6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.
Rumah Sehat
2.1.1. Defenisi Rumah Sehat Rumah sehat merupakan bangunan tempat tinggal yang memenuhi syarat kesehatan yaitu rumah yang memiliki jamban yang sehat, sarana air bersih, tempat pembuangan sampah, sarana pembuangan air limbah, ventilasi yang baik, kepadatan hunian yang sesuai dan lantai rumah yang tidak terbuat dari tanah (Depkes RI, 2003). Menurut Winslow dalam Chandra (2007), rumah sehat adalah suatu tempat untuk tinggal permanen, berfungsi sebagai tempat bermukim, beristirahat, berekreasi (bersantai) dan sebagai tempat perlindungan dari pengaruh lingkungan yang memenuhi syarat fisiologis, psikologis, dan bebas dari penularan penyakit. Rumah sehat adalah rumah yang dapat memenuhi kebutuhan rohani dan jasmani secara layak sebagai sesuatu tempat tinggal atau perlindungan dari alam luar. Rumah sehat merupakan salah satu sarana untuk mencapai derajat kesejatan yang optimum. Untuk memperoleh rumah sehat ditentukan oleh tersedianya sarana sanitasi perumahan. Sanitasi rumah adalah usaha kesehatan masyarakat yang menitikberatkan pada pengawasan terhadap struktur fisik dimana orang menggunakannnya untuk tempat tinggal berlindung yang memperngaruhi derajat kesehatan manusia. Rumah juga merupakan salah satu bangunan tempat tinggal yang harus memiliki kriteria kenyamanan, keamanan dan kesehatan guna mendukung penghuninya agar dapat bekerja dengan produktif (Prasetya, 2005).
Universitas Sumatera Utara
7
2.1.2. Kriteria Rumah Sehat Kriteria rumah sehat yang tercantum dalam residental environment dari WHO (1974), antara lain : 1. Dapat melindungi dari hujan, panas, dingin, dan berfungsi sebagai tempat istirahat. 2. Mempunyai tempat-tempat untuk tidur, masak, mandi, mencuci, kakus dan kamar mandi. 3. Dapat melindungi dari bahaya kebisingan dan pencemaran. 4. Bebas dari bahan bangunan yang berbahaya. 5. Terbuat dari bahan bangunan yang kokoh dan dapat melindungi penghuninya dari gempa, keruntuhan dan penyakit menular. 6. Memberi rasa aman dan lingkungan tetangga yang serasi. Sementara menurut Mukono (2006) kriteria rumah sehat harus menjamin kesehatan penghuninya dalam arti luas. Maka diperlukan syarat perumahan yaitu : 1. Memenuhi kebutuhan fisiologis Secara fisik kebutuhan fisiologis meliputi kebutuhan suhu dalam rumah yang optimal, pencahayaan yang optimal, perlindungan terhadap kebisingan, ventilasi memenuhi syarat, dan tersedianya ruang yang optimal untuk bermain anak. Suhu ruangan dalam rumah yang ideal adalah berkisar antara 18-200C, dan suhu tersebut dipengaruhi oleh : suhu udara luar, pergerakan udara, dan kelembaban dalam udara ruangan.
Universitas Sumatera Utara
8
Pencahayan harus cukup baik waktu siang maupun malam hari. Pada malah hari pencahayaan yang ideal adalah penerangan listrik. Pada waktu pagi hari diharapkan semua ruangan mendapatkan sinar matahari. Intensitas penerangan minimal tidak boleh kurang dari 60 Lux. Pertukaran hawa (ventilasi) yaitu proses penyediaan udara segar dan pengeluaran udara kotor secara alamiah atau mekanis harus cukup. Berdasarkan Peraturan Bangunan Nasional, lubang hawa suatu bangunan harus memenuhi aturan sebagai berikut luas bersih jendela/lubang hawa sekurang-kurangnya 1/10 dari luas lantai. Pengaruh buruk kurang luas ventilasi adalah berkurangnya kadar oksigen, bertambahnya kadar gas CO2, adanya pengap, suhu udara naik, dan kelembaban udara bertambah. 2.
Memenuhi Kebutuhan Psikologis Kebutuhan psikologis berfungsi untuk menjamin “privacy” bagi penghuni
rumah. Perlu adanya kebebasan untuk kehidupan keluarga yang tinggal dirumah tersebut secara normal. Keadaan rumah dan sekitarnya diatur agar memenuhi rasa keindahan. Adanya ruangan tersendiri bagi remaha dan ruangan untuk berkumpulnya keluarga serta ruang tamu. 3.
