JURNAL PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 27 NO. 2 2008
Model Ekonomi Rumah Tangga Petani Kedelai: Analisis Dampak Kebijakan terhadap Tenaga Kerja, Pendapatan, dan Pengeluaran Susetyanto1, B.M. Sinaga2, B. Saragih2, Harianto2, A. Ratnawati3, dan D.S. Damardjati4 1
Pusat Pengkajian Kebijakan Inovasi Teknologi BPPT Guru Besar pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor 3 Ditjen. Anggaran, Departemen Keuangan 4 Ditjen. Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, Departemen Pertanian
2
ABSTRACT. Soybean Farm Household Economic Model: Policy Impact Analysis on Labour, Income, and Expenditure. The objectives of the study were to: (1) identify the dominant factor that influence to household decision on production and consumption; (2) analyze the inter-relations among labour, income and expenditure with regard to household decision on production and consumption; (3) analyze the policy impact of price changes to economic household model. Procedure analysis was formulated by linearadditive equation, which has inter-dependencies among endogenous and exogenous variables. Based on the model identification, the method of prediction with Three Stage Least Squares (3SLS), fitted for these objectives, because of highaccuracy, although sensitive from error specification model for policy simulation. The policy impact of price changes covered to food commodity (soybean, corn, paddy), technology inputs (seed, fertilizer, pesticide, growth stimulant), labor wage, interest rate, and the synergies of these. The location and farmers were determined and selected by purposive and stratified random sampling method (250 persons). The result showed that the soy price changes influenced to increase productivity, harvesting area, labour usage, technology inputs, soy-seed consumption, invest, and credit, can be done by the government to determine the basic price of paddy and secondary crops. The fertilizer price changes disadvantaged to farmer, because of negatively affected the new technology usage and decreasing productivity, not recommended for the government to diminish, moreover to abort fertilizer subsidy. The policy impact of price changes influenced to labour usage, soy production and productivity, income and expenditure, were expected to improve the soybean processing industry, product diversification, food security, and soy self-sufficiency in the long run. Keywords: Household economic model, technology inputs, fertilizer price changes, self-sufficiency ABSTRAK. Tujuan penelitian adalah: (1) mengidentifikasi faktor dominan yang mempengaruhi keputusan produksi dan konsumsi rumah tangga petani; (2) menganalisis keterkaitan antara tenaga kerja, pendapatan, dan pengeluaran rumah tangga petani kedelai dalam pengambilan keputusan produksi dan konsumsi; (3) menganalisis dampak kebijakan perubahan harga terhadap model ekonomi rumah tangga. Prosedur analisis diformulasikan dengan persamaan simultan linear-additive yang mempunyai keterkaitan antara peubah endogen dan eksogen. Berdasarkan identifikasi model, metode pendugaan Three Stage Least Squares (3SLS) sesuai dengan tujuan penelitian ini, karena akurasinya tinggi, walaupun sensitif terhadap kesalahan model spesifikasi dalam simulasi kebijakan. Dampak kebijakan perubahan harga meliputi komoditas pangan (kedelai, jagung, padi), input teknologi (benih, pupuk, pestisida, zat perangsang tumbuh), upah tenaga kerja, suku bunga kredit, dan sinergi keseluruhannya. Lokasi dan petani dalam penelitian ini
ditentukan dan dipilih dengan metode purposive dan stratified random sampling (250 petani). Hasil penelitian menunjukkan bahwa perubahan harga kedelai berpengaruh terhadap kenaikan produktivitas dan luas areal panen kedelai, penggunaan tenaga kerja, input teknologi, konsumsi, investasi, dan kredit pertanian, yang diperlukan pemerintah dalam menentukan harga dasar padi dan palawija. Perubahan harga pupuk merugikan petani, sebab mempunyai dampak negatif terhadap penggunaan teknologi baru dan menurunkan produktivitas, sehingga tidak disarankan untuk diberlakukan pemerintah, apalagi menghapus subsidi pupuk. Dampak kebijakan perubahan harga mempengaruhi penggunaan tenaga kerja, produksi dan produktivitas kedelai, pendapatan dan pengeluaran, diharapkan dapat mendukung industri pengolahan kedelai, diversifikasi produk, ketahanan pangan, dan swasembada kedelai dalam jangka panjang. Kata kunci: Model ekonomi rumah tangga petani, input teknologi, perubahan harga pupuk, swasembada kedelai
konomi rumah tangga petani tanaman pangan pada kegiatan on-farm terdiri atas usaha produksi berbagai jenis tanaman pangan, yang menjadi bagian integral dari usahatani. Petani sulit menentukan jenis tanaman yang dianggap sebagai tanaman sela (secondary-crops) setelah tanaman utama padi dalam sistem usahatani. Masing-masing tanaman memiliki agrospesifik lokasi dan pola tanam berbeda, kesesuaian lahan, dan sifat agroekologi lainnya. Tanaman kedelai di beberapa daerah merupakan komponen penting dalam struktur ekonomi rumah tangga petani, karena menjadi sumber pendapatan tunai, dengan adanya pasar terbuka di setiap tempat dan waktu. Pertanian tanaman pangan memberikan kesempatan kerja yang luas untuk meningkatkan pendapatan keluarga, sebagai penggerak kegiatan agribisnis, dan mampu memberdayakan pengusaha kecil dan menengah serta koperasi secara lintas sektoral dan nasional. Target swasembada kedelai yang dicanangkan pada tahun 2012 adalah untuk memenuhi kebutuhan domestik, menghemat devisa negara, dan mendorong kegiatan agribisnis. Dalam kegiatan agroindustri, sentuhan teknologi pada industri sekunder berbasis tanaman pangan atau
E
101
SUSETYANTO ET AL.: MODEL EKONOMI RUMAH TANGGA PETANI KEDELAI
nonpangan, menghasilkan nilai tambah lebih tinggi dari segi ekonomi dan kegunaan hasil pertanian. Nilai tambah diperoleh melalui proses pengolahan pascapanen untuk menghasilkan produk yang awet, bergizi, mudah dikonsumsi, dan memiliki peluang pasar luas. Kedelai bernilai strategis serta menjadi sumber kalori dan protein nabati, yang dapat diproses menjadi berbagai produk pangan fermentasi (tempe, kecap, tauco, natto), nonfermentasi (tahu, susu, yuba, daging tiruan), minyak kasar untuk pangan dan industri (minyak salad, minyak goreng, mentega putih, margarine), lesitin untuk pangan dan farmasi (roti, es krim, yoghurt, makanan bayi, kembang gula, obat-obatan, dan produk kecantikan/kosmetika), konsentrat protein untuk pangan dan farmasi, serta bungkil kedelai untuk pakan ternak (Balitbangtan 2005). Masalah usahatani kedelai di tingkat petani adalah rendahnya produktivitas dan terbatasnya peluang perluasan areal panen, kurangnya keahlian dan keterampilan, serta rendahnya penggunaan teknologi yang efisien di berbagai agroekosistem (Manwan et al. 1990). Tingkat partisipasi petani relatif rendah, dan terintegrasi dalam kelompok tani melalui koperasi, sehingga memerlukan pola kemitraan usaha yang sejajar untuk pengembangan usaha (Lim 1997). Faktor pembatas produktivitas adalah pada penyediaan benih bermutu, pola tanam, introduksi teknologi baru, pengendalian hama penyakit dan gulma, permodalan, dan kepemilikan lahan. Kelembagaan pendukung seperti penangkar benih dan penyuluh lapangan masih belum berfungsi. Sistem produksi kedelai secara terpadu ditentukan oleh faktor internal, eksternal, lingkungan biofisik, dan sosial-ekonomi (Somaatmadja 1985). Faktor internal mencakup ketersediaan sumber daya lahan, tenaga kerja, dan modal. Faktor eksternal berupa permintaan produk, kelembagaan (pemasaran, kredit usahatani, penyuluhan, pemilikan lahan, koperasi), dan sarana/ prasarana (irigasi, transportasi). Faktor alami adalah lingkungan fisik seperti lahan (jenis tanah, ketinggian/ kemiringan, radiasi, topografi), iklim (curah hujan, suhu, kelembaban), dan lingkungan biologi (varietas, hama, penyakit, gulma). Faktor sosial-ekonomi adalah ketersediaan sarana produksi (benih, pupuk, pestisida). Upaya peningkatan produktivitas dan produksi kedelai memerlukan kebijakan yang terkait dengan rumah tangga petani, dengan memperhatikan kondisi lokasi setempat. Produktivitas, produksi, dan pendapatan petani diharapkan meningkat dengan adanya kebijakan harga dasar, pengendalian impor, subsidi sarana produksi, kelancaran pemasaran, dan adopsi teknologi baru (Arsyad dan Syam 1998).
