Bahan Ajar Mata Kuliah
:
Hukum Tata Negara
Topik
:
Bidang pengantar
Bobot SKS
:
4 SKS
Pengajar (Tim)
:
Prof. Soehino, S.H., Sardjuki, S.H., M.H., Joko Setiono, S.H., M. Fajrul Falaakh, S.H., M.Sc., M.A., Aminoto, S.H., M.Si., Enny Nurbaningsih, S.H., M.Hum., Andy Omara, S.H., Andi Sandi Ant. T.T., S.H., Denny Indrayana, S.H., LL.M.
Jumlah Tatap Muka
:
30 (Tiga puluh)
Deskripsi Singkat
:
Dalam mata kuliah ini akan membicarakan tentang negara dalam pengertian konkrit, dibahas pula sumber hukum dan asas-asas hukum tatanegara, sejarah ketatanegaraan, wilayah negara, susunan organisasi negara, hubungan pusat dan daerah, kewarganegaraan serta hak asasi manusia. Kuliah ini akan sangat bermanfaat bagi para mahasiswa untuk mengetahui
dasar ketatanegaraan
indonesia berdasarkan perspektif teori dan juga perpektif historis. Tujuan Instr. Umum
:
Setelah mahasiswa menerima perkuliahan pertama ini, mahasiswa diharapkan dapat memahami, menjelaskan kembali, serta menganalisis batasan-batasan pengertian yang digunakan dalam mata kuliah HTN.
Tatap Muka ke -1 1. Setelah mahasiswa mendapat kuliah ini diharapkan dapat memahami dan menjelaskan kembali tentang pengantar hukum tata Negara 2. Pokok-pokok bahasantatap muka ke -1: a. Pengertian/definisi HTN b. Hubungan HTN dengan Ilmu Negara dan ilmu-ilmu lainnya c. Istilah/ Pengertian sumber-sumber hukum 3. Penjelasan Pokok-pokok bahasan: Ad. a. Pengertian/definisi HTN Masih ada perbedaan pendapat para ahli mengenai definisi HTN, antara lain: van Vollenhoven, Scholten, van der Pot, Logemann, Apeldorn, Wade dan Philips, Paton, A.V. Dicey, Maurine Duverger, dan Kusumadi Pudjosewojo. Universitas Gadjah Mada
1
Ad. b. Hubungan HTN dengan Ilmu Negara dan Ilmu-ilmu lainnya. •
Hubungan HTN dengan Ilmu Negara
•
Hubungan HTN dengan ilmu Politik
•
Hubungan HTN dengan Hukum Administrasi Negara
Ad. c Istilah/pengertian sumber-sumber hukum’. Sumber hukum dalam pengertian sebagai asalnya hukum positif, dalam bentuk konkretnya berupa keputusan dan yang berwenang untuk mengambil keputusan tentang suatu hal. Sumber hukum dalam pengertian sebagai bcntuk-bentuk hukum sekaligus merupakan tempat ditemukannya aturan-aturan dan ketentuan-ketentuan hukum positif. Sumber hukum formil dan sumber hukum materiil. Sumber hukum dalam anti formil adalah sumber hukum yang dikenal dan bentuknya. Karena bentuknya itu menyebabkan hukum berlaku umum, diketahui dan ditaati. Sumber hukum dalam anti material adalah sumber hukum yang menemukan isi hukumnya. Bagi seorang sarjana hukum yang penting adalah sumber hukum dalam anti formil, baru kemudian memperhatikan sumber hukum dalam arti material.
Universitas Gadjah Mada
2
Bahan Ajar Mata Kuliah
:
Hukum Tata Negara
Topik
:
Pengantar HTN
Bobot SKS
:
4 SKS
Pengajar (Tim)
:
Prof. Soehino, S.H., Sardjuki, S.H., M.H., Joko Setiono, S.H., M. Fajrul Falaakh, S.H., M.Sc., M.A., Aminoto, S.H., M.Si., Enny Nurbaningsih, S.H., M.Hum., Andy Omara, S.H., Andi Sandi Ant. T.T., S.H., Denny Indrayana, S.H., LL.M.
Jumlah Tatap Muka
:
30 (Tiga puluh)
Deskripsi Singkat
:
Dalam mata kuliah ini akan membicarakan tentang negara dalam pengertian konkrit, dibahas pula sumber hukum dan asas-asas hukum tatanegara, sejarah ketatanegaraan, wilayah negara, susunan organisasi negara, hubungan pusat dan daerah, kewarganegaraan serta hak asasi manusia. Kuliah ini akan sangat bermanfaat bagi para mahasiswa untuk mengetahui
dasar ketatanegaraan
indonesia berdasarkan perspektif teori dan juga perpektif historis. Tujuan Instr. Umum
:
Setelah mahasiswa menerima perkuliahan pertama ini, mahasiswa diharapkan dapat memahami, menjelaskan kembali, serta menganalisis batasan-batasan pengertian yang digunakan dalam mata kuliah HTN.
Tatap Muka ke -2 1. Setelah mahasiswa menerima kuliah tatap muka ke-2 ini diharapkan dapat memahami dan menjelaskan kembali tentang sumber-sumber HTN. 2. Pokok-pokok bahasan tatap muka ke-2: a. Sumber tertib hukum Republik Indonesia b. Sumber-sumber HTN. 3. Penjelasan pokok-pokok bahasan: Ad. a. Sumber tertib hukum Republik Indonesia, Pancasila sebagai sumber segala sumber tertib hukum di Indosesia, kemudian berturut-turut adalah: 1. Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia tanggai 17 Agustus 1945 2. Dekrit Presiden tanggai 5 Juli 1959 3. UUD 1945 4. Surat Perintah 11 Maret 1966. Universitas Gadjah Mada
3
Ad. b. Sumber-sumber HTN Pokok bahasan, tentang tata urutan peraturan perundangan Republik Indonesia berdasarkan Ketetapan MPR No. III/MPR/2000. Menjelaskan tentang “Stufen Theo’y” (Teori Tangga) yang dikemukakan oleh Hans Kelsen, bahwa hukum positif yang merupakan tata hukum pada tiap-tiap tangga piramid tersebut terdapat kaidah-kaidah (norma-norma). Di puncak piramid tersebut terdapat kaidah dasar (grund norm) dan di bawahnya terdapat undang-undang dasar, undang-undang, peraturan pemerintah, dan peraturanperaturan tertulis lainnya, dan yang paling bawah adalah terdapat ketetapanketetapan (beschikkin). Tata urutan peraturan perundangan Republik Indonesia berdasarkan Tap. MPR No. III/MPR/2000 berturut-turut adalah: UUD 1945, Tap. MPR, UU, PERPU, PP, Keppres, dan Peraturan Daerah. Batasan pengertian masing-masing bentuk peraturan perundang-undangan tersebut beserta materi yang dapat diatur di masing-masing bentuk peraturan perundang-undangan tersebut. Sinkronisasi
bentuk-bentuk
peraturan
perundang-undangan
Republik
Indonesia dikaitkan dengan Teori Tangga Hans Kelsen tersebut. 2. Kebiasaan Ketatanegaraan (Convention); 3. Trakat (perjanjian antar negara), terdiri dari: a. Treaty b. Agreement.
Universitas Gadjah Mada
4
Bahan Ajar Mata Kuliah
:
Hukum Tata Negara
Topik
:
Pengertian Negara (Konkrit)
Bobot SKS
:
4 SKS
Pengajar (Tim)
:
Prof. Soehino, S.H., Sardjuki, S.H., M.H., Joko Setiono, S.H., M. Fajrul Falaakh, S.H., M.Sc., M.A., Aminoto, S.H., M.Si., Enny Nurbaningsih, S.H., M.Hum., Andy Omara, S.H., Andi Sandi Ant. T.T., S.H., Denny Indrayana, S.H., LL.M.
Jumlah Tatap Muka
:
30 (Tiga puluh)
Deskripsi Singkat
:
Dalam mata kuliah ini akan membicarakan tentang negara dalam pengertian konkrit, dibahas pula sumber hukum dan asas-asas hukum tatanegara, sejarah ketatanegaraan, wilayah negara, susunan organisasi negara, hubungan pusat dan daerah, kewarganegaraan serta hak asasi manusia. Kuliah ini akan sangat bermanfaat bagi para mahasiswa untuk mengetahui
dasar ketatanegaraan
indonesia berdasarkan perspektif teori dan juga perpektif historis. Tujuan Instr. Umum
:
Setelah mahasiswa menerima perkuliahan ini mahasiswa diharapkan dapat memahami, menjelaskan kembali, serta menganalisis
maksud
dan
tujuan
bernegara
(teori
bernegara) dan unsur-unsur negara. Tatap Muka ke-3 1. Setelah mengikuti perkuliahan ini, mahasiswa diharapkan dapat memahami dan menjelaskan kembali tentang teori-teori bernegara, khususnya teori bernegara Indonesia, dan unsur-unsur negara. 2. Pokok-pokok bahasan: a. Teori-teori bernegara b. Unsur-unsur Negara 3. Penjelasan Pokok-pokok Bahasan: a. Teori-teori Bernegara Teori-teori bernegara meliputi arti penting atau hakekat negara, pembenaran adanya negara, terjadinya suatu negara, dan tujuan negara.
Universitas Gadjah Mada
5
b. Unsur-unsur Negara Negara adalah organisasi tertinggi di antara satu kelompok atau beberapa kelompok masyarakat yang mempunyai cita-cita untuk bersatu, hidup dalam daerah tertenti, dan mempunyai pemerintahan yang berdaulat. Berdasarkan pengertian tersebut dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa negara itu harus memiliki unsur-unsur tertentu. Unsur-unsur negara ada 2, yaitu unsur konstitutif dan unsur deklaratif. Syarat-syarat konstitutif merupakan syarat-syarat mutlak yang hams ada ketika suatu organisasi kekuasaan dapat disebut sebagai negara. Syarat-syarat ini meliputi: a. Adanya rakyat tertentu b. Adanya wilayah tertentu c. Adanya daerah tertentu. Sedangkan syarat deklaratif meliputi pengakuan dan negara-negara lain terhadap keberadaan dan kekuasaan dan suatu organisasi kekuasaan terhadap syarat-syarat konstitutif.
Universitas Gadjah Mada
6
Bahan Ajar Mata Kuliah
:
Hukum Tata Negara
Topik
:
Pengertian Negara (Konkrit)
Bobot SKS
:
4 SKS
Pengajar (Tim)
:
Prof. Soehino, S.H., Sardjuki, S.H., M.H., Joko Setiono, S.H., M. Fajrul Falaakh, S.H., M.Sc., M.A., Aminoto, S.H., M.Si., Enny Nurbaningsih, S.H., M.Hum., Andy Omara, S.H., Andi Sandi Ant. T.T., S.H., Denny Indrayana, S.H., LL.M.
Jumlah Tatap Muka
:
30 (Tiga puluh)
Deskripsi Singkat
:
Dalam mata kuliah ini akan membicarakan tentang negara dalam pengertian konkrit, dibahas pula sumber hukum dan asas-asas hukum tatanegara, sejarah ketatanegaraan, wilayah negara, susunan organisasi negara, hubungan pusat dan daerah, kewarganegaraan serta hak asasi manusia. Kuliah ini akan sangat bermanfaat bagi para mahasiswa untuk mengetahui
dasar ketatanegaraan
indonesia berdasarkan perspektif teori dan juga perpektif historis. Tujuan Instr. Umum
:
Setelah mahasiswa menerima perkuliahan ini, mahasiswa diharapkan dapat memahami, menjelaskan kembali, serta menganalisis Sejarah Ketatanegaraan RI.
Tatap Muka ke-4 1. Setelah menerima kuliah ini mahasiswa diharapkan dapat memahami dan menjelaskan kembali tentang sejarah ketatanegaraan Republik Indonesia. 2. Pokok-pokok bahasan tatap muka ke-4: a. Arti penting-nya prokiamasi kemerdekaan, dan hubungan prokiamasi kemerdekaan dengan tata hokum b. Berdirinya negara Republik Indonesia. c. Proses pembuatan/penyusunan UUD 1945 d. Bentuk negara dan sistem pemerintahan negara menurut UUD 1945. e. Pelaksanaan UUD 1945 kurun waktu I 3. Penjelasan pokok-pokok bahasan: Ad. a. Proklamasi kemerdekaan Bangsa Indonesia berarti bahwa bangsa Indonesia telah meyatakan secara formal baik kepada dunia luar maupun kepada bangsa Indonesia sendiri, bahwa mulai saat itu bangsa Indonesia telah merdeka. Negara adalah sebagai Universitas Gadjah Mada
7
organisasi kekuasaan yang tampak keluar terdiri dan aturan-aturan /ketentuan-ketentuan hukum yang tersusun dalam suatu tatahukum. Tata hukum ini ada bersamaan dengan adanya proklamasi kemerdekaan tersebut. Dengan perkataan lain, adanya tata hukum suatu negara itu bersamaan dengan adanya/lahirnya negara yang bersangkutan. Proklamasi kemerdekaan sebagai “norma pertama” dari tata hukum Reublik Indonesia. Ad. b. Ada 3 (tiga) pendapat tentang berdirinya negara republik Indonesia: 1. Berdirinya Negara Republik Indonesia, adalah tanggal 17 Agustus 1945. 2. Berdirinya Negara Republik Indonesia, adalah tanggal 18 Agustus 1945. 3. Berdirinya Negara Republik Indonesia, adalah tanggal 17 Desember 1949 Ad. c. UUD 1945 disusun oleh Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang beranggotakan 62 orang dan diketuai oleh dr. K.R.T. Radjiman Wediodiningrat. Sedangkan penetapannya dilakukan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI), pada tanggal 18 Agustus 1945. Ad. d. Menurut UUD 1945 bentuk negara republik Indonesia adalah negara kesatuan (Pasal 1 ayat (1)), dan sistem pemerintahannya adalah sistem pemerintahan kabinet presidensiil (Pasal 4 ayat (1), Pasal 17 ayat (1) dan (2)). Ad. e. Terjadi perubahan praktek ketatanegaraan dengan tanpa mengubah ketentuanketentuan dalam UUD 1945, yaitu dengan keluarnya: 1. Maklumat Wakil Presiden Nomor X tanggal 16 Oktober 1945 2. makiumat Pemerintah tanggal 14 November 1945.
Universitas Gadjah Mada
8
Bahan Ajar Mata Kuliah
:
Hukum Tata Negara
Topik
:
Sejarah Ketatanegaraan RI
Bobot SKS
:
4 SKS
Pengajar (Tim)
:
Prof. Soehino, S.H., Sardjuki, S.H., M.H., Joko Setiono, S.H., M. Fajrul Falaakh, S.H., M.Sc., M.A., Aminoto, S.H., M.Si., Enny Nurbaningsih, S.H., M.Hum., Andy Omara, S.H., Andi Sandi Ant. T.T., S.H., Denny Indrayana, S.H., LL.M.
Jumlah Tatap Muka
:
30 (Tiga puluh)
Deskripsi Singkat
:
Dalam mata kuliah ini akan membicarakan tentang negara dalam pengertian konkrit, dibahas pula sumber hukum dan asas-asas hukum tatanegara, sejarah ketatanegaraan, wilayah negara, susunan organisasi negara, hubungan pusat dan daerah, kewarganegaraan serta hak asasi manusia. Kuliah ini akan sangat bermanfaat bagi para mahasiswa untuk mengetahui
dasar ketatanegaraan
indonesia berdasarkan perspektif teori dan juga perpektif historis. Tujuan Instr. Umum
:
Setelah mahasiswa menerima perkuliahan ini, mahasiswa diharapkan dapat memahami, menjelaskan kembali, serta menganalisis Sejarah Ketatanegaraan RI.