Perlindungan Terhadap Penularan Penyakit Untuk mencegah penularan penyakit diperlukan sarana air bersih, fasilitas
pembuangan air kotor, fasilitas penyimpanan makanan, menghindari intervensi dari serangga dan hama atau hewan lain yang dapat menularkan penyakit. 4.
Perlindungan/Pencegahan terhadapa Bahaya Kecelakan dalam Rumah
Universitas Sumatera Utara
9
Agar terhindar dari kecelakaan makan konstruksi rumah harus kuat dan memenuhi syarat bangunan, desain pencegahan terjadinya kebakaran dan tersedianya alat pemadam kebakaran, pencegahan kecelakan jatuh, dan kecelakaan mekanis lainnya. 2.1.3. Syarat Kesehatan Rumah Tinggal Menurut Kepmenkes No.829/menkes/SK/VII/1999, syarat kesehatan rumah tinggal adalah sebagai berikut : 1.
Bahan Bangunan a.
Tidak terbuat dari bahan yang dapa melepaskan bahan yang membahayakan kesehatan, antara lain : asbestos kurang dari 0,5 serat/m3 per jam, timbal kurang dari 300 mg/kg bahan.
b.
Tidak
terbuat
dari
bahan
yang
menjadi
tempat
tumbuh
dan
berkembangnya pathogen. 2.
Komponen dan Penataan Ruangan. a.
Lantai kedap air dan mudah dibersihkan.
b.
Dinding rumah memiliki ventilasi, di kamar mandi dan di kamar cuci kedap air dan mudah dibersihkan.
c.
Langit-langit rumah mudah dibersihkan dan tidak rawan kecelakaan.
d.
Bumbungan rumah 10 m da nada penangkal petir.
e.
Dapur harus memiliki sarana pembuangan asap.
Universitas Sumatera Utara
10
3.
Pencahayaan Pencahayaan alami/buatan , langsung maupun tidak langsung dapat
menerangi seluruh ruangan dengan intensitas penerangan minimal 60 Lux dan tidak menyilaukan mata. 4.
5.
Kualitas udara a.
Suhu udara nyaman antara 18-300C.
b.
Kelembaban antara 40-70%.
c.
Gas SO2 kurang dari 0,1 ppm/24jam.
d.
Pertukaran udara 5 kaki3/menit/pernghuni.
e.
Gas CO kurang dari 100 ppm/8jam.
f.
Gas formaldehid kurang dari 120 mg/m3.
Ventilasi Luas lubang ventilasi alami yang permanen minimal 10% luas lantai.
6.
Vektor Penyakit Tidak ada lalat, nyamuk, ataupun tikus yang bersarang di dalam rumah.
7.
Penyediaan Air a.
Tersedia sarana penyediaan air bersih dengan kapasitas minimal 60 liter/orang/hari.
b.
Kualitas air harus memenuhi persyaratan kesehatan air bersih dan air minum menurut Permenkes 416 tahun 1990 dan Kepmenkes 907 tahun 2002.
8.
Sarana penyimpanan makanan Tersedia sarana penyimpanan makanan yang aman dan bersih.
Universitas Sumatera Utara
11
9.
Pembuangan Limbah a.
Limbah cair yang berasal dari rumah tangga tidak mencemari sumber air, tidak menimbulkan bau, dan tidak mencemari permukaan tanah.
b.
Limbah padat harus dikelola dengan baik agar tidak menimbulkan bau, tidak mencemari permukaan tanah dan air tanah.
c.
Kepadatan Hunian Luas kamar tidur minimal 8 m2 dan dianjurkan untuk tidak lebih dari 2 orang.