102
Pemerintah telah beberapa kali menyesuaikan harga kedelai dan harga dasar palawija (Kuntjoro 1997). Kenyataannya, harga rata-rata di tingkat petani lebih tinggi dibandingkan dengan harga dasar, sehingga kebijakan harga dasar tidak efektif. Produktivitas kedelai petani masih rendah (<1,21 t/ha), sehingga penerimaan dari usahatani padi masih lebih besar dari usahatani kedelai. Produktivitas kedelai Indonesia sesuai laporan FAO adalah 1,11 t/ha pada tahun 1990, naik menjadi 1,28 t/ha pada tahun 2004, tetapi masih di bawah rata-rata dunia (1,84 t/ha), apalagi dibandingkan dengan Amerika Serikat (2,18 t/ha) dan Brazil (1,97 t/ha). Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk iklim, panjang hari, dan teknik budi daya. Kesenjangan antara permintaan dan penawaran kedelai domestik akan meningkatkan jumlah impor, dan menimbulkan defisit neraca perdagangan. Titik impas hasil kedelai dalam negeri adalah 1,90 t/ha untuk dapat bersaing dengan harga dunia, atau 3,10 t/ha dengan menggunakan teknologi maju, dan 2,00 t/ha dengan memakai teknologi menengah (Rosegrant et al. 1987). Namun, hal ini tidak mungkin dapat dicapai pada kondisi agroekologi Indonesia, sekalipun potensial untuk pengembangan kedelai (Adnyana dan Kariyasa 1997). Penerapan teknologi baru melalui penyediaan varietas unggul berumur genjah memerlukan sistem pengadaan benih kedelai yang bebas virus, untuk meningkatkan produktivitas kedelai. Hasil kedelai di tingkat kelompok tani maju bisa mencapai 2,0-2,5 t/ha (Sumarno et al. 1989). Penyediaan benih bermutu memerlukan teknologi penyimpanan dan penangkaran yang handal, serta penyediaan benih antarlapang. Untuk mendorong adopsi teknologi pemupukan sesuai anjuran, pemerintah memberikan subsidi pupuk, tetapi telah dikurangi dan bahkan dihapus sejak 1998. Peningkatan harga pupuk dianggap sebagai cara terbaik untuk mengurangi beban subsidi tersebut. Pengembangan kedelai perlu mempertimbangkan kesesuaian lahan dan teknologi budi daya. Hara mikro diberikan dalam bentuk pupuk daun, pupuk cair, kombinasi pupuk urea dan zat perangsang tumbuh, serta inokulan yang mengandung bakteri Rhizobium spp. Penyediaan sarana produksi, seperti pupuk mikroba dan pestisida hayati untuk intensifikasi kedelai, dapat lebih mengefektifkan pengendalian hama secara terpadu (Damardjati et al. 1997). Rumah tangga petani sebagai penyedia tenaga kerja juga berperan sebagai produsen dan konsumen, sehingga berpengaruh terhadap keputusan penggunaan tenaga kerja dan proses produksi pertanian. Pendapatan petani dari pertanian dan sumber lain berpengaruh terhadap pola konsumsi rumah tangga. Untuk meningkatkan kesejahteraan, rumah tangga petani
JURNAL PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 27 NO. 2 2008
memerlukan investasi, tabungan, dan modal kredit. Oleh karena itu perlu dikaji faktor yang mempengaruhi arah dan besaran produksi, konsumsi, tenaga kerja, investasi, tabungan, dan kredit pertanian. Tujuan penelitian ini adalah untuk: 1. Mengidentifikasi karakteristik dan pengaruh faktor dominan dalam keputusan produksi dan konsumsi rumah tangga petani. 2. Menganalisis keterkaitan tenaga kerja, pendapatan, dan pengeluaran rumah tangga petani kedelai. 3. Menganalisis dampak kebijakan perubahan harga terhadap tenaga kerja, pendapatan, dan pengeluaran rumah tangga petani kedelai.
berbeda dengan model pasar komoditas industri dari Labys (1975). Faktor yang mempengaruhi perilaku petani dalam kegiatan produksi dan konsumsi serta tenaga kerja dianalisis sesuai model ekonometrika, seperti tersaji pada Lampiran 1. Model yang baik harus memenuhi kriteria ekonomika (arah dan besaran parameter), uji statistika, matematika, dan asumsi ekonometrika (Sinaga 1989). Hubungan antarpeubah endogen dan eksogen, serta keterkaitan antara tenaga kerja, pendapatan, dan pengeluaran dirumuskan dalam bentuk persamaan simultan linearadditive. Perumusan model persamaannya terdiri atas luas areal panen, produksi dan produktivitas, penggunaan tenaga kerja, sarana produksi, biaya produksi, pendapatan, pengeluaran, tabungan, dan kredit pertanian.
METODOLOGI
Identifikasi Model
Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2000-Maret 2001 di Kabupaten Pasuruan dan Ponorogo Jawa Timur; Wonogiri, Jawa Tengah; Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta; Garut, Jawa Barat; dan Lampung Tengah, Lampung. Sumber data penelitian berasal dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh langsung dari rumah tangga petani kedelai dengan teknik wawancara menggunakan daftar pertanyaan, sedangkan data sekunder diperoleh dari instansi terkait. Lokasi penelitian ditentukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa propinsi Jatim, Jateng, DIY, Jabar, dan Lampung merupakan sentra produksi kedelai di Indonesia (90%), selain NTB, NAD, dan Sulsel, dengan pola tanam yang berbeda untuk lahan beririgasi teknis dan nonteknis. Kabupaten yang mewakili adalah Pasuruan, Ponorogo, Wonogiri, Gunung Kidul, Garut, dan Lampung Tengah, berdasarkan luas areal panen kedelai. Pemilihan petani berdasarkan metode stratified random sampling, pada strata luas lahan garapan di atas dan di bawah 0,50 ha. Petani responden adalah petani penggarap dan pemilik sawah beririgasi teknis dan nonteknis. Proporsi contoh dipilih secara acak dari setiap strata sesuai keragaman contoh (250 petani).
