Rachmadi Ramli
BEBERAPA FAKTOR SOSIAL EKONOMI PENYEBAB TIDAK TUNTASNYA PENERAPAN INOVASI TEKNOLOGI OLEH PETANI TANAMAN PANGAN DI KALIMANTAN TENGAH Some Socio-Econmic Farctors Affecting Unfinished Technology Innovation Applied by Food-Crop Farmers in Central Kalimantan Rachmadi Ramli Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Tengah Jl. G. Obos Km 5 Kotak Pos 122 Palangka Raya, Kalimantan Tengah
ABSTRACT Technology innovations are needed to increase crops yield. These innovations could be developed by research centers, or part of local wisdom. In general, technology innovations developed by research centers have not yet fully adopted by farmers, especially in Central Kalimantan. This study is aimed to identify and analyze some social economic factors afecting the failure of technology adoption by food crops farmers. This study is done by reviewing the results of some studies, and other relevant information. The results showed that most of food crops farmers are not fully adopt technology innovation developed by research centers. The adoption of technologi innovation are varies among farmers, depending upon social economic circumstances of farmera or farmers groups. Some socioeconomic affecting the level of adoption, such as: (1) low income of farmers in margilanl land; (2) the process of technology development is less comprehensive; (3) the process of dissemination is inefective; (4) Farmers faced with internal and external problems. One indicator, among other, indicating the incomplete adoption of technology adoption is the actual yield of some food crops which are far below their yield potential. Key words : innovation, adoption, socio-economic factors, farmers , food crops
ABSTRAK Inovasi teknologi diperlukan untuk meningkatkan produktivitas tanaman. Inovasi teknologi umumnya dihasilkan lembaga penelitian, namun sejatinya juga bisa bersumber dari pengetahun/kearifan lokal. Secara umum inovasi teknologi hasil litkaji Badan Litbang Pertanian belum secara tuntas diterapkan oleh petani, khususnya petani tanaman pangan di Kalimantan Tengah. Kajian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan menganalisis beberapa faktor sosial ekonomi penyebab tidak tuntasnya penerapan teknologi oleh petani tanaman pangan. Metode kajian ini adalah review hasil penelitian/pengkajian dan informasi yang relevan. Hasil kajian menunjukkan bahwa sebagian besar petani tanaman pangan tidak tuntas dalam menerapkan inovasi teknologi hasil penelitian/pengkajian. Penerapan inovasi teknologi bervariasi antarpetani/kelompok tani tergantung kondisi sosial ekonomi petani/kelompok tani dan lingkungannya. Beberapa faktor sosial ekonomi yang mempengaruhi antara lain: (1) tingkat pendapatan petani relatif rendah yang merupakan salah satu implikasi dari lahan marjinal, (2) proses penciptaan inovasi teknologi kurang komprehensif, (3) proses diseminasi inovasi kurang efektif, (4) petani/kelompok tani sebagai penerap inovasi masih menghadapi masalah internal dan eksternal. Salah satu indikator
86
Beberapa Faktor Sosial Ekonomi Penyebab Tidak Tuntasnya Penerapan Inovasi Teknologi Oleh Petani Tanaman Pangan di Kalimantan Tengah
muara dari tidak tuntasnya penerapan teknologi adalah produktivitas beberapa tanaman pangan yang masih jauh dari potensinya. Kata kunci : inovasi, adopsi, faktor sosial ekonomi, petani, tanaman pangan
PENDAHULUAN
