Diskusi Imajiner (DikIma) Topik: Menulis Artikel Jurnal Ilmiah Oleh: Suminar Pratapa (Lembaga Penjaminan Mutu, Pengelolaan dan Perlindungan Kekayaan Intelektual, ITS Surabaya) Penulis Assa’aamu’alaikum... Alhamdulillaah, lumayan baik, pak. Iya, pak, agak galau nih...
Narasumber Wa’alaikumusalaam. Apa kabar? Ada apa, nih? Kok lumayan? Begitu, ya? Tapi galau itu tanda hidup dinamis, lho. Berarti ada sesuatu yang harus diselesaikan, kan? Benar, pak. Ini tentang tulis menulis. Anda mau menulis? Menulis apa? Menulis jurnal... Maksudnya artikel jurnal, ya? Kalau jurnal dibuat penerbit, lho... Oh ya..hehe... Benar menulis artikel Ok kalau begitu... Artikel yang dibuat hasil riset, kan? jurnal... BAGIAN I Benar...lalu... Mau menulis artikel jurnal, sudah pernah baca artikel jurnal, kan? Tentu sudah, pak... Ya, tentu harus begitu. Sudah pernah “membedah” artikel jurnal? Maksudnya bagaimana, pak? Salah satu cara mengetahui menulis artikel yang baik adalah dengan membedah artikel jurnal, terutama dari jurnal yang mau dituju. Masih belum paham, pak... Selama ini Anda sudah membaca artikel, tapi mungkin belum mempelajari bagaimana artikel itu disusun. Coba unduh dan cetak satu artikel. Saya unduh dan cetak dulu, pak. Silakan... Nah, sekarang coba perhatikan bagaimana sebuah judul ditulis, bagaimana nama para pengarang disusun, dari mana mereka berasal. Lalu simak sejarah perjalanan artikel itu sejak dikirim sampai diterbitkan. Cuma itu, pak? Masih banyak yang lain... Coba simak abstraknya. Bagaimana abstrak itu disusun, ada pengantar yang hanya 1-2 kalimat, lalu dilanjutkan dengan metode, kemudian hasil-hasil penting dan ditutup kesimpulan. Benar, begitu? Iya... Jadi saya perlu meniru, begitu ya, Ya, tapi tentu yang ditiru adalah cara menyusunnya, lho, ya. Bukan isinya. Kalau isinya yang pak. ditiru, nanti terkena penalti plagiat.. Oh ya, benar, pak. Bagus. Sekarang, saya paham isi sebuah abstrak... Nah, sekarang coba simak pendahuluannya. Apa isinya? Isinya kok banyak acuannya, ya... Benar, bagian pendahuluan kan tugasnya mengantarkan pembaca pada persoalan yang mau ditulis,
Maksudnya gimana ya...
Ah...saya kena kritik nih...
Ya..ya...setuju. Lalu bagaimana dengan pendahuluan tadi, pak? Baik, pak, saya paham...
O...begitu, ya, pak. Lalu, bagaimana dengan masalah “kekosongan” tadi, pak.
O...ya..ya..paham..paham. Yang terakhir tadi...
Makanya banyak acuannya. Seorang penulis yang baik perlu memiliki pendekatan menulis yang baik. Maksudnya, penulis yang baik akan selalu berusaha agar tulisannya mudah dipahami pembacanya. Jadi bukan asal membuat tulisan dan selesai begitu saja... Haha...sangat banyak kok orang yang tidak pandai berkomunikasi. Akibatnya lalu banyak miskomunikasi. Nah kita sekarang kan sedang berkomunikasi ilmiah, dengan cara menulis. Makanya, supaya tidak ada mis-komunikasi, kita menulis dengan paradigma itu. Yang kita pikirkan dituangkan dalam tulisan yang mudah dipahami pembaca. Begitu, kan? Nah, pendahuluan itu berisi tiga hal pokok. Ketiga hal ini berkaitan erat dengan menghubungkan hasil riset kita dengan “lautan ilmu” di luar sana. Ingat bahwa artikel pada jurnal ilmiah kita harus menunjukkan kontribusi nyata dalam ilmu yang kita tekuni. Ketiga hal itu adalah (1) latar belakang, (2) gap atau kekosongan ilmu, dan (3) pengantar tentang kontribusi yang akan kita berikan. Topik yang diangkat, mestinya, berkaitan erat dengan hasil-hasil riset sebelumnya. Latar belakang berisi hal-hal umum mengenai topik kita lalu mengerucut ke halhal yang lebih rinci. Agar kontribusi kita “tampak” baru, maka hasil-hasil riset yang kita tampilkan juga perlu diusahakan yang terbaru, dan tentu saja harus relevan. Nah, dengan membaca cukup acuan dan hasil-hasil riset sebelumnya, Anda bisa mencari “celah” atau “kekosongan” yang bisa ditempati topik yang Anda angkat. Bagian yang berkaitan dengan kekosongan ini bisa (lebih mudah) dinyatakan dengan menggunakan kata-kata negasi seperti “tetapi”, “namun”, “namun demikian”, “meskipun” dan seterusnya. Coba simak artikel yang Anda unduh tadi. Apakah ada bagian ini di pendahuluan. Jika Anda temukan “kata kunci” ini, maka di bagian itulah kekosongan diuraikan. Yang ketiga adalah pengantar kontribusi yang akan kita berikan. Jadi setelah kekosongan diungkapkan, sekarang saatnya kita menyampaikan “..ini lho yang mau saya berikan kepada para pembaca...” Ya...alhamdulillaah.