Identifikasi model ditentukan berdasarkan kondisi order dan rank. Kondisi order dilihat dari kriteria jumlah peubah pre-determined dalam model (K), dikurangi dengan jumlah peubah pre-determined pada setiap persamaan (k), harus lebih besar dari (k-1). Kondisi rank ditentukan oleh determinan turunan persamaan struktural yang nilainya tidak sama dengan nol. Model yang over-identified menghasilkan perkiraan parameter untuk persamaan struktural atau perilaku, di mana jumlah peubah current endogenous dalam model (G), dikurangi jumlah peubah current endogenous pada setiap persamaan (g), ditambah (K-k), harus lebih besar atau sama dengan (G-1), atau (K-k)³ (g-1), yang disebut persamaan over-identified, merupakan persamaan dengan nilai parameter persamaan struktural (Koutsoyiannis 1978). Dalam studi ini terdapat 40 persamaan, terdiri atas 40 peubah endogen dan 31 peubah eksogen, serta 22 persamaan struktural dan 18 persamaan identitas, yang menghasilkan persamaan over-identified.
Spesifikasi Model Model berguna untuk menjelaskan fenomena aktual, sebagai proses atau sistem. Model ekonometrika merupakan gambaran dari fenomena aktual suatu sistem atau proses, yang mencakup satu atau lebih peubah penjelas. Model ekonometrika adalah pola khusus dari model aljabar dengan unsur stokastik satu atau lebih jumlah pengganggu (Intriligator 1978). Model penelitian ini menggunakan acuan Agricultural Household Model dari Singh et al. (1986) serta Bagi dan Singh (1974) yang
Metode Pendugaan Berdasarkan hasil identifikasi model, metode pendugaan Three Stage Least Squares (3SLS) sesuai dengan tujuan penelitian ini. Hasil analisis tenaga kerja, pendapatan, dan pengeluaran menunjukkan kovarian antarkesalahan pengganggu setiap persamaan tidak sama dengan nol, sehingga tidak terjadi otokorelasi atau serial korelasi, di mana peubah pre-determined tidak terjadi kolinearitas berganda sempurna. Metode pendugaan 3SLS adalah anjuran dari Zellner dan Theil (1962), karena lebih efisien daripada Two Stage Least Squares (2SLS). Di sini diperlukan akurasi yang tinggi, sebab metode 3SLS peka terhadap kesalahan spesifikasi model dalam simulasi kebijakan.
103
SUSETYANTO ET AL.: MODEL EKONOMI RUMAH TANGGA PETANI KEDELAI
Validasi Model Dalam validasi model digunakan kriteria statistik Root Mean Squares Error (RMSE), Root Mean Squares Percent Error (RMSPE), koefisien determinasi (R2), koefisien determinasi yang disesuaikan (Adj-R2), dan koefisien UTheil (Theil’s Inequality Coefficient). Tujuannya, untuk membandingkan data aktual dengan data prediksi peubah endogen. Makin kecil nilai RMSE, RMSPE, dan nilai U, makin baik penduga modelnya. Nilai U antara 0 dan 1. Jika U=0, pendugaan model bagus, jika nilai U=1 berarti naif. Proporsi inequality menurut Pindyck dan Rubinfeld (1991) dibagi menjadi tiga komponen, yaitu proporsi bias (Um), proporsi regresi (Us), dan proporsi covariance (Uc), dimana jumlahnya satu. Kesalahan ratarata kuadrat terkecil dinyatakan dalam tiga komponen, yaitu proporsi bias (Um), proporsi regresi (Ur), dan proporsi distribusi (Ud), dimana jumlahnya satu. Model yang baik adalah nilai Um dan Ur kecil, dan nilai Ud mendekati satu. Validasi model didasarkan pada koefisien determinasi (R2). Makin tinggi nilai R2, makin besar variasi perubahan peubah endogen yang dapat dijelaskan oleh peubah pre-determined. Validasi dan simulasi model menggunakan metode solusi Newton. Simulasi Kebijakan Perubahan harga terhadap peubah endogen adalah dengan skenario kenaikan harga dua kali lipat (100%) terhadap peubah endogen pada persamaan struktural. Alasannya, kebijakan pemerintah diarahkan untuk meningkatkan harga dasar padi dan palawija sesuai harga pasar, dan menghapuskan subsidi pupuk. Simulasi kebijakan perubahan harga dilakukan pada peubah: 1. Harga komoditas pangan: kedelai, jagung, dan gabah kering panen. 2. Harga saprotan: benih, pupuk, obat-obatan/ pestisida, dan ZPT. 3. Upah tenaga kerja. 4. Suku bunga kredit pertanian (–50%). 5. Kombinasi harga kedelai dan harga masing-masing sarana produksi. 6. Kenaikan simultan antara harga kedelai dan harga sarana produksi.
HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam model ekonomi rumah tangga petani, acuan dasarnya adalah analisis Becker (1965) yang kemudian dikembangkan oleh Bagi dan Singh (1974), Yotopoulos
104
dan Lau (1974), Barnum dan Squire (1978), serta Gronau (1980). Di Indonesia, penelitiannya dilakukan oleh Hardaker et al. (1985) serta Sawit dan O’Brien (1991). Penelitian kedelai secara makro-ekonomi dilakukan oleh Daris (1993) dan Anderson (1994), dan secara mikro ekonomi oleh Susetyanto (1994), di samping tulisan mengenai ekonomi kedelai oleh ESCAP-CGPRT (1985), Tabor (1988), dan Amang et al. (1996). Becker (1965) mengatakan bahwa rumah tangga adalah sebagai pengambil keputusan dalam proses produksi dan konsumsi, berhubungan dengan alokasi waktu dan pendapatan rumah tangga. Gronau (1980) membedakan secara eksplisit antara waktu santai dengan waktu bekerja di rumah tangga. Kemudian Singh et al. (1986) menganalisis pola aktivitas produksi dan konsumsi rumah tangga petani dengan maksimisasi fungsi kepuasan melalui konsumsi barang dan waktu, dengan kendala produksi, waktu, dan pendapatan. Dari sini diturunkan konsumsi barang yang dihasilkan rumah tangga dan yang dibeli di pasar, serta konsumsi waktu santai, yang berpengaruh terhadap harga, upah, dan pendapatan. Dari model dasar ekonomi rumah tangga tersebut, Bagi dan Singh (1974) merumuskan model ekonomi mikro untuk negara berkembang, dalam bentuk pengambilan keputusan produksi, konsumsi, marketedsurplus, tenaga kerja dalam dan luar keluarga, investasi, dan aspek finansial. Barnum dan Squire (1978) mengaplikasikannya pada pertanian semi komersial untuk pasar tenaga kerja yang bersaing. Agricultural Household Model dari Bagi dan Singh (1974) dan Singh et al. (1986), kemudian diaplikasikan di Indonesia oleh Hardaker et al. (1985) dan Tabor (1988) serta Sawit dan O’Brien (1991), menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglas dan fungsi keuntungan pada perilaku produksi, serta Linear Expenditure System pada perilaku konsumsi. Untuk meningkatkan produksi diupayakan dengan meningkatkan harga input dan harga output serta kombinasi keduanya. Tabor (1988) mengatakan bahwa penawaran kedelai elastis terhadap perubahan harga, dan kedelai berkompetisi dengan jagung pada lahan yang sama, sedangkan konsumsi kedelai dipengaruhi oleh elastisitas harga dan pendapatan. Sawit dan O’Brien (1991) menyimpulkan bahwa: (1) Suplai padi tidak sensitif terhadap kenaikan harga pupuk, karena subsidi pupuk dihapus. (2) Kebijakan kenaikan harga padi berdampak cukup besar terhadap penyerapan tenaga kerja. (3) Dampak kebijakan harga padi lebih efektif daripada kebijakan subsidi pupuk.
