BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan dari Oktober 2011 hingga Juni 2012, bertempat di Laboratorium Mikrobiologi Departemen Biologi FMIPA IPB, Laboratorium Uji Pusat Studi Biofarmaka LPPM-IPB, serta Laboratory for Biomolecules and Proteomes, Department of Biotechnology and Life Science Tokyo University of Agriculture and Technology (TUAT), Japan.
Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah mencit jantan galur deutsch democratic Yokohama (ddY) yang diperoleh dari Pusat Studi Biofarmaka LPPM-IPB, Streptomyces sp. BWA 65 koleksi Dr. Ir. Yulin Lestari, yang telah diketahui memiliki aktivitas inhibisi tertinggi terhadap enzim α- glukosidase. Media Mikrobiologi yang digunakan adalah Natrium Agar (NA), International Streptomyces Project (ISP) No.2 dan No.4, Enzim α- glukosidase (Sigma; USA), Na2CO3, dimetilsulfoksida, dan p-nitrofenil α-Dglukopiranosida, bufer fosfat (pH 7,0), streptozotosin, glukosa 10 %, akuades, lisozim; sodium dodecyl sulfate (SDS); cetyl trimetyl ammonium bromide (CTAB); kit PCR Ex Takara (Japan), GeneClean II
®
KIT (Qbiogene, Japan), T-vektor pMD20, 2 x ligation Mix,
Buffer sekuensing Big Dye, Enzim restriksi Xba I, Bam HI-HF, Big Dye terminator Cycle sequencing Kits (v3.1).
Alat Alat yang digunakan adalah mesin PCR 2400 (Japan), mesin sekuenser Applied Biosystem 3130 xl Genetic Analyzer (Japan), spektrofotometer, sentrifuse, freeze dryer (Takara; Japan), water bath, laminar air flow, jarum suntik dan alat-alat standar laboratorium Mikrobiologi.
Peremajaan Streptomyces sp. BWA 65 Streptomyces sp. BWA 65 endofit asal brotowali yang memiliki aktivitas α-glukosidase diremajakan pada media agar International Streptomyces Project (ISP) no.2 pada suhu ruang selama tujuh hari. Inokulum sebanyak 5 disk cakram
16
(51 mg biomassa/mL) dimasukkan dalam 100 mL media cair ISP no.4. Inkubasi dilakukan pada suhu ruang menggunakan inkubator bergoyang dengan kecepatan 120 rpm selama tujuh hari untuk kemudian digunakan sebagai starter inokulum. Ekstrak kasar BWA 65 diperoleh dengan cara menginokulasi starter inokulum sebanyak 100 mL (100 mg biomassa/mL) ke dalam 5 liter media ISP no.4 selama 14 hari di dalam fermentor. Selanjutnya ekstrak kasar diekstrak dengan etil asetat dengan perbandingan volume 1:1. Ekstrak kemudian dikeringkan dengan evaporator. Ekstrak kering digunakan untuk penentuan daya hambat larutan terhadap aktivitas α-glukosidase (Suthindiran et al. 2009). Penentuan Aktivitas Inhibitor α-Glukosidase Larutan enzim terdiri atas 1 mg α-glukosidase (Sigma Aldrich Co; USA) di dalam 100 mL buffer fosfat pH 7 yang mengandung 200 mg bovin serum albumin. Sebanyak 1 mL konsentrasi larutan tersebut diencerkan 25 kali dengan buffer fosfat pH 7. Larutan substrat terdiri atas p-nitrofenil α-D-glukopiranosida 20 mM sebanyak 50 μl, 50 μl 100 mM buffer fosfat pH 7 dan 10 μl larutan dimethyl sulfoxide (DMSO). Campuran diinkubasi pada 37ºC selama 5 menit, 50 μl larutan buffer dan enzim ditambahkan, selanjutnya diinkubasi selama 15 menit. Reaksi dihentikan dengan penambahanan 800 μl 200 mM natrium karbonat. Absorban p-nitrofenol diukur menggunakan spektrofotometer (Thermo Spectronic Genesys 20) pada panjang gelombang 400 nm. Acarbose yang merupakan inhibitor α-glukosidase komersial (Glucobay; Bayer) digunakan sebagai pembanding. Larutan pembanding diperlakukan sama dengan sampel. Daya hambat ekstrak kasar isolat terhadap aktivitas α-glukosidase dihitung dalam persen inhibisi dengan rumus sebagai berikut : [(C-S)/ C x 100 %, dengan C ialah absorban kontrol, tanpa sampel (kontrol-blanko) dan S merupakan absorban sampel hasil pengurangan S1-S0, dimana S1 = absorbansi sampel dengan penambahan enzim, S = absorbansi sampel tanpa penambahan enzim] (Moon et al. 2011).
