BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Faktor kepemimpinan merupakan faktor yang paling penting untuk menentukan kemajuan dan kemunduran organisasi serta keberhasilan pencapaian visi dan misi. Kepemimpinan sangat erat kaitannya dengan penerapan metode atau teknik yang dilakukan oleh seorang pemimpin dalam memimpin organisasi untuk mencapai tujuan bersama. Pemimpin berperan dalam menciptakan visi dan misi organisasi, menentukan kebijakankebijakan yang akan dilakukan organisasi dan menggerakkan serta memberikan pengaruhnya kepada pegawai/ bawahan agar mampu bekerja maksimal sesuai dengan standard operational procedure untuk mencapai tujuan organisasi. Berbicara tentang pemimpin dan kepemimpinan masa depan, erat kaitannya dengan kualitas sumber daya manusia yang dimiliki oleh bangsa ini. Bangsa ini masih membutuhkan pemimpin yang kuat di berbagai sektor kehidupan masyarakat, pemimpin yang berwawasan kebangsaaan dalam menghadapi permasalahan bangsa yang demikian kompleks. Pemimpin dan kepemimpinan yang integratif harus memiliki pola pikir, pola sikap dan pola tindak sebagai negarawan dan memiliki kelebihan-kelebihan tertentu sebagai seorang pemimpin. Kelebihan seorang pemimpin dapat dibedakan atas tiga hal, yakni kelebihan moral, ilmu dan fisik. Kelebihan moral menghendaki pemimpin harus lebih tangguh takwanya kepada Tuhan Yang Maha Esa, harus lebih tangguh kejujuran dan harus lebih tangguh integritas. Kelebihan ilmu pengetahuan meminta pemimpin harus mempunyai
bekal ilmu pengetahuan yang lebih dari pengikut atau bawahannya. Sedangkan kelebihan fisik mensyaratkan seorang pemimpin harus sehat jasmani dan rohani. 1 Kemampuan menjadi seorang pemimpin dengan aktifitas yang menuntut seseorang untuk selalu energik, mobilitas tinggi, cekatan, serta mengedepankan gagasannya kini tidak lagi menjadi monopoli kaum pria. Dalam dekade akhir, isu persamaan hak asasi manusia salah satunya mengenai kesetaraan gender antara kaum laki-laki dan perempuan secara lantang disuarakan. Kita masih ingat Megawati Soekarnoputri yang mampu mengalahkan dominasi kaum pria dalam kepemimpinan di negeri ini. Kemudian, Hj. Ratu Atut Chosiyah, yang mampu mengemban tanggung jawab kepemimpinan di Provinsi Banten, menjadi bukti lain semakin strategisnya posisi kaum perempuan di Indonesia. Kepemimpinan wanita sudah dapat diterima oleh masyarakat Indonesia sejak terpilihnya Megawati sebagai Presiden Wanita pertama di Republik ini. Kepemimpinan wanita sudah menjadi trend tersendiri yang mampu mewarnai nuansa kompetisi kepemimpinan yang sebelumnya didominasi oleh kaum pria. Sudah semakin banyak perempuan yang memimpin suatu daerah, sebagai Gubernur, Wakil Gubernur, bupati maupun walikota. Sebut saja, Hj. Ratu Atut Chosiyah, SE (Gubernur Banten), Dra. Hj. Rustriningsih, M.Si (Wakil Gubernur Jawa Tengah), Hj. Rina Iriani S. Ratnaningsih, S.Pd (Bupati Karanganyar), Hj. Airin Rachmi Diany (Walikota Tangerang Selatan), Hj. Tutty Hayati Anwar, SH (Bupati Majalengka), Dra. Sri Moeljanto (Bupati Boyolali), Dra. Hj. Rustriningsih, M.Si (Bupati Kebumen), Hj. Endang Setyaningdyah (Bupati Demak), Ratna Ani Lestari, SR, MM (Bupati Banyuwangi), Ir.Siti Nurhayati, MM (Bupati Ngajuk) dan Dra. Hj. Haeny Relawati Rini Widiastuti (Bupati Tuban), Hj. Ratu Tatu Chasanah, SE, M.Si (Wakil Bupati Serang), Hj. Heryani (Wakil Bupati Pandeglang), dan masih banyak lainnya.
