K. Subroto
Laporan Khusus
SYAMINA
Edisi II / Januari 2016
KESULTANAN DEMAK
Negara yang Berdasar Syariat Islam di Tanah Jawa K. Subroto
Laporan Khusus Edisi II / Januari 2016
ABOUT US Laporan ini merupakan sebuah publikasi dari Lembaga Kajian Syamina (LKS). LKS merupakan sebuah lembaga kajian independen yang bekerja dalam rangka membantu masyarakat untuk mencegah segala bentuk kezaliman. Publikasi ini didesain untuk dibaca oleh pengambil kebijakan dan dapat diakses oleh semua elemen masyarakat. Laporan yang terbit sejak tahun 2013 ini merupakan salah satu dari sekian banyak media yang mengajak segenap elemen umat untuk bekerja mencegah kezaliman. Media ini berusaha untuk menjadi corong kebenaran yang ditujukan kepada segenap lapisan dan tokoh masyarakat agar sadar realitas dan peduli terhadap hajat akan keadilan. Isinya mengemukakan gagasan ilmiah dan menitikberatkan pada metode analisis dengan uraian yang lugas dan tujuan yang legal. Pandangan yang tertuang dalam laporan ini merupakan pendapat yang diekspresikan oleh masingmasing penulis.
Untuk komentar atau pertanyaan tentang publikasi kami, kirimkan e-mail ke:
[email protected]. Seluruh laporan kami bisa didownload di website:
www.syamina.org
2
Laporan Khusus
SYAMINA
DAFTAR ISI
Daftar Isi — 3 Executive Summary — 4 I. GEOPOLITIK TANAH JAWA 1400-1478 — 6 1. Pengaruh China dan pelayaran Cheng Ho — 6 2. Jalur Selat Malaka — 10 3. Majapahit dan Champa — 13 II. WALISONGO — 14 1. Asal Muasal — 14 2. Rencana Dakwah Di Tanah Jawa — 17 III. KESULTANAN DEMAK — 18 1. Senjakala Majapahit — 18 2. Jihad Walisongo — 27 3. Deklarasi Kesultanan Islam Demak — 30 4. Penetapan Dasar Negara — 32 5. Penerapan Hukum Islam — 32 6. Politik Luar Negeri Demak — 40 IV. KESIMPULAN — 48 V. DAFTAR PUSTAKA — 49
3
Edisi II / Januari 2016
Laporan Khusus
SYAMINA
Edisi II / Januari 2016
EXECUTIVE SUMMARY
K
emunculan Kesultanan Demak tidak lepas dari kondisi Majapahit waktu itu yang mulai melemah. Dimulai dari civil war (Perang Paregreg) yang mengakibatkan disintegrasi kerajaan Majapahit dan menyebabkan penderitaan bagi penduduknya. Penderitaan mereka semakin bertambah dengan adanya berbagai bencana alam (disaster): bencana “banyu pindah”, bencana “pagunung anyar”, peristiwa letusan gunung api (guntur pawatugunung), dan bencana kekeringan. Situasi memburuk dengan adanya krisis ekonomi yang berkepanjangan di wilayah tersebut.
yang berperan terhadap penyebaran agama Islam. Penyebaran agama Islam juga dilakukan dengan cara mendirikan masjid dan tempat pendidikan Islam. Selain itu, mereka juga melakukan pendekatan politik, dengan cara mengajak para penguasa waktu itu untuk masuk Islam. Sebagian penguasa menerima, namun Raja Majapahit menolak. Meski demikian, ia memberikan sebidang tanah kepada walisongo sebagai tempat tinggal yang kemudian dijadikan sebagai pusat dakwah dan pendidikan. Ia juga memberikan kebebasan kepada Walisongo untuk berdakwah di seluruh wilayah kekuasaan Majapahit. Kebijakan ini dipengaruhi oleh hegemoni China saat itu, di mana utusan yang dikirim ke Majapahit secara berkala sebagian besar beragama Islam. Majapahit sendiri berkewajiban untuk mengirimkan upeti ke Dinasti Ming di China. Pendekatan lain dilakukan dengan cara pernikahan antara keluarga Walisongo dan umat Islam lainnya dengan keluarga para penguasa yang beragama Islam.
Walisongo yang berasal dari mancanegara (negeri atas angin) kemudian melakukan beberapa usaha untuk memberikan bantuan, antara lain dengan bantuan kemanusiaan, bantuan pengobatan, membangun infrastruktur pertanian seperti membangun irigasi dan bercocok tanam. Selain itu, mereka juga melakukan dakwah pada masyarakat setempat yang saat itu sedang menderita. Usaha ini terus berkelanjutan hingga puluhan tahun. Masyarakat sangat menerima dakwah dan nilai-nilai Islam yang mereka bawa. Keluhuran nilai Islam lebih memanusiakan mereka dengan penghapusan sistem kasta di masyarakat, di mana manusia tidak dinilai dari tampilan fisik, kekayaan, serta pangkat kekuasaan mereka. Konsep ketuhanan dan ritual Islam juga lebih sederhana dan mudah dipahami. Tak hanya itu, walisongo juga memberi teladan dalam hal keluhuran akhlak. Interaksi ekonomi yang dilakukan oleh pedagang muslim dengan masyarakat setempat juga menjadi faktor lain
Setelah putra Raja Majapahit, Raden Patah, yang beragama Islam mendapat sebidang tanah di Glagah Wangi, Bintoro, Walisongo meningkatkan upaya pendekatan politiknya. Raden Patah bersama Walisongo kemudian membangun dan mengembangkan wilayah tersebut. Seiring dengan perkembangan dan kemajuan, wilayah tersebut akhirnya dikukuhkan sebagai Kadipaten Demak Bintoro oleh Raja Majapahit. Kemajuan Demak diiringi dengan mulai merosotnya kerajaan Majapahit. Konflik politik dan perebutan kekuasan di Majapahit membuat kekuatan mereka semakin melemah. Banyak
4
Laporan Khusus
SYAMINA
wilayah yang melepaskan diri karena memandang pusat sudah tidak bisa lagi mengayomi dan melindungi mereka sebagaimana mestinya. Di fase inilah Kadipaten Demak berusaha menyiapkan diri untuk membuat tatanan baru di tanah Jawa.
Edisi II / Januari 2016
syariat Islam yang dikodifikasikan dalam Kitab Angger-Angger Surya Alam dan Salokantara. Dalam menjalankan politik luar negeri, Kesultanan Demak melakukan jihad melawan Portugis di Malaka dan Sunda Kelapa. Mereka juga melakukan jihad atas wilayah bekas Majapahit yang tidak mau tunduk pada Kesultanan Demak. Kapasitas mereka untuk melakukan kebijakan luar negeri semacam itu ditunjang oleh kemampuan ekonomi yang kuat. Demak pun berkembang menjadi kekuatan ekonomi dan militer baru di tanah Jawa. Dengan kekuatan tersebut, mereka mampu membuat sebuah tatanan baru (new order) di tanah Jawa yang berdasarkan syariat Islam menggantikan tatanan lama (old order) yang dipimpin oleh kerajaan Majapahit.
Jihad Walisongo yang pertama dilakukan dengan menyerang Girindra Wardhana, penguasa wilayah Kediri yang merebut kekuasaan Majapahit dari Brawijaya V. Panglima dari jihad ini adalah Sunan Ngudung, ayah dari Sunan Kudus. Namun, usaha pertama ini berujung pada kekalahan. Jihad kedua juga mereka lakukan dengan panglima dan musuh yang sama. Sebagaimana jihad pertama, usaha jihad kedua ini juga berujung pada kekalahan. Setelah mengalami dua kali kekalahan, Raden Patah dan Walisongo melakukan evaluasi. Kesimpulan mereka, salah satu faktor utama yang menyebabkan kekalahan tersebut adalah lemahnya intelijen mereka. Selanjutnya, mereka meningkatkan kemampuan prajurit dan persenjataan.
Menurut WS. Rendra dalam pidato Megatruhnya, “Pada masa Kesultanan Demak, orang-orang Jawa menguasai setiap jengkal dari tanahnya. Tak ada kekuatan asing yang bisa melecehkan kedaulatan tanah air mereka. Demak bebas dari kekuasaan asing. Semarang dan Jepara menjadi tempat galangan kapal yang memprodusir kapalkapal besar dan kecil dalam produktivitas yang tinggi. Ini semua karena mereka merasa punya jaminan kepastian hidup. Dan kepastian hidup ada karena adanya daulat hukum yang tertera dalam kitab “Salokantara” dan “Jugul Muda” ialah kitab UU Demak yang punya landasan syari‘ah Agama Islam, yang mengakui bahwa semua manusia itu sama derajatnya, samasama khalifah Allah di dunia. Raja-raja Demak sadar dan ikhlas dikontrol oleh kekuasaan para wali. Raja-raja Demak berkuasa hanya selama 65 tahun. Tetapi mereka adalah pahlawan bangsa yang telah memperkenalkan daulat hukum kepada bangsanya.”
Dengan persiapan yang lebih matang, mereka melakukan jihad yang ketiga yang dipimpin oleh Sunan Kudus. Dalam jihad ini mereka dibantu oleh pejuang asing (foreign fighters) dari berbagai wilayah di nusantara dan negeri atas angin. Dengan izin Allah, kali ini kemenangan berhasil mereka dapatkan. Mereka berhasil menduduki pusat kota kerajaan Majapahit. Setelah itu Demak dideklarasikan sebagai kesultanan dengan Raden Patah sebagai pemimpinnya. Gelar beliau adalah Sultan Fattah Syeh Alam Akbar Panembahan Jimbun Abdul Rahman Sayyidin Panatagama Sirullah Khalifatullah Amiril Mukminin Hajjuddin Khamid Khan Abdul Suryo Alam di Bintoro Demak.
Secara de facto dan de jure, Kesultanan Demak adalah negara yang berdasar Syariat Islam pertama di tanah Jawa.
Langkah awal yang mereka lakukan adalah mengumumkan dasar negara dan konstitusi yang berlaku di Kesultanan Demak. Dalam hal ini, mereka menjadikan Al-Qur’an dan As-Sunnah sebagai dasar negara. Mereka memberlakukan
5
Laporan Khusus
SYAMINA
Edisi II / Januari 2016
KESULTANAN DEMAK Negara yang Berdasar Syariat Islam di Tanah Jawa
Gb.1. Peta Kerajaan Demak
I
slam datang dan berkembang ke kawasan Nusantara ketika dua pusat kekuasaan di Indonesia menjelang mengalami keruntuhan. Dua pusat kekuasaan tersebut adalah Sriwijaya dan Majapahit.
terbentuklah Kerajaan Perlak disusul kemudian pada sekitar abad tiga belas Kerajaan Samudra Pasai di Sumatra. Di Jawa menyusul pula pada abad ke-15 yaitu kesultanan Demak.
Keruntuhan Sriwijaya yang merupakan kerajaan maritim diawali dengan kemunduran dalam bidang ekonomi yang selanjutnya berpengaruh dalam bidang sosial dan politik. Adapun Kerajaan Majapahit, yang merupakan kerajaan agraris, runtuh diawali dengan kemunduran dalam bidang politik akibat dari pertikaian antarsaudara keturunan raja (Perang Paregreg) yang akhirnya berpengaruh besar dalam bidang ekonomi dan sosial.
I. GEOPOLITIK TANAH JAWA 1400-1478 1. Pengaruh China dan pelayaran Cheng Ho Sejak Dinasti Qin (221-206 SM) dan dinasti Han (206 SM – 220 M) sudah terjalin hubungan baik dengan negara-negara di Asia-Afrika. Perniagaan semakin meningkat di kalangan pemerintah maupun antar pedagang. Penduduk miskin sepanjang pantai tiongkok selatan yang merantau ke luar negeri dengan kapal pun semakin bertambah. Sehingga pengalaman berlayar sudah lama dimiliki oleh orang tiongkok.
Dengan melemah dan mundurnya Kerajaan Sriwijaya memungkinkan Islam untuk melakukan Islamisasi lebih jauh sehingga pada abad ke-9 Islam berkembang dengan pesat dan
Di samping itu kemampuan membuat kapal orang Cina pada masa itu sudah sangat
6
Laporan Khusus
SYAMINA
maju. Sejak Dinasti Yuan (1206 – 1368M) yang kemudian diganti Dinasti Ming kemampuan membuat kapal dan pelayaran sudah cukup tinggi. Hal itu dibuktikan antara lain, pada masa itu sudah dibuat kapal yang terdiri dari 50-60 kabin dan mampu membawa lebih dari 1000 orang dalam pelayaran yang jauh. Jangkarnya begitu berat sehingga diperlukan 200-300 orang untuk mengangkatnya. Badan kapalnya terdiri dari susunan ruang-ruang yang terpisah antara satu dengan yang lainnya, sehingga kapal tidak akan tenggelam karena kerusakan di salah satu bagiannya karena benturan karang. Di dalam kapal juga tersedia peta laut dan kompas, disamping buku catatan pengalaman pelayaran awak kapal tinongkok pada masa silam, misalnya Dao Yi Lue (catatan tentang pulau-pulau luar negeri) yang ditulis oleh Wang Dayuan pada tahun 1349 M.
mengangkatnya menjadi kepala kasim intern yang bertugas membangun istana, menyediakan alat-alat istana dan lain-lain. Pada awal abad ke-15 Kaisar Zhu Di (Yongle) memerintahkan untuk dilakukan pelayaran ke luar negeri khususnya Samudra Barat4 (Samudra Hindia) untuk menguatkan pengaruh politik Tiongkok atas negara di bagian selatan, memajukan persahabatan dan memelihara hubungan baik antara Tiongkok dengan negaranegara asing. Karena prestasinya selama ini, Kaisar kemudian memilih Cheng Ho untuk menjadi laksamana yang memimpin misi pelayaran tersebut.5 Menurut Poirot, tujuan Kaisar Yongle mengutus Cheng Ho mengadakan misi pelayaran besar adalah untuk memperkuat sistem tributari (upeti dengan benda/barang) yang memang sudah dianut china sejak masa lalu. Pelayaran Cheng Ho untuk menunjukkan ekstensi sistem Tributari Kekaisaran Ming. Sistem ini tidak untuk mendapat banyak keuntungan. Kaisar Hongwu membuat sistem Tributari hanya sebagai cara bagi negara-negara asing agar mengakui kekuasaan kekaisaran Ming.
Dinasti Ming didirikan pada tahun 1368 M. Sampai awal abad 15 Tiongkok telah menjadi negara yang sangat kuat. Pertanian dan kerajinan tangannya cukup maju. Hasil produksi seperti kain sutra, porselin, alat besi dan lain-lain bertambah banyak dan bermutu. Di samping itu kerajaan Ming membutuhkan wangi-wangian, rempah-rempah, pewarna, manik-manik dan lain-lain dari luar negeri. Hubungan perdagangan dan politik dengan negara-negara lain sangat memungkinkan dengan ekonomi kerajaan Ming yang kuat. 1
Di masanya Kaisar Yongle ingin sistem Tributari diperluas dengan ekspedisi diplomatik Cheng Ho, dan menjadi lebih fleksibel. Cheng Ho berlayar ke Selat Malaka, Melayu, Arab, dan Timor Timur, membawa cap dan panji-panji resmi kaisar, disertai berbagai kapal gandum, kapal perang, kapal pengangkut kuda/barang, kapal pasukan, dan bahkan kapal-kapal tangki air. Yongle menyadari bahwa perdagangan dan upeti identik. Namun, ekspedisi bawah Cheng Ho tidak untuk mendapat keuntungan materi. Kapal harta
Pada masa Kaisar Zhu Yun Wen, ibukota Nanjing diserang oleh Zhu Di (putra keempat dari Kaisar pertama Dinasti Ming). Dalam serangan itu Zhu Di dibantu kasim2 kesayangannya yang bernama Cheng Ho. Dalam pertempuran yang berlangsung selama 3 tahun Zhudi berhasil menduduki Nanjing dan menggulingkan Zhu Yunwen. Zhu Di kemudian menjadi Kaisar dinasti Ming menggantikan Zhu Yunwen. Zhudi sering disebut sebagai Kaisar Yongle.3 Karena jasa besar Cheng Ho, maka kaisar Zhu Di kemudian 1 2 3
Edisi II / Januari 2016
4
Prof. Kong Yuanzhi. Cheng Ho Muslim Tionghoa, Misteri Perjalanan Muhibah di Nusantara. Yayasan Pustaka Obor Jakarta, cetakan keenam; mei 2015. Hlm.11-12 Pembantu/pelayan Lihat https://id.wikipedia.org/wiki/Kaisar_Yongle
5
7
Pada awal Dinasti Ming, pulau Sumatra dijadikan sebagai garis pemisah antara Samudra Timur dan Barat; kawasan Samudra Hindia dan pantainya yang sebelah barat dari pulau Sumatra disebut sebagai Samudra Barat. Sejak pertengahan Dinasti Ming, Pulau Kalimantan dijadikan sebagai garis pemisah antara Samudra Barat dan Timur, Brunei merupakan ujung Samudra Timur dan pangkal Samudra Barat. Pulau Jawad an Sumatra termasuk kawasan Samudra Barat, sedangkan Brunei dan Filipina yang ada di sebelah timur Brunei termasuk Samudra Timur. Zhang Xie, Dong Xi Yang Kao (Studi mengenai Samudra Timur dan Samudra Barat, Vol 5, Bab Brunei, 1618. Juga dala, Ming Shi (Sejarah Dinasti Ming), dalam buku Prof. Kong Yuanzhi, Op.Cit. hlm.12-13 Hembing Wijayakusuma, tulisan pengantar untuk buku berjudul Cheng Ho Muslim Tionghoa, Misteri Perjalanan Muhibah di Nusantara, hlm. xvii
Laporan Khusus
SYAMINA
Cheng Ho bertujuan untuk ‘menyihir’ (membuat kagum) para memimpin asing (emas, perak, porselen, sutra, dan barang berharga lainnya dalam jumlah besar ditukarkan, dengan barang yang tidak begitu berharga, seperti jerapah, atau barang-barang khas negara bersangkutan).6
Edisi II / Januari 2016
berbagai dinasti dari Imperium China sangat mempengaruhi budaya negara-negara perifer dan juga menarik mereka ke dalam Chinacentris. Sistem Tributari berbentuk kebijakan luar negeri dan perdagangan selama lebih dari 2.000 tahun didominasi ekonomi dan budaya Imperium China di wilayah tersebut, dan dengan demikian memainkan peran besar dalam sejarah Asia, dan Sejarah Asia Timur pada khususnya.
Sistem Tributari China adalah jaringan hubungan politik luar negeri dan perdagangan antara Cina dan negara-negara tributarinya di Asia Timur. sistem Tributari Cina terdiri hampir seluruhnya merupakan hubungan ekonomi yang saling menguntungkan, dan negara-negara anggota dari sistem secara politik otonom dan berdaulat. Melalui sistem upeti, yang difasilitasi pertukaran ekonomi dan budaya,
Struktur internasional tradisional China itu berbeda dari banyak sistem lain yang dikembangkan dunia. Pertama, karena didasarkan pada keyakinan bahwa China adalah pusat kebudayaan dunia dan bahwa orang asing “kurang beradab”. Kedua, karena negara
Gb. Jalur Ekspedisi Tributari masa Dinasti Ming
6 Poirot, Zheng He and Ming China: The Lone Mariner and His Times. http://www.allempires.com/article/index.php?q=zheng_he_ming_ china
8
Laporan Khusus
SYAMINA
China dianggap sebagai pusat seluruh umat manusia, maka pemimpin asing lain diminta untuk mengakui keunggulan Cina. Pada periode Qing, negara-negara yang ingin berdagang dengan China harus mengirim misi “upeti” yang mengakui superioritas budaya dan kedaulatan China.7
Edisi II / Januari 2016
gadis Korea usia 13-25 direkrut untuk dikirim ke China.9 Pelayaran Cheng Ho pertama dilakukan pada pada tahun 1405. Ini berarti 87 tahun lebih awal dari pelayaran Columbus yang sampai di Benua Amerika pada tahun 1492, dan 92 tahun lebih dulu dari pelayayan Vasco da Gama yang sampai di Calicut, India pada tahun 1497, serta 114 tahun lebih dahulu dari pelayaran F.Magellan yang mulai mengelilingi bumi tahun 1519 M. Pelayaran Cheng Ho dilakukan 7 kali dan memakan waktu selama 28 tahun, lebih lama dari pelayaran pelaut Barat.
Di bawah dinasti Ming, negara-negara yang ingin memiliki hubungan dengan China, secara politik, ekonomi atau sebaliknya, harus memasuki sistem Tributari. Akibatnya, upeti sering dibayar untuk alasan oportunistik dan bukan sebagai sikap serius setia kepada kaisar Cina, dan fakta bahwa upeti dibayar mungkin tidak dipahami bahwa China memiliki pengaruh politik atas negara tersebut. Sejumlah negara hanya membayar upeti sekali itupun karena tekanan dari ekspedisi Cheng Ho.
Dari skala pelayaran dan armada pelayaran cheng ho merupakan pelayaran terbesar di dunia saat itu. Dalam pelayaran pertama Cheng Ho membawa 62 kapal besar, dan membawa awak kapal lebih dari 27.800 orang. Pelayaran ketiga membawa 48 jung denga awak 27.000 orang lebih. Pelayaran ketujuh membawa 61 kapal besar dan 27.550 orang awak kapal.
Kaisar Hongwu mulai hubungan tributari pada 1368, utusan yang dikirim ke negaranegara seperti Korea, Vietnam, Champa, Jepang, yang Korea , Vietnam, dan Champa mengirim upeti pada 1369. Selama pemerintahan Hongwu ini, Liuch’iu mengirim 20, Korea mengirim 20, Champa mengirim 19, Siam mengirim 18, dan Vietnam mengirimkan 14 misi upeti.
Dalam setiap pelayaran Cheng Ho rata-rata membawa 60 buah kapal besar dan jumlah total kapalnya lebih dari 200 buah bila ditambah dengan kapal sedang dan kecil. Kapal besar yang dijuluki sebagai kapal pusaka panjangnya 44,4 zhang (138 m) dan lebar 18 zhang (56 m). Kapal semacam itu merupakan kapal terbesar di dunia pada pertengahan abad 15. Dan dengan kapalkapal kayu itu Cheng Ho telah membuat rekor dalam sejarah pelayaran dunia.
Selama 100 tahun sejak berdirinya Dinasti Ming pada tahun 1368, kerajaan di Jawa telah mengirim utusan ekspidisi ke China lebih dari 20 kali.8 Invasi Vietnam terhadap Champa pada tahun 1471 yang keduanya merupakan negara tributari China menandai adanya kegagalan dalam sistem Tributari ini. Banyak negara yang membayar upeti terdiri dari produk asli, misalnya gajah dari Siam, atau kasim dan gadis perawan dari Korea, Annam, atau Kepulauan Ryukyu. Gadis-gadis muda Korea, dan kasim kadang diminta sebagai upeti oleh Kaisar Ming sebagai harem kekaisaran. Sebanyak 98 gadis dan 198 kasim dikirim. Gadis-
Cheng Ho membawa berbagai jenis kapal, misalnya kapal induk, kapal kuda untuk mengangkut kuda dan barang, kapal tempur/ perang, kapal pembawa bahan makanan, dan kapal duduk sebagai kapal komando. Selain itu, susunan armada Cheng Ho sudah sangat teratur. Armadanya terdiri dari 4 bagian yaitu bagian komando, bagian tehnik navigasi, bagian kemiliteran dan bagian logistik.10
7 Wikipedia, Imperial Chinese Tributary System, https://en.wikipedia. org/wiki/Imperial_Chinese_tributary_system lihat juga Roland L. Higgins, The Tributary System, University of Mississipi, http://www. olemiss.edu/courses/pol337/tributar.pdf 8 Ibid. hlm.241
9 Wikipedia, List of Tributaries of Imperial China, https://en.wikipedia. org/wiki/List_of_tributaries_of_Imperial_China 10 Prof. Kong Yuanzhi, Op.Cit. hlm.3-5
9
SYAMINA
Laporan Khusus
Edisi II / Januari 2016
Tabel Perbandingan Pelayaran Cheng Ho dengan beberapa Pelaut Eropa dalam pelayaran Pertama
Mulai pelayaran Cheng Ho
1405
C. Columbus 1492 Vasco da Gama 1497 F. Magellan 1519
Jumlah kapal +200 termasuk 62 kapal besar 3 4 5
Salah satu hasil 7 kali pelayaran Cheng Ho adalah peta pelayaran Asia Afrika yang yang sampai saat ini masih sangat berharga. Peta pelayaran Cheng Ho terdiri atas 20 halaman, dimana terlukis dengan cermat pelayaran yang berangkat dari Nanjing ke berbagai daerah, pulau dan negara di asia dan afrika. Nama-nama tempat yang tercatat lebih dari 500 buah. Area pelayaran Cheng Ho diperlihatkan dalam peta tersebut mencakup indocina, semenanjung Malaya, semenanjung Hindia sampai pantai timur benua Afrika. Di peta terdapat juga petunjuk pemakaian kompas, tanda-tanda letak bintang dan lain-lain. Semua itu mencerminkan kemajuan navigasi pada masa Dinasti Ming. Peta itu kemudian dimuat dalam buku sejarah Wu Bei Zhi (vol.240), disunting oleh Mo Yuanyi pada masa dinasti Ming dengan judul Peta Pelayaran untuk Menuju Negara-negara Asing dan Dok Kapal Pusaka dan berangkat dari Pelabuhan Sungai Naga.11
27.800
100 120 130
88 171 270
Jumlah awak kapal
Selain membawa misi dari dinasti Ming, sebagai seorang muslim Cheng Ho juga membawa misi dakwah. Ketika singgah di berbagai pelabuhan Cheng Ho dan para pengikutnya mendakwahkan Islam pada masyarakat setempat dan juga masyarakat pendatang Tionghoa yang sudah ada sebelumnya. Dari hasil dakwahnya tersebut terbentuk berbagai komunitas muslim di kawasan pesisir pantai yang disinggahinya. Pada tahun 1407, dua tahun setelah dimulainya pelayaran Cheng Ho yang pertama, sudah muncul komunitas muslim China di Palembang. Pada tahun 1411 ketika Cheng Ho kembali dari pelayaran yang ke-3, di Tuban, Gresik, Mojokerto, Jakarta, Cirebon dan tempat lainnya di pesisir jawa bermunculan Masjid. Pada tahun 1430, satu tahun sebelum dimulainya pelayaran Cheng Ho yang ke-7, sudah muncul masyarakat Tionghoa di Tuban, Gresik, dan Cirebon.12 Dakwah Cheng Ho ini menjadi modal dan pondasi awal dakwah di Jawa, Sumatra dan sekitarnya di kemudian hari.
