1
BENTUK-BENTUK KOHESI WACANA BUKU TEKS BAHASA DAN SASTRA INDONESIA SMA KELAS X RINTAN ANGGRIANY PANGKU ( Ketua ) Dr. H. Dakia N. Djou, M.Hum ( Anggota ) Dr. Muslimin, M.Pd (Anggota ) Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Negeri Gorontalo Abstrak Pangku, Rintan Anggriany. 2015 Bentuk-Bentuk Kohesi Wacana Buku Teks Bahasa dan Sastra Indonesia SMA Kelas X. Gorontalo. Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Negeri Gorontalo. Pembimbing 1 Dr. H. Dakia N.djou, M.Hum dan Pembimbing II Dr. Muslimin M.Pd. Permasalahan dalam penelitian ini adalah: (1) bagaimana bentuk kohesi gramatikal antarkalimat atau paragraf dalam kewacanaan buku teks bahasa Indonesia untuk siswa SMA kelas X? (2) bagaimana bentuk kohesi leksikal antarkalimat atau paragraf dalam kewacanaan buku teks bahasa Indonesia untuk siswa SMA kelas X?. Tujuan penelitian ini untuk mendeskripsikan bentuk kohesi gramatikal dan bentuk kohesi leksikal dalam wacana buku teks SMA kelas X. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yakni metode deskriptif, metode ini digunakan untuk mendeskripsikan data dalam wacana buku teks SMA kelas X khusus peminatan. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik dokumentasi tertulis, yakni untuk mengumpulkan data-data dalam wacana buku teks bahasa Indonesia untuk siswa SMA kelas X khusus peminatan. Hasil analisis data menunjukan disetiap bab dalam wacana buku teks khusus peminatan terdapat penempatan kohesi gramatikal yang kurang tepat pada bab 1, II, III, IV, VI. Sedangkan kohesi leksikal terdapat pada bab 1, III, IV, V, VI. Berdasarkan hasil analisis tidak ditemukan kohesi substitusi dan hiponim dalam wacana buku teks SMA khusus peminatan. Kata-kata kunci : Kohesi, wacana, buku teks bahasa Indonesia.
PENDAHULUAN Bahasa tidak pernah lepas dari kehidupan manusia sehari-hari. Setiap komunitas masyarakat selalu menggunakan bahasa untuk berkomunikasi, baik secara lisan maupun tulisan. Hal ini sesuai dengan pendapat Pateda dan Pulubuhu (1993: 4) apabila kita mendengarkan orang yang sedang berbicara, sebenarnya kita hanya mendengar bunyi2
bunyi. Bunyi-bunyi itu disebut bunyi bahasa yang dihasilkan oleh alat bicara dan taat pada sistem bahasa tertentu itu. Bunyi-bunyi itu sebenarnya berwujud satu, tetapi dalam kenyataanya dirangkaikan dalam bentuk kata, kelompok kata, kalimat dan wacana. Samsuri (dalam Sudaryat, 2011:110) Wacana bersifat transaksional jika yang dipentingkan ialah isi komunikasi. Sebaliknya, wacana akan bersifat interaksional jika komunikasi terdapat timbal-balik. Wacana lisan transaksional berupa pidato, ceramah, tuturan, dakwah, deklamasi, dan sebagainya. Wacana lisan
yang interaksional dapat
berupa percakapan, debat, tanya jawab(sidang peradilan), dan lain sebagainya. Wacana tulisan transaksional berupa instruksi, iklan, surat, cerita, esei, makalah, tesis dan sebagainnya. Wacana yang baik memiliki suatu keterpaduan antarkalimat untuk membentuk suatu paragraf yang utuh dan memiliki makna yang mudah dipahami oleh pendengar maupun pembaca. Wacana dimuat dalam berbagai media, salah satunya pada buku teks. Masalah yang terjadi di bangku pendidikan sekarang lebih memfokuskan kepada kualitas guru sebagai penyampai materi pembelajaran, sesungguhnya keberhasilan proses pembelajaran tidak hanya ditentukan oleh guru, tetapi juga ditentukan oleh buku teks. Buku teks menjadi sumber yang sangat penting sebagai pedoman untuk guru. Untuk