BASI
PENDAHULUAN
1.1. Latar 8elakang Masalah Sukses suatu organisasi dalam menjalankan visi dan misinya tidak terlepas dari Sumber Daya Manusia (SDM) yang berada di lingkungamya, karena sumberdaya manusialah yang melaksanakan seturuh volume dan beban kerja organlsasi. Namun demikian apabila sumber daya manusia yang berada dalam lingkungan suatu organisasi tidak dlkelola dengan balk maka klnerja SDM balk secara lndlvldu maupun kelompok tidak akan tercapai secara optimal dan akhirnya akan mempengaruhi juga terhadap klne~a organisasi secara totai. Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi kinetja SDM atau pegawai dalam suatu organisasl sepert1 halnya eudaya Oraganisasi. SOM sebagai individu-individu yang berperan dalam kehidupan organisasi, mempunyal slkap, keprlbadian, prinsip, persepsi, tujuan dan motivasi yang berbeda-beda jika tidak dihimpun dalam suatu budaya (culture) yang mengarah pada pencapaian tujuan dan sasaran organlsasl sebagalmana ditetapkan, maka kekuatan organisasi akan menjadi sangat lemah. Sebagai contoh, jlka setiap individu daiam organisasl merasakan bahwa pandangan hidupnya mendapatkan
tempat yang sesuai di dalam suatu
organisasl dimana mereka bekerja dan dapat memahami maksud, tujuan dan ruang lingkup kegiatan organisasi, maka mereka baik secara individu maupun kelompok akan terdorong untuk bekerja lebih baik, karena
1
mereka memahami bahwa apa yang bennanfaat bagi perusahaan juga akan bennanfaat bagi dirinya sendiri (Atmosuprapto:2000). Budaya
Organisasi
berkaitan
dengan
bagaimana
setiap
pegawai meyakini karakteristik dari budaya organisasinya (Robbins:1993). Riset dalam budaya organisasi diarahkan pada bagaimana para pegawai melihat organisasinya antara lain; (a) apakah organisasinya mendorong (c)
apakah
team
work?,
(b)
ia
meredam
apakah
setiap
ia
konflik
menghargai yang
inovasi?,
terjadi?.
Apabila
pertanyaan ini mendapat respon dengan kata "Ya" maka organisasi akan sukses dalam mencapai tujuannya. Budaya
organisasi
terdiri
dari;
(a)
nilai,
(b)
keyakinan,
(c) asurnsi. (d) mitos, (e) nonna, (f) tujuan, (g) visi yang secara luas dipegang dalam organisasi (Fombrun:1992). Budaya organisasi adalah sesuatu yang sulit untuk didefenisikan atau diukur, namun sering
dapat disimpulkan
dari
keluasannya
dan
observasi
dari
apa yang dikatakan, ditulis dan dilakukan oleh para pekeljanya untuk
mencapai
demikian
karakteristik
kinerja pegawai merupakan
tujuan
suatu
organisasi
organisasi
(French:1994).
sangat
mempengaruhi
Dengan tingkat
baik secara indMdu maupun kelompok karena alat
pengarah
bagi
semua
pegawai
dalam
melaksanakan pekeljaannya. Kritner (1995), mengatakan terdapat 6 (enam) karakteristik dari budaya organisasi yang menjadi alat untuk memotivasi setiap pegawai dalam organisasi yaitu;
(1) Collective,
(2) Emotionally Charged,
(3) Historically Based, (4) Inherently Symbolic, (5) Dynamic, (6) Inherently
Fuzzy. Menurut Kritner (1995), bahwa Colective atau kebersamaan untuk melaksanaka pekerjaan dalam suatu organisasi berkaitan erat dengan tingkat kinerja pegawai. Apakah pendapat ini sepenuhnya benar ? pembuktian empiris yang akan menjawabnya. Kerja sama yang harmonis antara pegawai dalam melaksanakan pekerjaan sesuai dengan visi dan misi organisasi akan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap yang
efektif.
Kotter
and
pencapaian sasaran organisasi
Heskett
(1977),
menyatakan
bahwa
budaya dalam organisasi rnerupakan nilai yang dianut bersama (collective)
oleh
anggota
perilaku kelornpok. bahwa
budaya
sebagai
budaya
berubah.