Alhamdulillaah...paham saya sekarang. Jadi, pengantar itu isinya tiga itu ya, pak. Lalu, bagian-bagian yang lain bagaimana Kalau masalah badan artikel atau isi intinya, secara umum kita bisa berpegang pada singkatan ya... IMRaD atau Introduction, Methods, Results and Discussion. Di depan IMRaD ada judul, afiliasi, abstrak, kata kunci, sedangkan di belakangnya ada simpulan, ucapan terima kasih, lampiran (jika perlu) dan referensi. Kok tidak ada Studi Pustaka-nya, pak? Secara umum memang tidak diperlukan. Format umum artikel jurnal tidak sama dengan tugas akhir atau tesis atau disertasi. Salah satu sifat artikel jurnal adalah ringkas tetapi padat. Salah satu
bentuk pemadatan itu adalah dengan menggabungkan studi literatur atau kajian pustaka dengan pendahuluan. Di pendahuluan pun, kajian ini sering ditulis jauh lebih ringkas. Beberapa artikel jurnal memang mencantumkan bagian kajian pustaka, tetapi coba perhatikan, pasti bagian di kajian pustaka itu merupakan teori yang juga dibahas pada discussion. Artinya, relevansinya dengan temuan yang diuraikan sangat kuat. O..Makanya artikel-artikel jurnal yang saya Ya tentu tentang metode riset. Misalnya, bagaimana data/informasi dikumpulkan, diolah, baca hanya berisi beberapa halaman. dimanipulasi (jika perlu), dianalisis dan diinterpretasikan? Jika diperlukan, bisa juga ditampilkan Hmm..kalau bagian Methods isinya apa, gambar atau diagram, atau juga tabel yang menjadikan “urutan cerita” dalam artikel lebih mudah pak? dipahami. Sebaliknya, perlu diperhatikan juga bahwa hal-hal rinci yang tidak relevan tidak perlu ditampilkan, misalnya penggunaan alat-alat bantu dasar yang lazim dalam riset, apalagi dalam bentuk “daftar alat”. Sebaiknya urutan pelaksanaan riset juga diuraikan dalam bentuk narasi, bukan poin-poin. Lalu, kalau Results and Discussion... Atau, hasil dan pembahasan...ya isinya hasil-hasil riset dan bagaimana hasil-hasil tersebut dibahas, diulas, dijelaskan (misal asal usulnya), atau dibandingkan dengan hasil-hasil lain. Hasil-hasil riset dapat ditampilkan dalam bentuk gambar, grafik atau tabel yang sudah merupakan “data matang” untuk dibahas. Gambar, grafik atau tabel yang tersedia perlu dinarasikan. Tetapi perhatikan, angka-angka yang sudah di grafik atau tabel tidak perlu ditulis ulang dalam narasi. Yang diperlukan dalam pembahasan adalah narasi hasil penting, misalnya di bagian mana ada maksimum, pada bagian mana ada kenaikan sekian persen, tidak ada perubahan nilai X akibat perilaku Y, dan lain-lain. Pembahasan hasil perlu dilanjutkan dengan penjelasan-penjelasan yang dihubungkan dengan bagaimana hasil itu diperoleh. Di sinilah ilmu penulis diuji. Pengetahuan yang pernah dipelajari di kelas, dari diskusi, dari bacaan-bacaan (buku, artikel jurnal, makalah seminar dll) dapat digunakan untuk menjelaskan hasil-hasil yang didapat. Contoh Hasil dan Pembahasan yang sederhana adalah “Gambar X menunjukkan bahwa proses Y menghasilkan senyawa AB murni (tanpa residu). Hasil ini menunjukkan bahwa melalui proses Y, material-material penyusun A dan B bereaksi membentuk AB menurut persamaan reaksi seperti yang