itu buku teks yang baik dituntut agar materi-materi yang ada di dalamnya harus kontekstual dari segi bahasa atau wacananya. Tarigan (2009:13) mendefinisikan buku teks adalah buku pelajaran dalam bidang studi tertentu yang merupakan buku standar disusun oleh para pakar untuk maksud dan tujuan instruksional, dilengkapi dengan sarana pengajaran yang serasi dan mudah dipahami oleh para pemakainnya di sekolah dan di perguruan tinggi, sehingga menunjang program pengajaran. Buku teks merupakan buku yang disahkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia untuk kepentingan siswa di bangku pendidikan. Selain buku yang diterbitkan oleh depertemen pendidikan, terdapat juga buku teks yang diterbitkan oleh penerbit lain khususnya peminatan atau khusus jurusan bahasa Indonesia. Buku teks yang baik memiliki wacana yang mudah dipahami siswa. Nurgiyantoro (2012:371) mengemukakan tingkat kesulitan wacana terutama ditentukan oleh kekompleksan kosakata dan struktur serta kadar keabstrakan informasi yang dikandung. Semakin sulit dan kompleks kedua aspek tersebut akan semakin sulit pemahaman yang bersangkutan. Demikian pula sebaliknya yang terkait dengan isi wacana, jika isi wacana itu bersifat umum, konkret, dalam jangkauan pengalaman peserta didik atau dalam bidang keilmuan yang sama, wacana itu relatif tidak sulit bagi mereka. Secara umum orang 3
mengatakan bahwa wacana yang baik untuk bahan tes kompetensi membaca adalah wacana yang tingkat kesulitannya sedang, atau yang sesuai dengan tingkat kemampuan peserta didik. Wacana buku teks khusus peminatan bahasa dan sastra Indonesia berdasarkan kurikulum 2013 terdapat kata dan kalimat yang kurang dimengerti oleh siswa atau pembaca lainnya seperti, wacana dengan topik fenomena bahasa gaul di kalangan remaja dalam buku teks berdasarkan kurikulum 2013 halaman 19 terdapat kalimat sebagai berikut: Penggalan kalimat pertama “Jejaring sosial yang semakin berkembang saat ini, yang diawali dari sebuah send message short (sms) hingga akun Facebook, Twitter, dan lain-lain telah mengiringi penyebaran dan perkembangan bahasa gaul”. Contoh kalimat di atas merupakan kalimat yang tidak kohesif karena penempatan kata penghubung kurang tepat. Kalimat di atas terjadi pengulangan kata atau repetisi yang termasuk dalam aspek kohesi leksikal. Kutipan kalimat kedua “ini sebenarnya bukanlah sebuah kebanggaan tetapi kebobrokan”. Kata kebobrokan dalam kutipan kalimat di atas membuat pembaca kurang mengerti, seharusnya kata kebobrokan diubah menjadi kerusakan agar mudah dipahami pembaca. Kutipan kalimat ketiga terdapat penempatan unsur kohesi gramatikal yang kurang tepat pada wacana buku teks kurikulum 2013 halaman 17 paragraf kedua. “Bahasa daerah dapat mengarahkan siswa untuk berkembang dalam lingkungan lokalnya sehingga pembelajarannya juga penting karena dapat membangun dan menguatkan karakter bangsa, kata pengamat budaya Jawa, Universitas Sebelas Maret, Tunjung W Suturta” “Karena itu, kata-nya di Solo, Jumat, sudah sewajarnya pelajaran bahasa Jawa tetap dipertahankan dalam kurikulum 2013”. Kutipan kalimat kedua bentuk-nya menunjuk anteseden pengamat budaya Jawa, namun penempatan kohesi ini kurang tepat, karena bentuk- nya merupakan penunjukan atau referensi ini terdapat awal kalimat pada paragraf kedua. Seharusnya kalimat dalam paragraf kedua disambung setelah penempatan titik pada paragraf pertama, agar unsur referensi atau penunjukannya jelas dan akan menghassilkan makna yang koheren. Fenomena ini menimbulkan pemikiran banding mengingat suatu struktur wacana itu dapat dikatakan utuh apabila sistematika dan penggunaan bahasa dalam wacana buku teks jelas dan mudah dipahami oleh pembaca tersebut. Untuk mendapatkan wacana yang baik dalam buku teks harus ada keterpaduan yang baik antarkalimat untuk membentuk suatu paragraf yang utuh. Menurut Mulyana (2005:1) wacana merupakan unsur kebahasaan yang relatif
