BAHAN KULIAH 14 SOSIOLOGI PEMBANGUNAN Pembangunan Perkotaan Dr. Azwar, M.Si
JURUSAN SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ANDALAS
Tipologi/Klasifikasi Kota Secara Universal dasar yang digunakan adalah Jumlah dan Kepadatan Penduduk Setiap Negara Tidak Sama Klasifikasi Kota
Argentina dan Kanada suatu tempat dengan 1.000 jiwa sudah dapat disebut kota Amerika Serikat 2.500 jiwa Italia, Yunani dan Spanyol untuk dapat digolongkan kota penduduknya paling sedikit 10.000 jiwa Nederland malah 20.000 jiwa Indonesia pada tahun 1971 jumlah penduduk 20.000 jiwa ditambah dengan fasilitas lainnya bisa di golongkan sebuah kota Di Jepang akumulasi atau aglomerasi penduduk yang dapat digolongkan kota adalah akumulasi yang mempunyai penduduk sama atau lebih dari 30.000 orang. Di India, Sailan, Belgia, dan Yunani batasnya adalah angka 5.000 atau lebih. Meksiko dan Venezuela batas yang diakui menjadi masyarakat kota adalah jumlah 2.500 orang atau lebih. Jerman Barat, Luxemburg, Portugal, dan Cekolovakia angka batasnya adalah 2.000 ke atas. Panama, Columbia, Irlandia memakai batas 1.500. Selandia 1.000 sedangkan Selandia Kecil 300 atau lebih.
Berdasarkan jumlah penduduk yaitu, jumlah penduduknya 20 – 50 ribu jiwa tergolong ke dalam town, jumlah penduduknya 50 – 100 ribu jiwa tergolong kedalam klasifikasi city dan jumlah penduduknya lebih dari 100 ribu jiwa maka kota tersebut diklasifikasi kepada kota metropolitan (metropolis). Klasifikasi kota di Jerman menjadi 4 bagian yaitu : Landstädte, kota-desa dengan penduduk antara 2.000 – 5.000 jiwa Kleinstädte, kota kecil dengan penduduk 5.000 – 20.000 jiwa Mittelstädte, kotamadya dengan penduduk antara 20.000 – 100.000 jiwa Grosstädte, kota besar dengan penduduk lebih dari 100.000 jiwa
Klasifikasi Bersifat Numerik
Membuat klasifikasi kota berdasarkan angka-angka, seperti jumlah dan kepadatan penduduk, luas wilayah, jumlah bangunan, panjang jalan, jumlah jenis jalan.
Klasifikasi Bersifat Non-Numerik
Klasifikasi kota menggunakan indikator yang bersifat non-numerik adalah melihat kepada mayoritas fungsi kota itu sendiri dan kekuasaan.
Kota pusat produksi, yaitu kota-kota penghasil bahan mentah dan kota-kota yang mengubah bahan mentah tersebut menjadi barang-barang jadi. Kota pusat perdagangan, sebenarnya menjadi sifat umum dari kota-kota tetapi tidak semua kota didominasi oleh kegiatan perdagangan. Hanya ada merupakan penyaluran kebutuhan sehari-hari warga kota, ada yang merupakan perantara bagi perdagangan nasional ataupun internasional yang sering disebut ’entrepot’ Kota pusat pemerintahan, berfungsi sebagai pusat-pusat politik atau pusat-pusat pemerintahan Kota pusat kebudayaan dan agama, Kota Roma lebih dikenal sebagai pusat keagamaan Katolik daripada sebagai pusat kota politik dan Mekah merupakan pusat agama Islam. Kota pusat kesehatan, biasanya terdapat di daerah pegunungan yang memiliki udara bersih dan suhu yang sejuk.