JURNAL PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 27 NO. 2 2008
Jika subsidi pupuk dihapuskan dengan kenaikan harga padi, maka produksi dan keuntungan petani akan menurun.
peubah endogen, secara nyata dapat dijelaskan oleh masing-masing peubah penjelas. Koefisien determinasi (R2) dan yang disesuaikan (Adj-R2) bergerak dari 0,0931 dan 0,0755 hingga 0,7824 dan 0,7752. Jika nilai uji-F tinggi, berarti peubah penjelas dari persamaan, secara bersamaan dapat menjelaskan perilakunya dengan baik. Setiap persamaan memiliki hubungan positif atau negatif antarpeubah eksogen dan endogen, yang saling bersaing (kompetitif) atau saling menggantikan (substitusi). Pengaruhnya dapat nyata atau tidak, bergantung pada uji-T searah pada taraf <=1% (A), 5%(B), dan 10% (C). Nilai elastisitas model ekonomi rumah tangga petani kedelai tersaji pada Tabel 1. Respon peubah endogen terhadap peubah eksogen dapat positif (meningkat) atau negatif (menurun).
Hasil Model Dugaan Hasil model dugaan unuk persamaan model ekonomi rumah tangga petani kedelai sesuai data lapang yang diperoleh, dapat dilihat pada Lampiran 2. Perumusan model persamaan simultan linearadditive, menggunakan metode pendugaan Three Stage Least Squares (3SLS), dengan memakai program SAS/ ETS (1993). Secara keseluruhan, nilai statistik uji-F tinggi, kurang dari 0,0002 probabilitas kesalahannya (F). Nilai statistik uji-F tinggi, berarti variasi dari masing-masing
Tabel 1. Nilai elastisitas model ekonomi rumah tangga petani kedelai. Persamaan koefisien/ peubah 1. 2.
3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18.
19. 20.
21. 22. A B C €
= = = =
LAP PK LAP –1611.5 JB 41.23 TKD TKL CDN TKD 1.98 CDL CLK CLN CLL CDN –0.38 JP 0.12 JB LAP 38.50 JP JO JZ PUN KKB KKP KN IE AK 0.28 KN –0.90 IH IP SB –0.21 AK 0.45 KKP –0.59 KN –1.94 KRE 4.53 PUK 2.27 TAB KRE -
Uji.T / Uji.F 108.3 A 7.26 A –11.48 A 11.78 A 8.07 A 36.05 A 149.9 A 22.13 A 12.32 A 56.96 A 55.45 A 11.17 A –7.18 A 4.67 A 138.5 A 31.45 A 38.72 A 40.67 A 25.52 A 20.73 A 109.2 A 16.90 A 3.55 A 3.74 A 4.35 A –4.61 A 2.99 A 7.25 A –2.41 B 1.61 –4.86 A –2.86 A 2.46 B 5.62 A 5.01 A 26.10 A
T/ F <.0001 <.0001 <.0001 <.0001 <.0001 <.0001 <.0001 <.0001 <.0001 <.0001 <.0001 <.0001 <.0001 <.0001 <.0001 <.0001 <.0001 <.0001 <.0001 <.0001 <.0001 <.0001 <.0001 <.0001 <.0001 <.0001 <.0001 <.0001 0.0165 0.1081 <.0001 0.0046 0.0145 <.0001 <.0002 <.0001
Mean
0.84 1013.0 0.84 32.37 117.50 235.70 223.10 117.50 106.70 238.40 407.60 52.53 223.10 457.50 32.37 0.84 457.50 4.12 2.40 4.27 29.84 9.60 1.13 0.77 4.49 1.13 0.33 1.85 10.80 4.49 9.60 1.13 0.60 1.70 1.89 0.60
R2
Adj-R2
Elastisitas
0.7824 0.1296 0.2113 0.3705 0.7544 0.2902 0.5386 0.5319 0.1198 0.7738 0.4424 0.3990 0.2941 0.2529 0.6911 0.2572 0.1636 0.1353 0.0688 0.1939 0.0931 0.4642
0.7752 0.1117 0.1851 0.3602 0.7493 0.2667 0.5291 0.5223 0.1091 0.7682 0.4310 0.3892 0.2826 0.2407 0.6848 0.2420 0.1175 0.0992 0.0458 0.1672 0.0755 0.4464
–1.3380 1.3174 1.0440 –1.6291 1.0155 1.0006 1.6251 –1.3188 –1.2050 1.1004 –3.0622 –1.1845 1.4802 2.0943 -
€ €
€
€ € €
€ €
€ € € € € €
Berbeda nyata pada taraf <=1% uji searah Berbeda nyata pada taraf <=5% uji searah Berbeda nyata pada taraf <=10% uji searah Responsif (Elastis) (€) = ((Nilai Mean X / Nilai Mean Y) * (Koefisien))
105
SUSETYANTO ET AL.: MODEL EKONOMI RUMAH TANGGA PETANI KEDELAI
Respon produktivitas kedelai terhadap luas areal panen dan jumlah benih bersifat elastis, yaitu –1,3382 dan 1,3174. Respon curah kerja dalam keluarga usahatani nonkedelai terhadap tenaga kerja dalam keluarga juga elastis, yaitu 1,0440. Respon curah kerja luar keluarga lain nonusahatani terhadap curah kerja dalam keluarga usahatani nonkedelai dan jumlah pupuk bersifat elastis, yaitu –1,6291 dan 1,0155. Respon jumlah benih terhadap luas areal panen elastis, yaitu 1,0006. Respon investasi pendidikan terhadap jumlah anggota keluarga serta konsumsi nonkedelai juga elastis, yaitu 1,6251 dan –1,3188. Respon investasi produksi pertanian terhadap suku bunga kredit, jumlah anggota keluarga, konsumsi kedelai pangan, konsumsi nonkedelai, kredit pertanian, dan penerimaan usahatani kedelai bersifat elastis, berturut-turut –1,2050, 1,1004, –3,0622, –1,1845, 1,4802, dan 2,0943. Luas areal panen dan penggunaan benih berdampak besar terhadap peningkatan produktivitas kedelai (1,34 dan 1,32 kali). Tenaga kerja dalam keluarga berdampak besar terhadap peningkatan curah kerja dalam keluarga, sedangkan curah kerja dalam keluarga usahatani nonkedelai berdampak besar terhadap penurunan curah kerja luar keluarga lain nonusahatani (1,63 kali). Jumlah pupuk yang digunakan petani juga berdampak besar terhadap curah kerja luar keluarga lain nonusahatani. Luas areal panen kedelai mempunyai elastisitas uniter terhadap jumlah benih kedelai. Jumlah anggota keluarga berdampak besar terhadap peningkatan investasi pendidikan (1,63 kali), sedangkan