2.1.4. Kondisi Fisik Rumah Kondisi fisik rumah adalah keadaan rumah secara fisik dimana orang menggunakan untuk tempat berlindung yang mempengaruhi derajat kesehatan manusia. Penyakit atau gangguan saluran pernapasan dipengaruhi oleh kondisi lingkungan yang buruk. Lingkungan yang buruk tersebut dapat berupa kondisi fisik perumahan yang tidak mempunyai syarat seperti ventilasi, kepadatan penghuni, suhu, kelembaba. Lingkungan perumahan sangat berpengaruh terhadap terjadinya penyakit saluran pernapasan (Slamet, 2009). 2.1.4.1. Ventilasi Menurut Chandra (2007) Ventilasi adalah usaha untuk memenuhi kondisi atmosfer yang menyenangkan dan menyehatkan manusia. Ventilasi digunakan untuk pergantian udara. Hawa segar diperlukan dalam rumah guna mengganti udara ruangan yang sudah terpakai. Udara segar diperlukan untuk menjaga temperature dan kelembaban udara dalam ruangan. Guna memperoleh
Universitas Sumatera Utara
12
kenyamanan udara seperti dimaksud di atas diperlukan adanya ventilasi yang baik. Berdasarkan kejadiannya, maka ventilasi dapat dibagi menjadi 2 jenis, yaitu : 1) Ventilasi Alam Ventilasi alam berdasarkan pada 3 kekuatan yaitu : daya difusi dari gasgas, gerakan angin dan gerakan massa di udara karena perubahan temperatur. Ventilasi alam ini mengandalkan pergerakan udara bebas (angin), temperatur udara kelembabannya. Ventilasi alam yaitu jendela, pintu, lubang angin. Ventilasi yang baik minimal 10% dari luas lantai; 5% ventilasi insidentil (dapat dibuka dan ditutup) dan 5% ventilasi permanen (tetap). 2) Ventilasi Buatan Pada suatu waktu, diperlukan juga ventilasi buatan dengan menggunakan alat mekanis maupun elektrik. Alat-alat tersebut adalah kipas angin, exhauter dan AC (air conditioner). Tidak tersedianya ventilasi yang baik pada suatu ruangan akan membahayakan kesehatan karena dapat menyebabkan pencemaran oleh bakteri ataupun berbagai zat kimia. Adanya bakteri di udara umumnya disebakan debu, uap air dan sebagainya yang akan menyebabkan penyakti pernapasan (Azrul, 2002). Menurut
Kepmenkes
Nomor
829/menkes/SK/VII/1999
tentang
Persyaratan Kesehatan Perumahan; luas penghawaan atau ventilasi alamiah yang permanen minimal 10% luas lantai.
Universitas Sumatera Utara
13
2.1.4.2. Jenis Lantai Menurut Achmadi (2008) lantai yang baik harus selalu kering, tinggi lantai harus disesuaikan dengan kondisi setempat, lantai harus lebih tinggi dari muka tanah. Ubin atau semen adalah baik. Syarat yang penting disini adalah tidak berdebu pada musim kemarau dan tidak basah pada musim hujan, sehingga dapat mencegah terjadinya penularan penyakit terhadap penghuninya. Lantai rumah sangat penting untuk diperhatikan terutama dari segi kebersihan dan persyaratan. Lantai dari tanah lebih baik tidak digunakan lagi karena jika musim hujan akan menjadi lembab sehingga dapat menimbulkan gangguan terhadap penghuninya dan merupakan tempat yang baik untuk berkembangbiaknya kuman penyakit, termasuk bakteri penyebab ISPA. Sebaiknya lantai rumah tersebut dari bahan yang kedap air dan mudah dibersihkan. Untuk mencegah masuknya air ke dalam rumah, sebaiknya lantai dinaikkan kira-kira 25 cm dari permukaan tanah (Prasetya, 2005). Lantai yang baik adalah lantai yang dalam keadaan kering dan tidak lembab. Bahan lantai harus kedap air, mudah dibersihkan dan tidak menghasilkan debu (Ditjen PPM dan PL, 2002). Menurut
Kepmenkes
Nomor
829/Menkes/SK/VII/1999
tentang
Persyaratan Kesehatan Perumahan; komponen dan penataan ruangan rumah sehat dimana lantai kedap air, mudah dibersihkan dan tidak rawan kecelakaan. 2.1.4.3. Pencahayaan Menurut
Sastra
(2006)
Cahaya
matahari
sangat
penting
bagi
kehidupan manusia, terutama bagi kesehatan. Selain untuk penerangan cahaya
Universitas Sumatera Utara
14
matahari juga dapat mengurangi kelembaban ruang, mengusir nyamuk, membunuh kuman penyakit tertentu seperti ISPA, TBC, influenza, penyakit mata dan lain-lain. Cahaya, berperan sebagai gemercid (pembunuh kuman atau bakteri). Cahaya matahari banyak dimanfaatkan oleh manusia dalam rangka menciptakan kesehatan yang lebih sempurna, seperti membiarkan cahaya matahari pagi masuk ke dalam rumah, karena cahaya matahari pagi tersebut banyak megandung sinar ultraviolet yang dapat mematikan kuman (Azwar, 2002). Agar dapat memperoleh cahaya yang cukup, setiap ruang harus memiliki lubang cahaya yang memungkinkan masuknya sinar matahari ke dalam ruangan baik secara langsung maupun tidak langsung. Sedikitnya setiap rumah harus mempunyai lubang cahaya yang dapat berhubungan langsung dengan cahaya matahari, minimal 10% dari luas lantai rumah; 5% dapat dibuka (Prasetya, 2005). Menurut
Kepmenkes
Nomor
829/Menkes/SK/VII/1999
tentang
Persyaratan Kesehatan Perumahan; pencahayaan alami dianggap baik jika besarnya antara 60-120 Lux dan buruk jika kurang dari 60 Lux atau lebih dari 120 Lux.
