BAHAN AJAR MATA KULIAH SENI GRAFIS DASAR PENGERTIAN, RUANG LINGKUP, DAN MANFAAT SENI GRAFIS
Pengertian Seni Grafis Dalam pengertian secara umum istilah seni grafis dapat dikatakan adalah yang meliputi semua bentuk seni visual yang dikerjakan pada suatu permukaan dua dimensional sebagaimana lukisan, drawing, atau fotografi. Berasal dari bahasa Yunani yaitu graphein yang berarti ”menulis” atau ”menggambar”. Lebih khusus lagi pengertian ini dipersempit menjadi sinonim dengan printmaking (cetak-mencetak). Dalam penerapannya seni grafis meliputi semua karya seni dengan penggubahan gambar orisinal atau desain yang dibuat oleh seniman dengan melalui proses pencetakan dengan tujuan reproduksi atau memperbanyak. Meskipun demikian, adanya inovasi dan eksperimentasi pada tekinik dan material yang dilakukan terus-menerus dewasa ini tidak dipngkiri telah membuka kesempatan yang nyaris tidak terbatas sehingga konsep tentang seni grafis menjadi sangat luas dan sulit untuk memberikan definisi secara pasti. Dengan demikian maka sangat terbuka luas bagi seniman untuk menentukan pilihan pada teknik maupun teknologi yang tersedia sesuai dengan minat atau kecenderungannya masing-masing. Akan tetapi setiap pilihan jelas memerlukan suatu pengetahuan,keahlian, dan kecermatan pada semua tahapan kerja/produksi untuk dapat menghasilkan karaya yang benar-benar berkualitas secara teknis dan kaidah yang berlaku. Ruang Lingkup Seni Grafis memiliki ruang lingkup yang dapat dibedakan salah satunya dengan menguraikan sejarah perkembangannya yang berawal dari suatu metode pembuatan gambar pola dan perbanyakan dokumen atau naskah, juga dari prinsip kerja pada masing-masing teknik. Tidak banyak sumber kepustakaan atau artikel-artikel yang menguraikan sejarah dan proses perkembangan Seni Grafis. Maka dari itu panduan ini merupakan penggabungan dari berbagai sumber yang terbatas tersebut dengan memberikan poin-poin penting. a. Sejarah Perkembangan Penemuan-penemuan baru dalam sejarah peradaban manusia termasuk perkembangan teknologi yang maju begitu pesatnya berperanan penting dalam pemikiran yang membawa pengaruh pula terhadap pengembangan gambar cetak. Pada mulanya di Eropa cetak cukil kayu dipakai untuk membuat pola-pola kain dan juga untuk mencetak gambar untuk kartu permainan, kira-kira pada akhir abad ke-14. Buku yang dicetak pada abad ke-15 dihiasi desain garis-garis sederhana, sedang warnanya dibuat dengan goresan kuas seperti melukis. Pembuatan buku-buku ini pada awalnya dipakai untuk memperbanyak naskah-naskah keagamaan berikut gambar-gambar orang suci. Pada permulaan abad ke-16 seni cukil kayu berkembang di Jerman dan mencapai kejayaannya di sana, baik secara teknis dan penerapan estetisnya yang dikerjakan oleh para kriyawan.
1
Gambar1. The Four Horsemen of the Apocalypse Albrecht Durer
Seniman-seniman yang terkenal pada waktu itu membuat desain untuk seni cukil kayu adalah Albrecht Durer (1472-152), Lucas Cranach (1472-1553), Hans Holbein (1498-1543). Tokoh yang terkenal ahli mencukil kayu untuk mengerjakan rancangan para seniman adalah Hans Lutzelberger. Demikian pula di Italia, cetak cukil kayu dikembangkan oleh Mannerist artist (seniman yang mengkopi karya-karya seniman terkenal, di zaman Renaissance) Francesco Parmigianino (15031540), pencukilannya dilakukan oleh Ugo da Carpi. Di Belanda muncul pula tokoh cukil kayu terkenal yaitu Lucas van Leyden (1494-1533) yang sangat dipengaruhi oleh Albrecht Durer. Pada awal abad ke-16 proses cukil kayu dipakai untuk mencetak ilustrasi buku. Sementara itu cukil kayu berkembang menjadi media ekspresi seni yang berdiri sendiri seperti karya seni rupa yang lainnya. Tetapi pada abad ke-17 metode ini mulai tergeser peranannya dengan munculnya lineengraving dan etsa (proses cetak yang dilakukan di atas plat logam) sebagai media reproduksi, karena dengan media ini dapat dicapai gambar-gambar yang naturalistis yang dibutuhkan pada waktu itu. Di Perancis setelah pertengahan abad ke-19 media cetak cukil kayu dipakai lagi sebagai media ekspresi, terutama oleh seniman Perancis kelahiran Haiti, Paul Gauguin, Felix Vallotton (Perancis), serta oleh seniman kelahiran Norwegia, Edvard Munch. Kali ini apa yang dilakukan oleh mereka berbeda dengan masa sebelumnya, proses pembuatannya dilakukan oleh seniman sendiri mulai dari desain – pemindahan gambar ke blok cetakan – pencukilan – serta pencetakan.