Sedang
organisasi,
cenderung
membentuk
Artinya colective adalah mengandung makna
organisasi
merupakan
entitas
organisasi
cenderung
tidak
norma
perilaku
kelompok
sosial.
terlihat yang
Nilai-nilai maka
sulit
dapat dilihat,
tergambar pada pola tingkah laku dan gaya anggota organisasi relatif dapat berubah. Sebagai contoh dengan memberi imbalan bagi mereka yang dapat menyesuaikan diri, sebaliknya akan diberi sanksi bagi mereka yang tidak dapat menyesuaikan diri dengan kelornpok dalam organisasi. Dengan berpijak pada pengertian di atas bahwa budaya organisasi pada operasinalnya dicirikan oleh suatu tekad untuk dimiliki dan dianut besama (colective) oleh semua pegawai dalam menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan tujuan organisasi.
4
Selanjutnya menurut Harvey 0. eta/., (1996), budaya organisasi cenderung mensukseskan dalam mencapai tujuan karena; (a) budaya organisasi (colective) memberikan manfaat pada anggota, bagaiamana harus beraktivitas dan bagaimana menentukan proritas kerja, (c) budaya organisasi menuntun dan menjadi pedoman anggota organisasi dalam mengisi kekosongan antara ketentuan fonnal yang dihadapi versus kenyataan yang harus dilaksanakan dalam bekerja. Selanjutnya menurut Kritner (1995), bahwa Emotionally Charged merupakan karakteristik yang kedua dari budaya organisasi yang dapat mempengaruhi kinerja pegawai. jenis
kebutuhan
kebutuhan
yang
keamanan
diinginkan (Emotionally
Salah satu dari berbagai
oleh
setiap
Charged
)
setiap aktivitas organisasi dimana ia bekerja.
pegawai dalam
adalah
melakukan
Semakin pegawai
merasa tertindungi dan aman serta mendapatkan kepastian jaminan hidup dalam melakukan setiap aktivitasnya, maka akan mendorong motivasinya utuk bekerja lebih giat Motivasi yang tinggi dalam melakukan
pekerjaan
tersebut,
karena
akan
meningkatkan
emotionally
kinerja
charged
cenderung memperoleh budaya organisasi
dari
sebagai
pegawai manusia
untuk suatu pertindungan
atau keamanan, dan bukan hal· yang mustahil dihadapkan pada ketidakamanan dan ketidak pastian. Artinya perasaan akan pertindungan dan jaminan hidup yang pasti dari organisasi dimana pegawai bekerja akan mendorong meningkatkan kinerja pegawai sekaligus kinerja organisasi secara keseluruhan.
Abraham Maslow dalam teori kebutuhan menjelaskan, bahwa setelah kebutuhan pertama dan utama (kebutuhan mempertahankan hidup secara fisiologis) terpenuhi, timbul perasaan pertunya pemenuhan kebutuhan rasa aman atau perlindungan. Kebutuhan akan keselamatan jasmani dan rohani, keamanan pribadi, rasa aman dan bebas dart takut . Hellriegell et a/., (1989), mengatakan perkembangan budaya organisasi yang adaptif bila berinteraksi dengan tingkat kebutuhan yang didambakan oleh setiap pegawai, akan mempunyai kekuatan untuk memotivasi kerja pegawai tersebut atau timbulnya motivasi kerja pegawai
(worlc behaviOI), yang teridirt dart (a) sikap menyatu dalam pekerjaan, (b) bertanggung
jawab
secara
kreatif
dan
inovatif,
(c)
kemauan
memperhitungkan dan menanggung resiko, (d) semangat kerja sama, (5) optimisme ber1<artr, (6) rasa memiliki (self of belonging, (7) keinginan umpan balik. Kegiatan interkasi tersebut akan mendorong peningkatan kinerja yang menunjang keberhasilan organisasi. Karakteristik
budaya
hubungan dengan kinerja
organisasi
yang
ketiga
yang
memiliki
pegawai menurut Kritner (1995) yaitu
Historically Based. Pegawai yang mampu menunjukkan kesetiaan terhadap organisasi digambarkan oleh pola-pola perkataan dan tindakan yang positif dalam setiap aktivitasnya dalam organisasi. Budaya demikian ini dapat dilihat dart historically based semenjak pegawai mulai aktif dan berkerja sesuai dengan tugas yang dibebankan kepadanya dalam suatu organisasi.
