BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di Herbarium Manokwariense (MAN) dan Bogoriense (BO) pada bulan Juni sampai Agustus 2008; Hutan Papua pada bulan Agustus sampai September 2008 dan Januari 2010; Kebun Raya Bogor, Kebun Plasma Nutfah LIPI Cibinong dan Taman Buah Mekarsari Cileungsi, Arboretum IPB dan Balitbang. Kehutanan dan Konservasi Alam Bogor pada tanggal 1-15 Februari 2010. Analisis Isozim dilakukan di Laboratorium Tumbuhan PPSHB IPB pada tanggal 22 Februari sampai 30 Maret 2010.
Bahan dan Alat Bahan tanaman yang dipakai berupa sampel herbarium dan tegakan matoa, anakan dan bagian pucuknya. Total 19 aksesi matoa terdiri atas 4 aksesi asal Papua (P1, P2, P3, P4); 6 aksesi asal Taman Buah Mekarsari (PM1, PM2, PM3, PM4, PM5, PM6); 5 aksesi asal Kebun Plasma Nutfah LIPI Cibinong (CB1, CB2, CB3, CB4, CB5); 2 aksesi asal Kebun Raya Bogor (KBR1, KBR2) serta satu aksesi asal Arboretum Balitbang Kehutanan & Konservasi Alam Bogor (BLHKA) dan satu aksesi asal Arboretum IPB Dramaga (IPB). Sistem enzim yang diamati terdiri atas: esterase, malat dehidrogenase dan peroksidase; Bahan yang digunakan untuk bufer elektroda, bufer gel pewarnaan dan fiksasi antara lain: asam sitrat monohidrat, tris hidroksimetil aminometan; pati kentang (potato starch); LHistidin Monohidrat, L-asam askorbat, L-sistein, Triton-X-100, PVP-40, Na2HPO4.2H2O; Sodium fosfat, 1-Naftil asetat, 2-Naftil asetat, Fast Blue RR Salt, aseton; Tris-HCl, NAD, Malic acid, NBT, PMS; kristal Natrium asetat CH3COONa.3H2O2, CaCl2; 3-Amino-9-etilkarbasol dan H2O2. Bahan lain yang digunakan antara lain: kertas saring, kertas tissue, plastik penutup gel, selotip. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas: altimeter, lupper, sasak, kamera foto, kantong plastik dan botol spesimen, gunting, label gantung, meteran, gunting kertas, penggaris, pisau pemotong; 1 unit elektroforesis tipe horizontal, refrigerator, power supply, pompa vakum, hotplate, pH meter, timbangan analitik, pengaduk magnet, cawan dan mortar, tabung erlenmeyer,
12
gelas ukur, pipet tetes, pipet penghisap, alat pemotong gel, nampan, kamera, meja pemotretan.
Pendekatan Morfologi Langkah kerja dalam pendekatan morfologi terdiri atas: eksplorasi, koleksi spesimen, pembuatan spesimen herbarium, karakterisasi dan identifikasi.
Eksplorasi, Koleksi dan Pembuatan Spesimen Herbarium Pengambilan sampel secara purposif, dimana terdapat individu matoa yang dapat mewakili perbedaan morfologi dari indikasi 3 jenis atau forma matoa. Selain itu dilakukan dokumentasi dan koleksi spesimen. Teknis pelaksanaan koleksi spesimen di lapang mengacu pada manual taksonomi herbarium, teori dan praktek menurut Vogel (1987). Koleksi di lapangan terdiri atas dua macam, yaitu: pertama, pengambilan sampel herbarium dari induk untuk dicirikan dan koleksi buah, biji serta anakan asal aksesi induk sampel. Kedua, sampel anakan ditanam di dalam polibag untuk keperluan analisis isozim. Selain itu dilakukan pencatatan terhadap karakter yang lainnya berdasarkan tabel lapang yang telah tersedia. Sampel herbarium dibuat dari spesimen kering, basah dan spesimen karpologi. Sampel untuk spesimen kering diambil dari bagian dahan yang lengkap, bunga dan
buah. Dahan dipotong dan diberi label gantung lalu
dimasukkan ke dalam kantong spesimen, diberi alkohol 70%, dan selanjutnya kantong diikat. Label gantung berisi informasi tentang nomor dan kolektor, waktu, tempat koleksi dan ketinggian tempat. Spesimen basah berupa bagian bunga, diberi label dan diawetkan di dalam botol 600 ml. Spesimen karpologi terdiri atas buah muda dan ranum, biji, yang dimasukkan dalam kantong plastik dan diberi alkohol 70% agar tidak berjamur. Setelah dari lapangan, spesimen untuk herbarium kering dikeluarkan dari kantong spesimen dan diselipkan pada kertas koran, dipres dengan sasak dan dikeringkan dengan oven pada suhu 60 0C selama dua hari. Selanjutnya ditata dan diberi label, diplak dan difumigasi lalu disimpan pada lemari penyimpanan sesuai famili dan daerah persebarannya.