4
paling kompleks dan paling lengkap. Satuan pendukung kebahasaanya meliputi fonem, morfem, kata, frasa, klausa, kalimat, paragraf, hingga karangan utuh. Suatu wacana dituntut memiliki keutuhan struktur. Keutuhan itu sendiri dibangun oleh komponen-komponen yang terjalin di dalam suatu organisasi kewacanaan. Organisasi inilah yang disebut sebagai struktur wacana. Sebagai sebuah organisasi, struktur wacana dapat diurai atau dideskripsikan bagian-bagiannya. Wacana yang utuh adalah wacana yang lengkap, yaitu mengandung aspek-aspek yang terpadu dan menyatu. Aspek-aspek yang dimaksud antara lain adalah kohesi, koherensi, topik wacana, aspek leksikal, aspek gramatikal, aspek fonologis, dan aspek semantik (Mulyana, 2005:25). Kenyataan di lapangan ditemukan permasalahan pertama yaitu, terdapat ketidakutuhan wacana dalam buku teks kurikulum 2013. Kedua, terdapat penempatan bentuk kalimat atau paragraf yang tidak kohesif dalam wacana buku teks SMA Kelas X. Permasalahan yang ada di lapangan akan membuat siswa mengalami ketidakpahaman terhadap wacana dalam buku teks tersebut dan dikhawatirkan akan berdampak buruk terhadap hasil belajar siswa. Dengan melihat permasalahan yang ada peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian yang berjudul “ Bentuk-Bentuk Kohesi Wacana Buku Teks Bahasa dan Sastra Indonesia SMA Kelas X”, agar dapat melihat keutuhan wacana, keterpaduan antarkalimat atau antarparagraf. Namun mengingat suatu struktur kewacanaan terlalu luas, maka penelitian ini dibatasi pada bentuk aspek kohesi leksikal dan bentuk kohesi gramatikal. Kohesi leksikal merupakan kepaduan yang dicapai melalui pemilihan kosakata, kohesi leksikal dapat berupa penggabungan sinonim, antonim, dan hiponim. Sedangkan kohesi gramatikal perpaduan yang dicapai melalui penggunaan elemen dan aturan gramatikal. Harapan penelitian ini bisa menjadi bahan pertimbangan untuk guru agar tidak langsung mengimplementasikan wacana-wacana yang terdapat dalam buku teks berdasarkan kurikulum 2013 pada siswa kelas X.
METODE Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu kondisi, suatu sistem pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan
5
antarfenomena yang diselidiki (Nazir, 2005:54). Metode deskriptif digunakan dalam penelitian ini untuk mendeskripsikan data dalam wacana buku teks SMA Kls X. Data dalam penelitian ini adalah kohesi gramatikal dan kohesi leksikal yang terdapat dalam wacana. Sumber data pada penelitian ini adalah buku teks SMA kelas X yang diterbitkan oleh Yrama Widya, dan pengumpulan data dalam Penelitian ini menggunakan dokumentasi tertulis yakni wacana dalam buku teks SMA kelas X. Adapun cara menganalisis data yaitu Membaca kembali wacana dalam buku teks (a) Menentukan sarana kohesi (b) Mengelompokkan data berdasarkan sarana kohesi gramatikal dan kohesi leksikal (c) Menguraikan data berdasarkan sarana kohesi (e) Menyimpulkan hasil data.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1.