Tatap Muka ke-5 1. Setelah mahasiswa menerima kuliah mi diharapkan dapat memahami dan menjelaskan kembali tentang sejarah ketatanegaran Republik Indonesia. 2. Pokok-pokok bahasan: a. Terbentuknya negara Republik Indonesia Serikat. b. Tinjauan terhadap isi konstitusi Republik Indonesia Serikat. c. Terbentuknya kembali negara kesatuan Republik Indonesia d. Tinjauan terhadap isi UUDS 1950 3. Penjelasan pokok-pokok bahasan: Ad. a. Dengan menyerahnya Jepang kepada Sekutu, maka Belanda berusaha untuk memperoleh kembali daerah jajahannya (Indonesia) lewat berbagai cara. Di pihak lain bangsa Indonesia sangat gigih dalam mempertahankan kemerdekaannya. Usaha Belanda tersebut berhasil dengan membentuk “pemerintah boneka” terhadap daerah daerah yang dikuasainya, baik sebagai negara-negara kecil yang bersifat Universitas Gadjah Mada
9
kedaerahan maupun yang masih dalam persiapan untuk membentuk suatu negara serikat (federal). Belanda berusaha keras untuk mempersempit wilayah Republik Indonesia dengan serbuan Agresi I (1947) dan Agresi 11(1948). Akhirnya PBB turun tangan dengan diadakannya KMB tanggal 23 Agustus 1949 sampai dengan 2 November 1949 dengan hasil: 1. Didirikan negara Republik Indonesia Seriakt. 2. Penyerahan kedaulatan kepada Republik Indonesia Serikat. 3. Didirikan Uni antara Negara Republik Indonesia Serikat denga Kerajaan Belanda. Penyerahan kedaulatan terdiri dari: 1. Piagam Penyerahan Kedaulatan, yaitu 27 Desember 1949. 2. Status Uni 3. Persetujuan Perpindahan. Ad. b.
Konstitusi Republik Indonesia Serikat adalah bersifat “sementara” yang dibuat oleh delegasi Republik Indonesia bersama-sama dengan delegasi BFO. Sifat sementara ini terdapat dalam Pasal 186. Konstitusi Republik Indonesia Serikat menganut bentuk negara serikat (federal) dengan sistem pemerintahannya adalah sistem pemerintahan parlementer.
Ad. c.
Bentuk serikat ternyata tidak sesuai dengan yang dikehendaki oleh Bangsa Indonesia, maka dengan UU No. 7 Tahun 1950 diubahlah konstitusi Republik Indonesia Serikat menjadi UUDS 1950. UUDS 1950 menganut bentuk negara kesatuan dan sistem pemerintahan parlementer.
Universitas Gadjah Mada
10
Bahan Ajar Mata Kuliah
:
Hukum Tata Negara
Topik
:
Sejaran Ketatanegaraan RI
Bobot SKS
:
4 SKS
Pengajar (Tim)
:
Prof. Soehino, S.H., Sardjuki, S.H., M.H., Joko Setiono, S.H., M. Fajrul Falaakh, S.H., M.Sc., M.A., Aminoto, S.H., M.Si., Enny Nurbaningsih, S.H., M.Hum., Andy Omara, S.H., Andi Sandi Ant. T.T., S.H., Denny Indrayana, S.H., LL.M.
Jumlah Tatap Muka
:
30 (Tiga puluh)
Deskripsi Singkat
:
Dalam mata kuliah ini akan membicarakan tentang negara dalam pengertian konkrit, dibahas pula sumber hukum dan asas-asas hukum tatanegara, sejarah ketatanegaraan, wilayah negara, susunan organisasi negara, hubungan pusat dan daerah, kewarganegaraan serta hak asasi manusia. Kuliah ini akan sangat bermanfaat bagi para mahasiswa untuk mengetahui
dasar ketatanegaraan
indonesia berdasarkan perspektif teori dan juga perpektif historis. Tujuan Instr. Umum
:
Setelah mahasiswa menerima perkuliahan ini, mahasiswa diharapkan dapat memahami, menjelaskan kembali, serta menganalisis Sejarah Ketatanegaraan RI.
Tatap Muka ke-6 1. Setelah mahasiswa menerima kuliah mi diharapkan dapat memahami dan menjelaskan kembali mengenai sejarah ketatanegaraan Republik Indonesia. 2. Pokok-pokok bahasan7: a. Berlakunya kembali UUD 1945 melalui Dekrit Presiden 5 Juli 1959. b. Tinjaun terhadap Dekrit c. Pembentukan lembaga-lembaga negara setelah Dekrit. 3. Penjelasan pokok-pokok bahasan: Ad. a.
Dewan Konstituante yang telah dibentuk lewat pemilu tahun 1955 sebagai badan yang bertugas membuat UUD untuk menggantikan UUDS 1950 telah gagal
dalam
menjalankan
tugasnya,
maka
Presiden
Soekarno
mengeluarkan Dekrit pada tanggal 5 Juli 1959, yang isi pokoknya adalah:
Universitas Gadjah Mada
11
1. Menetapkan UUD 1945 berlaku kembali bagi segenap bangsa Indonesia 2. Menyatakan tidak berlaku UUDS 1950. 3. Pembentukan MPRS dan DPAS. Ad. b.
Dasar hukum dikeluarkannya Dekrit adalah “staatsnoodrecht” yang dapat diterjemahkan menjadi Hukum darurat Negara. Staatsnoodrecht ini ada yang bersifat obyektif dan ada yang bersifat subyektif.
Ad. c.
Dengan berlaku kembali UUD 1945, maka Presiden bukan hanya sebagai kepala negara tetapi juga berfungsi sebagai kepala pemerintahan. Untuk itu segera diadakan pengambilan sumpah terhadap presiden. DPR yang ada sebagai hasil Pemilu tahun 1955, berdasarkan Penetapan Presiden No. 1 tahun 1959 agar bekerja sesuai dengan UUD 1945. Dibentuk MPRS yang terdiri dari anggota MPR ditambah dengan utusan daerah dan utusan golongan. Jumlah anggota MPRS ditetapkan oleh Presiden. Dibentuk DPAS berdasarkan Penetapan Presiden No. 3 tahun 1959.
Universitas Gadjah Mada
12
Bahan Ajar Mata Kuliah
:
Hukum Tata Negara
Topik
:
Sejaran Ketatanegaraan RI
Bobot SKS
:
4 SKS
Pengajar (Tim)
:
Prof. Soehino, S.H., Sardjuki, S.H., M.H., Joko Setiono, S.H., M. Fajrul Falaakh, S.H., M.Sc., M.A., Aminoto, S.H., M.Si., Enny Nurbaningsih, S.H., M.Hum., Andy Omara, S.H., Andi Sandi Ant. T.T., S.H., Denny Indrayana, S.H., LL.M.
Jumlah Tatap Muka
:
30 (Tiga puluh)
Deskripsi Singkat
:
Dalam mata kuliah ini akan membicarakan tentang negara dalam pengertian konkrit, dibahas pula sumber hukum dan asas-asas hukum tatanegara, sejarah ketatanegaraan, wilayah negara, susunan organisasi negara, hubungan pusat dan daerah, kewarganegaraan serta hak asasi manusia. Kuliah ini akan sangat bermanfaat bagi para mahasiswa untuk mengetahui
dasar ketatanegaraan
indonesia berdasarkan perspektif teori dan juga perpektif historis. Tujuan Instr. Umum
:
Setelah
menyelesaikan
kuliah
ini
mahasiswa
dapat
menjelaskan tentang sejarah ketatanegaraan RI. Tatap Muka ke-7 1. Setelah mahasiswa menerima perkuliahan pada tatap muka ke-7 ini, diharapkan mahasiswa dapat memahami serta menjelaskan kembali mengenai sistem pemerintahan yang dianut di Indonesia pada periode pertama berlaku UUD 1945. 2. Pokok-pokok bahasan: a. Sistem pemerintahan yang dianut dalam UUD 1945 b. Praktik sistem pemerintahan pada masa pertama berlaku UUD 1945. c. Alat-alat perlengkapan negara. 3. Penjelasan Pokok-pokok bahasan: ad. a. Sistem pemerintahan yang dianut dalam UUD 1945 -
Pasal 4 dan Pasal 17 UUD 1945 menentukan bahwa Presiden sebagai kepala
eksekutif,
mengangkat
serta
dan
Presiden
mempunyai
memberhentikan
para
kewenangan
menteri.
Para
untuk mentri
bertanggungjawab kepada presiden. Universitas Gadjah Mada
13
-
Kedudukan Presiden dan DPR sama kuatnya karena Presiden tidak dapat membubarkan DPR.
-
Mekanisme ini menunjukkan yang dianut adalah sistem presidensial sekalipun sistem ketatanegaraan di Indonesia tidak menganut ajaran triaspolitica
-
Konsekuensi dari kedudukan Presiden sebagai mandataris MPR, maka Presiden
harus
bertanggungjawab
kepada
MPR.
MPR
dapat
memberhentikan Presiden dan jabatannya, apabila dipandang tidak mampu atau gagal menjalankan tugasnya. Mekanisme ini mengandung ciri-ciri parlementer. Ad. b. Praktik sistem Pemerintahan pada masa pertama berlaku UUD 1945 -
Latar belakang keiuarnya Makiumat Wakil Presiden No. X Tanggal 16 Oktober 1945.
-
Maklumat Pemerintah tanggai 14 November 1945 menghendaki adanya pertangungjawaban menteri kepada parlemen.
-
Terjadi pengurangan kekuasaan Presiden. Presiden hanya berada dalam kapasitas Kepala Negara dengan kekuasaan yang nominal.
-
Perubahan
mekanisme
mengubah
materi
pertanggungjawaban
muatan
konstitusi
terjadi
melainkan
tidak
dengan
pranata
konvesi
ketatanegaraan. Ad. c. Alat-alat periengkapan negara -
Sebelum terbentuk lembaga-lembaga negara menurut UUD 1945 (kecuali lembaga
kepresidenan)
susunan
ketatanegaraan
dilaksanakan
berdasarkan Pasal IV aturan Peralihan. -
Terjadi perubahan kedudukan Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) sebelum terbentuk MPR dan DPR.
Universitas Gadjah Mada
14
Bahan Ajar Mata Kuliah
:
Hukum Tata Negara
Topik
:
Sejaran Ketatanegaraan RI
Bobot SKS
:
4 SKS
Pengajar (Tim)
:
Prof. Soehino, S.H., Sardjuki, S.H., M.H., Joko Setiono, S.H., M. Fajrul Falaakh, S.H., M.Sc., M.A., Aminoto, S.H., M.Si., Enny Nurbaningsih, S.H., M.Hum., Andy Omara, S.H., Andi Sandi Ant. T.T., S.H., Denny Indrayana, S.H., LL.M.
Jumlah Tatap Muka
:
30 (Tiga puluh)
Deskripsi Singkat
:
Dalam mata kuliah ini akan membicarakan tentang negara dalam pengertian konkrit, dibahas pula sumber hukum dan asas-asas hukum tatanegara, sejarah ketatanegaraan, wilayah negara, susunan organisasi negara, hubungan pusat dan daerah, kewarganegaraan serta hak asasi manusia. Kuliah ini akan sangat bermanfaat bagi para mahasiswa untuk mengetahui
dasar ketatanegaraan
indonesia berdasarkan perspektif teori dan juga perpektif historis. Tujuan Instr. Umum
:
Setelah
menyelesaikan
kuliah
ini
mahasiswa
dapat
menjelaskan tentang sejarah ketatanegaraan RI. Tatap Muka ke-8 1. Setelah mahasiswa menerima perkuliahan pada tatap muka ke-8 ini, diharapkan mahasiswa dapat memahami serta menjelaskan kembali mengenai sistem pemerintahan di Indonesia pada masa berlaku Kontitusi Republik Indonesia Serikat. 2. Pokok-pokok bahasan: a. Latar belakang perubahan Konstitusi b. Sistem pemerintahan yang dianut. c. Alat-alat perlengkapan negara. 3. Penjelasan Pokok-pokok bahasan: Ad. a. Latar belakang perubahan Konstitusi2° -
UUD 1949 (KRIS) merupakan konstitusi yang bersidat sementara untuk mengakomodasi perubahan susunan negara dan negara kesatuan ke negara federasi.
-
Susunan negara federasi bersifat ,Quasi Federal kekuasaan terakhir untuk menentukan besarnya kekuasaan daerah bagian pada parlemen federal. Universitas Gadjah Mada
15
-
UUD 1945 hanya berlaku dalam negra bagian Republik Indonesia.
Ad. b. Sistem pemerintahan yang dianut -
Kabinet RIS mempunyai berbagai keistimewaan yang disebabkan oleh sistem Quasi Federal dan karekter lembaga-lembaga pemerintahnya.
-
Konstitusi RIS 1949 menganut prinsip Presiden tidak dapat diganggu gugat, menteri-menteri bertanggungjawab atas seluruh kebijaksanaan pemerintah baik bersama-sama/kolegial maupun masing-masing.
-
Sistem parlementer yang dianut tidak murni (quasi parlementer kabinet). Parlemen sesungguhnya mempunyai hak memaksa berhenti setiap menteri, tetapi tidak terlaksanan sepenuhnya karena sebagian keanggotaan parlemen belum terpilih melalui pemilu.
Ad. c. Alat-alat perlengkapan negara 1. Presiden 2. Menteri-menteri 3. Senat 4. DPR 5. MA 6. Dewan Pengawas Keuangan
Universitas Gadjah Mada
16
Bahan Ajar Mata Kuliah
:
Hukum Tata Negara
Topik
:
Sejaran Ketatanegaraan RI
Bobot SKS
:
4 SKS
Pengajar (Tim)
:
Prof. Soehino, S.H., Sardjuki, S.H., M.H., Joko Setiono, S.H., M. Fajrul Falaakh, S.H., M.Sc., M.A., Aminoto, S.H., M.Si., Enny Nurbaningsih, S.H., M.Hum., Andy Omara, S.H., Andi Sandi Ant. T.T., S.H., Denny Indrayana, S.H., LL.M.
Jumlah Tatap Muka
:
30 (Tiga puluh)
Deskripsi Singkat
:
Dalam mata kuliah ini akan membicarakan tentang negara dalam pengertian konkrit, dibahas pula sumber hukum dan asas-asas hukum tatanegara, sejarah ketatanegaraan, wilayah negara, susunan organisasi negara, hubungan pusat dan daerah, kewarganegaraan serta hak asasi manusia. Kuliah ini akan sangat bermanfaat bagi para mahasiswa untuk mengetahui
dasar ketatanegaraan
indonesia berdasarkan perspektif teori dan juga perpektif historis. Tujuan Instr. Umum
:
Setelah
menyelesaikan
kuliah
ini
mahasiswa
dapat
menjelaskan tentang sejarah ketatanegaraan RI. Tatap Muka ke-9 1. Setelah mahasiswa menerima perkuliahan pada tatap muka ke-9 ini, diharapkan mahasiswa dapat memahami serta menjelaskan kembali mengenai sistem pemerintahan yang dianut pada masa berlaku UUD Sementara 1950 (UUDS 1950) dan pada masa beriakunya kambali UUD 1945. 2. Pokok-pokok bahasan: a. Latar belakang terjadinya perubahan konstitusi b. Sistem pemerintahan yang dianut UUDS 1950. c. Alat-alat perlengkapan negara menurut UUDS 1950. d. Lahirnya Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959. e. Sistem pemerintahan yang dianut UUD 1945 serta prospeknya f.
Alat-alat perlengkapan negara menurut UUD 1945.
Universitas Gadjah Mada
17
3. Penjelasan Pokok-pokok bahasan: Ad. a. Latar belakang terjadinya perubahan konstitusi -
susunan negara federasi ternyata tidak mencerminkan aspirasi seluruh daerah, sehingga terjadi pertentangan yang menghendaki kembali ke susunan negara kesatuan.
-
Kehendak itu diwujudkan pelalui Piagam Persetujuan tanggal 19 Mei 1950, yang menetapkan perubahan susunan negara dan perubahan konstitusi (UUD 1949)
Ad. b. Sistem pemerintahan yang dianut UUDS 195022 -
Dengan berlaku UUDS 1950 Senat dihapuskan, dibentuk DPRS yang terdiri dari DPR KRIS dan BP KNIP, DPRS dan BP KNIP disebut Majelis Perubahan UUD, diadakan pemilihan anggota konstituante yang betugas menetapkan konstitusi yang bersifat definitif.
-
UUDS 1950 mengakui adanya eksekutif yang berdaulat dan parlemen yang berdaulat
yang
masing-masing
berkuasa
penuh
dalam
lingkungan
kekuasaannya. -
UUDS 1950 menegaskan bahwa presiden dan wakil presiden tidak dapat diganggu gugat.