13
Karakterisasi dan Identifikasi Karakterisasi dilakukan di lapang dan laboratorium. Pencirian atau pencocokan karakter mengacu panduan identifikasi struktur dan bunga menurut Bebingthon (1996); ilustrasi terminologi identifikasi tumbuhan menurut Harris & Harris (1994). Tiap sampel aksesi dalam bentuk spesimen kering dicocokkan dengan spesimen matoa di BO dan MAN serta kunci determinasi dan informasi dari pengenal tumbuhan di lapangan. Ciri yang dibandingkan antara lain: bentuk dan susunan anak daun, ada tidaknya rambut, bentuk anak daun basal, warna sumbu daun dan anak daun, warna pertulangan, perbungaan, buah muda dan buah ranum, bentuk buah dan biji (Lampiran 1). Aksesi yang memiliki ciri yang sama atau identik diberi nama yang sama atau sinonimnya.
Analisis Isozim Karakter yang diamati meliputi: pola pita dan jarak migrasi pada zimogram hasil uji sistem enzim PER, MDH dan EST setelah dilakukan elektroforesis. Reaksi enzim ini dipengaruhi oleh kadar enzim dan substrat, pH, suhu, aktivator dan inhibitor. Setiap enzim memiliki pH optimum untuk bekerja. Reaksi akan berjalan lebih cepat pada suhu yang lebih tinggi; jika suhu meningkat, kecepatan reaksi juga meningkat dan mudah terjadi denaturasi; suhu optimum tentatif bergantung pada waktu. Tahapan analisis isozim untuk mendapatkan pola-pola pita sebagai berikut:
Pengambilan Contoh Daun Contoh tanaman matoa asal Papua diambil dari anakan yang telah tersedia dalam pot. Bahan tanaman asal Kebun Raya Bogor, Kebun Plasma Nutfa LIPI Cibinong, Arboretum IPB dan Balitbang dan Konservasi Alam Bogor serta Taman Buah Mekarsari Cileungsi, diambil bagian pucuk daun dan dimasukkan ke dalam kantong plastik yang dibasahi dengan air. Contoh pucuk diekstrak sehari setelah pengambilannya dari lapang.
14
Pembuatan Bufer Elektroda dan Bufer Gel Pengekstrak Bufer gel disiapkan terlebih dahulu. Sistem gel berguna untuk mengindikasi jenis enzim yang bergerak, zona pendugaan ataupun mencegah aktivitasnya. Satu macam bufer elektroda yang digunakan untuk ketiga sistem enzim yang dianalisis. Bufer elektroda dibuat dari 10.5507 g asam sitrat monohidrat ditambah 18.1650 g tris hidroksimetil aminometan dan dilarutkan dengan aquadestilata sampai volume 1 l (pH 6.0). Bufer pengekstrak (ekstraktan) membantu menghancurkan sel ekstrak bahan kasar dari daun dalam jumlah minimum tanpa menimbulkan panas terhadap ekstrak maupun perubahan warna daun yang diekstrak. Sistem bufer yang digunakan dimodifikasi berdasarkan Horry (1989). Bufer gel dibuat dari 1.048 g/l L-Histidin Monohidrat dan diatur pHnya dengan Tris-HCl sampai pH 6.0. Bufer pengekstrak dibuat untuk 40 ml terdiri atas: campuran antara 0.07045 g L-asam askorbat 10 mM; 0.1939 g L-sistein 40 mM; 0.12 ml Triton-X-100; 25% PVP-40; 0.54 g Na2HPO4.2H2O 0.1 M dan ditambahkan aquadestilata sampai menjadi 400 ml (pH 7.0).
Pembuatan Gel Pati Gel untuk elektroforesis dibuat dari pati kentang 9.5% dari total larutan buffer yang telah ditambahkan aquadestilata. Setiap cetakan diperlukan 30 ml bufer gel dan ditambah aquadestilata sampai volume 300 ml dalam gelas ukur. Sebanyak 30 g (9.5%) pati kentang dimasukkan ke dalam gelas labu, ditambahkan 300 ml bufer gel lalu dimasak pada hotplate sambil diaduk dengan doble magnetic stirrer sampai mendidih. Selama proses pemasakan, tabung diangkat sewaktuwaktu dan digoyang agar bufernya tidak bergelembung sampai gel dipastikan berwarna bening. Setelah larutan dipastikan bening (homogen), selanjutnya divakum selama 2-5 menit untuk menghilangkan gelembung udara di dalam gel. Sebelumnya lubang pada kaki wadah ditutup dengan selotip; gel dituang pada bagian tengah wadah untuk dicetak dan didiamkan selama 10 menit, ditutup dengan plastik yang diolesi parafin dan disimpan di dalam refrigerator pada suhu 5-10 0C selama semalam untuk digunakan besoknya.