Salah satu tujuan pelayaran Cheng Ho sebagaimana disebutkan di atas adalah penyebaran peradaban China. Maka Cheng Ho dan anak buahnya juga berusaha menularkan budaya dan peradaban China di setiap tempat yang disinggahinya. Sehingga pengaruh budaya dan peradaban china masih terasa sampai beberapa masa setelahnya di tempat-tempat yang di singgahinya.
11
Kapasitas kapal terbesar (ton) +2.500
2. Jalur Selat Malaka Selat Malaka adalah salah satu selat internasional terpenting di dunia, selain itu, selat ini juga merupakan selat tersibuk kedua di dunia setelah Selat Hormuz, kenyataan ini tak lepas dari letaknya yang strategis dan sejarah penggunaan selat yang sangat panjang. Selat 12
Ibid. hlm.216
10
Ibid. hlm. 230. Juga Lee Khoon Choy, Indonesia Antara Mitos dan Realita, Penerbit Pendidikan Singapura, 1979. Hlm.134.
Laporan Khusus
SYAMINA
Edisi II / Januari 2016
Melaka diapit oleh Pulau Sumatera (Indonesia) dan Semenanjung Malaysia. Panjang Selat Malaka sekitar 805 km atau 500 mil dengan lebar 65 km atau 40 mil di sisi selatan dan semakin ke utara semakin melebar sekitar 250 km atau 155 mil. Sejarah mencatat bahawa Selat Malaka telah menjadi jalur lintas yang penting sejak zaman dahulu. Selama ratusan tahun sebelum masa kolonialisem Barat, bangsa India, China, dan Arab telah menggunakan selat ini untuk jalur lalu lintas perdagangan dan menyebarkan agama sehingga memberikan bentuk budaya yang teralkulturasi terhadap identitas masyarakat di sekitar Selat Malaka. Interaksi yang kuat dalam bidang politik, ekonomi, budaya maupun agama terjalin antara pengguna jalur Selat Malaka dengan penduduk yang berada di wilayah-wilayah sekitar Selat Malaka. Dibukanya Terusan Suez tahun 1869 dan kebangkitan Singapura tahun 1930an yang menjadikannya salah satu pelabuhan tersibuk di dunia semakin memperkuat nilai strategis Selat Malaka.13
Gb. Jalur Sutra (darat dan laut)
Selat Malaka sebagai jalur perdagangan yang dipergunakan oleh lalu lintas pelayaran internasional telah dimulai sejak awal abad Masehi. Bukti-bukti arkheologis malah memperkirakan bahwa hubungan perdagangan antara kawasan pantai timur Pulau Sumatera itu telah ada sejak masa-masa jauh sebelumnya.14 Era kerajaan lokal pertama yang mempengaruhi Selat Melaka terjadi di tahun antara abad ke tujuh hingga tujuh belas. Kerajaan Sriwijaya yang berpusat di tempat sekarang yang disebut Palembang mengalami masa kejayaan di abad ke delapan. Sriwijaya terkenal sebagai kerajaan Budha yang kuat di perairan (bahari), selama masa berkuasanya Sriwijaya, terjadi interaksi perdagangan dan pertukaran barang yang pesat di Selat Malaka. Barangan yang diperdagangkan pada masa itu adalah beragam jenis logam seperti emas, perak, timah dan gangsa (perunggu) yang banyak diperdagangankan pedagang dari India, dan selain itu, ada juga kayu, benda-benda dari kaca, batu-batu berharga dan mutiara, tekstil, barangan kerajinan daripada keramik yang banyak diperdagangkan oleh orang-orang China, serta barangan lainnya.
Setidaknya terdapat 2 jalur perdagangan internasional yang hingga kini masih dapat dilalui. Kedua jalur perdagangan tersebut meliputi jalur perdagangan darat dan laut. Jalur Sutra merupakan julukan bagi jalur perdagangan melalui darat. Julukan jalur sutra diberikan karena jalur perdagangan ini merupakan jalur pertama atau tertua yang menghubungkan Cina dengan Eropa melalu Asia Tengah Turki sampai ke laut tengah. Sementara jalur perdagangan laut membentang dari Laut Cina hingga ke India, Syam (syiria), sampai ke laut tengah. Di sinilah peran malaka sebagai jalur strategis yang berada di tengah-tengah keduanya.
Pada masa Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit kedua kerajaan ini merupakan pelopor perdagangan di Nusantara yang kemudian memiliki hubungan internasional dengan 14 Muhammad Gade Ismail, Pasai Dalam Perjalanan Sejarah : Abad Ke-13 Sampai Awal Abad Ke-16, Penerbit: Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Kebudayaan Direktorat Sejarah Dan Nilai Tradisional Proyek Inventarisasi Dan Dokumentasi Sejarah Nasional Jakarta 1993. h 16
13 M. Saeri, Karakteristik dan Permasalahan Selat Malaka, Jurnal Transnasional, Vol. 4, No. 2, Februari 2013. h 810-812
11
Laporan Khusus
SYAMINA
kerajaan India. Siwijaya yang merupakan kerajaan yang bertumpu pada perniagaan memiliki hubungan internasional dengan bangsa Cina dan Eropa.
Edisi II / Januari 2016
Sejak dimulainya masa kolonialisme sekitar abad ke 15, bangsa-bangsa dari Eropa mendominasi pengaruh di berbagai tempat termasuk di Selat Malaka. Bangsa Portugis yang tiba di Malaka tahun 1511 mengawali peranannya sebagai bangsa penjajah dengan cara menjalankan politik kekerasan bersenjata. Kawasan Selat Melaka terutama di kawasan Semenanjung Malaya berhasil dikuasai Portugis setelah terlebih dahulu mengalahkan kesultanan Malaka. Setelah menjadi kekuatan dominan, Portugis kemudian memonopoli perdagangan rempah-rempah nusantara dan monopoli mencapai puncaknya antara tahun 1570-1580an.
Pada periode berikutnya kedua kerajaan tumbuh dan berkembang sebagai pusat perniagaan di Nusantara. Dengan adanya selat malaka ini kerajaan yang paling diuntungkan adalah Kerajaan Sriwijaya, yang mana setelah menguasainya sistem pajak diberlakukan bagi para pedagang yang berdagangan melalui selat malaka. Para pedagang tersebut merupakan para pedagang Internasional dari Arab, India, Cina dan Persia. Lalu Islam masuk di Asia Tenggara, penduduk di wilayah pedalaman dan penduduk sekitar pantai yang menghadap ke Selat Malaka menjalin interaksi yang kuat dengan orangorang Islam ini yang datang dari Timur Tengah. Agama ini dalam perkembangannya, begitu mudah diterima karena penyebarannya yang santun sehingga menjadi sangat dominan dan mengalahkan pengaruh Hindu dan Budha di kawasan Selat Malaka. Dalam waktu yang tidak terlalu lama, banyak bermunculan kerajaan yang beridentitaskan Islam seperti kerajaan Johor, kesultanan Malaka (berpusat di semenanjung Malaysia), kerajaan Samudera Pasai, kesultan Demak dan beberapa kerajaan Islam yang berpusat di Sumatera dan Jawa. Kemunduran Kerajaan Sriwijaya juga menjadi titik tolak kemajuan kerajaan Islam.
Ketika Portugis tidak mampu mempertahankan dominasinya dan kesultanan Melaka jatuh, kerajaan Samudera Pasai di Aceh mengambil peran pengawasan lalu lintas dan perdagangan di Selat Malaka. Barang yang diperdagangkan melalui Selat Malaka yang berada dibawah pengawasan Aceh sangat beragam, ada rempah-rempah yang berasal dari Maluku, tekstil, logam mulia, dan barangan dagang seperti lada yang dihasilkan dari wilayah Aceh sendiri.
Nama Selat Malaka sendiri diambil dari nama kota tua Melaka. Kota Melaka langsung menghadap ke Selat Melaka yang juga menjadi pusat dari kerajaan Melaka. Kerajaan Melaka berjaya selama 150 tahun mendominasi sektor ekonomi, politik, budaya di sekitar kawasan Selat Melaka. Secara silih berganti kawasan Selat Melaka merupakan tempat pertarungan yang hebat antara kerajaan besar seperti Sriwijaya, dan bangsa-bangsa lain dari Jepang, China, orangorang Thai dan penduduk lokal di Sumatera.
Selat malaka berperan sebagai tempat transit dan menambah bekal makanan segar untuk para pedagang setelah berlayar jauh. Selain itu juga menjadi tempat pengumpulan barang-barang dagangan dari berbagai kepulauan di sekitarnya untuk didistribusikan oleh para pedagang dari Cina, India dan Arab dan peran sebaliknya mendistribusikan barang-barang dari wilayah eropa dan Asia ke kepulauan Nusantara.
Keinginan Aceh untuk melebarkan wilayah kekuasaannya sampai ke selatan mendapat pertentangan yang kuat dari kerajaan Johor, hingga abad ke tujuh belas, ada tiga kerajaan atau negara yang sangat berpengaruh di Selat Malaka saat itu, yaitu Portugis-Melaka, Aceh dan Johor.15
15
12
M. Saeri, Op.Cit. h 815-816
Laporan Khusus
SYAMINA
Selat Malaka juga merupakan tempat yang cocok untuk menunggu perubahan arah angin Barat-Timur untuk berlayar kapal. Aktivitas pelayaran waktu itu sangat tergantung dengan arah musoh angin. Angin muson Barat dimulai pada bulan April membawa para pedagang India ke Malaka. Angin muson Tenggara membawa para pedagang Cina untuk pulang. Para pedagang dari Jawa dan kepulauan melayu lainnya juga dating ke malakan pada waktu angin muson tenggara dan tinggal beberapa saat di Malaka sambil menunggu angin muson utara bertiup untuk membawa mereka pulang.16
seorang panglima muslim bernama Hasanudin, kepercayaan Khubilai Khan. Hubungan antara Kerajaan Champa dengan kerajaan-kerajaan di Nusantara sudah lama terjalin. Terbukti dengan perkawinan Raja Champa Jayasingawarman III dengan Ratu Tapasi, saudari Sri Kertanegara dari Singasari berlanjut dengan pada masa Majapahit antara Sri Kertawijara (Brawijaya V) dengan putrid Champa, Darawati yang beragama Islam. Ketika Ibukota Champa diserang oleh raja Vietnam, Le Nanh-ton dan Tanh-ton dengan membantai lebih dari 60.000 orang Champa pada tahun 1446 M, banyak penduduk Champa yang mengungsi ke wilayah Nusantara.
3. Majapahit dan Champa Wilayah Yunan yang membentang di Cina Selatan, dihuni berbagai bangsa seperti Vietnam, Siam, Khmer, Mon dan Champa. Bangsa Champa tinggal di kawasan pesisir Vietnam mulai dari daerah Bien Hoe di utara Saigon sampai ke Porte d’Annam di selatan Hanoi serta sebagian tersebar di Kampuchea. Jejak Islam di Champa sudah ada sejak abad 10 M. Raja Champa Indravarman III pernah mengirim seorang duta beragama Islam bernama Abu Hasan untuk bertemu Kaisar Cina pada tahun 951 dan 958 M. Prasasti-prasasti berbahasa arab yang ditemukan di wilayah Champa menunjukkan bahwa pertengahan abad 10 M, muslim Champa telah memeiliki otonomi dan pemukiman sendiri.
Kedatangan penduduk Champa musim ke nusantara pada pertengahan abad ke-15, setelah jatuhnya Champa akibat serbuan Vietnam tercatat dalam berbagai historiografi, misalnya dalam Sulalatus Salatin (sejarah Melayu), Babad Tanah Djawi, Babad Ngampeldenta, Purwaka Caruban Nagari, dan Serat kandha. Kehadiran muslim Champa dihubungkan dengan proses dakwah Islam yang terkait dengan tokoh-tokoh wali asal Champa seperti Syaikh Quro di karawang, Sunan Ampel di Surabaya, Syaikh Ibrahim As-Samarqandy di Tuban beserta keturunan mereka yang terkenal dengan sebutan Walisongo. Menurut H.J. De Graf pada abad 15 dan 16 para pedagang dari Cina Selatan dan Champa semakin aktif di Jawa sehingga membawa pengaruh adat kebiasaan orang Champa terhadap orang Jawa dan Sekitarnya.
Pada saat khubilai khan berkuasa tahun 1275 M, ia memberi kebebasan pada muslim dari Turkistan di Asia Tengah untuk keluar masuk Cina. Bahkan orang-orang Turk Islam dari Balkh, Bukhara dan Samarkand ada yang menduduki jabatan penting sebagai menteri di istana Kaisar. Muslim asal Turkestan inilah yang mengembangkan dakwah Islam di berbagai tempat wilayah kekuasaan khubilai Khan termasuk di Campa yang ditaklukkan 16
Edisi II / Januari 2016
Menurut A. Cabaton dalam orang Cam Islam di Indocina Perancis, terdapat sejumlah adat kebiasaan orang Champa yang mewarnai adat orang Jawa dan sekitarnya. Seperti orang Champa memanggil ibunya dengan sebutan “mak” memanggil kakaknya dengan dengan “kakak” memanggil saudara yang lebih muda dengan “adhy” yang terserap pada masyarakat jawa dan sekitarnya. Termasuk tradisi keagamaan yang biasa dilakukan muslim
Nodin Hussin, geografi dan Perdagangan: Kepentingan Selat Melaka kepada Perdagangan Dunia, Asia dan Dunia Melayu 1700-1800, Jurnal Akademika Pusat pengajian Sejarah Politik dan strategi Fakulti Sosial dan Kemanusiaan Universiti Kebangsaan Malaysia. Mei 2008. h 5-6
13
Laporan Khusus
SYAMINA
Champa seperti peringatan kematian ke-3, ke7, ke-10, ke-30, ke-40, ke100, ke-1000 hari dan upacara seperti kenduri, khaul, tabu terbuki mempengaruhi tradisi muslim di Jawa sampai sekarang.17
Edisi II / Januari 2016
berhasil menghancurkan Majapahit di daerah pedalaman.19 Salah satu basis kekuataan Islam pesisir adalah Demak, Demak merupakan kerajaan (kesultanan) yang berbasis di Jawa Tengah. Kerajaan ini merupakan salah satu kesultanan Pesisir yang banyak menorehkan sejarah penyebaran Islam di Nusantara khususnya di pulau Jawa. Ada dua hal yang perlu disebutkan di sini, sehubungan dengan adanya Islamisasi di Jawa. Pertama, agama Hindu, Buddha, dan kepercayaan lama telah berkembang lebih dulu jika dibandingkan dengan agama Islam. Kedua, meskipun masih diperdebatkan kapan Islam masuk ke Jawa, tetapi islamisasi besar-besaran baru terjadi pada abad ke-15 (periode Gresik) dan ke-16 (periode Demak) dengan momentum kejatuhan Majapahit, keraton Hindu Jawa pada tahun 1478.20
II. WALISONGO 1. Asal Muasal Di Jawa, penyebaran agama Islam dihadapkan kepada dua jenis lingkungan budaya kejawen, yaitu lingkungan budaya istana (Majapahit) yang telah menyerap unsurunsur Hinduisme dan budaya pedesaan (wong cilik) yang masih hidup dalam bayang-bayang animisme-dinamisme, dan hanya lapisan luarnya saja yang terpengaruh oleh Hinduisme. Dari perjalanan sejarah proses islamisasi di Jawa, tampak bahwa Islam sulit diterima di lingkungan budaya Jawa istana, bahkan dalam cerita Babad Tanah Jawa, dijelaskan bahwa raja Majapahit menolak agama baru itu. Bila sang raja menolak, akibatnya tentu tidak mudah bagi Islam untuk masuk ke dalam lingkungan istana. Karena itu, para penyebar agama Islam kemudian lebih menekankan kegiatan dakwahnya di lingkungan masyarakat pedesaan, khususnya di daerah-daerah pesisir pulau Jawa. Islam diterima dengan baik oleh masyarakat pesisir utara Jawa ini.18
Tanah Jawa menjadi wilayah terpenting bagi penyebaran dan pengembangan agama Islam di Nusantara sejak berabad-abad lampau. Keterkaitan antara Islam dan Jawa tidak bisa dilepaskan dari peran dan kerja keras dakwah para wali di Tanah Jawa, yang kemudian lebih dikenal dengan Walisongo. Pembentukan lembaga Walisongo pertama kali dilakukan oleh Sultan Turki Muhammad I, yang memerintah tahun 1394 M. Pada waktu itu Sultan Muhammad I menerima laporan dari para saudagar Gujarat (India) bahwa di Pulau Jawa jumlah pemeluk agama Islam masih sedikit.21
Islam memperoleh penganut pertamanya di kota-kota pantai utara. Salah satu penyebar Islam paling telaten adalah kelompok wali songo, para wali meskipun masing-masing hidup tidak sejaman, tetapi dalam pemilihan wilayah dakwahnya tidak sembarangan.
Pendapat lain menyatakan, awal mula kedatangan Walisongo adalah ketika terjadi pertempuran di Jawa yakni sebuah suksesi kepemimpinan Majapahit yang berujung peperangan yang lebih dikenal dengan Perang Paregreg. Para saudagar Gujarat yang beragama Islam memberitahukan kepada sultan Muhammad I bahwa di Jawa sedang
Penentuan tempat dakwahnya dipertimbangkan pula dengan faktor geostrategic yang sesuai dengan zamannya. Pantai utara menjadi basis dan pusat berbaga keraton Islam yang independen, yang akhirnya
19 Purwadi, Dakwah Sunan Kalijaga; Penyebaran Agama Islam di Jawa Berbasis Kultural., h. 39. Suryanegara, Menemukan Sejarah; Wacana Pergerakan Islam diIndonesia, (Bandung :Mizan, 1995), h. 104 20 Purwadi. Dakwah Sunan Kalijaga, h. 45-46 21 Hasanu Simom, Misteri Syeh Siti Jenar; Peran Wali Sanga dalam MengIslamkan Tanah Jawa, Cet.IV, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007) hal.50.
17
Agus Sunyoto, Atlas Wali Songo, Pustaka IIMaN Depok, Cetakan V 2014. h 25-27 18 Simuh, Islam dan Pegumulan Budaya Jawa, (Jakarta : Teraju, 2003) h. 66
14
Laporan Khusus
SYAMINA
terjadi peperangan saudara, sehingga Sultan Muhammad mengutus beberapa orang dengan keahlian di bidang irigasi dan paham agama Islam untuk misi kemanusiaan.22
Wali adalah istilah syar’i untuk menyebut jabatan Kepala Daerah Negara Islam (Gubernur). Pada waktu itu, Dunia Islam tunduk kepada Khilafah Utsmaniyah. Sehingga dapat diartikan bahwa Demak merupakan Negara Bagian dari Khilafah Utsmaniyah. Sunan Giri diangkat sebagai Wali bergelar Prabu Satmata. Sunan Giri dalam menjalankan pemerintahan dibantu oleh delapan orang ulama lainnya yang dikenal dengan sebutan Walisongo. Sunan Giri bertindak sebagai pimpinan. Walisongo adalah istilah Dewan Syura Eksekutif Demak. Anggota Walisongo yang lain mendapat peran sendiri dalam pemerintahan; misalnya Raden Fatah bertindak sebagai Adipati Demak, Sunan Kudus sebagai Senopati Wilayah Timur, Sunan Fatahillah sebagai Senopati Wilayah Barat, Sunan Gunung Jati sebagai Adipati Cirebon, Sunan Kalijaga sebagai Qadi/Hakim dan lain sebagainya. Baru setelah Sunan Giri wafat, penggantinya Raden Fatah mengubah sistem pemerintahan di Demak menjadi Kesultanan. Karena saat itu, wilayah bawahan Utsmaniyah pada umumnya berbentuk Kesultanan.
Sultan Muhammad I kemudian mengirimkan sekelompok tim dakwah Islamiyah yang anggotanya dipilih dari orang-orang yang memiliki kemampuan di berbagai bidang, terutama bidang ilmu agama. Untuk membentuk tim ini Sultan Muhammad I mengirimkan surat pada para pembesar di Afrika Utara dan Timur Tengah, yang isinya meminta dikirimkanya beberapa ulama yang mempunyai “karomah”. Berdasarkan perintah Sultan Muhammad I itu kemudian dibentuk sebuah tim yang berintikan sembilan orang yang ditugaskan menjadi penyebar agama Islam di Pulau Jawa. kemudian tim berangkat pada tahun 1404 M, di mana tim tersebut diketahui oleh Syeh Maulana Malik Ibrahim yang berasal dari Turki. Beliau adalah seorang ahli agama dan juga ahli irigasi yang dianggap piawai dan pintar dalam mengatur negara.23
Terdapat enam kali angkatan anggota Walisongo dan sedikitnya terdapat duapuluh dua orang tidak termasuk Maulana Malik Ibrahim karena beliau adalah tetalering waliullah, yaitu nenek moyang pertama kali para wali, dan terdapat sekitar empat belas wali yang belum diakui penuh sebagai angota Walisongo.24
Versi lain menyebutkan Walisongo sebenarnya adalah istilah politik yang digunakan oleh Dewan Ulama di Tanah Jawa. Akibat serangan Kediri ke Majapahit, maka dakwah Islam terancam. Karena Penguasa Kediri sangat anti Islam, berbeda dengan Majapahit yang melindungi dakwah Islam tersebar di seluruh wilayahnya. Untuk menyelamatkan gerakan dakwah, Sunan Ampel berinisiatif untuk membentuk kekuatan politik tandingan dalam menghadapi kediri. Maka disusunlah suatu Negara Islam dengan Sunan Ampel sebagai pemimpinnya. Akan tetapi, Sunan Ampel wafat sebelum merealisasikan niatnya. Kepemimpinan Dewan Ulama diteruskan oleh Sunan Giri yang akhirnya merealisasikan Negara Islam di wilayah Jawa. Demak ditetapkan sebagai ibukota.
22 23
Edisi II / Januari 2016
Hasanu Simon menggambarkan bahwa keberadaan wali songo di Nusantara tidak langsung jadi, namun merupakan sebuah proses panjang, Simon menyebutkan bahwa terdapat enam angkatan wali songo yang menyebarkan ajaran Islam di bumi Nusantara. Berikut adalah nama-nama Anggota Wali songo menurut angkatannya25:
Ibid. hlm.61 Hasanu Simon, Op. cit., hlm. 50
24 25
15
Hasanu Simon, Misteri Syeh Siti Jenar. op, cit., hlm. 48-93 Ibid. hlm. 64
SYAMINA
Laporan Khusus
Edisi II / Januari 2016
Tabel Nama-Nama Anggota Walisongo Menurut Angkatan Angkatan I : 1404-1421
Angkatan II : 1421-1436
Angkatan III : 1436-1463
1. M. Malik Ibrahim
1. Sunan Ampel
1. Sunan Ampel
2. Maulana Ishaq
2. Maulana Ishaq
2. Maulana Ishaq
3. M. A. Jumadil Kubro
3. M. A. Jumadil Kubro
3. M. A. Jumadil Kubro
4. Muh. Al-Maghrobi
4. Muh. Al-Maghrobi
4. Muh. Al-Maghrobi
5. Maulana Malik Isro’il
5. Maulana Malik Isro’il
5. Ja’far Sodik
6. Muh. Ali Akbar
6. Muh. Ali Akbar
6. Syarif Hidayatullah
7. Maulana Hasanuddin
7. Maulana Hasanuddin
7. Maulana Hasanuddin
8. Maulana Aliyuddin
8. Maulana Aliyuddin
8. Maulana Aliyuddin
9. Syekh Subakir
9. Syekh Subakir
9. Syekh Subakir
Angkatan IV : 1463-1466
Angkatan V : 1466-1478
Angkatan VI : 1478-
1. Sunan Ampel
1. Sunan Giri
1. Sunan Giri
2. Sunan Mbonang
2. Sunan Ampel
2. Sunan Ampel
3. M. A. Jumadil Kubro
3. Sunan Mbonang
3. Sunan Mbonang
4. Muh. Al-Maghrobi
4. Sunan Kudus
4. Sunan Kudus
5. Ja’far Sodik
5. Sunan Gunung Djati
5. Sunan Gunung Djati
6. Sunan Gunung Djati
6. Sunan Drajat
6. Sunan Drajat
7. Sunan Giri
7. Sunan Kalijogo
7. Sunan Kalijogo
8. Sunan Drajat
8. Raden Fatah
8. Sunan Muria
9. Sunan Kalijogo
9. Fathullah Khan
9. Sunan Pandanaran
perdagangan” atau pelabuhan. Pengambilan posisi pantai ini adalah ciri Islam yang disampaikan oleh para da’i yang mempunyai profesi sebagai pedagang.