Tabel 1 Sistem reaksi enzim untuk satu sampel dengan volume total 1 mL Blanko Ekstrak DMSO Buffer Subtrat Enzim Na2CO3 (Moon et al. 2011)
10 50 50
Kontrol
10 50 50 Preinkubasi 37ºC, 5 menit 50 Preinkubasi 37ºC, 15 menit 800 800
S0
S1
10 50 50
10 50 50
-
50
800
800
Ketahanan Aktivitas Inhibitor α-Glukosidase terhadap Asam Ketahanan ekstrak etil asetat terhadap asam digunakan untuk mengkaji stabilitas kemampuan aktivitas enzim dalam lambung dan saluran pencernaan yang memiliki pH rendah. Metode ini dilakukan dengan menginokulasi 1 mL ekstrak etil asetat pH 8 ke dalam satu tabung dan mengaturnya menjadi pH 4 (pH diatur dengan penambahan HCl 1 M) kemudian diinkubasi pada suhu ruang 28°C. Pengamatan dilakukan setelah 4 jam ekstrak di inkubasi dan kemudian ditambahkan NaOH 1M agar pH ekstrak menjadi pH 7. Pengujian aktivitas inhibitor α-glukosidase dilakukan secara in vitro mengacu pada metode Ngatirah et al. (2000) yang dimodifikasi.
Deteksi Gen Sedoheptulosa 7-fosfat Siklase Streptomyces sp. BWA 65 Deteksi gen Sedoheptulosa 7-fosfat siklase dilakukan dengan terlebih dahulu mendesain primer yang mengacu pada gen acbC yang dimiliki Actinoplanes sp. SE50/110 (Stratmann et al. 1999, Zhang et al. 2003a). Desain primer hulu: 5’-ACCTACGAGGTGCGCTTCCGGGACGACGT-3’dan desain primer hilir: 5’-GGCGGCCTGCAGCTCGGCGGCCGTCACGT-3’. Amplifikasi dengan Polymerase Chain Reaction (PCR) (Takara PCR Thermal Cycler, Japan) dilakukan dalam 50 µl campuran reaksi yang mengandung 10 pmol masingmasing primer sebanyak 5 µl, 200 ng cetakan DNA genom, 2.5 mM deoxynucleotide triposphate (dNTP) sebanyak 4 µl, 10 x Ex taq Buffer sebanyak 5 µl, 5 units/ µl Takara Ex TaqTM sebanyak 1 µl (Takara Japan) dan ddH2O
18
sampai dengan volume 25 µl. Produk PCR gen target menggunakan primer ini adalah 1068 bp. Siklus PCR yang dilakukan terdiri dari denaturasi awal 94⁰C selama 2 menit, dilanjutkan dengan 25 siklus denaturasi 94⁰C selama 15 detik, penempelan primer 55⁰C
selama 15 detik, pemanjangan 72⁰C selama 45 detik,
dan pemanjangan akhir selama 5 menit.
Purifikasi DNA Gel yang mengandung DNA target kemudian dipurifikasi dari gel menggunakan GeneClean II®KIT (Qbiogene, Japan). DNA dikuantifikasi menggunakan spektrofotometer NanoDrop ND-2000 (Thermo scientific, Jepang).
Kloning DNA dengan T-Vektor pMD20 Fragmen DNA selanjutnya di kloning dengan T-Vektor pMD20 dengan reaksi ligasi menggunakan 2 X Ligation Mix (Wako Nippon Gene) (Tabel 2). Tabel 2 Pereaksi untuk ligasi menggunakan T-Vektor PMD20 Reagen
Jumlah (µl)
2 x Ligation Mix
2.5
DNA Insert
1.5
T-Vektor pMD20
0.5
ddH2O
0.5
Total volume
5
Pereaksi ligasi dicampur dengan cara diresuspensi dan selanjutnya diinkubasi selama 30 menit di suhu 16⁰C.
Transformasi Transformasi dilakukan dengan metode renjatan panas (heat shock). Sebanyak 5 µl pereaksi ligasi ditambahkan ke dalam suspensi sel E. coli DH5α yang telah kompeten (bakteri yang siap bertransformasi dengan dinding sel yang permeable dan dapat dilalui oleh DNA plasmid) (Hanahan 1983). Campuran ini diletakkan selama 3 menit di tempat berisi es, kemudian dilakukan perlakuan
renjatan panas pada suhu 42 C selama 45 detik. Tabung berisi campuran pereaksi ligasi dan E. coli DH5α kompeten diinkubasi pada tempat berisi es secara cepat selama 3 menit. Selanjutnya dilakukan penambahan 200 μl media SOC cair pada tabung perlakuan dan diinkubasi pada suhu 37 C selama 45 menit kemudian campuran disebarkan pada media Luria Bertani (LB) yang mengandung ampisilin 100 mg/mL, Isopropyl Beta-d-Thiogalactopyranoside (IPTG) 100 μl, dan X-Gal 100 μl. Inkubasi campuran dilakukan selama 24 jam pada suhu 37 C dan dilakukan pengamatan warna terhadap koloni yang tumbuh. Koloni putih mengandung sisipan DNA sebanyak 300 bp.