1
Miftah Thoha. Perilaku Organisasi, Dimensi-dimensi Prima Ilmu Administrasi Negara. PT. Rajawali Pers:
Jakarta. 2003. hlm. 142.
Sudah semakin banyak pemimpin suatu daerah, perusahaan, maupun organisasi yang bergender perempuan, bahkan middle management pun telah banyak diisi oleh kaum wanita. Menurut peneliti asal Amerika Serikat, Schermerhorn (1999 : 276), tingkat pencapaian dan keberhasilan pemimpin wanita setara dengan kaum pria, hanya saja dibedakan dari sudut cara atau prosesnya. Berdasarkan kajian yang dijalankan oleh Sharpe (2000) mendapati bahwa wanita selalu lebih mementingkan hubungan interpersonal, komunikasi, motivasi pekerja, berorientasi tugas, dan bersikap lebih demokratis dibandingkan dengan lelaki yang lebih mementingkan aspek perancangan strategik dan analisa. Penelitian tersebut juga mendapati bahwa wanita mendapat nilai lebih tinggi dari segi penilaian kerja dibandingkan lelaki. 2 Sementara menurut Hennig dan Jardim dalam buku “The Managerial Woman”, kebanyakan wanita dapat menjadi pemimpin karena mereka terdidik mengenali potensi kepemimpinan yang ada dan telah belajar untuk memimpin. Para peneliti menemui bahwa para wanita yang suka memimpin tidak menganggap diri mereka sebagai wanita dan berbeda; mereka melihat diri mereka sebagai manusia. Pola pikir mereka, begitu juga kemampuan mereka, memampukan mereka menjadi pemimpin. Mereka berorientasi untuk bersaing dan menyelesaikan tugas. Mereka tidak hanya belajar untuk melatih kekuatan pribadi mereka, mereka juga sudah sanggup mengesampingkan emosi mereka di situasi yang membutuhkan penilaian yang jelas. Mereka bukannya tidak emosional tapi mereka telah belajar memahami diri dan mengendalikan perasaan mereka. Para wanita pemimpin, pada umumnya banyak belajar bagaimana berinteraksi dengan orang lain, menempatkan diri dalam posisi mereka. Itu sebabnya, mereka dapat memberikan hukuman kepada seorang bawahan, sekaligus menunjukkan rasa prihatin. Pemimpin perempuan didapati lebih banyak dapat bersabar dalam menimba pengalaman, memperhatikan dan hingga mendapatkan reputasi bahwa ia kompeten. Wanita yang benar-benar bebas menjadi
2
http://www.duniaesai.com/index.php?option=com_content&view=article&id=456:masa-depan-politikperempuan&catid=39:gender&Itemid=93, dilihat tanggal 21 Februari 2013
diri sendiri dan merasa nyaman dalam posisi kepemimpinan, bebas untuk mengizinkan orang lain mendapatkan lebih banyak kebebasan. Mereka tidak menunjukkan sikap suka meraja seperti yang masyarakat umum pikirkan. Malahan, mereka sanggup berpikir mengenai tujuan jangka panjang dan mengembangkan gaya kepemimpinan yang kreatif dan khas. Memimpin adalah masalah mengeluarkan yang terbaik dari orang-orang yang dipimpin dan menyesuaikannya dengan pekerjaan yang cocok. Untuk melakukannya, dibutuhkan tidak hanya kemampuan untuk memanfaatkan sumber yang ada untuk mencapai sasaran, tapi juga kapasitas untuk mengembangkan kepercayaan. Para pemimpin wanita dapat memanfaatkan sensitivitasnya terhadap hubungan pribadi untuk mewujudkan sikap melayani saat mereka bertindak sebagai fasilitator dan pendorong. Saat pemimpin wanita melakukan hal itu, tujuan konkrit dalam hal sasaran organisasi dapat tercapai dan yang terpenting mereka menyentuh kehidupan banyak orang yaitu masyarakat. Gaya kepemimpinan merupakan metode, teknik atau cara yang digunakan oleh kepala daerah dalam aktivitasnya mempengaruhi pegawai/ bawahan dan melaksanakan fungsi-fungsi kepemimpinan yang mencakup aspek tugas dan