Bentuk Kohesi Gramatikal Referensi (penunjukan)
“Dikatakan-nya, pihak-nya menyadari pentingnya pembelajaran muatan lokal tersebut untuk memperkuat identitas bangsa di kalangan siswa sekolah. Pemberian pelajaran Bahasa Jawa kepada siswa sekolah juga diharapkan dapat terus melestarikan kebudayaan tradisi di Indonesia dan tradisi Solo pada khususnya. “Kurikulum baru 2013 tersebut, lanjut dia, mulai diterapkan pada tahun ajaran baru ini. Kurikulum tersebut akan diterapkan di semua jenjang pendidikan mulai dari SD, SMP hingga SMA/SMK sederajat”. Referensi–nya pada kutipan wacana kelima, unsur acuannya tidak begitu jelas, karena pada paragraf sebelumnya terlalu banyak opini-opini pendukung mengenai penerapan kurikulum 2013 tersebut, jika dikaitkan dengan paragraf keenam penempatan kohesi yang kurang tepat dapat dilihat dalam kalimat yang bercetak miring, penempatan persona ketiga (yang dibicarakan) kurang tepat karena penempatannya dipertengahan kalimat, jadi acuannya menjadi tidak jelas, seharusnya pada awal paragraf ditulis kembali nama yang memberikan opini tersebut, agar ada unsur kejelasan. Sebaiknya paragraf tersebut kalimatnya berbunyi “Pihak-nya menyadari pentingnya pembelajaran muatan lokal tersebut untuk memperkuat identitas bangsa di kalangan siswa sekolah. Pemberian pelajaran Bahasa Jawa kepada siswa sekolah juga diharapkan dapat terus melestarikan kebudayaan tradisi di Indonesia dan tradisi Solo pada khususnya”
6
“Lanjut Kepala Dispora, kurikulum baru 2013 tersebut mulai diterapkan pada tahun ajaran baru ini. Kurikulum tersebut akan diterapkan di semua jenjang pendidikan mulai dari SD, SMP hingga SMA/SMK sederajat”.
Elipsis atau Penghilangan Kata Elipsis adalah proses penghilangan kata untuk mendapatkan kepraktisan bahasa dalam suatu wacana tersebut, tujuan dari kohesi elipsis ini yakni agar bahasa
yang
digunakn menjadi singkat dan mudah dipahami oleh pembaca. Dalam wacana buku teks kurikulum 2013 ini khusus Peminatan, pada Bab VI halaman 184 dan 186 terdapat kohesi elipsis atau unsur pelesapan dalam wacana dialog, kutipan kalimat dapat dilihat di bawah ini.
“Abah : Abah sudah tahu segalannya tentang Ambu. Ambu : Tahu apa? Abah : Pokoknya rahasia Ambu sudah Abah pegang. Ambu : Rahasia apa tea? Abah : Ada aja!” Kalimat kedua diucapkan Ambu yang berbunyi tahu apa? Kalimat tersebut merupakan kalimat elipsis karena terjadi pelesapan atau penghilangan unsur pada kalimat tersebut. Ucapan tersebut muncul karena sesuatu yang termuat dalam kalimat sebelumnya yakni Abah sudah mengetahui kebohongannya si Ambu. Seharusnya ujaran tersebut dilengkapi dengan subjek dan predikat agar menjadi jelas acuannya. Ujaran tersebut menjadi. Memangnya Abah tahu apa tentang Ambu?.
2.
Bentuk Kohesi Leksikal Sinonim (Persamaan)
“Epigram, yaitu puisi atau sajak yang mengandung bisikan hidup yang baik dan benar, mengandung ajaran nasihat, dan pendidikan agama”. “Satire, yaitu sajak atau puisi yang mengecam, mengejek, menyindir dengan kasar (sarkasme) kepincangan sosial atau ketidakadilan yang terjadi dalam masyarakat” Kutipan kalimat di atas bentuk tersebut jelas bukan wacana, karena setiap kalimat berdiri sendiri. Seperti yang diketahui suatu teks yang dikatakann wacana apabila terdapat kesatuan makna. Namun kutipan kalimat di atas terdapat alat kohesi (konjungsi 7
koordinatif) pada kalimat pertama dan kalimat kedua yang ditandai dengan bentuk dan, atau. Meskipun demikian kalimat tersebut bukanlah wacana melainkan hanyalah suatu pernyataan. Kalimat tersebut memiliki makna yang sama seperti pada kutipan kalimat pertama yang ditandai dengan bentuk baik dan benar. Makna baik dalam KBBI bermakna patut, teratur dan sebagainya sedangkan benar bermakna sesuai sebagaimana adanya. Kalimat kedua ditandai dengan bentuk mengecam, mengejek, menyindir. Ketiga kalimat tersebut memiliki makna yang sama yakni mengecam artinya (mengkritik atau mencela), mengejek (menertawakan, menyindir), menyindir (mencela seseorang mengkritik seseorang secara tidak langsung). Antonim (Lawan kata) “Kiri dan Kanan, dua kata itu tidak terbatas pada arah semata. Namun, mejalar hingga ke aspek kehidupan lebih luas, dari etika pergaulan sehari-hari, religi hingga politik” “Yang makan, minum, dan menerima sesuatu dengan tangan kiri, serta menyerahkan sesuatu juga dengan tangan kiri, menurut hadis yang diriwayatkan Abu Salamah dan Abu Hurairah, diketgorikan sebagai meniru kelakuan setan” Kalimat yang bercetak miring di atas mempunyai arti berlawanan, namun antonim yang terdapat dalam kedua paragraf tersebut bersifat inklusif karena kata-kata yang dipertentangkan itu mencakup oleh kata lain.