2
Gambar 2 The Kiss Edvard Munch
Paul Gauguin sangat terkesan oleh karya-karya seni cukil kayu Jepang (ukiyo-e) dan patung-patung primitif daerah kepulauan laut selatan. Demikian pula halnya pada diri Edvard Munch, tokoh Ekspresionis Jerman yang terkenal dengan garis-garis yang berirama, sangat berpengaruh berkat eksperimen-eksperimennya dalam berkarya seni cukil kayu. Seni cukil kayu di Jepang (Ukiyo-e) Sekitar abad ke-16 masyarakat kota Kyoto sudah gemar membaca buku-buku bergambar yang terkenal dengan sebutan ’otogizoshi’ dan ’kanazoshi’. Pada abad ke-17 ketika kekuasaan politik dipegang oleh Ieyasu Tokugama dan kota Edo dimulai pembangunannya, orang-orang dari segala pelosok negeri berkumpul di pusat kota yang menjadi pusat kebudayaan dan perdagangan. Di antara mereka yang berdatangan termasuk pula para penulis dan seniman untuk ikut mengembangkan kota. Orang-orang yang berasal dari Kyoto mempunyai keahlian cetak-mencetak cukil kayu, dan berhasil membuat buku cerita yang melukiskan keadaan kota Edo. Buku itu disebut Jihon. Ilustrasi buku itu dicetak dengan media cukil kayu. Pada tahun 1657 suatu gempa bumi besar dan suatu kebakaran besar menghancurkan kota Edo. Kemudian masyarakat dari golongan rendahan berniat membangunnya lagi. Mereka mendirikan daerah hiburan Yoshiwara dan gedung-gedung pertunjukan untuk mementaskan Joruri (sandiwara) dan pertunjukan Kabuki. Lama-kelamaan keadaan memaksa masyarakat memiliki lagi buku-buku bergambar, gambar-gambar hiasannya dibuat dengan proses cetak cukil kayu yang disebut Ukiyo-e. Pada mulanya Ukiyoe hanya dibuat hitam-putih, dan apabila ingin berwarna cukup digores dengan kuas. Pada pertengahan abad ke-18 sudah dihasilkan karya cukil kayu berwarna yang cepat populer di kalangan masyarakatnya. Salah seorang seniman yang menonjol dengan sketsa-sketsanya adalah Harunobi Suzuki. Ukiyo-e mencapai puncaknya pada akhir abad ke-18. Pada masa ini sering dilukiskan figurfigur wanita cantik, aktor terkenal dari pertunjukan Kabuki, serta gambar-gambar pemandangan. Beberapa seniman Ukiyo-e klasik yang nama dan karyanya dikenal luas baik di dalam maupun di luar Jepan, Utamaru Kitagawa (1753-1806) senang menggambarkan wanita-wanita cantik. Sharaku Toshusai mempunyai spesialisasi menggambarkan aktor-aktor terkenal. Sedangkan Toyokuni Utagawa dengan karya-karyanya yang menggambarkan wanita-wanita cantik dan pemandangan juga
3
mencapai kepopulerannya. Kemudian ia mendirikan sekolah cetak cukil kayu yang berlangsung sampai setelah Restorasi Meiji tahun 1868. Hokusai Katsushika (1760-1849), dilahirkan dari keluarga petani di luar kota Edo. Dia belajar teknik cetak bukan saja dari tradisi Ukiyo-e tetapi juga dari berbagai metode dan lukisan Cina dan Eropa, sehingga dia mampu membuat berbagai macam jenis gambar. Karya Hokusai tersebar luas di Jepang dan di luar Jepang. Dia agak terpengaruh cara melukis barat, dan sedikit memanfaatkan perspektif untuk membedakan objek yang jauh dan objek yang dekat.