Polymerase Chain Reaction (PCR) Koloni Teknik PCR koloni dilakukan untuk menyeleksi plasmid rekombinan yang mengandung insert dari koloni putih E.coli DH5α. Koloni yang diambil adalah koloni yang berwarna putih dengan ujung tusuk gigi steril kemudian dipindah ke cawan LB yang mengandung ampisilin 100 mg/mL. Selanjutnya ujung tusuk gigi dimasukan dan dikocok kuat ke 10 μl ddH2O sebagai template DNA untuk PCR. Koloni positif yang mengandung sisipan yang benar selanjutnya dilakukan isolasi plasmid. Konsentrasi DNA sisipan pada plasmid kemudian diukur dengan mesin NanoDrop.
Pemotongan dengan Enzim Restriksi Tehnik pemotongan dengan enzim restriksi digunakan sebagai langkah untuk memverifikasi apakah insert DNA pada plasmid merupakan DNA target yang diinginkan. Plasmid dipotong dengan kombinasi enzim Xba I dan Bam HIHF. Masing-masing kombinasi kedua enzim dilakukan pada tabung mikro dengan volume reaksi sebanyak 20 μl. Komposisi masing-masing reaksi seperti tertera dibawah ini (Tabel 3).
20
Tabel 3 Komposisi enzim restriksi Komposisi 1 Enzim
Jumlah (μl)
Komposisi 2 Enzim
Jumlah (μl)
Template
1
Template
1
10 x NeBuffer 4
4
10 x NeBuffer 4
2
Bam HI-HF
1
Bam HI-HF
1
ddH2O
16
Xba I
1
ddH2O
16
Total
20
Total
20
Campuran tersebut diinkubasi semalam pada suhu 37 C. Apabila hasil pemotongan plasmid menunjukkan hasil yang positif, maka dilakukan sekuensing.
Sekuensing DNA Plasmid yang telah positif mengandung sisipan DNA disekuen menggunakan Applied Biosystem Big Dye Terminator Cycle Sequencing Kits (v3.1) dengan menggunakan primer M13: primer RV sebagai primer forward dan M13 primer 14 sebagai primer reverse. Campuran reaksi PCR untuk siklus sekuensing dapat dilihat pada tabel 2 berikut: Tabel 4 Reaksi PCR untuk siklus sekuensing menggunakan ABI BigDye Terminator Campuran Reaksi
Konsentrasi
Jumlah (µl)
M13 Primer RV forward/ Primer M4 0,8 µM reverse
2
Buffer sekuensing Big Dye
5x
2
Big Dye terminator V3.1 Cycle
1x
1
DNA Insert
~200 ng
1
ddH2O
4
Total volume
10
Reaksi PCR untuk sekuensing dilakukan 25 siklus dengan kondisi yaitu denaturasi awal 96⁰C selama 5 menit, dilanjutkan dengan denaturasi 96⁰C selama
1 menit, penempelan primer 50⁰C selama 30 detik, pemanjangan 60⁰C selama 1 menit. Produk PCR untuk reaksi sekuensing kemudian dipurifikasi dengan BigDye X Terminator Purification Kit yaitu produk PCR, ditambahkan 45 µl larutan SAM Solution dan 10 µl XTerminator, dilakukan pencampuran (mixing) selama 15 menit sampai dengan 30 menit dan dilanjutkan dengan sentrifugasi selama 3 menit dengan kecepatan 4000 rpm. Hasil produk PCR untuk reaksi sekuensing yang telah di purifikasi diletakkan pada 96-well plate masing-masing sebanyak 30 µl. Plate yang tidak digunakan diisi dengan ddH2O. Sekuensing DNA dilakukan pada mesin sekuenser Applied Biosystem 3130 xl Genetic Analyzer. Data hasil sekuensing dikompilasi dengan program Genetic versi 5. Untuk pencarian kemiripan sekuen nukleotida dan protein dilakukan melalui program BLAST di NCBI pusat data GenBank. Uji Kemampuan Ekstrak Etil Asetat Streptomyces sp. BWA 65 dalam Menurunkan Kadar Glukosa Darah Mencit (In Vivo) Tahap Persiapan a. Tempat Pemeliharaan Tempat pemeliharaan kandang mencit berupa bak plastik dengan ukuran 40x20x20 cm yang ditutup dengan kawat kasa. Kandang diberi alas berupa serbuk kayu, serta dilengkapi dengan botol minum mencit. b. Mencit Mencit jantan ddY yang digunakan dengan kisaran berat 25–30 gram. Selama tahap perlakuan, mencit dipelihara satu ekor dalam satu kandang. Alas kandang mencit diganti 4 hari sekali. c. Aklimatisasi Mencit yang digunakan diaklimatisasi dalam kandang selama 7 hari agar dapat menyesuaikan dengan lingkungan yang baru. Kandang diletakkan didalam ruangan dengan pencahayaan masing-masing gelap dan terang selama 12 jam. Suhu kandang diatur sesuai dengan suhu ruangan dengan kelembaban sekitar 4964 %. Makanan berupa pelet lele merk Turbo T 78-2 dan minuman akuades diberikan secara ad libitum. Pakan tersebut mengandung protein 25%, lemak 3%, serat kasar 5%, abu 10 %, dan kadar air 12%.
