PAPARAN KERANGKA RANCANGAN TEKNOKRATIK RPJMN 2015-2019
INDUSTRI PENGOLAHAN
KEMENTERIAN PPN / BAPPENAS KEDEPUTIAN EKONOMI 7 FEBRUARI 2014
Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN)
SPPN & Proses Perencanaan Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) adalah satu kesatuan tata cara perencanaan pembangunan untuk menghasilkan rencana pembangunan dalam jangka panjang, jangka menengah, dan tahunan yang dilaksanakan oleh unsur penyelenggara negara dan masyarakat di tingkat pusat dan daerah. 1.
Proses Politik : Pemilihan langsung dipandang sebagai proses perencanaan karena menghasilkan rencana pembangunan dalam bentuk Visi, Misi, dan Program yang ditawarkan Presiden/Kepala Daerah terpilih selama kampanye.
2.
Proses Teknokratik : Perencanaan yang dilakukan oleh perencana profesional, atau oleh lembaga/unit organisasi yang secara fungsional melakukan perencanaan
3.
Proses Partisipatif : Perencanaan yang melibatkan para pemangku kepentingan pembangunan (stakeholders) Antara lain melalui pelaksanaan Musrenbang
4.
Proses Bottom-Up dan Top-Down : Perencanaan yang aliran prosesnya dari atas ke bawah atau dari bawah ke atas dalam hirarki pemerintahan Slide 3
Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional Pedoman
RPJP Nasional
Diacu
RPJM Nasional
RPJM Daerah Pedoman
Renstra SKPD
Pedoman
RKP
Rincian APBN
RAPBN
APBN
RAPBD
APBD
RKA SKPD
Rincian APBD
Diserasikan melalui MUSRENBANG
Diperhatikan
Pedoman
RKA-KL
Bahan (diserasikan dlm RAKORPUS & Trilateral Meeting)
Diacu Dijabarka n
Pedoman
Dijabarka n
Bahan
Diacu
Pedoman
UU SPPN (No.25/2004)
RKP Daerah
Pedoman
Bahan
Renja SKPD
Pedoman
Pemerintah Daerah
RPJP Daerah
Pedoman
Bahan
Renja - KL
Pemerintah Pusat
Pedoman
Renstra KL
UU KeuNeg (No.17/2003) Slide 4
UUD 45 – RPJPN – RPJMN – RKP UUD 45 (Visi Misi Abadi) VISI Negara Indonesia Yang Merdeka, Bersatu, Berdaulat, Adil dan Makmur
MISI •
•
Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia • Memajukan kesejahteraan umum • Mencerdaskan kehidupan bangsa Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan kedilan sosial
R P J P N (Visi Misi Interim, 2005-2025) RPJMN 2004-2009
Slide 5
RKP RKP 2006 RKP 2006 RKP 2006 2009 RKP 2009
RPJMN 2010-2014
RKP RKP 2006 RKP 2006 RKP 2006 2014 RKP 2014
RPJMN 2015-2019
RKP RKP 2006 RKP 2006 RKP 2006 2019 RKP 2019
RPJMN 2020-2024
RKP RKP 2006 RKP 2006 RKP 2006 2025 RKP 2024
Bidang-bidang Pembangunan Dalam RPJPN 2005-2015 1) Sosial budaya dan kehidupan beragama 2) Ekonomi, 3) Ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), 4) Politik, 5) Pertahanan dan keamanan, 6) Hukum dan aparatur, 7) Pembangunan wilayah dan tata ruang, 8) Penyediaan sarana dan prasarana,
9) Pengelolaan sumber daya alam (SDA) dan lingkungan hidup. Slide 6
Tahapan Pembangunan dalam RPJPN 2005-2025 RPJM 4 (2020-2024) RPJM 3 (2015-2019) RPJM 2 (2010-2014) RPJM 1 (2005-2009) Menata kembali NKRI, membangun Indonesia yang aman dan damai, yang adil dan demokratis, dengan tingkat kesejahteraan yang lebih baik.
Memantapkan penataan kembali NKRI, meningkatkan kualitas SDM, membangun kemampuan iptek, memperkuat daya saing perekonomian
Memantapkan pembangunan secara menyeluruh dengan menekankan pembangunan keunggulan kompetitif perekonomian yang berbasis SDA yang tersedia, SDM yang berkualitas, serta kemampuan iptek
Mewujudkan masyarakat Indonesia yang mandiri, maju, adil dan makmur melalui percepatan pembangunan di segala bidang dengan struktur perekonomian yang kokoh berlandaskan keunggulan kompetitif.
Slide 7
Bagan Alur Penyusunan RPJMN 4
Aspirasi Masyarakat
RPJPN 20052025 Background Study Hasil Evaluasi RPJMN
Musrenbang Jangka Menengah Nasional
SIDANG KABINET
Platform Presiden
6
5
Rancangan Teknokratik RPJMN
1
RANCANGAN AWAL RPJMN
3
RANCANGAN RANCANGAN RPJMN RPJMN
RANCANGAN AKHIR RPJMN
RPJMN 2015-2019
Pedoman Penyesuaian SIDANG KABINET
Bilateral Meeting Penyesuaian Renstra K/L
TRILATERAL MEETING
Pedoman Penyusunan
Rancangan Teknokratik Renstra K/L
Penelaahan 2
Rancangan Renstra K/L
RENSTRA K/L
Pembagian Tugas
Hasil Evaluasi Renstra
PEMERINTAH DAERAH
RPJMD
Bahan penyusunan dan Perbaikan Bilateral Meeting Penyesuaian RPJMD
8 Slide 8
Dasar Substansi Penulisan RPJMN 2015-2019
Dasar Substansi Penulisan RPJMN 2015 - 2019 1.
AMANAT UU No. 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005 – 2025 • Memuat tahapan pembangunan dimulai dari RPJMN 1 – RPJMN 4 • Arah pembangunan untuk RPJM ke-3 (2015-2019) Memantapkan pembangunan secara menyeluruh di berbagai bidang dengan menekankan pencapaian daya saing kompetitif perekonomian berlandaskan keunggulan sumber daya alam (SDA) dan sumber daya manusia (SDM) berkualitas serta kemampuan ilmu dan teknologi (IPTEK) yang terus meningkat .
2.