Kalau kita perhatikan dari sembilan wali dalam pembagian wilayah kerjanya ternyata mempunyai dasar pertimbangan geostrategis yang mapan. Kesembilan wali tersebut membagi kerja dengan rasio 5 : 3 : 1.
Berkumpulnya kelima wali ini di Jawa Timur adalah karena kekuasaan politik saat itu berpusat di wilayah ini. Kerajaan Kediri, di Kediri dan Majapahit di Mojokerto. Pengambilan posisi di pantai ini, sekaligus melayani atau berhubungan dengan pedagang rempah-rempah dari Indonesia Timur. Sekaligus juga berhubungan dengan pedagang beras dan palawija lainnya, yang datang dari pedalaman wilayah Kediri dan Majapahit.26
Jawa Timur mendapat perhatian besar dari para wali. Di sini ditempatkan 5 wali, dengan pembagian teritorial dakwah yang berbeda. Maulana Malik Ibrahim, sebagai wali perintis, mengambil wilayah di Gresik. Setelah wafat, wilayah garapannya dikuasai oleh Sunan Giri. Sunan Ampel mengambil posisi di Surabaya. Sunan Bonang sedikit ke Utara di Tuban. Sedangkan Sunan Drajat di Sedayu. Kalau kita perhatikan posisi wilayah yang dijadikan basis dakwah kelima wali tersebut, kesemuanya mengambil tempat “kota bandar
26
16
Ahmad mansur Suryanegara, Menemukan Sejarah. Mizan. 1995. h. 104-105
Laporan Khusus
SYAMINA
2. RENCANA DAKWAH DI TANAH JAWA
Edisi II / Januari 2016
4. Sunan Gunung Jati di Cerebon mengajarkan tata cara beribadah, berdoa, pengobatan, dan membuka hutan.
Begitu sampai di Tanah Jawa, tim sembilan ini langsung melakukan pertemuan untuk merancang rencana kerja. Oleh sebab itu pertemuan pada tahun 1404 M yang dihadiri oleh seluruh anggotanya dianggap sebagai sidang Walisongo pertama, yang kemudian disebut sebagai Walisongo27 angkatan pertama. Istilah Walisongo sendiri baru muncul setelah ada beberapa wali pribumi dari golongan bangsawan Jawa yang menjadi anggota tim, bahkan ada yang menyebutkan bahwa istilah Walisongo baru muncul pada abad kedelapan belas atau kesembilan belas.28
5. Sunan Giri membuat tatanan pemerintahan Jawa, mengatur perhitungan kalender, siklus perubahan hari, bulan, tahun, windu, menyesuaikan siklus pawukon, juga merintis pembukaan jalan. 6. Sunan bonang mengajarkan ilmu suluk, membuat gamelan, dan menggubah irama gamelan 7. Sunan Drajat mengajarkan tata cara membangun rumah, dan membuat alat untuk mengangkut orang seperti tandu dan joli.
Berdasarkan sumber kitab walisana, Babad Tanah Djawi, Babad Tjirebon, dan Primbon milik Prof. K.H.R. Moh. Adnan, Walisongo pada dasarnya adalah semacam lembaga dakwah yang berisi tokoh-tokoh da’i yang berdakwah secara terorganisir dan sistematis melakukan usaha-usaha pengislaman masyarakat jawa dan pulau-pulau di sekitarnya. Masing-masing anggota memeiliki tugas spesifik untuk satu tujuan mendakwahkan Islam. Dalam primbon milik Prof. K.H.R. Moh. Adnan disebutkan tugas tokoh-tokoh wali songo dalam mengubah dan menyesuaikan tatanan nilai-nilai dan system sosial budaya masyarakat sebagai berikut:
8. Sunan Kudus merancang pekerjaan peleburan, membuat keris, melengkapi peralatan pande besi, kerajinan emas, juga membuat peraturan perundanguandangan sampai system peradilan yang diperuntukkan bagi orang jawa.29 Menurut Dr. Saifur Rohman pada masa itu para pemimpin Islam telah mempunyai strategi dakwah untuk mengislamkan Jawa dan sekitarnya, diantaranya: 1. Menetapkan visi untuk keputusankeputusan strategis dalam sebuah persoalan. Kelompok muslim minoritas pada abad ke-14 telah memiliki visi yang jelas dan tegas: mendirikan khalifah Islam di Tanah Jawa. Negara Islam adalah tujuan akhir bagi kelompok minoritas yang sedang mencari ruang di pemerintahan Jawa.
1. Sunan Ampel membuat peraturanperaturan islami untuk masyarakat Jawa 2. Raja Pandhita di Gresik merancang pola kain batik, tenun lurik, dan perlengkapan kuda 3. Susuhunan Majagung mengajarkan mengolah berbagai jenis masakan, lauk pauk, memperbarui alat-alat pertanian, dan membuat gerabah.
2. Meminta perlindungan kepada penguasa. Permintaan itu pada saat yang sama memiliki dukungan secara politis karena istri Raja, Brawijaya adalah bangsa China. Diceritakan pada pupuh 1 bahwa kelompok muslim mendapatkan perlindungan di tanah Ampel, Jawa Timur. Di sanalah pertama kali disusun
27 Angka sembilan yang dipakai sebagai jumlah wali utama ini mengandung suatu maksud tertentu, karena angka ini dianggap keramat atau suci. Suatu keistimewaan angka ini adalah bahwa lapisan langit berjumlah sembilan, termasuk Arsy dan Kursi di dalamnya. Jumlah ayat dalam Al Fatihah juga sembilan, termasuk bacaan taawwudz dan amin di dalamnya. Agus Wahyudi, Makrifat Jawa; Makna Hidup Sejati Syeh Siti Jenar dan Walisongo, (Yogyakarta: Pustaka Marwa, 2007), hlm. 15. 28 Hasanu Simon, Misteri Syeh Siti Jenar. op, cit. h.48
29
17
Agus Sunyoto, Op.Cit. h 123
Laporan Khusus
SYAMINA
sebuah sistem organisasi sosial yang dijadikan sebagai media bagi kelompok minoritas memperluas pengaruhnya.
Edisi II / Januari 2016
zz Jihad melawan kekuatan Syiwa-Buddha dan Portugis zz Membangun kekuasaan politik Islam dengan mendirikan kerajaan-kerajaan Islam
3. Menghimpun kekuatan. Ketika pemerintah memberikan legalitas secara yuridis dan faktual, kelompok muslim menggalang sumber daya melalui penyebaran pengaruh dan perekrutan massa. Dalam rangka menghimpun kekuatan, kelompok muslim memperluas kekuasaan melalui acara ritual keagamaan. Dalam hal ini mereka menamakan acara pengumpulan massa itu dengan istilah garebeg mulud.
Rencana penguasaan politik Islam (siyasah syar’iyah) dalam dakwah Walisongo telah dipersiapkan oleh Maulana Malik Isroil, anggota Walisongo angkata pertama. Ketika berdakwah di cilegon jawa barat, beliau mempunyai beberapa orang murid yang dipersiapkan untuk menjadi raja, diantaranya Maulana Ainul Yaqin (Sunan Giri) dan Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati). Saat itu Maulana Malik Isroil telah mengajarkan ilmu siyasah syar’iyah pada para santrinya sebagai bekal menjadi seorang pemimpin. Kitab-kitab yang diajarkan antara lain; Al Muqodimah karya Ibnu Khaldun, As Siyasah Syar’iyah dan Al Hisbah Fil Islam karya Ibnu Taimiyah serta kitab karya Al Mawardi, Al Ahkam As Sulthoniyah. Kitab-kitab tersebut membahas system politik Islam, aturan pemerintahan, hukum dan undang-undang, serta berbagai upaya untuk perbaikan pejabat dan rakyat dalam bingkai syariat Islam. Dan terutama untuk menegakkan kewajiban amar ma’ruf nahi munkar dalam wilayah kekuasaan Islam.31
4. Mengancurkan kekuatan lama secara fisik dan non-fisik. Ketika penggalangan sumber daya dinilai memadai, kelompok muslim berencana melakukan pemberontakan untuk merebut kekuasaan puncak. Contoh konkret adalah merusak arca yang dianggap suci oleh orang Jawa dan membakar kitan Buddha.30 Meski tiap-tiap wali menggunakan cara berbeda kesemuanya itu terintegrasi dengan adanya mekanisme musyawarah tim Wali Songo. Beberapa hal yang dilakukan oleh Wali Songo zz Mendirikan Masjid sebagai pusat dakwah dan kekuatan umat
III. KESULTANAN DEMAK
zz Mendirikan pesantren-pesantren sebagai pusat kaderisasi dan pembinaan
1. Senjakala Majapahit
zz Penguatan jaringan dengan menikahkan putri dan santrinya dengan anak bangsawan keluarga kerajaan majapahit yang telah didakwahi dan masuk islam.
a. Perang Bubat , Kematian Hayam Wuruk dan Gajah Mada
Para ahli sejarah hampir semua mengatakan bahwa puncak kejayaan Majapahit adalah ketika dipimpin oleh Hayam Wuruk dari tahun 1350 – 1389 M, dibantu patih yang terkenal, patih Gajah Mada. Seorang pemuda dari desa Mada yang terkenal karena sumpah Palapanya dan program politiknya yang ingin menyatukan suluruh kerajaan di wilayah Nusantara. Namun,
zz Pengiriman kader-kader pondok pesantren untuk terjun ke masyarakat sebagai mekanisme pemberdayaan santri zz Memenuhi kebutuhan pokok masyarakat dengan berdagang, membuka warung, pengobatan, dll zz Seruan Dakwah langsung kepada penguasa (upaya diplomasi) 30 Dr. Saifur Rohman, MHum, Model Sikap Jawa terhadap Ideologi Asing dalam Babad Tanah Jawi dan Darmagandhul: Relevansinya dalam Pembentukan Karakter Bangsa, Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Jakarta, September 2011. h 11-12
31
18
Rachmad Abdullah, Sultan Fatah, Raja Islam Pertama penaklukTanah Jawa, Al Wafi Solo 2015. Hlm. 44-45. Lihat juga Hamid Akasah, Wali Songo Periode I Sampai V, Penerbit Titian Ilmu, 2011. hlm. 31-32
Laporan Khusus
SYAMINA
pada masa Hayam Wuruk juga tanda-tanda kemunduran mulai tampak.
Edisi II / Januari 2016
Ketika rombongan pengantin putri tiba di pesanggrahan bubat, utusan Gajah mada datang untuk menyampaikan pesan Gajah Mada. Putri Sunda, Dyah Pitaloka Citraresmi diminta untuk diserahkan pada raja sebagai tanda tunduk kerajaan sunda atas Majapahit. Prabu Linggabuwana dan rombongan merasa tersinggung dengan permintaan itu, karena dia datang atas undangan Hayam Wuruk yang akan menjadikan putrinya sebagai permaisuri bukan tanda tunduk pada Majapahit. Pasukan Gajah mada sudah mengepung Pesanggrahan untuk menekan Linggabuwana agar tunduk. Linggabuwana dan prajuritnya tidak mau tunduk dan melakukan perlawanan sehingga terjadi pertempuran tidak seimbang yang mengakibatkan Prabu Linggabuwana dan seluruh prajuritnya tewas. Melihat kejadian itu putri Citraresmi bunuh diri, sehingga seluruh rombongan dari sunda meninggal.32
Tanda pertama dimulai dengan peristiwa Perang Bubat antara pasukan Sunda di bawah pimpinan Prabu Maharaja Linggabuwana dan pasuka majapahit di bawah pimpinan Gajah Mada. Perang Bubat mengakibatkan tewasnya Linggabuwana, putrinya Citraresmi dan seluruh prajuritnya. Pertanda kedua keruntuhan Majapahit adalah meninggalnya Gajah Mada yang berlanjut dengan Perang Paregreg antara Wikramawardhana (suami Kusumawardhani/ menantu Hayam Wuruk) dengan Bre Wirabhumi (anak Hayam Wuruk dari selir). Setelah perang itu Negara-negara di bawah kekuasaan majapahit memisahkan diri satu per satu menjadi negara berdaulat. Perang Bubat terjadi sekitar tahun 1357 M pada masa pemerintahan Hayam Wuruk. Pada masa itu ambisi Gajah mada untuk menaklukkan wilayah-wilayah di Nusantara bermula dari Tumasek (singapura), Tanjungpura, Bali, Dompo hingga Seram telah berhasil. Namun ada dua kerajaan sunda yang belum tunduk, yakni Sunda Galuh dan Sunda Pakuan. Sunda Galuh dipimpin Prabu Linggabuwana yang mempunyai seorang putri yang rupawan bernama Dyah Pitaloka Citraresmi.
Setelah peristiwa itu hubungan Hayam Wuruk dan Gajah mada tidak harmonis lagi. Gajahmada dianggap punya agenda sendiri sehingga tidak mematuhi putusan raja. Tujuh tahun setelah itu (sekitar 1364 M) Gajah Mada meninggal dunia. Prabu Hayam Wuruk dan suluruh keluarga kerajaan sangat kehilangan. Sihingga jabatan patih sampai kosong selama 3 tahun setelah meninggalnya Gajah mada. Setelah kematian Gajahmada Majapahit mulai mengalami kemunduran. Kondisi Majapahit semakin suram lagi dengan kematian Tribhuawana Wijayatunggadewi (Ibu Hayam Wuruk) pada tahun 1378 dan disusul Hayam Wuruk pada tahun 1389.33
Gajahmada berniat menaklukkan kerajaan Sunda Galuh agar tunduk di bawah Majapahit. Namun, niat itu ditentang oleh keluarga Kerajaan Majapahit karena kerajaan Sunda adalah kerabat majapahit. Hayam Wuruk justru tertarik dengan putri Sunda yang rupawan dan hendak meminangnya.
b. PERANG PAREGREG
Majapahit mulai mengalami kemunduran sekitar tahun 1364. hal ini diawali dengan peristiwa meninggalnya Gadjah Mada pada sekitar tahun 1363, yang kemudian disusul oleh kematian Hayam Wuruk. Sepeninggal Hayam Wuruk para pejabat/keluarga kerajaan
Hayam Wurukpun segera mengirim utusan untuk meminang sang putri untuk dijadikan permaisuri. Prabu Linggabuwana menerima pinanngan tersebut. Sang putri kemudian diantar oleh ayahnya beserta permaisuri, para pejabat dan sejumlah prajurit untuk melangsungkan pernikahan di ibukota Majapahit atas permintaan pihak Majapahit.
32 Krisna Bayu Adji & Sri Wintala Achmad, Senjakala Majapahit, Menguak Sejarah dan kebusukan Majapahit, Penerbit Araska Yogyakarta, 2014. h 122-129 33 Ibid. h 140
19
Laporan Khusus
SYAMINA
saling berebut kekuasaan, terutama antara Bre Wirabumi (putra hayamwuruk dari selir) dan Wikramawardana (menantu hayam Wuruk). Peristiwa kekacauan inilah yang kemudian dikenal dengan Perang Paregreg.
dimenangkan pihak Wikramawardhana dan kadang dimenangkan pihak bhre Wirabhumi. Perang dimulai pada tahun 1323 Saka atau 1401 Masehi35 dan berakhir pada tahun 1406 ketika pihak Bhre Wirabhumi diserbu sampai kalah dan dipenggal kepalanya oleh Raden Gajah.36
Menurut para ahli sejarah seperti Vlekke, Ricklefs dan Lombard menyatakan bahwa keruntuhan majapahit disebabkan oleh banyak faktor. Faktor yang paling utama adalah faktor politik. Hal ini ditandai dengan kelemahan kepemimpinan paska Hayam Wuruk dan Gajah Mada. Tidak ada penerus yang kuat kepemimpinannya sehingga legitimasi raja sangat lemah mengontrol wilayahnya. Akibatnya terjadi perang antar keluarga istana Majapahit. Yang paling besar seperti Perang Paregreg.
Sebanyak 170 prajurit laksamana Ceng Ho dari cina yang kebetulan berada di Majapahit Timur (istana Wirabhumi) saat penyerbuan, ikut menjadi korban Perang Paregreg. Karena insiden itu Wikrama Wardhana didenda untuk membayar ganti rugi pada Dinasti Ming berupa emas sebesar 60.000 tail.37 Akibat Perang Paregreg yang menghabiskan energi Majapahit juga mengakibatkan beberapa wilayahnya melepaskan diri. Pada tahun 1405 Kalimantan Barat direbut oleh China. Kerajaan Palembang, Melayu dan Malaka yang tumbuh menjadi kota pelabuhan juga menyatakan kemerdekaannya dan lepas dari Majapahit. Menyusul Pula Brunei yang ada di pulau Kalimantan bagian utara juga melepaskan diri.38
Perang saudara34 yang berlarut-larut mengakibatkan Majapahit sangat lemah, sehingga gagal mengontrol wilayah kekuasaannya. Daerah kekuasaan Majapahit terutama kota-kota pelabuhan di pesisir utara Jawa seperti Tuban, Demak, Gresik, Jepara, Rembang, dan Surabaya membentuk Negara sendiri. Lambat laun seiring dakwah para wali, para penguasa pelabuhan beralih agama dari Hindu-Budha memeluk Islam.
Pasca Perang Paregreg Wikramawardhana meminang putri Bre Wirabhumi. Dari pernikahan ini lahirlah Suhita yang kemudian naik tahta pada tahun 1427. Ketika menjadi raja Suhita membalas dendam pada raden Gajah (pembunuh kakeknya Bhre Wirabhumi) dengan hukuman pancung pada tahun 1433.
Setelah Majapahit mundur proses Islamisasi makin berkembang dari budaya sampai kekuasaan politik. Hal ini ditandai dengan munculnya Giri sebagai sebuah pemerintahan otonomi yang bercirikan pemerintahan Islam, yang kemudian disusul oleh kemunculan kerajaan yang lebih besar Demak.
Pada kurun pemerintahan Wikramawardhana, serangkaian ekspedisi laut Dinasti Ming yang dipimpin oleh laksamana Cheng Ho, seorang jenderal muslim China, tiba di Jawa beberapa kali antara kurun waktu 1405 sampai 1433. Sejak tahun 1430 ekspedisi Cheng Ho ini telah menciptakan komunitas muslim China dan Arab di beberapa kota pelabuhan pantai utara Jawa, seperti di Semarang, Demak, Tuban, dan Ampel; maka Islam pun mulai memiliki pijakan di pantai utara Jawa.
Perang paregrek adalah perang yang panjang, antar keluarga Hayam Wuruk. Kadang 34
Edisi II / Januari 2016
Perang saudara atau “perang sipil” adalah perang di antara kelompok-kelompok terorganisasi di negara atau negeri yang sama, atau sedikitnya di antara dua negeri yang terbentuk dari bekas negara bersatu. Tujuan dari salah satu pihak bisa dalam rangka mengendalikan negeri atau wilayah, meraih kemerdekaan satu wilayah, atau dalam rangka mengubah kebijakan penguasa. (Lihat: James Fearon, “Iraq’s Civil War” dalam majalah Foreign Affairs, Maret/April 2007 serta Nicholas & Peter Onuf, Nations, Markets and War: Modern History and the American Civil War, University of Virginia Press, 2006). Perang saudara merupakan konflik dengan intensitas tinggi, yang sering kali melibatkan angkatan bersenjata reguler, yang berkelanjutan, terorganisasi, dan dalam skala besar. Perang saudara dapat mengakibatkan sejumlah besar korban dan konsumsi sumberdaya yang signifikan. (Ann Hironaka, Neverending Wars: The International Community, Weak States and the Perpetuation of Civil War, Harvard University Press, 2005, hlm. 3).
35
Teguh Panji, Kitab Sejarah Terlengkap Majapahit, Penerbit Laksana, Jogjakarta, 2015. h 281 36 Krisna Bayu Adji & Sri Wintala Achmad, Geger Bumi Majapahit, Menelanjangi Sisi kelam di Balik Pesona Majapahit, Penerbit Araska Yogyakarta 2014. h 157. 37 Kong Yuanzhi, Cheng Ho, muslim Tionghoa,Yayasan Pustaka Obor Jakarta, 2015. h 92 38 Krisna Bayu Adji, Geger Bumi Majapahit, Op. Cit. h 160-161
20
Laporan Khusus
SYAMINA
Wikramawardhana memerintah hingga tahun 1426 M, dan diteruskan oleh putrinya, Ratu Suhita, yang memerintah pada tahun 1426 M sampai 1447 M. Ia adalah putri kedua Wikramawardhana dari seorang selir yang juga putri kedua Bhre Wirabhumi. Pada 1447 M, Suhita mangkat dan pemerintahan dilanjutkan oleh Kertawijaya, adik laki-lakinya. Ia memerintah hingga tahun 1451 M. Setelah Kertawijaya wafat, Bhre Pamotan menjadi raja dengan gelar Rajasawardhana dan memerintah di Kahuripan. Ia wafat pada tahun 1453 M.
kaum petani adalah orang-orang kaya dan kaum saudagar. Golongan tersebut umumnya memiliki pengaruh terhadap kehidupan perekonomian, namun justru merasa bahwa dirinya merdeka dari Majapahit. Sejak awal mereka telah merasa tidak tunduk terhadap pemerintahan Majapahit. Perceraian kedua golongan inilah, yaitu petani dan kaum saudagar atau orang kaya, yang dinilai sebagai salah satu penyebab kerutuhan Majapahit pada masa selanjutnya.40 Dr. W. B. Sidjabat memiliki analisa lain terkait penyebab keruntuhan Majapahit. Faktor penyebab tersebut antara lain adalah sering terjadinya banjir besar di sungai Berantas, salah satu sungai yang memiliki posisi strategis bagi pelayaran dan ekonomi Majapahit. Hal ini mengakibatkan perniagaan-perniagaan di Sungai Berantas terus berkurang. Lebihlebih pasca meletusnya Gunung Kelud, Sungai Berantas menjadi dangkal akibat aliran lahar dan muaranya maju ke laut sehingga mengakibatkan pelayaran di Canggu berhenti sama sekali. Belum lagi perebutan mahkota Kerajaan turut memperlemah semua potensi Majapahit.41
Terjadi jeda waktu tiga tahun tanpa raja akibat krisis pewarisan tahta. Girisawardhana (bre Wengker), putra Kertawijaya, naik takhta pada 1456 M bergelar Hyang Purwawisesa. Selama pemerintahannya dia meneruskan kebijakan ayahnya, Kertawijaya yang memberikan kedudukan penting pada para kerabatnya yang beragama Islam. Ia memerintah selama 10 tahun dan wafat pada 1466 M. Penerusnya adalah Singhawikramawardhana yang hanya memerintah selama 2 tahun. Karena kebijakannya seperti pendahulunya memberi peluang pada kerabat muslim menjadikannya tidak disukai oleh kerabatnya sendiri.
Kemelut politik, perebutan keku asaan, dan peperangan adalah faktor-faktor yang sering dipakai sebagai alasan kemunduran dan keruntuhan (“sandhyâkâla – senjakala”) kerajaan-kerajaan Jenggala dan Majapahit. Terbentuknya kerajaan Islam pertama di Jawa, Demak, menjelang tahun 1500 M, juga sering dipakai sebagai penyebab kemunduran Majapahit.
Pada 1468 M pangeran Kertabhumi (Bhre Kertabhumi) merebut tahta Majapahit dari Singhawikramawardhana dan mengangkat dirinya sebagai raja Majapahit bergelar Brawijaya V.39 c. Krisis Ekonomi dan Bencana Alam
H. J. Van Den Berg, Dr. H. Kroeskamp, dan I. P. Simandjoentak mencatat penyebab lain dari keruntuhan Majapahit adalah tidak loyalnya para pelaku ekonomi terhadap pemerintahan Majapahit. Dikatakan bahwa mata pencaharian utama rakyat Majapahit adalah bertani. Kaum petani ini umumnya memiliki loyaliyas yang tinggi terhadap Majapahit. Namun demikian golongan ini tidak memiliki akses untuk mempengaruhi kebijakan bahkan tidak mengetahui seluk beluk pemerintahan Majapahit. Golongan lain di luar 39
Edisi II / Januari 2016
Bencana alam adalah faktor lain yang oleh beberapa peneliti dianggap sebagai faktor utama penyebab kemunduran Kerajaan Majapahit.42 40 H. J. Van Den Berg, Dr. H. Kroeskamp, I. P. Simandjoentak. Dari Panggung Peristiwa Sedjarah Dunia. Jilid I : India, Tiongkok, dan Djepang, Indonesia. Cetakan II. (J. B. Wolters, Jakarta – Groningen, 1952). h 365-366. 41 Dr. W. B. Sidjabat. Latar Belakang Sosial dan Kultural dari Geredjageredja Kristen di Indonesia. Dalam Dr. W. B. Sidjabat (ed.). et. all. Panggilan Kita di Indonesia Dewasa ini. (Badan Penerbit Kristen, Jakarta, 1964). Hal. 20 – 21 http://susiyanto.com/senja-kalamajapahit-dan-fitnah-terhadap-islam/#_ftn15 42 Awang Harun Satyana (BPMIGAS), Bencana Geologi dalam “Sandhyâkâla” Jenggala dan Majapahit : Hipotesis Erupsi Gununglumpur Historis Berdasarkan Kitab Pararaton, Serat Kanda, Babad Tanah Jawi; Folklor Timun Mas; Analogi Erupsi LUSI; dan Analisis Geologi Depresi Kendeng-Delta Brantas. Makalah dalam JOINT CONVENTION BALI 2007 The 36th
Agus Sunyoto, Op.Cit. h 96-97. Teguh Panji, Op.Cit. h 280-283
21
Laporan Khusus
SYAMINA
Peradaban Majapahit lahir sebagai respons manusia terhadap tantangan alam geografi delta Brantas. Penyusunan peradaban Majapahit pada akhir abad ke tiga belas (1293 M) dimungkinkan oleh lokasi geografinya. Jelasnya, terdapat muara sungai Brantas beserta deltanya yang sebelumnya pernah dijadikan wilayah kekuasaan Medang, Kahuripan, dan Jenggala. Raden Wijaya memilih delta Brantas sebagai tanah baru untuk mendirikan kerajaan.43
Edisi II / Januari 2016
arah timur tenggara bernama kali Porong dan bermuara di utara Bangil di Selat Madura. Sungai Brantas, kali Mas, dan kali Porong membentuk delta. Kota Mojokerto terdapat di puncak delta, dan kota Surabaya serta kota Bangil terdapat di kaki delta. Delta ini terbentuk berabad-abad lamanya, sehingga ia menjadi tempat kelahiran dan perkembangan kerajaan-kerajaan di atasnya (Medang, Kahuripan, Jenggala, Majapahit). Kemajuan dan kemunduran kerajaan-kerajaan ini kelihatannya banyak dipengaruhi oleh segala yang terjadi dengan Delta Brantas.