Historically based menggambarkan kepatuhan
seorang
pegawai dalam melaksanakan semua aturan dan peraturan yang berlaku
dalam organisasi.
Dengan demikian organisasi harus memberikan
penghargaan (rewant), bagi setiap pegawai yang mampu berprestasi dalam melaksanakan tugasnya dan sebaliknya apabila seorang pegawai yang tidak mampu menyelesaikan tugasnya sesuai peraturan serta malas dalam melaksanakan tugasnya maka si pegawai harus diberi sanksi (Funishment). Menurut
Desler (1984), Kritner (1995),
Robbins dan Coulter
(1999), bahwa bagi setiap pegawai yang bekerja sesuai aturan perlu diberikan rewant,
maka
rewant dalam bentuk insentif diberikan bagi
pegawai yang mernenuhi persyaratan tertentu yaitu; (a) terdapat kejelasan hubungan kerja pegawai dan jumlah produk yang dihasilkan, (b) terdapat standardisasi pekerjaan, alur pekerjaan yang tetap, penundaan pekerjaan kecil atau bahkan konsislen (tidak ada penundaan, (c) kualitas tidak penting dibandingkan jumlah atau kalaupun kualitas penting, rnaka mudah pengukuran dan pengontrolannya. Sedang bagi pegawai yang tidak dapat bekerja dengan aturan yang ditetapkan
dan dijatuhkan sanksi apabila
dicerminkan oleh; (a) ketika karyawan tidak dapat mengontrol jumlah produk yang dihasilkan, (b) ketika sering terjadi penundaan pekerjaan di luar kontrol karyawan, hal ini tidak dapat digunakan sebagai dasar untuk membayar hasil kerjanya, (c) hasil kerja baik jumlah maupun kualitas serta waktu penyelesaiaanya tidak sesuai dengan standard atau bahkan dibawah standar yang dipersyaratkan. Selanjutnya menurut lvancevich (1995), pemberian reward bagi pegawai yang bekerja dalam kelompok
apabila; (a) terdapat saling
ketergantungan yang kuat antara individu; (b) sulit menentukan siapa yang paling bertanggung jawab terhadap pencapaian kinerja, (c) kelompok kerja mampu merespon rencana kerja yang ditetapkan oleh oraganisasi. Selanjutnya menurut Casio (1992), bahwa dasar pemberian
19ward berupa insentif bagi kelompok kerja yang solid apabila kinerja melampaui standar kerja yang ditargetkan. Karakteristik lain yang berkaitan dengan kinerja pegawai dalam suatu
organisasi
adalah Inherently
symbolic digambarkan oleh kemampuan melaksanakan
dan
menyelesaikan
Inherently
Symbolic.
seorang pegawai
pekerjaamya
baik
untuk secara
mandiri maupun dalam kelompok tanpa memerlukan pengawasan. Disamping
itu
seorang
pegawai
dalam
melaksanakan
tugasnya
menunjukkan keiklasan yang tidak dibuat-buat serta mampu menunjukkan sikap
yang
baik
terhadap
organisasi.
Dengan
demikian
jelas
terdapat hubungan yang erat antara lnhef9nt/y Symbolic dengan Kinerja Pegawai. Bennis (1996), Kritner (1995),
pemberdayaan menghilangkan
batasan birokratis yang mengkotak-kotakkan orang dan membiarkan mereka ambisinya
menggunakan dalam
ketrampilannya,
melaksankan
pengalaman,
pekerjaan.
