KEWENANGAN DEPONERING DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Dr. Marsudi Utoyo, SH., MH1 Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Sumpah Pemuda E-mail:
[email protected] Abstrak Kewenangan diskresi Jaksa Agung dalam kasus Korupsi, adalah hak Jaksa Agung termasuk dalam penyampingan perkara (Deponering) merupakan wewenang tunggal di tangan Jaksa Agung. SP3 dapat dikeluarkan oleh lembaga POLRI melalui penyidik dan SKPP melalui lembaga Kejaksaan. SKPP, SP3, dapat dibuka kembali dengan adanya bukti baru (Novum). Sedangkan perkara yang di deponir oleh Jaksa Agung tidak dapat dibuka kembali untuk diperiksa. Demi kepentingan Hukum, adalah perkara yang dihentikan penuntutannya dikarenakan tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana dan demi kepentingan umum adalah berdasarkan pada asas oportunitas yang hanya dapat dilakukan sebelum perkara itu diperiksa di pengadilan negeri. Kata Kunci : Kewenangan, Deponering, Diskresi, Kepentingan Hukum, Kepentingan Umum.
Abstract Discretionary authority of the Attorney General in the case of corruption, is the right of the Attorney General, including in the case penyampingan (Deponering) is the sole authority in the hands of the Attorney General. SP3 can be issued by the agency through the National Police investigators and SKPP through the institution of the judiciary. SKPP, SP3, can be reopened with new evidence (Novum). While cases in deponir by the Attorney General can not be reopened for review. For the benefit of the law, is the prosecution case that was stopped because there is not enough evidence or the event is not a crime and the public interest is based on the principle of opportunity which can only be done before the case was examined in court. Keywords: Authority, Deponering, Discretion, to the law, Public interest.
1
Dosen Tetap Pada Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Sumpah Pemuda
A. Pendahuluan Dalam
harta benda yang diperoleh dari
perkembangannya,
tindak pidana korupsi. Praktiknya,
korupsi di Indonesia dari tahun ke
uang
tahun semakin meningkat, baik dari
dikembalikan. Sebagaimana dilansir
aspek
jumlah
banyak
media,
kerugian keuangan negara maupun
perkara
korupsi
kualitas
yang
canggih
dan
kuantitas
telah
atau
dalam
pengganti
yang
ditangani
sistematis,
bahkan
hukum tetap berdasarkan putusan
lintas
batas
karena
itu,
2008 sebesar Rp 106,7 miliar dan
khususnya
USD 18 juta. Dari jumlah itu, baru
memaksimalkan
Rp 2,081 miliar yang disetorkan ke
korupsi,
pengembalian
kerugian
pendekatan
yang
pengadilan
negara,
bersifat
BUMN, dengan Rp 14,32 miliar
internasional. dengan
kerugian
departemen,
Fakta
tersebut
mengindikasikan
bahwa
tindak
pidana
korupsi,
para
lebih
memilih
tidak
koruptor
tindak
mengembalikan
korupsi,
Antikorupsi
mengetengahkan
Undangtelah konsep
dan
diganti dengan hukuman pidana.2
negara yang ditimbulkan oleh suatu pidana
2007-Juni
kas
nonpenal, serta melalui kerja sama Terkait
sepanjang
negara,
integral, di samping melalui penal,
undang
uang
kejaksaan yang sudah berkekuatan
rangka
perlu
sulit
secara
Oleh
penanganan
itu
dilakukan
menembus
negara.
pengganti
hasil
dalam
korupsinya
dengan risiko dipenjara sekalipun. Selain
melalui
jalur
pidana,
pengembalian kerugian keuangan
pengembalian
negara. Konsep tersebut diharapkan
juga
mampu
perdata. Jalur perdata ini ditempuh
mengembalikan
kerugian
keuangan
dilakukan
bila
pidana
dimungkinkan. Artinya, perampasan
dikenai
sanksi
pidana. Jalur
pidana
sudah
jalur
negara di samping pelaku tindak korupsi
upaya
melalui
negara
tidak
dan uang pengganti tidak berhasil pidana
dimasukkan
dilakukan karena dihadapkan pada
dalam pidana tambahan berupa uang
pengganti
dengan
jumlah
sebanyak-banyaknya sama dengan
2
ICW http://www.antikorupsi.org /id/ content/ model-ideal- pengembalianaset- hasil-korupsi, diakses tanggal 10 Maret 2016.
kondisi
hukum
Satu-
menciptakan
satunya alternatif ialah dilakukan
kewenangan
melalui gugatan perdata. Dengan
sehingga dapat menimbulkan dan
demikian, jalur perdata bersifat
menciptakan
fakultatif
merupakan
sistem hukum serta tatanan hukum
komplemen dari hukum pidana. UU
di Negara Indonesia. Sedangkan
Antikorupsi
dampak
gugatan
tertentu.
dan tidak
perdata.
mewajibkan Tidak
adanya
perkara
kepada
jaksa
goncangan
untuk
melakukan
melakukan
gugatan
pengembalian Buktinya, perdata
atau
keuangan
selama
ini
tidak
dalam
penyampingan
kontrol
dapat terhadap
gejolak
atas
fenomena kasus-kasus tertentu di masyarakat.
negara.