2.1.4.4. Langit-Langit Menurut Sastra (2006) langit-langit merupakan bidang pembatas antara atap rumah dan ruangan di bawahnya. Langit-langit rumah memiliki banyak fungsi, fungsi utama dari langit-langit adalah untuk menjaga kondisi suhu di dalam ruangan akibat sinar matahari yang menyinari atap rumah. Udara panas di
Universitas Sumatera Utara
15
ruang atap ditahan oleh langit-langit sehingga tidak langsung mengalir ke ruang di bawahnya sehingga suhu ruang dibawahnya tetap terjaga. Selain menjaga kondisi suhu ruang dibawahnya, langit-langit juga berfungsi untuk melindungi ruangan-ruangan di dalam rumah dari rembesan air yang masuk dari atas atap, menetralkan bunyi atau suara yang bising pada atap pada saat hujan. Selain itu juga langit-langit dapat membantu menutup dan menyembunyikan benda-benda (seperti: kabel instalasi listrik, telfon, pipa hawa) dan struktur atap sehingga interior ruangan tampak lebih indah. Pemilihan bahan langit-langit sebaiknya yang bisa menyerap panas, sehingga suhu dan kenyamanan udara dalam ruangan tetap terjaga. Langit-langit dapat menahan rembesan air dari atap dan menahan debu yang jatuh dari atap rumah (Prasetya, 2005). Menurut
Kepmenkes
Nomor
829/Menkes/SK/VII/1999
tentang
Persyaratan Kesehatan Perumahan; bahan bangunan tidak terbuat dari bahan yang dapat melepaskan bahan yang dapat membahayakan kesehatan dan langit-langit harus mudah dibersihkan. 2.1.4.5. Kelembaban Menurut
Kepmenkes
Nomor
829/menkes/SK/VII/1999
tentang
Persyaratan Kesehatan Perumahan, kelembaban udara yang memenuhi syarat kesehatan dalam rumah adalah 40-70%. Rumah yang tidak memiliki kelembaban yang memenuhi syarat kesehatan akan membawa pengaruh bagi penghuninya. Rumah yang lembab merupakan media yang baik bagi pertumbuhan mikroorganisme antara lain bakteri, spiroket,
Universitas Sumatera Utara
16
ricketsia, dan virus. Mikroorganisme tersebut dapat masuk kedalam tubuh melalui udara. (Achmadi, 2008). Kelembaban yang tinggi dapat menyebabkan membran mukosa hidung menjadi kering sehingga kurang efektif dalam menghadang mikroorganisme. Bakteri pneumokokus seperti halnya bakteri lain, akan tumbuh dengan subur pada lingkungan dengan kelembaban tinggi karena air membentuk >80% volume sel bakteri dan merupakan hal yang esensial untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidup sel bakteri. Selain itu jika udara terlalu banyak mengandung uap air, maka udara basah yang dihirup berlebihan akan mengganggu pula fungsi paru (Azwar, 2002). 2.1.4.6. Dinding Dinding adalah pembatas, baik antara ruangan dalam dengan ruang luar ataupun ruang dalam dengan ruang dalam yang lain. Bahan dinding dapat terbuat dari papan, triplek, batu merah, batako, dan lain-lain (Prasetya, 2005). Dinding berfungsi sebagai pendukung atau penyangga atap, untuk melindungi ruangan rumah dari gangguan serangga, hujan dan angin, serta melindungi dari pengaruh panas dan angin dari luar. Bahan dinding yang paling baik adalah batu, tembok, sedangkan kayu, papan, bambu kurang baik. Menurut Suryatno (2003) rumah yang berdinding tidak rapat seperti bambu, papan atau kayu dapat menyebabkan ISPA, karena angin malam langsung masuk ke dalam rumah. Jenis dinding yang mempengaruhi terjadinya ISPA, selain itu dinding yang sulit dibersihkan dan penumpukan debu pada dinding, merupakan media yang baik bagi berkembangbiaknya kuman.