Pembangunan pertanian memerlukan teknologi maju yang selalu berkembang, sehingga penemuan teknologi baru bisa saja menimbulkan konsekuensi baru yang memerlukan inovasi baru lagi. Menciptakan inovasi teknologi adalah proses kegiatan yang berkesinambungan sesuai perkembangan situasi dan kondisi lingkungan strategis dan faktor yang mempengaruhinya. Indonesia memiliki keragaman agroekosistem, sehingga untuk mengembangkan komoditas pertanian pada masing-masing agroekosistem memerlukan teknologi serta faktor pendukung yang berbeda pula. Agroekosistem yang sama namun infrastruktur wilayah yang berbeda, proses penciptaan inovasi teknologi serta proses adopsi dan penerapannya mungkin berbeda pula, baik aspek waktu maupun aspek kualitasnya. Inovasi teknologi pada umumnya dihasilkan oleh lembaga penelitian/ pengkajian, namun bisa juga dihasilkan dari pengetahuan lokal (local knowledge) atau kearifan lokal (local wisdom) yang dikembangkan oleh masyarakat setempat. Teknologi yang dihasilkan oleh lembaga penelitian/pengkajian melalui tahapan proses dan waktu. Demikian juga pada proses penerapannya. Secara konsep, penciptaan inovasi teknologi telah mempertimbangkan kebutuhan pengguna serta faktor-faktor pendukungnya, sehingga diharapkan inovasi dapat diadopsi dengan cepat dan tepat. Kenyataan menunjukkan bahwa penerapan teknologi, khususnya oleh petani pada subsektor tanaman pangan belum tuntas. Penerapan inovasi teknologi bervariasi antarpetani sebagai cerminan dari persepsi dan respon petani terhadap inovasi yang bersangkutan. Akibat dari tidak tuntasnya penerapan inovasi teknologi bisa diduga menyebabkan produktivitas yang dicapai tidak sesuai dengan potensinya. Persepsi dan respon petani tergantung banyak faktor, baik faktor internal maupun eksternal petani. Faktor eksternal berupa aspek fisik maupun nonfisik serta kondisi lingkungan setempat yang saling mempengaruhi. Persepsi petani yang positif terhadap inovasi, tidak serta merta diikuti respon untuk mengadopsinya. Pembangunan pertanian merupakan kegiatan yang terpadu dan komprehensif, tidak bisa hanya membangun bidang pertanian saja, namun harus didukung pembangunan beberapa bidang lain yang terkait, harus selaras dan bertahap. Dalam perekonomian modern, keragaan sektor-sektor ekonomi saling mempengaruhi, dan keragaan perekonomian dalam negeri sangat dipengaruhi
87
Rachmadi Ramli
oleh kondisi perekonomian internasional (Simatupang, 2003). Berbagai kebijakan yang dibuat pada sektor nonpertanian berpengaruh nyata terhadap keragaan pembangunan pertanian dan sebaliknya. Sebagai contoh, kebijakan perkreditan dan kurs mata uang yang merupakan kebijakan moneter, jelas sangat berpengaruh terhadap keragaan pembangunan sektor pertanian. Kinerja pembangunan pertanian merupakan hasil perpaduan antara kebijakan mikro sektoral Kementerian Pertanian dan kebijakan makro serta tatanan lingkungan strategis yang mempengaruhi sektor pertanian. Sifat umum kebijakan pertanian agak paradoksal, ada dimana-mana namun selalu kontroversial. Disatu sisi, kebijakan pertanian sangat dibutuhkan, namun disisi lain setiap kebijakan selalu dapat dijustifikasi dengan argumen yang saling bertentangan dan dampaknya bersifat dilematis. Seringkali beberapa tujuan pembangunan pertanian bukan sesuatu yang komplementer (Arifin, 2000). Kebijakan pembangunan adalah keputusan dan tindakan pemerintah untuk mengarahkan, mendorong, dan mengendalikan pembangunan pertanian guna mewujudkan tujuan-tujuan pembangunan pertanian. Keberhasilan pembangunan pertanian sangat ditentukan oleh kebijakan pembangunan pertanian nasional, regional, dan daerah. Salah satu kebijakan yang penting adalah kebijakan tentang teknologi untuk mendukung pembangunan pertanian di daerah. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian yang berada di daerah salah satu tugasnya adalah untuk menyediakan teknologi spesifik lokasi guna mendukung pembangunan pertanian di daerah. Sejak keberadaannya, telah banyak dihasilkan teknologi untuk meningkatkan produktivitas dan pendapatan usaha tani komoditas pertanian. Kenyataan menunjukkan bahwa adopsi/penerapan teknologi yang dapat dilakukan petani saat ini relatif masih terbatas atau tidak tuntas. Sebagian petani hanya menerapkan sebagian dari paket teknologi saja atau menerapkan teknologi pada kualitas dibawah rekomendasi. Salah satu indikator bahwa teknologi tidak diterapkan secara tuntas adalah produktivitas komoditas yang belum mencapai potensinya. Di daerah Kalimantan Tengah, rata-rata produktivitas yang dicapai dari komoditas padi, kedelai dan jagung berturut-turut adalah 25,41; 11,25, dan 28,43 ku/ha (BPS Kalimantan Tengah, 2009). Beberapa hasil pengkajian menunjukkan produktivitas yang bisa dicapai adalah padi 30,2-30,5 ku/ha GKP untuk padi varietas yang toleran di lahan marjinal; di lahan pasang surut tipe luapan A menghasilkan 40,70 Ku/Ha GKP dan pada tipe luapan B adalah 30,80 ku/ha GKP (Firmansyah.2010). Keadaan ini perlu disikapi dan dianalisis permasalahannya agar sumber daya penelitian/pengkajian dapat dilaksanakan efektif dan efisien sekaligus sumber daya alam dapat dimanfaatkan secara optimal oleh petani. Tulisan ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan memformulasikan permasalahan yang dihadapi dalam proses penyediaan dan penerapan inovasi teknologi oleh petani tanaman pangan serta untuk memberikan bahan pemikiran pemecahan masalah.
88
Beberapa Faktor Sosial Ekonomi Penyebab Tidak Tuntasnya Penerapan Inovasi Teknologi Oleh Petani Tanaman Pangan di Kalimantan Tengah
IDENTIFIKASI DAN PERUMUSAN MASALAH
Pada dasarnya ada tiga komponen utama dalam masalah penerapan inovasi, yaitu inovasinya sendiri, diseminasi, dan pengguna inovasi. Masingmasing komponen sendiri dipengaruhi oleh faktor yang spesifik. Inovasi dalam hal ini inovasi teknologi umumnya disediakan/diciptakan oleh lembaga penelitian/ pengkajian. Selanjutnya inovasi teknologi didiseminasikan kepada pengguna, pada umumnya adalah petani. Tahap selanjutnya adalah petani menerapkan inovasi yang diberikan. Beberapa faktor yang bisa menjadi masalah dalam proses penciptaan inovasi teknologi oleh lembaga penelitian/pengkajian, antara lain:
Faktor Dasar Lahan Marjinal Lahan-lahan pertanian di Kalimantan Tengah pada umumnya adalah lahan marjinal, antara lain : lahan pasang surut, lahan lebak, lahan kering (Firmansyah. dkk., 2010). Kondisi lahan yang marjinal ini implikasinya adalah produktivitas tanaman yang dihasilkan relatif rendah. Secara teknis agronomis produktivitas dapat ditingkatkan sampai pada produktivitas potensialnya dengan menambah input, terutama pupuk dengan teknik pengelolaan yang tepat. Secara teori, keuntungan usaha tani maksimal dapat dicapai pada kondisi lahan yang marjinal tersebut dengan mengatur kombinasi input yang optimal, namun dapat diduga keuntungan riil yang diperoleh relatif rendah. Tingkat keuntungan yang ditunjukkan nilai R/C dari komoditas padi, kedelai, dan jagung berturut-turut 1,7; 1,7 dan 2,2 (Lumban dkk., 2010). Rendahnya tingkat keuntungan ini menjadi salah satu faktor pembatas bagi petani untuk membeli teknologi. Dampak lain dari lahan marjinal dengan implikasinya adalah komoditas yang diusahakan kurang kompetitif dibandingkan dengan daerah produsen lain, baik daerah Jawa maupun daerah tetangga yaitu Kalimantan Selatan. Kalimantan Tengah memiliki agroekosistem yang relatif sama dengan yang ada di Kalimantan Selatan, sedangkan konsumen dan industri pengolahan makanan dan pakan lebih banyak di Kalimantan Selatan. Penyerapan hasil komoditas tanaman pangan selain padi, dalam jumlah besar untuk bahan baku industri pakan dan makanan (tempe, tahu, kecap).