fungsi administrator (kemampuan dalam perumusan visi dan misi, teknik dalam pengambilan keputusan, kecakapan dalam komunikasi, teknik koordinasi, model pengawasan dan pendekatan dalam motivasi) serta tugas dan fungsi sebagai manajer publik (tata pemerintahan yang mendorong partisipasi masyarakat (komunikasi, konsultasi, ko-produksi), tata pemerintahan yang bersifat transparansi, tata pemerintahan yang akuntabel). Gaya kepemimpinan yang dipakai tergantung dari karakteristik pemimpin maupun karakteristik bawahan. Kondisi bawahan yang berbeda menuntut seorang pemimpin untuk menggunakan gaya kepemimpinan yang cocok agar pengaruh yang diharapkan dapat dilakukan secara maksimal. Di Indonesia, gaya kepemimpinan para kepala daerah pasca reformasi senantiasa menarik perhatian rakyat Indonesia dan disoroti secara berbeda, dan menimbulkan pro kontra
dikalangan masyarakat seperti halnya kepemipinan Ratu Atut Chosiyah dengan 2 periode kepemimpinannya sebagai Gubernur Banten. Begitu banyak kebijakan yang telah dilahirkan untuk pembangunan Banten. Begitu banyak pula prestasi yang telah ditorehkan dan tidak sedikit pula pengkritikan atas gaya kepemimpinannya. Provinsi Banten merupakan provinsi yang memiliki keterwakilan perempuan yang dianggap bersejarah karena sejarah telah mencatatkan bahwa Ratu Atut Chosiyah berkiprah sebagai Gubernur Wanita Pertama di Indonesia, gubernur perempuan yang dipilih melalui Pilkada tahun 2006 yang lalu dan kemudian terpilih kembali untuk periode tahun 2012-2017 sehingga Ratu Atut Chosiyah mendapatkan penghargaan dari Museum Rekor Indonesia (MURI) atas pencapaian tersebut pada tahun 2007. Perempuan kelahiran 16 Mei 1962 ini yang merupakan putri sulung (alm) Tb. Chasan Shohib Penasehat Badan Koordinasi (Bakor) Pembentukan Provinsi Banten (PPB), tidak hanya menjadi “Ratu” di jalur penghubung perdagangan Sumatera-Jawa itu, namun Ratu Atut Chosiyah menjadi satu-satunya perempuan di Indonesia yang pernah/ sedang menduduki jabatan gubernur adalah sebuah prestasi yang gemilang dan pantas diapresiasi. Kiprah Ratu Atut Chosiyah dalam memperjuangkan kepemimpinan perempuan dalam politik kekuasaan, tidak sekadar menyejajarkan kaumnya dengan kaum pria. Ratu Atut Chosiyah mampu menginspirasi kaum perempuan Indonesia di seluruh penjuru tanah air untuk berjuang, mengembangkan diri dan tampil menjadi sosok perempuan yang berprestasi untuk membangun keluarga Indonesia, masyarakat, bangsa, dan negara tercinta. Keberadaan Ratu Atut Chosiyah, baik sebagai Gubernur Provinsi Banten, sebagai seorang ibu, dan sebagai perempuan Indonesia, banyak memberi pelajaran berharga, khususnya bagi kaum perempuan Indonesia. Terlepas dari masih banyaknya sektor yang harus terus ditingkatkan, Kepemimpinan Ratu Atut Chosiyah sebagai Gubernur Banten, misalnya, telah menunjukkan berbagai
peningkatan secara signifikan. Sejak menjabat Gubernur Banten, Ratu Atut Chosiyah berhasil menunjukkan kemajuan yang siginifikan di bidang ekonomi, baik makro maupun mikro. Di antaranya, trend laju pertumbuhan perekonomian yang terus meningkat, indeks pembangunan masyarakat yang terus bertambah, pendapatan domestik regional bruto yang terus menanjak, dan berbagai kemajuan di sektor lain. Selama masa kepemimpinan Gubernur Hj. Ratu Atut Chosiyah, SE (periode 2007-2012) banyak terjadi perubahan di Provinsi Banten. Data Biro Pusat Statistik menunjukkan bahwa pada tahun 2010, pendapatan per kapita masyarakat Banten RTP mencapai Rp 16.020.753,00 mengalami kenaikan