15
Ekstraksi Enzim dari Daun Bentuk-bentuk sitosolik aktif pada bagian pucuk. Ekstraksi enzim dibuat dari 0.1 g daun pucuk yang dihaluskan dalam mortar yang telah diberi pasir kuarsa dan bufer pengekstrak 0.5 ml. Kemudian supernatan dimasukkan ke dalam tabung ependorf yang sebelumnya diletakkan pada rak gabus. Sambil menyiapkan gel pati, sampel diawetkan di dalam refrigerator pada suhu 5 0C. Selanjutnya cairan supernatan diserap dengan kertas saring Whatman dengan ukuran (0.5 x 0.5) cm2 atau (1.0 x 1.0) cm2 dan disisipkan pada torehan gel. Selain itu, pada torehan terakhir disisipkan kertas saring yang telah diberi indikator mobilitas elektroforesis (bromphenol biru) untuk mengontrol jarak migrasi. Selanjutnya selotip pada kaki cetakan dilepas dan kaki cetakan dipastikan terendam dalam bufer elektroda. Kertas saring yang telah mengandung contoh daun pada cetakan dimasukkan ke dalam wadah yang telah berisi bufer elektroda dan diletakkan dalam lemari es pada suhu 5-10 0C dan selanjutnya dilakukan elektroforesis.
Elektroforesis Cetakan yang sudah siap dimasukkan ke dalam wadah yang telah diisi 1 l bufer elektroda dan diletakkan di atas wadah berisi es. Elektroforesis dilakukan selama 4 jam dengan 4 tahap, yaitu 0.5 jam pertama digunakan tegangan 50 V; 1.0 jam dengan 150 V; 1.5 jam dengan 200 V; 1.0 jam terakhir tegangan dinaikkan sampai 250 V hingga indikator mobilitas melewati jarak 7 cm dari sudut wadah.
Pewarnaan dan Fiksasi Pewarnaan dan fiksasi dimodifikasi menurut Wendel dan Weeden (1989b). Larutan pewarna dibuat setengah jam sebelum elektroforesis selesai. Setelah elektroforesis, cetakan dikeluarkan dan kertas saring pada torehan gel diangkat. Potongan gel diiris mendatar menjadi dua lembaran sesuai ketebalannya (± 2 mm). Pewarnaan untuk memperlihatkan pola-pola pita dari sistem enzim EST, MDH dan PER. Pewarna esterase dibuat dari 100 ml Sodium fosfat 100 mM (pH 7.0); 50 mg 1-Naftil asetat dan 50 mg 2-Naftil asetat, 100 mg Fast Blue RR Salt digabung menjadi satu lalu dilarutkan dengan 5 ml aseton dan ditambahkan aquadestilata
16
sampai 150 ml. Kemudian dituangkan di atas potongan gel, diinkubasi sampai terlihat pita-pita berwarna merah atau coklat. Pewarna malat dehidrogenase dibuat dari 100 ml Tris-HCl 50 mM (pH 8.5); ditambahkan 10 mg (1 ml) nicotinamide (NAD); 150 mg (1 ml) Malic acid; 10 mg (1 ml) nitro blue tetrazolium (NBT) dan
2 mg (0.4 ml) phenazine
metosulphate (PMS); dijadikan 200 ml dengan aquadestilata, dituangkan diatas gel, diinkubasi sampai tampak pita-pita berwarna biru, dicuci dan disimpan dalam wadah berisi air. Pewarna peroksidase dibuat dari 100 ml Natrium asetat 50 mM (pH 5.0) dicampur dengan 50 mg CaCl2; kemudian dipipet 5 ml aseton dicampurkan dengan 50 mg 3-Amino-9-etilkarbasol yang berfungsi sebagai pelarut dan ditambahkan 0.5 ml 3% hidrogen peroksida (H2O2); dituangkan di atas gel dan diinkubasi dalam suhu ruang sampai tampak pita-pita merah. Setelah pewarnaan, gel dicuci dengan air mengalir sampai bersih dan difiksasi; selanjutnya dilakukan dokumentasi.
Pengambilan Foto dan Pembuatan Zimogram Daya tahan gel singkat maka setelah elektroforesis segera dilakukan pemotretan dan fiksasi. Pola-pola pita di atas lembaran gel dari setiap sistem enzim tersebut dipotret di atas meja yang disinari lampu; pola-pola pita dan jarak migrasinya (Rf) digambar pada kertas transparan yang ditandai nomor urut contoh dan arah anoda dan selanjutnya dipindahkan pada kertas grafik. Pola-pola pita yang dihasilkan merupakan fenotipe elektroforesis. Pola-pola pita hasil dari tiap sistem enzim dibuat grafik zimogramnya dengan cara memvisualisasikan pola-pola pita yang tampak sepanjang lokus dalam bentuk garis-garis pita alel dan menetapkan jarak migrasi (Rf ). Jarak migrasi sampel pada gel Rf = Jarak migrasi bromphenol pada gel
17
Analisis Data Karakteristik morfologi tiap aksesi ditransformasi dalam data biner atau multi state characters. Untuk data biner diberi skor 0 dan 1 (Lampiran 2). Untuk data multistate diberi skor 1, 2, 3, atau 4, bergantung pada jumlah ciri. Data hasil skoring dianalisis dengan menggunakan Program NTSYs pc. 2.2i untuk mendapatkan fenogram UPGMA (Unweighted Pair-Group Method Using Arithmatic Average) Rolf (1998) dengan koefisien disimilaritas menurut Nei (1978).