VISI DAN MISI PRESIDEN • Visi, Misi dan Program Aksi • Prioritas Nasional 2015 – 2019 Slide 10
Muatan RPJMN 2015 - 2019 Menurut UU 25 Tahun 2004, Pasal 4 ayat 2 RPJMN merupakan Penjabaran Visi, Misi dan Program Presiden Memuat:
o o o o
Srategi pembangunan Nasional, dan Kebijakan Umum Program Kementerian/Lembaga (K/L), dan Lintas K/L Program Kewilayahan dan Lintas Wilayah Kerangka Ekonomi Makro, termasuk: • •
Arah kebijakan fiskal Kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif
Slide 11
Arah kebijakan, Sasaran, Strategi & Kerangka Makro RPJMN 2015-2019
Latar Belakang 2015
BONUS DEMOGRAPHIC
2035
Threshold Middle Income Trap USD 12.000
2010
RPJM 2 Pertumbuhan PDB PDB per kapita
2020
2015
RPJM 3
2025
2035
RPJM 4
6-8% per tahun 2013: USD 4.000
2019: USD 7.000
2025: > USD 12.000
Kemiskinan Pengangguran
Slide 13
Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan Dalam RPJMN 2015-2019
PERTUMBUHAN BERKELANJUTAN (SUSTAINABLE GROWTH)
(1) KEBERLANJUTAN FISKAL DAN STABILITAS MONETER (2) SEKTOR RIIL PENGGERAK EKONOMI (3) INVESTASI BERKELANJUTAN DAN PEMBIAYAANNYA
MAMPU LEPAS DARI JERAT MIDDLE INCOME (Middle Income Trap)
(4) PERDAGANGAN BERKELANJUTAN
(5) PERTUMBUHAN YANG LEBIH INKLUSIF
Slide 14
TRANSFORMASI EKONOMI MELALUI INDUSTRIALISASI YANG BERKELANJUTAN
Negara yang lebih adil dan makmur:
PERTUMBUHAN EKONOMI
Ekspor
Impor
Investasi
Export Oriented Industries
UKM
INOVASI TEKNOLOGI -
Domestic Oriented Industries
Konsumsi Govt. Spending
SDM dan Tenaga Kerja
Lingkungan Hidup Peningkatan Ketersediaan energi Kebijakan Ketenagakerjaan
Pengurangan Kesenjangan (pendapatan, akses, kewilayahan)
Kebijakan fiskal
INDUSTRIALISASI
INFRASTRUK TUR
•Pertumbuhan •Kemiskinan & Kesenjangan •Pengangguran •Emisi karbon
Perdagangan dan Investasi
Enabling Environment:
Kebijakan moneter dan keuangan
= prioritas -
Reformasi regulasi dan birokrasi Slide Politik, Hankam, HAM
-
MODAL SOSIAL
15
Peningkatan TFP Untuk Mendukung Transformasi Ekonomi Melalui Industrialisasi Inclusive growth Sustainability Growth
1. 2. 3. 4.
INFRASTRUKTUR SDM INOVASI TEKNOLOGI GOVERNANCE • RIGHT POLICY • NO CORRUPTION 5. POLITICAL STABILITY
Comprehensive Reform (High Scenario): • Timely • Scale • Scope
Daya saing
Growth
UU RPJP 17/2007 (RPJM ke-3, 2015 – 2019): ditujukan untukke-3, lebih 2015 – UU RPJP 17/2007 (RPJM memantapkan 2019): ditujukanpembangunan untuk secara lebih menyeluruhpembangunan di berbagai bidang memantapkan secara dengan menekankan pencapaian daya menyeluruh di berbagai bidang saing kompetitif perekonomian dengan menekankan pencapaian berlandaskan keunggulan sumber daya saing kompetitif perekonomian daya alam dan sumber daya manusia berlandaskan keunggulan sumber berkualitas serta kemampuan ilmu dayadan alam dan sumber daya manusia teknologi yang terus meningkat. berkualitas serta kemampuan ilmu dan teknologi yang terus meningkat.
Growth with Value Equity Added ResourceBased Growth
Slide 16
Fokus RPJMN 2015-2019 KEBIJAKAN MAKRO
TFP + C + L
Kebijakan Sektor Lainnya
Catatan: kebijakan sektor lainnya selain mengacu kepada pencapaian comprehensive reform, juga harus memformulasikan kebijakan dengan fokus mendorong sektor industri
UU RPJP 17/2007 (RPJM ke-3, 2015 – 2019): ditujukan untuk lebih memantapkan pembangunan secara menyeluruh di berbagai bidang dengan menekankan pencapaian daya saing kompetitif perekonomian berlandaskan keunggulan sumber daya alam dan sumber daya manusia berkualitas serta kemampuan ilmu dan teknologi yang terus meningkat.
Kebijakan Transformasi Ekonomi
Usulan fokus RPJMN 2015-2019
sustainability growth
Inclusive growth
Daya saing
Growth
Growth with Equity Value Added Resour ce based growth
Slide 17
Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 2015-2019 Realisasi 2010 2011 2012 Y 6.2 6.5 6.2 K 3.7 3.9 3.6 L 1.6 1.6 1.6 TFP 0.9 1.0 1.0
As Business LowAs Usual
2013 5.8 3.2 1.6 1.0
2014 6.0 3.3 1.6 1.1
2015 6.0 3.3 1.6 1.1
2016 6.1 3.3 1.7 1.1
2017 6.2 3.4 1.7 1.1
2018 6.3 3.4 1.7 1.2
Partial Reform Baseline
2019 6.4 3.4 1.8 1.2
2013 5.8 3.2 1.6 1.0
2014 6.0 3.3 1.6 1.1
2015 6.2 3.3 1.7 1.2
PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI 2015-2019
2016 6.4 3.4 1.7 1.3
2017 6.8 3.5 1.8 1.5
Comprehensive High Reform
2018 7.0 3.6 1.8 1.6
2019 7.1 3.6 1.8 1.7
2013 5.8 3.2 1.6 1.0
2014 6.0 3.3 1.6 1.1
2015 6.3 3.4 1.7 1.2
2016 6.5 3.5 1.7 1.3
2017 7.0 3.7 1.8 1.5
2018 7.4 3.8 1.9 1.7
2019 7.8 4.0 1.9 1.9
Comprehensive Reform akan
membawa Indonesia mencapai “Potential Growth” tumbuh mendekati 8% pada akhir 2019 (rata rata sekitar 7% selama 2015-2019), yang sebagian besar ditopang oleh kenaikan capital accumulation dan productivity (TFP). Slide 18
Skenario Pertumbuhan Ekonomi 2015-2019 Sisi Pengeluaran/Permintaan
Y C G I X M
Y C G I X M
Y C G I X M
2013 5.8 5.3 6.1 5.6 6.4 5.8
2013 5.8 5.3 6.1 5.6 6.4 0.7
2013 5.8 5.3 6.1 5.6 6.4 0.7
2014 6.0 5.4 7.2 5.7 6.7 6.0
BUSINESS AS USUAL 2015 2016 6.0 6.1 5.4 5.4 5.6 5.7 5.7 5.7 6.7 6.8 6.0 6.0
2017 6.2 5.4 5.7 5.7 7.2 7.2
2018 6.3 5.5 5.8 5.8 7.4 7.6
2019 6.4 5.5 5.8 5.8 7.5 7.7
2014 6.0 5.4 7.2 5.7 6.7 6.0
PARTIAL REFORM 2015 2016 6.2 6.4 5.5 5.6 7.4 7.6 6.5 6.6 7.0 7.3 6.6 6.7
2017 6.8 5.6 7.8 7.0 7.5 7.9
2018 7.0 5.7 7.8 7.2 8.0 9.0
2019 7.1 5.7 7.8 7.2 8.0 10.4
2014 6 5.4 7.2 5.7 6.7 6.0
COMPREHENSIVE REFORM 2015 2016 6.3 6.5 5.5 5.6 7.4 7.7 7.0 7.5 7.2 7.8 7.1 9.2
2017 7 5.7 8.2 8.6 8.5 10.9
2018 7.4 5.7 8.9 8.9 9.3 11.7
2019 7.8 5.8 9.2 9.1 10.4 12.9 Slide 19