dari tahun sebelumnya yaitu minimal Rp 12.619.664,00 pada tahun 2009. Setidaknya, dalam kurun 5 tahun, banyak prestasi yang dibanggakan. Berikut ini beberapa prestasi sekaligus penghargaan yang diraih Gubernur Hj. Ratu Atut Chosiyah, SE yaitu : 1. Prioritaskan Pembangunan Keagamaan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah menerima Penghargaan Amal Bhakti dari Kementerian Agama atas jasa-jasanya terhadap pelayanan bidang keagamaan, pendidikan agama serta kehidupan umat beragama di wilayah Provinsi Banten. Penghargaan diserahkan langsung oleh Menteri Agama Suryadharma Ali dalam acara peresmian hasil pembangunan bidang keagamaan di Hotel Le Dian-Kota Serang, Selasa, 25 Januari 2011. 3 2. Zero accident dalam K3 (Kesehatan dan keselamatan kerja) Pemprov Banten meraih penghargaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan diterima langsung Gubernur Banten, Ratu Atut Chosiyah, 31 Mei 2011.4
3
http://www.humasprotokol.bantenprov.go.id/gubernur-menerima-penghargaan-amal-bakti-dari-menteri-agama-
kementrian-agama-akan-gratiskan-pendidikan-madrasah/, dilihat tanggal 21 Februari 2013 4
http://banten.antaranews.com/berita/16137/banten-raih-penghargaan-bidang-ketenagakerjaan, dilihat tanggal 21
Februari 2013
3. Berhasil dalam Pembangunan Pertanian Gubernur Banten Hj. Ratu Atut Chosiyah, SE menerima penghargaan Satya Lencana Wira Karya dari Menteri Pertanian. Penghargaan itu diberikan dalam Pekan Nasional (Penas) XIII pada 18 Juni 2011 di Tenggarong Kutai Kartanegara, Kaltim. Penghargaan Satya Lencana Wira Karya diberikan kepada Gubernur Atut sesuai SK Mentan Nomor 1416/TU.220/A/6/2011 tertanggal 13 Juni 2011 di Desa Perjiwa, Kecamatan Tenggarong Seberang, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. 5 4. Sukses Program Keluarga Berencana Gubernur Banten Hj. Ratu Atut Chosiyah, SE menerima penghargaan Satyalancana Wira Karya dari Presiden RI Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono, karena dinilai berhasil menjalankan program Keluarga Berencana (KB) di wilayah Provinsi Banten. Satyalancana Wira Karya merupakan penghargaan tertinggi dari presiden atas perhatian gubernur dalam mengambil kebijakan-kebijakan tentang Program KB di Provinsi Banten.6 5. Sukses Memberdayakan Kaum Perempuan dan Pengarusutamaan Gender Pada puncak peringatan Hari Ibu (PHI) ke-83 tahun 2011, di Balai Kartini, Jakarta, Kamis 22 Desember 2011, Gubernur Banten Hj. Ratu Atut Chosiyah, SE, menerima penghargaan Anugerah Parahita Ekapraya (APE) tingkat pratama dari Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono atas telah berkomitmen dan mengimplementasikan strategi pengarusutamaan gender dan pemenuhan hak anak di berbagai sektor pembangunan. Kepemimpinannya di Banten dinilai berhasil dalam memberdayakan kaum perempuan untuk meningkatkan perekonomian keluarga pada khususnya maupun peranannya dalam pembangunan daerah pada umumnya. Ia menyebutkan ke depan,
5
http://www.tangerangnews.com/baca/2011/06/20/5017/atut-dapat-penghargaan--dianggap-berjasa-dalam-
pengembangan-usaha-, dilihat tanggal 21 Februari 2013 6
http://kabar-banten.com/news/detail/3010, dilihat tanggal 21 Februari 2013