Gambar 3 The Great Wave of Kanagawa Hokusai Katsushika
Hiroshige Ando (1797-1858) belajar teknik cukil kayu di sekolah cukil kayu Utagawa. Dia terkenal dengan 53 gambar pemandangan yang melukiskan pemandangan sepanjang jalan dari Edo ke Kyoto. Karya-karyanya agak bebeda dengan karya Hokusai yang agresif. Hiroshige lebih lembut dalam melukiskan perbedaan-perbedaan musim dan kondisi cuaca Jepang. Satu karakter yang dilukiskan oleh kedua tokoh tersebut belakangan adalah bagaimana mereka melukiskan pengaruh alam terhadap aktivitas manusia. Ketika jepang dibuka kembali untuk orang asing, banyak karya cetak cukilan kayu diboyong ke Eropa. Hal ini sempat mempengaruhi Manet, van Gogh, dan para impresionis lainnya. Sejarah perkembangan intaglio Prinsip-prinsip cetak intaglio yang utama dikenal pada abad pertengahan, terutama oleh para pengrajin emas dan pembuat senjata. Meskipun demikian prinsip tersebut tidak sampai pada abad ke15, saat kertas menjadi lebih mudah didapat, yang menjadikan cetak intaglio muncul sebagai suatu alat seni yang khusus. Para pengrajin emas dan pembuat senjata memegang peranan integral dalam budaya pertengahan bangsa Eropa. Para pengrajin ini perlu untuk merawat ruangan-ruangan mereka sejalan dengan perkembangan karya yang semakin maju. Jadi mereka memindahkan gambar-gambar mereka pada kertas. Namun praktek ini hanyalah suatu langkah singkat untuk menganggap gambar pada kertas sebagai suatu akhir dari tujuan.
4
Gambar 4 Rosetta Gate and Alexandria 15th century engraving
Seperti juga karya pahatan (cukilan), ukiran (engraving) abad ke-15 berfungsi untuk dua tujuan yang sangat berbeda – penggambaran religius dan tema-tema kehidupan duniawi. Dalam masyarakat yang kebanyakan buta huruf, cetakan-cetakan yang menggambarkan kesucian, misteri, dan pandangan-pandangan suci lainnya disajikan sebagai suatu metode pengajaran yang bersifat langsung dan penuh daya.Salah satu bentuk seni ukir yang bertemakan keduniawian yang paling terkenal adalah kartu-kartu bermain. Kartu-kartu tersebut menawarkan bentuk permainan baik untuk kaum bangsawan maupun untuk rakyat biasa. Dua pusat perkembangan seni ukir yang utama adalah Jerman dan Italia, namun corak/gaya yang ditampilkan keduanya sangatlah berbeda. Para seniman dari Utara memperoleh fasilitas teknis yang lebih banyak, namun daya cipta dan pendekatan mereka pada dasarnya masih tertinggal. Para seniman Italia yang menyusul dalam estetika klasik Reniassance menciptakan karya-karya yang dikelompokkan baik oleh kebebasan daya cipta yang besar maupun kehebatan rancangannya. Perbedaan dalam hal teknologi tertentu juga memisahkan metode kedua negara tersebut. Di kawasan Utara para seniman mempunyai keuntungan dengan adanya roller press, yang mampu menghasilkan garis dan corak yang kuat dan sangat jelas. Di Italia cetakan dibuat dengan menggunakan penggosok tangan, yang menghasilkan gambar lebih kasar. Pemahaman kita terhadap seni ukir di Italia agak membingungkan karena tidak adanya nama si pembuat. Di kawasan Utara seniman dan pengukir keduanya merancang dan mengerjakannya sendiri secara perseorangan. Pada masa tersebut banyak sekali ditemukan karya-karya master tanpa nama (anonim). Tetapi master anonim lainnya mengembangkan teknik saling melengkapi yang penting untuk seni ukir, yang disebut drypoint. Master ini membawa suatu penampilan dan pendekatan yang sangat berbeda dengan seni intaglio. Menolak penggunaan burin untuk memahat sisi-sisi yang yang keras dan kasar, dia menggunakan sebuah jarum yang membuat sebuah torehan bergerigi, disamping juga lubang yang dalam pada permukaan logam. Saat plat diberi tinta, dalam hal ini tekstur garis kasar yang terbentuk menghasilkan warna hitam yang lembut. Goresan-goresan dan garis-garis yang bebas cenderung untuk kepentingan komposisinya dan memberikan ruang gerak untuk suatu analisis pokok persoalan yang jelas. Pendekatan yang dilakukan master ini terhadap gaya subyek dan dayanya dalam menggambarkan ekspresi manusia menempatkannya di atas para printmaker kontemporer.