-
Menteri-menteri
bertanggungjawab
baik
secara
kolegial
mengenai
kebijaksanaan umum kabinet maupun secara pribadi mengenai tindakannya sendiri. -
Presiden mempunyai kekuasaan untuk membubarkan DPR yang dianggap tidak mewakili kehendak rakyat.
Ad. c. Alat-alat perlengkapan negara menurut UUDS 1950 1. Presiden dan Wakli Presiden 2. Adpr 3. Dewan Menteri 4. MA 5. Dewan Pengawas Keuangan Ad. d. Lahirnya Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959. -
Sejak berlaku UUD 1945 kondisi perpolitikan di Indonesia mengalami kelemahan akibat sistem multi partai, dengan timbulnya ekses instabilitas pemerintahan.
-
Presiden mengusulkan kepada konstituante untuk kembali ke UUD 1945.
-
Akibat
tidak
tercapai
suara
mayoritas
dalam
konstituante
Presiden
mendekritkan berlaku kembali UUD 1945 dengan melaksanakan prinsip demokrasi terpimpin. Universitas Gadjah Mada
18
Ad. e. Sistem pemerintahan yang dianut UUD 1945 dan prospeknya. -
Kedudukan Presiden menurut UUD 1945 sebagai Kepala Negara, Kepala eksekutif.
-
Presiden tidak bertanggungjawab kepada DPR, dan Presiden tidak dapat membubarkan DPR.
-
Presiden
mempunyai
kekuasaan
mengangkat
menteri-menteri
secara
langsung. Kedudukan menteri sangat tergantung pada Presiden. -
UUD 1945 menganut sistem presidensial yang mengandung unsurunsur parlementer.
-
Kedudukan Presiden dalam sistem presidensial akan sangat kuat apabila yang dianut adalah sistem dwi partai.
-
Sistem multi partai akan berpengaruh trhadap penyelenggaraan sistem presidensial menurut UUD 1945.
Ad. f. Alat-alat perlengkapan negara menurut UUD 1945: 1. MPR 2. Presiden dan Wakil Presiden. 3. DPR 4. DPD 5. MA 6. Mahkamah Konstitusi 7. Komisi Yudisial 8. KPU 9. BI 10. BPK
Universitas Gadjah Mada
19
Bahan Ajar Mata Kuliah
:
Hukum Tata Negara
Topik
:
Sejaran Ketatanegaraan RI
Bobot SKS
:
4 SKS
Pengajar (Tim)
:
Prof. Soehino, S.H., Sardjuki, S.H., M.H., Joko Setiono, S.H., M. Fajrul Falaakh, S.H., M.Sc., M.A., Aminoto, S.H., M.Si., Enny Nurbaningsih, S.H., M.Hum., Andy Omara, S.H., Andi Sandi Ant. T.T., S.H., Denny Indrayana, S.H., LL.M.
Jumlah Tatap Muka
:
30 (Tiga puluh)
Deskripsi Singkat
:
Dalam mata kuliah ini akan membicarakan tentang negara dalam pengertian konkrit, dibahas pula sumber hukum dan asas-asas hukum tatanegara, sejarah ketatanegaraan, wilayah negara, susunan organisasi negara, hubungan pusat dan daerah, kewarganegaraan serta hak asasi manusia. Kuliah ini akan sangat bermanfaat bagi para mahasiswa
untuk
mengetahui
dasar
ketatanegaraan
indonesia berdasarkan perspektif teori dan juga perpektif historis. Tujuan Instr. Umum
:
Setelah mahasiswa menerima perkuliahan ini, mahasiswa diharapkan dapat memahami, menjelaskan kembali, serta menganalisis Sejarah Ketatanegaraan RI.
Tatap Muka ke-10 1. Setelah menerima kuliah tatap muka ke-10 ini mahasiswa diharapkan dapat memahami dan menjelaskan tentang sejarah ketatanegaraan Republik Indonesia. 2. Pokok-pokok bahasan: a. Sistem pemerintahan setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959 b. Penyimpangan terhadap UUD 1945 c. Pemerintah Orde Baru d. Pemerintah Reformasi 3. Penjelasan pokok-pokok bahasan: Ad. a. UUD 1945 adalah menganut sistem pemerintah presidensiil. oleh karena itu yang berlaku adalah sistem tersebut. Namun demikian dalam mekanismenya dalam praktek terkadang tidak sebagaimana ketentuan dalam UUD 1945, bahkan terlihat dominasi kekuasaan Presiden sangat kuat. Hal ini perlu di maklumi sebab pembentukan lembaga-lembaga negara belum sesuai dengan Universitas Gadjah Mada
20
UUD 1945, MPRS, dan DPR yang ada waktu itu belum dibentuk berdasar pilihan rakyat (pemilu) melainkan atas tunjukan presiden. Dalam kenyataannya demokrasi yang berlaku bukan demokrasi Pancasila tetapi demokrasi terpimpin. Ad. b. Setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959 sampai tahun 1965 banyak terjadi penyimpangan terhadap ketentuan UUD 1945, antara lain: 1. Presiden diangkat seumur hidup. 2. Presiden membubarkan DPR karena tidak menyetujui RAPBN yang diajukan oleh Presiden. 3. Presiden banyak mengeluarkan peraturan perundang-undangan di luar UU yang materinya seharusnya diatur dengan UU. Ad. c. Banyaknya penyimpangan dalam pemerintah pada masa setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang mencapai klimaknya dengan terjadinya Pemberontakan G 30 S/PKI, yang kemudian melahirkan pemerintah orde baru. Suatu orde yang bertujuan untuk melaksanakan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Masa orde baru ini dimulai dengan adanya Surat Perintah Sebelas Maret dan Presiden Soekarno kepada Letnan Jenderal Soeharto, untuk mengambil segala tindakan yang dianggap perlu demi menjamin keamanan dan ketenangan serta kestabilan jalannya pemerintah dan jalannya revolusi, serta menjamin keselamatan pribadi dan wibawa Presiden. Sehari setelah menerima surat tersebut segera PKI dan ormasormasnya dibubarkan. Kemudian diadakan penelitian terhadap peraturan perudangan-undangan yang isinya tidak sesuai dengan UUD 1945 harus dicabut. Kemudian pada tahun 1971 berhasil diadakan pemilu untuk memilih anggota MPR, DPR, dan DPRD. Pada tahun 1977 diadakan pemilu yang kedua, selanjutnya berturut-turut tahun 1982, 1987, 1992, dan 1997. Pemerintah orde baru yang dipimpin oleh Presiden soeharto ternyata juga mempuyai kelemahan yaitu terjadinya korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Hal tersebut memaksa Presiden Soeharto untuk lengser sebagai presiden, setelahmendapat desakan dan gerakan reformasi yang dipelopori oleh mahasiswa. Ad.d. Lengsernya
soeharto
pada
tanggal
21
Mei
1998,
yang
kemudian
memunculkan B.J. Habibie dan wakil presiden menjadi presiden Republik Indonesia. Dengan adanya reformasi, maka pemilu yang seharusnya diadakan tahun 2002 karena untuk mendpatkan pemerintahan yang legitimate maka diadakan pada tanggal 7 Juni 1999.
Universitas Gadjah Mada
21
Bahan Ajar Mata Kuliah
:
Hukum Tata Negara
Topik
:
Wilayah Negara
Bobot SKS
:
4 SKS
Pengajar (Tim)
:
Prof. Soehino, S.H., Sardjuki, S.H., M.H., Joko Setiono, S.H., M. Fajrul Falaakh, S.H., M.Sc., M.A., Aminoto, S.H., M.Si., Enny Nurbaningsih, S.H., M.Hum., Andy Omara, S.H., Andi Sandi Ant. T.T., S.H., Denny Indrayana, S.H., LL.M.
Jumlah Tatap Muka
:
30 (Tiga puluh)
Deskripsi Singkat
:
Dalam mata kuliah ini akan membicarakan tentang negara dalam pengertian konkrit, dibahas pula sumber hukum dan asas-asas hukum tatanegara, sejarah ketatanegaraan, wilayah negara, susunan organisasi negara, hubungan pusat dan daerah, kewarganegaraan serta hak asasi manusia. Kuliah ini akan sangat bermanfaat bagi para mahasiswa
untuk
mengetahui
dasar
ketatanegaraan
indonesia berdasarkan perspektif teori dan juga perpektif historis. Tujuan Instr. Umum
:
Setelah mahasiswa menerima perkuliahan mi, mahasiswa diharapkan dapat memahami, menjelaskan kembali, serta menganalisis tentang apa saja pengertian dan unsur negara.
Tatap Muka Ke-11 1. Setelah mahasiswa mengikuti kuliah ini diharapkan dapat memahami dan menjelaskan embali tentang wilayah negara. 2. Pokok-pokok bahasan tatap muka ke- 10: 1. Wujud wilayah negara 2. Wawasan nusantara 3. Landas kontinen Indonesia 4. Zona ekonomi ekslusif 3. Penjelasan Pokok-pokok Bahasan: a. Wujud wilayah negara Bagian
wilayah
Inthsche
archipel
yang
dikuasai
Belanda
dinamakan
Netherlandsch Oost Indishe Archipelago. Itulah wilayah jajahan Belanda yang kemudian menjadi wilayah Republik Indonesia. Sejak berdirinya Republik Universitas Gadjah Mada
22
Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, wilayah kekuasaan Belanda itulah yang menjadi wilayah Republik Indonesia sampai dengan saat ini. Hal ini didasarkan pada ketentuan dalam “Territoriale Zee en Maritieme Kringen Ordonatie” tahun 1939 tentang batas Wilayah laut teritorial Indonesia. Ordonansi tahun 1939 tersebut menetapkan batas wilayah laut teritorial sejauh 3 mil dari garis pantai ketika air laut surut, dengan asas pulau demi pulau secara terpisah-pisah. Hal inilah yang menyebabkan wilayah indonesia pada saat itu lebih terfokus pada wilayah-wilayah pulau saja, sehingga hal ini tidak menguntungkan indonesia dalam sisi ekonomi dan keamanan bagi Indonesia. Inilah yang menyebabkan Indonesia mengusulkan adanya konsep negara kepulauan melalui Deklarasi Juanda pada tahun 1957. Deklarasi Juanda kemudian dikukuhkan menjadi UU No.4/Prp/1960 tentang Perairan zonesia pada tanggal 18 Februari 1960. Sejak itu, perubahan wilayah Republik Indonesia. i.a UU ini ditentukan bahwa laut teritorial diukur sejauh 12 mil dari titik-titik pulau terluar yang saling dihubungkan, sehingga wilayah indonesia meliputi semua perairan di antara pulau-pulau. Ini menyebabkan tidak ada lagi “loop hole” di antara pulau-pulau dan juga semua kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dapat diekploitasi dan dieksplorasi untuk kepentingan rakyat Indonesia. Dengan digunakannya cara perhitungan ini wilayah indonesia menjadi bertambah dan 2.027.087 m2 menjadi 5.139.250 m2. Untuk lebih menjamin keamanan dan meningkatkan kemakrnuran rakyat indonesia, maka ida tahun 1973 dikeluarkanlah konsep Landas Kontinen Indonesia melalui UU No 1 ihun 1973 tentang Landas Kontinen Indonesia. UU ini pada dasarnya menentukan: i. Segala sumber kekayaan alam yang terdapat dalam landas kontinen indonesia dikuasai oleh Republik Indonesia. ii. Pemerintah Indonesia bersedia menyelesaikan soal garis batas landasan kontinen dengan negara-negara tetangga melalui perundingan. iii. Jika tidak ada garis batas, maka landas kontinen adalah suatu garis yang ditarik di tengah-tengah antara pulau terluar Indonesia dengan wilayah terluar negara tetangga. iv. Claim tersebut tidak mempengaruhi sifat serta status dan perairan di atas landas kontinen Indonesia maupun udara diatasnya. Fisik wilayah Indonesia juga meliputi Kedutaan Besar Indonesia, Pesawat Udara dan Kapal Laut yang berbendera Indonesia. Jadi dalam wilayahwilayah yang disebutkan terakhir ini, hukum yang berlaku adalah hukum Indonesia. Universitas Gadjah Mada
23
b. Wawasan nusantara Wawasan Nusantara adalah kesatuan pandangan terhadap wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah laut, darat dan udara. c. Landas kontinen Indonesia Landas kontinen suatu negara yang berpantai meliputi dasar laut dan tanah dibawahnya yang erletak di luar laut teritorialnya sepanjang merupakan kelanjutan alamiah wilayah daratannya. Tarak 200 mil laut dan garis pangkal atau dapat lebih dari itu dengan tidak melebihi 350 mil, dak boleh melebihi 100 mil dan garis batas kedalaman dasar laut sedalam 2500 m. d. Zona ekonomi ekslusif ZEE tidak dapat melebihi 200 mil laut dari garis pangkal. Garis pangkal adalah garis air surut sepanjang pantai.
Universitas Gadjah Mada
24
Bahan Ajar Mata Kuliah
:
Hukum Tata Negara
Topik
:
Susunan Organisasi Kekuasaan
Bobot SKS
:
4 SKS
Pengajar (Tim)
:
Prof. Soehino, S.H., Sardjuki, S.H., M.H., Joko Setiono, S.H., M. Fajrul Falaakh, S.H., M.Sc., M.A., Aminoto, S.H., M.Si., Enny Nurbaningsih, S.H., M.Hum., Andy Omara, S.H., Andi Sandi Ant. T.T., S.H., Denny Indrayana, S.H., LL.M.
Jumlah Tatap Muka
:
30 (Tiga puluh)
Deskripsi Singkat
:
Dalam mata kuliah ini akan membicarakan tentang negara dalam pengertian konkrit, dibahas pula sumber hukum dan asas-asas hukum tatanegara, sejarah ketatanegaraan, wilayah negara, susunan organisasi negara, hubungan pusat dan daerah, kewarganegaraan serta hak asasi manusia. Kuliah ini akan sangat bermanfaat bagi para mahasiswa
untuk
mengetahui
dasar
ketatanegaraan
indonesia berdasarkan perspektif teori dan juga perpektif historis. Tujuan Instr. Umum
:
Seteiah mahasiswa menerima perkuliahan ini, mahasiswa diharapkan dapat memahami, menjelaskan kembali, serta menganalisis tentang Susunan Organisasi Kekuasaan.
Tahap Muka ke-12 1. Setelah mahasiswa menerima perkuliahan pada tatap muka ke-9 ini, diharapkan mahasiswa dapat memahami serta menjelaskan kembali mengenai Pemisahan kekuasaan
(Separation
of
powers-triaspolitika)
dan
Pembagian
Kekuasaan
(Distribution of Powers). 2. Pokok-pokok bahasan: a. Esensi Trias Politica b. Sistem yang dianut oleh Negara Indonesia 3. Penjelasan pokok-pokok bahasan: Ad. a. Esensi Trias Politica8: -
Perlawanan terhadap absolutisme telah melahirkan konstitusionalisme
-
Esensi konstitusionalisme adalah penegakan negara hukum dan pembatasan kekuasaan negara meialui konstitusi. Universitas Gadjah Mada
25
-
Kehendak untuk membatasi kekuasan itu hanya dapat dilakukan melalui stelsel pemisah kekuasaan antara kekuasaan eksekutif kekuasaan legisiatif, dan kekuasaan yudisiai. Ketiga cabang kekuasaan itu hans terpisah baik fungsi maupun organ yang melaksanakannnya. Pemisahaan kekuasaan dimaksud dikenal dengan sebutan trias politica.
-
Dalam perkembangannya belum ada sam negara pun yang menganut tiras politica dengan modifikasi sistem Checks and Balances.
Ad. b. Sistem yang dianut oleh Negara Indonesia -
Dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia telah dikenaol tiga macam konstitusi (UUD 1945, UUD 1949, dan UUDS 1950).
-
Dari ketiga konstitusi itu tidak terdapat suatu indikasi sistem ketatanegaraan Indonesia penganut trias politica.
-
Fungsi kekuasaan dalam ketiga konstitusi itu tidak hanya tiga, dan tidak dijalankan oleh organ pang terpisah satu sama lain.
-
Indonesia menganut sistem pembagian kekuasaan.
