BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Kesehatan, pendidikan dan pendapatan setiap individu merupakan tiga faktor utama yang sangat mempengaruhi kualitas sumber daya manusia. Oleh karena itu setiap individu berhak dan harus selalu menjaga kesehatan, yang merupakan modal utama agar dapat hidup produktif, bahagia dan sejahtera (Azwar, 2004). Menurut Grossman (1972) modal manusia (human capital) di dalam ekonomi kesehatan digunakan untuk menginterpretasikan demand untuk kesehatan dan demand untuk pelayanan kesehatan, dalam teori ini disebutkan bahwa seseorang melakukan investasi untuk bekerja dan menghasilkan uang melalui pendidikan, pelatihan, dan kesehatan. Modal manusia (human capital) merupakan salah satu faktor penting dalam proses pertumbuhan ekonomi. Dengan modal manusia yang berkualitas kinerja ekonomi diyakini juga akan lebih baik. Kualitas modal manusia ini dapat dilihat dari tingkat pendidikan, kesehatan, ataupun indikator indikator lainnya (Brata, 2002). Perubahan paradigma pembangunan dunia secara tidak langsung mempengaruhi pola pembangunan di berbagai negara. Realita tersebut tak terlepas dari perubahan pola pertumbuhan ekonomi ke pemenuhan kebutuhan hidup hingga kini diarahkan pada peningkatan kualitas manusia (human quality) sebagaimana seperti statement United Nation Development Programme (Sopandi, 2009) Amandemen Undang Undang Dasar 1945 Pasal 28h dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 menyatakan bahwa kesehatan adalah hak asasi manusia yang fundamental, seyogyanya setiap warga negara memiliki jaminan kesehatan. Pasal 34 ayat (2) UUD Tahun 1945 juga menyatakan bahwa negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat
dan ayat (3) menyatakan bahwa negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan yang layak. Penyediaan pelayanan kesehatan membutuhkan sumber daya yang tidak sedikit. Sumber daya yang digunakan harus sesuai dengan kebutuhan yang ada. Di tengah kelangkaan sumber daya yang di miliki, berbagai upaya yang dilaksanakan haruslah memenuhi tujuan efisiensi dan pemerataan (Razak, 2008). Rendahnya kualitas kesehatan masyarakat terutama masyarakat yang kurang mampu disebabkan oleh beberapa faktor yaitu kurangnya kesadaran untuk menjaga kesehatan fisik, kebersihan lingkungan dan pola hidup tidak sehat, dan pembiayaan untuk mendapat akses kesehatan yang baik. Kenyataan akan tidak meratanya pemberian bantuan kesehatan oleh pemerintah untuk semua masyarakat dan kurangnya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya kesehatan menyebabkan kerugian bagi masyarakat itu sendiri (Suliman Salih, 2011). Pembangunan nasional yang diukur dengan menggunakan Human Development Index dapat dilihat dari parameter pembangunan ekonomi, kesehatan dan pendidikan (Kintamani, 2008). Provinsi Bali dengan sembilan kabupaten/kota memiliki jumlah penduduk yang sudah mempunyai jaminan kesehatan 980.114 jiwa (27,88 persen) pada tahun 2008 dan sekitar 2.535.886 jiwa (72.12 persen) belum mempunyai jaminan pemeliharaan kesehatan yang senantiasa bermasalah jika jatuh sakit. Di sisi lain problem upaya meningkatkan derajat kesehatan sejak era otonomi salah satunya sinergi antar wilayah, maka Pemerintah Provinsi Bali berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang pembagian urusan pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten dan kota pada sub bidang pembiayaan kesehatan membentuk sebuah program jaminan kesehatan bagi masyarakat Bali pada khususnya. Jaminan kesehatan yang diselenggarakan disebut dengan Jaminan Kesehatan Bali Mandara (JKBM) yang dilaksanakan melalui mekanisme jaminan kesehatan sosial. Program ini diperuntukkan bagi
penduduk Bali yang tidak mempunyai jaminan kesehatan. Program JKBM ini perlu mendapat dukungan dari pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Bali, dan bentuk salah satu dukungan tersebut merupakan indikator sinergitas bantuan pembiayaan antara Pemerintah Provinsi dengan Pemerintah Kabupaten/Kota (UPT JKMB, 2012). Pemerintah Provinsi Bali merupakan salah satu provinsi yang ada di Indonesia yang telah melaksanakan sistem jaminan sosial di bidang kesehatan dengan baik dan merasakan pentingnya peran pemerintah daerah untuk memberikan jaminan pelayanan kesehatan bagi masyarakat sebagai bentuk kepedulian dan konsistensinya fungsi regular dan penyedia biaya. Pemerintah Provinsi Bali melakukan inovasi dalam pembiayaan kesehatanya itu biaya kesehatan untuk program kesehatan promotif dan preventif dibiayai oleh subsidi pemerintah provinsi dan kabupaten/kota dengan pengalihan subsidi kepada rumah sakit dan puskesmas, dan dikelola oleh Dinas Kesehatan Provinsi Bali melalui programnya yang dikenal dengan Jaminan Kesehatan Bali Mandara (JKBM). Memperhatikan meningkatnya persentase penduduk yang sudah memiliki jaminan kesehatan (sebesar 28 persen tahun 2008), maka pada periode berikutnya dilakukan upaya yang lebih gencar untuk mendapatkan kepesertaan JKBM. Jumlah peserta JKBM dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan seiring dengan penambahan jumlah penduduk. Hal ini nampaknya sudah mulai membuahkan hasil, yang dapat diamati dari tren meningkatnya kepesertaan JKBM selama periode 2010 sampai dengan 2014 (Tabel 1.1). Tabel 1.1 Kepesertaan Jaminan Kesehatan Bali Mandara (JKBM) Provinsi Bali Tahun 2010-2014 No.