konsumsi nonkedelai berdampak besar terhadap penurunan investasi pendidikan (1,32 kali). Suku bunga kredit dan konsumsi nonkedelai berdampak besar terhadap penurunan investasi produksi pertanian (1,20 dan 1,18 kali). Jumlah anggota keluarga dan kredit pertanian juga berdampak besar terhadap peningkatan investasi produksi pertanian (1,10 dan 1,48 kali). Konsumsi kedelai pangan berdampak besar sekali terhadap penurunan investasi produksi pertanian (3,06 kali), demikian pula penerimaan usahatani kedelai terhadap peningkaan investasi produksi pertanian (2,09 kali). Dampak Perubahan Harga Tabel 2 memperlihatkan bahwa skenario kebijakan kenaikan harga kedelai berdampak positif terhadap peningkatan produktivitas, luas areal panen, penggunaan tenaga kerja, sarana produksi (benih, pupuk, pestisida), konsumsi, investasi, dan kredit pertanian. Perubahan harga kedelai mampu meningkatkan produktivitas (1,07 kali) dan menyumbang besar sekali terhadap perluasan areal panen kedelai (2,56 kali), sehingga produksi dan pendapatan petani meningkat. Hal ini sejalan dengan arah dan tujuan kebijakan pemerintah dalam penentuan harga dasar padi dan palawija, yang merupakan skenario terbaik. Skenario kebijakan kenaikan harga pupuk berdampak positif terhadap konsumsi, tabungan, dan kredit pertanian, selebihnya cenderung merugikan
Tabel 2. Dampak kebijakan perubahan harga pada rumah tangga petani kedelai (%). Pers./ peubah 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22.
106
LAP PK TKD TKL CDN CDL CLK CLN CLL JB JP JO JZ PUN KKB KKP KN IE IH IP TAB KRE
Satuan
ha kg/ha HOK HOK HOK HOK HOK HOK HOK kg kg lt lt Jt Rp kg kg Jt Rp Jt Rp Jt Rp Jt Rp Jt Rp Jt Rp
Simulasi dasar 0.84 1013.00 117.50 235.70 223.10 106.70 238.40 407.60 52.53 32.37 457.50 4.12 2.40 4.27 29.84 9.60 1.13 0.77 0.33 1.85 1.89 0.60
Harga kedelai 256.5 106.9 158.4 204.6 174.0 173.0 287.2 219.3 144.4 256.7 215.2 231.5 195.7 100 220.7 22.2 59.1 115.8 143.9 468.3 76.8 160.2
Harga benih 18.8 99.7 69.4 45.6 61.7 76.6 2.7 37.9 76.6 17.3 40.0 31.8 50.4 100 15.1 154.5 128.1 89.7 70.2 -155.4 115.6 59.3
Harga pupuk -531.7 97.6 -135 -322.2 -198.5 -194.3 -655.3 -381.5 -78.9 -549.2 -365.1 -430.6 -286.3 100 -387.1 413.9 265.0 36.2 -77.2 -1386 193.6 142.9
Harga obat/P 15.4 100.1 72.3 38.1 65.1 62.9 -6.9 29.5 54.7 14.3 26.3 -13.2 50.2 100 34.7 142.3 122.5 91 75.7 -101.4 112.9 66.5
Harga ZPT 74.7 100.4 86.3 85.3 82.2 83.5 72.6 82.7 103.1 74.7 81.4 78.7 75.4 100 80.5 112.6 106.6 97.4 92.9 40.5 103.7 90.3
Harga gabah 101.2 100 100.3 101 102.2 77.9 62 82.5 88.1 101.2 101.4 101 100.8 163.8 102.2 97.9 7 235.2 183.7 198.2 163.2 126.3
Harga jagung -98.5 103.6 25.7 -32.9 5.9 7.2 -137.8 -51.5 43.9 -99.2 -46.3 -67.1 -21.7 100 -51.6 194.1 114.9 129.2 65.3 -317.9 146.5 32.0
JURNAL PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 27 NO. 2 2008
petani. Dampak perubahan harga pupuk menurunkan produktivitas kedelai 2,5%, dan sangat membebani petani, karena penggunaan sarana produksi menjadi kontra produktif. Faktor input teknologi menjadi negatif, serta luas areal panen dan produktivitas kedelai menurun. Hal ini berlawanan dengan arah dan tujuan kebijakan pemerintah dalam rangka penghapusan subsidi pupuk. Jadi, pupuk tetap harus disubsidi agar petani tetap mau menanam kedelai. Skenario kebijakan kenaikan harga benih kedelai berdampak positif terhadap konsumsi dan tabungan, selebihnya berdampak negatif (menurun). Skenario kebijakan kenaikan harga obat/pestisida berdampak positif terhadap konsumsi dan tabungan, selebihnya berdampak negatif (menurun). Skenario kebijakan kenaikan harga ZPT berdampak positif terhadap kenaikan konsumsi dan tabungan, selebihnya juga berdampak negatif (menurun). Jadi dampak kenaikan harga benih kedelai, obat/pestisida, dan ZPT, positif terhadap konsumsi (selain benih) dan tabungan, selebihnya berdampak menurun, bahkan terhadap investasi produksi pertanian negatif. Pada skenario kebijakan kenaikan harga gabah kering panen, dampak positifnya terlihat pada peningkatan penerimaan usahatani (nonkedelai), investasi, tabungan, dan kredit pertanian, selebihnya berdampak menurun atau stabil. Pada skenario kebijakan kenaikan harga jagung, dampak positifnya terlihat pada
peningkatan produktivitas kedelai, konsumsi, investasi (pendidikan), dan tabungan, selebihnya berdampak menurun. Curah kerja dan konsumsi terkena dampak penurunan kenaikan harga gabah kering panen, sedangkan luas areal panen, tenaga kerja luar keluarga, curah kerja luar keluarga, sarana produksi, konsumsi kedelai, benih, dan investasi produksi pertanian terkena dampak negatif kenaikan harga jagung. Tabel 3 memperlihatkan skenario kebijakan penurunan suku bunga kredit, berdampak negatif terhadap kredit pertanian, selebihnya berdampak stabil, dan menurun terhadap investasi produksi pertanian dan tabungan. Pada skenario kebijakan kenaikan upah tenaga kerja, dampak positifnya terlihat pada peningkatan produktivitas kedelai, konsumsi (selain benih), tabungan, dan kredit pertanian, selebihnya berdampak menurun bahkan negatif. Skenario kombinasi kebijakan kenaikan harga sarana produksi secara bersama-sama berdampak negatif (menurun) terhadap semua peubah endogen, kecuali konsumsi (selain benih) dan tabungan. Skenario kombinasi kebijakan kenaikan harga kedelai dan harga sarana produksi secara bersama-sama berdampak negatif terhadap semua peubah endogen, kecuali produktivitas kedelai, konsumsi (selain benih), investasi (selain kesehatan), dan tabungan, berdampak positif. Skenario kombinasi kebijakan kenaikan harga kedelai dan harga benih secara bersama-sama
Tabel 3. Dampak kebijakan perubahan upah tenaga kerja, suku bunga kredit, serta kombinasi harga kedelai dan harga saprotan pada rumah tangga petani kedelai (%). Pers./ peubah 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22.