Universitas Gadjah Mada
26
Bahan Ajar Mata Kuliah
:
Hukum Tata Negara
Topik
:
Susunan Organisasi Kekuasaan
Bobot SKS
:
4 SKS
Pengajar (Tim)
:
Prof. Soehino, S.H., Sardjuki, S.H., M.H., Joko Setiono, S.H., M. Fajrul Falaakh, S.H., M.Sc., M.A., Aminoto, S.H., M.Si., Enny Nurbaningsih, S.H., M.Hum., Andy Omara, S.H., Andi Sandi Ant. T.T., S.H., Denny Indrayana, S.H., LL.M.
Jumlah Tatap Muka
:
Deskripsi Singkat
:
Tujuan Instr. Umum
:
30 (Tiga puluh) Setelah
menyelesaikan
kuliah
ini
mahasiswa
dapat
menjelaskan tentang susunan organisasi Kekuasaan. Tatap Muka ke-13 1. Setelah mahasiswa menerima perkuliah pada tatap muka ke-13 ini, diharapkan mahasiswa Japat memahami serta menjelaskan kembali mengenai bentuk negara dan susunan negara. 2. Pokok-pokok bahasan: a. Bentuk Negara b. Susunan Negara 3. Penjelasan pokok-pokok bahasan: Ad. a. Bentuk Negara -
Pada umumnya ada 2 bentuk negara (lihat pendapat Goerge Jellinek dan Leon Duguit), yaltu : Monarchi dan Republik”
-
Ukuran untuk membedakannya dilihat dan bagaimana kehendak negara itu diyatakan. Jika kehendak itu dijalankan oleh sam orang atas dasar keturunan maka bentuk negara itu adalah Monarchi. Jika kehendak itu ditentukan oleh banyak orang, dan kepala negaranya adalah seorang presiden yang dipilih oleh rakyat atau lembaga perwakilan, maka negara itu adalah Republik.
-
Penjabaran bentuk negara dalam ketiga macam konstitusi di Indonesia.
Ad. b. Susunan Negara14 -
Dilihat dari pembagian kekuasaan anatara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, maka bentuk-bentuk negara dilihat dan susunannya dapat dibedakan menjadi
negara kesatuan (Unitaris),
negara Serikat
(federalis),
konfederal. Universitas Gadjah Mada
27
dan
-
Pembedaan negara ferderal dan konfederal terletak pada kedaulatannya dan sejauh mana pemerintah federal atau konfederal dapat secara langsung mempengaruhi rakyat negara bagian melalui peraturan perundang-undangan yang dikeluarkannya.
-
Dalam negara federal terdapat dua maca pemerintahan yaitu pemerintahan pusat (pemerintahan federalis) dan pemerintahan negara bagian/state.
-
Susunan negara federal berbeda dengan negara kesatuan. Dalam negara kesatuan susunan negara bersusun tunggal. Hanya ada satu kekuasaan yang berhak membuat UU yang berlaku di negara tersebut (pemerintah pusat), sedangkan pemerintah daerah hanya melaksanakannya sesuai dengan sistem desentralisasi.
Universitas Gadjah Mada
28
Bahan Ajar Mata Kuliah
:
Hukum Tata Negara
Topik
:
Susunan Organisasi Kekuasaan
Bobot SKS
:
4 SKS
Pengajar (Tim)
:
Prof. Soehino, S.H., Sardjuki, S.H., M.H., Joko Setiono, S.H., M. Fajrul Falaakh, S.H., M.Sc., M.A., Aminoto, S.H., M.Si., Enny Nurbaningsih, S.H., M.Hum., Andy Omara, S.H., Andi Sandi Ant. T.T., S.H., Denny Indrayana, S.H., LL.M.
Jumlah Tatap Muka
:
30 (Tiga puluh)
Deskripsi Singkat
:
Dalam mata kuliah ini akan membicarakan tentang negara dalam pengertian konkrit, dibahas pula sumber hukum dan asas-asas hukum tatanegara, sejarah ketatanegaraan, wilayah negara, susunan organisasi negara, hubungan pusat dan daerah, kewarganegaraan serta hak asasi manusia. Kuliah ini akan sangat bermanfaat bagi para mahasiswa
untuk
mengetahui
dasar
ketatanegaraan
indonesia berdasarkan perspektif teori dan juga perpektif historis. Tujuan Instr. Umum
:
Setelah
menyelesaikan
kuliah
ini
mahasiswa
dapat
menjelaskan tentang susunan organisasi Kekuasaan. Tatap Muka ke-14 1. Setelah mahasiswa menerima perkuliahan pada tatap muka ke-14 ini diharapkan mahasiswa dapat memahami serta menjelaskan kembali pengertian dan sejarah lahirnya dua sistem pemerintahan. 2. Pokok-pokok bahasan: a. Pengertian b. Latar belakang munculnya dua sistem pemerintahan. 3. Penjelasan pokok-pokok bahasan: Ad. a Pengertian15 -
Perbedaan pengertian pemerintahan dalam artian luas dan sempit.
-
Dalam artian luas pemerintah meliputi segala urusan yang dilakukan oleh negara dalam menyelenggarakan kesejahteraan rakyat dan kepentingan negara, yang meliputi tugas kekuasaan eksekutif legislatif dan yudisial. Dalam artian sempit pemerintah hanya berkaitan dengan peyelenggaraan kekuasaan eksekutif (presiden). Universitas Gadjah Mada
29
Ad. b. Latar belakang munculnya dua sistem pemerintahan -
Sistem
pemerintahan
adalah
mekanisme
hubungan
formal
antara
lembagalembaga negara dalam menjalankan kekuasaannya. Hubungan itu meliputi hubungan eksekutif legislatif, dan yudisial yang kesemuanya telah diatur dalam konstitusi suatu negara. -
Pada umumnya dikenal dua macam sistem pemerintahan parlementer (the parliamentay executive, the parliamentay, cabinet government), dan sistem pemerintahan presidensial (the non-parliamentay executive, the presidential government).
-
Latar belakang lahirnya kedua sistem ini berlainan. Sistem perlementer muncul dan bentuk negara Monarchi yang mendapat pengaruh dan pertanggungjawaban menteri. Sistem pemerintahan presidensial lahir akibat ekses kekuasaan absolut Raja Goerge III yang mendorong rakyat Amerika Serikat memilih bentuk republik dengan mengikuti ajaran Montesquieu.
Universitas Gadjah Mada
30
Bahan Ajar Mata Kuliah
:
Hukum Tata Negara
Topik
:
Susunan Organisasi Kekuasaan
Bobot SKS
:
4 SKS
Pengajar (Tim)
:
Prof. Soehino, S.H., Sardjuki, S.H., M.H., Joko Setiono, S.H., M. Fajrul Falaakh, S.H., M.Sc., M.A., Aminoto, S.H., M.Si., Enny Nurbaningsih, S.H., M.Hum., Andy Omara, S.H., Andi Sandi Ant. T.T., S.H., Denny Indrayana, S.H., LL.M.
Jumlah Tatap Muka
:
30 (Tiga puluh)
Deskripsi Singkat
:
Dalam mata kuliah ini akan membicarakan tentang negara dalam pengertian konkrit, dibahas pula sumber hukum dan asas-asas hukum tatanegara, sejarah ketatanegaraan, wilayah negara, susunan organisasi negara, hubungan pusat dan daerah, kewarganegaraan serta hak asasi manusia. Kuliah ini akan sangat bermanfaat bagi para mahasiswa
untuk
mengetahui
dasar
ketatanegaraan
indonesia berdasarkan perspektif teori dan juga perpektif historis. Tujuan Instr. Umum
:
Setelah
menyelesaikan
kuliah
ini
mahasiswa
dapat
menjelaskan tentang susunan organisasi Kekuasaan. Tatap Muka ke-1 5 1. Setelah mahasiswa menerima perkuliahan pada tatap muka ke-15 ini diharapkan mahasiswa dapat memahami serta menjelaskan kembali perbedaan masing-masing sistem pemerintahan. 2. Pokok-pokok bahasan: a. Sistem pemerintahan parlementer b. Sistem pemerintahan presidensial. c. Sistem campuran. 3. Penjelasan Pokok-pokok bahasan: Ad. a. Sistem pemerintahan parlementer -
Negara Inggris merupakan induk sistem parlementer. Sistem ini ditandai dengan supermasi parlementer, sebagai badan tertinggi (supreme hodj). Kabinet yang dipimpin oleh Perdana Menteri (executive reat hams bertanggung jawab kepada parlemen baik secara perseorangan maupun kolegial. Universitas Gadjah Mada
31
-
Presiden dalam sistem parlementer hanya berada dalam kapasitas Kepala Negara yang memiliki kekuasaan nominal.
Ad. b. Sistem pemerintah presidensial17 -
Sistem pemerintahan presidensial pertama kali dianut oleh negara Amerika Serikat (the mother of the presidential government. Sistem ini dijadikan propotipe negara-negara lainnya. Dalam sistem presidensial mengharuskan titulator kepala negara dan kepala pemerintahan bertumpu pada
presiden.
Dalam
sistem
ini
tidak
dikenal
mekanisme
pertanggungjawaban eksekutif kepada parlemen. Lazimnya presiden dipilih langsung oleh rakyatdan bertanggungjawab kepada rakyat pemilih. -
Presiden
tidak
dapat
membubarkan
parlemen.
Kedua
lembaga
melaksanakan tugasnya sampai akhir masa jabatannya. -
Pemberhentian hanya dapat dilakukan melalui pranata impeachment (trial by congress).
Ad. c. Sistem Pemerintahan Campuran -
Selain dua sistem pemerintahan di atas terdapat pula sistem campuran yang tidak murni presidensial dan parlementer.
-
Sistem ini ditandai dengan pemilihan Presiden dan anggota parlemen secara langsung oleh rakyat. Kabinet yang dipimpin oleh seorang Perdana Menteri bertanggungjawab kepada Parlemen, sebaliknya Presiden mempunyai kekuasan yang besar di bidang eksekutif karena dapat membubarkan parlemen (contohnya negara Perancis).
Universitas Gadjah Mada
32
Bahan Ajar Mata Kuliah
:
Hukum Tata Negara
Topik
:
Hubungan Pusat dan Daerah
Bobot SKS
:
4 SKS
Pengajar (Tim)
:
Prof. Soehino, S.H., Sardjuki, S.H., M.H., Joko Setiono, S.H., M. Fajrul Falaakh, S.H., M.Sc., M.A., Aminoto, S.H., M.Si., Enny Nurbaningsih, S.H., M.Hum., Andy Omara, S.H., Andi Sandi Ant. T.T., S.H., Denny Indrayana, S.H., LL.M.
Jumlah Tatap Muka
:
30 (Tiga puluh)
Deskripsi Singkat
:
Dalam mata kuliah ini akan membicarakan tentang negara dalam pengertian konkrit, dibahas pula sumber hukum dan asas-asas hukum tatanegara, sejarah ketatanegaraan, wilayah negara, susunan organisasi negara, hubungan pusat dan daerah, kewarganegaraan serta hak asasi manusia. Kuliah ini akan sangat bermanfaat bagi para mahasiswa
untuk
mengetahui
dasar
ketatanegaraan
indonesia berdasarkan perspektif teori dan juga perpektif historis. Tujuan Instr. Umum
:
Setelah
menyelesaikan
kuliah
ini
mahasiswa
dapat
menjelaskan tentang hubungan Pusat dan Daerah Tatap Muka ke-16 1. Setelah mahasiswa menerima perkuliah pada tatap muka ke-16 ini, diharapkan mahasiswa dapat memahami , menjelaskan kembali mengenai hubungan pusat dan daerah yang berlansung sebelum kemerdekaan RI. 2. Pokok-pokok bahasan: a. Pemerintah di daerah pada jaman Hindia Belanda. b. Pengaturan pemerintahan di daerah pada jaman Hindia Belanda. 3. Penjelasan Pokok-pokok bahasan: a. Pemerintah di daerah pada jaman Hindia Belanda. Propotipe pemerintahan di daerah pada jaman Hindia Belanda telah berkembang pada jaman VOC, karena pada jaman voc ini pada prinsipnya telak dilaksanakan asas desentralisasi baru kemudian pada tahun 1903 dilaksanakan asas desentralisas i berdasarkan desentralisalewe 1903 namun masih sangat terbatas. Latar belakang politik sehingga Pemerintah Hindia Belanda melaksanakan asas desentralisasi di Hindia Belanda karena dianutnya archieve politiek (politik Universitas Gadjah Mada
33
kemurnian) yang bertujuan meningkatkan tingkat kecerdasan dan kehidupan sosial ekonomi rakyat Indonesia, sebagai balas jasa telah dilaksanakannnya politik tanam paksa. Dalam perkembangannya desentralisatie wet 1903 disempurnakan dengan dikeluarkannya Bestuarshervormingswer 1922. berdasarkan wet ini kemudian dibentuklah daerah-daerah otonom baik di Jawa maupun Madura maupun di luar Jawa dan Madura, namun demikian ternyata bahwa pemerintah daerah otonom pada jaman Hidia Belanda belum mempunyai peranan dan tidak begitu terkenal oleh masyarakat. Hal ini antara lain disebabkan bahwa menurut kedua wet tersebut di atas urusan-urusan pemerintahan yang diserahkan menjadi urusan rumah tangga Daerah Otonom masih sangat sedikit. Sementara itu telah pula ada daerah-daerah Swapraja dan Desa sebagai Daerah Otonom berdasarkan hukum asli Indonesia. b. Pengaturan pemerintahan di daerah pada jaman Hindia Belanda. Pada jaman Hindia Belanda pengaturan tentang pemerintah di daerah tidak seragam karena dibedakan antara daerah Jawa dan Madura dengan daerah di luar Jawa dan Madura. Lagi pula peraturan-peraturan tersebut tidak terhimpun sehingga dewasa ini sulit mendapatkannya. Namun secara umum dapatlah dikemukakan sebagai berikut: 1. Regeerings Regiemen 1854 yang berganti nama wet op de indische staatsregeling sejak 1 Januari 1926. 2. Desentralisatie wet 1903. 3. Bestrurshervormingswet 1923. 4. Provincie Ordonarie. I md. Stb, 1924. No. 78. Perubahan terakhir dengan Ind. Stb. 1940No. 226. 251. 5. Regentshqpordonnanie. Ind. Stb. 1924. No. 79. Perubahan terakhir dengan Ind. Stb. 1940 No. 226. 6. Saatsgemeenteordonatie, md. Stb. 1926. No. 356. Perubahan terakhir dengan Ind. Stb. 8th. 1948 No. 195. 7. Groepsgemeentordonantie md. Stb. 1937. No. 464. jo. md. Stb. 1938. No. 130 dan 264. 8. Staatsgemeentordomantie, In Stb. 1938 No. 131 dan 271. 9. Inlandesche Gemeneente ordomantie Java en Madura (IGO). md. stb. 1906. No. 83. 10. Inlandsche Gemeente ordonnantie Buitengewesten (IGOB).Ind. Stb. 1938 No. 4jo. Ind./ Stb. 1938 No. 681
Universitas Gadjah Mada
34
Bahan Ajar Mata Kuliah
:
Hukum Tata Negara
Topik
:
Hubungan Pusat dan Daerah
Bobot SKS
:
4 SKS
Pengajar (Tim)
:
Prof. Soehino, S.H., Sardjuki, S.H., M.H., Joko Setiono, S.H., M. Fajrul Falaakh, S.H., M.Sc., M.A., Aminoto, S.H., M.Si., Enny Nurbaningsih, S.H., M.Hum., Andy Omara, S.H., Andi Sandi Ant. T.T., S.H., Denny Indrayana, S.H., LL.M.