Delta Brantas terbentuk di aliran hilir sungai Brantas (lihat Gambar). Di sekitar wilayah Mojokerto, sungai Brantas yang mengalir dari barat ke timur bercabang menjadi dua : (1) cabang sungai ke arah timur laut bernama kali Mas/ kali Surabaya/kali Kencana dan bermuara di Tanjung Perak dan (2) cabang sungai ke
Di sebelah selatan delta Brantas terdapat kompleks gunung api Anjasmoro, Welirang, dan Arjuna (lihat Gambar). Di depan kompleks gunungapi ini terdapat gunung Penanggungan. Dalam sejarah kerajaan-kerajaan Hindu di
Gambar Delta Brantas dibentuk oleh sungai Brantas, kali Porong, dan kali Mas. Gejala-gejala geologi yang terjadi di delta Brantas dan kompleks gunung api di sebelah selatannya telah mempengaruhi maju dan mundurnya kerajaan-kerajaan Hindu abad 10 - 15 yang berpusat di Delta Brantas.
43
IAGI, The 32nd HAGI, and The 29th IATMI Annual Convention and Exhibition Bali, 13-16 November 2007. Hlm. 3-4 Ibid. h. 9
22
Laporan Khusus
SYAMINA
Jawa Timur, gunung Penanggungan adalah sebuah gunung yang penting. Kerajaan-kerajaan yang pernah ada di Jawa Timur, selain berurat nadi Sungai Brantas, kerajaan-kerajaan itu mengelilingi gunung Penanggungan, misalnya : Medang, Kahuripan, Jenggala, Kediri, Singhasari, dan Majapahit. Setiap kali ada kekacauan di wilayah kerajaan-kerajaan itu, maka gunung Penanggungan sering dijadikan tempat mengungsi sambil mengatur strategi. Dari gunung Penanggungan, delta Brantas dengan sepenuhnya dapat dilihat dan dipelajari. Hal ini penting dalam penyusunan strategi perang.44
Edisi II / Januari 2016
Pelabuhan mengalami sedimentasi, sehingga mengurangi kelancaran hubungan Majapahit dengan sekitarnya (Pikiran Rakyat, 2004). Sebagai negara maritim, gangguan ini telah memundurkan Majapahit. Menurut Sampurno selain faktor sejarah, peranan geologi dalam hal ini bencana alam adalah salah satu sumber keruntuhan Kerajaan Majapahit. Runtuhnya Kerajaan Majapahit bukan hanya disebabkan faktor konflik kerajaan yang ada saat itu, tetapi faktor geologi juga ikut bermain. Alasannya, pusat Kerajaan Majapahit pernah dinyatakan dilanda aliran pasir dan kerikil yang mengakibatkan pendangkalan muara sungai Brantas dan majunya pantai delta sungai tersebut. Hipotesis Sampurno ini didasarkan kepada analisis topografi dan penelitian keadaan daerah sekitar pusat Kerajaan Majapahit yang
Teori lain kemunduran Majapahit dikemukakan oleh Sampurno (1983) sebagai akibat bencana alam berupa erupsi gunung api atau berhubungan dengan proses pendangkalan kali Brantas yang menghambat lalu lintas air.
Gambar 2 Pada umumnya, sejarah kerajaan-kerajaan Hindu di Jawa Timur terjadi di dalam segitiga antara Surabaya-KediriMalang. Sungai Brantas, delta yang dibentuknya, dan gunung-gunung di sekitarnya memegang peranan penting dalam maju mundurnya kerajaankerajaan ini
44
Ibid. h. 5-6
23
Laporan Khusus
SYAMINA
ditinjau dari lokasi, geomorfologi, dan geologi daerah pusat kerajaan tersebut.45
Edisi II / Januari 2016
mampu lagi menguasai wilayah-wilayah luar Jawa secara efektif. Munculnya berbagai kemelut internal dan eksternal, seperti pemerintahan Liang Tau-Ming yang didukung para petualang dan bajak laut Cina membuat pemerintahan Majapahit semakin tidak mampu lagi mengendalikannya.
Pada saat Kerajaan Majapahit mengalami masa surut, secara praktis wilayah-wilayah kekuasaannya mulai memisahkan diri. Wilayahwilayah yang terbagi menjadi kadipatenkadipaten tersebut saling menyerang satu sama lain dan berebut mengklaim sebagai pewaris tahta Majapahit. Sehingga dengan demikian keruntuhan Majapahit pada masa itu dapat dikatakan tinggal menunggu waktu sebab sistem dan pondasi kerajaan telah mengalami pengeroposan dari dalam.
b. Kemerosotan kekuasaan Majapahit mengakibatkan penciutan wilayah dan runtuhnya kewibawaan. Kekuasaan Majapahit di Jawa hanya tinggal inti kekuasaan sembilan kadipaten, yaitu: Kahuripan, Daha, Wengker, Lasem, Matahun, Pajang, Pamanahan, Wirabumi, dan Trowulan. Masingmasing kadipaten itu dikuasai keluarga raja sebagai bupati, dibantu patih atau Amangkubumi.
Dalam beberapa sumber disebutkan bahwa terdapat banyak motif penyebab kehancuran Majapahit diantaranya : Pertama, keadaankeadaan dalam negeri, yaitu : a. Timbulnya perang saudara memperebutkan kekuasaan, yang paling terkenal adalah terjadinya Perang Paregreg.; b. Pemerintah raja yang lemah; c. Beberapa raja melepaskan diri dari Majapahit. Kedua, masalah ekonomi, yaitu : a. Kemunculan kota Malaka yang mengambil perdagangan Sriwijaya dan Majapahit, hingga kota tersebut menjadi pusat perdagangan seluruh nusantara; b. Segala macam perdagangan tidak dapat dikuasai lagi oleh Majapahit sendiri dan jatuh ke tangan pihak lain; c. Kota perdagangan di Jawa tidak mendapat perlindungan dari Majapahit lagi, oleh karena itu mereka mencoba berdiri sendiri.46 Umar Hasyim menambahkan bahwa perkembangan Islam termasuk salah satu awal kehancuran Majapahit.47
2. Aspek Ekonomi a. Sementara armada laut Majapahit mengalami kemunduran, pedagang muslim telah tumbuh sebagai kekuatan baru menggantikan kedudukan pedagang non-muslim. Pedagang muslim tersebar di pesisir utara Jawa dan menjadikan pelabuhan-pelabuhan pesisir utara Jawa sebagai pangkalan, tempat pelaut membeli air dan perbekalan untuk masa pelayaran yang panjang. b. Akibat mundurnya kekuatan maritim Majapahit, terjadilah perubahan arus perdagangan. Keberadaan pedagang asing muslim yang tinggal di pesisir utara Jawa sejak abad ke-11 sebagai komunitas kecil, menjadi semakin berkembang pengaruhnya. Mereka menguasai perdagangan di pelabuhan-pelabuhan sepanjang pesisir utara Jawa, tempat penimbunan komoditi beras ekspor yang akan dikulak para pedagang asing. Keberadaan pedagang asing muslim memperoleh dukungan para petani yang selama ini tidak memperoleh peluang untuk terlibat pada sirkulasi beras dan komoditi lainnya. Para petani sangat
Ismawati dalam penelitiannya menggambarkan lebih rinci aspek-aspek penyebab keruntuhan Majapahit sebagai negara Maritim : 1. Aspek Sosial Politik : a. Perang Paregreg menyebabkan kerajaan maritim Majapahit mundur secara mencolok, kini armada lautnya tidak 45
Ibid. h. 13-14. Sampurno : Lewat Pengetahuan Geologi Akan Peduli kepada Alam. Pikiran Rakyat, 2004, http://www.pikiran-rakyat.com/ cetak/1204/19/0201.htm 46 Purwadi, Dakwah Sunan Kalijaga., h.54 47 Umar Hasyim, Sunan Kalijaga, (Kudus: Menara, t.t.), h. 34-35
24
SYAMINA
Laporan Khusus
mengharapkan keberadaan pedagang asing muslim itu dapat mengakhiri kondisi ketertindasan dan kemiskinan mereka.
dalam hidup sehari-hari karena Islam tidak membenlakukan sistem kasta.48 d. Sirna Ilang Kertaning Bumi
Dalam tradisi Jawa ada sebuah kronogram atau candrasengkala yang berbunyi “sirna ilang kertaning bumi”. Sengkala ini adalah tahun berakhirnya Majapahit dan harus dibaca sebagai 0041, yaitu tahun 1400 Saka, atau 1478 Masehi. Arti sengkala ini adalah “sirna hilanglah kemakmuran bumi”.
3. Aspek Keagamaan a. Praktik upacara Syiwa-Budha yang disebut Thantra Bhairawa telah berkembang luas pada masa itu. Upacara ini dilakukan dengan Ma-lima, yaitu: melakukan makan mamsha (daging) dan matsya (ikan) sebanyak-banyaknya, meminum madya (minuman keras dicampur darah musuhnya) sepuaspuasnya, melaksanakan maithuna (persetubuhan) dengan lawan jenis sebanyak-banyaknya dan melaksanakan mudra (semedi) yang terfokus sesudah melakukan empat hal sebelumnya. Khususnya para bangsawan melakukan upacara Ma-lima, karena sangat yakin akan menjadi sakti dan digdaya. Tantra Bhairawa telah lama dipraktikkan tidak saja di Jawa, namun juga di Sumatera dan Bali sejak masa Erlangga, raja Kahuripan. Raja Kertanegara dan kerajaan HinduBudha Singasari, digelari dengan nama Joko Dolok karena terkenal melakukan ritual Tantra Bhairawa. Tradisi ini semakin memerosotkan pemerintahan Majapahit.
Sengkalan adalah deretan kata berupa kalimat atau bukan kalimat yang mengandung angka tahun, dan disusun dengan menyebut lebih dahulu angka satuan, puluhan, ratusan, kemudian ribuan.49 Kata-kata yang terdapat dalam sengkalan bukan sembarang kata yang disusun, melainkan dipilih sesuai dengan angka tahun. Deretan kata sengkalan selain sebagai simbol angka tahun juga merupakan simbol konsep-konsep magis tradisional dalam kepercayaan masyarakat. Kata-kata yang dipakai dalam sengkalan biasanya merupakan kosa kata Kawi (Jawa Kuno) atau serapan dari bahasa Sanskerta. Kata sengkalan secara etimologi berasal dari bahasa Sanskerta, yaitu Sakakala yang berarti tahun Saka. Saka adalah nama bangsa dari India yang pernah datang ke pulau Jawa dan mengajarkan bermacam-macam ilmu pengetahuan, diantaranya huruf Jawa dan sengkalan.
b. Para pedagang muslim yang bermigrasi di pelabuhan pesisir utara Jawa membangun masjid dan mendatangkan guru-guru dari tempat asal mereka untuk mengajar anak-anak hasil perkawinan mereka dengan perempuan setempat.
Edisi II / Januari 2016
Sengkalan dimaksudkan agar para generasi penerus mudah mengingat peristiwa yang telah terjadi pada tahun yang dimaksud. Jadi, sengkalan punya dua maksud : angka tahun, dan peristiwa apa yang terjadi tahun itu. Karena sengkalan menggunakan kata-kata sebagai angka, maka kata-kata tertentu nilai angka tertentu yang nantinya akan menjadi angka tahun.
Mereka berinteraksi dengan masyarakat bawah dan atas, seperti aristokrat dan pemuka agama kota pelabuhan. Pengaruh mereka menarik simpati masyarakat untuk memeluk agama Islam. Karena dengan agama baru, masyarakat bawah dapat meningkatkan statusnya, memperoleh derajat sama
Berikut adalah nilai angka beberapa kata yang biasa dijadikan sengkalan. Angka 1 : benda yang 48 Ismawati, Continuity And Change ; Tradisi Pemikiran Islam di jawa Abad XIX – XX, (Jakarta : Badan Litbang dan Diklat Departemen Agama, 2006), h. 46-49 49 Dinas Kebudayaan DI Yogyakarta, 2005, Sengkalan, http://www. tasteofjogja.com/web/ida/detailbud.asp?idbud=25
25
Laporan Khusus
SYAMINA
jumlahnya hanya satu, benda yang berbentuk bulat, manusia. Angka 2 : benda yang jumlahnya ada dua, misalnya tangan, mata, telinga. Angka 3 : api atau benda berapi. Angka 4 : air dan kata-kata yang artinya “membuat”. Angka 5 : angin, raksasa, panah. Angka 6 : rasa, serangga, kata-kata yang artinya ”bergerak”. Angka 7 : pendeta, gunung, kuda. Angka 8 : gajah, binatang melata, brahmana. Angka 9 : dewa, benda yang berlubang. Angka 0 : hilang, tinggi, langit, katakata yang artinya ”tidak ada”. Kata terakhir pada urutan sengkalan menjadi angka pertama dalam penyebutan tahun, sedangkan kata pertama pada urutan sengkalan menjadi angka terakhir pada tahun sengkalan.
Serat kanda menyebut peristiwa kehancuran majapahit akibat serangan Girindrawardhana itu terjadi pada tahun saka 1400 yang ditulis dalam candrasengkala sirna ilang kertaning bhumi.51 Namun dari candrasengkala yang menandai keruntuhan Majapahit, “sirna ilang kertaning bumi” ada perbedaan pendapat di kalangan ahli sejarah. Menurut Djafar, sejarawan yang menyatakan bahwa keruntuhan majapahit disebabkan oleh serangan Raden Fatah dari Kerajaan Demak berdasarkan Serat Babad Tanah Jawi, Serat Kanda dan serat Darmogandul, hal ini juga di dukung oleh Muljana yang mendasarkan analisanya dari kronik Cina.52 Bahkan dalam Darmagandul menggambarkan bahwa para ulama adalah seperti tikus yang merusak dari dalam. Mereka meminta jabatan kepada raja Majapahit dan setelah itu kemudian merusak kerajaan dari dalam.53
Mengacu kepada aturan di atas, maka sengkalan ”Sirna Ilang Krtaning Bumi, mempunyai analisis sebagai berikut : ”sirna” = hilang = angka 0, ”ilang = hilang” angka 0, ”krtaning/krta ning” = dibuat = pekerjaan membuat = angka 4, ”bumi/bhumi” = bumi = angka 1, sehingga sengkalan ”Sirna Ilang Kertaning Bumi” mempunyai nilai angka 0041. Berdasarkan urutan terbalik seperti diterangkan di atas, maka tahun yang dimaksudnya adalah tahun 1400 Saka atau 1478 M.
Prof. Dr. N. J. Krom dalam buku “Javaansche Geschiedenis” menolak anggapan bahwa pihak yang telah menyerang Majapahit pada masa Prabu Brawijaya V (Kertabhumi) adalah Demak. Tetapi, menurut Prof. Krom serangan yang dianggap menewaskan Prabu Brawijaya V tersebut dilakukan oleh Prabu Girindrawardhana. Demikian juga Prof. Moh. Yamin dalam buku “Gajah Mada” menjelaskan bahwa raja Kertabhumi atau Brawijaya V tewas dalam keraton yang diserang oleh Prabu Rana Wijaya dari Keling atau Kediri. Prabu Rana Wijaya yang dimaksud adalah nama lain dari Prabu Girindrawardhana.54
Maka, terbuka untuk menafsirkan “sirna ilang krtaning bhumi” sebagai : (1) “musnah hilang sudah selesai pekerjaan bumi” atau (2) “musnah hilang kemakmuran bumi/di bumi”. Makna pertama mengandung arti yang bisa dihubungkan kepada suatu sebab bencana, makna kedua mengandung arti bahwa setelah Majapahit runtuh, kemakmuran di bumi menghilang (ini khususnya menurut pandangan orang-orang Majapahit).50 Bhre Kertabhumi Brawijaya V hanya berkuasa kurang dari empat tahun. Dyah Ranawijaya putri raja sebelumnya (Singhawikramawardhana) yang bergelar Girindrawardhana membawa pasukan besar dari Daha menyerang Majapahit. Dalam serangan itu Girindrawardhana dan pasukannya berhasil mengalahkan Kertabhumi yang masih pamannya sendiri. Pararaton dan 50
Edisi II / Januari 2016
51 Nengah Bawa Atmaja, Genealogi keruntuhan Majapahit, Penerbit Pustaka Pelajar Yogyakarta 210. h 13. Agus Sunyoto, Op.Cit. h 98, 52 Nengah Bawa Atmaja, Op.Cit. h 10. Djafar H. Masa Akhir Majapahit, Girindrawardhana dan Masalahnya, Penerbit Komunitas Bambu, Jakarta 2009. Muljana, S. Runtuhnya Kerajaan Hindu Jawa dan Timbulnya Negara-Negara Islam di Nusantara. Penerbit; LKiS Yogyakarta 2005. 53 Susiyanto, Senja Kala Majapahit Dan Fitnah Terhadap Islam, http:// susiyanto.com/senja-kala-majapahit-dan-fitnah-terhadap-islam/#_ ftnref19 Noname. Darmagandul. Penerbit Sadoe Budi …. Hal. 46-47 54 Umar Hasyim. Sunan Giri dan Pemerintahan Ulama di Giri Kedaton. (Penerbit Menara, Kudus, 1979). Hal. 88 – 89, Muhammad Yamin. Gajah Mada : Pahlawan Persatuan Nusantara. Cetakan IX. (PN. Balai Pustaka, Jakarta, 1977). dalam Susiyanto, Senjakala… Op. Cit
Awang Harun. Op.Cit. h.21-22
26
Laporan Khusus
SYAMINA
2. JIHAD WALISONGO
Edisi II / Januari 2016
Majapahit, kemudian diserahkan pada anaknya, Dyah Ranawijawa yang kemudian bergelar Prabu Bathara Girindrawardhana Dyah Rana Wijaya. Girindrawardhana meneruskan ambisi ayahnya untuk merebut tahta majapahit dari kertabhumi Brawijaya V dan menyatukan seluruh wilayah Majapahit. Puncaknya Girindrawardhana berhasil mengalahkan Kertabhumi dan merebut tahta Majapahit pada tahun 1478 M, yang dikenal sebagai tahun keruntuhan Majapahit yang ditandai dengan candrasengkala sirna ilang kertaning bumi.56
Brawijaya V bangga mendengar laporan bahwa anaknya, Raden Fatah telah berhasil mengembangkan daerah demak dengan bandar lautnya yang semakin ramai dikunjungi para pedagang. Untuk mengapresiasi keberhasilannya Brawijaya Vbermaksud mengangkat Raden Fatah menjadi Adipati Anom Bintoro Demak. Pengangkatan itu terjadi pada tahun 1477 M/1399 Saka. Ditandai dengan candrasengkala Kori Trus Gunaning Janmi.
Setelah merebut tahta majapahit Girindrawardhana mengangkat dirinya sebagai raja majapahit dengan gelar Prabu Brawijaya VI Raja wilwatikta Daha Jenggala Kediri. Gelar itu dimaksudkan untuk menyatukan wilayah majapahit yang meliputi wilwatikta/majapahit, Daha, Jenggala dan Kediri sehingg para adipati tidak memisahkan diri dan agar rakyat mendukungnya sebagai raja majapahit. Namun usaha itu tampaknya gagal, bahkan banyak rakyat dan adipati yang menganggapnya sebagai pemberontak dan statusnya sebagai raja Majapahit tidak diakui. Dengan kondisi itu banyak kadipaten yang memisahkan diri dari Majapahit di bawah Girindrawardhana. Mendengar kabar kekalahan kertabhumi Brawijaya V Raden Fatah segera berembuk dengan para wali dan menyiapkan pasukan untuk menyerang Girindrawardhana. Dengan serangan tersebut Raden Fatah berharap dapat melemahkan Majapahit agar tidak mengganggu perkembangan Kadipaten Demak Bintoro yang semakin pesat.
Gb. Dampar Kencana, Sebagai bukti pengangkatan Raden Fatah sebagai Adipati Demak oleh Prabu Kertabhumi
Kadipaten Demak semakin lama semakin maju berkat dukungan rakyat, para wali dan saudagar muslim di sekitarnya. Wilayahnya meliputi; Surabaya, Madura, Gresik, Tuban, bahkan sampai barat yaitu Kendal dan Cirebon. 55
Raden Fatah mengirim pasukan ke Majapahit dan menunjuk Sunan Ngudung, imam masjid Demak sebagai Manggala Yuda (panglima perang). Serangan Demak tidak lewat jalur laut karena armada laut Majapahit di Tuban dan Ujungaluh masih kuat, dan Juana (Pati) belum sepenuhnya dikuasai. Jalur pasukan melewati jalur darat yaitu: Grobogan - Blora - Cepu Bengawan Solo - Balungbendha - Krian - Tarik
Setelah pengangkatan Raden Fatah posisi kertabhumi Brawijaya V semakin kuat. Namun Pandan salas tetap berambisi merebut tahta majapahit dengan menyiapkan kekuatan untuk menyerang Kertabhumi. Sampai tahun 1471 niat itu belum terlaksana. Kekuasaannya di Kediri sekaligus ambisi dan cita-citanya untuk merebut 55
M, Khafid Kasri & Pujo Semedi. Sejarah Demak: Matahari Terbit di Glagah Wangi. Diterbitkan kantor Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Demak 2008. h 43-44
56
27
Ibid. h 32
Laporan Khusus
SYAMINA
- dan terus kejantung kota Mojokerto. Raden Fattah ikut serta dalam serangan tersebut dan para wali yang ikut antara lain : Sunan Ngudung, Sunan Bonang, Sunan Gunung Jati, Sunan Giri, Sunan Kalijaga, dan Sunan Drajat serta Pengeran Cirebon (menantu Raden Fattah).
cucu menantu Sunan Ampel. Hanya karena kapatuhan pada perintah Sunan Ampel yang memintanya untuk mengabdi pada Majapahit, ia dengan terpaksa menghadapi pasukan islam dari Demak.58 Perang kedua terjadi di Wirasabha, tepatnya di Tunggarana, perbatasan antara Jombang dan Kediri. Rupanya pasukan Majapahit lebih banyak, kuat dan tangguh, sehingga pasukan Demak kalah di medan laga, bahkan Sunan Ngudung terluka parah pada pertempuran kali ini. Dalam keadaan luka parah Sunan Ngudung menarik pasukannya kembali ke Demak. Sesampainya di Demak, tak beberapa lama beliau wafat dan dimakamkan di komplek Makam sebelah utara Masjid Agung Demak.
Serangan mendadak dari Demak ini benarbenar merepotkan kekuatan Majapahit. Karena sekeliling Keraton (Pusat Pemerintahan) telah banyak kantong daerah yang beragama Islam seperti : Mejagung (Mojo Agung), Sedayu, Lirboyo (Pare), Tarik (Thariq), Terung, Ampel, dan Giri (Gresik). Sesuai dengan Isi Naskah Tradisi Cirebon, Prabu Girindrawardhana mengetahui serangan itu, dan menyuruh Raden Kusen (adik Raden Fatah) yang telah diangkatnya menjadi Adipati Terung untuk memimpin pasukan Majapahit menghadapi pasukan Demak, sekaligus untuk menguji kesetiannya pada Raja Girindrawardhana.57
Sepeninggal Sunan Ngudung dua jabatan kosong, yaitu imam masjid Demak dan Panglima perang pasukan Demak. Putra Sunan Ngudung, Sunan Kudus (Ja’far shadiq) menggantikan ayahnya sebagai imam masjid Demak dan menjadi panglima perang memimpin pasukan Demak, demi menegakkan ajaran agama Islam. Raja pengging, Andayaningrat juga meninggal dalam pertempuran itu.59
Serangan pasukan Demak yang dipimpin Sunan Ngudung terjadi dua kali. Dalam serangan pertama, pertempuran sengit terjadi antara prajurit santri di bawah Sunan Ngudung melawan prajurit yang dipimpin oleh Adipati Terung terjadi di Tuban. Pasukan Sunan Ngudung yang jumlahnya lebih sedikit memberi perlawanan sengit. Dalam serangan ini pasukan majapahit yang jumlahnya lebih banyak berhasil memukul mundur pasukan Demak.