Skenario Pertumbuhan Ekonomi 2015-2019 Sisi Penawaran/Produksi 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019
Pertumbuhan Ekonomi Sisi Produksi (%)
6.2
6.5 6.2 5.8 6.0 6.3 6.5 7.0 7.4 7.8
Pertanian, Petern., Kehut dan Perikan
3.0
3.4 4.0 3.3 3.4 3.6 3.6 3.7 4.1 4.3
Pertambangan
3.9
1.4 1.5 0.3 0.3 0.5 0.6 0.8 1.0 1.1
Industri Pengolahan
4.7
6.1 5.7 5.5 5.7 6.0 6.1 7.5 7.8 7.8
Listrik, Gas dan Air Bersih
5.3
4.8 6.4 6.3 6.4 6.7 6.7 7.3 7.5 7.7
Konstruksi
7.0
6.6 7.5 7.0 7.1 7.3 7.3 7.4 7.9 8.3
Perdagangan, Hotel dan Restoran
8.7
9.2 8.1 6.6 6.8 7.2 7.2 7.8 8.3 8.7
Transportasi dan Komunikasi
13.4 10.7 10.0 10.2 10.3 10.5 10.5 10.8 11.2 11.6
Keuangan
5.7
6.8 7.1 7.7 7.7 7.9 7.9 7.9 8.0 8.5
Jasa-jasa
6.0
6.7 5.2 5.2 5.3 5.4 5.6 5.8 6.1 7.4 Slide 20
Gambaran Pertumbuhan Beberapa Sektor Utama (Persen) 14
12 Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan
Persen
10
Industri Pengolahan 8 Perdagangan, Hotel dan Restoran 6
Transportasi dan Komunikasi
4
2 2010
2011
2012
2013
2014
2015
Sektor
2016
2017
2018
2019
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 3.0
3.4
4
3.3
3.4
3.6
3.6
3.7
4.1
4.3
Industri Pengolahan
4.7
6.1
5.7
5.5
5.7
6
6.1
7.5
7.8
7.8
Perdagangan, Hotel dan Restoran
8.7
9.2
8.1
6.6
6.8
7.2
7.2
7.8
8.3
8.7
Transportasi dan Komunikasi
13.4 10.7
10
10.2 10.3 10.5 10.5 10.8 11.2 11.6
Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan
Slide 21
PEMBANGUNAN INDUSTRI
TANTANGAN
TANTANGAN PEMBANGUNAN INDUSTRI 1
• Terjadinya gejala deindustrialisasi sejak tahun 2001 • Share industri dalam PDB terus menurun sejak 2001
2
• Postur populasi industri yang kurang kuat • Jumlah industri besar dan sedang terlalu sedikit • Industri mikro dan kecil sangat banyak namun tidak terkait dengan Industri Besar / Sedang
3
• Ekspor bahan mentah dari pertanian dan pertambangan sangat besar tanpa nilai tambah • Sementara impor bahan intermediate sangat tinggi
4
• Produktivitas industri sangat rendah • Kemampuan mencipta nilai tambah melalui pengembangan produk baru sangat rendah • Sebaran industri tidak merata, terkonsentrasi di P. Jawa dan Sumatera.
INDUSTRI DALAM PEREKONOMIAN NASIONAL Share Industri dalam PDB 30 25 20 15 2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
Industri Pengolahan
2008
2009
2010
2011
2012
2013 (Q1-Q3)
2010
2011
2012
2013 (Q1-Q3)
Industri Non Migas
Pertumbuhan Industri 7,00 5,00 3,00 1,00 2001
2002
2003
2004
2005
2006
Industri Pengolahan
• •
2007
2008
2009
Industri Non Migas
PDB
Share industri dalam PDB menurun 29,1 persen pada tahun 2001 menjadi 23,1 persen pada kuartal-3 Tahun 2013. Sejak 2005 sektor industri pengolahan tumbuh lebih lambat dari pertumbuhan Produk Domestik Bruto, namun untuk sektor industri non migas, sejak tahun 2011 pertumbuhannya lebih tinggi dari PDB.
POSTUR POPULASI INDUSTRI - 2011 SCALE Micro (Labor <5) Small (5<=Labor<20) Medium (20<=Labor<100) Large (Labor >=100)
ESTABLISHMENT 2,554,787 424,284 16,295 7,075
•
Micro and small manufacturing industries account almost 99%
•
However, their contribution to industrial value added is only 8%.
•
Account only 2%
Micro and small industries are very important as the seed to become larger industries.
•
Entrepreneur of Micro and Small Industries have higher eduction degree (Diploma – S1, S2, and S3) account only 2% of the total.
•
This figure indicate capacity of micro and small industries to absorb external knowledge as well as to apply it, is very limited. 25
PERKEMBANGAN POPULASI INDUSTRI BESAR SEDANG 35.000 30.000
Jumlah Perusahaan
25.000 20.000
15.000 10.000 5.000 -
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
PMDN
5.759
2.627
2.235
4.702
4.378
5.635
4.977
4.141
4.092
4.001
3.880
PMA
1.505
1.939
1.687
1.803
1.832
2.094
2.090
2.142
1.911
2.043
2.120
Non Fasilitas 14.132
16.580
16.402
14.180
14.519
21.739
20.931
19.411
18.465
17.301
17.370
Total
21.146
20.324
20.685
20.729
29.468
27.998
25.694
24.468
23.345
23.370
21.396
• Sejak tahun 2006, jumlah industri besar dan sedang mengalami penurunan • Sementara kapasitas yang terpakai sudah mencapai 79% • SEHINGGA TANTANGANNYA ADALAH MENAMBAH POPULASI INDUSTRI SECARA BESAR-BESARAN
0 Daur ulang bukan logam Kapuk
Permadani Jam dan sejenisnya
Furnitur Pengolahan lainnya
Barang dari kayu Perajutan Peralatan fotografi
9.136 Perusahaan: atau 39,1 %
Komponen electronik Benang dan Kain Makanan lainnya
Peralatan dokter
Bola lampu pijar Minuman Barang dari asbes
Alat komunikasi Porselin Mesin umum
400000
Susu
Alat Pengontrol listrik Motor listrik dan…
Logam untuk bangunan Akumulator listrik
Kertas Barang dari Minyak dan…
800000
Komponen kendaraan Pengecoran logam Semen, kapur, dan gips
1000000
di bawah 100 juta 12.566 Perusahaan: atau 53,8 %
53,8 %
Alat angkut lainnya
1400000
1200000
500 juta – 1 Milyar
39,1 %
Mesin khusus Bahan kimia industri
NILAI TAMBAH PER TENAGA KERJA Tahun 2011
1600000
579 Perusahaan: atau hanya 2,5 %
1.081 Perusahaan: atau hanya 4,6 % 100 juta – 500 juta
600000
200000
27
SEBARAN INDUSTRI TIDAK MERATA "Sentra Produksi dan Pengolahan Hasil Bumi dan Lumbung Energi Nasional"
2.327 2.402 1.688 2.064 398 2003
2005
2010
''Pusat Produksi dan Pengolahan Hasil Pertanian, Perkebunan, dan Perikanan Nasional''
"Pusat Produksi dan Pengolahan Hasil Tambang & Lumbung Energi Nasional"
499
356
587Koridor Sulawesi 569 560 541
371
2011
92
86
76
80
2003 2005 2010 2011 2003 2005 2010 2011
19.529
16.607
2003
"Pendorong Industri dan Jasa Nasional"