Klasifikasi Kota Bersifat Numerik dan Non-Numerik Memiliki Ciri-Ciri Fisik dan Sosial
Ciri-ciri fisik sebuah kota : Tempat-tempat untuk pasar dan pertokoan Tempat-tempat untuk parkir Tempat-tempat rekreasi dan olah raga Segregasi Keruangan
Struktur Perkotaan Ciri-Ciri Sosial Kota : Heterogenitas Sosial Hubungan Sekunder Pengawasan Sekunder Toleransi Sosial Mobilitas Sosial Voluntary Association Individualisasi
Klasifikasi Kota Berdasarkan Ketersediaan dan Fungsi Ruang Publik
Fungi Ruang Publik : Tempat Betemu, Tempat Berdagang, Tempat Lalulintas Pertama adalah kota tradisional, di mana ketiga fungsi ruang publik masih hidup secara bersamaan. Biasanya ini ditemui di kota kecil di mana penetrasi kendaraan bermotor tidak terlalu luas. Venesia di Italia adalah satu contoh kota jenis ini. Kedua adalah kota terserbu (invaded city) di mana satu fungsi --biasanya fungsi lalu lintas, dan itupun lalu lintas kendaraan pribadi-- telah menguasai sebagian besar ruang publik, sehingga tidak ada lagi ruang untuk fungsi yang lain. Di kota jenis ini, penduduknya tidak akan berjalan kaki karena keinginan, tetapi karena terpaksa. Ruang di luar bangunan dirancang untuk mobil, bukan manusia. Ketiga adalah kota yang ditinggalkan (abandoned city) di mana ruang publik dan kehidupan publik telah hilang. Ketika kehidupan di ruang publik mulai berkurang, kota pun mulai di rancang untuk mobil, yang pada gilirannya membuat banyak aktivitas yang tadinya dilakukan dengan berjalan kaki menjadi hilang. Akhirnya, kehidupan penduduknya hanya beredar dari satu shopping mall ke shopping center yang lain, yang harus didatangi dengan menggunakan mobil. Keempat adalah kota yang direbut kembali (reconquered city) di mana ada usaha yang kuat untuk mengembalikan keseimbangan fungsi ruang publik sebagai tempat bertemu, tempat berdagang dan tempat lalu lintas. Di sini akan kita temui program-program pembatasan lalu lintas mobil, dan memberikan keleluasaan kepada pejalan kaki untuk berinteraksi satu sama lain.
Di Indonesia klasifikasi kota hanya meliputi 5 tingkatan dengan dasar penggolongannya adalah jumlah penduduk
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) mengeluarkan klasifikasi kota sebagai berikut : Kota Megapolitan populasi > 5 juta jiwa Kota Metropolitan populasi 1 – 5 juta jiwa Kota Besar populasi 500.000 – 1 juta jiwa Kota Sedang populasi 100.000 – 500.000 ribu jiwa Kota Kecil 20.000 – 100.000 ribu jiwa
National Urban Development Strategic (NUDS) membuat klasifikasi kota sampai ke tingkat kecamatan, yaitu : Kota Metropolitan Populasi > 1.000.000 jiwa Kota Besar Populasi 500.000 -1.000.000 jiwa Kota Sedang Populasi 200.000 -500.000 Jiwa Kota Kecil Populasi 20.000-200.000 jiwa Kota Kecamatan Populasi 3.000-20.000 Jiwa
Data Bappenas tahun 2005
Semenjak Tahun 1969 – 1994 jumiah kota di Indonesia adalah 412 buah yang terdiri dari : Megapolitan, yaitu DKI Jakarta 10 kota metropolitan (Bogor, Bandung, Yogyakarta, Semarang, Surabaya, Medan, Palembang, Lampung, Ujung Pandang, Denpasar) 6 kota besar (Padang, Batam, Manado, Cianjur, Malang, Cirebon) 84 kota sedang serta 311 kota kecil
Pada tahun 1995 hingga sekarang meningkat menjadi 430 buah dengan perincian : 4 kota megapolitan (yaitu Jakarta, Surabaya, Bandung dan Medan) 19 kota metropolitan 18 kota besar 154 kota sedang (seperti Sorong, Kupang, Gorontalo) 235 kota kecil
Disamping jumlah penduduk di Indonesia Kota adalah pembagian wilayah administratif di Indonesia setelah provinsi, yang dipimpin oleh seorang walikota.
Jumlah Kabupaten dan Kota Indonesia No
Pulau
Propinsi
Kab
Kota
Jml
10
90
31 (25,62 %)
121
1
Sumatera
2
Jawa
6
83
32 (27,83 %)
115
3
Kalimantan
4
43
9 (17,31 %)
52
4
Sulawesi
6
52
11 (17,46 %)
63
5
Nusa Tenggara
3
30
4 (11,76 %)
34
6
Maluku dan Papua
2
40
5 (11,11 %)
45
41
338
92 (21,40 %)
430
Sumber :Wikimedia 2005
Setiap Kota Indonesia Berusaha Meningkatkan Klasifikasinya Membangun pusat-pusat perdagangan modern Menambah fungsi kota selain kota perdagangan dan jasa Melakukan perluasan kota Membangun infrastruktur-infrastruktur kota
Pemerintah melalui SK Mendagri No. 65/1995 Mengeluarkan koridor dalam mengelola kota (urban management)
Manajemen perkotaan (Urban management) adalah pengelolaan sumber daya perkotaan yang berkaitan dengan bidang-bidang tata ruang, lahan, ekonomi, keuangan, lingkungan hidup, pelayanan jasa, investasi, prasarana dan sarana perkotaan; serta disebutkan pula bahwa pengelola perkotaan adalah para pejabat (Pemerintah) pengelola perkotaan.