Kabupaten/Kota
2010
2011
2012
2013
2014
1
Buleleng
396.240
429.793
565.875
353.079
358.031
2
Jembrana
215.468
270.127
276.597
277.309
277.309
3
Tabanan
320.380
342.117
381.965
332.294
310.181
4
Badung
341.112
457.364
395.829
395.829
395.829
5
Denpasar
434.003
388.057
565.891
415.125
415.125
6
Gianyar
362.775
369.148
408.934
296.213
296.559
7
Bangli
149.846
197.450
218.487
218.487
317.721
8
Klungkung
117.285
168.544
159.697
159.034
159.034
9
Karangasem
198.777
314.222
303.831
303.831
303.625
Jumlah
2.535.886 2.936.822 3.277.106 2.751.201 2.733.414
Sumber : UPT JKMB Provinsi Bali,2014 Peningkatan jumlah kepesertaan JKBM dibarengi pula dengan peningkatan jumlah pendanaan yang pada awalnya sebesar
Rp 179.254.726.816,-
(tahun 2010) naik menjadi
Rp.328.009.680.000,- (tahun 2014), dengan premi kepesertaan Rp. 10.000,- per kepala per bulan. Peningkatan premi ini turut meningkatkan perluasan jangkauan pelayanan atas jenis penyakit yang ditanggung dengan sharing anggaran seperti ditampilkan pada Tabel 1.2. Tabel 1.2 Sharing Anggaran Jaminan Kesehatan Bali Mandara Provinsi Bali Tahun 2010-2014 No
Kabupaten/
Jumlah
Provinsi
Kabupaten/
Kota
Peserta
(persen)
Kota
Provinsi
Kabupaten/
Total
Kota
Anggaran
(persen)
(Ribuan)
1
Jembrana
277.709
68,96
31,04
22.947.874.368
10.329.205.632
33.277.080
2
Tabanan
310.181
51,04
48,96
18.997.965.888
18.223.754.112
37.221.720
3
Badung
395.829
36,82
63,18
17.489.308.536
30.010.171.464
47.499.480
4
Denpasar
415.125
44,94
55,06
22.386.861.000
27.428.139.000
49.815.000
5
Gianyar
296.559
47,44
52,56
16.882.510.752
18.704.569.248
35.587.080
6
Klungkung
159.034
82,17
17,83
15.681.388.536
3.402.691.464
19.084.080
7
Bangli
217.721
87,65
12,35
22.899.894.780
3.226.625.220
26.126.520
8
Karangasem
306.365
56,19
43,81
20.657.579.220
16.106.220.780
36.763.800
9
Buleleng
498.709
51,97
48,03
31.101.488.076
28.743.591.924
59.845.080
2.876.832
54,76
45,24
189.044.871.156
156.174.968.844
345.219.840
Total
Sumber : UPT JKMB Provinsi Bali, 2015.