Sumber: BPS diolah
19.440
16.996 Koridor Jawa
2005
2010
508
2011
515
516
2003 2005 2010 Koridor Papua
2011
517
2003 2005 2010 2011 Koridor Bali Nusa Tenggara
''Pintu Gerbang Pariwisata Nasional dan Pendukung Pangan Nasional''
"Pengolahan Sumber Daya Alam yang Melimpah dan SDM yang Sejahtera"
28
PERSEBARAN UNIT USAHA INDUSTRI KECIL, SEDANG DAN BESAR TAHUN 2012 WILAYAH / PROPINSI JAWA DKI Jakarta Banten Jawa Barat Jawa Tengah Jawa Timur DI Yogyakarta WILAYAH / PROPINSI LUAR JAWA Aceh Bali Bangka Belitung Bengkulu Gorontalo Jambi Kalimantan Barat Kalimantan Selatan Kalimantan Tengah Kalimantan Timur Kepulauan Riau Lampung Maluku Maluku Utara Nusa Tenggara Barat
JUMLAH UNIT PERSENTASE USAHA 2.273.869 70,16% 180.755 5,6% 163.930 5,1% 482.738 14,9% 780.170 24,1% 600.427 18,5% 65.849 2,0%
JUMLAH UNIT PERSENTASE USAHA 967.241 29,84% 35.546 1,1% 113.363 3,5% 4.554 0,1% 10.572 0,3% 9.628 0,3% 19.377 0,6% 22.147 0,7% 33.250 1,0% 8.428 0,3% 8.104 0,3% 7.030 0,2% 73.548 2,3% 63.773 2,0% 3.883 0,1% 60.113 1,9%
WILAYAH / PROPINSI Nusa Tenggara Timur Papua Papua Barat Riau Sulawesi Barat Sulawesi Selatan Sulawesi Tengah Sulawesi Tenggara Sulawesi Utara Sumatera Barat Sumatera Selatan Sumatera Utara JUMLAH
JUMLAH UNIT PERSENTASE USAHA 88.679 2,7% 3.433 0,1% 1.218 0,0% 8.733 0,3% 9.498 0,3% 92.263 2,8% 29.472 0,9% 30.288 0,9% 24.323 0,8% 89.076 2,7% 45.885 1,4% 71.057 2,2% 3.241.110 100,0%
Pada Tahun 2012 rasio jumlah industri kecil, sedang dan besar di Pulau Jawa dibandingkan diluar Jawa adalah sebesar 70 % berbanding 30 %. Sumber: BPS, 2012
29
RANCANGAN
SASARAN DAN ARAH KEBIJAKAN
SASARAN PERTUMBUHAN INDUSTRI
INDIKATOR
2013
2014
2015
2016
2017
2018
2019
Pertumb. PDB (%)
5,80
6,00
6,10
6,40
7,00
7.40
7.80
Industri
5.50
5.70
6.00
6,10
7,50
7,80
7,80
23.61
23.54
24,09
24,57
24,72
25,05
25,29
24.793
25.692
27.408
29.425
31.308
33.406
35.647
Share dlm PDB (%)
Jlh Industri B/S
INDUSTRI: ARAH KEBIJAKAN AKSELERASI PERTUMBUHAN INDUSTRI
1.
PENGEMBANGAN PERWILAYAHAN INDUSTRI: Khususnya di luar Pulau Jawa: (1) Wilayah Pusat Pertumbuhan Industri terutama yang berada dalam Koridor ekonomi ; (2) Kawasan Peruntukan Industri ; (3) Kawasan Industri; (4) Sentra IKM; (5) Kawasan Ekonomi Khusus; (6) Kawasan Berikat / Export Processing Zone (EPZ); (7) Kawasan Perdagangan Bebas (FTZ).
2.
PENUMBUHAN POPULASI DAN PEMERATAAN PERSEBARAN INDUSTRI: Investasi untuk menambah populasi industri paling tidak sekitar 8 ribu usaha industri berskala besar dan sedang dimana 50% tumbuh di luar jawa, serta tumbuhnya Industri Kecil sekitar 20 ribu unit usaha.
3.
PENINGKATAN DAYA SAING DAN PRODUKTIVITAS (Nilai Ekspor dan Nilai Tambah Per Tenaga Kerja): (1) Meningkatkan efisiensi teknis; (2) Mengembangkan industri dengan kandungan teknologi yang lebih tinggi; 3) Meningkatkan kemampuan industri mengembangkan produk baru (New Product Development, NPD); dan (4) Perluasan Pasar dalam negeri dan ekspor. 32
STRATEGIC THRUST 1
PENGEMBANGAN PUSAT PERTUMBUHAN
33
KORIDOR EKONOMI Pembangunan Infrastruktur Utama Koridor Ekonomi Perlu Terus Dilaksanakan "Pusat Produksi dan Pengolahan Hasil Tambang & Lumbung Energi Nasional"
''Pusat Produksi dan Pengolahan Hasil Pertanian, Perkebunan, Perikanan, Migas dan Pertambangan Nasional''
KORIDOR SULAWESI KORIDOR SUMATERA
KORIDOR KALIMANTAN
KORIDOR PAPUA – KEP. MALUKU
"Sentra Produksi dan Pengolahan Hasil Bumi dan Lumbung Energi Nasional" KORIDOR JAWA KORIDOR BALI - NUSA TENGGARA
"Pendorong Industri dan Jasa Nasional"
“Pusat Pengembangan Pangan, Perikanan, Energi dan Pertambangan Nasional”
''Pintu Gerbang Pariwisata dan Pendukung Pangan Nasional''
Slide 34
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN 1.
Wilayah Pusat Pertumbuhan Industri (WPPI) UU No.3/2014 tentang Perindustrian
2.
Kawasan Peruntukan Industri UU No.3/2014 tentang Perindustrian
3.
Kawasan Industri (KI): adalah kawasan tempat pemusatan kegiatan Industri yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana penunjang yang ikembangkan dan dikelola oleh Perusahaan Kawasan Industri yang telah memiliki Izin Usaha Kawasan Industri PP 24 Tahun 2008 Tentang Kawasan Industri.
4.
Sentra Industri Kecil dan Menengah dan Industri Kreatif
5.
Kawasan Perdagangan dan Pelabuhan Bebas (FTZ) yang berfungsi sebagai tempat untuk a.l.: kegiatan manufaktur, rancang bangun, perekayasaan, penyortiran, pemeriksaan awal, pemeriksaan akhir, pengepakan, dan pengepakan ulang atas barang dan bahan baku dari dalam dan luar negeri, pelayanan perbaikan atau rekondisi permesinan, dan peningkatan mutu, UU 44 / 2007 – Perpu1/200 Pasal 9.
6.
Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) adalah kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu. UU no. 39 Tahun 2009 Tentang Kawasan Ekonomi Khusus
7.
Kawasan Berikat (KB): adalah Tempat Penimbunan Berikat untuk menimbun barang impor dan/atau barang yang berasal dari tempat lain dalam daerah pabean guna diolah atau digabungkan, yang hasilnya terutama untuk diekspor PP 32 Tahun 2009 Tentang Penimbunan Berikat 35
INSENTIF FISKAL & NON FISKAL REGULASI
INSENTIF
1. WILAYAH PUSAT PERTUMBUHAN INDUSTRI (WPPI) Ditetapkan sebagai Kawasan Strategis Nasional (KSN) UU No 26/2007 tentang Perencaan Ruang Nasional
2. KAWASAN PERUNTUKAN INDUSTRI
Ditetapkan dalam Perda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten / Kota dan Provinsi
3. KAWASAN INDUSTRI Kawasan Industri yang juga sebagai Kawasan Berikat mendapat fasilitas yang sama
1. 2. 3. 4.
