<span style="color: #000000;"><strong>Respon yang diberikan Ketua Umum Gapkindo antara lain:
<span style="color: #000000;"><strong> <strong>Kesepakatan Menteri Pertanian Vietnam dan delegasi & Gapkindo sbb :
<span style="color: #000000; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 1.3em;">Demikian hasil kunjungan Menteri Pertanian Vietnam dan delegasinya di Gapkindo pada tanggal 20 April 2015.
<span style="color: #000000;">----------------------------
<span style="color: #000000;"><strong><span style="font-size: medium;">GAPKINDO Minta Dukungan Mentan dan Mendag Soal Pembentukan ARC
<span style="color: #000000;">Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (GAPKINDO) meminta dukungan Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman dan Menteri Perdagangan Rachmat Gobel agar pemerintah Indonesia bersama pemerintah negara ASEAN lainnya membentuk ASEAN Rubber Council (ARC) sebagai perluasan dari International Tripartite Rubber Council (ITRC).
<span style="color: #000000;">Permintaan dukungan itu disampaikan Ketua Umum GAPKINDO, Daud Husni Bastari melalui suratnya kepada Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman dan Menteri Perdagangan Rachmat Gobel tertanggal 21 April 2015 yang salinannya diterima redaksi Bulletin Karet belum lama ini.
<span style="color: #000000;">Dalam surat bernomor 142/SP/EXT/IV/2015 itu GAPKINDO melaporkan hasil kunjungan Menteri Pertanian dan Pembangunan Pedesaan Vietnam Dr. Cao Duc Phat ke Indonesia pada tanggal 20 April 2015 lalu untuk menghadiri pertemuan World Economic Forum on East Asia. Dalam kunjungannya tersebut Menteri Cao Duc Phat bersama management board of Vietnam Rubber Group menyempatkan diri bertemu dengan pimpinan dan pengurus
3/8
BERITA KARET MEI 2015
GAPKINDO.
<span style="color: #000000;">Dalam surat tersebut Ketua Umum GAPKINDO, Daud Husni Bastari melaporkan juga bahwa dalam kunjungan dan pembicaraan tersebut dibahas tentang terpuruknya harga karet sehingga menekan kehidupan ber juta-juta petani karet. Dalam pertemuan itu juga dibahas berbagai upaya yang mungkin dapat dilakukan untuk mengatasinya.
<span style="color: #000000;">Menurut Daud, dalam pembicaraan tersebut dicapai sejumlah kesepakatan antara lain tentang perlunya forum diskusi dan rencana aksi mengatasi terpuruknya harga karet alam secara bersama dan dari hati ke hati. Upaya tersebut perlu dilakukan baik dari sisi supply maupun dari sisi demand karet alam melalui satu forum yang lebih luas dari ITRC agar lebih efektif.
<span style="color: #000000;">Forum yang lebih luas itu untuk sementara disebut dengan ASEAN Rubber Council (ARC) yang beranggotakan seluruh negara penghasil karet alam di kawasan ASEAN, yaitu Indonesia, Thailand, Malaysia, Vietnam, Cambodia, Myanmar, dan Laos.
<span style="color: #000000;">Dalam penggalan kalimat di akhir surat tersebut Daud menegaskan permohonan dukungan dari Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman dan Menteri Perdagangan Rachmat Gobel atas inisiatif pembentukan ARC itu sebagai upaya bersama diantara sesama negara ASEAN penghasil karet alam dunia. ***
<span style="color: #000000;">Tim Buletin Karet
<span style="color: #000000;">------------------------
<span style="color: #000000; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 1.3em;"><strong><span style="font-size: medium;">Siasat Pemerintah Membangun Industri Hilir Karet
<span style="color: #000000;">Harga karet alam domestik yang beberapa tahun terakhir anjlok di pasar global membuat pemerintah kembali mewacanakan hilirisasi karet alam domestik. Wacana hilirisasi karet alam ini diharapkan bisa meningkatkan penyerapan karet dalam negeri mencapai 40% dalam lima tahun ke depan. Sebab selama ini, dari total produksi karet 3,1 juta ton tahun 2014, hanya 18% yang bisa diserapkan dalam negeri, selebih nya di ekspor.