salah satu yang akan menjadi perhatian adalah meningkatkan perlindungan terhadap ibu dan anak, melalui kebijakan-kebijakan dan program pro pada perempuan. Posisi perempuan ke depan akan semakin strategis dalam upaya mencapai cita-cita Banten Sejahtera Berlandaskan Iman dan Taqwa karena kaum perempuan dan khususnya kaum ibu memiliki posisi strategis dalam pembangunan karakter anak-anak bangsa. Oleh sebab itu, Gubernur mengimbau kepada seluruh masyarakat Banten, terutama kepada anak-anak dan pemuda untuk senantiasa menghormati jasa-jasa kaum ibu. Untuk itu pada periode mendatang pemerintah akan memberikan kesempatan dan ruang yang lebih luas kepada kaum perempuan maupun kaum ibu untuk berkiprah dalam upaya percepatan pembangunan di Banten. Apalagi kita sudah memiliki Perda tentang pengarustamaan gender, sehingga pembangunan kaum perempuan harus terus dioptimalkan.7 6. LPE Tertinggi dalam Sejarah Gubernur Banten Hj. Ratu Atut Chosiyah berhasil membawa Banten mencapai laju pertumbuhan ekonomi (LPE) tertinggi sepanjang sejarah, yaitu mencatat 6,52% pada Triwulan I (satu) 2011. Berdasarkan asesmen pada triwulan I (satu) 2011 dalam Kajian Ekonomi Regional Banten, perkembangan kinerja perekonomian Banten meningkat signifikan dengan pertumbuhan yang meningkat pesat dan didukung oleh pertumbuhan yang kuat pada berbagai sektor utama khususnya sektor industri pengolahan sebagai kontributor tertinggi perekonomian Banten. Sementara itu perkembangan inflasi Banten relatif membaik dengan menurunnya tekanan terutama dari sisi supply sehingga inflasi Banten berada pada level 5,76%.8
7
http://www.humasprotokol.bantenprov.go.id/gubernur-menerima-anugerah-parahita-ekapraya-tingkat-pratama/, dilihat tanggal 21 Februari 2013 8 http://www.humasprotokol.bantenprov.go.id/wp-content/uploads/2012/03/201104-tabloid-Menara-Banten.pdf, dilihat tanggal 21 Februari 2013
Dan masih banyak penghargaan yang lainnya, kedepan banyak agenda pembangunan dan mega proyek yang sudah dirintis oleh Gubernur Banten Hj. Ratu Atut Chosiyah seperti Pembangunan Jembatan Selat
Sunda (JSS) yang menghubungkan Jawa-Sumatera,
Pembangunan Pelabuhan Internasional Bojonegara di Kabupaten Serang, Pembangunan Waduk Karian di Kabupaten Lebak, Pembangunan Bandara Banten Selatan di Kabupaten Pandeglang, Pembangunan Terminal Agro Industri di Kabupaten Tangerang, yang semuanya tentu saja bertujuan untuk menggerakkan roda perekonomian, meningkatkan laju pertumbuhan dan akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat sesuai dengan visi Provinsi Banten yaitu “menuju masyarakat Banten yang mandiri, maju, sejahtera berlandaskan iman & taqwa”. Prestasi-prestasi tersebut yang dicapai memang tidak hanya hasil karya seorang Gubernur Banten semata tetapi berkat dukungan dan kerja keras seluruh stakeholder dan dukungan seluruh masyarakat Banten. Tentu saja, jika mengingat usia provinsi ke-30 di Indonesia ini, yang baru berjalan 13 tahun, agaknya kurang tepat jika Banten dibandingkan dengan provinsi-provinsi lain yang sudah jauh lebih tua. Pembangunan Banten harus dilihat secara spesifik, khususnya dari kecenderungan peningkatan pencapaian-pencapaiannya dan prospek ke depan. Sedangkan komparasi dengan indeks-indeks daerah lain, dijadikan sebagai angka motivator dalam mengambil kebijakan dan menetapkan program-program percepatan pembangunan. 9 Walau saat ini Pemerintahan Provinsi Banten baru akan menginjak usia ke-13 tahun tetapi Banten merupakan salah satu provinsi yang mengalami perkembangan sangat pesat, hal ini dibuktikan dengan ditunjuknya Pemerintahan Provinsi Banten oleh Pemerintah Pusat untuk dijadikan sebagai objek observasi lapangan angkatan Ke-1, observasi lapangan angkatan Ke-1
9
http://kabar-banten.com/news/detail/3010, dilihat tanggal 21 Februari 2013