Jumlah Tatap Muka
:
30 (Tiga puluh)
Deskripsi Singkat
:
Dalam mata kuliah ini akan membicarakan tentang negara dalam pengertian konkrit, dibahas pula sumber hukum dan asas-asas hukum tatanegara, sejarah ketatanegaraan, wilayah negara, susunan organisasi negara, hubungan pusat dan daerah, kewarganegaraan serta hak asasi manusia. Kuliah ini akan sangat bermanfaat bagi para mahasiswa
untuk
mengetahui
dasar
ketatanegaraan
indonesia berdasarkan perspektif teori dan juga perpektif historis. Tujuan Instr. Umum
:
Setelah
menyelesaikan
kuliah
ini
mahasiswa
dapat
menjelaskan tentang hubungan pusat dan daerah yang pernah berlaku di Indonesia. Tatap Muka ke-17 1. Setelah mahasiswa menerima perkuliahan pada tatap muka ke-17 ini, diharapkan mahasiswa dapat memahami, menjelaskan kembali mengenai hubungan pusat dan daerah sebelum dan pada kemerdekaan RI. 2. Pokok-pokok bahasan: a. Pemerintah di daerah pada jaman pendudukan bala tentara Jepang. b. Pemerintahan di daerah pada masa berlakunya UUD 1945 (kurun waktu I). c. Pemerintah di daerah menurut UU No. 22 Tahun 1948. 3. Penjelasan Pokok-pokok bahasan: a. Pemerintah di daerah pada masa pendudukan bala tentara Jepang Pada prinsipnya tidak banya dilakukan perubahan sehingga dapat dikatakan meneruskan pemerintah di daerah pada masa Hindia Belanda hanya nama-nama diganti dengan istilah Jepang. Universitas Gadjah Mada
35
b. Pemerintahan di daerah pada masa berlakunya UUD 1945 (kurun waktu I). Dalam UUD 1945 ketentuan mengenai penyelenggaraan pemerintah di daerah terdapat dalam pasal 18 yang menghendaki ketentuannya dilaksanakan lebih lanjut dengan UU organik dan dilaksanakan asas dekonsentrasi dan asas desentralisasi serta asas tugas pembantuan umum. UU organik sebagaimana dimaksud pasal 18 UUD 1945 tersebut baru dapat dibentuk pada tahun 1948 yaitu dengan dikeluarkannya UU No. 22 Tahun 1948 tentang Pemerintah Daerah. Tetapi dalam UU ini hanya diatur pelaksanan asas desentralisasi bahkan dalam ketentuan pasal 46 ayat (2) dikatakan “daerah-daerah administrasi yang ada pada waktu berlakunya Undang-undang mi terus berdiri sampai dihapus”. Sementara itu perlu dikemukakan bahwa sebelum UU organik sebgaimana dimaksud oleh ketentuan pasal 18 UUD 1945 dapat dibentuk. PPKI dalam rapatnya tanggal 19 Agustus 1945 menetapkan perihal pembagian daerah Republik Indonesia sebagai berikut: I.
Untuk sementara waktu Daerah Negara Indonesia dibagi dalam 8 (delapan) propinsi yang masing-masing dikepalai oleh seorang Gubernur, yaitu Jawa Barat, Jawa tengah, Jawa Timur, Sumatera, Borneo, Sulawesi, Maluku, dan Sunda Kecil.
II.
Daerah propinsi dibagi dalam keresidenan yang dikepalai oleh seorang Residen.
III.
Untuk sementara waktu kedudukan kota dan sebagainya diteruskan seperti sekarang.
IV.
Untuk sementara waktu kedudukan kota (Gemeente) diteruskan seperti sekarang.
Sementara itu sehubungan dengan gentingnya keadaan dikeluarkanlah Makiumat Wakil Presiden No. X tanggal 16 Oktober 1945. disusul oleh Makiumat Pemerintah 14 November 1945 dan kemudian UU No. 1 Tahun 19452. c. Pemerintah di daerah menurut UU No. 22 Tahun 1948. UU No. 22 Tahun 1948 memang dimaksud sebagai UU organik pasa 118 UUD 1945 namun perlu dikemukakan hal-hal sebagai berikut: 1. Pasal 18 UUD 1945 menghendaki dilaksanakannya asas dekosentrasi asas desentralisasi dan asas tugas pembantu dalam penyelenggaraan pemerintah di daerah. Namun UU No. 22 Tahun 1948 hanya mengatur pemerintah di daerah-daerah otonom. 2. Pasal 46 ayat (2) UU No. 22 Tahun 1948 bermaksud menghapuskan pemerintahan pamong praja.
Universitas Gadjah Mada
36
3. Sistem pemerintah di daerah menurut UU No. 22 Tahun 1948 lebih condong ke
Maklumat
Pemerintah
14
November
1945
daripada
ke
sistem
pemerintahan negara menurut UUD 1945. Pemerintah daerah menurut UU No. 22 Tahun 1948 adalah DPRD dan DPD. Kepala daerah menjabat Ketua dan Anggota DPD.
Universitas Gadjah Mada
37
Bahan Ajar Mata Kuliah
:
Hukum Tata Negara
Topik
:
Hubungan Pusat dan Daerah
Bobot SKS
:
4 SKS
Pengajar (Tim)
:
Prof. Soehino, S.H., Sardjuki, S.H., M.H., Joko Setiono, S.H., M. Fajrul Falaakh, S.H., M.Sc., M.A., Aminoto, S.H., M.Si., Enny Nurbaningsih, S.H., M.Hum., Andy Omara, S.H., Andi Sandi Ant. T.T., S.H., Denny Indrayana, S.H., LL.M.
Jumlah Tatap Muka
:
30 (Tiga puluh)
Deskripsi Singkat
:
Dalam mata kuliah ini akan membicarakan tentang negara dalam pengertian konkrit, dibahas pula sumber hukum dan asas-asas hukum tatanegara, sejarah ketatanegaraan, wilayah negara, susunan organisasi negara, hubungan pusat dan daerah, kewarganegaraan serta hak asasi manusia. Kuliah ini akan sangat bermanfaat bagi para mahasiswa
untuk
mengetahui
dasar
ketatanegaraan
indonesia berdasarkan perspektif teori dan juga perpektif historis. Tujuan Instr. Umum
:
Setelah
menyelesaikan
kuliah
ini
mahasiswa
dapat
menjelaskan tentang hubungan pusat dan daerah yang pernah berlaku di Indonesia. Tatap Muka ke-18 1. Setelah mahasiswa menerima perkuliah pada tatap muka ke-18 ini, diharapkan mahasiswa dapat memahami, menjelaskan kembali pola hubungan pusat dan daerah pada saat berlakunya Konstitusi RIS, UUDS 1950, dan berlakunya kembali UUD 1945. 2. Pokok-pokok bahasan: a. Pemerintahan di daerah pada masa berlakunya Konstitusi RIS. b. Pemerintahan di daerah pada masa berlakunya UUDS 1950. c. Pemerintahan di daerah menurut UU No. 1 Tahun 1957. d. Dekrit Presiden 5 Juli 1959 e. Pemerintahan di daerah menurut UU No. 18 Tahun 1965. 3. Penjelasan Pokok-pokok bahasan: a. Pemerintahan di daerah pada masa berlakunya Konstitusi RIS. Konstitusi MS rancangannya dipersiapkan pada waktu diselenggarakannya Konferensi Meja Universitas Gadjah Mada
38
Bundar (KMB) karena diprediksikan salah satu hasil KMB adalah didirikannya negara RIS. Menurut Konstitusi RIS penyelenggaraan pemerintahan di daerah menjadi kewenangan negara-negara bagian RIS adalah negara Republik Indonesia yang tetap menggunakan UUD 1945 dan UU No. 22 Tahun 19481. b. Pemerintahan di daerah pada masa berlakunya UUDS 1950. UUDS 1950 secara formal merupakan perubahan Konstitusi RIS, perubahan tersebut dilaksanakan dengan UU Federal No. 7 Tahun 1950. Penyelenggaraan pemerintah di daerah ketentuannya terdapat dalam pasal 131, yang menghendaki dibentuknya UU organik untuk mengaturnya lebih lanjut. Sebelum UU organik ini dapat dibentuk maka berdasarkan pasal 142 UUDSRI, UU No. 22 Tahun 1948 masih langsung berlaku. UU organik yang dikehendaki pasal 131 UUDSRI tersebut baru dapat dibentuk pada tahun 1951 yaitu UU No. 1 Tahun 1957 tentang pokok-pokok Pemerintah Daerah. c. Pemerintahan di daerah menurut UU No. 1 Tahun 1957. Sesuai dengan ketentuan pasal 131 UUDSRI, UU No. 1 Tahun 1957 hanya mengatur tentang pelaksanaan asas dekonsentrasi dan asas tugas pembantuan sedangkan
pelaksanaan
asas
dekonsentrasi
tiada
satu
pasalpunyang
mengaturnya dengan demikian UU No. 1 Tahun 1957 meneruskan maksud pasal 46 ayat (2) UU No. 22 Tahun 1948. Bentuk dan susunan Pemerintah Daerah ketentuannya terdapat dalam pasal 5 UU No. 1 Tahun 1957. d. Dekrit Presiden 5 Juli 1959 Kegagalan Konstitusi bersama-sama dengan pemerintah menetapkan UUD RI yang akan menggantikan UUDS RI menimbulkan kegentingan situasi kenegaraan sebagaimana dikonstatasi dalam konsideran dekrit Presiden kalimat pertama, kedua, dan ketiga. Diktum kedua Dekrit Presiden 5 Juli 1959 menetapkan UUD 1945 berlaku lagi bagi segenap bangsa Indonesia terhitung mulai han tanggal penetapan Dekrit ini, dan tidak berlaku lagi UUDSRI. e. Pemerintahan di daerah menurut UU No. 18 Tahun 1965. Karena UU organik yang dimaksud oleh pasal 18 UUD 1945 belum segera dapat dibentuk maka berdasarkan Aturan Peralihan pasal 11 UUD 1945. UU No. 1 Tahun 1957 masih langsung berlaku. Namun tidak sesuai dengan ketentuanketentuan UUD 1945, maka lalu disesuaikan, untuk kepentingan mi dikeluarkan: 1. Penetapan Presiden No. 6 Tahun 1959 (Dis) dan 2. Penetapan Presiden No. 5 Tahun 1960 (Dis).5 Sementara itu telah dilaksanakan penyerahan pemenintah umum pusat kepada pemerintah daerah berdasarkan UU No. 6 Tahun 1859 jo. PP No. 50 Tahun Universitas Gadjah Mada
39
1963. penyerahan tersebut telah dapat diselesaiakn memasuki tahun 1965, sehingga memasuki tahun 1965 di daerah hanya ada satu macam pemerintahan saja, yaitu pemerintahan otonom, pemerintahan inilah yang kemudian diatur oleh UU No. 18 Tahun 1965 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah. UU ini tidak dapat dilaksanakan sebagaimana seharusnya bahkan keburu dinyatakan tidak berlaku oleh pasal 2 UU No. 6 Tahun 1969 jo. Lampiran III, dengan ketentuan bahwa pernyataan tidak berlakunya itu ditetapkan pada saat UU yang menggantikannya muali berlaku.
Universitas Gadjah Mada
40
Bahan Ajar Mata Kuliah
:
Hukum Tata Negara
Topik
:
Hubungan Pusat dan Daerah
Bobot SKS
:
4 SKS
Pengajar (Tim)
:
Soehino, S.H., Harsono, S.H., Sardjuki, S.H., M.H., Joko Setiono, S.H., M.Hum., Aminoto, S.H., M.Hum., Enny Nurbaningsih, S.H., M.Hum., Andy Omara, S.H., Andi Sandi Ant.T.T., S.H., Denny Indrayana,S.H., LL.M.
Jumlah Tatap Muka
:
30 (tiga puluh)
Deskripsi Singkat
:
Dalam mata kuliah ini akan membicarakan tentang negara dalam pengertian konkrit, dibahas pula sumber hukum dan asas-asas hukum tata negara, sejarah ketatanegaraan, wilayah negara, susunan organisasi negara, hubungan pusat dan daerah, kewarganegaraan serta hak asasi manusia. Kuliah ini akan sangat bermanfaat bagi para mahasiswa
untuk
mengetahui
dasar
ketatanegaraan
indonesia berdasarkan perspektif teori dan juga perpektif historis. Tujuan Instr. Umum
:
Setelah
menyelesaikan
kuliah
ini
mahasiswa
dapat
menjelaskan tentang hubungan pusat dan daerah. Tatap Muka ke-19 1. Setelah mahasiswa menerima perkuliahan pada tatap muka ke-19 ini, diharapkan mahasiswa dapat memahami , menjelaskan kembali mengenai pola hubungan pusat dan daerah pada saat berlakunya UU No.5 Tahu 1974 2. Pokok-pokok bahasan: a. TAP MPR-Republik Indonesia No. IV/MPR/1973. b. Pemerintahan di daerah berdasarkan UU No. 5 Tahun 1974. 3. Penjelasan Pokok-pokok bahasan: a. TAP MPR-Republik Indonesia No. IV/MPR/1973. Undang-undang No. 18 Tahun 1965 oleh pasal 2 UU No.6 tahun 1969 jo. Lampiran III dinyatakan tidak berlakunya itu ditetapkan pada saat UU yang menggantikannya mulai berlaku. Hal mi menimbulkan kesulitan dalam praktek penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Selain itu baik UU No. 18 tahun 1965 maupun Tap MPRS No. XVI/MPRS/1966 menganut otonomi yang seluas-luasnya. Sementara itu Pemilihan Umum yang diagendakan selambat-lambatnya diselenggarakan pada tanggal 3 Juli 1971. keanggotaan MPR hasil pemilu diresmikan pada tanggal 1 Universitas Gadjah Mada
41
Oktober 1972, yang kemudian menyelenggarakan Sidang Umum tahun 1973, salah sam hasilnya adalah Tap. MPR-Republik Indonesia No. IV/MPR/1973. dalam Tap MPR mi mengenai kebijaksanaan yang kana ditempuh tentang pemerintahan di daerah telah digariskan, yang pada prinsipnya diarahkan pada pelaksanaan Otonomi Daerah yang nyata dan betanggungjawab yang dapat menjamin perkembangan pembangunan Daerah, dan dilaksanakan bersam-sama dengan dekonsentrasi. Maksudnya dalam UU yang menggantikan UU No. 18 tahun 1965, hams dianut dan dilaksanakan secara seimbang asas desentralisasi dan asas dekonsentrasi, disamping itu dianut dan dilaksanakan asas tugas pembantuan. Penggarisan inilah yang kemudian ternyata menjiwal UU No. 5 tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah yang menggantikan UU No. 18 tahun 1965 dan mulai berlaku pada tanggal diundangkan yaitu pada tanggal 23 Juli 19741.1 b. Pemerintahan di daerah berdasarkan UU No. 5 Tahun 1974. Dalam UU No. 5 Tahun 1974 diatur Pokok-pokok penyelenggaraan urusan pemerintahan berdasarkan asas desentralisasi asas dekonsentrasi dan asas tugas pembantuan di daerah. Adapun pokok-pokok pikiran UU No. 5 tahun 1974 mengenai halhaitersebut di atas adalah: 1. Di daerah terdapat 2 (dua) macam pemerintahan yaitu pemerintahan di daerah yang bersifat otonom dan pemerintahan di daerah yang berdifat administratif. 2. Dalam rangka peiaksanaan asas desentralisasi dibentuk dan disusun Daerah Otonom. 3. Dalam rangka pelaksanaan asas dekonsentrasi, wilayah negara kesatuan R I dibagi dalam wilayah-wilayah propinsi dan ibukota negara. Wiiayah Prpinsi dibagi-bagi dalam wilayah-wilayah kabupaten dan kotamadia. Wilayah kabupaten dan kotamadia dibagi dalam wiiayah-wilayah kecamatan. Apabila dipandang perlu sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangannya dalam wilayah kabupaten dapat dibentuk kota administratif. 4. Daerah otonom dipimpin oleh seorang kepala daerah. Wilayah Administratif dipimpin oieh seorang kepala wilayah. Kotamadia dipimpin oleh seorang walikotamadia. Kota administratif dipimpin oleh seorang walikota administratif atau walikota.
1
Soehino, Perkembangan Pemerintahan di Daerah, Penerbit, Liberty Yogyakarta, Edisi Pertama Cetakan Kelima, 1995, h. 110-146, dan Harsono, Pemerintahan Lokal dan Masa ke Masa, Liberty, Yogyakarta, 1992, hlm. 157.
Universitas Gadjah Mada
42
5. Perangkat Daerah Otonom adalah: a. Kepala daerah. b. DPRD. c. Wakil Kepala daerah d. Sekretaris Daerah e. Dinas Daerah f.
Badan Pertimbangan Daerah
g. Badan Perncana Pembangunan Daerah 6. Perangkat wiiayah Administratif adalah: a. Kepala Wiiayah b. Wakil Kepala Wilayah c. Sekretaris Wilayah d. Instansi Vertikal e. Inspektorat wilayah f.