Raden Fattah menyesali kekhilafannya yang terburu-buru mengadakan penyerangan kepada pasukan Girindrawardhana tanpa mengukur kekuatan pasukan musuh, akibatnya banyak korban berguguran di pihak pasukan Bintoro serta mengalami kekalahan yang fatal.
Serangan kedua masih dipimpin Sunan Ngudung, ayah Sunan Kudus. Adipati Terung memimpin pasukan Majapahit bersama Raja Pengging, Andayaningrat dan putranya Kebo Kanigara serta Arya Gugur (Putra mahkota Majapahit dan juga adipati Klungkung dari Bali). Adipati Terung (Raden Kusen, adik Raden Fatah) yang diangkat menjadi senapati semula menghindar karena tidak ingin berperang dengan para santri dari Demak yang sama-sama muslim. Adipati Terung dan Andayaningrat adalah dua orang muslim yang mengabdi pada Majapahit. Adipati Terung dan Sunan Ngudung, sama-sama 57
Edisi II / Januari 2016
Para wali menyarankan, mengingat pasukan musuh masih tangguh dan belum dapat dijajagi kekuatannya dan jumlahnya, maka Raden Fattah diminta melanjutkan membuat Masjid Agung Kadipaten yang belum selesai pembuatannya, sambil menjajagi kekuatan musuh. Disamping itu perlu mengumpulkan kekuatan dari berbagai pihak termasuk mencari dukungan dari kadipaten-kadipaten yang dulu pernah bergabung dengan Majapahit, dan tak lupa perlunya menggembleng rakyat dan pemuda 58 59
Ibid h 51-52
28
Agus Sunyoto, Op.Cit. h 288 Agus Sunyoto. Op.cit. h 294. M. Khafid Kasri & Pujo Semedi. Op.Cit. h 52-53
Laporan Khusus
SYAMINA
untuk belajar ilmu beladiri dan ilmu perang. Raden Fattah menerima saran melanjutkan pembangun Masjid Kadipaten Demak dan menunda merebut tahta Majapahit yang dikuasai Prabu Girindrawardhana.60
Edisi II / Januari 2016
jiwa. Kalau dihitung, jumlah sukarelawan perang dari rakyat berjumlah 8.000 lebih dan jumlah penduduk Bintoro antara 8.000 - 10.000 keluarga. Kemungkinan besar setiap keluarga dengan ikhlas mengirimkan seorang sukarelawan perang membantu pasukan Bintoro Demak, untuk berjihad. Sungguh suatu keberhasilan syiar yang patut disyukuri, berhasil membina keikhlasan umat untuk berjuang di Jalan Allah Yang Maha Perkasa.
Serangan ketiga dengan persiapan yang lebih matang terjadi pada tahun 1481 M/ 1403 S. Pasukan gabungan Raden Fattah Adipati Anom Demak yang banyak sekali jumlahnya, menyerang dengan siasat perang/ gelar “Supit Urang” dan berhasil melumpuhkan dengan mudah kekuatan pasukan Raja Girindrawardhana Dyah Raha Wijaya. Kejadian itu ditandai dengan candra sengkala “Geni mati siniram janmi”.
Adipati Terung waktu itu lolos dari maut dan masih berada di pihak musuh, belum mau bertobat untuk bergabung dengan kakaknya Raden Fattah. Raden Fattah berkalikali menyuruh utusan ke Kadipaten Terung untuk mengajaknya bergabung dalam satu wadah perjuangan, namun rasa bersalah telah membunuh Sunan Ngudung dan rasa malu yang menyelirnutinya membuat ia berasa enggan bergabung dengan kakaknya Raden Fattah.
Penyerangan pasukan Bintoro di bawah pimpinan Senopati perang Sunan Kudus dibantu Sunan Mejagung, Sunan Giri, dan Sunan Gunung Jati berhasil merebut kembali Kerajaan Majapahit dari kekuasaan Girindrawardhana Raja Kediri. Girindrawardhana kemudian ditawan dan diperbolehkan melanjutkan roda pemerintahannya di bawah kekuasaan Sultan Fattah.
Akhirnya, setelah Sunan Kudus anak Sunan Ngudung menemui Adipati Terung dan meyakinkan bahwa tidak ada dendam kesumat dalam dirinya, apalagi bagi seorang ulama/ wali, kemudian beliau bersumpah untuk tidak balas dendam pada Adipati Terung. Adipati Terung baru sadar dan bertaubat atas dosa dan kesalahannya, pada akhirnya mau bergabung dengan kakaknya Raden Fattah. Beliau dengan sukarela menyerahkan semua kekayaannya termasuk semua batangan emas yang dimilikinya untuk perjuangan Islam. Beliau diangkat jadi Pangeran dengan gelar Pangeran Palakaran (Palakaran artinya pengumpul batanganbatangan emas).
Yang dimaksud “Geni mati” pada sengkala diatas adalah Pemberontak Girindrawardhana yang merebut tahta Brawijaya V dapat dikalahkan di medan perang sekaligus ditawan. Saat itu Majapahit diserang dari segala arah “Siniram” pasukan Demak yang banyak sekali jumlahnya, “janmi” sehingga sukar dibendung. Majapahit waktu itu betul-betul “siniram janmi”. Semua kekuatan bantuan dari luar Demak bila dijumlah dengan prajurit Demak serta sukarelawan perang dari rakyat, semua berjumlah sekitar 9.000 orang. Jumlah prajurit itu semakin bertambah dengan adanya kiriman 100 prajurit dari Palembang asal daerah kelahiran Raden Fattah. Juga prajurit Putri Bintoro Surogeni bersenjata busur dan panah api yang bermarkas di Saragenen Bintoro Demak.
Pangeran Palakaran akhirnya berguru kepada Sunan Drajad dan banyak berbuat amal sholeh sampai akhir hayatnya, dan dimakamkan di Karang Kemuning Wilayah Bonang. Di buku Babad cirebon, dijelaskan setelah Raden Kusen Adipati Terung bertaubat, beliau berguru pada Sunan Gunungjati dan menyiarkan agama Islam disana sampai wafat. Putri adipati Terung dinikahkan dengan Sunan Kudus sebagai tanda syukur pada Sunan Kudus yang tidak
Diperkirakan oleh Tome Pires, penduduk Bintoro waktu itu berjumlah antara 8.000 sampai 10.000 keluarga, atau kira-kira 40.000 - 50.000 60 M, Khafid Kasri & Pujo Semedi. Op.Cit. h 54
29
Laporan Khusus
SYAMINA
menuntut balas dendam atas kematian ayahnya Sunan Ngudang yang dibunuh oleh Adipati Terung.
lanjut. Mereka berencana mendirikan negara Islam dengan merumuskan tiga pokok pikiran, yaitu: tentang dasar negara Islam, tentang pemegang kekuasaan negara Islam, dan tentang rencana dan strategi mencapai negara Islam.62
Majapahit berubah menjadi kota yang sepi dan tidak mempunyai fungsi. Girindrawardhana Dyah Rana Wijaya merupakan Raja Majapahit yang memerintah dari tahun 1478 M - 1498 M. la kemudian dibunuh oleh patihnya sendiri, yang bernama Patih Udhara. Kemudian tahta Majapahit dilanjutkan oleh Prabu Udhara. Wilayah Kerajaan Majapahit tinggal sedikit. Prabu Udhara memerintah tahun 1498 M - 1519 M.
Dalam era Kerajaan Majapahit beberapa pelabuhan telah ramai dikunjungi oleh saudagarsaudagar asing. Guna kepentingan komunikasi dengan saudagar asing maka pemerintah Kerajaan Majapahit mengangkat sejumlah pegawai muslim sebagai sebagai pegawai pelabuhan atau syahbandar.63 Alasannya, pegawai beragama Islam pada masa itu kebanyakan telah menguasai Bahasa asing terutama Bahasa Arab sehingga mampu berkomunikasi dan memberikan pelayanan kepada saudagar-saudagar asing yang kebanyakan beragama Islam.64
Tahun 1481 M/1403 S merupakan masa kehancuran Majapahit dan berdirinya Kesultanan Demak. Penyerangan besar-besaran pasukan Kadipaten Bintoro itu dilaksanakan dengan siasat perang pengepungan (gelar perang supit urang). Pengepungan Kerajaan Majapahit yang dikuasai Raja Girindrawardhana dilaksanakan selama 10 hari.
Mengenai rancangan dan strategi mencapai negara Islam, para Wali mempunyai siasat yang matang dan kongkrit. Setelah Kerajaan Majapahit dikalahkan oleh Prabu Girindrawardana dari Keling Kediri, maka Kadipaten Demak Bintara menyiapkan strategi untuk menyerang Majapahit yang telah dikuasai raja Keling Kediri. Setelah Majapahit kalah, maka kerajaan Bintara Demak resmi memproklamirkan sebagai kerajaan Islam dengan Raden Fatah sebagai sultannya.65
Pada tanggal 10 Besar pasukan Majapahit menyerah tanpa syarat. Untuk memperingati kemenangan pasukan Demak mengalahkan pasukan Girindrawardhana maka setiap tanggal 10 Besar/10 Dzul Hijjah diadakan peringatan “GREBEG BESAR”. Tradisi Peringatan Grebeg Besar itu sampai kini masih dilestarikan di daerah Demak.61
Setelah pasukan Majapahit dapat dikalahkan pada tahun 1481 M/1403 S oleh pasukan Kadipaten Demak sesuai saran para Walisongo, Raden Fattah menyerahkan pemerintahan sementara Kerajaan Majapahit, kepada Sunan Giri dalam beberapa saat, sambil melihat perkembangan dampak dari jatuhnya pemerintahan Prabu Girindrawardhana dan sekaligus menunggu saat yang tepat untuk penobatan Raden Fattah menjadi Raja Kasultanan Bintoro Demak.
3. Deklarasi Kesultanan Islam Demak Kesultanan Demak, pada awalnya hanyalah sebuah perkampungan di desa Glagahwangi lingkungan hutan Bintara. Singkat cerita, desa Glagahwangi telah berubah menjadi sebuah kadipaten di bawah Majapahit yang ramai dan diberi kebebasan menjalankan ibadah serta menyebarkan agama Islam. Kemudian para Walipun sepakat untuk mendirikan masjid agung guna menopang dan mengembangkan kekuatan kadipaten Bintara. Setelah masjid agung selesai dibangun, para Wali bermusyawarah untuk menentukan program dan fase perjuangan lebih 61
Edisi II / Januari 2016
62 Naili Anafah, Legislasi Hukum Islam Di Kerajaan Demak (Studi Naskah Serat Angger-Angger Suryangalam dan Serat Suryangalam), IAIN Walisongo Semarang, 2011. h 3. Atmodarminto, Babad Demak dalam Tafsir Sosial Politik KeIslaman dan Keagamaan (Jakarta: Milenium Publiser, 2000), hlm. 45-62. Widji Saksono, Mengislamkan Tanah Jawa, Bandung : Mizan, 1995. hlm. 127-130. 63 Prof. Dr. Abubakar Aceh. Pengantar Sejarah Sufi dan Tasawwuf. Cetakan IV. (Ramadhani, Surakarta, 1989). Hal. 370 64 Prof. Dr. Abubakar Aceh. Sejarah Al Quran. Cetakan VI. (Ramadhani, Surakarta, 1989). Hal. 325 65 Naili Anafah, Legislasi Hukum Islam Di Kerajaan Demak. Op.Cit. h 3. Widji Saksono, Mengislamkan Tanah Jawa, hlm. 132-135; dan Sugeng Haryadi, Sejarah Berdirinya Masjid Agung Demak dan Grebeg Besar, (Semarang: Mega Berlian, 2003), hlm. 41.
Ibid. h 60-63
30
Laporan Khusus
SYAMINA
Raden Fattah menyetujui usulan itu serta menyerahkan pemerintahan sementara Kerajaan Majapahit kepada Sunan Giri dengan gelar Prabu Satmata. Ada yang menafsirkan, kata satmata berasal dari kata kasat mata, yang artinya tidak kelihatan karena memerintah hanya beberapa saat.
Edisi II / Januari 2016
SINOM Mangkana ing dina soma, Pakumpulan para Wali, Sang Adipati Bintoro, Sadaya sami ngresteni, Ingangkat jeneng neki,
Menurut pendapat Graaf, dengan tanpa kesulitan Raden Fattah berhasil mengalahkan Majapahit, dan untuk memusnahkan segala bekas kekafiran dan penolak bala, maka Sunan Giri memegang pimpinan tertinggi terlebih dahulu selama 40 hari, baru kemudian diserahkan kepada Raden Fattah.
Nama Senopati J imbun, Panembahan bintoro, Ratu muwarni Agami, Yatha kuneng genti ingkang kawamaha. Penobatan Raden Fattah menjadi Sultan Bintoro Demak, disaksikan oleh abdi kinasih, ulama, para manggala,` prajurit, Sunan Kudus, Sunan Gunung Jati, Patih Wonosalam (nantinya diangkat menjadi patih), dan santri-santri semua mengiringi penobatan itu dengan membaca Sholawat Nabi Muhammad SAW, yang pada saat itu pula bertepatan dengan peringatan kelahiran Nabi Muhammad SAW, yaitu pada malam I 2 Rabiul Awal.
Masa kejatuhan Majapahit tanggal 10 Besar/ Dzulhijjah tahun 1481 M/1403 S dengan masa penobatan Raden Fattah menjadi Sultan Bintoro pada tanggal 12 Mulud/ Robiul Awal tahun 1482M/1404S. terhitung ada jarak sekitar 90 hari. Sekitar 50 hari setelah kejatuhan Majapahit sampai akhir Suro 1404 S, Raden Fattah dan Walisongo masih mengurusi para korban perang dan bala bantuan pasukan. Dan pada tanggal 1 Sapar 1404 S, Sunan Giri ditunjuk sebagai Raja Sementara dengan sebutan Prabu Satmata sekaligus menjadi Ketua panitia Penobatan Sultan/Raja Kasultanan Demak dengan sultan terpilih Raden fattah. Jadi masa Sunan Giri jadi Sultan Demak sementara sekitar 40 hari.
Sultan Fattah mendapat gelar dari Sunan Ampel dan Sunan Bonang dengan sebutan: Sultan Fattah Syeh Alam Akbar Panembahan Jimbun Abdul Rahman Sayyidin Panatagama Sirullah Khalifatullah Amiril Mukminin Hajjuddin Khamid Khan Abdul Suryo Alam di Bintoro Demak.
Setelah mendapatkan saat yang tepat yang telah disepakati oleh para Wali dan disetujui oleh Raden Fattah yaitu pada hari Senin (Soma) Kliwon malam Selasa Legi tanggal 11 malam 12 Rabiul Awal 860 H/ 16 Mei 1482 M/1404 S dengan sengkalan “ Warna Sirna Catur Nabi”, maka dideklarasikan Kesultanan Demak dan Raden Fattah atau Adipati Bintoro dilantik menjadi Sultan Bintoro Demak oleh Sunan Ampel. Hari penobatannya pada hari Senin/Soma, mengacu dari tembang Sinom di dalam “Serat Babad Tanah Jawi” yang berbunyi :
Sultan Fattah diangkat menjadi Sultan Bintoro Demak pada tahun 1482 M / 1404 S dengan candra sengkala “Warna Sima Catur Nabi”, atau 4 tahun setelah ayahnya, Prabu Kertabhumi Brawijaya V yang menjadi Raja Majapahit dapat dikalahkan oleh Prabu Girindrawardhana, pada tahun 1478 M / 1400 S yang ditandai candra sengkala “Sima Ilang Kertaning Bumi”. Prabu Girindrawardhana menguasai Majapahit sekitar 4 tahun atau 1 tahun setelah kerajaan Prabu Girindra Wardhana dapat dikalahkan oleh pasukan perang Kadipaten Bintoro dan Kerajaan Majapahit dapat ditundukkan Kerajaan Demak pada tahun 1481
31
Laporan Khusus
SYAMINA
(mustika Islam) yang terdapat di Makkah, yaitu al-Qur’an dan Hadis Nabi.67
M/1403 S yang ditandai candra sengkala “Geni Mati Siniram Janmi”. Jadi Sultan Fattah dilantik menjadi Sultan pertama Kasultanan Bintoro Demak pada hari Senin Kliwon malam Selasa Legi, 11 malam 12 Rabiul Awal tahun 860 H/1404 S / 16 Mei 1482 M. Akan tetapi ada pendapat lain yang menyatakan waktu penobatan Sultan Fattah sebagai Sultan pertama Kerajaan Demak, bertepatan dengan tanggal 12 Rabiul Awal 1425 S / 28 Maret 1503 M.66
5. Penerapan Hukum Islam Mengenai sejarah berlakunya hukum Islam di Jawa, menurut Hooker, pengaruh hukum Islam di Jawa bersifat samar-samar, karena hukum Islam dianggap hanya sebagian dari hukum, dan itupun sejauh adat pribumi telah menerimanya. Menurutnya, kebudayaan Jawa yang dipengaruhi agama Hindu terlalu kuat untuk menerima banyak unsur hukum Islam.6 Hal senada juga dikemukakan oleh de Graaf dan Pigeaud, menurutnya meskipun disebutkan bahwa hukum Islamlah (fikih) yang berlaku di kerajaan Demak, namun hukum Islam tersebut tidak diikuti secara keseluruhan. Fikih hanya terbatas pada ibadat dalam arti sempit, hukum perkawinan dan yang berkaitan dengan itu.
4. Penetapan Dasar Negara Tentang dasar negara Islam dapat disingkap dan simpulkan dari berita berita dalam Walisana dan Babad Demak, yaitu tentang perdondi kiblat (perselisihan paham para Wali tentang arah kiblat) Masjid Demak. Menurut kitab Tembang Babad Demak, peristiwa itu dilukiskan sebagai berikut:
Berbeda dengan pendapat Hooker, Graaf dan Pigeaud, menurut Widji Saksono, Walisongo telah berhasil mengakhiri zaman Syiwa Budha dan menggantikannya dengan zaman Islam.
Takir lemungsir pritgantil/ wus pinasang kinancingan/datan antara usuke/lawan reng wus pinakon/mastaka gya pinasang/wus ngadeg sengkalanipun/lawang trus gunaning janmal// nulya sagung para Wali/amawes leresing keblat/ nanging pradondi rembuge/ana kang ngoyong mangetan/sawiji datan rembag/mesjid ingoyong mangidul/daredah rembag ing wuntat.
Kerajaan Demak tidak hanya mengatur masalah pernikahan dan ibadah murni saja, melainkan juga masalah waris, muamalah, jinayah dan siyasah (pidana dan politik), hukum acara peradilan dan lain-lain, di mana aturanaturan tersebut didasarkan pada hukum Islam.68
Menurut Atmodarminto terhadap peristiwa ini beberapa ahli babad Jawa menyatakan bahwa masjid dalam cerita ini harus diartikan secara majazi (kiasan) bukan masjid hakiki. Adapun yang dimaksud tidak lain ialah negara Islam, sedang kiblat yang diperselisihkan itupun bukan kiblat hakiki tetapi kiasan yang berarti pedoman atau dasar-dasar Negara Islam.
Untuk pelaksanaan hukum Islam Sultan Demak menyusun kitab kumpulan undangundang dan peraturan pelaksanaan hukum yang diberi nama Salokantara. Kepala mahkamah agung disebut jeksa dalam kitab hukum tersebut. Nama sunan kalijaga dimungkinkan berhubungan dengan kata kadhi (hakim) dalam islam.69
Sementara itu, mustaka (puncak) melambangkan nilai-nilai yang luhur, suci dan tertinggi (top qualities). Menurut Atmodarminto dan didukung Widji Saksono, rekaman peristiwa itu mengandung isyarat, bahwa dasar Negara menurut konsepsi Walisongo ialah suatu negara yang berpegang pada ajaran Islam murni
66
Edisi II / Januari 2016
67 Naili Anafah. Op.Cit. h 4. Atmodarminto, Babad Demak dalam Tafsir Sosial Politik KeIslaman dan Keagamaan (Jakarta: Milenium Publiser, 2000), hlm. 45-62. Widji Saksono, Mengislamkan Tanah Jawa, hlm. 127-130. 68 Naili Anafah, Op.Cit. h 3 69 H.J. De Graaf dan Pigeaud, Kerajaan Islam Pertama di Jawa, Grafitipress cet.V, 2003. Hlm.75-76. Lihat juga Theodore G.Th. Pigeaud, Literature of Java vol. 1 Synopsis of Javanese Literature 900–1900 A.D. Koninklijk Instituut Leiden, hlm.309
M. Khafid Kasri & Pujo Semedi. Op.Cit. h 65-68
32
Laporan Khusus
SYAMINA
Edisi II / Januari 2016
undangan peradilan, pengadilan dan mahkamah termasuk hukum-hukum acara formal. Mereka merumuskan masalah siyasah jinayah yang meliputi: had, qisas, ta’zir termasuk perkara zina dan aniaya, ’aqdiyah (perikatan, kontrak sosial) syahadah (persaksian, termasuk perwalian), masalah imamah (kepemimpinan), siyasah (politik), jihad (perang keagamaan), kompetisi dan panahan, janji (nazar), perbudakan, perburuhan, penyembelihan, ’aqiqah (jw: kekah), makanan, masalah bid’ah dan lain-lain dapat ditemukan dalam primbon II lembar 15a, 20, 30b, 20a,15b serta pada primbon I hal 11. Selanjutnya, masalah munakahat (pernikahan), merupakan tugas Sunan Giri dan Sunan Ampel serta lembaga-lembaga sosialnya. Mereka bertugas menyusun aturan perdata/adat istiadat dalam keluarga dan sebagainya, yang meliputi soal dan pasal-pasal tentang khitbah (peminangan), nikahtalak-rujuk, pembentukan usrah (unit keluarga) dan adat istiadatnya termasuk hadanah (pengasuahan), perwalian, pengawasan serta fara`id (waris). Masalah muamalah antara lain mencakup jual beli, perdagangan, perserikatan, dan lainlain seperti talabul ’ilmi (menuntut ilmu) yang diutarakan antara lain dalam primbon II hlm. 20a halaman 29b, 18a, dan 20a. Sementara ketentuan fikih yang berisi masalah ibadah terdapat dalam lembar 28a ringkes VI: 518 (Sunan Kalijaga), 1b.70a sqq; mencakup thaharah (bersuci) sebanyak 7 halaman, niyyat (niat) 1 lb. Yaitu halaman 22a Sqq, syahadah (persaksian) bm. 2sqq, tentang shalat pada halaman 24b, Kraemer halaman 147, ringkes VI: 518 (Sunan Kalijaga) tentang kuasa 39b, Kraemer halaman 159; zakat pada ringkes 4.2518 (Sunan Kalijaga), sedangkan mengenai pembahasan haji dapat ditelusuri kembali pada berita bahwa Sunan Kudus adalah amirul hajj, pemimpin para haji.71
Gb. Jugul Muda (sumber gambar: National Archives of Singapore)70
Setelah Kesultanan Islam Demak berdiri, para Wali menempati jabatan sebagai pujangga, ngiras kinarya pepunden, jaksa yang mengku perdata atau sebagai karyawan terhormat, termasuk jaksa penjaga perdata atau undangundang. Para Wali selalu mengawasi Sultan dalam memegang mandat menjalankan roda kepemimpinannya. Khusus Sunan Giri, beliau dipanggil dengan sebutan panatagama sekaligus memangku jabatan sebagai penghulu. Ia menyusun peraturan-peraturan ketataprajaan dan pedoman-pedoman tatacara di keraton. Dalam hal ini Sunan Giri dibantu oleh Sunan Kudus yang juga ahli dalam soal perundang-
Legislasi hukum Islam dalam seluruh aspeknya (hukum acara peradilan, hukum perdata, hukum pidana) di kerajaan Demak
70 National Archives of Singapore http://www.nas.gov.sg/ archivesonline/photographs/record-details/b027b596-1162-11e383d5-0050568939ad
71
33
Widji Saksono, Mengislamkan Tanah Jawa, hlm. 116-143; dan Sugeng Haryadi, Sejarah Berdirinya Masjid Agung Demak dan Grebeg Besar, (Semarang: Mega Berlian, 2003), hlm. 199-200
SYAMINA
Laporan Khusus
sangatlah wajar. Keinginan muslim untuk menerapkan syariat Islam sudah ada jauh sebelum kerajaan Demak berdiri.
Edisi II / Januari 2016
kekacauan, karena para murid Syekh Siti Jenar ini menurut Serat Syekh Siti Jenar, banyak yang membuat onar, minta dibunuh, bahkan ada yang bunuh diri, meresahkan masyarakat dan meninggalkan syariat Islam.
Peristiwa yang dapat dijadikan bahan rujukan latar belakang legislasi hukum Islam adalah kasus penangguhan eksekusi syaikh Siti Jenar. Adanya berita-berita yang menceritakan bahwa Walisongo tidak langsung mengqisas Syekh Siti Jenar, sebelum kerajaan Islam Demak berdiri, dapat menjadi pertanda bahwa Walisongo telah memiliki kesadaran politik dan gagasan bernegara dan berorientasi kepada konsepsi Negara hukum yang tidak membenarkan main hakim sendiri (eigen rechting). Walisongo langgam Asmaradana, pupuh XXXII, bait 35-36 mengggambarkannya sebagai berikut:
Proses pelaksanaan hukuman qisas bagi Syekh Siti Jenar melalui penyelidikan dan tahapan yang panjang. Sebelum dieksekusi, Syekh Siti Jenar terlebih dahulu diajak diskusi oleh dewan Walisongo untuk menyadarkannya agar mau bertaubat. Setelah melalui tahap diskusi tidak berhasil, kesultanan Demak memberi peringatan yang keras. Baru setelah peringatan tersebut tidak diindahkan, dan datadata otentik mengenai kesalahan Syekh Siti Jenar dapat dibuktikan kebenarannya, pengadilan yang dihadiri oleh para Wali, Sultan Fatah, Patih Wonosalam, penghulu, panglima perang dan jaksa menjatuhkan vonis hukuman mati.