<span style="color: #000000;">Menteri Perdagangan Rachmat Gobel mengatakan dalam rangka meningkatkan industri hilirisasi karet, pemerintah saat ini berkomitmen menyerap karet untuk pembangunan sejumlah proyek infrastruktur nasional. Proyek tersebut seperti pembangunan dock fender dalam program pembangunan fasilitas pelabuhan, bahan campuran aspal jalan, rubber pads rel kereta api dan bantalan jembatan, bendungan karet dan komponen pintu air dalam pembangunan bendungan, serta komponen pintu irigasi dan pengembangan rawa.
<span style="color: #000000;">Selain itu, karet juga dapat dikembangkan untuk pembuatan karpet untuk kandang sapi (cow mat), genteng karet, paving block, bearing bangunan antigempa, penguatan tebing, kasur lateks, dan banyak lainnya. Melalui program peningkatan pemanfaatan karet alam domestik ini, diharapkan produk-produk berbasis karet alam yang dihasilkan lebih bergam. Bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan domestik saja, melainkan juga untuk meningkatkan ekspor bernilai tambah. Dengan demikian, maka dapat menyumbang devisa yang lebih besar.
<span style="color: #000000;">Pelaksana Tugas Sekretaris Jenderal Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Taufik Widjoyono menjanjikan kementeriannya akan menyerap produksi karet pada tahun 2015 sebanyak 60.000 ton hingga 80.000 ton. Ke depan penyerapan sebesar itu bisa dilakukan secara berkelanjutan. "Secara umum dari perhitungan kita, kira-kira untuk infrastruktur bisa menyerap sekitar 60.000 - 80.000 ton per tahun," ujar Taufik.
<span style="color: #000000;">Kementerian Perhubungan juga menargetkan penyerapan karet alam kurang lebih 21.000 ton per tahun, yang diperuntukkan bagi sarana kenavigasian kurang lebih 15.000 ton dan kereta api 5.000 ton per tahun.
<span style="color: #000000;">Dirjen Basis Industri Manufaktur (BIM) Kementerian Perindustrian Harjanto menambahkan bahwa dengan pertumbuhan industri hilir karet yang makin beragam, ke depan penggunaan karet di pasar domestik dapat mencapai 40%. Kemenperin otimis ada sejumlah investor asing tertarik menanamkan modal ke Indonesia untuk membangun industri ban. Dengan demikian, cita-cita meningkatkan penyerapan karet dalam negeri bisa lebih mudah terealisasi. "Kita berharap investor ban yang masuk ini pemain dunia, mereka tengah mencari lahan di Sumatra dan Kalimantan," imbuhnya.
<span style="color: #000000;">Ketua Gabungan Perusahaan Karet Indonesia Daud Husni Bastari menyambut baik kebijakan pemerintah yang ingin menyerap karet domestik sebagai bahan baku penolong pembangunan infrastruktur. Namun, ia menekankan agar janji tersebut segera direalisasikan. Ia menyarankan agar pemerintah membangun iklim industri dan perdagangan karet dalam dan luar negeri yang lebih kondusif.
<span style="color: #000000;">"Selama ini, penyerapan karet alam dalam negeri masih terbatas karena kurang didukung kebijakan dan kemauan politik penggunaan produk domestik," keluh Daud.
<span style="color: #000000;">Ia mencontohkan pengguna mobil dan motor di Indonesia menembus 1 juta lebih. Tapi hanya sebagian kecil yang menggunakan ban buatan dalam negeri. Begitu juga dengan sarung tangan karet, lebih banyak menggunakan buatan Malaysia. Industri tidak bisa bekerja optimal karena minimnya pasokan gas dalam negeri.
