1
I.
A.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan pendidikan nasional mengharapkan siswa tidak hanya mendapatkan ilmu pengetahuan semata, namun memberikan pengalaman belajar kepada siswa agar dapat menjadikan mereka sebagai manusia yang mampu berpikir secara logis, kritis dan kreatif. Kemampuan berpikir tersebut diharapkan dapat diaplikasikan dalam kehidupan nyata sehingga dapat memecahkan permasalahan di masyarakat. Untuk mencapai tujuan ini, terdapat beberapa aspek yang perlu dibenahi salah satunya adalah proses pembelajaran.
Pada proses pembelajaran, siswa dibimbing untuk menemukan konsep sendiri dan menransformasikan konsep tersebut, mengaitkan konsep baru dengan yang sudah ada dalam ingatannya, selanjutnya siswa dibimbing untuk melakukan pengembangan konsep tersebut sesuai dengan kemampuannya. Kurikulum 2013 menganut pandangan dasar bahwa pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari guru ke siswa. Siswa adalah subjek yang memiliki kemampuan untuk secara aktif mencari, mengolah, mengonstruksi, dan menggunakan pengetahuan. Untuk itu pembelajaran harus memberikan kesempatan yang diberikan kepada siswa untuk mengonstruksi pengetahuan dalam proses kognitifnya. Agar siswa benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, siswa perlu
2
dibimbing memecahkan masalah, menemukan segala sesuatu untuk dirinya, dan berupaya keras mewujudkan ide-idenya (Kemendikbud, 2013).
Ilmu pengetahuan alam berkaitan dengan cara mencari tahu tentang gejala alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari (BSNP, 2006).
Ilmu kimia merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), yang berkembang berdasarkan pada fenomena alam. Ada tiga karakteristik pembelajaran kimia yaitu kimia sebagai proses, produk, dan sikap. Karakteristik pembelajaran kimia yaitu kimia sebagai produk berupa fakta, konsep, prinsip, hukum, dan teori; kimia sebagai proses atau kerja ilmiah; dan kimia sebagai sikap (Trianto, 2007).
Saat ini pendidikan di Indonesia memiliki banyak kelemahan pada berbagai sisi. Pembelajaran yang diterapkan masih berpusat pada guru (teacher centered learning) dan siswa tidak bisa mencetuskan ide-ide yang bisa memecahkan permasalahan dilingkungannya. Pada pembelajaran konvensional siswa cenderung hanya bertindak sesuai dengan apa yang diinstruksikan oleh guru, tanpa berusaha sendiri untuk memikirkan apa yang sebaiknya dilakukan untuk mencapai tujuan belajar dan pemecahan permasalahannya. Mereka tidak dapat menjadi seorang pelajar mandiri yang dapat membangun konsep dan pemahamannya sendiri.
3
Pembelajaran kimia di sekolah cenderung hanya menghadirkan konsep-konsep, hukum-hukum, dan teori-teori saja; tanpa menyuguhkan bagaimana proses ditemukannya konsep, hukum, dan teori tersebut; sehingga tidak tumbuh sikap ilmiah dalam diri siswa. Pembelajaran materi kimia dapat dikaitkan dengan kondisi atau masalah yang ada dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai contoh pada topik asambasa, banyak sekali masalah dalam kehidupan sehari-hari yang dapat dihubungkan dengan materi ini, misalnya: rasa asam pada buah-buahan, pemanfaatan senyawa basa dalam mengobati sakit maag, pemanfaatan kapur untuk menetralkan tanah pertanian yang asam, dan lain sebagainya.
Hasil wawancara dengan guru kimia di SMA Negeri 16 Bandar Lampung sebelum penelitian dilakukan, diperoleh bahwa pembelajaran kimia selama ini menggunakan metode ceramah, diskusi, latihan serta demonstrasi atau eksperimen yang dibimbing oleh guru. Selama proses pembelajaran siswa menyerap dan menerima informasi yang diberikan oleh guru serta mengerjakan tugas-tugas dengan hanya sesekali berdiskusi. Dalam pembelajaran seperti ini siswa pasif, tidak mampu menyelesaikan masalah, tidak mampu mengambil keputusan terhadap kondisi yang sesuai dan tidak mampu mencetuskan gagasan dan melaksanakannya. Dalam mempelajari materi pelajaran kimia khususnya, siswa hanya mengandalkan hafalan tanpa memiliki kemampuan untuk bertanya pada teman atau guru bila mendapatkan kesulitan, akibatnya siswa tidak mampu mengembangkan kemampuan berpikirnya. Pembelajaran kimia dilakukan tanpa dikaitkan dengan lingkungan di sekitar siswa. Oleh karena itu diperlukan upaya untuk mengatasi masalah tersebut, agar siswa aktif belajar, dan berpikir kreatif. Sehingga siswa
4
mampu menyelesaikan masalah, mengambil keputusan terhadap kondisi yang sesuai dan mampu mencetuskan gagasan dan melaksanakannya.
Hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Thojibah (2009), penerapan model PBL dapat meningkatkan keterampilan kreatif siswa pada materi asam basa. Penelitian juga dilakukan oleh Larassati (2012) berdasarkan hasil penelitiannya, model PBL mampu meningkatkan kemampuan kognitif siswa sebesar 23,2%. Berdasarkan kedua penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa model PBL dapat menyelesaikan masalah dalam proses pembelajaran.
Model PBL akan membatu peserta didik untuk mengembangkan keterampilan berpikir dan mengatasi masalah, mempelajari peran-peran orang dewasa, dan menjadi pembelajar mandiri (Arends, 2007). PBL merupakan salah satu model pembelajaran dalam strategi pembelajaran kontekstual yang dapat digunakan dalam pembelajaran kimia yang meliputi konsep-konsep dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Dalam pembelajaran ini, siswa dituntut untuk menjelaskan fenomena yang terjadi dengan berbagai cara. Selain itu, dalam model ini siswa juga diharapkan diperkenalkan pada konsep melalui masalah yang terjadi di lingkungannya. Masalah yang diberikan guru diharapkan dapat menarik minat siswa untuk penyelesaian masalah yang ada di lingkungannya. Keadaan ini diharapkan agar siswa mampu untuk menemukan konsep melalui pemecahan masalah. Dalam usaha yang dilakukan untuk menyelesaikan masalah yang diberikan, siswa dituntut belajar mandiri yang mampu menggunakan dan menghubungkan berbagai aturan-aturan yang telah dikenalnya serta berbagai keterampilan yang siswa
5
miliki. Dengan demikian, model pembelajaran ini memberikan kesempatan untuk menumbuhkan keterampilan berpikir kreatif. Indikator keterampilan berpikir kreatif siswa diantaranya adalah kemampuan berpikir lancar, berpikir luwes, berpikir orisinil, memperinci, dan mengevaluasi (Munandar, 2008). Pada penelitian ini akan dipelajari khusus usaha untuk meningkatkan kemampuan mengevaluasi siswa melalui PBL. Dengan adanya kemampuan mengevaluasi diharapkan dapat meningkatkan keterampilan berpikir kreatif bagi siswa. Atas dasar uraian di atas maka akan dilaksanakanlah penelitian ini dengan judul : “Model Problem Based Learning untuk Meningkatkan Kemampuan Mengevaluasi Siswa pada Materi Asam Basa”.
B.
Rumusan Masalah
Apakah model PBL efektif dalam meningkatkan kemampuan mengevaluasi siswa pada materi asam basa?
C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah: Mendeskripsikan efektivitas model PBL dalam meningkatkan kemampuan mengevaluasi siswa pada materi asam basa.
6
D. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah:
1. Bagi siswa Memberi pengalaman baru bagi siswa dalam memecahkan masalah kimia khususnya materi asam basa dan meningkatkan kemampuan mengevaluasi menggunakan model PBL. 2. Bagi Guru dan calon Guru Guru dan calon guru memperoleh pengalaman model pembelajaran yang efektif pada materi kimia khususnya materi asam-basa. 3. Sekolah Penerapan model PBL dalam pembelajaran merupakan alternatif untuk meningkatkan mutu pembelajaran kimia di sekolah.
E. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah: 1. Model PBL dalam penelitian ini merupakan model pembelajaran yang menghantarkan siswa untuk menemukan suatu masalah yang terjadi dan berupaya menyelesaikannya dengan melakukan pembelajaran mandiri dalam interaksi bersama temannya. Pembelajaran berbasis masalah yang diterapkan menggunakan media LKS yang disusun untuk melatih kemampuan mengevaluasi. Langkah-langkah model PBL yaitu: (1) Orientasi siswa pada masalah; (2) Mengorganisasi siswa untuk belajar; (3) Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok; (4) Mengembangkan dan menyajikan hasil karya;
7
(5) Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Model PBL dikatakan efektif apabila secara statistik kemampuan mengevaluasi siswa menunjukkan perbedaan n-Gain yang signifikan antara kelas kontrol dan kelas eksperimen (Nuraeni dkk, 2010). 2. Kemampuan Mengevaluasi Kemampuan mengevaluasi merupakan salah satu indikator keterampilan berpikir kreatif yang akan diteliti, meliputi suatu penyelesaian masalah, mampu mengambil keputusan terhadap kondisi yang sesuai dan tidak hanya mencetuskan gagasan tetapi juga melaksanakannya (Munandar, 2008). 3.
Materi pokok yang dibahas dalam penelitian ini adalah asam-basa Arrhenius.