… mung Jeng Sunan Giri Gajah, kang kawogan anglunas, kang murangsarak ing ngelmi,
Pelaksanaan sidang pengadilan Syekh Siti Jenar ini bertempat di serambi Mesjid Agung Demak. 73
mumpung dereng ngantos lama// Jeng Sunan Giri Nyagahi, ing sirnane Seh Lemahbang, yen Sampun prapteng masane, adege Nata ing Demak,
Serat Angger-Angger Suryangalam dan Serat Suryangalam
bedahing Majalengka….72
Naskah Serat Angger-Angger Suryangalam dan Serat Suryangalam adalah merupakan undang-undang resmi kerajaan Demak yang berisi mengenai ketentuan perdata, pidana, dan hukum acara yang bersumber pada tata hukum Islam dan kemudian dijadikan salah satu sumber hukum kerajaan–kerajaan berikutnya (Pajang dan Mataram). Kedua naskah ini memberi arti penting bagi studi historis hukum di Indonesia. Peratama; Naskah Serat AnggerAngger Suryangalam lahir pada tahun 1507 (menurut penanggalan Jawa). Sedangkan Naskah Suryangalam disalin tahun 1767 M. Oleh karena itu kedua naskah ini termasuk pustaka langka. Kedua; teks naskah ini berbahasa Jawa dan tersimpan di museum sehingga sulit dipahami sebagian pembaca dan jangkauan pembacanya
Setelah kerajaan Islam Demak berdiri, kasus Syekh Siti Jenar yang asalnya dipetieskan sementara waktu, akhirnya dilanjutkan kembali. Sidang istimewa antara Dewan Walisongo dan segenap pembesar kerajaan menjatuhkan vonis qisas Syekh Siti Jenar atas dakwaan mbalela (membangkang) negara dengan kedok agama, pembongkaran syariat, sehingga tampak bahwa syariat tidak diperlukan lagi, misalnya tidak melaksanakan salat Jum’at, menghalanghalangi penyiaran agama, mengganggu stabilitas negara, menyebarkan ajaran sesat dan membongkar rahasia alam semesta kepada masyarakat awam, sehingga menimbulkan kesalahpahaman dan 72
Wiji Saksono, Mengislamkan Tanah Jawa, hlm. 122. Muhammad Solikhin, Sufisme Syaikh Siti Jenar: Kajian Kitab Serat dan Suluk Siti Jenar (Yogyakarta: Narasi, 2004), hlm. 10-11. Chojim, Syaikh Siti Jenar: Makna Kematian (Jakarta: Serambi, 2002), hlm. 11, 137.
73
34
Widji Saksono, Mengislamkan Tanah Jawa, hlm. 122; Muhammad Sholikhin, Sufisme Syekh Siti Jenar, hlm. 10-11; Chodjim, Syekh Siti Jenar , hlm. 11, 137.
Laporan Khusus
SYAMINA
terbatas, sehingga untuk mengatasi hambatan tersebut diperlukan transliterasi dalam bahasa Indonesia. Ketiga, naskah ini perlu diketahui umum mengingat Indonesia merupakan negara hukum, sehingga dapat dipergunakan sebagai konservasi sumber perbandingan yang otentik dalam menghadapi permasalahan hukum di Indonesia.
Edisi II / Januari 2016
bagian berikutnya meskipun ketentuan hukum mengenai aturan hutang piutang, hukuman pembunuhan, pencurian dan melukai orang lain hampir sama. Naskah Serat Angger-Angger Suryangalam murni berisi undang-undang atau aturanaturan, sedangkan naskah Serat Suryangalam isinya bercampur dengan naseha-nasehat dan ajaran-ajaran agama Islam, misalnya perintah melaksanakan salat dan puasa dengan penjelasan tata caranya. Dalam naskah Serat Angger-Angger Suryangalam dan Serat Suryangalam dijelaskan bahwa hokum yang berlaku di kerajaan Demak berdasarkan hukum Islam dengan berpegang pada al-Qur’an dan Hadis. Hal ini ditegaskan dalam pembukaan undang-undang dan sering juga ditegaskan kembali pada bagian yang lain dengan redaksi kata yang berbeda. Disebutkan dalam naskah Serat Angger-Angger Suryangalam: “sang ratu puniko dene anrapaken ukumullah” “dosane tan anglakokan sak pakeme aksarane, angowahi sapangandikaning Allah tangala, kang tinimbalaken dawuhing kangjeng Nabi kito Mukammad salalu ngalaihi wasalam”. Sedangkan dalam Serat Suryangalam disebutkan “ukumullah kang den gawe pangilon”. Serat Angger-Angger Suryangalam berisi tata hukum Islam yang bersumber pada kitab Anwar, sesuai dengan konsep formulasi Pangeran Adipati Ngadilaga (Senopati Jinbun atau Raden Fatah) yang dituangkan dalam undang-undang oleh Raden Arya Trenggono (Sultan Demak III) yang saat itu masih menjabat sebagai jaksa, undangundang ini kemudian disebut sebagai UndangUndang Jawa Suryangalam, undang-undang ini kemudian dijadikan sebagai salah satu sumber hukum kerajaan-kerajaan berikutnya (Pajang dan Mataram).75
Gb. Serat Suryangalam (sumber gambar: National Archives of Singapore)74
Isi Naskah Serat Angger-Angger Suryangalam dan Serat Suryangalam pada dasarnya hampir sama, bahkan kedua naskah ini memilii redaksi teks yang sama pada bab pembukaan yang mengatur mengenai aturan berpekara di pengadilan dan pedoman-pedoman bagi hakim dalam memutuskan perkara serta syarat-syarat saksi di pengadilan. Namun pada
Naskah ini diaksarakan latin oleh Brandes pada tahun 1934 dan masih berbahasa Jawa sesuai dengan aslinya. Dalam pembukaan undang-undang ini disebutkan bahwa sultan
74 National Archives of Singapore, http://www.nas.gov.sg/ archivesonline/photographs/record-details/b027df06-1162-11e383d5-0050568939ad
75
35
TE Behrend, Katalog Induk Naskah-Naskah Nusantara Sono Budoyo (Yogyakarta: Djambatan,1990), hlm. 95.
Musium
Laporan Khusus
SYAMINA
Suryangalam di keraton Aripullah, negeri Adilullah, menceritakan Prabu Titi Jagad dari Ngatasangin membentuk badan judikatif dengan menerapkan hukum Allah yang berlandaskan keadilan, keujuran dan kebenaran. Sutan kemudian melimpahkan kepada jaksa untuk menangani dan memutuskan perkara hukum berdasarkan hukum Islam sesuai dengan ajaran Nabi Muhammad.
rakyat biasanya dikenai sanksi 2000, jika orang terpandang dikenai sanksi 8000. Orang yang mengancam dengan senjata juga dikenai sanksi denda sesuai dengan kedudukan pelakunya. Ketentuan mengenai pajak kadipaten di bawah naungan kerajaan Demak, perkara jual beli, hutang piutang dan sengketa tanah juga diatur dalam Undang-Undang ini. Dalam naskah ini Legislasi Hukum Islam di Kerajaan Demak juga disebutkan bahwa Undang-Undang ini terikat dengan kitab Anwar, sehingga dalam naskah Undang-Undang ini juga dicantumkan ketentuan-ketentuan yang diatur dalam bagian khusus dengan judul Bab Sangking Kitab yang harus ditaati sebagaimana Undang-Undang. Meskipun Undang-Undang tersebut dinyatakan terikat dengan kitab Anwar, namun tidak semua ketentuan bersumber dari kitab Anwar. Terkadang juga mengambil sumber dari kitab aknak (Iqna’). Di samping itu, meskipun sebagian besar susunan dan pembahasan mirip dengan fikih, namun istilah-istilah Jawa juga terdapat di dalamnya. Tidak semua bab yang terdapat dalam kitab Anwar dijadikan sebagai Undang-Undang.
Pada bagian berikutnya undan-gundang ini mengatur mengenai lembaga peradilan dengan menyebutkan aturan berperkara di pengadilan, tugas, syarat, wewenang dan larangan-larangan bagi jaksa (hakim), prosedur peradilan dan perlindungan bagi tersangka atau terdakwa. Syarat-syarat saksi (waria tidak boleh menjadi saksi, bukan saudara dan saksi yang ragu-ragu dan lain-lain) bahkan dalam undang-undang ini juga disebutkan bahwa saksi dan pendakwa yang berdusta dikenai sanksi, tidak hanya itu pihakpihak yang terkait dengan perkara (penggugat, tergugat, terdakwa dan saksi) apabila tidak hadir di pengadilan tanpa alasan yang jelas (membangkang) dikenai sanksi denda senilai 24000.76
Ketentuan mengenai ibadah mahdhah (murni) seperti ketentuan mengenai taharah, salat, puasa haji dan lain-lain tidak dicantumkan dalam naskah Undang-Undang ini. Pasal-pasal yang diatur adalah :
Disebutkan dalam undang-undang ini bahwa suatu perkara dapat diproses di pengadilan apabila sudah memenuhi 30 ketentuan, di antaranya adalah adanya saksi yang memenuhi syarat, adanya bukti yang dapat dipertanggungjawabkan, adanya unsur merugikan orang lain misalnya merusak/ mengambil barang orang lain membunuh dan melukai orang lain, perkara sengketa jual beli yang memiliki bukti tertulis serta saksi dan lainlain.
1. Pasal yang mengatur mengenai perikatan, meliputi: jual beli, hutang piutang, gadai, perseroan, wakil, iqrar (pengakuan) dan pinjam meminjam. 2. Pasal yang mengatur mengenai wakaf, hibah dan sadaqah. 3. Pasal yang mengatur mengenai harta temuan dan titipan.
Selanjutnya undang-undang ini juga mengatur mengenai perkara pencurian dengan ketentuan yang sangat rinci, melukai dan membunuh orang lain, merampok, menghina orang lain di depan umum juga dikenai sanksi. Sanksi ini dibedakan sesuai dengan kedudukan pelakunya. Jika yang menghina itu 76
Edisi II / Januari 2016
4. Pasal yang mengatur mengenai pernikahan, perceraian, gugatan, menuduh zina baik penuduh itu suami, istri atau orang lain. 5. Pasal yang mengatur mengenai ketentuan berternak hewan.
Seluruh sanksi denda yang terdapat dalam naskah Serat AnggerAngger Suryangalam meskipun menyebutkan angka, misalnya sanksi denda senilai 24000, namun tidak disebutkan satuannya.
36
Laporan Khusus
SYAMINA
6. Pasal yang mengatur mengenai pidana, yang hukumannya diklasifikasikan tiga macam, yakni ta’zir berupa sanksi denda (bagi laki-laki atau perempuan yang melanggar etika pergaulan yang telah diatur secara rinci, memaki orang lain, mengancam, memukul), qisas hukuman berupa balasan yang setimpal (melukai atau membunuh orang lain, mencuri, merampok).
Edisi II / Januari 2016
sama dengan Serat Angger-Angger Suryangalam. Naskah ini tidak sebagaimana naskah Serat Angger-Angger Suryangalam yang murni berisi undang-undang atau aturan-aturan, namun dalam naskah ini bercampur dengan nasehatnasehat dan ajaran-ajaran agama Islam. Seperti misalnya perintah melaksanakan salat dan puasa dengan penjelasan tata caranya, anjuran melaksanakan ibadah i’tikaf di masjid, larangan berbuat zina, melakukan perbuatan yang sia-sia, anjuran untuk menyebarkan dan mengajarkan agama Islam dan ancaman bagi yang tidak mau syahadat (masuk agama Islam) boleh dijarah hartanya dan dibunuh.78
7. Pasal yang mengatur mengenai kewarisan dan perburuan Sedangkan Serat Suryangalam sebagian juga berisi mengenai peraturan-peraturan yang berlaku di Kerajaan Islam Demak dan berdasarkan tata hokum Islam. Serat ini masih menggunakan aksara dan bahasa Jawa Carik. Ditulis pada tahun 1767. Meskipun dari tahun penulisannya pada masa Kerajaan Mataram, melihat dari segi corak penulisan dan bahasa, Serat ini menggunakan penulisan dan bahasa pra Mataram. Dengan demikian, kuat dugaan bahwa isi naskah ini benar-benar menceritakan aturan-aturan yang berlaku pada zaman kerajaan Demak. Bahkan menurut Nancy, Serat ini dikarang sendiri oleh Raden Fatah, diduga sang penulis hanya menyalin dari naskah yang sudah ada pada zaman pra Mataram, sehingga naskah ini merupakan naskah salinan. 77
Asas-Asas Hukum dalam Serat Angger-Angger Suryangalam dan Serat Suryangalam 1. Asas Legalitas
Dalam hukum dikenal azas yang dirumuskan dalam bahasa latin nullum delictum, nulla poena, sine praevia lege poenali (tiada delik tiada hukuman sebelum ada ketentuan terlebih dahulu) atau biasa disebut azas legalitas. Pada hakekatnya, prinsip legalitas dirancang untuk memberikan maklumat kepada public seluas mungkin tentang apa yang dilarang oleh hukum sehingga mereka dapat menyesuaikan tingkah lakunya. Asas ini merupakan jaminan kebebasan individu dengan member batas aktivitas apa yang dilarang secara tepat dan jelas. Asas ini melindungi dari penyalahgunaan kekuasaan atau kesewenang-wenangan hakim, menjamin keamanan individu dengan informasi yang boleh dan yang dilarang. Setiap orang harus diberi peringatan sebelumnya tentang perbuatan illegal dan hukumannya. Negara harus mendefinisikan pelanggaran dalam istilah yang tepat dan jelas, dan negara mempublikasikan legislasi hukum sebelum menjatuhkan hukuman sesuai dengan istilah-istilah tersebut. Jadi, berdasarkan azas ini,
Dalam pembukaan naskah Serat Suryangalam ini ditulis bahwa Sultan Suryangalam berbicara kepada dua orang jaksanya mengenai aturan berperkara di pengadilan, pedoman-pedoman bagi seorang jaksa jika akan memutuskan suatu perkara dan ketentuan mengenai syarat-syarat seseorang boleh menjadi saksi di pengadilan. Pada bagian ini redaksi teks naskah Serat Suryangalam persis dengan Serat Angger-Angger Suryangalam. Namun pada bagian berikutnya meskipun ketentuan hokum mengenai aturan hutang piutang, hukuman pembunuhan, pencurian dan melukai orang lain hampir sama, tapi redaksi teks, susunan dan isi naskah ini tidak
78
77 Nancy, Katalog Induk Naskah-Naskah Nusantara, (Yogyakarta: Djambatan, 1993), hlm. 149.
37
Bunyi teksnya sebagai berikut : yen ora anglakoni sahadat mongko ora slamet, wenag jinarah artane lan wenag pinaten dening ratu adil. Ancaman ini sampai disebutkan dua kali pada halaman yang berbeda. Mungkin hal ini bertujuan untuk melakukan penekanan.
Laporan Khusus
SYAMINA 2. Asas praduga tak bersalah
suatu perbuatan tidak boleh dianggap melanggar hukum oleh hakim jika belum dinyatakan secara jelas oleh suatu hukum dan selama perbuatan itu belum dilakukan. Hakim dapat menjatuhkan hukuman hanya terhadap orang yang melakukan perbuatan setelah dinyatakan sebelumnya sebagai tindak pelangagaran atau kejahatan.79
Suatu konsekuensi yang tidak bisa dihindarkan dari asas legalitas adalah asas praduga tidak bersalah (principle of lawfullness). Asas ini meminimalkan kekerasan dan menghindarkan bahaya penyalahgunaan proses hukuman dalam hubungannya dengan terdakwa, yang dianggap tidak terbukti bersalah sampai dibuktikan bersalah. Asas ini mengatur perlindungan umum sejak masa pra peradilan. Menurut asas ini, semua perbuatan dianggap boleh, kecuali dinyatakan sebaliknya oleh suatu nas hukum. Seseorang tidak dapat dihukum kecuali jika perbuatannya terbukti secara masuk akal, tanpa ada keraguan dan realistik jelasjelas melanggar hukum. Jika suatu keraguan yang beralasan muncul, seorang tertuduh harus dibebaskan.26
Azas legalitas juga merupakan prinsip yang dipegang dalam undang-undang pidana kerajaan Demak. Disebutkan bahwa Raja Demak membuat suatu undang-undang tertulis demi kesejahteraan negara, agar dipatuhi oleh rakyatnya. Ia juga memerintahkan jaksa agar memutuskan perkara berdasarkan hukum yang telah diatur, tidak boleh menambah maupun mengurangi. Hal ini tercermin dalam teks yang berbunyi:
Azas ini disebutkan secara tegas dalam undang-undang kerajaan Demak, “wong anreka tanpo saksi, tanpa serenan, tanpa seregan, kalahena padune” bahwa barang siapa menuduh tanpa saksi dan bukti tidak dapat dimenangkan perkaranya.
Sang titi jagat karatonira, sang titi jagat cinaritakaken amadangi negorone, lan anyaritakaken pakeming aksoro, amrih kertaning negoro”, “jaksa cinoplok matane karo yen ora anerapaken sakukume”, “jaksa pramana, kang anglakokaken saujare sastrane, ora amuwahi, ora angurangi.
Di samping itu, disebutkan bahwa “waspadakno ojo siro kongsi aniaya wong apadu, endi sujare kang apadu kang patut linakonan sira entingna tutuge” jaksa tidak boleh memutuskan suatu perkara atau menganggap seseorang bersalah sebelum menunggu proses peradilan selesai.
Asas legalitas juga selaras dengan firman Allah dalam Al- Qur’an surat al-Isra’ ayat 15: Dan kami tidak akan mengazab sebelum kami mengutus seorang Rosul (al-Isra` : 15).24
Sebenarnya konsep ini telah diterapkan dalam hukum Islam jauh sebelum dikenal dalam hokum-hukum pidana positif. Dalam kaidah hukum Islam disebutkan (hukum hudud gugur dengan adanya syubhat atau keraguan).
Dalam kaidah hukum Islam juga disebutkan (asal segala sesuatu itu adalah kebolehan) dan ada pula kaidah (asal pada manusia itu adalah kebebasan).25
79
Edisi II / Januari 2016
Nabi Muhammad saw bersabda yang artinya: Hindarkanlah hukuman hudud bagi seorang muslim kapan saja kamu dapat dan bila kamu dapat menemukan jalan untuk membebaskannya. Jika Imam salah, lebih baik salah dalam membebaskan daripada salah dalam menghukum.80
Topo Santoso, Membumikan Hukum Pidana Islam: Penegakan Syari’at dalam Wacana dan Agenda (Jakarta: Gema Insani, 2003), hlm. 10-11.; Bandingkan dengan Hanafi, Asas-Asas Hukum Pidana Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1967), hlm. 49-51.; C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka 1989), hlm. 276.; Sudarto, Hukum Pidana I (Semarang: Kerjasama Yayasan Sudarto dan Fakultas Hukum UNDIP, 1990), hlm. 22
80
38
At-Tirmizi, Sunan At-Tirmizi, Juz III (Mesir: Dar al Fikr, 2005), 115
Laporan Khusus
SYAMINA
3. Tidak sahnya hukuman karena keraguan
indikasi dengan ditemukannya pembungkus di depan pintu rumahnya maka dia dikenai ta’zir mengganti barang yang hilang tersebut.
Asas praduga tak bersalah di atas sangat berkaitan dengan azas batalnya hukuman karena adanya keraguan (doubt). Prinsip yang berlaku dalam hukum islam; hindarkan hudud dalam keadaan ragu.
4. Prinsip kesamaan di hadapan hukum
Pada masa Jahiliyah tidak ada kesamaan di antara manusia. Tidak ada kesamaan antara tuan dan budak, antara pemimpin dan rakyat biasa, antara si kaya dan si miskin, antara pria dan wanita. Dengan datangnya Islam, semua pembedaan atas dasar ras, warna, seks, bahasa, dan sebagainya dihapuskan. Syariat memberi tekanan yang besar pada prinsip equality before the law.
Menurut ketentuan ini putusan untuk menjatuhkan hukuman harus dilakukan dengan keyakinan, tanpa adanya keraguan. Dalam undang-undang Demak inipun juga disebutkan bahwa: Anjawara wong duwe tarko ora den linggihi ing omahe, ora ngarani ing uwongi, ora anunduhaken ing sipate wonge, ojo siro tarimo satrekane”. “candra miruda wacana, artine terkane bedo-bedo, kalaheno padune.
Rasulullah bersabda: “Tidak ada keutamaan bagi bangsa arab atas bangsa ajam (non arab), dan tidak ada keutamaan bagi yang berkulit hitam atas yang berkulit merah kecuali dengan taqwa.82 Prinsip equality before the law juga dianut dalam undang-undang kerajaan Demak. Raja memerintahkan jaksa agar tidak pilih kasih terhadap siapapun, semua di hadapan hokum sama. “ojo siro pilih kasih ojo siro pae-pae”
Dalam kejahatan-kejahatan hudud, keraguan membawa kebebasan si terdakwa dan pembatalan hukuman hadd. Akan tetapi ketika membatalkan hadd ini, hakim masih memiliki otoritas untuk menjatuhkan hukuman takzir kepada terdakwa (jika diperlukan).81 Otoritas untuk menjatuhkan hukuman ta’zir ketika membatalkan hadd tampak pada undangundang kerajaan Demak. Banyak sekali aturanaturan mengenai hukuman ta’zir yang dikenakan bagi seseorang yang memiliki kemungkinan melakukan tindak pidana tapi tidak cukup bukti untuk memprosesnya di pengadilan.
Naskah Serat Angger-Angger Suryangalam dan Serat Suryangalam merupakan undangundang resmi kerajaan demak yang berisi mengenai ketentuan perdata, pidana dan hukum acara yang bersumber pada tata hokum Islam dan kemudian dijadikan salah satu sumber hukum kerajaan-kerajaan berikutnya (Pajang dan Mataram). Ada empat asas yang terdapat dalam Serat Angger-Angger Suryangalam dan Serat Suryangalam yakni asas legalitas, asas praduga tak bersalah, asas tak sahnya hukuman karena keraguan dan prinsip kesamaan di hadapan hukum.83
Misalnya kasus katiban tahi abuh, yakni “lamun ono wong kemalingan, wadahe mal kang kemalingan kepanggih ing lawange wong liyan, yogjo tempuhano sakawit, salakone katiban tahi abuh arane”, “Barang siapa kehilangan sesuatu dan ternyata bungkusanya ditemukan di depan pintu seseorang, maka pemilik rumah tersebut harus mengganti barang yang hilang itu”. Dalam kasus ini pemilik rumah tidak digugat ke pengadilan dan jika barang yang hilang senilai satu nishab tidak terancam qisas karena tidak ada saksi dan bukti yang kuat, namun karena ada 81
Edisi II / Januari 2016
Mengenai kedaulatan hukum yang ditegakkan di demak juga diakui oleh seorang sastrawan ternama Indonesia, WS. Rendra. Dalam orasinya tentang sejarah kedaulatan hukum di Indonesia, 82
Topo Santoso, Membumikan Hukum Pidana Islam, hlm. 15-17.
83
39
HR. Ahmad dalam Musnad 5/411, al-Baihaqi dalam Syu'abul iman 4774. al-Haitsami berkata dalam Majma' 3/266: Diriwayatkan oleh Ahmad dan perawinya shahih. Dalam riwayat Thabrani dalam alKabir 18/12 (16) dengan lafazh (dan tidak ada keutamaan bagi yang berkulit hitam atas yang berkulit putih...' Naili Anafah. Op.Cit. h 4-10
Laporan Khusus
SYAMINA
Rendra menyatakan bahwa, Indonesia harusnya meniru Demak dalam memposisikan hukum, yaitu hukum berdaulat di atas penguasa bukan di bawah kekuasaan penguasa. Rendra juga menyatakan bahwa orang Jawa bisa mandiri dan maju ketika era Demak, karena ada kepastian hukum dan hukum berdaulat dengan bimbingan para ulama. Berikut petikannya;
Edisi II / Januari 2016
ialah kitab UU Demak yang punya landasan syari‘ah agama islam, yang mengakui bahwa semua manusia itu sama derajatnya, samasama khalifah Allah di dunia. Raja-raja Demak sadar dan ikhlas dikontrol oleh kekuasaan para wali. Raja-raja Demak berkuasa hanya selama 65 tahun. Tetapi mereka adalah pahlawan bangsa yang telah memperkenalkan daulat hukum kepada bangsanya.84
“Dan nyatanya di zaman kerajaan Demak dan Banten, orang-orang Jawa menguasai setiap jengkal dari tanahnya. Tak ada kekuatan asing yang bisa melecehkan kedaulatan tanah air mereka. Banten dan Demak bebas dari kekuasaan asing. Semarang dan Jepara menjadi tempat galangan kapal yang memprodusir kapalkapal besar dan kecil dalam produktivitas yang tinggi. Arsitektur mengalami perkembangan yang besar. Atap Limasan, gandok, pringgitan dan pendopo joglo yang lebih besar diciptakan (sebelumnya pendopo itu kecil seperti gazebo).