Pasal 4 PMK 147 Tahun tahun 2011 tentang Kawassan Berikat. Mendapat Fasilitas Pengurangan Pajak (Tax Allowance) / Pembebasan Pajak (Tax Holiday) Fasilitasi Kemudahan dalam mendapatkan lahan Ditetapkan sebagai objek vital nasional sektor industri (OVNI).
36
INSENTIF FISKAL & NON FISKAL REGULASI
INSENTIF
4. SENTRA INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH DAN INDUSTRI KREATIF 1. 2. 3. 4. 5.
Penyediaan Infrastruktur di dalam dan di luar Sentra Kemudahan dalam memperoleh bahan baku Penyediaan UPT dan Penyuluh Industri Penyediaan Unit Pengolah Limbah (UPL) Kemudahan akses Pembiayaan
5. KAWASAN BERIKAT PMK 143 tahun 2011 tentang Gudang Berikat PMK No. 147 tahun 2011 tentang Kawasan Berikat PMK. 255 tahun 2011 tentang Perubahan Pertama Atas PMK No. 147 tahun 2011 PPMK 44 tahun 2012 tentang Perubahan Kedua Atas PMK No. 147 tahun 2011
1. Penangguhan Bea Masuk 2. Pengecualiaan atas: Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atau Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) 3. Pembebasan Cukai 4. Tidak berlaku bagi barang untuk dikonsumsi di KawasanBerikat,
6. Kawasan Perdagangan dan Pelabuhan Bebas (FTZ) 7. Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) UU no. 39 Tahun 2009 Tentang Kawasan Ekonomi Khusus Bab VI: Pasal 30 s/d Pasal 47
1. 2. 3. 4. 5.
Fasilitas PPh Keringanan PBB Bebas Bea dan Cukai untuk barang impor Insentif Pajak dan Retribusi Daerah Kemudahan pertanahan, perizinan, Keimigrasian dan Investasi 37
RENCANA PEMBANGUNAN INDUSTRI 8 3 12 20 20
25
21 26 10 26
12
3
1 8 21 6 20
3 12
6
21
10
19 6
19
12 1
8 12 6 23 13 25 1317 21 24 9 23 13 23 26 1 28
1 25
9 9 10
I. INDUSTRI BERBASIS HASIL TAMBANG (Mineral, Batubara, Migas, dan Petrokimia)
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15.
16.
Industri Pengolahan dan Pemurnian Besi Baja dasar Industri Pengolahan dan Pemurnian Bukan Besi Industri Pembentukan Logam (Metal Forming) Industri Logam untuk industri strategis Industri Pengolahan Logam Jarang (Rare Metal) dan PGM Industri Petrokimia Hulu Industri Kimia Organik Industri Pupuk Industri Garam Industri Semen Industri Resin Sintetik Dan Bahan Plastik Industri Karet Sintetik Industri Serat Tekstil Industri Kimia Penunjang Industri Unggulan Industri Plastik, Pengolahan Karet dan Barang dari Karet Industri Farmasi Dan Obat-Obatan
II. INDUSTRI BERBASIS AGRO
III. INDUSTRI BERBASIS SDM & TEKNOLOGI
Industri Pangan Industri Bahan Penyegar Industri pakan Industri Oleofood, Oleokimia dan Kemurgi 21. Industri pengolahan hasil hutan dan perkebunan
22. Industri Mesin – Permesinan 23. Industri Tekstil dan Produk Tekstil 24. Industri Alat Uji dan Kedokteran 25. Industri Alat Transportasi 26. Industri Kulit dan Alas Kaki 27. Industri Alat Kelistrikan 28. Industri Elektronika dan Telematika
17. 18. 19. 20.
IV. PENINGKATAN PERAN IKM
Utamanya untuk mendukung penguatan struktur industri dengan memperbesar keterkaitan antara industri besar dan IKM. LOKASI DI SELURUH INDONESIA.
RENCANA PENGEMBANGAN KE SUMATERA No.
Kawasan Industri
Lokasi Kabupaten
Provinsi
Luas
Komoditi Utama
1
Sei Mangkei
Simalungun
Sumatera Utara
2.002,0 Ha Minyak Sawit (CPO)
2
Kuala Tanjung
Batubara
Sumatera Utara
2.000,0 Ha Industri Hilir Aluminium
3
Dumai
Medang Kampai
Riau
1.000,0 Ha Biodesel berbasis CPO
4
Muara Enim
Muara Enim
5
Tanjung Buton
Siak
Sumatera Selatan Riau
6
Tanggamus
Lampung
7
Tanjung Ular
Kabupaten Tanggamus Bangka Barat
8
Ladong
Aceh Besar
Aceh
9 10
Benteng Tanjung Jabung
11
Minangkabau
Bengkulu Tengah Bengkulu Tanjung Jabung Jambi Timur Padang Sumatera Barat Pariaman
Bangka Belitung
- Batu Bara 1.000,0 Ha Industri Petrokimia dan penunjang operasi migas
2.000,0 Ha Kapal dan Maritim 765,4 Ha Logam Tanah Jarang (Rare Earth & Rare Metal) dan turunannya 200 Ha Industri Agro - Industri Agro - Industri Agro
150 Ha Industri Agro (Kakao) 39
RENCANA PENGEMBANGAN KE JAWA No.
Kawasan Industri
Lokasi Kabupaten
Provinsi
Luas
Komodity Utama
1
Cilamaya Karawang
Karawang
Jawa Barat
3.100,0 Ha Otomotif dan Permesinan
2
Majalengka
Majalengka
Jawa Barat
877,0 Ha Tekstil dan Produk Tekstil
3
Sukabumi
Sukabumi
Jawa Barat
4
Subang
Subang
Jawa Barat
900 Ha Industri Alat Berat, Komponen Ranmor 1000 Ha Otomotif dan Permesinan
5
Kulonprogo
Galur
DIY
6 7
Kendal Boyolali
Kendal Boyolali
Jawa Teengah Jawa Tengah
8 9 10
Lamongan Gresik Ploso
Lamongan Gresik Jombang
Jawa Timur Jawa Timur Jawa Timur
2.646,0 Ha Pasir Besi dan Produk Besi 795,6 Ha Manufaktur serta Tekstil 282,0 Ha Tekstil dan Produk Tekstil 950,0 Ha Kapal dan Maritim 4.285,0 Ha Semen dan Petrokimia 818,2 ha Barang Konsumsi
40
RENCANA PENGEMBANGAN KE KALIMANTAN Lokasi No.
Kawasan Industri
Kabupaten
Provinsi
Luas
Komodity Utama
1
Batu Licin
Simpang Empat
Kalimantan Selatan
530,0 Ha Baja, Bijih Besi dan Batubara
2
Tayan
Sanggau
Kalimantan Barat
- Chemical Grade Alumina
3
Mempawah
Pontianak
Kalimantan Barat
- Smelter Grade Alumina
4
Maloy
Kutai Timur
Kalimantan Timur
- Crude Palm Oil
5
Kariangu
Balikpapan
Kalimantan Timur
1.989,5 Ha Diproyeksikan untuk kawasan Industri Maju (Industri Hilir)
41
RENCANA PENGEMBANGAN KE SULAWESI No.