Artinya
energi
dan
organisasi
memperkenankan mereka untuk mengembangkan suatu perasaan memiliki bagian-bagian dari pekerjaan khususnya yang menjadi tanggung jawab mereka baik secara individu maupun dalam kelompok, sementara pada waktu yang sama
menuntut mereka menerirna suatu bagian
tanggung awab dan kepemilikan yang lebih luas dari keseluruhan pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya. Lebih lanjut menurut Krilner (1995), dinamisasi seorang pegawai dalam melaksanakan pekerjaannya akan berpengaruh terhadap kinerja. Dynamic berarti bahwa budaya organisasi yang merupakan pedoman
bertingkahlaku bersifat dinamis dan dalam jangka panjang dapat meningkatkan kemampuan forecasting (peramalan), konformitas dan stabilitas. Oinamis dalam melaksanakan tugas akan meningkatkan kinerja pegawai karena pegawai memiliki disiplin kerja yang tinggi. Disiplin kerja merupakan suatu sikap, tingkah laku dan perbuatan yang sesuai dengan peratuan yang
telah ditetapkan oleh organisasi baik peratuan tertulis
maupun tidak tertulis (Nitisemito;1980). Nitisemito mengatakan bahwa disiplin sebagai suatu peraturan organisasi yang harus dipatuhi jika pegawai ingin memiliki kinerja yang baik. Disamping disiplin kerja,
pegawai
harus mampu bekerja
tepat waktu sesuai dengan jadwal yang ditetapkan oleh organisasi. Presensi
merupakan
hal
penting
untuk
mencapai
kesuksesan
dalam mencapai tujuan oganisasi. Artinya dalam budaya organisasi pegawai
merasa
rugi
apabila
ia
tidak
masuk
kerja
karena
akan mendapatkan sanksi ataupun finalti dari organisasi. Hal yang sama juga dikatakan oleh Flippo (1984),
"Disiplin action is is
confined to the aplication of penalties that lead to an inhibtion of undersired behavior".
Selanjutnya
Karakteristik
budaya
organisasi
yang
disebut
sebagai Inherently Fuzzy menurut Kkritner (1995) berkaitan clengan Kinerja Pegawai. Inherently Fuzzy adalah perilaku pegawai dalam melaksanakan pekerjaan yang ditugaskan oleh organisasi kepadanya yaitu; pekerjaan harus diselesaikan dengan cepat dan tepat jika tidak maka pegawai akan mendapat teguran. Artinya pegawai harus memiliki ketampilan untuk menyelesaikan pekerjaannya dengan tepat dan cepal Untuk itu pegawai dituntut harus mampu menentukan skala prioritas temadap sejumlah pekerjaan yang harus diselesaikan sesuai clengan waktu yang ditetapkan baik secara individu maupun dalam kelompok kerja. Kemampuan pegawai untuk menentukan skala prioritas, menyelesaikan pekerjaan dengan cepat dan tepat sangatlah ditunjang oleh tingkat pengetahuan dan ketrampilan teknis yang dimiliki oleh pegawai. Ketrampilan teknik adalah kemampuan untuk menggunakan alat-alat, prosedur dan teknis suatu bidang khusus.
Menurut
Stoner
(1999), Menggison dkk (1992), ketrampilan teknik meliputi kemampuan menggunakan pengetahuan, alat-alat dan teknik-teknik dari bidang disiplin khusus, seperti pembuatan pelaporan produksi. Teknik rnelayani masyarakat dengan baik. Hal
senada
juga
dikatakan
oleh
Koonzt,
dkk
(1984),
"Technical skill is knowldge and proficiency in activities involving methods, process and procedures,
thus it involves working with
tools and supervisor should have to each these skill to their subordinates•
10
Ketrampilan teknik adalah pengetahuan dan ketrampHan pegawai untuk menggunakan methode-methode, proses, prosedur dan teknik serta penjadwalan dan pemeliharaan. Bagi pegawai yang memiliki cukup ketrampilan (skill) akan mampu menentukan mana pekerjaan yang perlu didahulukan, dan menyelesaikannya tepat waktu. Pegawai yang memiliki budaya demikian
akan terhindar teguran ataupun penalti dari pihak
manajemen organisasi. Budaya organisasi dalam tataran empiris terutama budaya organisasi lbirokrasi publik I pemerintah yang ditunjukkan oleh perilaku pegawai (Pegawai Negeri Sipil). Dalam banyak fenomena seringkali dirasakan bahwa pegawai pemerintah umumnya tidak novatif, takut mengambil keputusan, tidak berani mengambil resiko adalah fenomena yang sering ditemui. Badan PeneHtian dan Pengembangan Kota Surabaya misalnya, sebagai lembaga yang menangani bidang penelitian sejumlah standar bagaimana
tentu memiliki
sebuah penelilian itu dilakukan lnovasi
tidak muncul, hasil-hasil penelilian sistematikanya selalu mengikuti kemauan dari Tim peneliti yang berasal dari luar Badan litbang. Tidak ada upaya bagaimana untuk meningkatkan kualitas hasil penelitian sehingga dapat dirasakan manfaatnya bagi Pemerintah Kota surabaya. Fakta demikian sudah berlangsung sekian lama. Belum lagi dari hasil observasi yang menunjukkan bahwa para pegawai ketika tidak ada pekerjaan tidak selalu
menyibukkan diri dengan
upaya-upaya yang
kreatif guna
meningkatkan kinerjanya. Sehingga dengan demikian kinerja mereka dari hari-kehari tidak menunjukkan adanya peningkatan yang signifikan.