BKPMD
g. Polisi Pamong Praja h. Pembantu Kepala Wilayah.
Universitas Gadjah Mada
43
Bahan Ajar Mata Kuliah
:
Hukum Tata Negara
Topik
:
Hubungan Pusat dan Daerah
Bobot SKS
:
4 SKS
Pengajar (Tim)
:
Soehino, S.H., Harsono, S.H., Sardjuki, S.H., M.H., Joko Setiono, S.H., M.Hum., Aminoto, S.H., M.Hum., Enny Nurbaningsih, S.H., M.Hum., Andy Omara, S.H., Andi Sandi Ant.T.T., S.H., Denny Indrayana,S.H.,.LL.M.
Jumlah Tatap Muka
:
30 (tiga puluh)
Deskripsi Singkat
:
Dalam mata kuliah ini akan membicarakan tentang negara dalam pengertian konkrit, dibahas pula sumber hukum dan asas-asas hukum tatanegara, sejarah ketatanegaraan, wilayah negara, susunan organisasi negara, hubungan pusat dan daerah, kewarganegaraan serta hak asasi manusia. Kuliah ini akan sangat bermanfaat bagi para mahasiswa
untuk
mengetahui
dasar
ketatanegaraan
Indonesia berdasarkan perspektif teori dan juga perpektif historis. Tujuan Instr. Umum
:
Setelah
menyelesaikan
kuliah
ini
mahasiswa
dapat
menjelaskan tentang pengertian-pengertian yang digunakan dalam pola hubungan pusat dan daerah. Tatap Muka ke-20 1. Setelah mahasiswa menerima perkuliahan pada tatap muka ke-20 mi, diharapkan mahasiswa dapat memahami, menjelaskan kembali pengertianpengertian yang sering digunakan dalam pola hubungan pusat dan daerah serta proyek percontohan otonomi daerah. 2. Pokok-pokok bahasan: a. Pengawasan. b. Tugas Pembantuan. c. Pendapatan Daerah d. Peraturan Daerah e. Status Karesidenan, Kawedanan dan Kecamatan setelahberlakunya UU No. 5 tahun 1974 f.
Pemerintahan Desa.
g. Proyek Percontohan Daerah Otonom. Universitas Gadjah Mada
44
3. Penjelasan Pokok-pokok bahasan: a. Pengawasan. Hubungan antara Pemerintah Daerah Tingkat II dengan Pemerintah Daerah Tingkat I dan Pemerintah Pusat merupakan hubungan bawahan dengan atasan seperti halnya hubungan Pemerintah Wilayah dengan Pemerintah Pusat. Maka dibentukmpengawasan, yaitu pengawasan umum, pengawasan preventif, dan pengawasan represif. b. Tugas Pembantuan adalah tugas untuk turut serta dalam melaksanakan urusan pemerintahan yang ditugaskan kepada Pemerintah Daerah oleh Pemerintah Pusat
atau
Pemerintahan
Daerah
Tingkat
atasnya
dengan
kewajiban
mempertanggungjawabkan kepada yang menugaskannya. c. Pendapatan Daerah Agar Daerah Otonom dapat mengatur dan mengurus urusan rumah tangganya sendiri dengan baik maka kepadanya perlu diberikan sumbersumber pembiayaan yang cukup. Disamping itu daerah otonom diwajibkan untuk mengganti
segala
sumber
keuangannya
sendiri
berdasarkan
peraturan
perundangundangan yang berlaku. d. Peraturan Daerah. Dalam rangka mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri baik daerah otonom tingkat I maupun daerah otonom II dapat membuat peraturan daerah. Yang menetapkan peraturan daerah adalah kepala daerah dengan persetujuan DPRD. Disamping itu kepala daerah dapat menetapkan Keputusan Kepala Daerah untuk melaksanakan peraturan daerah atau urusanurusan dalam rangka tugas pembantuan. Adapun sumber pendapatan daerah otonom adalah sebagaimana disebutkan dalam ketentuan pasal 55 e. Status Karesidenan, Kawedanan dan Kecamatan setelah berlakunya UU No. 5 tahun 1974. 1. Status Keresidenan dan Kawedanan. Pemerintahan pamong praja teiah dihapuskan berdasarkan UU No.50 tahun 1963 sedang keresidenan dan kawedanan dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden No. 22 tahun 1963 tentang Penghapusan Keresidenan dan Kawedanan. Dengan telah beriakunyan UU No. 18 tahun 1965 tentang Kedudukan dan Tugas Para Pembantu Penghubung Kepala Daerah Tingkat I, II. 2. Status kecamatan. Dengan “dihidupkan kembali” pemerintah pamong praja dan kecamatan dijadikan wiiayah administratif yang terendah yang dipimpin oleh seorang kepala wilayah yaitu camat, maka wewenang, tugas, dan kewajiban kepala wilayah sebagaimana ditetapkan dalam pasal 181 UU No. 6
Universitas Gadjah Mada
45
Tahun 1974 beriaku juga bagi camat. Seianjutnya perhatikan ketentuan pasal 92 huruf e Aturan Peralihan UU NO. 5 tahun 1974. f.
Pemerintahan Desa diatur dalam UU No. 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa.
g. Proyek Percontohan Otonomi Daerah. Untuk segera terselenggarakannya otonomi daerah dengan titik berat pada daerah
tingkat
Ii,
telah
dikeluarkan
PP No.
45
tahun
1992 tentang
Penyelenggaraan Otonomi Daerah dengan titik Berat Pada tingkat II, sedangkan untuk mengatasi permasalahan dan kendala dalam pelaksanaan pemberian otonomi pada daerah tingkat II telah melakukan terobosan-terobosan dengan mengadakan uji coba pada 26 Daerah tingkat II sebagai Proyek Percontohan berdasarkan KEPMENDAGRI No. 105 tahun 1994 tentang Pelaksanaan Percontohan Otonomi Daerah pada Daerah Tingakt II. Proyek tersebut dilaksanakan selama 2 tahun, 25 April 995 - 25 April 1997. Kemudian diikuit dengan langkah-langkah selanjutnya. Untuk keperluan tersebut dikeluarkan KEPMENDAGRI No. 178 tahun 1996 tentang Percontohan Otonomi Daerah pada Kabupaten/kotamadia Daerah Tingkat II. Dimaksud dengan Proyek Percontohan adalah kegiatan pengembangan dan pemantapan pelaksanaan otonomi daerah pada daerah tingkat II yang meliputi penataan/pengembangan urusan otonomi daerah, personil sumber pembiayaan dan kelembagaan. Secara umum peiaksanan proyek percontohan otonomi daerah yang telah dilaksanakan dalam dua tahap, yaitu 25 April 1995 - 25 April 1997 dan 25 April 1997 - 25 April 1999, hasilnya tidak sebagaimana yang diharapkan. Bahkan ada yang berpendapat justru memberatkan keuangan daerah tingkat II.
Universitas Gadjah Mada
46
Bahan Ajar Mata Kuliah
:
Hukum Tata Negara
Topik
:
Hubungan Pusat dan Daerah
Bobot SKS
:
4 SKS
Pengajar (Tim)
:
Soehino, S.H., Harsono, S.H., Sardjuki, S.H., M.H., Joko Setiono, S.H., M.Hum., Aminoto, S.H., M.Hum., Enny Nurbaningsih, S.H., M.Hum., Andy Omara, S.H., Andi Sandi Ant.T.T, S.H., Denny Indrayana,S.H., LL.M.
Jumlah Tatap Muka
:
30 (tiga puluh)
Deskripsi Singkat
:
Dalam mata kuliah ini akan membicarakan tentang negara dalam pengertian konkrit, dibahas pula sumber hukum dan asas-asas hukum tatanegara, sejarah ketatanegaraan, wilayah negara, susunan organisasi negara, hubungan pusat dan daerah, kewarganegaraan serta hak asasi manusia. Kuliah ini akan sangat bermanfaat bagi para mahasiswa
untuk
mengetahui
dasar
ketatanegaraan
indonesia berdasarkan perspektif teori dan juga perpektif historis. Tujuan Instr. Umum
:
Setelah
menyelesaikan
kuliah
ini
mahasiswa
dapat
menjelaskan tentang pola hubungan pusat dan daerah yang pernah dan yang berlaku di Indonesia Tatap Muka ke-21 1. Setelah mahasiswa menerima perkuliahan pada tatap muka ke-21 ini, diharapkan mahasiswa dapat memahami, menjelaskan kembali pola hubungan pusat dan daerah setelah gerakan reformasi. 2. Pokok-pokok bahasan: a. Tap MPR.-Republik Indonesia No. XV/MPR/1998 b. UU No. 22 tahun 1999 c. Perbandingan antara UU No. 22 tahun 1999 dengan UU No. 5 Tahun 1974. 3. Penjelasan Pokok-pokok bahasan: a. Tap MPR.-Republik Indonesia No. XV/MPR/1998 Pelaksanaan prinsip otonomi daerah yang nyata dan bertanggungjawab dan peletakan titik berat otonomi daerah pada daerah tingkat II sebagaimana dikehendakai oleh UU No. 5 tahun 1974 jo. Tap. MPR No. IV/MPR/1973 sejak tahun 1974 hingga memasuki tahun 1992 ternyata tidak dapat dilaksanakannya proyek Percontohan Otonomi daerah sampai dua kali tahapan, yaitu 25 April 1995 - 25 April Universitas Gadjah Mada
47
1997 dan 25 April 1997 - 25 April 1999. kedua tahapan pelaksanaan proyek percontohan otonomi daerah tersebut tingkat keberhasilannya telah dievaluasi oleh suatu tim yang berwenang, namun hasil evaluasinya hingga saat ini belum diumumkan atau diberitahukan kepada daerah tingkat II yang bersangkutan. Bahkan kedahuluan oleh pandangan MPR sebagaimana dikonstatsidalam konsideran bagian menimbang , huruf c Tap MPR No. XV/MPR/1998 sebgai berikut: “bahwa penyelenggaraan otonomi daerah pengaturan, pembagian dan pemanfaatan sumber daya nasional serta perimbangan keuangan antara pusat dan daerah belum dilaksanakan secara proporsional sesuai dengan prinsipprinsip demokrasi, keadilan dan pemerataan.” Hal inilah yang antara lain melatarbelakangi ditetapkannya Tap. MPR No. XV/MPR/1998 tersebut yang pada pasal 1 nya menentukan :“Penyelenggaraan otonomi
daerah
dengan
memberikan
kewenangan
yang
luas,
nyata
dan
bertanggungjawab di daerah secara proprosional diwujudkan dengan pengaturan pembagian dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan serta perimbangan keuangan antara pusat dan daerah.” Selanjutnya dalam pasal 7 ditentukan bahwa :“ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ketetapan mi diatur lebih lanjut dengan Undang-undang”. Undang-undang sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 tersebut yang telah dibentuk antara lain: 1. UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, dan 2. UU No. 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Dengan demikian isi dan jiwa serta semangat Tap. MPR No. XV/MPR/1998 tersebut menunjang kelancaran pelaksanaan pemberian otonomi daerah oleh Pemerintah Pusat, dan hal ini akan nampak dalam UU No. 22 tahun 1999 dan UU No. 25 tahun 1999. b. UU No. 22 tahun 1999 Secara yuridis formal, baik Tap MPR No.XV/MPR/1998 maupun UU No. 22 tahun 1999 adalah baik, dalam arti akan memberikan kewenangan yang luas, namun bertanggungjawab kepada daerah. Tetapi secara substansial UU No. 22 tahun 1999 ibarat cek kosong, dalam arti bahwa UU No. 22 tahun 1999 yang memuat 134 pasal, namun ternyata terdapt 30 pasal yang mendelegasikan kewenangan pengaturan lebih lanjut kepada peraturan perundang-undanganan lain yang tingkat dan derajatnya lebih rendah. Dengan demikian untuk dalam mengimplementasikannya masih memerlukan pengaturan Iebih lanjut, baik dengan UU maupun dengan peraturan lain. UU maupun peraturan lain sebagaimana dimaksud di atas dapat Universitas Gadjah Mada
48
diintervensi makna, maksud, jiwa dan semangat UU No.22 tahun 1999, karena pelaksanaan secara efektif UU No. 22 tahun 1999 tersebut masih hams menunggu 2 (dua) tahuk kedepan, terlebih UU dan peraturan lain tersebut akan dibentuk oleh badan pembentuk UU dan Peraturan baru, sedangakan keadaan, kebutuhan dan kernarnpuan daerah telah berkembang sedemikian rupa. Lagi pula mengapa DESA termasuk diatur dalam UU No. 22 tahun 1999. c. Perbandingan antara UU No. 22 tahun 1999 dengan UU No. 5 Tahun 1974. Secara yuridis formal memang UU No. 22 tahun 1999 lebih maju apabila dibandingkan dengan UU No. 5 tahun 1974. namun yang penting bukanlah hal ini melainkan semangat para penyelenggara pemerintah di daerah*.
Universitas Gadjah Mada
49
BAHAN AJAR Mata Kuliah
:
Hukum Tata Negara
Topik
:
Kewarganegaraan
Bobot SKS
:
4 SKS
Pengajar (Tim)
:
Soehino, S.H., Harsono, S.H., Sardjuki, S.H., M.H., Joko Setiono, S.H., M.Hum., Aminoto, S.H., M.Hum., Enny Nurbaningsih, S.H., M.Hum., Andy Omara, S.H.
Jumlah Tatap Muka
:
30 (tiga puluh)
Deskripsi Singkat
:
Dalam mata kuliah ini akan membicarakan tentang negara dalam pengertian konkrit, dibahas pula sumber hukum dan asas-asas hukum tatanegara, sejarah ketatanegaraan, wilayah negara, susunan organisasi negara, hubungan pusat dan daerah, kewarganegaraan serta hak asasi manusia. Kuliah ini akan sangat bermanfaat bagi para mahasiswa
untuk
mengetahui
dasar
ketatanegaraan
indonesia berdasarkan perspektif teori dan juga perpektif historis. Tujuan Instr. Umum
:
Setelah
menyelesaikan
kuliah
ini
mahasiswa
dapat
menjelaskan tentang kewarganegaraan. Tatap Muka ke-22 1.
Setelah mahasiswa menerima perkuliah pada tatap muka ke-22 in diharapkan mahasiswa dapat memahami, menjelaskan kembali serta dapat menghayatinya.
2.
Pokok-pokok bahasan: a. Pengaruh Konfigursi Politik terhadap karakter Produk Hukum di Indonesia. b. Implementasi Peraturan Perundang-undangan tentang Pemeritnah Daerah dalam Praktek Penyelenggaraan Pemerintah Daerah.
3.
Penjelasan Pokok-pokok bahasan: Peraturan tentang pemerintah di daerah telah mengalami beberapa kali pergantian. Hal mi berarti bahwa baik sistem pengaturannya maupun prinsip otonomi daerah yang dianutnya juga mengalami pergantian. Semuanya itu dilatarbelakangai, dipengaruhi, dan bahkan ditentukan karakter produk hukum, atau produk perundang-undangan di Indonesia, khususnya dalam hal ini di bidang pemerintahan daerah. Dalam hukum kenegaraan dikenal adanya konfigurasi politik yang non demokratik dan atau konfigurasi politik yang non otoriter, yang apabila boleh dipinjam istilah Maurice Duverger disebut konfigurasi politik yang oligarkhis. Sementara itu karakter produk hukum dapat dibedakan menjadi karakter produk hukum yang responsif dan karakter Universitas Gadjah Mada
50
produk hukum yang konservatif. Apabila hal tersebut dilihat dan segi sistem demokrasi yang dianut dan dilaksanakan di negara RI, maka hal tersebut berkembang dalam 5 (lima) periode, yaitu: 1. 18 Agustus 1945 - 14 November 1945, demokrasi konstitusional. 2. 14 November 1945 - 5Juli 1959, demokrasi liberal. 3. 5 Juli 1959 - 21 Mei 1968, demokrasi terpimpin 4. 21 Maret 1968 - 21 Mei 1998, demokrasi Pancasila, dan 5. 21 Mei 1998 - sekarang, demokrasi reformasi. Secara umum dapat dikatakan bahwa konfigurasi politik yang demokratik selalu lahir dan berkembang silih berganti dengan konfigurasi politik yang otoriter, dalam arti bahwa kedua unsur konfigurasi politik saling desak-mendesak, unsur yang mana yang dominan itulah yang menentukan eksisnya konfigurasi politik yang memiliki unsurunsur tersebut. Dengan demikian konfigurasi politik yang murni demokratik atau yang murni otoriter itu tidak ada, yang ada adalah konfigurasi politik campuran atau peralihan. Pengaruh konfigurasi politik sebagaimana disebutkan di atas dapat dilihat dengan jalan dalam karakter: 1.