Salah
satu
universisal
asas
hukum
terkandung
dalam
keuangan
adagium “interpretatio cessat in
dilakukan.
claris”, artinya kalau teks atau
Penyampingan perkara bertujuan
redaksi undang-undang telah terang
untuk mengembalikan aset negara.
benderang dan jelas maka tidaklah
Sehingga
diperkenankan lagi menafsirkannya.
negara
pengembalian
power)
kerancuan
dan
perdata gugatan
of
(deponering)
memberikan
negara
(abuse
positif
kewajiban itu memberikan peluang pengacara
penyalahgunaan
tidak
banyak
keterpurukkan
negara
akan berkurang.
Karena penafsiran terhadap kata-
Pelaksanaan perkara
penyampingan
(deponering)
akan
membawa dampak bagi hukum, baik
terhadap
terlebih
lagi
proses
peradilan
kepada
elemen-
kata
yang
jelas
penghancuran
sekali,
berarti
(interpretatio
est
pervesio). Dicontohkan
dalam
kasus
BLBI, para penegak hukum sulit
elemen yang melaksanakan suatu
untuk
proses peradilan tersebut. Dampak
“kejahatan
negatifnya,
adanya
sendiri semata-mata dikarenakan
perkara
karakteristik para pelaku korupsi
yaitu
penyampingan
membuktikan dan
unsur
pelanggaran”nya
(deponering)
akan
menimbulkan
untuk
memanipulasi
asas
dan
kekhawatiran
akan
proses
yang
prinsip-prinsip hukum yakni yang
tidak transparan yang berpotensi
bersembunyi dibalik asas praduga
tidak
bersalah
(presumption
of
Penulis sependapat dengan
inosence),3 atau bahkan berlindung
Nigel Walker, bahwa penyelesaian
pada
kasus BLBI dengan cara campuran
asas
legalitas,
karena
aturan
yang
melaksanakan dikeluarkan
pemerintah,
menyalahkan (multi
aturan
tafsir),
yang
protes
ada
terhadap
aturan yang ada hingga mengajukan proses
uji
keduanya,
memperhatikan remidium bahwa
dengan
asas
yang
ultimum menyebutkan
penerapan
pidana
merupakan upaya terakhir.6
bahkan
Lebih lanjut Niegel Walker
hukum
mengatakan “Hukum Pidana jangan
melakukan kejahatan yang sama
digunakan apabila kerugian atau
dengan pelaku, mencemarkan nama
bahaya yang timbul lebih besar
baik, fitnah, hingga menuduh balik
dibanding
penegak hukum melanggar HAM. Di
sendiri”, dapat dijadikan tolak ukur
samping itu juga kasus BLBI sarat
dalam
dengan
penyelesaiaan
menuduh
konstitusi,
dari
balik
penegak
muatan
politik,
serta
dengan
perbuatannya
mencari
alternatif
tindak
celakanya uang hasil korupsi banyak
korupsi,
disimpan di luar negeri.4
kasus BLBI. Maka, menjadi tepat
Menurut Nigel Walker proses
khususnya
pidana
apabila
penyelesaian
Undang-Undang
penanggulangan kejahatan dapat
Pembertasan Tindak Pidana Korupsi
dilakukan melalui tiga cara, yakni
kemudian diganti dengan Undang-
melalui
hukum
undang Nomor 31 Tahun 1999 jo
pidana (criminal law aflication),
Undang-undang Nomor 20 Tahun
melalui tanpa pidana atau non
2001 dengan berbagai pembaharuan
penal
without
yang luar biasa, antara lain memuat
punishment), dan campuran dari
secara tegas mengenai pengertian
keduanya. 5
sifat melawan hukum formil dan
3
cara
penerapan
(prevention
Indriyanto Seno Adji, 2007, Korupsi, Kebijakan Aparatur Negara dan Hukum Pidana, CV Diedit Media, Jakarta, hlm. 17. 4 Universitas Islam Indonesia, Jurnal Hukum, Ius Quia Iustum, Nomor 3 Volume 18 Juli 2011 363-380. 5 Niegel Walker, 1972, Sentencing in a Rational Society, New York, p. 15.
materiil,
dimuatnya
aturan
hukuman mati, mengatur tentang batas 6
minimun
sanksi
pidana
Romli Atmasasmita, 2004, Sekitar Masalah Korupsi,Mandar Maju, Jakarta, hlm 9.
penjara dan denda yang sifatnya
perseorangan serta korporasi.8 Hal
kumulatif, mengatur juga tentang
ini secara filosofi bertujuan agar
pembuktian
dapat mengakomodir segala bentuk
terbalik,
dimuatnya
dan
aturan
tentang
modus
operandi
dalam
tindak
pemanfaatan hukum perdata dalam
pidana korupsi yang dilakukan oleh
penyelesaian
aset
setiap orang sehingga mudah dalam
negara
yang
pembuktiannya.