LAP PK TKD TKL CDN CDL CLK CLN CLL JB JP JO JZ PUN KKB KKP KN IE IH IP TAB KRE
Satuan
ha kg/ha HOK HOK HOK HOK HOK HOK HOK kg kg lt lt Jt Rp kg kg Jt Rp Jt Rp Jt Rp Jt Rp Jt Rp Jt Rp
Suku bunga Upah (– 50%) tenaga kerja 101.6 100 100.4 101.4 100.5 100.4 102.4 101.7 101.7 101.6 101.9 101.4 101 100 102 100.1 100.8 100.6 100 89.3 85.6 -8.2
-181.4 105.1 -10.3 -100.1 -23.1 -27.6 -239.2 -116.3 3.4 -181.7 -107.1 -136.4 -72.1 100 -116.9 239.8 173.5 71.6 21.1 -562.1 141.6 134.5
Harga saprotan -722.9 97.9 -207.3 -452.5 -289.5 -285.7 -886.9 -531.4 -144.5 -736.5 -517.4 -633.2 -410.4 100 -556.7 523.1 322.2 14.3 -138.4 -1903 225.8 -226.8
H. kedelai+ h.saprotan -566.3 104.8 -148.9 -347.8 -215.6 -212.7 -699.7 -412.1 -100.2 -579.9 -402.2 -501.8 -314.7 100 -436 445.3 281.3 301.5 -94.5 1534 202.7 -166.6
H. kedelai+ h.benih 175.3 106.6 128.2 150.3 135.7 135.2 189.9 157.2 121 174 155.2 163.2 146 100 135.8 76.6 87.2 105.5 114.1 213.1 92.4 119.6
H. kedelai+ h.pupuk -575.2 107 -153.8 -350.5 -220.9 -214.4 -700.5 -411.3 -82.9 -588.2 -395.1 -464.5 -310.3 100 -421.6 434.9 275.5 31.3 -92.5 -1490 198.9 -160.2
H. kedelai+ h.obat/P 171.9 107.1 130.6 143.5 139 135.9 180.3 148.8 99.1 171 141.5 118.3 145.9 100 155.4 64.5 81.6 106.8 119.6 266.9 89.8 126.7
H. kedelai+ h.ZPT 231.3 107.4 144.7 189.9 156.2 156.4 259.8 202 147.5 231.4 196.6 210.2 170.4 100 201.2 34.8 65.7 113.3 36.8 408.8 80.6 150.5
107
SUSETYANTO ET AL.: MODEL EKONOMI RUMAH TANGGA PETANI KEDELAI
berdampak positif (meningkat) terhadap semua peubah endogen, kecuali konsumsi dan tabungan, berdampak menurun. Skenario kombinasi kebijakan kenaikan harga kedelai dan harga pupuk secara bersama-sama berdampak negatif (menurun) terhadap semua peubah endogen, kecuali produktivitas kedelai, konsumsi (selain benih), dan tabungan. Skenario kombinasi kebijakan kenaikan harga kedelai dan harga obat-obatan/pestisida secara bersama-sama berdampak positif (meningkat) terhadap semua peubah endogen, kecuali konsumsi (selain benih) dan tabungan. Skenario kombinasi kebijakan kenaikan harga kedelai dan ZPT secara bersama-sama berdampak positif (meningkat) terhadap semua peubah endogen, kecuali konsumsi (selain benih), investasi (kesehatan), dan tabungan. Skenario terbaik dari kombinasi kebijakan kenaikan harga pada Tabel 2 dan Tabel 3 adalah kebijakan kenaikan harga kedelai serta kombinasi kenaikan harga kedelai dan harga benih, dimana semua peubah berubah positif (meningkat), walaupun konsumsi kedelai pangan, konsumsi nonkedelai, dan tabungan terlihat menurun.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Kesimpulan studi model ekonomi rumah tangga petani kedelai adalah sebagai berikut: 1. Kenaikan harga kedelai meningkatkan produktivitas dan luas areal panen, penggunaan tenaga kerja, sarana produksi (benih, pupuk, pestisida), konsumsi, investasi, dan kredit pertanian. Hal ini sejalan dengan arah dan tujuan kebijakan pemerintah dalam rangka penentuan harga dasar padi dan palawija. 2. Kenaikan harga pupuk meningkatkan konsumsi, tabungan, dan kredit pertanian, selebihnya cenderung merugikan petani kedelai. Hal ini berlawanan dengan arah dan tujuan kebijakan pemerintah dalam rangka penghapusan subsidi pupuk, karena mengurangi penggunaan input teknologi, luas areal panen, dan produktivitas kedelai. 3. Implikasi perubahan harga adalah meningkatkan penggunaan tenaga kerja, produksi dan produktivitas kedelai, serta pendapatan dan pengeluaran petani, sehingga dapat menunjang pengembangan agribisnis tanaman pangan, khususnya industri pengolahan berbasis kedelai, serta mendukung kebijakan diversifikasi pangan dan ketahanan pangan, dimana ke depannya dapat terbebas dari ketergantungan impor guna mencapai swasembada kedelai. 108
Saran Untuk studi lanjutan perlu diperhatikan: 1. Faktor kelembagaan seperti partisipasi petani dalam kelompok tani dan koperasi/KUD, sumber permodalan, kekayaan (aset), dan belanja petani, sebagai faktor finansial. 2. Model yang lengkap memasukkan peubah diversifikasi produk olahan kedelai seperti tempe, tahu, oncom, tauco, yuba, yoghurt, susu kedelai, kecap kedelai, minyak kedelai, dan daging tiruan kedelai. 3. Studi pada multilokasi spesifik agroekosistem dapat didisagregasi pada lahan sawah beririgasi teknis, setengah teknis, dan lahan kering atau tadah hujan. 4. Penggunaan data cross-section dapat dikelompokkan berdasarkan rumah tangga petani pemilik dan penggarap, sedangkan penggunaan data timeseries di daerah penelitian akan mempertajam analisis.