11
Mempertimbangka fakta-fakta inilah, maka untuk mengetahui lebih dalam tent.ang bagaimana
Karakteristik Budaya Organisasi yang ada pada
Badan Penelitian dan Pengembangan Kola Surabaya inilah maka peneliti tertarik untuk mengetahui melalui penelitian.
1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan
uraian
masalah
rumusan
pada
yang
latar
dapat
belakang
diajukan
dan
dalam
judul,
maka
penelltian
lnl
adalah: I. Apakah Karakterlstik eudaya Organlsasl yang terdlri dari
toiiective,
Emotionally charged, Historically based, Inherently syimbolic, Dynamic,
posltif slgnlflkan secara slmultan
dan inherently fuzzy berpengaruh
terhadap kinerja pegawai di Badan Penelitian dan Pengembangan
Kota Surabaya ? 2. Apakah Karakteristik Budaya Organisasi yang terdiri dari Collective, Emotionally Dynamic,
chatped, dan
berpengaruh
Historically
Inherently
positlf
fuzzy
slgnlflkan
based,
Inherently
berpengaruh
secara
kine~a
terhadap
sy/mbolic,
parsial
pegawai
di
Badan Penelitian dan Pengembangan Kola Surabaya ?
3. Variabei yang based,
yang
manakah
dlantara
Karakter1stlk
Budaya
Organlsasl
dart
Collective,
Emotionally
charged,
Historlcatly
Inherently
sytmbolfc,
Dynamic,
terdiri
berpengaruh
dominan
terhadap
dan
Inherently
kine~ a
Badan Penelltlan dan Pengembangan Kota Surabaya ?
fuzzy
pegawai
di
12
1.3. Tujuan Penelitlan Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang diutarakan sebelumnya, maka tujuan penelitian ini adalah : 1. Menganalisis dan mengetahui pengaruh secara simultan Karakteristik Budaya Organisasi yang terdiri dari Collective, Emotionally charged, Historically based, Inherently syimbolic, Dynamic, dan Inherently fuzzy
terhadap Kinerja Pegawai di Badan Penelitian dan Pengembangan Kota Surabaya. 2. Menganalisis dan mengetahui pengaruh secara parsial Karakteristik Budaya Organisasi yang terdiri dari Collective, Emotionally charged, Historically based, Inherently syimbolic, Dynamic, dan Inherently fuzzy
terhadap Kinerja Pegawai di Badan Penelitian dan Pengembangan Kota Surabaya. 3. Menganalisis dan mengetahui Variabel mana dari Karakteristik Budaya Organisasi
yang
terdiri
dari
Collective,
Emotionally
charged,
Historically based, Inherently syimbolic, Dynamic, dan Inherently fuzzy
yang berpengaruh
dominan terhadap
Kine~a
Pegawai di Badan
Penelitian dan Pengembangan Kota Surabaya.
1.4. Manfaat Penelltlan Hasil studi diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut ; -
-
-
1. Bagi Pihak Manajemen Badan Penelitian dan Pengembagan Kota Surabaya, hasil peneiitian ini dapat digunakan sebagai masukan dalam rangka menentukan kebljakan dan lntervensl budaya organlsasl.
13
2. Hasil studi ini merupakan sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu pengetahuan di bidang manajemen khususnya budaya organisasi. 3. Menyediakan informasi bagi peneliti berikutnya khususnya yang berkaitan dengan penelitian Pengaruh Karakteristik Budaya Organisasi terhadap Kinerja Pegawai.
1.5 Keterbatasan Penelitian
Mengingat
keterbatasan
waktu
dan
pendanaan
dalam
pelaksanaan penelitian maka lingkup penelitian adalah sebagai berikut : 1. Membahas tentang
Pengaruh
Karakteristik
Budaya
Organisasi
terhadap Kinerja Pegawai. 2. Penelitian ini dilakukan pada Badan Penelitian dan Pengembangan Kota Surabaya. 3. Yang menjadi responden adalah pegawai Badan Penelitian dan Pengembangan Kota Surabaya.