itu
juga
pembaharuan dan atau perubahan
atau
pengembalian
kerugian
dikorupsi,
selain
memperbolehkan sarana
penggunaan
elektronik
sebagai
hukum
Untuk
pidana
yang
itu,
mengatur
alat
tindak pidana korupsi berlaku asas
bukti, serta adanya peran serta
Lex Specialis Legi Lex Generalis
masyarakat
proses
ketika menjadi aturan baru.9
pidana
Memperhatikan
dalam
pemberantasan
tindak
korupsi.7
belakang
Oleh
karenanya,
saya
diatas
latar
maka
membuat judul
penulis
“KEWENANGAN
berpendapat bahwa tujuan dari
DEPONERING
pembaharuan hukum pidana yang
PERADILAN
luar biasa tersebut adalah selain
karena berbagai pihak secara umum
untuk mempermudah pembuktian
hanya tahu dengan kalimat Perkara
juga
memberikan memperhatikan
ultimum remidium.
asas
Selanjutnya,
Undang-undang No. 31 Tahun 1999 jo Undang-undang No. 20 Tahun 2001
memberikan
terhadap
subyek
perluasan
hukum
dalam
tindak pidana korupsi mencakup pegawai negeri dalam arti luas dan
7
PIDANA
SISTEM
INDONESIA”,
pilihan
penyelesaian tindak pidana korupsi dengan
DALAM
Dalam konsideran Penjelasan Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
8
Lihat Pasal 1 ayat (2 dan 3) yang menyebutkan : ayat (2) Pegawai Negeri adalah meliputi : a. pegawai negeri sebagaimana dimaksud dalam undangundang tentang Kepegawaian; b. pegawai negeri sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana; c. orang yang menerima gaji atau upah dari keuangan negara atau daerah; d.orang yang menerima gaji atau upah dari suatu korporasi yang menerima bantuan dari keuangan negara atau daerah; atau e. orang yang menerima gaji atau upah dari korporasi lain yang mempergunakan modal atau fasilitas dari negara atau masyarakat. ayat (3) Setiap orang adalah orang perseorangan atau termasuk korporasi. 9 Barda Nawawi Arief, 2005, Pembaharuan Hukum Pidana (Dalam Perspektif Kajian Perbandingan), Citra Aditya Bhakti, Bandung, hlm. 29.
ditutup “demi kepentingan hukum”
C. Metode Penelitian
atau perkara ditutup dengan “demi kepentingan umum”.
Berdasarkan latar belakang dan tujuan penelitian yang telah diuraikan di atas, dalam melakukan
B. Permasalahan
penelitian ini digunakan metode
Berdasarkan uraian di atas,
penelitian
secara
spesifik
yakni
dapat dirumuskan suatu masalah
penelitian yang bersifat deskriptif
yang
yaitu:
analitis,
yaitu
menggambarkan
kewenanangan deponering dalam
tentang
aspek
kewenanangan
sistem
di
deponering dalam sistem peradilan
Indonesia, kewenangan diskresi dari
pidana di Indonesia, kewenangan
Jaksa
dapat
diskresi dari Jaksa Agung yang
negara
dapat mengembalikan aset negara
mendasar, peradilan
pidana
Agung
yang
mengembalikan sehingga
aset
kerugian
sampai
negara
terpuruk.
tidak Apakah
sehingga
kerugian
sampai
negara
terpuruk.
tidak Apakah
deponering dan SKKP dalam sistem
deponering dan SKKP dalam sisitem
peradilan pidana dapat memenuhi
peradilan pidana dapat memenuhi
rasa keadilan masyarakat, serta
rasa
kendala-kendala
apakah
kemudian dianalisis melalui metode
yang mempengaruhinya, sehingga
pendekatan yuridis normatif , yaitu
keputusan
diteliti
hukum
deponering
selalu
keadilan
melalui
masyarakat,
hukum
sebagai
mendapat tantangan dan reaksi dari
norma positif dengan menggunakan
berbagai
metode
kalangan,
dapat
selanjutnya
diidentifikasikan
permasalahan sebagai berikut: A. Bagaimana
kewenangan
diskresi Jaksa Agung dalam kasus Korupsi? B. Bagaimana
penafsiran
interpretasi
gramatikal,
interpretasi sistematis, interpretasi autentik, interpretasi historis, dan interpretasi ekstensif. Penelitian
perbedaan
atau
melalui
ini
penelitian
dilakukan kepustakaan
Deponering dan SKKP dalam
untuk mendapatkan Data Sekunder
sistem
dengan menggunakan bahan hukum
peradilan
Indonesia?
Pidana
primer, bahan hukum sekunder,
dan
bahan
hukum
tertier,
1. Kewenangan Diskresi Jaksa
sedangkan penelitian lapangan guna mengambil berada
data
di
primer
Agung dalam kasus Korupsi
yang
instansi-instansi
Pada prinsipnya
Discretion
yang
Power atau biasa dikenal dalam
terkait dengan penelitian ini, hanya
sistem hukum kita dengan istilah
sebagai penunjang data sekunder
Asas Diskresi atau sering dikenal
yang didukung dengan melakukan
juga
wawancara,
daftar
Kebijakan, merupakan bagian dari
disusun
ranah Hukum Administrasi Negara
pertanyaan
berdasarkan yang
sebelumnya,
telah
dengan
melibatkan
dengan
(HAN).