6. Politik Luar Negeri Demak Perkembangan Demak sebagai pusat kegiatan agama Islam di Jawa sudah dipersiapkan oleh para ulama (wali), seperti Sunan Ampel, Sunan Kudus, dan Sunan Giri. Para wali juga terlibat dalam perluasan dakwah dan kekuasaan Demak. Hal ini menunjukkan bahwa Wali Songo juga memiliki peranan yang cukup kuat dalam memberikan legitimasi, khususnya yang berhubungan dengan kekuasaan yang diamanahkan pada sultan-sultan Demak. Sehingga dalam urusan pemerintahan, seorang sultan Demak senantiasa mendiskusikan masalah-masalah yang berkembang dengan para wali. Dan berikut adalah sultan-sultan yang pernah menjabat sebagai sultan Demak, yaitu85:
Orkestrasi gamelan berkembang karena diciptakannya gambang penerus, bonang penerus dsb. Variasi kendang-kendangpun bertambah. Lalu tembang-tembang Mocopat muncul sebagai eksperimen baru. Pertunjukan wayang kulit ditambah dengan kelir dan blencong.
1. Raden Fattah (1478-1513). 2. Pati Unus (1513-1521).
Santan dan minyak goreng ditemukan. Begitu pula krupuk, trasi dan pangananpanganan dari ketan bertambah variasinya. Masakan pepes dan kukus juga diketemukan. Lalu soga untuk pewarna kain batik, genting dari tanah liat, dan baju yang berlengan dan berkancing. Semua itu tentu saja merupakan pengaruh asing. Barangkali pengaruh dari Cina dan Campa. Tetapi daya adaptasi dan mencerna rakyat terhadap unsur-unsur baru sangat kreatif. Keunikan sastra suluk di zaman itu lebih lagi membuktikan kemampuan orang-orang Jawa untuk beradaptasi tanpa kehilangan diri, bahkan bisa unik. Mereka penuh harga diri dan pasti diri.
3. Sultan Tranggana (1521-1546). 4. Sultan Prawata (1546-1561). Namun, menurut catatan-catatan Tome Pires, Kesultanan Demak secara berturut-turut dikuasai oleh tiga raja, yakni Raden Fattah sebagai raja pertama, Pati Unus sebagai raja kedua menggantikan ayahnya yang wafat pada tahun 1518 M, dan Sultan Trenggono yang merupakan saudara Pati Unus sebagai raja ketiga (1524-1546). Sedangkan Demak sebagai ibu kota Kesultanan Islam, menjadikan dirinya sebagai 84 WS. Rendra, Megat Ruh, Dokumentasi Pidato Kebudayaan WS Rendra, Taman Ismail Marzuki Jakarta, 10 Nopember 1997 http:// thmoyo.blogspot.co.id/2010/10/ya.html http://lontarswatantra. blogspot.co.id/2011/05/megatruh-ws-rendra.html 85 Yusep Munawar Sofyan, “Kekuasaan Jawa: Studi Komparatif Sistem Kekuasaan Kerajaan Majapahit dan Demak”, Skripsi Sarjana Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2010, hlm. 66-80.
Ini semua karena mereka merasa punya jaminan kepastian hidup. Dan kepastian hidup ada karena adanya daulat hukum yang tertera dalam kitab “Salokantara” dan “Jugul Muda”
40
Laporan Khusus
SYAMINA
tonggak perjuangan untuk menyebarkan agama Islam pada dasawarsa-dasawarsa pertama abad ke-16. Untuk itu, kesultanan Demak meluaskan pengaruhnya bukan hanya ke wilayah barat Pulau Jawa, melainkan juga ke wilayah Timut pulau tersebut, bahkan juga ke daerah-daerah luar Jawa. Pada tahun 1527 tentara Demak menguasai Tuban, tahun berikutnya menguasai Wirosari (Purwodadi, Jateng), kemudian tahun selanjutnya menyerang Gagelang (Madiun sekarang), kemudian Mendangkungan (sekarang daerah Blora, 1530), Surabaya (1531), Pasuruan (1535), Lamongan (1542), Wilayah Gunung Penanggungan (1543), Memenang (nama kuno Kerajaan Kediri, 1544), dan Sengguruh (1545).86
Edisi II / Januari 2016
Di sebelah barat berdiri dua kerajaan Islam yang cukup berpengaruh, yakni Cirebon dan Banten. Dua kerajaan ini mampu menggeser dominasi kerajaan Padjajaran. Pendiri dua kerajaan tersebut adalah salah seorang dari sembilan wali yang terhimpun di Demak, yakni Sunan Gunung Djati. Selain perluasan wilayah tentu masalah kejayaan tidak hanya dilihat dari luasnya wilayah atau daerah yang takluk, jauh daripada itu penyebaran Islam sebagai tonggak perjuangan tentu harus diakui sebagai keberhasilan Demak sebagai sebuah kerajaan yang merakyat. Wali songo sebagai sentral dari penyebaran Islam di Jawa memiliki peran yang sangat strategis dalam penyebaran agama Islam dan kokohnya pondasi awal kesultanan Demak, meskipun keberadaan para wali diluar ring pemerintahan.89
Pada waktu kejatuhan Malaka ke tangan orang Portugis pada tahun 1511 Masehi, Demak justru mencapai kejayaannya. Pati Unus salah satu sultan Demak sangat giat memperluas dan memperkuat kedudukan Kerajaan Demak sebagai kerajaan Islam. Pada tahun 1513 ia bahkan memberanikan diri untuk memimpin armada menggempur Malaka untuk mengusir orang Portugis.87
Belajar dari Kekalahan Demak di Selat Malaka Sebuah laporan Portugis menyatakan, bahwa di antara raja-raja yang telah masuk Islam, raja Kesultanan Demaklah yang paling gigih dan terus-menerus memerangi orang Portugis, yang dipandang sebagai orang Kafir. Seperti ketika Malaka jatuh ke tangan kekuasaan Portugis pada tahun 1511, Raden Fatah mengirimkan putranya sendiri, Adipati Unus untuk memimpin pasukan Islam dari Demak guna menghancurkan kedudukan Portugis di Malaka.90
Masa pemerintahan Sultan Trenggana berhasil menaklukan sisa-sisa Keraton Mataram Kuno di pedalaman Jawa Tengah dan juga Singasari Jawa Timur bagian selatan.88 Ketika Demak sebagai kota pelabuhan sedang mengalami kejayaan politis, agama, kebudayaan dan perdagangan, penguasa sangat memperhatikan penyebaran agama.
Awal mula armada Portugis mengarungi Samudera Atlantik adalah berlayar menyusuri Sungai Tagus yang bermuara ke arah Samudera, kemudian dari Samudera Atlantik melewati Tanjung Harapan (Cape of Hope), Afrika dan melanjutkan pelayaran sampai ke Selat Malaka.
Kebesaran dan luasnya pengaruh Demak tentu ditopang oleh sebuah kekuatan yang sangat solid, di antara penopang kekuatan dan disegani dari sisi pengaruh adalah wali songo. Peranan wali songo memang sangat sentral di Demak dan islamisasi Jawa, Para wali tersebut memiliki otoritas temporal dan spiritual yang sangat kuat. Perluasan wilayah dan mitra kerajaan pun kian bertambah di sepanjang pantai utara Jawa, hal ini berkat kebesaran nama para wali songo.
Dari Selat Malaka, armada tersebut melanjutkan penjelajahannya ke Kepulauan Maluku untuk mencari rempah-rempah yang saat itu sebagai komoditas yang setara dengan emas kala itu untuk dikirim ke Eropa. Motivasi Portugis memulai petualangan ke timur dapat
86 Ensiklopedi Islam, Jilid 1, Jakarta: Departemen Agama, 1993, hlm. 297-299 87 Purwadi, Dakwah Sunan Kalijaga, Op.Cit. h. 61 88 Ibid. hlm. 36
89 Simon, Misteri Syekh Siti Jenar, h. 6 90 Darmawijaya, Kesultanan Islam Nusantara, Jakarta: Pustaka alKautsar, 2010, hlm. 65.
41
Laporan Khusus
SYAMINA
diringkas dalam tiga kata bahasa Portugis, yaitu feitoria, fortaleza, dan igreja (gold, gospel, and glory).
Edisi II / Januari 2016
Ekspedisi Pati Unus ke Malaka pada tahun 1512 memiliki kekuatan 10.000 orang prajurit yang diangkut menggunakan 100 buah kapal berukuran 200 ton. Kapal yang digunakan untuk mengangkut perlengkapan dan prajurit terdiri dari beberapa jenis antara lain disebut jung, merupakan kapal layar yang berukuran beberapa ratus ton. Penggeraknya adalah layar yang dipasang pada tiga buah tiang, yang mempunyai bobot antara 400–800 ton. Jenis yang lain adalah lancaran, merupakan kapal layar atau dayung hampir sama halnya dengan jenis jung. Kemudian kapal Pangajava, merupakan kapal yang dibuat khusus untuk perang dan dapat dipersenjatai dengan meriam, tenaga penggeraknya adalah layar dan dayung.
Gubernur Portugis yang kedua Alfonso d’Albuquerque dari Estado da India merupakan arsitek utama pergerakan ekspansi Portugis ke Asia. Dia memimpin langsung ekspedisi ke Malaka yang berangkat dari Goa dengan membawa 15 kapal besar dan kecil serta 600 tentara. Tiba di Malaka pada awal Juli 1511, kemudian pada tanggal 10 Agustus 1511 Malaka dapat ditaklukannya. Setelah menguasai Malaka, Portugis bergerak mencari jalan ke tempat asal rempah-rempah yaitu Kepulauan Maluku. Melalui strategi ini, Portugis berhasil menguasai perdagangan rempah-rempah dari Asia ke Eropa dan selama kurang lebih 15 tahun (1511-1526), Nusantara menjadi akses kemaritiman penting bagi Portugis. Di selat itu, Portugis menjadikannya sebagai rute maritim menuju Pulau Sumatera, Jawa, Banda, dan Maluku. Praktis, kedatangan Portugis ke Selat Malaka yang kemudian memonopoli perdagangan dan menyebarkan agama Kristen menyebabkan kepentingan Kesultanan Demak terganggu. Setelah mendapat mandate dari ayahnya, yakni Sultan Fatah, dalam waktu setahun Pati Unus segera mempersiapkan armada-armadanya untuk diberangkatkan ke Malaka. Adapun persiapan yang terpenting dalam melakukan perang, selain senjata adalah tenaga manusia, dukungan logistik, dan angkutan.
Gambar Replika Kapal Jung (arsip pusjianmar)
Strategi Maritim Pati Unus Secara strategi, persiapan pasukan Pati Unus sudah teramat matang. Dalam serangan itu, sudah memiliki ends (tujuan), means (alat), dan ways (cara). Ketika ketiganya berkolaborasi, diadakanlah serangan besar-besaran ke Malaka. Ketika pasukan Pati Unus telah terlihat di Selat Malaka, maka tugas pasukan darat yang sebelumnya telah berada di sana sebagai telik sandi dan mampu memobilisir para pedagang serta penduduk asli yang simpati dengan Demak melakukan serangan dengan mengepung benteng A Famosa, pusat pertahanan Portugis.
Penggalangan pun berhasil dilakukan. Palembang, Jepara, Cirebon, dan Johor bersedia membantu Pati Unus untuk menyerang Malaka. Puluhan telik sandi (intelijen) juga dikirim ke Malaka yang kemudian dapat memobilisir pedagang-pedagang Jawa di sana. Pasukan telik sandi itu diketuai oleh Utimuti Raja, yang sebelumnya memihak kepada Portugis pada saat menaklukan Malaka tahun 1511, sehingga Portugis memberikan kedudukan yang cukup baik kepadanya.
Namun sayang, seluruh strategi Pati Unus dapat diketahui dengan jelas oleh Portugis. Seorang Tome Pires, yang awalnya merupakan juru catat Alfonso d’Albuquerque menjelma
42
Laporan Khusus
SYAMINA
menjadi intelijen yang tangguh dan menguasai seluruh data musuh. Atas pengintaiannya pula, Utimuti Raja sebagai pemimpin telik sandi Demak di Malaka tertangkap dan kemudian dihukum mati. Kematiannya tidak diketahui oleh Pati Unus. Ketika strategi yang direncankan akan dijalankan, Pati Unus tidak mendapatkan bantuan dari pasukan telik sandi yang berada di Malaka. Maka dengan leluasa Portugis memukul mundur pasukan Pati Unus yang berjumlah besar. Bala bantuan dari Goa pun turut menggulung pasukan Pati Unus.
Edisi II / Januari 2016
Dari peristiwa itu, nama Tome Pires kemudian menjadi intelijen legendaris Portugis yang tersohor di Nusantara. Langgengnya kekuasaan Portugis di Nusantara karena perannya. Namun, sang intelijen ulung ini harus menemui ajalnya di negeri Tiongkok saat misi yang sama di Nusantara coba diterapkan di sana. Gerak-geriknya sebagai duta telah terdeteksi oleh tentara Tiongkok yang kemudian memenjarakannya di Kiangsu hingga akhir hayatnya.91 Kemudian Raden Fatah kembali mengirimkan cucunya sendiri Ratu Kalinyamat untuk memimpin pasukan Islam guna menghancurkan kedudukan Portugis di Malaka, tetapi serangan ini kembali gagal.92
Akhirnya hanya bermodalkan rawe-rawe rantas malang-malang putung dengan minim data, Pati Unus tetap mengobarkan peperangan di Selat Malaka. Setelah mengetahui pasukannya kalang kabut, Pati Unus menarik mundur tentaranya ke Demak. Dari seratus kapal yang diberangkatkan, hanya kembali 20 kapal. Banyak pasukan Pati Unus yang gugur dan tertawan oleh Portugis, termasuk Sultan Palembang.
Kemenangan Fatahillah di Sunda Kelapa Peristiwa penting lainnya, pada tahun 1527 M, Fatahillah (seorang ulama terkemuka dari Pasai yang menikah dengan adik Sultan Trenggono) diutus oleh Sultan Trenggono untuk mengislamkan Jawa Barat. Akhirnya, ia berhasil merebut Sunda Kelapa dari tangan Portugis. Setelah kemenangan itu, maka nama Sunda Kelapa diganti dengan Jayakarta.93
Pati Unus naik tahta pada tahun 1518, namun Pati unus tidak lama memerintah Demak, pada tahun 1521 telah tersebar berita tentang kematiannya. Kepahlawanan Pati Unus dalam memimpin armada perangnya untuk melawan tentara Portugis yang memiliki armada perang tangguh dan senjata modern merupakan hal yang sangat heroik, sehingga Pati Unus dikenal dengan sebutan Pangeran Sabrang Lor.
Kawasan Jawa Barat yang sampai tahun 1526 dikuasai Pajajaran menjadi fokus politik ekspansi Kerajaan Demak dengan tujuan melakukan islamisasi di wilayah itu. Menancapkan pengaruh secara politis dan mengontrol kegiatan perdagangan di pantai Utara Jawa bagian Barat dan Selat Sunda merupakan tujuan utamanya. Politik ekspansi ini berarti berhadapan dengan Kerajaan Pajajaran yang sejak tahun 1522 telah menjalin persekutuan dengan Portugis, yang merupakan musuh besar Demak. Kepentingan antara Portugis dan Kerajaan Pajajaran itu, kemudian dituangkan dalam bentuk perjanjian persahabatan militer dan ekonomi, yang selanjutnya dikenal sebagai Perjanjian Padrao (Padrong).
Kegagalan Intelijen Satu catatan penting akibat gagalnya Pati Unus menaklukan Portugis di Malaka, ialah kegagalan intelijen Demak yang mencari data tentang Portugis. Teori Sun Tzu menyebutkan “barangsiapa yang mengetahui lawannya, maka dialah pemenang perang”. Teori tersebut sangat sesuai dengan kasus kegagalan Pati Unus di Malaka. Meskipun sebesar apapun armada dan logistik perang, namun ketika tidak menguasai data musuh maka sia-sia lah instrument itu.
91
Jurnal Maritim, Serangan Pati Unus di Selat Malaka, http:// jurnalmaritim.com/2015/01/belajar-dari-kegagalan-serangan-patiunus-di-selat-malaka/ 92 Darmawijaya, Kesultanan Islam Nusantara, Jakarta: Pustaka alKautsar, 2010, hlm. 65. 93 Ibid., hlm. 66
43
Laporan Khusus
SYAMINA
Portugis dan Demak berpacu dengan waktu untuk segera menduduki Sunda Kelapa. Pada tahun 1526, Alfonso d’Albuquerque mengirim enam kapal perang dibawah pimpinan Francisco de Sa menuju Sunda Kelapa. Kapal yang dikirim adalah jenis galleon yang berbobot hingga 800 ton dan memiliki 21-24 pucuk meriam. Armada itu diperkirakan membawa prajurit bersenjata lengkap sebanyak 600 orang.
Edisi II / Januari 2016
Seluruh pasukan Demak dan Cirebon dibawah pimpinan Adipati Keling dan Adipati Cangkuang dari Cirebon berhasil didaratkan dan langsung berhadapan dengan pasukan darat Kerajaan Pajajaran yang dipimpin Sri Baduga Maharaja. Dalam waktu sehari Sunda Kelapa dapat dikuasai oleh pasukan Fatahillah. Oleh karena itu, Sultan Trenggono mempercayakan Fatahillah sebagai penguasa Sunda Kelapa yang baru. Kapal-kapal dan prajurit Kerajaan Demak yang disertakan dalam ekspedisi itu tetap dipertahankan di Sunda Kelapa untuk mendukung gerakan pasukan Islam yang sedang bergerak ke kawasan Pakuan (daerah Bogor) yang menjadi ibu kota Pajajaran. Selain itu, disiapkan untuk menghadapi kedatangan armada Portugis yang diketahui sedang bergerak ke arah Jawa bagian barat.
Pada tahun yang sama, Sultan Trenggono mengirimkan 20 kapal perang bersama 1.500 prajurit dibawah pimpinan Fatahillah menuju Sunda Kelapa. Armada perang Demak terdiri dari kapal tradisional jenis Lancaran dan Pangajawa yang ukurannya jauh lebih kecil dari galleon. Kapal-kapal ini digerakkan oleh layar dan dayung serta dilengkapi paling banyak delapan pucuk meriam buatan lokal yang jangkauannya tidak sejauh meriam Portugis.
Perkembangan politik di Sunda Kelapa ternyata tidak diketahui oleh armada Portugis. Pada bulan Juni 1527 kapal-kapal Portugis telah berada di Teluk Sunda Kelapa, dimana sebuah kapal ditugaskan merapat di pelabuhan dan menurunkan pasukan bersenjata lengkap untuk merealisasikan perjanjian membangun loji (perkantoran dan perumahan yang dilengkapi benteng pertahanan) antara Portugis dengan Kerajaan Pajajaran pada tahun 21 Agustus 1522. Buah perjanjian itu, Sunda Kelapa akan menerima barang-barang yang diperlukan.
Berbeda dengan pasukan yang dikirim ke Malaka, prajurit Demak yang dipimpin oleh Fatahillah ini merupakan prajurit yang terlatih, sejumlah perwiranya merupakan veteran pasukan Pati Unus yang memiliki pengalaman perang laut untuk bagaimana menghadapi kapal-kapal Portugis. Setelah Cirebon menggabungkan diri dengan Demak, maka Fatahillah tidak langsung menggempur Sunda Kelapa, melainkan mengarahkan armadanya ke Banten yang tidak dipertahankan secara kuat oleh tentara prajurit Kerajaan Pajajaran. Sehingga, Banten dapat diduduki oleh pasukan Demak dan Cirebon pada akhir tahun 1526. Penguasa Banten kemudian dipegang oleh Maulana Hasanudin, tokoh penyebar Islam dari Cirebon.
Kapal-kapal Portugis lainnya membentuk formasi di perairan terbuka untuk menghadang kedatangan armada Kerajaan Demak yang diperkirakan akan muncul dari Teluk Sunda Kelapa. Fatahillah sengaja menahan armadanya untuk tetap bertahan di teluk lantaran mempertahankan Sunda Kelapa menjadi tujuan utamanya.
Pada awal tahun 1527, Fatahillah menggerakkan armadanya ke Sunda Kelapa, sementara pasukan Banten secara bertahap menduduki wilayah demi wilayah Pajajaran dari arah Barat. Pasukan Cirebon bergerak menguasai wilayah Pajajaran bagian Timur Jawa Barat. Dalam kondisi itu, Sunda Kelapa telah dipertahankan oleh Kerajaan Pajajaran secara kuat, baik di darat maupun laut.
Hal ini didasarkan pada dua perkiraan, yaitu Pertama kapal-kapal Kerajaan Demak akan sulit menghadapi armada Portugis di laut terbuka karena ketertinggalan teknologi senjata dalam hal jangkauan meriam dan menggiring Portugis untuk memaksakan pertempuran pantai yang memang menjadi spesialisasi kapal dan prajurit
44
Laporan Khusus
SYAMINA
Demak. Kedua, pada saat itu sedang terjadi badai di perairan terbuka yang membahayakan pelayaran kapal-kapal Demak karena tonase dan ukurannya relatif kecil.
Edisi II / Januari 2016
jalur perdagangan yang terbebas dari monopoli Portugis, dan Sunda Kelapa adalah pelabuhan yang tepat bagi mereka. Kondisi ini menjadikan Portugis harus mengembangkan grand strategy (strategi raya) mereka yaitu untuk menguasai seluruh jalur dagang lewat laut melalui pelebaran kekuasaan kolonialnya ke wilayah Nusantara lainnya sebagai bagian dari kampanye Gold, Glory, and Gospel. Sunda Kelapa di wilayah Kerajaan Pajajaran adalah target berikutnya. Strategi raya Portugis ini dapat ditinjau lebih mendalam dari aspek strategi maritim dan strategi kontinental sebagai berikut:
Dalam suasana yang serba mencekam dan tidak pasti itu, sebuah kapal perang Portugis mencoba memasuki teluk untuk menghindari badai. Namun, kehadiran kapal itu segera dikepung dan ditenggelamkan oleh kapal-kapal Kerajaan Demak yang mampu mengarahkan meriam dan bola api tepat di lambung dan geladak kapal yang naas itu. Empat kapal Portugis lainnya tidak berani memasuki Teluk Sunda Kelapa dan memilih menghadapi badai. Tenggelamnya kapal ini membuat Fransisco de Sa memerintahkan armadanya kembali ke Malaka.
Sesuai teori Mahan, dalam bukunya ‘The Influence of Sea Power Upon History’ (1890) yang menyatakan bahwa sumber kekuatan maritim (sea power) meliputi kondisi geografis, sumber daya alam di dalamnya, karakter masyarakat suatu negara, dan sifat pemerintahannya. Credo yang terkenal dari A.T. Mahan ini menyatakan, ”upon the sea must be found the power to secure our own foreign policy”, sejalan dengan apa yang ditempuh oleh pihak Portugis.
Kemenangan pertempuran ini menunjukkan kehebatan pasukan kerajaan Demak yang dipimpin oleh Fatahillah. Atas kemenangan ini, kemudian Fatahillah diangkat sebagai Gubernur di sunda Kelapa. Untuk memperingati kemenangan armada Kerajaan Demak dalam merebut Sunda Kelapa dari kekuasaan Kerajaan Pajajaran dan mempertahankannya dari Portugis. Maka pada tanggal 22 Juni 1527, Fatahillah mengubah nama pelabuhan ini menjadi Jayakarta yang berarti kemenangan mutlak. Sehingga, tanggal tersebut diperingati sebagai hari jadi kota Jakarta yang sekarang menjadi ibu kota Republik Indonesia.
Setelah menguasai Malaka dan mendapati adanya jalur pelabuhan alternatif lain yang ditempuh oleh para pedagang yaitu Pelabuhan Sunda Kelapa, maka Portugis merasa perlu untuk melebarkan sayap ekspansinya. Dengan teori yang sama, maka Portugis berusaha menguasai jalur kritis (Laut Jawa) dan titik kritis lainnya (Pelabuhan Sunda Kelapa). Akhirnya dapat disimpulkan bahwa dari aspek strategi maritim Portugis bertujuan menguasai jalur perdagangan laut (sea lane of trades) Nusantara. Dengan tujuan mampu mengontrol penuh pelabuhan penting seperti Malaka dan Sunda Kelapa sehingga seluruh aktivitas dagang di Nusantara dapat dikendalikan oleh Portugis.
Strategi Maritim Portugis Dalam analisis studi kasus tentang strategi dari ketiga pihak yang berkepentingan dalam Perang Fatahillah ini digunakan pengertian strategi yang dicetuskan oleh Jenderal Andrew Jackson Goodpaster dalam bukunya yang berjudul For the Common Defense (1978), yang menyatakan bahwa, strategi meliputi apa yang seharusnya dilakukan (tujuan), bagaimana cara melakukannya (cara bertindak), dan dengan apa melakukannya (sarana prasarana).
Strategi Portugis dalam menguasai Malaka dilakukan dengan cara bertahap yaitu datang berdagang, menawarkan perjanjian, monopoli dagang, politik pecah belah lalu melakukan penjajahan (devide et impera). Dengan pola yang sama, Portugis berupaya mendekati Pajajaran. Portugis paham bahwa Pajajaran adalah negara
Pasca penaklukan Portugis atas Malaka, maka para pedagang mulai mencari alternatif
45
Laporan Khusus
SYAMINA
yang bersifat agraris-kontinental, kesadaran maritim akan posisi strategisnya hampir tidak ada, sehingga sistem pertahanan atas pelabuhanpelabuhan yang dimiliki seperti Sunda Kelapa, Banten, Pontang, Cikande, Tangerang, dan Karawang sangat lemah.