5
b. Teknik dan Prinsip Kerja Prinsip kerja seni grafis adalah melalui proses pencetakan, artinya dalam hal ini diperlukan adanya suatu acuan cetak atau yang disebut klise yang terbuat dari berbagai material. Klise ini setelah melalui proses pengerjaan tersendiri nantinya yang akan dibubuhi tinta atau pigmen untuk selanjutnya dicetakkan pada bidang permukaan tertentu pula. Di dalam seni grafis (printmaking) terdapat beberapa macam teknik konvensional yang dibedakan berdasarkan prinsip kerjanya, sebagai berikut: 1. Cetak tinggi (relief print) Disebut cetak tinggi karena bagian dari permukaan acuan cetak yang terkena tinta dan nantinya akan tercetak adalah bagian permukaan yang tinggi atau menonjol. Bagian yang tinggi ini dicapai dengan melakukan penempelan atau pencukilan bagian yang tidak akan dicetak, dengan menggunakan pisau cukil khusus. Disebut pula relief print karena bagian permukaan acuan cetak ada yang tinggi dan ada yang rendah sehingga serupa dengan relief. Beberapa peralatan dasar yang dipergunakan dalam pengerjaan teknik relief print ini antara lain: 1. Pisau cukil (woodcut knife), adalah pahat khusus untuk mencukil plat kayu 2. Roll / Brayer, adalah alat untuk membubuhkan dan meratakan tinta cetak pada klise 3. Baren, adalah sebuah alat yang berasal dari Jepang berbentuk lingkaran dengan permukaan datar terbuat dari plastik atau karet yang dibungkus dengan pelepah bambu, berfungsi sebagai alat penggosok pada waktu pencetakan agar tinta menempel pada kertas.
Gambar 11 Pisau cukil / woodcut knife Sedangkan yang termasuk dalam tenik relief print adalah: a. Woodcut Dikenal dengan cukil kayu karena pada awalnya klise acuan cetak yang dipakai menggunakan potongan papan kayu. Proses pengerjaan klise/acuan cetaknya adalah dengan menggambar pola gambar atau desain, kemudian mencukil atau membuang bagian yang tidak diperlukan untuk dicetak dengan menggunakan pisau/pahat cukil khusus untuk cukil kayu (woodcut knife). Teknik lain yang sama prosesnya namun hanya berbeda materialnya adalah yang disebut linocut karena menggunakan material karet linoleum.
6
Gambar 12. Roll / Brayer
b.
Wood engraving Teknik ini secara proses pengerjaannya hampir sama dengan woodcut, hanya saja yang membedakan adalah pada teknik woodcut papan klise menggunakan kayu yang dipotong secara vertikal sehingga memanfaatkan serat kayu yang membujur. Sedangkan pada wood engraving papan klise menggunakan kayu yang dipotong horisontal sehingga memanfaatkan serat kayu yang melintang. Dengan perbedaan serat kayu ini maka peralatan yang digunakan juga berbeda, akan tetapi tahapan proses pengerjaannya sama.
c. Kolase Proses pengerjaan klise/acuan cetaknya dengan menempelkan materialmaterial tertentu pada suatu bidang material dengan permukaan datar. Material yang ditempel bisa berupa potongan-potongan atau pola dari karton, benang, kain, dan lain sebagainya.