Upah Tenaga Kerja yang Mahal Mahalnya upah tenaga kerja di daerah ini tidak terlepas dari kondisi lingkungan seperti: a) infrastruktur yang masih terbatas terutama didaerah-daerah sentra produksi yang jauh dari pusat perekonomian, b) sumber pendapatan diluar pertanian, c) sebagian masyarakat di daerah ini pendapatannya dari usaha
89
Rachmadi Ramli
menyadap karet. Tersedianya sumber-sumber pendapatan diluar subsektor tanaman pangan inilah menyebabkan mahalnya upah tenaga kerja. Pendapatan dari menyadap karet saat ini sekitar Rp 150.000,- per hari dengan memperoleh kurang lebih 10 kg karet (lump). Sedangkan upah bila bekerja sebagai buruh diperkebunan sawit sekitar Rp 50.000,- per hari (Lumban dkk., 2010). Dampak dari kondisi lingkungan ini adalah tingginya upah kerja untuk melaksanakan usaha tani padi dan tanaman pangan lainnya. Kasus di daerah desa Teluk Timbau, Kabupaten Barito Selatan besarnya upah kerja pada usaha tani padi Rp 40.000,- per hari, sedang kasus di desa Sumber Garunggung, Kabupaten Barito Timur besarnya upah kerja Rp 60.000,- per hari. Biaya upah kerja yang mahal mengakibatkan biaya produksi mahal, pada akhirnya mengurangi pendapatan.
Faktor Sekunder Proses Penciptaan Inovasi Teknologi Sumber teknologi pada dasarnya dari lembaga penelitian/pengkajian seperti BPTP dan universitas. Pada daerah-daerah tertentu petani juga menerapkan inovasi yang bersumber pada pengetahuan lokal (local knowledge) atau kearifan lokal (local wisdom) dalam melaksanakan usaha tani. Banyak pengetahuan dan kearifan lokal yang dijadikan masyarakat petani sebagai pedoman dalam melaksanakan usaha tani. BPTP Kalimantan Tengah sebagai unit pelaksana teknis Badan Litbang Pertanian yang ditugaskan untuk menciptakan inovasi teknologi spesifik lokasi guna mendukung pembangunan pertanian di daerah. Pada dasarnya BPTP dalam menciptakan inovasi teknologi berpedoman pada SK/Kpts/OT.210/12/95 tentang mekanisme perencanaan penelitian dan pengkajian teknologi pertanian. Beberapa acuan dalam menciptakan inovasi teknologi antara lain: Program Kementerian Pertanian, Badan Litbang Pertanian, dan pembangunan pertanian di daerah. Sesuai dengan salah satu tugasnya menyediakan teknologi spesifik untuk mendukung pembangunan pertanian di daerah maka diperlukan sumber informasi tentang kebutuhan teknologi. Beberapa sumber informasi yang sering dimanfaatkan untuk menyusun program penciptaan inovasi teknologi antara lain: kunjungan langsung kelapangan dan berdialog dengan petani/kelompok tani, pertemuan formal dinas teknis lingkup pertanian seperti Rakorbangtan tingkat kabupaten dan provinsi, dan seminar hasil pengkajian. Berdasarkan hasil analisis bahwa pendekatan kepada pengguna langsung petani relatif lebih efektif dibandingkan pendekatan pada forum Rakorbangtan maupun forum seminar hasil pengkajian, walaupun demikian dalam prakteknya masih belum maksimal. Secara umum pendekatan dilaksanakan dengan metode Participatory Rural Appraisal (PRA). Sering terjadi tim pelaksana kurang memenuhi syarat, khususnya komposisi dan kompetensi, sehingga hasil yang diperoleh kurang sempurna. Hasil
90
Beberapa Faktor Sosial Ekonomi Penyebab Tidak Tuntasnya Penerapan Inovasi Teknologi Oleh Petani Tanaman Pangan di Kalimantan Tengah
kajian mengungkapkan bahwa kebutuhan teknologi spesifik lokasi masih merupakan satu permasalahan tersendiri bagi BPTP (Amiruddin Syam.2003). Terbatasnya sumber daya manusia menurut berbagai bidang keahlian menyebabkan tidak semua masalah di daerah teraktualisasi dalam perencanaan kegiatan pengkajian. Walaupun pelaksanaan PRA yang kurang sempurna bukan sebagai penyebab utama dari tidak berkesinambungannya penerapan inovasi maupun program-program pengembangan lainnya. Faktor lain seperti kondisi sosial ekonomi dan lingkungan dari petani/kelompok tani, tentu ada pengaruhnya. Salah satu indikator dari