22
Tahap Perlakuan Penentuan Dosis Ekstrak Isolat Terpilih Dosis diperoleh dengan membandingkan daya hambat pada acarbose glucobay dengan hasil uji in vitro ekstrak yang menghasilkan aktivitas senyawa inhibitor α-glukosidase terbaik (Lampiran 1).
Aktivitas Antihiperglikemik Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) Mencit dibagi menjadi 6 kelompok masing-masing kelompok terdiri dari 5 mencit. Mencit dipuasakan selama 6 jam dan tetap diberi minum, kemudian diambil darahnya untuk penentuan kadar glukosa awal. Kelompok 1 diberi larutan sukrosa 10 % (90 mg/30 g BB), kelompok 2 sebagai kontrol negatif diberi akuades dan kelompok 3 sebagai kontrol positif diberi acarbose (0.03 mg/30 g BB), kelompok 4 sampai dengan kelompok 6 diberikan perlakuan ekstrak etil asetat masing-masing 0.036 mg/30 g BB (P1), 0.36 mg/30 g BB (P2), 3.6 mg/30 g BB (P3). Setelah 30 menit kemudian, semua kelompok diberi larutan sukrosa 10 % (90 mg/30 g BB) secara oral. Pengambilan darah diambil pada menit ke 30, 60, 120 dan 180 menit setelah pemberian sukrosa 10 % (90 mg/30 g BB). Kadar glukosa darah dihitung dengan glukometer merk GlucoDr. Kemudian dihitung persentase perubahan kadar glukosa darah (Kambouche et al. 2009).
Uji Antihiperglikemik dengan Induksi Streptozotosin Mencit dipuasakan 6 jam dan disuntik intravena streptozotosin yang dilarutkan pada buffer sitrat 50 mM sodium sitrat pH 4.5 dengan dosis 40 mg/kg. Setelah 15 hari perlakuan, mencit mengalami kenaikan kadar glukosa diatas 150 mg/dL diklasifikasikan sebagai mencit diabetes (Wu & Youming 2008). Mencit yang telah mengalami kondisi diabetes dibagi menjadi 5 kelompok
masing-
masing kelompok terdiri dari 6 mencit. Perlakuan diberikan selama 15 hari. Kelompok 1 sebagai kontrol negatif diberikan akuades. Kelompok 2 sebagai kontrol positif diberikan acarbose (0.03 mg/30 g BB), kelompok 3, 4, dan 5 diberikan perlakuan ekstrak etil asetat masing-masing 0.036 mg/30 g BB (P1), 0.36 mg/30 g BB (P2), 3.6 mg/30 g BB (P3). Hari ke 5, 10, dan 15 diukur kembali kadar gluksoa darah sebagai kadar glukosa darah perlakuan. Pengambilan data
kadar glukosa darah dengan pemotongan ujung ekor mencit. Kadar glukosa darah dihitung dengan glukometer merk GlucoDr dan dihitung persentase perubahan kadar glukosa darah (Kambouche et al. 2009).
Analisis Data Semua data ditampilkan dalam bentuk nilai rerata ± standar deviasi (Mean ± SD). Data yang diperoleh dari masing-masing perlakuan dianalisis secara statistik menggunakan metode sidik ragam (ANOVA) sistem Rancangan Acak Lengkap Faktor Tunggal (RAL) dengan program Statistical Analysis System (SAS) versi 9.1.3. Jika data signifikan dilanjutkan dengan uji Duncan taraf nyata 5 %.