajaan dan rehabilitasi,� ujarnya kepada Bisnis, Senin (5/1)
<span style="color: #000000;">Pihaknya juga meminta pemerintah mengeluarkan kebijakan agar perusahaan dapat menyerap karet dalam negeri lebih besar. Selama ini produsen lebih banyak menggunakan bahan impor, teritama dari Asean.
<span style="color: #000000;">�Sekarang sudah diberlakukan pasar bebas Asean. Jadi sektor hulu dan hilir ini harus disinkronisasi,� katanya.
<span style="color: #000000;">Dia menjelaskan pasokan karet dalam negeri dapat digunakan untuk campuran aspal, bantalan kereta api atau MRT, serta sandaran kapal (dock fender) di pelabuhan laut.
<span style="color: #000000;">Selain itu, ekspor untuk ban kendaraan bermotor memiliki potensi untuk diperbesar.
<span style="color: #000000;">Sementara itu, Ketua Gabungan Petani Perkebunan Indonesia (Gaperindo) Jabar, Mulyadi Sukandar mengatakan untuk peningkatan produktivitas karet diperlukan peremajaan dengan klon unggul.
<span style="color: #000000;">Menurutnya, pemerintah harus meremajakan perkebunan karet dengan klon yang direkomendasikan Balai Penelitian Karet Indonesia dan harus bersertifikasi sehinga produktivitasnya benar-benar maksimal.
<span style="color: #000000;">�Jadi, pemerintah perlu memberikan bibit unggul terhadap perkebunan karet rakyat. Kalau bibit biasa saja tidak akan meningkatkan produktivitas,�
6/7
BERITA KARET JANUARI 2016
ujarnya.
<span style="color: #000000; font-size: 12.16px; line-height: 1.3em;">Bisnis Indonesia, 05/01/2016