Di
sebutan
Peraturan
dalam ranah
para pejabat dalam instansi yang
Administrasi
terkait,
praktisi
Diskresi juga dikenal dengan istilah
hukum dan para akademisi demi
freies ermessen (kewenangan untuk
kelengkapan data sekunder dalam
melakukan
tindakan
hukum
penelitian ini. Selanjutnya data
berdasarkan
penilaian
sendiri).
yang
Kewenangan untuk menggunakan
pakar
hukum,
diperoleh
akan
dianalisis
Negara
Hukum
dengan metode kualitatif, artinya
Asas
dianalisis
dengan
tidak
Pejabat-Pejabat
menggunakan
angka-angka
atau
kepada Hukum Publik.
perhitungan statistik, tetapi berupa suatu
gambaran
hukum
apa
Diskresi
yang
oleh
tunduk
tentang
aspek
adalah suatu istilah yang biasa
yang
dapat
digunakan dalam lapangan hukum publik.
diskresi
terdapat
pengembalian
dimiliki
Asas
Kewenangan atau wewenang
dipergunakan dalam kewenangan Jaksa
ini
(HAN)
Agung aset
dalam
Namun
sesungguhnya
perbedaan
diantara
negara.
keduanya. Kewenangan (authority,
Kemudian setelah dianalisis, baru
gezag) adalah apa yang disebut
kemudian pada akhirnya penulis
“kekuasaan
mengambil
yang berasal dari kekuasaan yang
kesimpulan
memberikan rekomendasi.
dengan
formal”,
kekuasaan
diberikan oleh Undang-Undang atau legislatif dari kekuasaan eksekutif
D. Pembahasan
administratif.10
atau
merupakan
Karenanya,
kekuasaan
segolongan
orang
tertentu
dari
yang harus dipertimbangkan dalam
atau
melakukan tindakan bebas tersebut
kekuasaan terhadap suatu bidang pemerintahan
atau
urusan
pemerintahan tertentu yang bulat. Sedangkan
wewenang
hanya
mengenai suatu bagian tertentu saja dari kewenangan. Wewenang (competence, bevoigheid) adalah hak untuk memberi perintah, dan kekuasaan untuk meminta dipatuhi. Wewenang tertentu
merupakan yang
ada
bagian
di
dalam
kewenangan (authority) tersebut. Melihat tersebut
dari
maka
pengertian kewenangan
diperoleh melalui Undang-undang, sehingga inilah yang disebut dengan kewenangan barang
siapa
atribusi.
Sehingga
yang
diberikan
kewenangan oleh Undang-undang, maka
ia
berwenang
untuk
melaksanakan hal-hal yang termuat di dalam kewenangannya itu. diberikan ruang gerak kebebasan, dalam
kerangka
a) Ditujukan untuk melaksanakan tugas pelayanan publik; b) Merupakan tindakan yang aktif dari administrasi negara; c) Tindakan tersebut dimungkinkan oleh hukum; d) Tindakan tersebut diambil atas inisiatif sendiri; e) Tindakan tersebut dimaksudkan untuk menyelesaikan persoalan penting yang secara tibatiba; f) Dapat dipertanggungjawabkan. Asas Diskresi muncul sebagai alternatif
untuk
mengisi
kekurangan dan kelemahan dalam penerapan asas legalitas. Di dalam Konsep
Negara
keberadaan ternyata menutupi
Asas tidak
Kesejahteraan, Legalitas mampu
celah-celah tidak
dapat
saja untuk
hukum berperan
secara maksimal dalam melayani kepentingan masyarakat.
negara
hukum kebebasan tersebut tidak 10
antara lain:11
sehingga
Meskipun kepada pemerintah namun
digunakan tanpa batas. Batas-batas
Abdullah Rasyid Thalib, 2006, Wewenang Mahkamah Konstitusi dan implikasinya dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia, Citra Aditya Bhakti, Bandung, hlm. 210.
11
Ridwan H.R., 2010, Hukum Administrasi Negara, Edisi Revisi, RajaGrafindo Persada, Jakarta, hlm 170171
Ketentuan kemudian
tetap
tersebut dipertahankan
Penjelasan
Pasal
32
Undang-undang
huruf
No.
5/1991
melalui Pasal 32 huruf “c” Undang-
menyebutkan sebagai berikut:
undang No. 5 Tahun 1991 dan Pasal
“Yang
35 huruf “c” Undang-undang No. 16
“kepentingan
Tahun
kepentingan
2004
tentang
Kejaksaan.
“c”
dimaksud
dengan
umum” bangsa
adalah
dan
negara
Untuk lebih jelas perhatikan tabel
dan/atau kepentingan masyarakat
berikut:
luas. Menyampingkan
Pengaturan Deponeering pada UU
sebagaimana
dimaksud
ketentuan
ini
merupakan
UU No. 16/2004 Pasal 35 huruf “c” Jaksa Agung mempunyai tugas dan wewenang:
pelaksanaan
asas
oportunitas,
Mengesamp ingkan perkara demi kepentinga n umum
masalah tersebut.
Kejaksaan UU No. 15/1961 Pasal 8
UU No. 5/1991 Pasal 32 huruf “c” Jaksa Jaksa Agung Agung dapat mempuny menyampi ai tugas ngkan dan suatu wewenan perkara g: berdasark Menyamp an ingkan kepenting perkara an umum. demi kepentin gan umum;
dari ketentuan-ketentuan tersebut. saat
ini
Penulis
belum
Agung
setelah
memperhatikan
saran dan pendapat dari badanbadan
kekuasaan
mempunyai
negara
hubungan
Sesuai
dengan
sifat
tersebut,
Jaksa
Agung
dapat
terlebih
dahulu
rencana
penyampingan
kepada
Presiden,
perkara untuk
mendapatkan petunjuk.” Kemudian Pasal
di 35
dalam
Undang-undang No. 15 Tahun 1961.