<span style="color: #000000;">Harga karet alam dalam tiga tahun terakhir mengalami penurunan drastis. Bila pada tahun 2011 lalu harga karet dunia mencapai US$ 4,61 per kilogram (Kg), kini harga karet tersungkur menjadi US$ 1,5 per kg. Akibatnya harga karet di tingkat petani jatuh dan kini bertahan di angka Rp 6000 per kg, dari sebelumnya sempat menyentuh Rp 20.000 per kg pada tahun 2011.
<span style="color: #000000;">Kontan.co,id, 12/04/2015
<span style="color: #000000; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 1.3em;">--------------------------------------
<span style="color: #000000; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 1.3em;"><strong><span style="font-size: medium;">Bantuan untuk Kebun Karet dari Pusat Dikembalikan
<span style="color: #000000; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 1.3em;">Tahun ini, Dinas Perkebunan (Disbun) Kuansing mengembalikan program bantuan benih karet dan pupuk dari pemerintah pusat yang didanai oleh APBN. Hal ini disebabkan, peminat untuk mengembangkan karet di kabupaten provinsi Riau ini sangat minim.
<span style="color: #000000; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 1.3em;">�Ada 450 hektar bantuan benih karet dan pupuk dari APBN kami dikembalikan, karena memang tidak ada peminat,� ujar Kepala Disbun Kuansing H Wariman DW SP MP melalui Bidang Pengembangan dan Produksi Dinas Perkebunan Kuansing, Emtoni kepada wartawan, Selasa (28/4) lalu.
<span
5/8
BERITA KARET MEI 2015
style="color: #000000; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 1.3em;">Menurut Emtoni, pengembalian tersebut karena peminat bantuan dana benih karet dan pupuk cukup minim. �Sekarang yang banyak peminatnya itu bantuan bibit kelapa sawit, kalau karet terus menurun, karena banyak yang beralih ke kelapa sawit,� ujarnya.
<span style="color: #000000; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 1.3em;">Apalagi, katanya, bantuan dari dana APBN tersebut terbatas pada bantuan benih dan pupuk. �Kalau warga, bantuan karet yang diinginkan adalah bibit karet, pupuk, pagar dan land clearing, seperti program pengembangan karet rakyat yang kita laksanakan,� katanya.
<span style="color: #000000; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 1.3em;">Ke depan, pihaknya menyarankan kepada pemerintah pusat dan provinsi melakukan kajian mendalam soal bantuan-bantuan yang akan diberikan agar tidak mubazir karena tidak ada peminat. �Harus sesuai usulan lah,� katanya
<span style="color: #000000;">Riau Pos, 30/04/2015
<span style="color: #000000; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 1.3em;">-------------------------------------------
<span style="color: #000000; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 1.3em;"><strong><span style="font-size: medium;">Putusan MA Berakibat Harga Karet Petani Makin Rendah
<span style="color: #000000;">Putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 70 tahun 2014 menegaskan pemerintah harus mencabut PP nomor 31 Tahun 2007, atau mengenakan barang hasil pertanian seperti sawit, kakao, karet, kopi dan teh yang semulanya digolongkan bebas PPN menjadi barang kena PPN sebesar 10%.
<span style="color: #000000;">Menurut Kepala Dinas Perkebunan Sumsel, Fakhrurozi, nilai PPN 10% kini jadi komponen penentu harga karet di tingkat petani. Meski pengenaan PPN untuk pengusaha yang beromzet hingga Rp 4,8 miliar.
<span style="color: #000000;">"Pengusaha yang akan kena pajak akan memotong harga belinya di tingkat pengumpul atau petani. Makanya PPN jadi salah satu faktor rendahnya harga karet yang diterima petani," kata Fakhrurozi kepada Sripo di ruang kerjanya, Senin (30/3).