Edisi II / Januari 2016
pasukan tempur bertopi baja dan senapan laras panjang. Strategi Maritim Fatahillah Strategi ini merupakan perpaduan dari pasukan gabungan Kesultanan Demak, Kesultanan Cirebon, dan dengan perkuatan pemberontak Banten yang dipimpin Fatahillah. Mereka menerapkan grand strategi untuk mencegah masuknya Portugis yang berupaya menguasai Pulau Jawa dan menerapkan sistem monopoli perdagangan seperti yang telah dilakukannya di Malaka.
Portugis juga menyadari bahwa Pajajaran saat itu merupakan fragile state yang terancam banyak pemberontakan dan desakan penyebaran agama Islam. Untuk itu Portugis dengan siasat diplomasinya menawarkan bantuan persenjataan, pembangunan benteng pertahanan di Sunda Kelapa, dan perlindungan militer. Tahapan cara yang ditempuh oleh pihak Portugis ini bersesuaian dengan teori Sun Tzu dalam bukunya ‘The Art of War’ yang menyatakan inti dari peperangan adalah pengelabuan (siasat), dan memenangkan perang tanpa harus bertempur adalah seni tersendiri dan puncak kesempurnaan strategi.
Fatahillah sebagai Sang Panglima perang yang telah berpengalaman dan melanglang buana sampai ke Timur Tengah tentunya mengerti apa yang terjadi di Goa (India) dan Malaka (Nusantara). Saat tiba di Pulau Jawa tahun 1525, Fatahillah menyadari adanya ancaman kehadiran Portugis yang telah difasilitasi oleh Kerajaan Pajajaran melalui perjanjian Padrao (1522). Hal inilah yang berusaha dicegah oleh Fatahillah untuk menghindari kekuasaan monopoli dan penjajahan yang berpotensi terjadi di Pulau Jawa karena keberadaan Portugis tersebut. Dalam rangka mencapai tujuan besar itu, maka Kesultanan Demak dalam hal ini terwakili oleh sosok Fatahillah yang menerapkan strategi yang dapat dikaji dalam lingkup strategi kontinental dan strategi maritim sesuai elemenelemen strategi sebagai berikut:
Cara bertindak yang ditempuh oleh Portugis terhadap pasukan Fatahillah adalah pertempuran politik. Hal ini sejalan dengan apa yang diungkap oleh Karl von Clausewitz dalam bukunya yang berjudul Vom Krieg (On War), bahwa perang adalah kelanjutan dari politik dengan menggunakan cara lain, sehingga politiklah yang menentukan tujuan yang harus dicapai, baik melalui jalan damai maupun tindak kekerasan (perang). Dalam konteks itu, Portugis memanfaatkan sisa pasukan Pajajaran yang diharapkan bermanfaat untuk informasi kekuatan pasukan Fatahillah.
Sunda Kelapa berada di wilayah Kerajaan Pajajaran dan kerajaan ini bermaksud mengundang kehadiran Portugis demi mengamankan eksistensinya atas apriori terhadap perkembangan Islam di Pulau Jawa. Sedangkan dalam sudut pandang Fatahillah, kehadiran Portugis di Sunda Kelapa adalah ancaman regional terhadap seluruh kerajaan di Nusantara khususnya Pulau Jawa.
Pembangunan benteng pertahanan di Sunda kelapa, pasokan senjata laras panjang dan topi baja, penempatan armada kapal perang, dan perlindungan militer adalah sarana prasarana yang digunakan oleh Portugis untuk memperlancar usahanya dalam membujuk Pajajaran agar bersedia memberikan konsesi dagang istimewa kepada Portugis. Sedangkan pada episode Portugis melawan Fatahillah saat pecah Pertempuran Teluk Sunda Kelapa, Portugis menggunakan armada kapal perang yang terdiri dari enam kapal bermeriam beserta
Cara pandang terhadap kehadiran Portugis yang berbeda antara pihak Pajajaran dan Fatahillah inilah yang menyebabkan Fatahillah harus menggunakan kekuatan armada perangnya
46
Laporan Khusus
SYAMINA
untuk merebut Sunda Kelapa. Liddell Hart dalam bukunya Strategy: the Indirect Approach (1954) menyatakan bahwa, ‘Politik mengendalikan strategi dan strategi merupakan suatu seni untuk mendistribusikan dan menggerakkan sarana-sarana militer guna mencapai tujuan yang ditetapkan oleh kebijaksanaan politik’. Sehingga keputusan politik Fatahillah yang hanya bertujuan untuk menggagalkan kehadiran Portugis di Sunda Kelapa menjadikan strateginya tidak bermaksud untuk berperang total dengan pihak Pajajaran.
Edisi II / Januari 2016
dahulu telah bergolak melawan Pajajaran dengan Hasanuddin putra Susuhunan Jati sebagai aktor utama melalui pendekatan spiritual religius kepada rakyat Banten (aspek kontinental). Jatuhnya Banten ke pihak Fatahillah dan bergabungnya sebagian besar para pemberontak dari Banten semakin menambah besar daya pukul kekuatan (fire power) armada Fatahillah. Sebagaimana dinyatakan Sun Tzu, ‘Kekuatan fisik adalah tangkai kayu, tetapi moral adalah mata yang ‘berkilat dari pedang’. Maka Fatahillah sebagai pendatang di Demak, dalam kurun waktu singkat mampu merebut cinta dan ketulusan prajuritnya. Jika itu bukan moral (akhlak) yang baik, kepemimpinan yang hebat, maka dengan cara apakah ia melakukannya? Sultan Trenggono dari Demak dan Susuhunan Jati dari Cirebon juga menggunakan aspek leadership ini sebagai kekuatan, yaitu dengan memberikan hadiah berupa jabatan kepada tokoh-tokoh sentral yang berperan besar dalam pertempuran, seperti Hasanuddin yang menjadi Gubernur Banten, dan Fatahillah sendiri yang nantinya setelah gemilang memenangkan pertempuran menjadi Adipati dan kemudian Gubernur di Sunda Kelapa. Inilah manifestasi dari aspek kepemimpinan.
Maka dapat dikatakan bahwa secara aspek strategi kontinental, Fatahillah bertujuan menutup semua pintu masuk Portugis ke Pulau Jawa, dan dalam aspek strategi maritimnya dengan menguasai dan mengendalikan semua pelabuhan-pelabuhan di Pantai Utara Pulau Jawa bagian Barat dalam hal ini wilayah Sunda Kelapa. Fatahillah dalam upayanya menggagalkan rencana Pajajaran-Portugis bersekutu membangun benteng di Sunda Kelapa yang pada akhirnya memberi peluang Portugis untuk menerapkan sistem monopoli dagang. Fatahillah tidak pernah mencoba membuka front peperangan dengan pihak Pajajaran dari darat. Karena adanya pertimbangan bahwa kekuatan matra darat Pajajaran sangat tangguh, waktu yang digunakan terlampau lama, dan kemungkinan jatuhnya korban baik militer maupun rakyat sipil jauh lebih besar, serta pihak yang diserang (Pajajaran) akan lebih memiliki keuntungan karena mengenal medan, posisi, dan manuver penggunaan lapangan. Hal ini sesuai dengan penjelasan Jomini tentang ruang dan waktu. Oleh sebab itu Fatahillah memutuskan menggelar operasi dalam mengejawantahkan strateginya melalui jalur laut.
Dalam upaya implementasi dari cara bertindak dari strategi yang ditetapkan, Fatahillah menggunakan sarana prasarana antara lain, menggunakan sarana kapal sebagai alat angkut pasukan yang tidak melewati wilayah darat Kerajaan Pajajaran, sehingga menghemat tenaga, menjamin kerahasiaan dan menghindari pertempuran darat berlarut yang banyak menguras waktu dan potensi korban. Adapun selain kapal perang, Fathillah juga menyertakan kapal-kapal niaga agar tidak memancing kecurigaan musuh.
Sebelum menuju Sunda Kelapa, Fatahillah yang berangkat dengan armada perang Demak menuju ke Kesultanan Cirebon terlebih dahulu untuk menggabungkan kekuatan (aspek maritim). Setelah itu armada Fatahillah menuju sasaran antara, yaitu Banten yang terlebih
Belajar dari kegagalan di Malaka, prajurit-prajurit Demak sudah terlatih dan berpengalaman, begitu juga dengan kemampuan tempur dan mentalnya. Selain itu, menjadikan Banten sebagai sasaran antara, sekaligus pangkalan laju untuk memperbanyak jumlah
47
Laporan Khusus
SYAMINA
pasukan dan logistik (gabungan aspek maritim dan kontinental). Setelah Banten memiliki kekuatan yang massif, maka Sunda Kelapa yang berada di tengah-tengah antara Banten dan Cirebon memiliki proyeksi yang optimis untuk ditaklukan.
Edisi II / Januari 2016
Kesultanan Demak, raja Banjar setiap tahun mengirim upeti kepada kesultanan Demak. Tradisi ini berhenti ketika kekuasaan beralih kepada raja Pajang di Jawa Tengah. Pengaruh Kesultanan Demak di Banjar membuka peluang untuk pengembangan Islam di kawasan tersebut. Para sultan setempat menjadi pelopor utama berkembang-suburnya Islam di Kalimantan. Pada masa-masa selanjutnya Kerajaan Kotawaringin menjadi Islam (1620), demikian pula Kesultanan Kutai (1700).97
Dari uraian elemen-elemen strategi pasukan Fatahillah di atas dapat ditarik kesimpulan secara garis besar, bahwa Fatahillah lebih memilih strategi maritim daripada strategi kontinental karena kesadaran akan potensi kekuatan diri (prajurit dan rakyat yang anti ketidakadilan dan penindasan), kesadaran akan bentuk ancaman nyata dari lawan (Portugis dengan sistem monopoli dan niat penjajahannya), dan kesadaran akan kondisi lingkungan (posisi geografis dan kekayaan alam sebagai nilai tawar yang baik dalam dunia perdagangan internasional). Hal ini sejalan dengan apa yang dinyatakan oleh Sun Tzu, ‘Kenali dirimu, kenali musuhmu, kenali medan, maka akan kau temui kemenangan dalam seribu pertempuran’.94
IV. KESIMPULAN Berdirinya kesultanan Islam Demak adalah buah dari kesabaran dalam berjuang dan berdakwah yang dirintis oleh para pedagang Islam, para wali dan juga para da’i dari Champa dan china yang tergabung dalam rangkaian ekspidisi laksamana Cheng Ho di jawa dan sekitarnya. Setelah itu proyek besar dakwah untuk mengislamkan jawa dan sekitarnya dilanjutkan oleh para wali yang tergabung dalam wali songo.
Di bawah kekuasaan Sultan Trenggono pula, sisa Keraton Mataram Kuno di pedalaman Jawa Tengah dan Singasari Jawa Timur bagian selatan berhasil dikuasai olehnya.95 Sultan Trenggono juga berhasil membawa Islam masuk ke daerah Jawa Barat.96 Ia memang disebut-sebut sebagai sultan yang membawa Kesultanan Demak menuju masa kejayaan.
Kedatangan wali songo yang sangat tepat, di saat rakyat Majapahit saat itu tengah menderita akibat perang yang berkepanjangan dan berbagai bencana yang melanda, berhasil menarik simpati rakyat dengan misi dakwah dan sosialnya. Ajaran Islam yang sederhana dan kesetaraan manusia di mata Islam juga membuat ajaran Islam lebih mudah di terima masyarakat yang selama ini begitu merasakan derita dan ketidak adilan di masa majapahit dengan sistem kastanya.
Di Pulau Borneo, Kalimantan, Kesultanan Demak juga berhasil memberikan pengaruhnya sampai ke Kesultanan Banjar. Sebuah sumber menyebutkan bahwa calon pengganti Raja Banjar pernah meminta agar sultan Demak mengirimkan tentara guna menengahi masalah pergantian raja Banjar. Calon pewaris mahkota yang didukung oleh rakyat Jawa pun masuk Islam dan oleh seorang ulama pewaris itu diberi nama Islam. Tersebut pula bahwa selama masa
Walisongo kemudian membuat basis-basis pengkaderan untuk memperkuat barisannya. Disamping itu para ulama juga memperluas dan memperkuat jaringan dengan menikahkan para putra-putrinya dan para muridnya dengan para bangsawan yang telah berhasil didakwahi dan masuk islam. Para ulama kemudian merancang dan mnyiapkan sebuah wilayah otonom untuk basis dakwah dan penyusunan kekuatan untuk
94
Jurnal Maritim, Sejarah Perang Laut: Strategi Fatahillah Merebut dan Mempertahankan Sunda Kelapa, http://jurnalmaritim.com/2015/05/ strategi-maritim-fatahillah-dalam-merebut-dan-mempertahankansunda-kelapa/ 95 Purwadi, Dakwah Sunan Kalijaga; Penyebaran Agama Islam di Jawa Berbasis Kultural, Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2004, hlm. 36. 96 Ahmad al-‘Usairy, Sejarah Islam, Jakarta: Akbarmedia, 2003, hlm. 450.
97
48
Ensiklopedi Islam, Jilid 1, Jakarta: Departemen Agama, 1993, hlm. 299.
Laporan Khusus
SYAMINA
Edisi II / Januari 2016
V. DAFTAR PUSTAKA
melindungi dakwah dari gangguan orang di luar islam. Wilayah otonom kadipaten Demak terus dikembangkan menjadi kota pelabuhan yang kuat dan mandiri perekonominya sebagai embrio kesultanan Islam yang akan didirikan untuk akselerasi dakwah, mengislamkan jawa dan sekitarnya.
Agus Sunyoto, Atlas Wali Songo, Pustaka IIMaN Depok, Cetakan V 2014. Agus Wahyudi, Makrifat Jawa; Makna Hidup Sejati Syeh Siti Jenar dan Walisongo, (Yogyakarta: Pustaka Marwa, 2007), Ahmad al-‘Usairy, Sejarah Akbarmedia, 2003
Setelah great power majapahit melemah, para ulama menyiapkan new order pengganti untuk menjaga stabilitas jawa dan untuk melindungi dakwah serta mempercepat dakwah mengislamkan jawa. Setelah menyingkirkan berbagai rintangan dan penghalang dengan jihad fi sabilillah untuk berdirinya sebuah negara berdaulat, kesultanan Demak didirikan sebagai negara Islam pertama di Tanah Jawa dengan menjadikan hukum syariat Islam menjadi hukum Negara.
Islam,
Ahmad mansur Suryanegara, Sejarah. Mizan, 1995
Jakarta:
Menemukan
Atmodarminto, Babad Demak dalam Tafsir Sosial Politik KeIslaman dan Keagamaan (Jakarta: Milenium Publiser, 2000) Awang Harun Satyana (BPMIGAS), Bencana Geologi dalam “Sandhyâkâla” Jenggala dan Majapahit : C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka 1989)
Hukum yang dipakai berlandaskan pada al Qur’an dan Hadits Nabi. Diantara kitab hukum yang dipakai adalah angger-angger suryangalam, dan angger-angger salokantara yang disusun oleh Raden Fatah dengan bimbingan dari Wali songo.
Chojim, Syaikh Siti Jenar: Makna Kematian (Jakarta: Serambi, 2002) Darmawijaya, Kesultanan Islam Nusantara, Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2010
Demak kemudian menjadi new order di Jawa menggantikan Majapahit yang sudah habis umurnya. Kebijakan politik luar negeri dalam bentuk Jihad yang dilakukan dalam umurnya yang singkat membuktikan kemakmuran rakyatnya, kuatnya ekonomi dan militer Demak. Karena tidak mungkin negara yang lemah dan miskin, berani melakukan ekspansi ke luar negeri yang memerlukan biaya yang sangat banyak. Politik luar negeri ekspansif itu juga menunjukkan jati diri Demak sebagai kesultanan Islam.
Dinas Kebudayaan DI Yogyakarta, 2005, Sengkalan, http://www.tasteofjogja.com/ web/ida/detailbud.asp?idbud=25 Djafar H. Masa Akhir Majapahit, Girindrawardhana dan Masalahnya, Penerbit Komunitas Bambu, Jakarta 2009. Dr. Saifur Rohman, MHum, Model Sikap Jawa terhadap Ideologi Asing dalam Babad Tanah Jawi dan Darmagandhul: Relevansinya dalam Pembentukan Karakter Bangsa, Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Jakarta, September 2011.
Tahapan-tahapan yang dilakukan ulama dan para pejuang saat itu yang mengubah negeri Majapahit yang kufur menjadi masyarakat islam yang menghargai semua manusia tanpa menbedakan kasta, ras dan suku bangsa, mirip dengan apa yang dilakukan Nabi Muhammad dan para shahabatnya yang mengubah kehidupan di Jazirah Arab dari kekafiran dan keterbelakangan jahiliyah menuju masyarakat Islam yang disegani di seluruh penjuru dunia.(K.Subroto)
Dr. W. B. Sidjabat (ed.). et. all. Panggilan Kita di Indonesia Dewasa ini. (Badan Penerbit Kristen, Jakarta, 1964). Ensiklopedi Islam, Jilid 1, Jakarta: Departemen Agama, 1993, H. J. Van Den Berg, Dr. H. Kroeskamp, I. P. Simandjoentak. Dari Panggung Peristiwa
49
Laporan Khusus
SYAMINA
Edisi II / Januari 2016
Sedjarah Dunia. Jilid I : India, Tiongkok, dan Djepang, Indonesia. Cetakan II. (J. B. Wolters, Jakarta – Groningen, 1952).
Krisna Bayu Adji & Sri Wintala Achmad, Senjakala Majapahit, Menguak Sejarah dan kebusukan Majapahit, Penerbit Araska Yogyakarta, 2014
H.J. De Graaf dan Pigeaud, Kerajaan Islam Pertama di Jawa, Grafitipress cet.V, 2003
Lee Khoon Choy, Indonesia Antara Mitos dan Realita, Penerbit Pendidikan Singapura, 1979.
Hamid Akasah, Wali Songo Periode I Sampai V, Penerbit Titian Ilmu, 2011
M, Khafid Kasri & Pujo Semedi. Sejarah Demak: Matahari Terbit di Glagah Wangi. Diterbitkan kantor Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Demak 2008.
Hanafi, Asas-Asas Hukum Pidana Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1967) Hasanu Simom, Misteri Syeh Siti Jenar; Peran Wali Sanga dalam MengIslamkan Tanah Jawa, Cet.IV, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007)
M. Saeri, Karakteristik dan Permasalahan Selat Malaka, Jurnal Transnasional, Vol. 4, No. 2, Februari 2013 Muhammad Solikhin, Sufisme Syaikh Siti Jenar: Kajian Kitab Serat dan Suluk Siti Jenar (Yogyakarta: Narasi, 2004),
Hipotesis Erupsi Gununglumpur Historis Berdasarkan Kitab Pararaton, Serat Kanda, Babad Tanah Jawi; Folklor Timun Mas; Analogi Erupsi LUSI; dan Analisis Geologi Depresi Kendeng-Delta Brantas. Makalah dalam JOINT CONVENTION BALI 2007 The 36th IAGI, The 32nd HAGI, and The 29th IATMI Annual Convention and Exhibition Bali, 1316 November 2007.
Muhammad Gade Ismail, Pasai Dalam Perjalanan Sejarah : Abad Ke-13 Sampai Awal Abad Ke-16, Penerbit: Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Kebudayaan Direktorat Sejarah Dan Nilai Tradisional Proyek Inventarisasi Dan Dokumentasi Sejarah Nasional Jakarta 1993
Ismawati, Continuity And Change ; Tradisi Pemikiran Islam di jawa Abad XIX – XX, (Jakarta : Badan Litbang dan Diklat Departemen Agama, 2006),
Muhammad Yamin. Gajah Mada : Pahlawan Persatuan Nusantara. Cetakan IX. (PN. Balai Pustaka, Jakarta, 1977)
Jurnal Maritim, Sejarah Perang Laut: Strategi Fatahillah Merebut dan Mempertahankan Sunda Kelapa, http://jurnalmaritim. com/2015/05/strategi-maritim-fatahillahdalam-merebut-dan-mempertahankansunda-kelapa/
Muljana, S. Runtuhnya Kerajaan Hindu Jawa dan Timbulnya Negara-Negara Islam di Nusantara. Penerbit; LKiS Yogyakarta 2005. Naili Anafah, Legislasi Hukum Islam Di Kerajaan Demak (Studi Naskah Serat Angger-Angger Suryangalam dan Serat Suryangalam), IAIN Walisongo Semarang, 2011.
Jurnal Maritim, Serangan Pati Unus di Selat Malaka, http://jurnalmaritim.com/2015/01/ belajar-dari-kegagalan-serangan-pati-unusdi-selat-malaka/
Nancy, Katalog Induk Naskah-Naskah Nusantara, (Yogyakarta: Djambatan, 1993) National Archives of Singapore http://www. nas.gov.sg/archivesonline/photographs/ record-details/b027b596-1162-11e3-83d50050568939ad
Kaisar Yongle https://id.wikipedia.org/wiki/ Kaisar_Yongle Krisna Bayu Adji & Sri Wintala Achmad, Geger Bumi Majapahit, Menelanjangi Sisi kelam di Balik Pesona Majapahit, Penerbit Araska Yogyakarta 2014
National Archives of Singapore, http://www. nas.gov.sg/archivesonline/photographs/ record-details/b027df06-1162-11e3-83d50050568939ad
50
Laporan Khusus
SYAMINA
Nengah Bawa Atmaja, Genealogi keruntuhan Majapahit, Penerbit Pustaka Pelajar Yogyakarta 210.
Edisi II / Januari 2016
Susiyanto, Senja Kala Majapahit Dan Fitnah Terhadap Islam, http://susiyanto.com/ senja-kala-majapahit-dan-fitnah-terhadapislam/#_ftnref19
Nodin Hussin, geografi dan Perdagangan: Kepentingan Selat Melaka kepada Perdagangan Dunia, Asia dan Dunia Melayu 1700-1800, Jurnal Akademika Pusat pengajian Sejarah Politik dan strategi Fakulti Sosial dan Kemanusiaan Universiti Kebangsaan Malaysia. Mei 2008.
TE Behrend, Katalog Induk Naskah-Naskah Nusantara Musium Sono Budoyo (Yogyakarta: Djambatan,1990) Teguh Panji, Kitab Sejarah Terlengkap Majapahit, Penerbit Laksana, Jogjakarta, 2015 Theodore G.Th. Pigeaud, Literature of Java vol. 1 Synopsis of Javanese Literature 900–1900 A.D. Koninklijk Instituut Leiden, hlm.309
Poirot, Zheng He and Ming China: The Lone Mariner and His Times. http://www.allempires.com/ article/index.php?q=zheng_he_ming_china
Tributary System, University of Mississipi, http:// www.olemiss.edu/courses/pol337/tributar. pdf
Prof. Dr. Abubakar Aceh. Pengantar Sejarah Sufi dan Tasawwuf. Cetakan IV. (Ramadhani, Surakarta, 1989)
Topo Santoso, Membumikan Hukum Pidana Islam: Penegakan Syari’at dalam Wacana dan Agenda (Jakarta: Gema Insani, 2003),
Prof. Kong Yuanzhi. Cheng Ho Muslim Tionghoa, Misteri Perjalanan Muhibah di Nusantara. Yayasan Pustaka Obor Jakarta, cetakan keenam; mei 2015
Umar Hasyim. Sunan Giri dan Pemerintahan Ulama di Giri Kedaton. (Penerbit Menara, Kudus, 1979).
Purwadi, Dakwah Sunan Kalijaga; Penyebaran Agama Islam di Jawa Berbasis Kultural., h. 39. Suryanegara, Menemukan Sejarah; Wacana Pergerakan Islam diIndonesia, (Bandung : Mizan, 1995)
Widji Saksono, Mengislamkan Tanah Jawa, Penerbit Mizan Bandung, 1995. Wikipedia, Imperial Chinese Tributary System, https://en.wikipedia.org/wiki/Imperial_ Chinese_tributary_system Roland L. Higgins, The
Purwadi, Dakwah Sunan Kalijaga; Penyebaran Agama Islam di Jawa Berbasis Kultural, Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2004,
Wikipedia, List of Tributaries of Imperial China,https://en.wikipedia.org/wiki/List_ of_tributaries_of_Imperial_China
Rachmad Abdullah, Sultan Fatah, Raja Islam Pertama penaklukTanah Jawa, Al Wafi Solo 2015
WS. Rendra, Megat Ruh, Dokumentasi Pidato Kebudayaan WS Rendra, Taman Ismail Marzuki Jakarta, 10 Nopember 1997 http://thmoyo.blogspot.co.id/2010/10/ ya.html http://lontarswatantra.blogspot. co.id/2011/05/megatruh-ws-rendra.htm
Sampurno : Lewat Pengetahuan Geologi Akan Peduli kepada Alam. Pikiran Rakyat, 2004, http://www.pikiran-rakyat.com/ cetak/1204/19/0201.htm Simuh, Islam dan Pegumulan Budaya Jawa, (Jakarta : Teraju, 2003)
Yusep Munawar Sofyan, “Kekuasaan Jawa: Studi Komparatif Sistem Kekuasaan Kerajaan Majapahit dan Demak”, Skripsi Sarjana Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2010
Sudarto, Hukum Pidana I (Semarang: Kerjasama Yayasan Sudarto dan Fakultas Hukum UNDIP, 1990) Sugeng Haryadi, Sejarah Berdirinya Masjid Agung Demak dan Grebeg Besar, (Semarang: Mega Berlian, 2003),
51