UU No. 22 Tahun 1948
2.
UU No. 1 Tahun 1957
3.
UU No. 18 Tahun 1965
4.
UU No 19 Tahun 1965
5.
Tap. MPR No. IV/MPR/1998
6.
UU No. 5 Tahun 1974
7.
Tap MPR No. XV/MPR/1998
8.
UU NO. 22 Tahun 1999, dan
9.
UU No. 25 Tahun 1999. Upaya pembentukan hukum yang responsif harus disertai upaya demokratisasi dalam kehidupan politik, karena karakter setiap produk hukum itu merupakan refleksi dan konfigurasi politik yang meiahirkannya. Peranan eksekutif yang sangat besar dalam pembentukan UU, atau dalam kewenangannya untuk menetapkan berbagai peraturan pelaksanaan UU membuka kemungkinan bagi lahirnya berbagai peraturan perundang-undangan yang lebih merefleksikan visi politik pemerintah/eksekutif yang secara hierakhis tingkat satu dan atau derajatnya lebih tinggi.
Universitas Gadjah Mada
51
BAHAN AJAR Mata Kuliah
:
Hukum Tata Negara
Topik
:
Kewarganegaraan
Bobot SKS
:
4 SKS
Pengajar (Tim)
:
Soehino, S.H., Harsono, S.H., Sardjuki, S.H., M.H., Joko Setiono, S.H., M.Hum., Aminoto, S.H., M.Hum., Enny Nurbaningsih, S.H., M.Hum., Andy Omara, S.H., Andi Sandi Ant.T.T., S.H., Denny Indrayana,S.H., LL.M.
Jumlah Tatap Muka
:
30 (tiga puluh)
Deskripsi Singkat
:
Dalam mata kuliah ini akan membicarakan tentang negara dalam pengertian konkrit, dibahas pula sumber hukum dan asas-asas hukum tatanegara, sejarah ketatanegaraan, wilayah negara, susunan organisasi negara, hubungan pusat dan daerah, kewarganegaraan serta hak asasi manusia. Kuliah ini akan sangat bermanfaat bagi para mahasiswa
untuk
mengetahui
dasar
ketatanegaraan
indonesia berdasarkan perspektif teori dan juga perpektif historis. Tujuan Instr. Umum
:
Setelah
menyelesaikan
kuliah
ini
mahasiswa
dapat
menjelaskan tentang Kewarganegaraan. Tatap Muka ke-23 1. Setelah mahasiswa menerima perkuliah pada tatap muka ke-23 ini, diharapkan mahasiswa dapat memahami, menjelaskan kembali beberapa pengertian tentang kewarganegaraan. 2. Pokok-pokok bahasan: a. Warganegara, rakyat dan bangsa. b. lus sanguisi dan ius soli c. Apatride dan Bipatride d. Stelsel Pasif dan Stelsel aktif e. Hak Opsi dan Hak repudasi. 3. Penjelasan Pokok-pokok bahasan: a. Warganegara, rakyat dan bangsa. Warganegara adalah pendukung negara. Pengertian rakyat dilawakan dengan penguasa. Sedang bangsa adalah pengertian jenis, yaitu ada jenis bangsa Indonesia, Jepang, Cina dan sebagainya. Universitas Gadjah Mada
52
b. lus sanguisi dan ius soli. Menurut lus Sanguinis seseorang adalah warga negara jika di lahirkan dan orang tua warga negara, sedang menurut ius soli seseorang yang dilahirkan dalam wilayah suatu negara adalah warga negara dan negara tersebut. c. Apatride dan Bipatride. Apatride adalah kedudukan seseorang yang tanpa kewarganegaraan ialah orang yang tanpa kewarganegaraan, sedang bipartride kedudukan seseorang yang dua kewarganegaraannya. Baik apatride dan maupun bipatride dipandang sebagai hal yang buruk yang harus dihindari. d. Stelsel Pasif dan Stelsel aktif. Stelsel Pasif dalam memperoleh kewarganegaraannya ialah orang tanpa melakukan perbuatann hukum tertentu dapat memperoleh kewarganegaraan. Sedang stelesel aktif dalam memperoleh kewarganegaraan ialah orang dengan melaksanakan perbuatan hukum tertentudapat memperoleh kewarganegaraan. e. Hak Opsi dan Hak repudasi. Hak opsi ialah hak untuk memilih kewarganegaraan sedang hak repudiasi ialah hak untuk menolak kewarganegaraan. Hak opsi terdapat dalam stelsel aktif, sedang hak repudiasi terdapat dalam stelsel pasif.
Universitas Gadjah Mada
53
BAHAN AJAR Mata Kuliah
:
Hukum Tata Negara
Topik
:
Kewarganegaraan
Bobot SKS
:
4 SKS
Pengajar (Tim)
:
Soehino, S.H., Harsono, S.H., Sardjuki, S.H., M.H., Joko Setiono, S.H., M.Hum., Aminoto, S.H., M.Hum., Enny Nurbaningsih, S.H., M.Hum., Andy Omara, S.H., Andi Sandi Ant.T.T., S.H., Denny Indrayana,S.H., LL.M.
Jumlah Tatap Muka
:
30 (tiga puluh)
Deskripsi Singkat
:
Dalam mata kuliah ini akan membicarakan tentang negara dalam pengertian konkrit, dibahas pula sumber hukum dan asas-asas hukum tatanegara, sejarah ketatanegaraan, wilayah negara, susunan organisasi negara, hubungan pusat dan daerah, kewarganegaraan serta hak asasi manusia. Kuliah ini akan sangat bermanfaat bagi para mahasiswa
untuk
mengetahui
dasar
ketatanegaraan
indonesia berdasarkan perspektif teori dan juga perpektif historis. Tujuan Instr. Umum
:
Setelah
menyelesaikan
kuliah
ini
mahasiswa
dapat
menjelaskan tentang kewarganegaraan. Tatap Muka ke-24 1. Setelah mahasiswa menerima perkuliah pada tatap muka ke-24 ini, mahasiswa diharapkan dapat memahami dan menguraikan kembali garis besar perkembangan peraturan perundangan kewarganegaraan di Indonesia. 2. Pokok-pokok bahasan: a. Pentingnya peraturan perundangan kewarganegaraan masa silam. b. Peraturan perundangan kewarganegaraan di Indonesia. 3. Penjelasan Pokok-pokok bahasan: a. Pentingnya peraturan perundangan kewarganegaraan masa silam. Meskipun peraturan perundangan kewarganegaraan masa silam kini sudah tidak berlaku, namun kini masih untuk menentukan kewarganegaraan Indonesia, sebab adanya ketentuan dalam pasal la UU No. 62 tahun 1958 yang terkait dengan pasal 144 UUDS dan Persetujuan Perihal Pembagian Warganegara antara RIS dengan Kerajaan Belanda serta peundangundangan RI.\ Universitas Gadjah Mada
54
b. Peraturan perundangan kewarganegaraan di Indonesia. Peraturan perundang-undangan kewrganegaraan yang penting di Indonesia yang penting berturut-turut adalah Wet 12 Desember 1892, Wet 10 Februari 1910, pasal 29 UUD 1945, UU No. 3 Tahun 1946, Pasal 5 ayat (1) Konstitusi RIS dan Pasal 144 konstitusi RIS, persetujuan Perihal Pembagian Warganegara antarra RIS dengan Kerajaan Belanda Pasal 5 ayat (1) UUDS dan pasal 144 UUDS, UU No. 2 Tahun 1958, UU No. 62 Tahun 1958, Pasal 26 UUD 1945 , Pasal Ii Aturan Peralihan UUD 1945, UU No. 4 Tahun 1969 dan UU No. 3 Tahun 1976.
Universitas Gadjah Mada
55
BAHAN AJAR Mata Kuliah
:
Hukum Tata Negara
Topik
:
Kewarganegaraan
Bobot SKS
:
4 SKS
Pengajar (Tim)
:
Soehino, S.H., Harsono, S.H., Sardjuki, S.H., M.H., Joko Setiono, S.H., M.Hum., Aminoto, SJ-L, M.Hum., Enny Nurbaningsih, S.H., M.Hum., Andy Omara, S.H.
Jumlah Tatap Muka
:
30 (tiga puluh)
Deskripsi Singkat
:
Dalam mata kuliah ini akan membicarakan tentang negara dalam pengertian konkrit, dibahas pula sumber hukum dan asas-asas hukum tatanegara, sejarah ketatanegaraan, wiiayah negara, susunan organisasi negara, hubungan pusat dan daerah, kewarganegaraan serta hak asasi manusia. Kuliah ini akan sangat bermanfaat bagi para mahasiswa
untuk
mengetahui
dasar
ketatanegaraan
indonesia berdasarkan perspektif teori dan juga perpektif historis. Tujuan Instr. Umum
:
Seteiah
menyelesaikan
kuliah
ini
mahasiswa
dapat
menjelaskan tentang pengantar hukum tata negara, sistem pemerintah pusat, sistem pemerintah daerah, dan hukum kewarganegaraan. Tatap Muka ke-25 1. Setelah mahasiswa menerima perkuliah pada tatap muka ke-25, mahasiswa diharapkan dapat memahami dan menguraikan kembali peraturan kewarganegaraan Belanda berdasarkan Wet 12 Desember 1892. 2. Pokok-pokok bahasan: a. Akibat berlakunya Wet 12 Desember 1892 b. Cara-cara memperoleh kewarganegaraan c. Cara-cara kehilangan kewrganeg-araan 3. Penjelasan Pokok-pokok bahasan: a. Akibat berlakunya Wet 12 Desember 1892 Dengan beriakunya wet 12 desember 1892 orang-orang pribumi menjadi tidakmenetu status kewarganegaraannya. Untuk mengatasinya dikeluarkan wet 10 Februari 1910 tentang Kekaulanegaraan Belanda yang bukan orang Belanda. Universitas Gadjah Mada
56
b. Cara-cara memperoleh kewarganegaraan Cara-cara
memperoleh
kewarganegaraan
Belanda
dengan
jalan
kelahiran,
naturalisasi dan perkawinan. Wet ini mengutamakan ius sanguinis dengan tidak mengabaikan ius soli. c. Cara-cara kehilangan kewarganegaraan Cara-cara kehilangan kewarganegaraan Belanda dengan jalannaturalisasi, dengan pernyataan Raja memiiih salah satu kewaganegaraan yang dimilikinya sedangkan kewarganegaraan rangkap yang dimilikinya diperoleh tanpa pernyataan pernyataan tegas dan yang bersangkutan, memperoleh kewarganegaraan asing atas kemauan.
Universitas Gadjah Mada
57
BAHAN AJAR Mata Kuliah
:
Hukum Tata Negara
Topik
:
Kewarganegaraan
Bobot SKS
:
4 SKS
Pengajar (Tim)
:
Soehino, S.H., Harsono, S.H., Sardjuki, S.H., M.H., Joko Setiono, S.H., M.Hum., Aminoto, S.H., M.Hum., Enny Nurbaningsih, S.H., M.Hum., Andy Omara, S.H.
Jumlah Tatap Muka
:
30 (tiga puluh)
Deskripsi Singkat
:
Dalam mata kuliah ini akan membicarakan tentang negara dalam pengertian konkrit, dibahas pula sumber hukum dan asas-asas hukum tatanegara, sejarah ketatanegaraan, wilayah negara, susunan organisasi negara, hubungan pusat dan daerah, kewarganegaraan serta hak asasi manusia. Kuliah ini akan sangat bermanfaat bagi para mahasiswa
untuk
mengetahui
dasar
ketatanegaraan
indonesia berdasarkan perspektif teori dan juga perpektif historis. Tujuan Instr. Umum
:
Setelah
menyelesaikan
kuliah
ini
mahasiswa
dapat
menjelaskan tentang pengantar hukum tata negara, sistem pemerintah pusat, sistem pemerintah daerah, dan hukum kewarganegaraan. Tatap Muka ke-25 1. Setelah mahasiswa menerima perkuliah pada tatap muka ke-25, mahasiswa diharapkan dapat memahami dan menguraikan kembali peraturan kewarganegaraan Belanda berdasarkan Wet 12 Desember 1892. 2. Pokok-pokok bahasan: a. Akibat berlakunya Wet 12 Desember 1892 b. Cara-cara memperoleh kewarganegaraan c. Cara-cara kehilangan kewrganegaraan 3. Penjelasan Pokok-pokok bahasan: a. Akibat berlakunya Wet 12 Desember 1892 Dengan berlakunya wet 12 desember 1892 orang-orang pribumi menjadi tidak menentu status kewarganegaraannya. Untuk mengatasinya dikeluarkan wet 10 Februari 1910 tentang Kekaulanegaraan Belanda yang bukan orang Belanda. Universitas Gadjah Mada
58
b. Cara-cara memperoleh kewarganegaraan Cara-cara
memperoleh
kewarganegaraan
Belanda
dengan
jalan
kelahiran,
naturalisasi dan perkawinan. Wet ini mengutamakan ius sanguinis dengan tidak mengabaikan ius soli. c. Cara-cara kehilangan kewarganegaraan Cara-cara kehilangan kewarganegaraan Belanda dengan jalannaturalisasi, dengan pernyataan Raja memiiih salah satu kewaganegaraan yang dimilikinya sedangkan kewarganegaraan rangkap yang dimilikinya diperoieh tanpa pernyataan pernyataan tegas dan yang bersangkutan, memperoleh kewarganegaraan asing atas kemauan sendiri, memasuki angkatan perang atau dinas negara asing tanpa izin Raja, bertempat tinggal di luar wilayah kerajaan, dan di luar wilayah Republik Indonesia selama 10 tahun berturut-turut dengan ada tugas resmi (penambahan oleh Ned.Stb.1951,No.593).
Universitas Gadjah Mada
59
BAHAN AJAR Mata Kuliah
:
Hukum Tata Negara
Topik
:
Kewarganegaraan
Bobot SKS
:
4 SKS
Pengajar (Tim)
:
Soehino, S.H., Harsono, S.H., Sardjuki, S.H., M.H., Joko Setiono, S.H., M.Hum., Aminoto, S.H., M.Hum., Enny Nurbaningsih, S.H., M.Hum., Andy Omara, S.H., Andi Sandi Ant.T.T., S.H., Denny Indrayana, S.H., LL.M.
Jumlah Tatap Muka
:
30 (tiga puluh)
Deskripsi Singkat
:
Dalam mata kuliah ini akan membicarakan tentang negara dalam pengertian konkrit, dibahas pula sumber hukum dan asas-asas hukum tatanegara, sejarah ketatanegaraan, wilayah negara, susunan organisasi negara, hubungan pusat dan daerah, kewarganegaraan serta hak asasi manusia. Kuliah ini akan sangat bermanfaat bagi para mahasiswa
untuk
mengetahui
dasar
ketatanegaraan
indonesia berdasarkan perspektif teori dan juga perpektif historis. Tujuan Instr. Umum
:
Setelah
menyelesaikan
kuliah
ini
mahasiswa
dapat
menjelaskan tentang kewarganegaraan. Tatap Muka ke-26 1. Setelah mahasiswa menerima perkuliah pada tatap muka ke-26, mahasiswa diharapkan dapat memahami dan menguraikan kembali peraturan kekaulanegaraan Belanda berdasarkan Wet 10 Februari 1910. 2. Pokok-pokok bahasan: a. Cara-cara memperoleh kekaulanegaraan b. Cara-cara kehilangan kekaulanegaraan. 3. Penjelasan Pokok-pokok bahasan: a. Cara-cara memperoleh kekaulanegaraan Belanda. Cara-cara memperoleh kekaulanegaraan Belanda yang bukan orang Belanda yaitu dengan jalan kelahirn dengan jalan bertempat tinggal/menetap dan dengan jalan perkawinan. Wet ini mengutamakn ius sloi dengan tidak mengabaikan ius sanguinis. b. Cara-cara kehilangan kekaulanegaraan Belanda. Cara-cara
kehilangan
kekaulanegaraan
Belanda
yaitu
karena
memperoleh
kewarganegaran lain dengan jalan naturalisasi, karena melangsungkan perkawinan Universitas Gadjah Mada
60
dengan laki-laki yang tidak termasuk Pasa 1 (1), (2) dan (3) wet 10 Februari 1910, tanpa ijin Raja masuk atau dinas pemerintahan atau ketentaraan negara asing, karena kediamannya di negara asing.