DAFTAR PUSTAKA Adnyana, M.O. dan K. Kariyasa. 1997. Pengalaman penelitian pengembangan kedelai di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Lampung. Puslit Sosial-Ekonomi Pertanian. Bogor. Amang, B., M.H. Sawit, dan A. Rachman. 1996. Ekonomi kedelai di Indonesia. IPB Press. Bogor. Anderson, G.K. 1994. Analisis dampak kebijakan ekonomi terhadap industri komoditi kedelai di Indonesia. Tesis MS. PPS IPB. Bogor. Arsyad, D.M. dan M. Syam. 1998. Kedelai: sumber pertumbuhan produksi dan teknik budi daya. Puslitbang Tanaman Pangan. Bogor. Bagi, F.S. and I.J. Singh. 1974. A micro-economics model of farm decisions in an LDC: a simultaneous equation approach. Department of Agricultural Economics and Rural Sociology. The Ohio University. Columbus Ohio. Balitbangtan. 2005. Prospek dan arah pengembangan agribisnis, tanaman pangan. Departemen Pertanian. Jakarta. Barnum, H.W. and L. Squire. 1978. An econometric application of the theory of the farm-household. Journal of Development Economic. North Holland Publishing Company. Becker, G.S. 1965. A theory of the allocation of time. The Economic Journal 75:493-517. Damardjati, D.S., R. Saraswati, N. Sunarlim, dan M. Arifin. 1997. Penggunaan pupuk dan pestisida hayati untuk intensifikasi kedelai. Balitbio. Bogor. Daris, E. 1993. Analisis penawaran dan permintaan kedelai di Indonesia. Tesis MS. PPS IPB. Bogor. ESCAP-CGPRT. 1985. The soybean commodity system in Indonesia. Bogor Research Institute for Food Crops. No.3. Bogor. Gronau, R. 1980. Leisure, home production, and work: the theory of the allocation of time revisited. rural household studies in Asia. Singapore University Press.
JURNAL PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 27 NO. 2 2008
Hardaker, J.B., T.G. McAulay, M. Soedjono, and CKG. Darkey. 1985. A model of paddy farming household in Central Java. Bulletin of Indonesian Economic Studies 21(3):30-50. Intriligator, M.D. 1978. Econometric models, techniques and application. Prentice-Hall Inc. Englewood-Cliffs. NewJersey. Koutsoyiannis, A. 1978. Theory of econo-metrics. Harper & Row Publisher Inc. NewYork. Kuntjoro, S.U. 1997. Strategi pengembangan kedelai menuju swasembada. Fakultas Pertanian, IPB. Bogor. Labys, W.C. 1975. Quantitative models of commodity markets. Ballinger Publishing Company. Cambridge. Lim, E. 1997. Pola kemitraan menuju swasembada kedelai. K. Argo Manunggal. Jakarta. Manwan, I., Sumarno, A.S. Karama, dan A.M. Faqi. 1990. Teknologi peningkatan produksi kedelai di Indonesia. Puslitbang Tanaman Pangan. Bogor. Pindyck, R.S. and D.L. Rubinfeld. 1991. Econometric models and economic forecast. McGraw-Hill Book Company. Singapore. Rosegrant, M.W., F. Kasrino, L.A. Gonzales, C.A. Rasahan, dan Y. Saefudin. 1987. Price and investment policies in the Indonesian food-crops sector. International Food Policy Research Institute. Washington DC and Centre for Agro Economic Research. Bogor. SAS/ETS. 1993. Econometric modelling, simulation, and forecasting. SAS Institute. Cary, NC.
Sawit, H.M. and D.T. O’Brien. 1991. Applying agricultural household theor y to the analysis of income and employment: a preliminary study for rural Java. Department of Economics University of Wollongong. Sinaga, B.M. 1989. Econometric model of the indonesian hardwood products industr y: a policy simulation analysis. PhD Dissertation. UPLB, Los Banos. Singh, I., L. Squire, and J. Strauss. 1986. Agricultural household models: extensions, applications, and policy. The John Hopkins University Press. Baltimore. Somaatmadja, S., M. Ismunadji, Sumarno, M. Syam, S.O. Manurung, dan Yuswadi. 1985. Kedelai. Puslitbang Tanaman Pangan. Bogor. Sumarno, F. Dauphin, A. Rachim, N. Sunarlim, B. Santoso, Harnoto, dan H. Kuntyastuti. 1989. Analisis kesenjangan hasil kedelai di Jawa. Pusat Palawija. Bogor. Susetyanto. 1994. Analisis dampak alternatif kebijakan terhadap produksi, pendapatan, dan konsumsi rumah tangga petani kedelai di Kabupaten Subang Jawa Barat. Tesis MS. PPS IPB. Bogor. Tabor, S.R. 1988. Supply of and demand for food crops in Indonesia. Department of Agriculture. Jakarta. Yotopoulos, P.A. and LJ. Lau. 1974. On modelling the agricultural sector in developing economies: an integrated approach of micro and macro-economics. Journal of Development Economics 1:105-127. Zellner, A . and H. Theil. 1962. Three stage least squares: simultaneous estimation of simultaneous equations. Econometrics 30:54-78.
109
SUSETYANTO ET AL.: MODEL EKONOMI RUMAH TANGGA PETANI KEDELAI
Lampiran 1. Keterkaitan tenaga kerja, pendapatan, dan pengeluaran rumah tangga petani kedelai.
LAP
PUN
PK
PLN PT
PRO TKD
HK
PUK PRT
TKL
PD
PBB
TK UTK
BTK CDK
CDN
BT
CDL
BL UM BS
CKD
ED CLK
CLN
CLL
CKL
KKB KJ
KKP KKT
KN
JB
HB
JP
HP
JO
HO
JZ
HZ
JR
HR
KK
KT KL
IE TAB
IS IH
AK
INV IP
110
AKK
CK
KRE
SB
JURNAL PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 27 NO. 2 2008