<span style="color: #000000;">Saat ini harga karet dikategorikan dalam dua tingkatan. Pertama, harga karet yang dijual petani berkelompok atau Unit Pengolahan dan Pemasaran Bersama (UPPB) mencapai Rp 7.500-Rp 8.000 per kilogram. Sedangkan petani tradisional yang menjual hasil alamnya ke pengumpul, hanya dihargai Rp 5.000 per kilogram.
<span style="color: #000000;">"Sudah harganya murah, kena pajak juga. Disbun Sumsel menyarankan agar petani karet segera membentuk kelompok, ketimbang menjualnya secara individu ke pengumpul. Paling tidak untuk memperbaiki harga jual karet, walaupun tidak terlalu signifikan," terangnya.
<span style="color: #000000;">Fakhrurozi menerangkan, harga karet di Sumsel ditentukan oleh rantai tata niaga. Semakin panjang rantai perniagaan karet, maka sudah pasti murah harga karet yang dibeli dari petani. Namun petani yang menerapkan pola penjualan terorganisir lebih menguntungkan dari pada tradisional.
<span style="color: #000000;">"Di lapangan, sistem pemasaran di tingkat petani ada pedagang keliling atau perantara. Ada yang jual sendiri atau tradisional, ada juga lewat UPPB. Khusus UPPB bisa memperbaiki pendapatan petani karena sistem lelang dan punya posisi tawar cukup tinggi," ujarnya.
<span style="color: #000000;">Sriwijaya Post, 1/04/2015
<span style="color: #000000; font-size: 12.1599998474121px; line-height:
6/8
BERITA KARET MEI 2015
1.3em;">-----------------------------------------
<span style="color: #000000; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 1.3em;"><strong><span style="font-size: medium;">Menperin Akui Sebagian Besar Karet Lokal Diekspor
<span style="color: #000000; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 1.3em;">Menteri Perindustrian (Menperin) Saleh Husin mengakui, produksi karet nasional saat ini lebih banyak diekspor. Padahal, dengan berlebihnya ekspor karet tersebut justru membuat harga karet global anjlok hingga US$ 1,5 per kilogram (kg).
<span style="color: #000000;">"Saat ini memang dari produksi karet nasional sebanyak 3,1 juta ton per tahun masih sebagian besar dijual mentah ke luar negeri," kata Saleh, saat ditemui di kantor Kementerian Perdagangan (Kemendag), Jalan MI Ridwan Rais No 5, Jakarta Pusat, Kamis (9/4/2015).
<span style="color: #000000;">Ia menjelaskan, serapan karet nasional saat ini hanya sebanyak 18% atau sekitar 558,000 ton per tahun. Sedangkan serapan karet alam untuk ekspor sebesar 82% atau sekitar 2,54 juta ton per tahun.
<span style="color: #000000;">Hal ini membuat pihaknya terus berupaya untuk melakukan industri karet nasional, utamanya untuk industri ban, sarung tangan karet maupun industri karet lainnya.
<span style="color: #000000;">Hal ini dilakukan agar penyerapan karet nasional meningkat sehingga mampu mendongkrak harga karet internasional. "Ini kita dorong terus agar penyerapan karet meningkat dan dapat membuat harga karet terdongkrak. Jika begitu, maka petani (karet) dapat menikmati harga yang layak dan bersemangat untuk mengembangkan karet tersebut," ujar dia.
<span style="color: #000000;">Sebagai informasi, harga karet alam global terus menurun. Dibandingkan pada 2011 lalu dengan harga karet alam sebesar US$ 4,61 per kg, maka harga karet saat ini jeblok hingga lebih dari 300%. Indonesia sendiri merupakan pemasok karet alam terbesar ke-2 di pasar dunia dengan total produksi karet alam sebesar 3,1 juta ton dengan kontribusi devisa senilai US$ 4,7 miliar pada 2014.