ini diikuti sebanyak 11 orang kepala daerah. Hal tersebut seperti tercantum dari data dibawah ini : Observasi lapangan yang dilaksanakan selama 4 hari di Provinsi Banten ini bertujuan untuk mengamati penyelenggaraan pemerintahan di Kabupaten/ Kota sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan berbagai perundangan lainnya, baik isu aktual yang mencakup aspek pemerintahan, pembangunan, politik dan kemasyarakatan, serta keuangan daerah. Sekda dalam paparannya menyampaikan bahwa Provinsi Banten yang saat ini baru menginjak usia ke-12 tahun merupakan salah satu provinsi yang mengalami perkembangan sangat pesat. “Jumlah penduduk kami saat ini berdasarkan Sensus Penduduk Tahun 2010 telah mencapai 10,64 juta jiwa yang tersebar di 4 Kabupaten dan 4 Kota. Kami berada di posisi ke-5 setelah Jawa Barat, Jawa timur, Jawa Tengah dan Sumatera Utara” ungkap Sekda. Untuk percepatan pembangunan di Provinsi Banten, Sekda menjelaskan Banten dibagi menjadi 3 wilayah kerja pembangunan (WKP). WKP I terdiri dari Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang dan Kota Tangerang Selatan. WKP II meliputi Kabupaten Serang, Kota Serang dan Kota Cilegon, sedangkan WKP III yaitu Kabupaten Pandeglang dan Kabupaten Lebak. “Setiap WKP mempunyai karakteristik dan fokus pembangunan tersendiri, oleh karena itu kami pun mempunyai formula tersendiri dalam melaksanakan pembangunannya. WKP I cenderung akan lebih fokus di bidang industri dan properti, WKP II di bidang industri dan pariwisata, sedangkan WKP III di bidang pertanian” jelas Sekda. Ketua Rombongan yang juga Kepala Pusat Manajemen Pembangunan Kependudukan dan Keuangan Daerah pada Bandiklat Kementerian Dalam Negeri RISanyoto menyampaikan kondisi obyektif yang dihadapi para peserta orientasi sebagai kepala daerah pada daerah masing-masing tentunya akan berbeda dengan daerah yang akan dijadikan lokus observasi, namun dengan peranan kepala daerah yang telah memiliki pengalaman dan masa tugas sekurang-kurangnya 1 tahun, diharapkan akan diperoleh banyak hal yang akan menginspirasi para peserta dalam memulai pelaksanaan tugas sebagai kepala daerah. Kami berharap dapat diperkenankan meninjau beberapa kegiatan atau aktivitas terkait dengan penyelenggaraan kegiatan pemerintahan di daerah, di antaranya proses pemberian pelayanan, kegiatan kemasyarakatan, dan kegiatan ekonomi yang merupakan contoh baik atau best practices penyelenggaraan pemerintahan daerah di wilayah lokus observasi” ungkap Sunyoto. Observasi lapangan ini dimulai sejak tanggal 8 hingga 11 April 2012, dan akan mengunjungi lokus observasi yaitu Kabupaten Tangerang dan Kota Cilegon. Peserta OL angkatan Ke-1 ini diikuti sebanyak 11 orang, yaitu Drs. Martinus Lase, M.SP – Walikota Gunungsitoli (Provinsi Sumatera Utara), Ir. H. Hafith Syukri, MM – Wakil Bupati Rokan Hulu (Provinsi Riau), DR. Ir. H. Hermen malik, M.Sc – Bupati Kaur (Provinsi Bengkulu), Ir. H.M. Farid Yusran,MM – Bupati Barito Selatan (Provinsi Kalimantan Tengah), H. Kalma Katta, S.Sos, MM – Bupati Majene (Provinsi Sulawesi Barat), Yudas Subaggalet, SE, MM – Bupati Kep. Mentawai (Provinsi Sumatera Barat), Adrianus Aroziduhu Gulo, SH, MH – Bupati Nias Barat
(Provinsi Sumatera Utara), H. Sujadi Saddat – Bupati Pringsewu (Provinsi Lampung), Drs. H. Marwan Ibrahim – Wakil Bupati Pelelawan (Provinsi Riau), dr. Hj. Juliarti Djuhardi Alwi, M.PH – Bupati Sambas (Provinsi Kalimantan Barat) dan H.M. Sofhian Mile, SH, MH – Bupati Banggai (Provinsi Sulawesi Tengah). Sumber : Biro Humas dan Protokol Setda Provinsi Banten.