Lokasi
Kawasan Industri
Kabupaten
Luas
Provinsi
Komoditi Utama
1
Bitung
Bitung
Sulawesi Utara
610 Ha
Industri Ekspor dan Puasat Logistik
2
Palu
Palu utara
Sulawesi Tengah
1.500 Ha
3
Morowali
Morowali
Sulawesi Tengah
1.200 Ha
Kakao, Kelapa, Rotan dan Rumput Laut Nikel
4
Gowa
Gowa
Sulawesi Selatan
5
Takalar
Takalar
Sulawesi Selatan
115,7 Ha-Tahap I-A 89,6 Ha Tahap I-B 717,7 Ha Tahap I-C 514,1 Tahap II 5.000 Ha
6 7
Bantaeng Takalar
Bantaeng Takalar
Sulawesi Selatan Sulawesi Selatan
2.000 Ha 5.736 Ha
8
Kawasan Industri Lainnya
Kawasan Industri Sorowako (Nikel) Kawasan Industri Sorowako Pomala (Nikel) Kawasan Industri Sorowako Konawe (Pengolahan)
Pengolahan Hasil Perkebunan
Agro, Minyak dan Petrokimia Nikel Bahan Baku Makanan
42
RENCANA PENGEMBANGAN KE MALUKU PAPUA No.
Lokasi
Kawasan Industri
Kabupaten
Provinsi
Luas
Komodity Utama
1
Buli
Halmahera Timur
Maluku Utara
325 Ha Nikel
2
Bintuni
Bintuni
Papua Barat
2.600 Ha Petrokimia dan Gas
3
Tangguh
Teluk Bintuni
Papua Barat
4
Sorong
Sorong
Papua Barat
Gas Bumi dan Petrokimian 412,5 Ha Migas, Petrokimia, Perikanan
5
Timika
Mimika
Papua Tengah
6
Kawasan Industri Lainnya
Penambangan (Emas Tembaga) dan Mineral
Kawasan Industri Morotai (Ekspor dan Perikanan) Kawasan Industri Merauke (Gula)
43
KAWASAN INDUSTRI Butuh ketersediaan fasilitas: 1.
Infrastruktur yang memadai sehingga semua fasilitas terintegrasi – Fasilitas Jalan Lingkungan – Ketersediaan Listrik – Ketersediaan Air Bersih – Fasilitasi Telekomunikasi – Fasilitas Pengolahan Limbah – Fasilitas Logistik (dry port, Pelabuhan Laut, Bandara, Jaringan Jalan Akses)
2.
Pendukung tumbuhnya industri prioritas: – Area komersial – Penelitian dan pengembangan (Pusat Inovasi / Center of Excelence) – Balai latihan kerja – Jaringan “Measurement, Standard, Testing, and Quality (MSTQ)” Pendukung “Quality Working Life” seperti: – Fasilitas Pemukiman – Fasilitas Pendidikan – Fasilitas Kesehatan – Fasilitas Olah raga dan rekreasi – Fasilitas Sosial, dll.
3.
44
STRATEGIC THRUST 2
PENUMBUHAN POPULASI INDUSTRI
45
Jumlah Ijin Usaha
PENUMBUHAN POPULASI DAN PEMERATAAN PERSEBARAN INDUSTRI 10000 9000 8000 7000 6000 5000 4000 3000 2000 1000 0
INDUSTRI SKALA BESAR DAN SEDANG
KIB I
KIB II
PMA
2768
6997
PMDN
693
2057
• Jumlah ijin usaha PMDN dan PMA selama 2004-2009 adalah 2.768 PMA dan 693 PMDN • Selama 2010-2013 dicapai total 9.055 ijin usaha 6.997 PMA dan 2.058 PMDN
2019 2015 2011
35.647
27.408
23.370 PERLU TAMBAHAN DARI 2015 – 2019 ADALAH = 8.239 INDUSTRI
PENUMBUHAN POPULASI DAN PENYEBARAN INDUSTRI 1. Hilirisasi industri prioritas Berbasis Agro •Industri Pangan, Bahan Penyegar, pakan, Oleokimia dan Kimurgi, pengolahan hasil hutan dan perkebunan.
2. Hilirisasi industri prioritas Berbasis Mineral Hasil Tambang •Industri Pengolahan dan Pemurnian Besi Baja dasar, Pengolahan dan Pemurnian Bukan Besi, Pembentukan Logam (Metal Forming), Logam untuk industri strategis, Pengolahan Logam Tanah Jarang (Rare Earth Metal) dan PGM
3. Hilirisasi industri prioritas Berbasis Migas dan Petrokimia •Industri Petrokimia Hulu, Kimia Organik, Pupuk, Garam, Semen, Resin Sintetik Dan Bahan Plastik, Karet Sintetik, Serat Tekstil, Kimia Penunjang Pertahanan, Plastik Dan Karet Hilir, Farmasi Dan Obat-Obatan
4. Industri prioritas berbasis SDM dan Teknologi •Industri Mesin – Permesinan, Tekstil dan Produk Tekstil, Alat Uji dan Kedokteran, Alat Transportasi, Kulit dan Alas Kaki, Alat Kelistrikan, Elektronika dan Telematika
5. Integrasi ke Global Production Network •Subsidiary, Contract Manufacturing, Independent Supplier
6. Pembinaan IKM & Industri Kreatif sebagai basis Penumbuhan IBS •Integrasi ke OEM sebagai pemasok intermediate goods •Memasok kebutuhan barang konsumsi bernilai tambah tinggi
PENANAMAN MODAL INDUSTRI BILA PMDN TIDAK DAPAT MAKSIMAL MEMBIAYAI INVESTASI
1.
Promosi investasi akan diarahkan ke PMA. Dominasi PMA tidak dapat dihindari.
2.
Untuk tetap membangun kemandirian bangsa, kehadiran PMA perlu persyaratan yang tegas. (a)
Alih teknologi dengan indikator: (i) jumlah jabatan pengelola bisnis, (ii) besaran TKDN, dan (iii) kenaikan pemasok lokal untuk barang intermediate-nya.
(b)
Pengaturan Kepemilikan modal asing untuk industri strategis
3.
Pemerintah harus membina tumbuhnya pemasok lokal, dan memastikan proses alih teknologi berjalan.
4.
Menjadikan IKM sebagai basis penumbuhan populasi industri besar dan sedang
5.
Menggalakkan kewirausahaan di kalangan perguruan tinggi teknik.
6.
Penyertaan modal seluruhnya oleh negara atau pembentukan usaha patungan antara pemerintah dan swasta untuk Industri Strategis
PENDALAMAN STRUKTUR
SUPPLIER TIER 1
SUPPLIER TIER 2 / 3 • • • •
Final Product
Sub Assembly
Components / Subcomponents
Components / Subcomponents
Sub Assembly
COMPONENT SUPPLIER DEVELOPMENT
OEM = Original Equipment Manufacturer
Components / Subcomponents
Penumbuhan usaha pemasok bagi OEM (Original Equipment Manufacturer). Usaha Pemasok harus dapat memenuhi kinerja operasional OEM yaitu dalam biaya produksi, kualitas, dan jadwal penyerahan ( quality, cost, delivery time, QCD). Pembinaan pemasok untuk memenuhi kinerja operasional disebut Component Supplier Development Program (CSDP) diutamakan untuk IKM supaya mempunyai kemampuan sebagai supplier tier 2 dan tier 3 Sasaran Program adalah Peningkatan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) 49
INSENTIF UNTUK CSDP
1
• Setiap usaha OEM wajib membentuk unit CSDP; • Unit CSDP mencari komponen / subassembly / bahan yang dapat dipasok oleh perusahaan lokal.