<span style="color: #000000;">Namun saat ini, penyerapan produk karet di dalam negeri baru mencapai 18%, sementara di negara lain sudah mencapai 40%. "Maka itu, upaya hilirisasi tadi diharapkan dapat menambah penyerapan karet alam sebesar 100.000 per tahun. Sehingga pada tahun ini total penyerapan karet alam di dalam negeri minimal dapat mencapai 700.000 ton per tahun," pungkas Saleh.
<span style="color: #000000; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 1.3em;">Metrotvnews.com, 09 April 2015
<span style="color: #000000; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 1.3em;">-------------------------------------------
<span style="color: #000000; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 1.3em;"><strong><span style="font-size: medium;">Kadin : Afrika Potensi Besar Ekspor Sawit & Karet
<span style="color: #000000; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 1.3em;">Ketua Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Sumatera Utara, lvan Iskandar Batubara, mengungkapkan Afrika berpotensi menjadi pasar besar ekspor barang daerah itu khususnya produk sawit dan karet.
<span style="color: #000000;">"Potensi itu mengacu bahwa selama ini banyak produk ekspor Sumut ke negara lain seperti CPO (Crude Palm Oil) dan karet kembali di ekspor ke Afrika khususnya ke Afsel (Afrika Selatan),� terangnya, Minggu (26/4/2015).
<span style="color: #000000;">Ia menjelaskan, sebagaimana Okezone memberitakan, bahwa banyaknya ekspor yang tidak secara langsung itu semakin diketahui Kadin saat beberapa kali bertemu dengan jajaran pemerintah dan pengusaha Afrika di berbagai
7/8
BERITA KARET MEI 2015
kesempatan baik di Medan, Jakarta dan di negara asing termasuk Afrika.
<span style="color: #000000;">Kondisi itu, tambahnya, tentu saja disayangkan karena selain ekspor tidak langsung itu merugikan secara nilai lebih, juga mengingat di tengah krisis global seharusnya pasar ekspor Sumut perlu diperluas.
<span style="color: #000000;">�Kadin sudah meminta pengusaha anggotanya menjajaki peluang dan peningkatan ekspor dan tentunya berharap agar Pemerintah memberikan dukungan kepada pengusaha dengan berbagai kemudahan,� paparnya.
<span style="color: #000000;">Info Sawit, 27 April 2015
<span style="color: #000000;">-----------------------------------------------------
<span style="color: #000000; font-size: 12.1599998474121px; line-height: 1.3em;"><strong><span style="font-size: medium;">Astra Agro anggarkan biaya menanam karet Rp 50 M
<span style="color: #000000;">PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI) kian serius mengembangkan bisnis perkebunan karet. Perusahaan, di tahun ini, menganggarkan belanja modal Rp 40 miliar - Rp 50 miliar untuk menanam karet.
<span style="color: #000000;">Nantinya, karet ini guna memenuhi kebutuhan dari grup Astra di sektor otomotif. Salah satunya, PT Astra Otoparts Tbk (AUTO) yang memproduksi ban.
<span style="color: #000000;">Rudy, Direktur Astra Agro Lestari menjelaskan, perusahaan akan memasok karet pada Astra Otoparts untuk sekitar empat tahun mendatang. Apalagi, AUTO akan membangun pabrik bekerja sama dengan ban Pirelli.
<span style="color: #000000;">Oleh sebab itu, perusahaan secara bertahap akan memulai menanam pohon karet seluas 2.000 hektar (ha) di Pulau Kalimantan. "Kalau karet kami sudah menghasilkan mungkin kami bisa supply kesana. Paling tidak empat tahun. Tapi berapa kebutuhannya belum kami hitung," ujar Rudy pada Selasa (14/3).
<span style="color: #000000;">Dengan anggaran Rp 50 miliar tersebut, AALI mulai menanam sekitar 1.500 sampai 2.000 tanaman karet secara bertahap setiap tahun. Apalagi saat ini luas lahan yang belum tertanam kebun karet perusahaan mencapai 12.000 hektar.
<span style="color: #000000;">Kontan.co.id, 15 April 2015
<span style="color: #000000;">-----------------------------------------------------------------------------