Dalam Peraturan Pemerintah No. 22 tahun 2000, dikatakan bahwa kabupaten/kota tetap terikat pada 11 tugas wajib yang tercantum juga dalam Undang-undang No. 22/1999 pasal 11 ayat 2, yaitu
tentang pekerjaan umum, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan, pertanian, perhubungan, industri dan perdagangan, penanaman modal, lingkungan hidup, pertanahan, koperasi dan tenaga kerja
Mendukung peningkatan tersebut menurut McKay (1979) bukunya The Politics of Urban Change, biasanya pemerintah mengeluarkan beberapa kebijakan : Land-use Planning Land Values Policies Housing and Slum Clearance Urban Transport Policies Econonimc Policy
Masalah yang umumnya terjadi di Kota-Kota Indonesia adalah : Secara Fisik adalah : Sistem transportasi yang semrawut Bangunan yang tidak tertata dengan baik Pencemaran Lingkungan Perparkiran yang tidak tertib Tidak menyebarnya pembangunan prasarana dan sarana Sistem drainase tidak tertata dengan baik Masalah persampahan Tidak adanya ruang publik Terbatasnya lahan Masih terdapatnya kawasan-kawasan kumuh
Secara Sosial dan Kelembagaan pemerintah : Semakin bertambahnya PKL Terjadi proses marginalisasi warga kota Pengemis dan gelandangan semakin meningkat jumlahnya Arus urbanisasi Konflik tanah Tingkat Keamanan yang relatif rendah Tingkat pelayanan pemerintah yang belum memuaskan Manajemen dan organisasi kota yang belum mantap Tidak mengikuti langkah-langkah perencanaan kota
Urban Ecology Perspective
Saling mempengaruhi antara ruang dengan kehidupan masyarakat kota Menurut Duncan ada 5 Elemen Ekologi Kota Populasi
Kuantitas dan Kualitas Sosial Ekonomi Penduduk
Organisasi
Kelembagaan formal dan informal sebagai basis dan alat keseimbangan ekosistem kota
Environment
Kondisi geografis dan internal kota dalam bentuk kondisi Alam dan lingkungan kota
Technology
Peralatan prasarana dan sarana yang berkembang dalam Kota, seperti transportasi, kualitas bangunan, komunikasi
Social Psychology
Semua yang berkaitan dengan nilai, kepercayaan, prilaku, Sikap dan pandangan tentang hidup
POETS
Analisis Masalah Perkotaan P = Arus urbanisasi O = Pemerintah tidak siap lahan tempat tinggal dan kuatnya pengaruh kelompok S = Sikap cuek, tindakan kriminil O = Kebijakan tentang ekonomi serta perencanaan tata ruang Kota tidak konsisten T = Plaza dan Hotel memerlukan skil dan pendidikan S = Apatis dengan perubahan hidup
E = Lingkungan kota tidak nyaman, Kotor, tidak teratur, semrawut P, O, S
E
P = Jumlah Penduduk Miskin meningkat O, T, S
P
Masalah Sosial dan Fisik disebabkan :
Pembangunan bersifat Monolistik-Segregatif
Pembangunan hanya sebuah Konstruksi Fisik
Pembangunan mengabaikan Konstruksi Sosial
Pembangunan mengutamakan interest group
Lemahnya instrumen-instrumen pengawasan
Urban Management
Good Governance
Bidang Perencanaan Ruang : Hampir di segenap penjuru kota, perubahan peruntukan itu terjadi. Rencana tata ruang wilayah (RTRW), rencana bagian wilayah kota (RBWK), rencana terinci kota (RTK), ternyata tidak dapat menjawab fenomena ini. Bidang Pertanahan : pengelolaan tanah yang di satu sisi berdimensi ekonomi beserta turunannya yang bersifat sangat berpendekatan profit, dan di sisi lain harus tetap berpedoman pada dimensi fungsi sosial hak atas tanah berserta turunannya yang bersifat non-profit; mulailah timbul permasalahan tanah Faktor ekonomi selalu menjadi panglima sehingga faktor ekologi dan faktor sosial menjadi terlupakan.
McGill dgn konsep Institutional Development (1996): institusi pemerintah memainkan peran sangat penting di dalam proses pembangunan, terutama di dalam pembangunan perkotaan. Keteledoran dalam manajemen perkotaan yang hanya dilihat dari satu sudut berdampak luas terhadap kota secara keseluruhan.