Universitas Gadjah Mada
61
BAHAN AJAR Mata Kuliah
:
Hukum Tata Negara
Topik
:
Kewarganegaraan
Bobot SKS
:
4 SKS
Pengajar (Tim)
:
Soehino, S.H., Harsono, SR., Sardjuki, S.H., M.H., Joko Setiono, S.H., M.Hum., Aminoto, S.H., M.Hum., Enny Nurbaningsih, S.H., M.Hum., Andy Omara, S.H., Andi Sandi Ant.T.T., S.H., Denny Indrayana,S.H., LL.M.
Jumlah Tatap Muka
:
30 (tiga puluh)
Deskripsi Singkat
:
Dalam mata kuliah ini akan membicarakan tentang negara dalam pengertian konkrit, dibahas pula sumber hukum dan asas-asas hukum tatanegara, sejarah ketatanegaraan, wilayah negara, susunan organisasi negara, hubungan pusat dan daerah, kewarganegaraan serta hak asasi manusia. Kuliah ini akan sangat bermanfaat bagi para mahasiswa
untuk
mengetahui
dasar
ketatanegaraan
Indonesia berdasarkan perspektif teori dan juga perpektif historis. Tujuan Instr. Umum
:
Setelah
menyelesaikan
kuliah
ini
mahasiswa
dapat
menjelaskan tentang kewarganegaraan. Tatap Muka ke-27 1. Setelah mahasiswa menerima perkuliah pada tatap muka ke-27, mahasiswa diharapkan dapat memahami dan menguraikan kembali peraturan kewarganegaraan berdasarkan UUD 1945 kurun waktu II. 2. Pokok-pokok bahasan: a. Pasal 26 UUD 1945. b. UU No. 3 Tahun 1946. 3. Penjelasan Pokok-pokok bahasan: a. Pasal 26 UUD 1945 Pasal 26 UUD 1945 menentukan siapa warganegara Indonesia. Pasal tersebut menutamakan ius sanguinis1. b. UU No. 3 Tahun 1946 Undang-undang mengutamakan ius sanguinis sesuai dengan UUD 1945 mengenal ius soli, stelsel pasif, dan hak repuidasi. Universitas Gadjah Mada
62
Cara-cara memperoleh kewarganegaran dengan jalan kelahiran, stelsel pasif naturalsisasi, perkawinan, pengangkatan anak, dengan jalan turut serta ayah bunda. Cara-cara kehilangan kewarganegaraan karena mendapat kewarganegaraan dan neg’ara lain, karena dengan tidak mendapat izin lebih dahulu dan Presiden RI masuk menjadi prajurit atau pegawai negeri dan negara lain.
Universitas Gadjah Mada
63
BAHAN AJAR Mata Kuliah
:
Hukum Tata Negara
Topik
:
Kewarganegaraan
Bobot SKS
:
4 SKS
Pengajar (Tim)
:
Soehino, S.H., Harsono, S.H., Sardjuki, S.1-1., M.H., Joko Setiono, S.H., M.Hum., Aminoto, S.H., M.Hum., Enny Nurbaningsih, S.H., M.Hum., Andy Omara, S.H., Andi Sandi Ant.T.T., S.H., Denny Indrayana, S.H., LL.M,
Jumlah Tatap Muka
:
30 (tiga puluh)
Deskripsi Singkat
:
Dalam mata kuliah ini akan membicarakan tentang negara dalam pengertian konkrit, dibahas pula sumber hukum dan asas-asas hukum tatanegara, sejarah ketatanegaraan, wilayah negara, susunan organisasi negara, hubungan pusat dan daerah, kewarganegaraan serta hak asasi manusia. Kuliah ini akan sangat bermanfaat bagi para mahasiswa
untuk
mengetahui
dasar
ketatanegaraan
indonesia berdasarkan perspektif teori dan juga perpektif historis. Tujuan Instr. Umum
:
Setelah
menyelesaikan
kuliah
ini
mahasiswa
dapat
menjelaskan tentang kewarganegaraan. Tatap Muka ke-28 1. Setelah mahasiswa menerima perkuliah pada tatap muka ke-28, mahasiswa diharapkan dapat memahami dan menguraikan kembali pengaturan kewarganegaraan dimasa berlakunya Konstitusi RIS. (KRIS). 2. Pokok-pokok bahasan: a. Pasal 5 ayat (1) jo. Pasal 194 KRIS. b. Persetujuan perihal pembagian warga negara antara RIS dengan Kerajaan Belanda. c. Orang-orang yang tidak menentu status kewarganegaraannya. d. Masaiah dwikewarganegaraan orang-orang Cina 3. Penjelasan Pokok-pokok bahasan: a. Pasal 5 ayat (1) jo. Pasal 194 KRIS. Pasal 5 ayat (1) jo. Pasal 194 KRIS menghendaki adanya UU Kewarganegaraan, namu selama RIS UU itu belum dikeluarkan. Untuk mengatasinya digunakan Pasal 194 KRIS. Berdasarkan pasal tersebut orang-orang yang menurut Persetujuan Universitas Gadjah Mada
64
Perihal Pembagian Warga Negara antara RIS dan Kerajaan Belanda memperoleh kewarganegaraan Indonesia menjadi warga negara RIS’. b. Persetujuan perihal pembagian warga negara antara RIS dengan Kerajaan Belanda. Berdasarkan persetujuan perihal pembagman warga negara antara RIS dengan Kerajaan Belanda dan sebagian memperoleh kewarganegaraan RIS dengan menggunakan hak opsi dan hak repudiasi. c. Orang-orang yang tidak menentu status kewarganegaraannya. Pada masa berlakunya KRIS timbul orang-orang yang tidak menentu status kewarganegaraannya, yaitu orang-orang yang pada masa Republik Prokiamasi menggunakan kesempatan memperoleh kewarganegaraan Indonesia dengan jalan naturalisasi berdasarkan UU No. 3 Tahun 1946 dan anak-anak yang lahir sejak tanggal 27 Desember 1946 tidak disebut-sebut dalam Pasal 194 KRIS. Dan anakanak juga tidak menentu status kewarganegaraannya, karena wet yang mengatur tentang kekaulanegaraan Belanda hanya berlaku di Indonesia sampai tanggal 27 Desember 1949, sehingga anak-anak yang lahir pada tanggal tersebut bukan kaulanegara Belanda dan tidak turut dibagi3. d. Masalah dwikewarganegaraan orang-orang Cina orang-orang Cina kaulanegara Belanda yang turut dibagi berdasarkan Persetujuan Perihal Pembagian Warganegara antara RIS dan Kerajaan Blanda diklaim oleh Pemerintah RRC sebagai warganegaranya. Padahal orang-orang Cina tersebut telah teratasi oleh persetujuan Konsuler di Peking pada tahun 1911, jadi tidak lagi dwikewarganegaraan.
Universitas Gadjah Mada
65
BAHAN AJAR Mata Kuliah
:
Hukum Tata Negara
Topik
:
Kewarganegaraan
Bobot SKS
:
4 SKS
Pengajar (Tim)
:
Soehino, S.H., Harsono, S.H., Sardjuki, S.H., M.H., Joko Setiono, S.H., M.Hum., Aminoto, S.H., M.Hum., Enny Nurbaningsih, S.H., M.Hum., Andy Omara, S.H., Andi Sandi Ant.T.T., S.H., Denny Indrayana, S.H., LL.M.
Jumlah Tatap Muka
:
30 (tiga puluh)
Deskripsi Singkat
:
Dalam mata kuliah ini akan membicarakan tentang negara dalam pengertian konkrit, dibahas pula sumber hukum dan asas-asas hukum tatanegara, sejarah ketatanegaraan, wilayah negara, susunan organisasi negara, hubungan pusat dan daerah, kewarganegaraan serta hak asasi manusia. Kuliah ini akan sangat bermanfaat bagi para mahasiswa
untuk
mengetahui
dasar
ketatanegaraan
indonesia berdasarkan perspektif teori dan juga perpektif historis. Tujuan Instr. Umum
:
Setelah
menyelesaikan
kuliah
ini
mahasiswa
dapat
menjelaskan tentang kewarganegaraan. Tatap Muka ke-29 1. Setelah mahasiswa menerima perkuliah pada tatap muka ke-29, mahasiswa diharapkan dapat memahami dan menguraikan kembali pengaturan kewarganegaraan dimasa berlakunya UUDS dan dimasa berlakunya kembali UUD 1945. 2. Pokok-pokok bahasan: a. Pasal 5 ayat (1) jo. Pasal 144 UUDS. b. Persetujuan Perjanjian Antara RI dan RRC mengenai soal kedwikenegaraan. c. UU No. 62 Tahun 1958 tentang kedwikenegaraan RI. d. Pasal 26 ayat (1) jo. Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945. e. UU No. 4 Tahun 1969 f.
UU No.3 Tahun 1976
3. Penjelasan Pokok-pokok bahasan: a. Pasal 5 ayat (1) jo. Pasal 144 UUDS. Pasal 5 ayat (1) menghendaki adanya undang-undang kewarganegaraan. Undangundang tersebut barn keluar 8 tahun kemudian, yaitu dengan diundangkannya UU Universitas Gadjah Mada
66
No. 62 Tahun 9158 tentang kewarganegaraan RI. Sementara UU tersebut belum kelaur sebagai dasar penentu kewarganegaraan adalah pasal peralihan khusus mengenai kewarganegaraan, yaitu pasal 144 UUDS. b. Persetujuan Perjanjian Antara RI dan RRC mengenai soal kewarganegaraan. Yang terkena oleh persetujuan tersebut adalah orang-orang yang serempak warga negara RI dan RRC. Persetujuan tersebut dibagi dua, yaitu. Menyelesaikan masalah kedwikenegaraan yang sekarang ada dan mencegah timbulnya dwikenegaraan dimasa datang. c. UU No. 62 Tahun 1958 tentang kedwikenegaraan RI. Undang-undang ini merupakan undang-undang organik dan Pasal 5 ayat (1) UUDS 1950. Pada tahap pertama UU ini menentukan siapa yang menjadi warga negara RI pada saat mulai berlakunya UU tersebut. Menurut UU ada tujuh cara untuk mempeoleh kewarganegaraan, yaitu dengan cara kelahiran, pengangkatan, dikabulkannya pemohonan, pewarganegaraan, sebagai akibat dan perkawinan, karena turut ayah-ibunya, dan karena pernyataan. UU mi mengutamakan ius sanguinis, namun tidak mengabaikan ius soli untuk mencegah timbulnya apatride. UU mi mengatur cara-cara kehilangan kewarganegaraan sebagaimana tersebut dalam pasal 172. d. Pasal 26 ayat (1) jo. Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945. Dengan berlakunya kembali UUD 1945 mengenai kewarganegaraan berdasarkan lagi pada pasal 26 ayat (1) UUD 1945 yang menentukan siapa warga negara Indonesia dan menghendaki adanya UU yang mengatur kewarganegaraan. Sementara Uu tersebut belum keluar, berdasarkan Pasal II Aturan Peraliahan UUD 1945 masih berlaku UU yang ada. Dengan demikian berlaku terus UU No. 2 tahun 1958 dan UU No. 62 Tahun 1958. e. UU No. 4 Tahun 1969 Berhubung
ada
perlakuan
khusus
kepada
golongan
tertentu
mengenai
kewarganegaran dan terjadinya penagguhan diplomatik konsuler anatara RI dengan RRC yang menyulitkan pelaksanaan UU No. 2 Tahun 1958, maka demikepentingan nasional UU No. 2 Tahun 1958 dinyatakan tidak benlaku pada saat berlakunya UU No. 4 Tahun 1959k. f.
UU No.3 Tahun 1976 Dalam perjalanan UU No. 62 Tahun 1958 mengalami perubahn oleh UU No. 3 Tahun 1976 yaitu Perubahan Atas Pasal 18 UU No. 62 Tahun 1958. Perubahan tersebut berhubung dengan adanya konfrontasi dengan Irian Barat.
Universitas Gadjah Mada
67
BAHAN AJAR Mata Kuliah
:
Hukum Tata Negara
Topik
:
Hak Asasi Manusia (HAM)
Bobot SKS
:
4 SKS
Pengajar (Tim)
:
Prof. Soehino, S.H., Sardjuki, S.H., M.H., Joko Setiono, S.H., M. Fajrul Falaakh, S.H., M.Sc., M.A., Aminoto, S.H., M.Si., Enny Nurbaningsih, S.H., M.Hum., Andy Omara, S.H., Andi Sandi Ant. T.T., S.H., Denny Indrayana, S.H., LL.M.
Jumlah Tatap Muka
:
30 (tiga puluh)
Deskripsi Singkat
:
Dalam mata kuliah ini akan membicarakan tentang negara dalam pengertian konkrit, dibahas pula sumber hukum dan asas-asas hukum tatanegara, sejarah ketatanegaraan, wilayah negara, susunan organisasi negara, hubungan pusat dan daerah, kewarganegaraan serta hak asasi manusia. Kuliah ini akan sangat bermanfaat bagi para mahasiswa
untuk
mengetahui
dasar
ketatanegaraan
indonesia berdasarkan perspektif teori dan juga perpektif historis. Tujuan Instr. Umum
:
Setelah mahasiswa menerima perkuliahan pertama ini, mahasiswa diharapkan dapat memahami, menjelaskan kembali, serta menganalisis pengaturan dan sejarah HAM di Indonesia.
Tatap Muka ke-30 1. Setelah mahasiswa mendapat kuliah ini diharapkan dapat memahami dan menjelaskan kembali tentang pengaturan dan sejarah HAM di Indonesia. 2. Pokok-pokok Bahasan: a. Sejarah perkembangan HAM b. Perlindungan HAM dalam sistem Hukum Indonesia c. HAM menurut UUD 1945 d. HAM menurut peraturan perundang-undangan yang lain. 3. Penjelasan Pokok-pokok bahasan: a. Sejarah perkembangan HAM i.
Sebelum Universal Declaration of Human Rights 1948, telah ada pengakuan terhadap HAM, yaitu: Universitas Gadjah Mada
68
1. Magna Charta 1215 di Inggris 2. Bill of Rights 1689 di Inggris 3. Declaration des droitss de l’homme et du citoyen 1789 di Perancis 4. Bill of Rights 1789 di USA 5. The Four Freedom di awal perang dunis II yang dirumuskan oleh F.D. Roosevelt. b. Perlindungan HAM dalam sistem hukum indonesia. Perlindungan terhadap HAM di Indonesia banyak tersebar dalam peraturan perundang-undangan yang lain. Hal ini juga dikuatkan dengan dibentuknya Komisi Nasional Hak Asasi Manusia pada tahun 1993 sebagai salah satu pengawas terhadap pelaksanaan dan perlindungan HAM di Indonesia. c. HAM menurut UUD 1945 Sebelum diamandemen pengaturan tentang I-lAM sangat sedikit bila dibandingkan dengan Konstituti MS dan UUDS 1950, tetapi setelah diamandemen pengaturan tentang HAM dalam UUD 1945 dijadikan satu bab, yaitu Bab XA dengan judul Hak Asasi Manusia. d. HAM menurut peraturan perundang-undangan yang lain. Pengaturan HAM tidak hanya terdapat dalam UU tentang Peradilan HAM ataupun dalam UUD 1945, ataupun suatu peraturan perundang-undangan yang khusus mengatur tentang HAM, tetapi Pengaturan HAM dapat juga ditemukan dalam UU yang mengatur bidang lain, tetapi tetap memberikan perlindungan terhadap HAM, seperti pada UU No.41 tahun 1999 tentang Kehutanan. Hal mana disebutkan bahwa pemanfaatan dan pengelolaan suatu hutan juga harus melibatkan masyarakat. Hal ini berarti negara memberikan suatu hak untuk mendapat pekerjaan yang layak dalam pengelolaan hutan.
Universitas Gadjah Mada
69