Repetisi (Pengulangan) “Hampir di setiap tindakan, manusia selalu menggunakan bahasa. Bahkan, dalam bermimpi pun, manusia menggunakan bahasa”. Penggalan kalimat di atas terdapat alat kohesi repetisi atau pengulangan kalimat, tetapi kalimat tersebut bukanlah membentuk sebuah wacana melainkan penggalan kalimat dari sebuah paragraf. Kohesi repetisi pada kalimat di atas terdapat unsur menegaskan dalam kalimat yang menjelaskan bahwa manusia tidak akan pernah bisa lepas dengan bahasa, karena setiap komunikasi yang terjadi dalam aktifitas sehari-hari memerlukan bahasa. PEMBAHASAN 1. Bentuk Kohesi Gramatikal Penggunaan Kohesi Referensi Berdasarkan data yang ditemukan pada 4.1 dapat dimaknai bahwa penempatan kohesi referensi pada Bab I halaman17 referensi penunjukan, selanjutnya Bab II halaman 8
27, 74 terdapat persona kedua, persona ketiga. Bab III ditemukan penggunaan alat kohesi pronomina persona ketiga pada halaman 66, 68, 69. Kemudian Bab IV terdapat referensi anaforis pada halaman 66 dan 60. Dan terakhir Bab VI terdapat pronomina persona pertama halaman 181, 220, persona kedua halaman 181, 187, dan persona ketiga halaman 74. Piranti kohesi referensi yang ditemukan pada data hasil penelitian yang terdapat pada bab II bersifat anaforis karena unsur acuannya berposisi sesudah antesenden. Referensi merupakan suatu alat yang digunakan untuk mengacu pada antesenden yang lainnya, hal ini sesuai dengan pendapatnya M. Ramlan (Mulyana 2005:27) mengemukakan referensi (penunjukan) merupakan bagian kohesi gramatikal yang berkaitan dengan penggunaan kata atau kelompok kata untuk menunjuk kata atau kelompok kata atau satuan gramatikal lainnya. Selanjutnya dalam wacana buku teks ini terdapat dua pronomina yakni persona pertama dan pronomina persona ketiga, penggunaan pronomina dalam wacana ini mengkaitkan antara penyapa dan menunjukkan orang yang dibicarakan. Mengingat suatu swacana jika dikatakan utuh apabila terdapat kekohesian antarkalimat atau antarparagraf agar menjadi suatu wacana yang padu. Namun penempatan referensi penunjukan yang telah diuraikan di atas membuat wacana dalam buku teks tersebut menjadi tumpangtindih karena acuannya yang tidak tepat. Penggunaan Kohesi Elipsis Penggunaan kohesi elipsis atau penghilangan satu bagian dari unsur kalimat. Dalam wacana dialog bab V halaman 184 dan 186 terdapat penghilangan atau ada unsur kalimat yang dilesapkan. Dapat dimaknai penggunaan kohesi elipsis yang terdapat pada wacana buku teks adalah salah satu unsur gramatikal yang membangun paragraf yang terdapat dalam wacana tersebut, tetapi menghilangkan satuan bahasa tertentu yang sudah disebutkan sebelum pengucapannya atau penghilangan kalimat dalam wacana dialog, nantinya akan berdampak pada penerapan proses pembelajaran di sekolah, dikarenakan saat guru mengimplementasikan dialog tersebut pada siswa, ujaran yang nantinya akan diungkapkan oleh siswa tersebut tidak akan mendapatkan hasil yang tidak maximal, karena cara pengungkapannya tidak akan mendapatkan intonasi dan mimik yang baik. Untuk itu proses penghilangan unsur kalimat dalam suatu wacana terutama dalam wacana dialog, sangat mempengaruhi pada siswa. Seperti yang dikemukakan oleh Mulyana (2005: 53) wacana dialog adalah jenis yang dituturkan oleh dua orang atau lebih. Jenis wacana ini bisa berbentuk tulis maupun lisan. Mengingat kembali suatu kalimat dikatakan lengkap apabila terdapat unsur S-P-O-K yang jelas. 9