Universitas Sumatera Utara
17
Menurut
Kepmenkes
Nomor
829/Menkes/SK/VII/1999
tentang
Persyaratan Kesehatan Perumahan; komponen dan penataan ruangan rumah sehat dimana dinding rumah sehat harus memiliki ventilasi, kedap air dan mudah dibersihkan. 2.1.4.7. Kepadatan Hunian Luas ruang tidur minimal 8 m2 dan tidak dianjurkan untuk lebih dari 2 orang dalam satu ruang tidur. 2.2.
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)
2.2.1. Defenisi ISPA Infeksi Saluran Pernapasa Akut (ISPA) adalah penyakit saluran pernapasan atas atau bawah, biasanya menular, yang dapat menimbulkan berbagai spectrum penyakit yang berkisar dari penyakit tanpa gejala atau infeksi ringan sampai penyakit yang parah dan mematikan tergantung pada patogen penyebabnya, faktor lingkungan, dan faktor pejamu (WHO,2008). Menurut Unicef, ISPA disebut sebagai pandemic yang terlupakan atau The Forgotten killer of Children. Hal ini diduga karena ISPA merupakan penyakit yang akut dan kualitas pelaksannaan pencegahannya belum memadai, ISPA terjadi dalam beberapa variasi, ISPA dapat menyebar secara cepat dan berdampak besar bagi kesehatan masyarakat. Menurut Kemenkes RI Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan 2012, ISPA merupakan suatu infeski akut yang menyerang salahs atu bagian atau lebih dari saluran pernapasan mulai dari hidung sampai alveoli termasuk sinus, rongga telinga, dan pleura.
Universitas Sumatera Utara
18
Menurut Hartono (2012) terjadinya ISPA tertentu bervariasi menurut beberapa faktor. Penyebaran dan dampak penyakit berkaitan dengan: a.
kondisi lingkungan (misalnya, polutan udara, kepadatan anggota keluarga), kelembaban, kebersihan, musim, temperatur
b.
ketersediaan dan efektivitas pelayanan kesehatan dan langkah pencegahan infeksi untuk mencegah penyebaran (misalnya, vaksin, akses terhadap fasilitas pelayanan kesehatan, kapasitas ruang isolasi).
c.
faktor pejamu, seperti usia, kebiasaan merokok, kemampuan pejamu menularkan infeksi, status kekebalan, status gizi, infeksi sebelumnya atau infeksi serentak yang disebabkan oleh patogen lain, kondisi kesehatan umum.
d.
karakteristik patogen, seperti cara penularan, daya tular, faktor virulensi (misalnya, gen penyandi toksin), dan jumlah atau dosis mikroba (ukuran inokulum). Menurut Depkes RI (2007) ISPA adalah infeksi saluran pernapasan akut,
istilah ini meliputi tiga unsur yakni infeksi, saluran pernapasan dan akut. Dengan pengertian sebagai berikut: i.
Infeksi adalah masuknya kuman atau mikro organisme kedalam tubuh
manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit. ii.