2
• Pemasokan dilelang ke perusahaan lokal, bila jumlahnya memadai; • Bila tidak, perusahaan lokal dibina untuk dipilih.
3
• Nilai pemasokan lokal menjadi pengurang pengasilan kena pajak; • Kinerja CSDP = pengurangan nilai pajak.
50
INTEGRASI KE JARINGAN PRODUKSI GLOBAL (GLOBAL PRODUCTION NETWORK, GPN) TIPE 1
TIPE 2
TIPE 3
TIPE 4
TIPE 5
PEMILIK
ASING
DOMESTIK
ASING
DOMESTIK
DOMESTIK
CAKUPAN
PERAKITAN
PERAKITAN
MANUFAKTUR
MANUFAKTUR
DESIGN-MFG
OUTPUT
PRODUK
PRODUK
INTERMEDIATE
INTERMEDIAT
INTERMEDIATE
KEMANDIRIAN USAHA MENINGKAT KETERANGAN
PROGRAM
Tipe 1: MNC pemanfaat “Cheap Labour” (Contoh: Panasonic Indo) Tipe 2: Tukang Jahit Dalam Negeri Contract Manufacturer (CM) Tipe 3: MNC Component Supplier (Contoh: Chemco Indonesia) Tipe 4: Global Workshop, design oleh pemesan OEM MNC CM Tipe 5: Independent Component Supplier • • • •
Pembinaan Supplier Domestik dalam hal Quality, Cost, Delivery Time; Pembangunan Sarana dan Prasarana Pengukuran, Standardisasi, Pengujian, dan Kualitas (MSTQ); Memanfaatkan sebanyak mungkin Tipe 1, 2, dan 3. Mendorong tumbuhnya supplier Tipe 4 dan 5. 51
RANGKUMAN PENUMBUHAN POPULASI DAN PENYEBARAN INDUSTRI SEKTOR INDUSTRI Basis Bahan Tambang dan Petrokimia
Basis AGRO
Basis SDM dan Teknologi
No
Indikator RPJMN
1.
Hilirisasi: • Fasilitasi investasi • Penyediaan data kelayakan investasi bagi calon investor. • Match maker dengan calon mitra lokal
1. Aluminium, Besi, Nikel, Tembaga 2. Gipsum, Silika 3. Farmasi dan kosmetik
1. 2. 3. 4. 5. 6.
2.
Promosi Investasi untuk industri penghasil intermediate goods dan barang modal
Bahan baku : • Plastik • Serat sintetis • Alas kaki
1. Carbon black utk industri ban
3.
Integrasi ke Jaringan Produksi Global (GPN) sebagai: perakit, pemanufaktur, atau pemasok komponen independen
1. Garmen 2. Alas kaki
4.
Component supplier development program (CSDP) bagi industri pemasok lokal
1. Garmen 2. Alas kaki
1. Makanan dan minuman
1. Alat angkut 2. Elektronik 3. Alat rumah tangga
5.
Pembinaan IKM dan Industri Kreatif sebagai basis penambahan Ind Besar dan Sedang: • Integrasi ke OEM • Usah independen
IKM Logam: • Aluminium • Besi • Tembaga
IKM: • Makanan – minuman • Agro lainnya
IKM: • Foundry • Sheet metal • Machining
Kelapa Sawit Karet Alam Cokelat Kelapa Rempah-rempah kosmetik dari herbal lokal
n.a.
1. 2. 3. 4.
Alat angkut Elektronik Alat Rumah Tangga Farmasi
1. Alat angkut 2. Elektronik 3. Alat rumah tangga
STRATEGIC THRUST 3
PENINGKATAN DAYA SAING DAN PRODUKTIVITAS
53
PENINGKATAN DAYA SAING DAN PRODUKTIVITAS 3 1. 2.
MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENCIPTA NILAI TAMBAH DAN PERLUASAN PASAR OPTIMALISASI PEMANFAATAN PERJANJIAN KERJASAMA INDUSTRI INTERNASIONAL
Bahan Baku / Komponen
Proses Produksi
Barang Jadi / Setengah Jadi MEMBANGUN INDUSTRI DGN KANDUNGAN TEKNOLOGI YG LEBIH TINGGI
2
FAKTOR INPUT (Tenaga Kerja, Kapital)
1
Scrap / Waste
MENINGKATKAN DAYA SAING INDUSTRI DENGAN: 1. Revitalisasi permesinan industri 2. Peningkatan keterampilan tenaga kerja 3. Optimalisasi economic of scope 4. Promosi Investasi 54
EFISIENSI TEKNIKAL Revitalisasi Permesinan Indusri • Pembaharuan mesin produksi sehingga lebih efisien dengan kualitas produk lebih tinggi (mengurangi waste) • Mendorong penerapan best practice dalam mengelola usaha industri
Peningkatan Keterampilan Naker • Fasilitasi pengembangan ketrampilan naker saat “entry” • Fasilitasi peningkatan keterampilan bagi yang sudah bekerja (long life learning) • Standard kompetensi naker
Pemanfaatan Economic of Scope • Fasilitasi terjadinya aglomerasi • Pembinaan terbangunnya klaster industri • Mendorong dan memfasilitasi transaski antar perusahaan domestik
PEMERINTAH DITUNTUT BERPERAN AKTIF 55
INDUSTRI MENURUT KANDUNGAN TEKNOLOGI Statistik Industri Tahun 2010
NO KANDUNGAN TEKNOLOGI
PERUSAHAAN (UNIT)
TENAGA KERJA (ORANG)
NILAI TAMBAH (RP. MILYAR)
1
Low Technology
16.207
3.031.553
401.994
2
Medium Low Technology
4.629
777.053
149.664
3
Medium High Technology
1.952
497.905
277.971
4
High Technology
557
194.634
61.551
23.345
4.501.145
891.090
JUMLAH PROGRAM KERJA
1. Mendorong tumbuhnya industri berteknologi tinggi Optimalisasi Pelaksanaan Perpres 28 / 2008 2. Mendorong Kewirausahaan Berbasis Teknologi Perguruan Tinggi 56
RANTAI PENCIPTAAN NILAI TAMBAH NILAI PRODUK YANG DITETAPKAN PADA SETIAP MATA RANTAI Design and NPD
70 %
Manufacturing
20%
Marketing and Sales
10%
Disposal and Recycling
Not Significant
HAMPIR SEMUA INDUSTRI NASIONAL 1. Memaksimalkan penguasaan teknologi produksi, sehingga kesempatan 20% untuk menentukan nilai barang dapat secara optimal dimanfaatkan. 2. Mendorong industri nasional melakukan pengembangan produk baru (New Product Development, NPD) • Pembangunan pusat-pusat disain produk • Inovasi / adopsi teknologi untuk mendukung pengembangan produk baru 57
SKEMA PENGEMBANGAN TEKNOLOGI KERANGKA KERJA
PMA: Technology Transfer BESAR Non PMA: Capacity Building
INDUSTRI PENGOLAHAN MENENGAH DAN KECIL (IKM) & INDUSTRI KREATIF
PROGRAM KERJA
1.