Penggunaan Kohesi Leksikal Sinonim Sinonim adalah persamaan dari segi maknanya dengan bentuk yang berbeda, misalnya wanita, gadis, ibu, ketiga kata tersebut memiliki sinonim atau makna sama yang berarti mereka adalah perempuan, tetapi jika dilihat dari segi bentuknya berbeda. Hal tersebut terdapat juga dalam wacana buku teks kurikulum 2013 bab III halaman 39, setiap paragraf terdapat persamaan makna. Datanya dapat dilihat kembali di hasil penelitian 4.1
Antonim atau Lawan Kata Antonim adalah kata-kata yang memiliki arti berlawanan, artinya bentuk kata dan maknanya juga berlawanan. Misalnya, pagi dan malam, hidup, mati. Contoh tersebut terdapat juga dalam wacana buku teks bab V halaman 171. Penggunaan antonim dalam wacana buku teks kurikulum 2013 untuk mendapatkan efek intensitas makna bahasa, karena antonim termasuk salah satu aspek leksikal.
Repetisi atau pengulangan Repetisi adalah pengulangan kata dalam sebuah wacana dengan maksud menegaskan yang dibicarakan. Tetapi jika pengulangan bentuk kata tersebut sudah terlalu banyak, akan menimbulkan kemubaziran kalimat dalam wacana tersebut dan akhirnya paragraf-paragraf tidak menjadi koheren karena maknanya menjadi tumpangtindih. Dalam wacana buku teks bab 1, III, V, VI, halaman 6, 9, 19 159, 216 ditemukan alat kohesi repetisi tetapi bukan dalam bentuk wacana, melainkan suatu kalimat dan setiap kalimatnya memiliki makna yang berdiri sendiri-sendiri. dan yang kedua ditemukan juga penggunaan kohesi repetisi atau pengulangan kata yang berlebihan dalam satu paragraf. Hal tersebut dapat dilihat kembali pada hasil analisis 4.1 di atas
SIMPULAN Berdasarkan hasil analisis data di atas, dapat disimpulkan dalam wacana buku teks kurikulum 2013 yang sebelumnya pernah diterapkan di bangku pendidikan, terdapat penggunanaan unsur kohesi yang kurang tepat. Hasil analisis menunjukan jika dilihat dari bentuk aspek gramatikal yang paling dominan adalah bentuk kohesi referensi atau penunjukan, sedangkan dari bentuk aspek leksikal yakni repetisi atau pengulangan kalimat dalam satu paragraf. Buku teks ini terdiri dari enam bab dan setiap bab terdapat 10
penggunaan kohesi gramatikal yang kurang tepat
dan terdapat bentuk-bentuk kohesi
leksikal, tetapi dari hasil analisis yang dilakukan dalam penelitian ini tidak ditemukan bentuk kohesi substitusi dan hiponim dalam wacana buku teks kurikulum 2013.
DAFTAR PUSTAKA Alwi, Hasan,dkk.1993. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka Arifin, Zaenal, dkk. 2012. Teori dan Kajian Wacana Bahasa Indonesia. Tanggerang: PustakaMandiri Arikunto, Suharsimi. Jakarta: Rineka Cipta
2010.
Prosedur
Penelitian
suatu
Pendekatan
Praktik.
Djajasudarma, T. Fatimah.2012. Wacana dan Pragmatik. Bandung: PT Refika Aditama Jorgensen, Dkk. 2010. Analisis Wacana Teori dan Metode. Yogyakarta:Pustaka Pelajar. Moleong, Remaja
Lexy J. 2012. Rosdakarya
Metodologi
Penelitian
Kualitatif.
Bandung:
PT
11