Saluran pernapasan adalah organ dari hidung hingga alvioli serta organ
adneksanya seperti sinus-sinus rongga telinga tengah dan pleura. ISPA secara anatomis mencakup saluran pernapasan atas. iii. Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung selama 14 hari diambil untuk menunjukan peroses akut. Meskipun beberapa penyakit yang dapat digolongkan
Universitas Sumatera Utara
19
dalam ISPA proses ini berlangsung lebih dari 14 hari (Depkes, RI 2007). ISPA adalah infeksi saluran pernapasan akut yang berlangsung sampai 14 hari yang dimaksud dengan saluran pernapasan adalah organ dari hidung sampai gelembung paru. Beserta organ-organ disekitarnya: sinus, ruang telinga tengah dan selaput paru. Sebagian besar dari infeksi saluran pernapasan hanya bersifat ringan seperti batuk pilek (Rasmaliah, 2007). Menurut Muhammad, Hood & Taib (2005), ISPA adalah radang akut saluran pernapasan atas maupun bawah yang disebabkan oleh infeksi jasad renik atau bakteri, virus , maupun riketsia, tanpa atau disertai radang parenkim paru. 2.2.2. Etilogi ISPA Menurut WHO (2007), ISPA dapat menimbulkan berbagai spectrum penyakit yang berkisar dari penyakit tanpa gejala atau infeksi ringan sampai penyakit yang parah dan mematikan, tergantung pada pathogen penyebabnya, faktor lingkungan, dan faktor pejamu. Menurut WHO, berdasarkan penelitian di berbagai Negara juga menunjukkan bahwa di Negara berkembang streptococcus pneumonia dan Haemofilus influenza merupakan bakteri yang selalu ditemukan. Etiologi ISPA terdiri dari lebih dari 300 jenis penyakit bakteri, virus, jamur, dan aspirasi. Beberapa diantaranya : Bakteri
: Diplococcus pneumonia, Pneumococcus, Streptococcus pyogenes, Staphylococcus aureus, Haemophilus, Influenza, dan lain-lain.
Virus
: Influenza, Adenovirus, Sitomegalovirus
Jamur
:Asperigillus sp, Candida albicans, Histoplasma, dan lain-lain.
Universitas Sumatera Utara
20
Aspirasi
: makan, asap kendaraan bermotor, bahan bakar minyak biasanya tanah, cairan amnion, pada saat lahir, benda asing ( Widoyono, 2008).
2.2.3. Patogenesis ISPA Menurut Muhammad, Hood & Taib (2005) ISPA dapat ditularkan melalui air ludah, darah, bersin, udara pernapasan yang mengandung kuman yang terhirup oleh orang sehat ke saluran pernapasannya. 3 cara penyebaran infeksi pernapasan : 1.
Melalui aerosol yang lembut, terutama oleh karena batuk-batuk
2.
Melalui aerosol yang lebih kasar, terjadi pada waktu batuk-batuk dan bersinbersin
3.
Melalui kontak langsung/tidak langsung dari benda-benda yang telah dicemari jasad renik.
2.2.4. Klasifikasi ISPA Program Pemberantasan ISPA (P2 ISPA) mengklasifikasi ISPA sebagai berikut : a. Kelompok umur kurang dari 2 bulan, diklasifikasikan atas : 1) Pneumonia berat : apabila dalam pemeriksaan ditemukan adanya penarikan yang kuat pada dinding dada bagian bawah ke dalam dan adanya nafas cepat, frekuensi nafas 60 kali per menit atau lebih. 2) Bukan pneumonia (batuk pilek biasa) : bila tidak ditemukan tanda tarikan yang kuat dinding dada bagian bawah ke dalam dan tidak ada nafas cepat, frekuensi nafas kurang dari 60 kali per menit.
Universitas Sumatera Utara
21
b. Kelompok umur 2 bulan - <5 tahun diklasifikasikan atas : 1) Pneumonia berat : Apabila dalam pemeriksaan ditemukan adanya tarikan dinding dada bagian bawah kedalam. 2) Pneumonia : tidak ada tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam, adanya nafas cepat, frekuensi nafas 50 kali atau lebih pada umur 2 – <12 bulan dan 40 kali per menit atau lebih pada umur 12 bulan – <5 tahun. 3) Bukan pneumonia : tidak ada tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam, tidak ada nafas cepat, frekuensi nafas kurang dari 50 kali per menit pada anak umur 2 – <12 bulan dan kurang dari 40 kali permenit 12 bulan – <5 tahun. Klasifikasi ISPA menurut Depkes RI (2002) : 1) ISPA ringan Apabila seseorang yang menderita ISPA ringan ditemukan gejala pilek dan sesak tanpa/disertai demam. 2) ISPA sedang o
Apabila timbul gejala sesak napas, suhu tubuh lebih dari 39 C dan bila bernapas mengeluarkan suara seperti mengorok 3) ISPA berat Apabila kesadaran menurun, nadi cepat atau tidak teraba, makan menurun, bibir dan ujung nadi membiru (sianosis) dan gelisah. Menurut Widoyono (2008) klasifikasi penyakit ISPA terdiri dari : a.
Bukan pneumonia : mencakup kelompok pasien balita dengan batuk yang tidak
menunjukkan
gejala
peningkatan
frekuensi
napas
dan
tidak
menunjukkan adanya tarikan dinding dada bagian bawah ke arah dalam.