2.
3.
Extention Partnerships
PMA: Pengaturan Road Map Alih Teknologi dalam bentuk: (1) Jabatan Struktural Pengelola Usaha; (2) Tingkat Kandungan Dalam Negeri; dan (3) Pengambangan Pemasok Lokal. Non PMA: (1) Optimalisasi insentif yang diatur dalam PMK 76 2011 tentang Sumbangan bagi peningkatan keterampilan SDM; (2) Fasilitasi Industrial Training bagi tenaga teknikal. IKM dan Industri Kreatif : Penyelenggaran bimbingan teknis dengan model Manufacturing Extention Partnerships atau Component Supplier Development 58 Program (CSDP).
LITBANG KEMENTERIAN MENTERI
DIR 1 DIR 2
JAJARAN DITJEN memiliki tupoksi sebagai pelaksana pembangunan dan / atau penyedia layanan ke masyarakat, karenanya jajaran ini mengetahui permasalahan nyata di lapangan dan teknologi apa yang dibutuhkan (konwledge on needs);
•
JAJARAN LITBANG bertugas untuk mengembangkan dan menemukan teknologi (knowledge on technology)
Sekat Kewenangan
SEKJEN
DIRJEN
•
DIRJEN
DIR 1 DIR 2
KEPELA BALITBANG KAPUS 1
KAPUS 2
KEDUA JAJARAN INI SEHARUSNYA BERADA DALAM SATU DITJEN MEMBENTUK “COLLECTIVE MIND” DENGAN INTERAKSI YANG INTENSIF SEHINGGA MAMPU MEMICU INOVASI
59
RANGKUMAN PENINGKATAN DAYA SAING DAN PRODUKTIVITAS
SEKTOR INDUSTRI No
Indikator RPJMN
1.
Revitalisasi Permesinan Industri
2.
Peningkatan Ketrampilan Naker
3.
Fasilitasi Pendalaman dan Penguatan struktur industri
4.
Fasilitas Penggunaan Teknologi proses dan produk yang lebih maju
5.
Fasilitas proses Alih Teknologi
6.
Pengembangan Kemampuan Disain Produk
Basis Bahan Tambang
Basis AGRO
Basis SDM dan Teknologi
IKM & Industri Kreatif
1. Industri Padat Karya 2. Industri andalan ekspor 3. Industri Hijau 1. Industri Padat Karya 2. Industri andalan ekspor 1. Fasilitasi Hilirisasi Industri untuk meningkatkan nilai tambah di dalam negeri 2. Fasilitas penjaminan hubungan bisnis (Kemitraan) antar industri 3. Fasilitasi Terbangunnya Kerjasama Industri baik nasional maupun internasional 1. Fasilitasi investasi dalam industri berteknologi tinggi 2. Fasilitasi Pengembangan Pusat Inovasi / Center of Excelence 1. Penyusunan peraturan pelaksanaan Undang-undang Perindustrian tentang penerapan Alih teknologi bagi PMA 2. Fasilitasi peningkatan kualitas SDM industri 3. Fasilitas layanan teknologi dan jaminan resiko penggunaan hasil litbang bagi industri 2.
1. Pembangunan pusat disain produk Fasilitasi Pengembangan Klinik Desain dan HKI
DUKUNGAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI
MELALUI 1. Layanan Infrastruktur Mutu 2. Layanan Perekayasaan dan Teknologi
3. Penyelanggaraan Litbang (Riset) 4. Pengembangan Teknopreneur
61
HARMONISASI REGULASI – KASUS INDUSTRI KULIT 3 juta lembar Bea Masuk
Bebas Bea Masuk
Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Produksi Dalam Negeri: 2 juta lembar
Row Hides
Pickle
I Wet Blue
Crust
Leather
D
Leather Products
Kapasitas Produksi 20 juta lembar
Karantina 1. 2. 3.
4. 5.
Tambahan Biaya dan Ketidak-pastian waktu
Harga bahan baku impor semakin ke hulu semakin murah, lebih disukai dalam bentuk Wet Blue; Bea masuk wet blue tidak termasuk yang dibebaskan; dan proses pengolahan dari wet blue ke kulit jadi menanggung PPN Wet blue juga masuk kategori produk pertanian yang harus masuk karantina., yang tentu membutuhkan biaya dan waktu untuk mengeluarkannya. Akibatnya, produk kulit dalam negeri tidak mampu bersaing dari produk impor yang bea masuknya dibebaskan. Saat ini, industri kulit dalam negeri hanya beroperasi 25 persen dari kapasitas terpasang. 62
KERANGKA PENDANAAN
GAMBARAN UMUM NO
PROGRAM
APBN
PERUSAHAAN SWASTA
MASYARAKAT
1.
Sekolah Vokasi Industri
Investasi peningkatan kapasitas dan kualitas
Investasi peningkatan kapasitas dan kualitas
Penyelenggaraan Pendidikan
2.
Pelatihan Kerja
Penyiapan tenaga terampil untuk industri baru dan sudah investasi
On the job training (spesifik industri)
Up-grading skill untuk mengisi medium skill job
3.
Kawasan Industri
investasi swasta belum layak terutama di Luar Pulau Jawa
Di Pulau Jawa dan daerah lain yang layak
4.
Industri Strategis
Investasi
Operasi bisnis dengan BUMN
5.
Revitalisasi Permesinan Industri
Kerjasama Pemerintah dan Swasta (berbagi beban)
6.
Pembinaan IKM dan Industri Kreatif
Bersama APBD
Pemanfaatan CSR
Partisipasi
KEBIJAKAN BELANJA PUSAT Penajaman alokasi anggaran pada prioritas pembangunan nasional yang telah ditetapkan dalam RPJMN – Pencapaian sasaran strategis pembangunan – Rencana konkret RPJMN 2015-2019 Peningkatan kualitas penerapan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM) untuk meningkatkan disiplin dan kepastian fiskal; Peningkatan efisiensi dan efektifitas penggunaan anggaran – Penerapan efisiensi deviden secara bertahap disesuaikan dengan kemampuan implementasi – Perbaikan dalam penyiapan perencanaan, pengalokasian anggaran dan perencanaan pengadaan Meminimalkan konsekuensi anggaran dari ditetapkannya peraturan perundangan pada setiap sektor 65
KEMITRAAN STRATEGIS
Pemerintah Indonesia telah mengadakan Kemitraan Strategis dengan 13 negara (a.l. Australia, RRT, Jepang, Korea) dan dengan Uni Eropa
Model Umum Kerangka Kemitraan Strategis Kemitraan Strategis
Kerjasama/Kemitraan Ekonomi
Kerjasama Pemerintah/ Kerjasama Pembangunan ODA/ Bilateral Funding
Kerjasama Swasta
Kerangka Pembiayaan
Development Financing
Contoh: Kemitraan Strategis dengan Korea telah dilembagakan dengan terbentuknya Joint Ministers’ Meeting, Joint Economic Forum, Public – Private Working Level Task Force + 9 Working Groups 66
SEKIAN DAN
TERIMA KASIH