Gambar 13 Baren tradisional Jepang
c. Manfaat Seperti yang telah disampaikan di depan bahwa pada masing-masing teknik seni grafis memiliki karakter visual yang berbeda dan masing-masing memiliki keunikan dan nilai estetik
7
tersendiri yang tidak akan dapat dicapai dengan menggunakan cara dan teknik apapun selain teknik yang dipergunakan itu sendiri, apakah itu relief print, intaglio, serigrafi, ataupun litografi. Keunikan karakter visual dan nilai estetik dari hasil pengolahan material sebagai acuan cetak ini dapat dimanfaatkan pula untuk mendukung proses penciptaan karya seni yang lain, misalnya dalam pengerjaan karya lukisan di kanvas dapat pula digabung dengan efek visual dari pencetakan pada teknik cukilan kayu. Garis-garis yang tegas dan kuat dengan guratan yang khas karena proses pencukilan, atau tekstur bekas-bekas cukilan yang secara tidak sengaja tercetak dapat dimanipulasi untuk memperkuat nuansa yang ingin ditampilkan dalam karya lukisan, tentu saja dengan pengaturan komposisi yang tepat dan menarik. Sebagai contoh lainnya adalah pemanfaatan teknik cetak dalam, karakter visual yang diperoleh dari efek penggoresan pada bidang plat logam ataupun melalui proses pengasaman dapat diambil nuansa visual yang khas dan menarik untuk dimanipulasi sebagai efek visual untuk keperluan disain grafis (komunikasi visual) seperti poster iklan, kalender, tampilan pada layar digital, dan lain sebagainya. Pemanfaatan teknik seni grafis yang paling nyata dan sering kita temui namun tanpa disadari merupakan teknik seni grafis adalah silkscreen atau secara umum biasa dikenal dengan sablonase. Dengan teknik sablon jelas sangat sering dimanfaatkan untuk keperluan dalam usaha konveksi t-shirt (kaos), undangan, poster, selebaran, sticker dan banyak hal lainnya. Keunikan dari karakter visual pada masing-masing teknik dalam seni grafis dapat pula dimanipulasi atau dimanfaatkan sedemikian rupa untuk keperluan yang lebih luas lagi ke dalam benda-benda fungsional seperti untuk pembuatan ilustrasi, gambar sampul/cover buku, poster, kartu ucapan. Pemanfaatannya dapat pula diterapkan pada bidang tiga dimensional seperti gelas, mug, botol, atau benda-benda yang sifatnya hiasan atau suvenir. Selain dari keunikan karakter visualnya juga karena sifat dari teknik seni grafis yang reproduktif atau dapat digandakan sehingga sangat terbuka kemungkinan pengolahan dan pemanfaatannya baik sebagai tambahan teknik yang mendukung dalam penciptaan karya seni juga untuk keperluan penciptaan benda-benda fungsional sehingga dapat pula menjadi pilihan untuk menciptakan lapangan pekerjaan secara mandiri. Beberapa pustaka yang dapat dijadikan bahan pembelajaran antara lain : 1. Andrews, Michael F., 1964, Creative Printmaking...for school and camp programs, Englewood Cliff, New Jersey: Prentice-Hall, inc. 2. Heller, Jules, 1958, Printmaking Today, an introduction to the graphic art, San Francisco: Holt, Rinehart and Winston, inc. 3. Marianto, M. Dwi, 1982, Seni Cetak Cukil Kayu, Yogyakarta: Kanisius 4.
Ross,John and Clare Romano, 1974, The Complete NEW TECHNIQUES IN PRINTMAKING, New York: THE FREE PRESS, A division of Macmillan Publishing Co., Inc.-Collier Macmillan Publisher.
5. Saff, Donald and Deli Sacilotto, 1978, PRINTMAKING: History and Process, San Francisco: Holt, Rinehart and Winston,inc., terjemahan oleh drs. Andang Suprihadi P., Sejarah dan Proses SENI GRAFIS, Bagian Pertama, FSRD ISI Yogyakarta. 6. Setengah Abad Seni Grafis Indonesia, 2000, editor: Enin Supriyanto, Jakarta: KPG ( Kepustakaan Populer Gramedia).
8