Dimotivasi oleh keinginan untuk memahami secara lebih utuh tentang gaya kepemimpinan Hj Ratu Atut Chosiyah sebagai Gubernur Banten dalam praktek penyelenggaraan pemerintahan daerah di era otonomi daerah, peneliti kemudian memutuskan untuk melakukan penelitian ini, dengan tema gaya kepemimpinan Gubernur Provinsi Banten. Mengingat identitas kepemimpinan di Banten masih kental pula dengan kultural peran Kyai dan Jawara, lebih dikenal lagi dengan istilah “tasbih dan golok”.10 Dua tokoh Sentral (KyaiJawara) inilah memberikan peranan yang penting dalam memberikan warna tersendiri dalam perspektif identitas budaya masyarakat Banten, sehingga Banten lebih dikenal sebagai embrio keagamaan-kanuragan. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk mengetahui gaya kepemimpinan Gubernur Provinsi Banten dalam menggerakkan dan melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai Gubernur Provinsi Banten dalam dua kali masa jabatan.
1.2. Rumusan Masalah Selama periode kepemimpinan Ratu Atut Chosiyah, Provinsi Banten telah mengalami banyak kemajuan di berbagai bidang. Kepemimpinan Ratu Atut Chosiyah telah membawa Provinsi Banten meraih banyak prestasi dan penghargaan, baik dari Presiden RI, museum rekor Indonesia (MURI), Kementerian Perhubungan, Kementerian Agama, Kemendagri, Yayasan Citra Presentasi Indonesia, Yayasan Pesona Indonesia, dan beberapa lembaga nasional lainnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa kepemimpinan Ratu Atut Chosiyah merupakan suatu
10
Hudaeri, Mohamad, “Tasbih dan Golok : Studi tentang Kharisma Kyai & Jawara di Banten”, 2002, diakses dari
http://www.scribd.com/doc/67130368/Tasbih-Dan-Golok-Studi-tentang-Kharisma-Kyai-Jawara-di-Banten dilihat tanggal 15 Desember 2012
komitmen dari seorang pemimpin agar dapat menjadi teladan bagi calon pemimpin di masa yang akan datang ataupun bagi stakeholders yang lain. Oleh karena itu, berdasarkan pemaparan latar belakang diatas peneliti tertarik melakukan penelitian tentang kepemimpinan Ratu Atut Chosiyah berkaitan dengan gaya yang dilakukan dalam melaksanakan fungsi-fungsi kepemimpinan sebagai gubernur Provinsi Banten. Sehingga rumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut : “ Gaya Kepemimpinan seperti apakah yang diterapkan oleh Ratu Atut Chosiyah sebagai Gubernur Provinsi Banten?”
1.3. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian “Gaya Kepemimpinan Ratu Atut Chosiyah sebagai gubernur Provinsi Banten” ini adalah untuk mengetahui gaya kepemimpinan yang dilakukan Ratu Atut Chosiyah dalam melaksanakan fungsi-fungsi kepemimpinan sebagai gubernur Provinsi Banten.
1.4. Manfaat Penelitian Adapun Manfaat yang diperoleh melalui penelitian ini antara lain : 1. Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan khasanah keilmuan di bidang kepemimpinan terutama dalam merumuskan pemikiran-pemikiran bersifat teoritis dalam rangka fungsi kepala daerah sebagai penyelenggaraan pemerintahan daerah. Terkait dengan penelitian ini yang bertujuan untuk mengetahui gaya kepemimpinan yang diterapkan Ratu Atut Chosiyah, hasil penelitian akan menunjukkan gaya-gaya kepemimpinan efektif yang dilakukan Ratu Atut Chosiyah dalam menjalankan fungsi-fungsi kepemimpinannya sebagai gubernur Provinsi Banten. 2. a. Secara praktis, hasil penelitian diharapkan dapat memberikan masukan gaya kepemimpinan yang efektif dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, sehingga hasil penelitian yang ada dapat dijadikan referensi kepemimpinan bagi pemimpinpemimpin daerah maupun organisasi swasta dan pemerintahan yang lain dan dapat juga dijadikan referensi bagi calon pemimpin di masa yang akan datang. b. Bagi peneliti dengan hasil penelitian ini untuk menambah wawasan, pengetahuan secara ilmiah mengenai fungsi kepemimpinan kepala daerah sebagai penyelenggara pemerintahan daerah yang berlandaskan otonomi daerah.