Melalui sharing anggaran seperti Tabel 1.3, peningkatan kualitas kesehatan di rumah sakit dan puskesmas sebagai ujung tombak program ini seyogyanya meningkat. Rumah sakit dan puskesmas dalam memberi pelayanan publik mengacu kepada Undang Undang Nomor 25 Tahun 2009. Undang-undang tersebut merupakan acuan penilaian kualitas pelayanan sebagai kewajiban dan janji penyelenggara kepada masayarakat dalam rangka pelayanan yang berkualitas, cepat, mudah, terjangkau dan terukur. Di sisi lain, belum semua rumah sakit di Bali terutama rumah sakit swasta mengikuti JKBM karena terjadi perbedaan pendanaan jika menggunakan swasta murni. Asumsi bahwa pelayanan kepada masyarakat miskin berpengaruh pada kualitas pelayanan kesehatan yang ada akibat dari subsidi pemerintah masih kecil dan perlu secara bertahap menyesuaikan dengan di rumah sakit swasta agar dapat lebih memperluas pelayanan kepada masyarakat. Umumnya kelompok dengan tingkat pendapatan di bawah UMR memiliki proporsi lebih besar untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan program JKBM dari kelompok dengan tingkat pendapatan di atas UMR. Pendapatan keluarga sangat berpengaruh terhadap proses pengambilan keputusan dalam mencari pelayanan kesehatan. Total realisasi klaim JKBM Kabupaten Buleleng pada Tahun 2014 sebesar Rp 57.119.538.040,24,- terverifikasi sebesar Rp 85.235.550.115,41,hal ini menunjukkan bahwa penggunaan JKBM di Kabupaten Buleleng melebihi pagu anggaran yang telah ditetapkan. (UPT JKBM Provinsi Bali, 2015). Karakteristik sosial demografi adalah ciri yang menggambarkan perbedaan masyarakat berdasarkan usia, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan, agama, suku bangsa, pendapatan, jenis keluarga, status pernikahan, lokasi geografi, dan kelas sosial (Kotler dan Armstrong, 2001). Adapun variabel sosial demografi yang digunakan dalam penelitian ini meliputi daerah tempat tinggal, pendidikan, jumlah anggota keluarga dan masa kerja. Kabupaten Buleleng terbagi atas
sembilan kecamatan diantaranya Kecamatan Gerokgak, Seririt, Busungbiu, Banjar, Sukasada, Buleleng, Sawan, Kubutambahan dan Tejakula. Sampai saat ini belum di evaluasi tentang intensitas penggunaan JKBM di Kabupaten Buleleng, sehingga belum ada informasi yang memadai tentang intensitas penggunaan JKBM. Hal ini yang melatar belakangi penelitian mengenai intensitas penggunaan JKBM di Kabupaten Buleleng.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian yang dipaparkan pada latar belakang masalah, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut. 1) Bagaimana persepsi penerima JKBM terhadap pelayanan JKBM di Kabupaten Buleleng? 2) Bagaimana pengaruh jarak tempat tinggal, pendidikan, jumlah anggota keluarga dan masa kerja terhadap pendapatan pengguna JKBM di Kabupaten Buleleng? 3) Bagaimana pengaruh jarak tempat tinggal, pendidikan, jumlah anggota keluarga, masa kerja, dan pendapatan terhadap intensitas penggunaan JKBM di Kabupaten Buleleng? 4) Apakah pendapatan penerima JKBM memediasi pengaruh variabel daerah tempat tinggal, pendidikan, jumlah anggota keluarga dan masa kerja terhadap intensitas penggunaan JKBM di Kabupaten Buleleng?
1.3 Tujuan Penelitian Sesuai dengan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut. 1) Untuk menganalisis persepsi penerima JKBM terhadap pelayanan JKBM di Kabupaten Buleleng. 2) Untuk menganalisis pengaruh jarak tempat tinggal, pendidikan, jumlah anggota keluarga dan masa kerja terhadap pendapatan pengguna JKBM di Kabupaten Buleleng.
3) Untuk menganalisis pengaruh jarak tempat tinggal, pendidikan, jumlah anggota keluarga, masa kerja, dan pendapatan terhadap intensitas penggunaan JKBM di Kabupaten Buleleng. 4) Untuk menganalisis peran pendapatan penerima JKBM dalam memediasi pengaruh variabel daerah tempat tinggal, pendidikan, jumlah anggota keluarga dan masa kerja terhadap intensitas penggunaan JKBM di Kabupaten Buleleng.
1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan secara teoritis maupun praktis bagi semua kalangan yang berkaitan dengan penelitian ini. 1) Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan secara teoritis menerapkan/membuktikan teori yang digunakan seperti teori ekonomi mikro, ekonomi kesehatan, jasa pelayanan kesehatan serta dapat mendukung hasil penelitian sebelumnya dan sebagai referensi penelitian berikutnya. 2) Manfaat Praktis Dengan mengetahui adanya pengaruh faktor daerah tempat tinggal, pendidikan, jumlah anggota keluarga, dan masa kerja terhadap intensitas penggunaan Jaminan Kesehatan Bali Mandara di Provinsi Buleleng diharapkan mampu memberikan kontribusi pemikiran kepada pemerintah daerah setempat dalam menyusun dan menentukan arah kebijakan pembangunan kesehatan di Kabupaten Buleleng.