Bag.I . HUBUNGAN SISTEM PEMASYARAKATAN DENGAN LEMBAGA PENEGAK HUKUM LAINNYA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA TERPADU
NO A 1
2
FOKUS PERMASALAHAN SARAN TINDAK PEMBARUAN Pelaksanaan Misi Pemasyarakatan dalam Sistem Peradilan Pidana Terpadu Konsep dan Misi Belum dipahaminya secara utuh konsep Direktorat Jenderal Pemasyarakatan dan misi Pemasyarakatan dalam Pemasyarakatan perlu bekerjanya sistem peradilan pidana mendorong adanya desk terpadu oleh lembaga penegak hukum khusus yang lainnya, sehingga menimbulkan dikoordinasikan oleh ketidakpaduan dalam bekerjanya Menteri Hukum dan Hak masing-masing sub sistem peradilan Asasi Manusia untuk pidana. melakukan sinkronisasi dan harmonisasi peraturan perundang-undangan maupun relasi lintas institusi yang terkait dengan bekerjanya sistem peradilan pidana.
Konfigurasi peraturan perundang-undangan terkait dengan bekerjanya sistem peradilan pidana terpadu
Ketentuan peraturan perundanga. undangan yang memuat peran dan fungsi Pemasyarakatan dalam sistem peradilan pidana di Indonesia belum memadai, khususnya dalam hal menjalin keterhubungan dan bagaimana mengelola kewenangan diantara sub
INDIKATOR KEBERHASILAN
RENCANA AKSI
Terbentuknya Desk Khusus Koordinasi Pelaksanaan Sistem Peradilan Pidana Terpadu, yang setidaknya terdiri dari unsur-unsur Mahkamah Agung Kepolisian RI, Kejaksaan Agung, KPK, Komnas HAM, dan Pemasyarakatan yang dikoordinasikan oleh Departemen Hukum dan HAM.
a. Pembentukan tim kerja Direktorat Jenderal Pemasyarakatan untuk menyusun disain dan tahapan pembentukan desk khusus Koordinasi Pelaksanaan Sistem Peradilan Pidana pada Departemen Hukum dan HAM.
Perbaikan peraturan a. perundang-undangan yang dapat menempatkan lembaga-lembaga penegak hukum sebagai kesatuan elemen dari sistem peradilan pidana
Adanya KUHP , KUHAP, dan UU Peradilan Pidana Anak baru yang dapat memantapkan peran masing-masing institusi seperti
b. Pembentukan tim lobi kebijakan Desk Khusus Koordinasi Pelaksanaan Sistem Peradilan Pidana dengan penanggung jawab pelaksanaannya oleh Bagian Umum Sekretariat Jenderal/ Sub Bagian Humas dan protokol untuk melakukan pendekatan, sosialisasi, dan dialog ditingkat Departemen Hukum dan HAM serta lintas lembaga penegak hukum. a. Direktorat Jenderal Pemasyarakatan membentuk tim kerja untuk melakukan analisa terhadap komplikasikomplikasi yang terdapat dalam hukum acara dan
JANGKA WAKTU PELAKSANAAN Jangka pendek (0 -2 tahun)
Jangka menengah (3 – 5 tahun)
1
yang terpadu, maka diperlukan penyempurnaan terhadap KUHP , KUHAP, dan UU tentang Pengadilan Anak sebagai prioritas kerja pembaharuan.
sistem-sub sistem peradilan pidana.
b.
c.
d.
Direktorat Jenderal Pemasyarakatan perlu mendorong gagasan adanya undang-undang tentang sistem peradilan pidana yang akan memberikan legitimasi yang kuat atas bekerjanya sistem, khususnya penguatan bagi sistem Pemasyarakatan.
Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan, dan Pemasyarakatan dalam suatu sistem peradilan pidana yang terpadu.
b.
b. Menyusun analisa, kertas kerja, maupun naskah akademis bagi rekomendasi perbaikan peraturan perundangundangan yang disampaikan sebagai pokok-pokok pikiran Direktorat Jenderal Pemasyarakatan kepada kalangan internal Departemen Hukum dan HAM. c. Tim kerja intensif melakukan komunikasi secara periodik dengan Ditjen Peraturan perundang-undangan Departemen Hukum dan HAM
Perlunya perubahan Undang-undang tentang Pemasyarakatan terkait dengan penguatan c. posisi Pemasyarakatan dalam sistem peradilan pidana; dan Peninjauan kembali terhadap pasal-pasal tertentu atas undangundang yang berpotensi untuk memidanakan orang dengan pidana penjara dan berimplikasi terhadap fenomena over kapasitas di Lembaga Pemasyarakatan (seperti Undang-undang Nomor
Adanya naskah akademik dan rancangan undangundang tentang sistem peradilan pidana terpadu.
hukum materiil.
d.
Tersusunya Perbaikan Naskah Akademik dan Rancangan Undangundang tentang Sistem Pemasyarakatan.
d. Tim kerja menginisiasi komunikasi dan mendorong berbagai pihak seperti Kepolisian, Kejaksaan, dan Mahkamah Agung untuk mulai menyiapkan undang-undang payung bagi bekerjanya sistem peradilan pidana terpadu.
Tersusunnya pokokpokok pikiran dan rekomendasi perbaikan terhadap berbagai undang-undang yang memiliki
2
http://www.djpp.depkumham.go.id
22 tahun 1997 tentang Narkotika dan Undangundang Nonor 5 tahun 1997 tentang Psikotropika serta undang-undang lainnya yang dapat memicu over kapasitas).
B 1
2
Petugas Pemasyarakatan dan Bekerjanya Administrasi Peradilan Pidana. Penguatan Peran Lembaga penegak hukum seperti Polisi, Direktorat Jenderal Pembimbing Jaksa, serta Hakim kurang memahami Pemasyarakatan perlu Kemasyarakatan signifikasi peran dari Pembimbing membentuk kelompok kerja dalam Sistem Kemasyarakatan serta mengabaikan untuk menyusun rancangan Peradilan Pidana peran dan fungsi Pembimbing dokumen kebijakan yang Kemasyarakatan dalam penanganan isinya adalah untuk perkara pidana terkait dengan anak yang mengarahkan UPT Balai bermasalah dengan hukum. Pemasyarakatan agar mendorong peran aktif Pembimbing Kemasyarakatn untuk terlibat dalam tahap pra adjudikasi, adjudikasi, dan post adjudikasi dalam proses pemeriksaan perkara pidana; Hubungan antara lembaga-lembaga yang termasuk bagian dari sistem peradilan pidana dalam bekerjanya administrasi peradilan pidana terpadu.
Hubungan antara lembaga-lembaga yang bernaung dalam sistem peradilan pidana cenderung tidak sinergis, dimana dalam pelaksanaan tugas masingmasing sub sistem tidak mempunyai acuan prosedur teknis dalam menjalankan administrasi peradilan pidana yang terpadu dan sistemik yang tercermin dalam lemahnya koordinasi dalam menangani data kriminal, pengeluaran tahanan demi hukum, serta mengenai masalah ekstrak vonis.
kecenderungan untuk memicu over kapasitas
Dikeluarkannya Surat Keputusan Dirjen Pemasyarakatan tentang Penguatan Peran Pembimbing Kemasyarakatan dengan lampiran berupa pedoman kerja pelaksanaan tugas Pembimbing Kemasyarakatan.
a. Pembentukan Tim kerja dalam Penyusunan SK Dirjen pemasyarakatan tentang penguatan Peran pembimbing Kemasyarakatan.
