Bagaimana Melakukan Scaling dan Metriks Apa Saja Yang Penting Untuk Startup
Bagaimana Melakukan Scaling dan Metriks Apa Saja Yang Penting Untuk Startup oleh Jason Lamuda, Founder Disdus.com dan Berrybenka.com
Artikel terkait : Ferry Tenka : Bagaimana Saya Membangun Disdus, Website Daily Deals No 1 di Indonesia Belajar Pengelolaan Ecommerce dari Ferry Tenka, Co Founder Disdus, BerryBenka, Bilna
Tim startupbisnis berkesempatan hadir di event Startup Talk yang diadakan oleh @GEPIndonesia mengenai “How To Scale Your Startup”. Startup Talk kali ini menghadirkan Jason Lamuda sebagai pembicara. Bagi anda yang belum kenal siapa itu Jason Lamuda, ia adalah CEO dari BerryBenka, fashion ecommerce yang cukup terkenal di Indonesia. Sebelumnya, Jason juga mendirikan Disdus.com, situs daily deal di Indonesia yang pada tahun 2011 diakuisisi oleh Groupon. Sebelum melangkah menjadi full time entrepreneur, Jason bekerja sebagai bisnis konsultan di McKinsey & Company. Di event ini, Jason akan sharing berdasarkan pengalamannya mengenai cara mengembangkan startup anda. Berikut isi dari sharing Jason:
Bagaimana Melakukan Scaling dan Metriks Apa Saja Yang Penting Untuk Startup
Jason Lamuda, CEO BerryBenka Sebelum disdus berdiri, ide kami waktu itu adalah membuat situs food review, tetapi saat kami bertemu tim dailysocial, yaitu Rama dan Aulia, mereka mengatakan bahwa banyak sekali orang yang memiliki ide seperti kami. Setelah mengetahui hal itu, kami mencoba untuk pivot ke situs daily deal yang sekarang dikenal dengan disdus.com karena menurut kami situs seperti ini belum ada di Indonesia. Yang ingin saya tekankan di sini adalah bahwa ide itu tidak ada harganya. Ide itu tidak ada nilainya apabila tidak dieksekusi. Dan pasti ada 1 atau lebih orang di luar sana yang memiliki ide yang sama seperti anda. Jadi, hal yang terpenting sebenarnya bukanlah ide, tetapi eksekusi. Menurut Anda jika kita berbicara mengenai cara mengembangkan startup, apa indicator yang menunjukkan perkembangan startup kita di mata investor dan public ? Jawaban dari peserta yang hadir : 1. 2. 3. 4.
System: fiturnya makin banyak Customer: customernya makin banyak Efisiensi: operasional system di dalam startup tersebut makin efisien Produk: jumlah produk yang ditawarkan makin banyak dan bervariasi
Menurut saya, scaling startup itu terkait dengan pertumbuhan atau growth. Lalu, apa yang mempengaruhi pertumbuhan ini ? Itu adalah user/customer dan revenue. Sedangkan system, efisiensi, dan produk bukanlah indicator pertumbuhan dari suatu startup karena apabila fitur/system di website anda yang makin banyak dan makin rumit itu tidak ada penggunanya, itu menunjukkan fitur di website anda tersebut tidak ada nilainya. Tidak ada gunanya memiliki banyak fitur dan produk yang ditawarkan jika pengguna/customer yang memakai dan membelinya tidak ada/sedikit. Kita ambil contoh Facebook, pertumbuhan Facebook sangat erat kaitannya dengan jumlah user, semakin banyak pengguna Facebook, semakin tinggi nilai Facebook. Seiring dengan bertumbuhnya Facebook, mereka membuat berbagai fitur untuk menambah pengalaman pengguna dalam mengakses Facebook, tetapi dengan penambahan berbagai macam fitur tersebut, jika tidak ada yang memakainya maka fitur tersebut tidak berguna. Useless. Indikator kedua yaitu revenue/pendapatan. Revenue bergantung pada bisnis model startup tersebut karena tidak semua startup dapat menghasilkan revenue pada hari pertama. Jadi ini akan kembali lagi ke jumlah user/customer di startup tersebut. Dari penjelasan di atas bisa disimpulkan bahwa betapa pentingnya jumlah user untuk growth startup. Dari dua indicator pertumbuhan tersebut, ada dua hal lagi yang perlu anda tahu untuk mengembangkan startup, yaitu Customer Lifetime Value dan Cost per Acquisition. Customer Lifetime Value adalah keuntungan yang didapat dari customer dalam periode tertentu. Sebagai contoh, misalnya saya membangun perusahaan Software as a Service (SaaS) yang menawarkan layanan ke perusahaan ecommerce. Rata-rata perusahaan ecommerce ini menggunakan layanan saya selama 3 tahun dengan biaya 1jt/bulan. Jadi bisa dipastikan bahwa jumlah Customer Lifetime Value adalah 36 juta, didapat dari 1jtx36 bulan. Contoh lainnya lagi,