Universitas Sumatera Utara
22
b.
Pneumonia : didasarkan pada adanya batuk dan atau kesukaran bernapas. Diagnosis gejala ini berdasarkan umur. Batas frekuensi napas cepat pada anak berusia dua bulan sampai <1 tahun adalah 50 kali per menit dan untuk anak usia 1 sampai < 5 tahun adalah 40 kali per menit.
c.
Pneumonia berat : didasarkan pada adanya batuk dan atau kesukaran bernapas disertai sesak napas atau tarikan dinding dada bagian bawah ke arah dalam (chest indrawing) pada anak berusia dua bulan sampai <5 tahun. Untuk anak berusia <2 bulan, diagnosis pneumonia berat ditandai dengan adanya napas cepat yaitu frekuensi pernapasan sebanyak 60 kali per menit atau lebih, atau adanya tarikan yang kuat pada dinding dada bagian bawah kea rah dalam (severe chest indrawing).
2.2.5. Gejala ISPA Menurut WHO (2007) tanda dan gejala penyakit infeksi saluran pernafasan dapat berupa: a.
Batuk
b.
Kesulitan bernafas
c.
Sakit tenggorokan
d.
Pilek
e.
Demam
f.
Sakit kepala Gejala ISPA pada bayi dan anak kecil secara umum sebagai berikut : batuk
dengan dahak kental, pilek, kesukaran bernapas (sesak napas), suara serak, nyeri tenggorokan, suhu tubuh yang cenderung meningkat, sakit kepala, lesu, gelisah,
Universitas Sumatera Utara
23
nafsu makan menurun (Hartono, 2012). 2.2.6. Cara Pencegahan ISPA Menurut Budiarto (2001) cara pencegahan ISPA meliputi sebagai berikut: a.
Penyuluhan, dilakukan oleh tenaga kesehatan dimana kegiatan ini diharapkan dapat mengubah sikap dan perilaku masyarakat terhadap hal-hal yang dapat meningkatkan faktor risiko penyakit ISPA. Kegiatan penyuluhan ini dapat berupa penyuluhan penyakit ISPA, penyuluhan ASI Eksklusif, penyuluhan imunisasi, penyuluhan gizi seimbang pada ibu dan anak, penyuluhan kesehatan lingkungan rumah, penyuluhan bahaya rokok.
b.
Imunisasi, yang merupakan strategi spesifik untuk dapat mengurangi angka kesakitan (insiden) pneumonia.
c.
Usaha di bidang gizi yaitu untuk mengurangi malnutrisi, defisiensi vitamin A.
d.
Program KIA yang menangani kesehatan ibu dan bayi berat lahir rendah.
e.
Program Penyehatan Lingkungan Pemukiman (PLP) yang menangani masalah polusi di dalam maupun di luar rumah. Menurut Hartono (2002) cara efektif mencegah penyakit ISPA
(berdasarkan faktor penyebab penyakit), sebagai berikut : a. Tingkat hunian rumah padat 1.
Satu kamar dihuni tidak lebih dari 2 orang
2.
Jaga kebersihan lantai rumah
b. Ventilasi rumah/dapur tidak memenuhi syarat 1.
Memperbaiki lubang penghawaan / ventilasi
2.
Selalu membuka pintu/jendela terutama pagi hari
Universitas Sumatera Utara
24
3.
Menambah ventilasi buatan
c. Perilaku 1.
Tidak membawa anak/bayi saat memasak di dapur
2.
Menutup mulut bila batuk
3.
Membuang ludah pada tempatnya
4.
Tidak menggunakan obat anti nyamuk bakar
5.
Tidur sementara terpisah dari penderita.
2.3.