kurang sempurnanya pelaksanaan PRA adalah beberapa program/kegiatan pemberdayaan petani yang berjalan baik hanya pada masa pendampingan, setelah selesai pendampingan lambat laun kembali kepada kondisi semula, walaupun masih ada sisa dampak kegiatan seperti masih berkembangnya ternak sapi sebagai salah satu komoditas unggulan dalam program Prima Tani (Rachmadi R. dkk., 2010). Perkembangannya tidak signifikan lagi seperti awal program/kegiatan. Indikator lainnya terlihat dari terbatasnya pengembangan wilayah yang mengadopsi inovasi yang diintroduksikan. Gejala kecenderungan menurunnya aktivitas program/kegiatan terlihat juga pada beberapa lokasi desa penerima BLM PUAP tahun 2008 (Rachmadi R. dkk., 2010).
Proses Diseminasi Setelah keberadaan BPTP dimana proses perencanaan pengkajian teknologi disusun bersama antara peneliti dan penyuluh setelah memperoleh data/informasi tentang teknologi yang diperlukan oleh pengguna, maka proses selanjutnya adalah mendiseminasikan hasil pengkajian. BPTP sebagai penghasil inovasi teknologi diwajibkan pula untuk mendiseminasikannya. Proses diseminasi hasil pengkajian yang selama ini dilaksanakan adalah melalui sarana publikasi tercetak dan forum pertemuan. Proses diseminasi saat ini kurang efektif, disebabkan antara lain: a) terbatasnya publikasi tercetak dalam jumlah dan kesesuaian bentuk materi yang disampaikan, b) beragamnya kebutuhan inovasi, c) keterbatasannya sosial ekonomi petani. Diseminasi melalui publikasi tercetak mengharuskan kepada pengguna untuk memahami terlebih dahulu sebelum menerapkannya, ada proses waktu, dibandingkan dengan pelaksanaan kegiatan pengkajian dalam bentuk on farm petani langsung mempraktekkannya. Publikasi tercetak lebih tepat untuk petugas lapangan. Masalah yang dihadapi adalah terbatasnya dana untuk melaksanakan pengkajian on farm dengan sebaran wilayah yang luas.
Kondisi Sosial Ekonomi Pengguna Inovasi Petani/kelompok petani sebagai salah satu kelompok pengguna inovasi dalam merespon dan menerapkan inovasi sangat tergantung pada faktor internal dan eksternal. Faktor internal dari petani menyangkut tingkat pendidikan dan pengetahuan yang dapat mempengaruhi persepsi dan respon terhadap sesuatu
91
Rachmadi Ramli
termasuk inovasi teknologi. Biasanya petani dengan tingkat pendidikan dan pengetahuannya terbatas, lebih lambat dalam penerimaan inovasi dibanding kelompok petani yang lebih tinggi tingkat pendidikan dan pengetahuan lebih luas. Faktor eksternal yang umumnya dihadapi petani dalam menjalankan usaha taninya antara lain: sulitnya akses pada kelembagaan kredit, sistem perdagangan yang lebih menguntungkan pedagang, dan lemahnya organisasi petani. Dari berbagai faktor yang terkait dalam proses mulai dari penciptaan sampai pada penerapan inovasi teknologi, tergambar dalam sistem seperti Gambar 1. Lahan marjinal
Produktivitas rendah
Pendapatan rendah
Penerapan inovasi teknologi
Penciptaan inovasi teknologi
Diseminasi inovasi
Gambar 1. Sistem Penerapan Inovasi Teknologi
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN
Kesimpulan Keberhasilan penerapan inovasi teknologi tergantung pada kegiatan terkait sebagai subsistem yang saling mempengaruhi membentuk sistem, dimana satu subsistem kurang berfungsi mengakibatkan sistem keseluruhan tidak berfungsi sempurna. Tidak tuntasnya penerapan inovasi teknologi oleh petani subsektor tanaman pangan karena tiga subsistem penciptaan inovasi teknologi; diseminasi inovasi teknologi; pengguna inovasi teknologi tidak berada pada kinerja yang optimal. Produktivitas komoditas tanaman pangan secara umum tidak mencapai pada tingkat produktivitas hasil pengkajian apalagi tingkat produktivitas potensinya karena tidak tuntasnya penerapan inovasi teknologi. Peningkatan penerapan inovasi teknologi masih mempunyai peluang ditingkatkan dengan upaya yang komprehensif dan terpadu.