Undang-undang
Namun
ditegaskan sebagai berikut:
kedua
dan
bobot perkara yang disampingkan
Penjelasan
dari
yang dengan
menemukan Penjelasan Resmi dari demikian
dalam
hanya dapat dilakukan oleh Jaksa
melaporkan
Bagaimana penafsiran resmi Hingga
perkara
huruf
No.
“c”
16/2004
Undang-undang berikutnya dapat
“Yang dimaksud dengan
kita cermati dan telaah.
“kepentingan umum” adalah kepentingan bangsa dan negara
dan/atau kepentingan masyarakat luas. Mengesampingkan
perkara
sebagaimana
dimaksud
ketentuan
ini
dalam
merupakan
pelaksanaan asas oportunitas, yang hanya dapat dilakukan oleh Jaksa Agung
setelah
memperhatikan
saran dan pendapat dari badanbadan
kekuasaan
mempunyai
negara
hubungan
yang dengan
masalah tersebut.” Sehingga
dapat
dilihat
persayaratan-persyaratan
dan
sedikit
perbedaan
dikeluarkannya
terlebih
sebelum dahulu,
yaitu sebagai berikut: Penjelasan Penjelasan Pasal 32 huruf Pasal 35 huruf “c” “c” UU No. 5/1991 UU No. 16/2004 1. Deponeeri 1. Deponeeri ng ng dilandasi dilandasi dengan dengan asas asas oportunita oportunita s; s; 2. Hanya bisa 2. Hanya bisa dilakukan dilakukan oleh Jaksa oleh Jaksa Agung ; Agung ; 3. Memperhat 3. Memperhat ikan saran ikan saran dan dan pendapat pendapat dari dari badanbadanbadan badan
kekuasaan negara ; 4. Badan kekuasaan negara yg dimaksud yang memiliki hubungan dengan masalah tersebut ; 5. Jaksa dapat melaporka n ke Presiden untuk mendapatk an petunjuk atas perkara tertentu ; Jelas
kekuasaan negara ; 4. Badan kekuasaan negara yg dimaksud yang memiliki hubungan dengan masalah tersebut ;
terlihat
sekarang
bahwa Undang-undang Kejaksaan 1961
masih
tergantung
kekuasaan
Presiden,
dengan walaupun
hanya dibatasi pada kasus yang memiliki
sifat
dan
bobotnya
berbeda. Namun di dalam Undangundang
Kejaksaan
2004,
sudah
tidak ada peranan Presiden dalam memberikan petunjuk kepada Jaksa Agung.
Sehingga
Jaksa
Agung
adalah satu-satunya lembaga tanpa intervensi
dapat
deponeering.
mengeluarkan
Apakah
denga
kekuasaan
yang mutlak tersebut seorang Jaksa Agung
dapat
deponeering
2. Saran dan Pendapat Badan Kekuasaan Negara
mengeluarkan
dengan
Sebelum mengeluarkan
sewenang-
keputusan deponeering, maka
wenang? Dalam hal ini ada 2 (dua)
Jaksa Agung diwajibkan oleh UU
persyaratan yang wajib dipenuhi
untuk mendengarkan saran dan
oleh Jaksa Agung, yaitu :
pendapat
1. Kepentingan Umum
Kekuasaan Negara.
Di
dalam
penjelasan
Badan-badan
Namun
lagi-lagi,
kedua UU Kejaksaan tersebut,
kewajiban
tersebut
hanya
hanya dijelaskan bahwa yang
sampai
pada
batas
dimaksud dengan “kepentingan
“mempertimbangkan”
saran
umum”
dan
bukan
adalah
kepentingan
pendapat
bangsa dan negara dan/atau
melaksanakan
kepentingan masyarakat luas.
pendapat.
Penulis
saran
dan
berpendapat
Menurut Kamus Besar
bahwa kepentingan bangsa dan
Bahasa Indonesia, bahwa kata
negara dan/atau kepentingan
saran berarti: “pendapat (usul,
masyarakat luas ini pun masih
anjuran,
tidak jelas batasanya. Hal-hal
dikemukakan
apa saja yang dikategorikan
dipertimbangkan.”12
sebagai kepentingan bangsa dan
Sedangkan kata pendapat di
negara dan/atau kepentingan
dalam
masyarakat luas.
Indonesia, bermakna:
Karena
dapat
dianalogikan
pula bahwa
kepentingan bangsa dan negara dan/atau
kepentingan
masyarakat luas telah diambil alih
oleh
Pemerintah
cita-cita)
Kamus
yang untuk
Besar
Bahasa
a. pikiran; anggapan b. buah pemikiran atau perkiraan tentang suatu hal (seperti orang, peristiwa) c. orang yang mula-mula menemukan atau menghasilkan (sesuatu yang
atau
Presiden semenjak ia dipilih langsung oleh konstituennya
12
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2005, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga, Balai Pustaka, Jakarta, Hlm. 999.
tadinya belum ada atau belum diketahui) d. kesimpulan (sesudah mempertimbangkan, menyelidiki, dan sebagainya) Melihat
dari
pengertian
pemerintahan fungsi
yang
menjalankan
pemerintahan.