dinyatakan oleh Z [10]: A + B AB”, dengan [10] menyatakan referensi nomer 10. Wah...bagian yang berat ini, pak... Memang. Di bagian inilah Anda harus bisa mengekspresikan hasil secara lugas dan memberikan argumentasi agar para pembaca dapat diyakinkan tentang kebenaran baru yang hendak Anda kontribusikan. Tentu argumentasi-argumentasi (analisis) yang diberikan harus ilmiah dan dapat dipertanggungjawabkan. Karena argumentasi harus cukup mendukung “klaim” di pendahuluan, maka bagian ini biasanya adalah bagian terpanjang dalam artikel. Setiap sebuah hasil dan
pembahasan selesai diuraikan, sebuah sintesis perlu disampaikan... Maksudnya sintesis... Maksud sintesis adalah simpulan-simpulan kecil dari tiap bahasan... Apa bedanya dengan simpulan di bagian Kalau simpulan akhir adalah intisari dari hasil-hasil yang diperoleh dalam riset yang dilaporkan. akhir artikel, pak? Simpulan ini harus benar-benar “bersih” dari riset ini, tidak boleh mengambil simpulan yang sebenarnya ada di teori. Jika akan membuat simpulan seperti milik peneliti lain, maka perlu ada pembeda, misalnya “Hasil riset M menegaskan/memperkuat teori sebelumnya, yaitu bahwa AB dapat dibentuk dengan proses Y asalkan ....” Wow...sudah lama juga kita diskusi... Iya, nih...hampir 1 jam lebih. Masih ada yang mau didiskusikan? Mmm...iya, pak. Bagaimana dengan ucapan Biasanya, yang diberi ucapan terima kasih adalah: terima kasih? penyandang dana riset dan studi kolega yang membantu riset, bisa dalam pengumpulan data, analisis, diskusi – tetapi tidak masuk dalam pengarang Tetapi tidak termasuk: pejabat atau atasan penulis pihak jurusan, fakultas, rektorat dan seterusnya atau yang bisa buat guyon ini: teman-teman, ibu kos, ibu penjaga warung yang sering membolehkan nge-bon, sepeda yang menemani tiap hari, dan lain-lain. Haha...ada-ada saja... Ya...namanya orang senang, kadang-kadang menulis artikel ilmiah pun masih membawa-bawa nama-nama orang yang berjasa kepadanya. Tentu sangat disarankan mengucapkan terima kasih kepada orang-orang yang membantu, tetapi kita ikuti saja “pakem” yang ada jurnal-jurnal ilmiah. Oh ya, “pakem” itu biasanya disebut house style atau gaya selingkung. Selingkung dikonotasikan dengan satu lingkungan yang perlu diseragamkan. Yang terakhir, pak... Apa itu? Tentang referensi... isinya apa? Referensi atau daftar pustaka menampilkan seluruh pustaka yang diacu di dalam artikel. Cara menampilkan pustaka bergantung pada gaya selingkung jurnal. Misalnya ada yang menampilkan dengan urutan nomer atau biasa disebut gaya Vancouver, lalu ada juga yang menampilkan dengan urutan nama belakang atau biasa disebut gaya Harvard. Cara mengacu dan membuat daftar pustaka sangat dipermudah dengan adanya aplikasi-aplikasi yang sekarang tersedia gratis, misalnya dengan Mendeley atau Zotero. Sudah pernah pakai aplikasi itu? Wah ... belum...gimana caranya, pak? Tuh, sudah ada panduan untuk menggunakan Zotero berjudul “Zotero untuk penulisan ilmiah”. Aplikasinya gratis, pemakaiannya juga mudah. Cara unduh, instal dan penggunaannya bisa dibaca di panduan itu. Alhamdulillaah, terima kasih... Sama-sama...