Rokok
2.3.1. Defenisi Rokok Menurut Anderson (2006), rokok adalah hasil olahan yang terbuat dari daun termbakau kering, kertas, berberapa zat kimia tambahan, dan pada umumnya menggunakan filter. Setiap batang rokok mengandung zat adiktif yang ditambahkan sebagai pengawet dan penambah cita rasa. Dalam setiap rokok yang dihisap perokok akan terjadi reaksi kimia yang membentuk karbon monoksida dan menguapnya zat lengket yaitu tar. Asap rokok yang terhisap akan mencapai paru-paru dan merusak saluran pernapasan. Tar dan nikotin akan menempel pada alveolus dan bronkiolus dan mempengaruhi kinerja organ pernapasan dan menyebabkan kerusakan pada organ pernapasan (Anderson, 2006). 2.3.2. Tar Tar adalah kumpulan dari substansi kimia berbahaya yang terkandung dalam asap rokok yang berwarna cokelat dan lengket. Asap dari bagian rokok yang terbakar secara langsung mengandung sekitar 5 miliar partikel/mm 3 yang
Universitas Sumatera Utara
25
terkondensasi membentuk tar. Zat kimia yang terdapat dalam tar dapat dikaitkan dengan perkembangan sel kanker. Zat-zat tersebut seperti benzoperin dan vinil klorida dapat secara langsung menyebabkan kanker. Beberapa zat lain seperti formaldehid dan fenol ketika bertemu dengan zat lain akan membentuk senyawa kimia yang dapat mengakibatkan pertumbuhan sel kanker (Harold,2001). Menurut Boyle (2010), ada beberapa faktor yang mempengaruhi kadar tar dalam rokok, antara lain : 1.
Penggunaan filter rokok Filter yang dibuat pada rokok tebuat dari carbon dan mengurangi kadar
hydrogen sianida, formaldehid, akrolein, dan asetaldehid sebesar 60%. 2.
Struktur Rokok Kadar zat adiktif dalam rokok tergantung pada panjang dan diameter
setiap batang rokok. Semakin panjang dalan besar diameter rokok maka semakin tinggi kadar tar yang dikandung. Hal ini disebabkan karena tembakau yang di gunakan semakin banyak jika ukuran rokok semakin panjang dan besar. 3.
Tipe Tembakau Ada 3 jenis tembakau yang digunakan dalam rokok yaitu: a. Tembakau yang dikeringkan dengan cahaya matahari. Tembakau jenis ini mengandung 31,5 mg tar. b. Tembakau yang dikeringkan dengan cara dianginkan. Tembakau ini mengandung 21,2-25,6 mg tar. c. Tembakau yang dikeringkan dengan udara panas. Tembakau jenis ini mengandung 33,4 mg tar.
Universitas Sumatera Utara
26
2.3.3. Dampak Rokok terhadap Kesehatan Penelitian menunjukkan bahwa perokok aktif menyebabkan gangguan kesehatan bagi orang lain. Hal ini terjadi karena orang yang berada disekitar perokok akan menjadi perokok pasif yang kebanyakan adalah anak-anak dan balita (Encyclopedia of Global Health,2008). Dampak rokok terhadap orang dewasa dan anak-Anak yaitu : 1.
Orang dewasa Orang dewasa yang menjadi perokok pasif memiliki resiko terkena kanker
paru dan kerusakan hati lebih tinggi dari perokok aktif. Beberapa penyakit yang terjadi pada orang dewasa diakibatkan oleh rokok adalah kanker kandung kemih, serangan jantung, stroke, penyakit jantung koroner, kemandulan, lahir premature, kerongkongan,ISPA, dan masih banyak lagi. 2.
Anak-anak dan Balita Paparan asap roko pada anak-anak dan balita sebagai perokok pasif akan
meningkatkan potensi terkena SIDS (Sudden Infant Death Syndrome), gangguan pendenganran, asma, gangguan perkembangan paru-paru, dan infeksi saluran pernapasan akut (ISPA).
Universitas Sumatera Utara
27
Kerangka Konsep
2.4.
Variabel independen
Variabel dependen
Kondisi Fisik Rumah (ventilasi, jenis lantai, pencahayaan, langitlangit, kelembaban, dinding, kepadatan hunian).
Kejadian ISPA pada Balita Keluarga Perokok
Perokok Tidak perokok 2.5.
2.5 1.
Hipotesa Penelitian
Hipotesa Penelitian Ho: tidak ada hubungan kondisi fisik rumah (ventilasi, jenis lantai, pencahayaan, langit-langit, kelembaban, dinding, kepadatan hunian) dengan kejadian ISPA pada balita Ha: ada hubungan kondisi fisik rumah (ventilasi, jenis lantai, pencahayaan, langit-langit, kelembaban, dinding, kepadatan hunian) dengan kejadian ISPA pada balita.
2.
Ho: tidak ada hubungan keluarga perokok dengan kejadian ISPA pada balita. Ha: ada hubungan keluarga perokok dengan kejadian ISPA pada balita.
Universitas Sumatera Utara