Lembaga
Tinggi
Sehingga
Negara
tidak
memiliki “kekuasaan” namun hanya memiliki “kewenangan”.
tersebut, maka jelas bahwa saran
Adapun Lembaga Tertinggi
dan pendapat tidak mengandung
Negara
sifat
Perwakilan Rakyat (DPR), Presiden,
yang menunjukkan
kewajiban
untuk
ditaati.
dipatuhi
atau
saran
dan
Mahkamah
Badan-badan
Mahkamah
Sehingga
pendapat
adanya
tersebut
dari
Agung
saja ditolak atau tidak diindahkan
dapat
oleh Jaksa Agung.
pendapat.
ini
mengeluarkan
Berkaitan dengan hal yang Badan-badan
(MA),
dan
Konstitusi
Lembaga-lembaga
dengan
Dewan
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK),
Kekuasaan Negara tersebut dapat
dimaksud
adalah
(MK). lah
yang
saran
dan
Sehingga bila ada lembaga diluar
dari
yang
telah
Penulis
Kekuasaan Negara, lembaga mana
sebutkan maka akan menjadikan
saja
keputusan
yang
masuk
pengertian
ke
Badan
dalam
Kekuasaan
atau
Lembaga
Tinggi
Selain dari pada itu, ada satu hal
lagi
yang
Negara? Bila melihat rangkaian kata
pertanyaan
Badan
prosedurnya?
Kekuasaan
Negara,
tersebut
cacat hukum.
Negara? Apakah Lembaga Tertinggi Negara
deponeering
cukup
besar?
menjadi Bagaimana
Apakah
menunggu
sebenarnya penulis lebih condong
permintaan dari Jaksa Agung? Atau
berpendapat
Lembaga
Tertinggi
bahwa Negara
Lembaga lah
yang
dimaksud. Karena hanya Lembaga Tertinggi
Negara
yang
Tertinggi
Negara
yang
bersifat pro-aktif? Untuk Mahkamah Agung atau
memiliki
Mahkamah Konstitusi mungkin saja
unsur kekuasaan yang diberikan
bisa bersifat menunggu permintaan
oleh
Dasar.
pendapat hukum dari Jaksa Agung.
Sedangkan Lembaga Tinggi Negara
Namun untuk lembaga DPR, DPR lah
merupakan bagian dari organisasi
yang biasanya lebih pro aktif untuk
Undang-undang
meminta
keterangan
dari
Jaksa
Agung.
mendasar
antara
“deponeering” dengan Surat
Selain
pasal-pasal
termuat
di
yang
Undang-undang
Perintah
Penghentian
Penyidikan (SP3) atau Surat
Kejaksaan baik di UU Kejaksaan
Keputusan
1961,
Undang-undang
Penuntutan
1991
maupun
Kejaksaan
Undang-undang
Kejaksaan
2004,
oportunitas
juga
maka
asas
nampak
pada
satu
Penghentian (SKPP).
perbedaannya
bahwa
Surat
Salah adalah
Perintah
Penghentian
Penyidikan
Penjelasan Pasal 77 KUHAP, yang
(SP3) dapat dikeluarkan oleh
menegaskan sebagai berikut:
lembaga
POLRI
melalui
penyidik
dan
Surat
“Yang
dimaksud
“penghentian termasuk untuk
dengan
penuntutan”
penyampingan
kepentingan
tidak
perkara
umum
yang
menjadi wewenang Jaksa Agung.” Sebahagian pidana
ahli
mengatakan
hukum
bahwa
asas
oportunitas memang di atur di dalam
KUHAP
penjelasan
Pasal
berdasarkan 77
Keputusan
Penghentian
Penuntutan (SKPP) melalui lembaga
Kejaksaan.
Namun, deponir
perkara
hanya dapat dilakukan dalam pemeriksaan penyidikan oleh kejaksaan. Perbedaan
kedua,
KUHAP
yang sangat krusial, yaitu
tersebut, dengan dasar pemikiran
adalah bahwa perkara yang
bahwa kewenangan Jaksa Agung
mendapat Surat Keputusan
tersebut telah disebutkan.
Penghentian
Penuntutan
(SKPP), demikian pula pada 2. Perbedaan Deponering dan SKKP
dalam
sistem
SP3, dapat dibuka kembali dengan adanya bukti baru
peradilan Pidana Indonesia
(Novum). Sedangkan perkara
Pertama-tama
yang
yang di-deponir oleh Jaksa
harus kita pahami bersama
Agung tidak dapat dibuka
adalah
kembali
terdapat
pertama, perbedaan
bahwa yang
untuk
diperiksa,
sudah barang tentu dengan
pertimbangan
demi
kepentingan umum tersebut. Dan
perbedaan
menghentikan namun perkara
penuntutan
mengeyampingkan tersebut.
Artinya
ketiga, bahwa ada upaya
perkara itu masih ada dan
hukum atas dikeluarkannya
berstatus aktif, namun tidak
SKPP atau SP3, yaitu melalui
dilanjutkan
atau
tidak
lembaga
dilanjutkan
ke
proses
Praperadilan.
Sebagaimana diatur di dalam
penuntutan.