BAGIAN II Tapi... Gimana? Masih galau, ya? Iya, pak. Terus memulai menulisnya OK. Ini cuma satu contoh cara saja ya.. bagaimana, pak? Iya, pak... Sudah siap dengan materi yang mau ditulis? Mmm...apa saja itu, pak? Hasil-hasil riset yang sudah diolah dan dibuat gambar atau tabel Sumber-sumber referensi, terutama dari jurnal-jurnal terbaru yang relevan. Seperti yang tadi didiskusikan, pakai saja Zotero untuk membantu mengelola sumber referensi. Enak, kok, kata orang less hassle gitu.. Sudah...lalu...? Buat catatan-catatan kecil di setiap hasil yang sudah digambarkan dan ditabelkan. Jika Anda melihat perubahan, nyatakan dengan angka (misalnya %) berapa perubahan itu, naik atau turun. Catat hal-hal menarik dari gambar dan tabel Anda. Jika Anda sudah tahu penjelasan dari hal-hal menarik itu, tuliskan juga penjelasan tersebut di catatan. Jika Anda belum ingat referensi yang relevan, tinggalkan dulu menulis referensi itu secara lengkap, misalnya dengan menuliskan “[...lupa-lupa ingat..Zhang 2010?]”. Terus gali catatan-catatan itu sebanyak yang Anda mampu plus penjelasan yang Anda ingat bisa dihubungkan dengan catatan-catatan itu. Wah...ini bagian yang berat tadi itu ya, Benar...kalau sudah selesai, sekarang buat outline artikel... pak? Isinya.. Mulai dari pendahuluan ya.. Gunakan poin-poin seperti dicontohkan berikut ini: Informasi umum dan referensinya Informasi khusus dan referensinya Gap yang akan diisi Kontribusi yang akan diberikan Lalu, metodenya juga begitu ya, pak Siipp...gunakan juga poin-poin seperti pendahuluan di atas... Terus, hasil dan diskusinya...? Lha tadi sudah dibuat pertama kali. Gunanya membuat pertama kali hasil dan diskusi adalah supaya gap di pendahuluan bisa lebih diasah tajam, lebih spesifik. O..begitu... Ya...begitu...:-) Lalu... Ya, sudah cukup lengkap, kan? Pendahuluan sudah, metode sudah, hasil dan diskusi sudah, referensi sudah. Nah, sekarang silakan dikembangkan tiap poin yang Anda buat. Aha...begitu ya... Ya. Nah, yang perlu juga kita perhatikan adalah, sekali lagi, kita akan mengkomunikasikan hasil riset kita itu ke pembaca yang haus ilmu. Kita bantu mereka memahami hasil riset kita itu dengan bahasa yang lugas, yang mudah dimengerti. Makanya, harus juga banyak belajar menulis secara
efisien alias ringkas, tetapi jelas. Selain itu, hindari copy-paste. Selain rawan terkena plagiat, menghindari ini akan menjadikan kita terbiasa mengutarakan ide dengan bahasa sendiri yang orisinal. Kebiasaan ini akan menumbuhkan kreativitas ide dan karya. Jadi, kalau mau menulis artikel ilmiah, biasakan menulis dengan cara “ngarang”, seperti waktu kita kecil diminta mengarang setelah berimajinasi. Alhamdulillaah...baik, pak. Saya kira Alhamdulillaah. Sama-sama. Semoga artikelnya segera jadi dan bisa submit dan dimuat di jurnal sementara ini cukup. Terima kasih sekali, terbaik yang dituju. pak. Aamiin...mmm...caranya submit gimana ya, Haha...ya, nanti-nanti lagi kita diskusi. Selamat menulis. Sami-sami. Wa’alaikumusalaam.... pak? Ahh...nanti saja, pak. Saya mau konsentrasi nulis dulu. Sekali lagi matur nuwun, pak. Assalaamu’alaikum... Setiap ilmuwan adalah pembaca. Dia bukan hanya membaca buku, naskah, kitab. Tetapi dia juga membaca fenomena alam. Jika dia ingin menjadi ilmuwan yang lebih bermartabat dan bermanfaat, maka tugasnya tidak berhenti sebagai pembaca. Dia harus menjadi penulis, yang menulis apa-apa yang diketahuinya. Ia adalah penulis yang memahamkan dengan mudah ilmu yang dikuasainya. Ketika pembaca mengangguk menyetujui tulisannya, saat itulah ilmunya mulai bermanfaat. Saat itulah pahala tak terputus itu mulai mengalir. Sampai orang-orang tidak memakainya lagi. Selamat mencari pahala yang tak terputus melalui tulisan. Surabaya, 24 Nopember 2014