Keterangan Lampiran 1. Peubah endogen dan eksogen dalam model ekonomi rumah tangga petani kedelai. Peubah Endogen: LAP = Luas Areal Panen Kedelai (Ha) PK = Produktivitas Kedelai (Kg/Ha) PRO = Produksi Kedelai (Kg) TKD = Tenaga Kerja Dalam Keluarga (HOK) TKL = Tenaga Kerja Luar Keluarga (HOK) TK = Tenaga Kerja Total (HOK) TKDK = Tenaga Kerja Dalam Klrg Ut.Kedelai TKDN = Tenaga Kerja Dalam Klrg Ut.NonKedelai TKDL = Tenaga Kerja Dalam Klrg Non-Ut.Lain TKLK = Tenaga Kerja Luar Klrg Ut.Kedelai TKLN = Tenaga Kerja Luar Klrg Ut.NonKedelai TKLL = Tenaga Kerja Luar Klrg Non-Ut.Lain CKD = Curah Kerja Dalam Keluarga (HOK) CKL = Curah Kerja Luar Keluarga (HOK) CK = Curah Kerja Total (HOK) CDK = Curah Kerja Dalam Klrg Ut.Kedelai CDN = Curah Kerja Dalam Klrg Ut.NonKedelai CDL = Curah Kerja Dalam Klrg Non-Ut.Lain CLK = Curah Kerja Luar Klrg Ut.Kedelai CLN = Curah Kerja Luar Klrg Ut.NonKedelai CLL = Curah Kerja Luar Klrg Non-Ut.Lain JB = Jumlah Benih Kedelai (Kg) JP = Jumlah Pupuk (Kg) JO = Jumlah Obat/Pestisida (Lt) JZ = Jumlah Zat Perangsang Tumbuh (Lt) BTK = Biaya Tenaga Kerja (JutaRp) BS = Biaya Saprotan (JutaRp) BT = Biaya Total (JutaRp) PUK = Penerimaan Ut.Kedelai (JutaRp) PUN = Penerimaan Ut.NonKedelai (JutaRp) PT = Penerimaan Total Petani (JutaRp) PRT = Pendptan Rumah tangga Petani (JutaRp) PD = Pendapatan Disposable (JutaRp) KKB = Konsumsi Kedelai Benih (Kg) KKP = Konsumsi Kedelai Pangan (Kg) KKT = Konsumsi Kedelai Total (Kg) = KK (KK) = Konsumsi Kedelai Tunai (JutaRp) KN = Konsumsi Non-Kedelai (JutaRp) KT = Konsumsi Total (Juta Rp) KJ = Kedelai Jual / Surplus Pasar (Kg) IE = Investasi Pendidikan (JutaRp) IH = Investasi Kesehatan (JutaRp) IS = Investasi Sumberdaya (JutaRp)
IP INV TAB KRE
= Investasi Produksi Pertanian (JutaRp) = Investasi Total (JutaRp) = Tabungan Petani (JutaRp) = Kredit Pertanian (JutaRp)
Peubah Eksogen: SB = Suku-bunga Kredit (%/Thn) UTK = Upah Tenaga Kerja (Rp/HOK) UM = Umur Petani (Thn) ED = Lama Pendidikan (Thn) AKK = Angkatan Kerja Keluarga (Orang) AK = Jumlah Anggota Keluarga (Orang) BL = Biaya Lainnya (JutaRp) PLN = Penerimaan Lain NonUt. (JutaRp) PBB = Pajak Bumi Bangunan (JutaRp) KL = Konsumsi Tunai Lain (JutaRp) DA = Dummy Areal DI = Dummy Irigasi Teknis DG = Dummy Gender DS = Dummy Skill JR = Jumlah Rhizoplus (Sachet) HR = Harga Rhizoplus (Rp/Sachet) HB = Harga Benih Kedelai (Rp/Kg) HP = Harga Pupuk Rata-rata (Rp/Kg) HO = Harga Obat/Pestisida (Rp/Lt) HZ = Harga Zat Perangsang Tumbuh (Rp/Lt) HK = Harga Kedelai (Rp/kg) HKT = Harga Kacang-tanah (Rp/Kg) HKH = Harga Kacang-hijau (Rp/Kg) HG = Harga GabahKP / Padi (Rp/Kg) HJ = Harga Jagung (Rp/Kg) HS = Harga Singkong (Rp/Kg) HU = Harga Ubi-jalar (Rp/Kg) HTP = Harga Tempe Kedelai (Rp) HTH = Harga Tahu Kedelai (Rp) HPo = Rasio Harga Kedelai / Harga Pupuk HBi = Rasio Harga Benih / Harga Kedelai = Peubah Endogen Model = Peubah Endogen Identitas = Peubah Eksogen
111
SUSETYANTO ET AL.: MODEL EKONOMI RUMAH TANGGA PETANI KEDELAI
Lampiran 2. Persamaan model ekonomi rumah tangga petani kedelai di Indonesia. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31.
LAP PK PRO TKD TKL TK CDK CDN CDL CKD CLK CLN CLL CKL CK JB JP JO JZ BTK BS BT PUK PUN PT PRT PD KKB KKP KKT KN
= = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = =
32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39. 40.
KT KJ IE IH IS IP INV TAB KRE
= = = = = = = = =
112
– 0.10 + 0.00001 HK – 0.00001 HKH – 0.00002 HJ – 0.00001 HS + 0.001 TKD + 0.001 TKL + 0.0002 CDL + 0.02 JB 771.21 + 0.05 HK – 1611.51 LAP + 41.23 JB + 6.60 DA + 211.15 DI (LAP * PK) 109.98 – 0.003 UTK – 0.60 UM – 0.82 ED + 6.31 AKK + 95.83 LAP – 0.36 TKL + 13.69 JZ + 9.40 DG 176.91 – 0.01 UTK + 196.53 LAP – 1.04 TKD + 0.11 JP TKD + TKL = (TKDK + TKDN + TKDL) + (TKLK + TKLN + TKLL) TKD = TKDK + TKDN + TKDL – 11.46 + 0.01 UTK + 1.98 TKD – 0.58 CLL + 0.08 JP – 18.84 PUK 54.65 + 0.003 UTK + 74.81 LAP + 0.71 TKD – 0.17 CLN + 2.66 JO – 12.97 PUN + 4.35 DG + 19.15 DS CDK + CDN + CDL 45.0 + 210.86 LAP – 0.45 CDL + 0.4 CLN + 0.22 CLL – 26.16 PUN 110.78 – 0.41 CDL + 0.92 CLK + 0.21 JP + 24.59 DG + 21.65 DS 71.45 – 0.38 CDN + 0.06 CLK + 0.12 JP CLK + CLN + CLL CKD + CKL 4.15 – 0.0002 HB – 0.003 HP – 0.01 HO + 0.07 JR + 38.5 LAP + 1.08 DI 157.87 – 35.78 HPo – 0.83 HO + 42.16 JR + 394.51 LAP + 15.38 KRE 0.91 – 0.03 HO + 0.50 JR + 4.10 LAP +1.00 DI 0.66 – 0.01 HZ + 0.001 HO + 0.29 JR + 1.74 LAP (TK * UTK) [(JB * HB) + (JP * HP) + (JO * HO) + (JZ * HZ) + (JR * HR)] BTK + BS + BL (PRO * HK) – 2.41 + 0.0004 HKT + 0.0001 HU + 0.003 HG + 0.003 PRO PUK + PUN + PLN PT – BT PRT – PBB 0.57 – 0.002 HB + 21.35 LAP – 1.00 KKP + 1.51 KRE + 0.02 PRO 5.63 – 0.80 HBi + 0.24 PUN – 0.13 KKB – 0.42 IP + 0.01 PRO KKB + KKP – 0.62 – 0.0002 HJ – 0.0004 HG – 0.0001 HTH + 0.00001 HKT + 0.001 HS + 0.0002 HU + 0.0002 HTP + 0.01UM + 0.24 AK – 0.47 IE – 0.06 IP + 0.0002 PRO + 0.05 PD KK + KN + KL dimana, KK = KKT tunai dalam juta Rp. PRO – KKT – 1.04 – 0.02 SB + 0.01 UM + 0.01 ED + 0.28 AK – 0.90 KN – 0.22 IH – 0.07 IP + 0.15 TAB + 0.71 KRE + 0.08 PD 0.004 – 0.01 SB + 0.02 PUN – 0.06 KN – 0.04 IE + 0.11 TAB + 0.46 KRE IE + IH 3.16 – 0.21 SB + 0.45 AK – 0.59 KKP – 1.94 KN – 0.99 IE + 4.53 KRE + 0.88 BS + 2.27 PUK IS + IP 0.03 + 0.07 SB + 0.27 AK + 0.48 IE + 4.37 IH – 3.11 KRE – 0.07 + 0.04 SB + 0.01 JR + 0.0001 JP + 0.003 KKB + 0.03 IE + 0.55 IH + 0.02 IP – 0.05 TAB