Pasal 1 angka 10 huruf “b”
Adakah upaya hukum
KUHAP, yang menyebutkan
atas deponeering tersebut?
bahwa Praperadilan adalah
Pasal 35 huruf “c” Undang-
wewenang pengadilan negeri
undang
untuk
menegaskan
memeriksa
dan
Kejaksaan
telah
bahwa
Jaksa
memutus menurut cara yang
Agung
diatur dalam undang-undang
mengenyampingkan perkara.
ini, tentang: b. sah atau tidaknya
penghentian
berwenang
untuk
Hal ini berarti bahwa Undang-undang
Kejaksaan
penyidikan atau penghentian
telah menutup pintu bagi
penuntutan atas permintaan
pihak yang berkepentingan
demi tegaknya hukum dan
untuk mencari keadilan.
keadilan.
Keempat,
Bagaimana deponeering?
dengan
Putusan
dalam
Praperadilan bahwa SP3 atau
Penjelasan Pasal 77 KUHAP
SKPP dapat dibuka kembali,
disebutkan,
maka
contrario,
Di
berdasarkan
selain
secara
a
pengeyampingan
perkara
(deponeering)
bukanlah
adanya
bukti
baru
(novum) dapat menyebabkan perkara
yang
dihentikan
merupakan
harus dilanjutkan kembali.
penuntutan.
Hal tersebut berbeda dengan
hukumnya
deponeering, sebagai bentuk
adalah apabila suatu perkara
keputusan yang bersifat final
di
and
penghentian Sehingga
logika
deponer
maka
tidak
binding,
maka
tidak
dapat dibuka kembali dengan
tindak pidana (Pasal 40 ayat
alasan apapun juga.
(2) huruf a KUHAP).
1. Perkara
yang
dihentikan
penuntutannya
demi
kepentingan hukum Pasal
14
2. Perkara
yang
Dihentikan
Penuntutannya
demi
kepentingan umum
huruf
h
Penyampingan perkara
KUHAP menentukan bahwa
(deponering) yang dimaksud
salah
wewenang
Pasal 8 Undang-Undang No.
adalah
15 Tahun 1961 jo Pasal 32
satu
penuntut
umum
perbuatan
untuk
perkara
demi
menutup
huruf
“e”
Undang-undang
kepentingan
No. 5 Tahun 1991 jo. Pasal
hukum. Pasal 140 ayat (2)
35 huruf “c” Undang-Undang
huruf a KUHAP menyebutkan
No 16 Tahun 2004 berbunyi:
pula
yang
“Jaksa
Agung
mempunyai
dilakukan
oleh
tugas
dan
wewenang
umum,
yaitu
perbuatan
dapat penuntut berupa
lain
penghentian
menyampingkan
perkara
demi kepentingan umum”.
penuntutan, sedang dalam
Dalam Penjelasan UU
Pasal 46 ayat (1) huruf c
No. 16 Tahun 2004 pasal 35
KUHAP
huruf “c” disebutkan: “Yang
menentukan
wewenang
lain,
mengesampingkan
pula yaitu
perkara
demi kepentingan umum. Perkara dihentikan demi
yang penuntutannya
kepentingan
hukum
perkara
yang
adalah dihentikan
penuntutannya
dimaksud
dengan
‘kepentingan umum’ adalah kepentingan
bangsa
Negara
dan
dan/atau
kepentingan
masyarakat.
mengesampingkan sebagaimana dalam
dimaksud
ketentuan
ini
dikarenakan tidak terdapat
merupakan pelaksanaan asas
cukup bukti atau peristiwa
opportunitas,
tersebut bukan merupakan
dapat dilakukan oleh Jaksa
yang
hanya
Agung
setelah
memperhatikan
saran
penuntutan tersebut, muncul
dan
apa yang dikenal dengan Asas
pendapat dari badan-badan
Legalitas
kekuasaan
wajib menuntut suatu delik)
Negara
memepunyai
yang
hubungan
dan
dengan masalah tersebut”. Kemudian
(penuntut
Asas
dalam
menurut A.Z. Abidin Farid dirumuskan
huruf
hukum
yang
berbunyi:
“Perkara
Opportunitas
(opportuniteit beginsel) yang
KUHAP Pasal 46 ayat (1) c
umum
sebagai
yang
asas
memberikan
tersebut
wewenang kepada penuntut
dikesampingkan
demi
umum untuk menuntut atau
kepentingan
atau
tidak menuntut dengan atau
ditutup
tanpa syarat seseorang atau
perkara
umum
tersebut
demi hukum, kecuali apabila
korporasi
benda
mewujudkan
itu
diperoleh
dari
suatu tindak pidana atau yang
dipergunakan
melakukan
suatu
yang delik
kepentingan hukum.
untuk
Dalam
tindak
telah demi
13
kontek
penyampingan
perkara
pidana”, dan terdapat dalam
(Deponering) pada Pasal 35
Penjelasan Pasal 77 KUHAP
huruf “c” Undang-Undang No
berbunyi:
dimaksud
16 Tahun 2004, mengandung
penghentian
unsur-unsur yang terdiri dari:
“Yang
dengan
penuntutan tidak termasuk
1. Tugas
dan
wewenang
penyampingan perkara untuk
Jaksa Agung, b. Tindakan
kepentingan umum menjadi
penyampingan
wewenang Jaksa Agung”.
c.