b. Tim Kerja bekerja dengan melibatkan partisipasi dari institusi penegak hukum lainnya dalam penyusunan Pedoman Kerja Pelaksnaan pembimibng Kemasyarakatan Pengembangan acuan a. Tersusunnya Rancangan a. Pembentukan Tim prosedur bersama dalam Peraturan Menteri Kerja Penyusunan koordinasi tukar-menukar mengenai Pengeluaran Peraturan Menteri data kriminal (data sidik jari Tahanan Demi Hukum mengenai Pengeluaran dan identitas tersangka), dan Rancangan Peraturan Tahanan Demi pengeluaran tahanan demi Menteri mengenai Hukum, Peraturan hukum, dan mengenai Pengelolaan Data Menteri mengenai ketentuan adanya ekstrak Kriminal. Pengelolaan Data vonis yang dapat Kriminal, dan disederhanakan melalui Penyusunan SKB berita acara yang diberikan b. Adanya ketentuan yang dengan Mahkamah setelah putusan hakim diatur dalam Surat Agung mengenai dibacakan di pengadilan. Kesepakatan Bersama kewajiban Pengadilan antara Mahkamah Agiung memberikan salinan
Jangka pendek (0 – 2 tahun)
Jangka pendek (0 – 2 tahun)
3
http://www.djpp.depkumham.go.id
dengan Menteri Hukum dan HAM atau adanya ketentuan internal di Mahkamah Agung yang mengatur mengenai kewajiban dari pengadilan untuk memberikan berita acara sebagai pengganti sementara ekstrak vonis setelah putusan hakim dibacakan.
3
Kedudukan Cabang Rumah Tahanan Negara dan Cabang Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara
1.
Cabang Rumah Tahanan Negara di Kepolisian dan Kejaksaan saat ini masih kurang menempatkan Pemasyarakatan pada porsi kedudukannya yang memiliki kewenangan dalam pengawasan dan pembinaan.
2.
Hal yang sama juga berlaku pada Cabang Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara, yang berdasarkan kewenangannya Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara seharusnya menerima laporan dari pihak Kepolisian atau Kejaksaan mengenai status dan kondisi benda yang disita atau
Direktorat Jenderal Pemasyarakatan perlu membentuk kelompok kerja untuk menyusun rancangan naskah kebijakan mengenai pengelolaan Cabang Rumah Tahanan Negara dan Cabang Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara yang berada di institusi Kepolisian, Kejaksaan, dan Pengadilan.
Tersusunnya Naskah Akademis Usulan Perumusan Kebijakan Pengelolaan Rumah Tahanan Negara dan Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara Departemen Hukum dan HAM
berita acara pada saat setelah putusan dibacakan. b. Tim kerja mengusulkan naskah akademik dan Rancangan peraturan Menteri kepada Departemen Hukum dan HAM/ Ditjen Peraturan Perundangundangan. c. Tim Kerja melakukan melakukan komunikasi dan lobi dengan Mahkamah Agung untuk menyusun dan mengkaji bentuk ketentuan yang tepat sebagai acuan prosedur mengenai kewajiban untuk memberikan salinan berita acara. a. Pembentukan Tim Kerja Penyusunan Kebijakan Pengelolaan Cabang Rumah Tahanan Negara dan Cabang Rumah penyimpanan Benda Sitaan Negara.
Jangka pendek (0 – 2 tahun)
b. Tim kerja mengusulkan draft rumusan kebijakan yang terkait dengan regulasi teknis serta penyiapan peraturan perundangan untuk mengatur pengelolaan Cabang Rutan dan Cabang Rupbasan
4
http://www.djpp.depkumham.go.id
dirampas. 4
Petugas Pemasyarakatan sebagai PPNS
Berbagai permasalahan di Rutan dan Lapas yang dapat dikategorikan sebagai tindak pidana mendorong kalangan Pemasyarakatan untuk mempertimbangkan perlu adanya penambahan kewenangan Petugas Pemasyarakatn sebagai Penyidik Pegawai Negeri Sipil.
Perlunya kajian mengenai penambahan kewenangan Petugas Pemasyarakatan sebagai Penyidik Pegawai Negeri Sipil.
Adanya kajian mengenai penambahan kewenangan Petugas Pemasyarakatan sebagai PPNS.
a. Pembentukan Tim Kerja Khusus yang mengkaji tentang penambahan kewenangan Petugas pemasyarakatan sebagai PPNS
Jangka pendek (0 – 2 tahun)
b. Penyusunan Naskah Akademik maupun kertas-kertas kerja yang akan dipergunakan oleh Tim untuk melakukan lobi-lobi dalam rangka menyakinkan pihak eksternal Ditjen Pemasyarakatan akan pentingnya PPNS Petugas Pemasyarakatan.
5
http://www.djpp.depkumham.go.id