92
Beberapa Faktor Sosial Ekonomi Penyebab Tidak Tuntasnya Penerapan Inovasi Teknologi Oleh Petani Tanaman Pangan di Kalimantan Tengah
Implikasi Kebijakan Menyempurnakan sistem penciptaan inovasi teknologi dengan meningkatkan kemampuan menggali data/informasi, merumuskan masalah dan merumuskan solusi masalah serta penyusunan program yang komprehensif. BPTP sebagai lembaga yang paling berkepentingan perlu meningkatkan kemampuan sumber daya manusia untuk keperluan mendampingi petani/kelompok tani menyusun perencanaan inovasi teknologi. Pemerintah daerah perlu mempertegas kebijakan perencanaan dan pelaksanaan kegiatan yang terpadu guna meningkatkan efektivitas dan efisiensi kegiatan yang dapat meningkatkan penerapan inovasi yang pada akhirnya menuju peningkatan pendapatan petani. Meningkatkan peranan Komisi Teknologi dan Tim meningkatkan kinerja program pengkajian teknologi oleh BPTP
Teknis
untuk
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, B. 2000. Pembangunan Pertanian : Paradigma, Kinerja, dan Opsi Kebijakan. Institute for Development of Economic and Finance. Jakarta. Badan Pusat Statistik Kalimantan Tengah. 2009. Kalimantan Tengah dalam Angka. Firmansyah, M. Anang,. A. Bhermana, M.S. Mokhtar. 2010. Penerapan Teknologi Tepatguna mendukung Produksi di Lahan Rawa/Gambut Kalimantan Tengah. Laporan Hasil Pengkajian. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Tengah. Lumban, R., R. Rachmadi, dan Y. Mankin.2010. Laporan Monev Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP). Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Tengah. Rachmadi, R., Suriansyah, A. Zulfikar, H. Tunisa, Adrial. 2009. PRIMA TANI Di Lahan Irigasi Semi Teknis Desa Rodok, Kecamatan Dusun Tengah, Kabupaten Barito Timur.Laporan Hasil. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Tengah. Rukayah,. M. Sabran, Susilawati, dan R. Massinai. 2003. Sistem Usaha Tani Terpadu di Lahan Pasang Surut. Prosiding Seminar Hasil-Hasil Penelitan dan Pengkajian Teknologi Pertanian di Lahan Pasang Surut. Kuala Kapuas, 31 Juli – 1 Agustus 2003. Badan Litbang Pertanian. BPTP Kalimantan Tengah. Hal.:179-188. Simatupang, P. 2003. Analisis Kebijakan : Konsep Dasar dan Prosedur Pelaksanaan. Analisis Kebijakan Pertanian Volume I, Nomor 1. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Susilawati dan A. Subaidi. 2003. Gelar Teknologi Sistem Usaha Tani di Lahan Pasang Surut. Prosiding Lokakarya Nasional Hasil Penelitian dan Teknologi Pertanian. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Tengah. Syam, A. 2003. Antisipasi dan Strategi Pemenuhan Kebutuhan Teknologi dalam Mendukung Pengkajian Di BPTP. Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
93