Kejaksaan
dalam
disebut
Jelas
sebagai
Dominnus Litis (badan yang berhak
mengadakan
penuntutan).
Dari
hak
Alasannya
demi
kepentingan umum.
konteks Hukum Acara Pidana Indonesia
perkara,
dalam 13
disebutkan Undang-undang
Andi Hamzah, 2010, Pemberantasan Korupsi melalui Hukum Pidana Nasional dan Internasional, RajaGrafindo Persada, Jakarta, hlm. 4.
kejaksaan,
Jaksa
membuat para koruptor menjadi
penuntut
jera. Pada prinsipnya pemanfaatan
umum tertinggi. Hak Jaksa
hukum perdata baik litigasi maupun
Agung
dalam
nonlitigasi (negosiasi atau mediasi)
perkara
dalam penyelesaian tindak pidana
merupakan
korupsi pada suatu kasusI dapat
Agung
bahwa
sebagai termasuk
penyampingan (Deponering)
wewenang tunggal di tangan
dilakukan
Jaksa
pengembalian,
Agung.
dimaksudkan menjamin
agar untuk
mungkin
Ini tetap sejauh
dalam
rangka
pemulihan,
dan
perampasan aset negara yang dicuri oleh para koruptor.
tidak
Kewenangan diskresi Jaksa
disalahgunakan. Jaksa Agung
Agung dalam kasus Korupsi, adalah
dalam
bahwa
pengambilan
Jaksa
keputusan
tersebut
senantiasa
bermusyawarah
Jaksa
dengan
pejabat-pejabat
penyampingan
tinggi
yang
pautnya
ada
dengan
penuntut
termasuk
Hak dalam
perkara
perkara
tunggal di tangan Jaksa Agung. Ini dimaksudkan agar tetap menjamin
E. Penutup
sejauh
mungkin
tidak
disalahgunakan. Jaksa Agung dalam
Pemberantasan
korupsi
di
Indonesia telah dilakukan dengan berbagai pembaharuan hukum dan diimplentasikan oleh
para penegak hukum (Polisi, Jaksa, Hakim dan Advokat), namun upaya pemberantasan hukum
Agung
tertinggi.
(Deponering) merupakan wewenang
untuk
korupsi
umum
sebagai
sangkut
tersebut.
telah pula
Agung
melalui pidana
menyelesaikan
tindak
pidana
pembaharuan tersebut atau
belum belum
pengambilan
keputusan
tersebut
senantiasa bermusyawarah dengan pejabat-pejabat tinggi yang ada sangkut pautnya dengan perkara tersebut. Perbedaan Deponering dan SKKP dalam sistem peradilan Pidana Indonesia, terdapat perbedaan yang mendasar
antara
“deponeering”
dengan Surat Perintah Penghentian Penyidikan
(SP3)
atau
Surat
Keputusan Penghentian Penuntutan (SKPP). Salah satu perbedaannya adalah
bahwa
Surat
Perintah
Penghentian Penyidikan (SP3) dapat dikeluarkan oleh lembaga POLRI melalui
penyidik
dan
Surat
Keputusan Penghentian Penuntutan (SKPP) melalui lembaga Kejaksaan. Namun, deponir
perkara
hanya
dapat dilakukan dalam pemeriksaan penyidikan oleh kejaksaan, yang sangat krusial, yaitu adalah bahwa perkara
yang
mendapat
Surat
Keputusan Penghentian Penuntutan (SKPP), demikian pula pada SP3, dapat
dibuka
adanya
kembali
bukti
baru
dengan (Novum).
Sedangkan perkara yang di-deponir oleh
Jaksa
Agung
tidak
dapat
dibuka kembali untuk diperiksa. Kepentingan
Hukum,
kepentingan hukum adalah perkara yang
dihentikan
penuntutannya
dikarenakan tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana dan Yang dimaksud
dengan
“kepentingan
umum” adalah kepentingan bangsa dan negara dan/atau kepentingan masyarakat luas. Daftar Pustaka
Buku Abdullah Rasyid Thalib, 2006, Wewenang Mahkamah Konstitusi dan implikasinya dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia, Citra Aditya Bhakti, Bandung. Andi Hamzah, 2010, Pemberantasan Korupsi melalui Hukum Pidana Nasional dan Internasional, RajaGrafindo Persada, Jakarta. Barda Nawawi Arief, 2005, Pembaharuan Hukum Pidana (Dalam Perspektif Kajian Perbandingan), Citra Aditya Bhakti, Bandung. Indriyanto Seno Adji, 2007, Korupsi, Kebijakan Aparatur Negara dan Hukum Pidana, CV Diedit Media, Jakarta. Niegel Walker, 1972, Sentencing in a Rational Society, New York. Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2005, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga, Balai Pustaka, Jakarta. Ridwan H.R., 2010, Hukum Administrasi Negara, Edisi Revisi, RajaGrafindo Persada, Jakarta. Romli Atmasasmita, 2004, Sekitar Masalah Korupsi,Mandar Maju, Jakarta. Universitas Islam Indonesia, Jurnal Hukum, Ius Quia Iustum, Nomor 3 Volume 18 Juli 2011. INTERNET
ICW /id/
http://www.antikorupsi.org content/ model-ideal-
pengembalian-aset- hasil-korupsi, diakses tanggal 10 Maret 2016.