Bagaimana Melakukan Scaling dan Metriks Apa Saja Yang Penting Untuk Startup
misalnya saya perusahaan ecommerce yang menjual furniture. Rata-rata customer yang membeli produk saya bertransaksi sebesar 500rb. Setelah itu, kita harus cari tahu lagi kira-kira customer ini akan kembali membeli produk kita berapa kali dalam setahun. Kita asumsikan bahwa customer ini membeli produk kita 1x dalam setahun. Jadi jumlah Customer Lifetime Value dalam dua tahun adalah sebesar 1 juta. Cost per Acquisition adalah biaya yang harus kita keluarkan untuk mendapatkan satu customer. Biaya ini bisa berupa biaya marketing, biaya pengiriman, dan lain-lain. Menurut saya, saat kita menjalani bisnis, Customer Lifetime Value harus lebih besar daripada Cost per Acquisition karena apabila CLV lebih kecil dari CPA, itu menunjukkan bahwa biaya yang kita keluarkan untuk mendapatkan satu customer lebih besar daripada keuntungan yang kita dapat dari customer tersebut. Ingat!! Ini adalah dasar untuk membangun startup. Saya akan memberikan satu contoh yang nyata dari Groupun saat saya masih bekerja di Groupon Indonesia. Ada dua metrics yang penting untuk mengukur perkembangan perusahaan di Groupon, yaitu user dan conversion. User ini bisa berupa subscriber dan customer. Di Groupon, salah satu cara yang paling efektif untuk mencari traffic dan subscriber adalah dengan menggunakan email. Semakin banyak email yang kita miliki dan kita kirim ke customer, maka seharusnya semakin banyak juga penjualan yang kita dapat. Metrics yang kedua adalah conversion, singkatnya adalah customer yang datang tersebut membeli produk kita atau tidak. Yang menunjang tingkat conversion ini adalah deal quantity dan deal quality. Deal quantity adalah jumlah merchant yang bekerja sama dengan Groupon atau jumlah produk yang bisa ditawarkan ke customer. Semakin banyak merchant/produk, semakin banyak juga customer yang datang. Pilihan produk yang beragam akan memancing customer untuk membeli produk tersebut. Sedangkan deal quality adalah sebagus apa deal tersebut untuk Groupon. Dengan kata lain, berapa jumlah pendapatan yang dapat dihasilkan dari suatu deal. Untuk mengembangkan startup, kita harus mengetahui metrics apa yang ingin kita tingkatkan. Kita harus jabarkan metrics ini agar kita dapat menentukan bagian yang mana yang ingin kita tingkatkan. Misalnya di Groupon, kita ingin meningkatkan revenue. Untuk meningkatkan revenue, kita juga harus meningkatkan jumlah user/subscriber. Jumlah user/subscriber ini akan meningkat apabila kita dapat meningkatkan daftar email yang kita miliki. Selanjutnya, kita harus dapat menghitung biaya yang harus kita keluarkan untuk mendapatkan email ini, apakah dengan melakukan paid advertising channel atau organic. Paid channel bisa berupa google adwords dan organic bisa berupa SEO. Sebenarnya organic juga membutuhkan biaya karena kita juga harus membayar orang untuk mengoptimized SEO di website kita. Semua biaya ini adalah hal yang sangat penting untuk mengukur perkembangan startup karena semua biaya yang kita keluarkan tersebut akan menentukan perusahaan kita dalam keadaan sehat atau sakit, perusahaan kita berkembang atau tidak. Jadi apabila kita ingin mengukur perkembangan startup, terlebih dahulu kita harus dapat menjabarkan metrics tersebut dan tahu metrics apa yang ingin kita ukur dan tingkatkan.
Bagaimana Melakukan Scaling dan Metriks Apa Saja Yang Penting Untuk Startup
Misalnya, untuk meningkatkan pendapatan, kita harus dapat mengukur peningkatan jumlah email yang kita miliki dari tahun ke tahun. Contoh lainnya adalah misalnya kita ingin meningkatkan deal quantity. Maka hal yang harus dilakukan adalah salah satunya meningkatkan sales rep (orang yang mencari deal/merchant) agar merchant yang dapat bergabung di Groupon semakin banyak. Cara lainnya mungkin bisa dengan menyediakan fitur di website untuk merchant agar mereka bisa mengisi konten mereka dengan lebih detail dan menarik. Setelah itu, kita harus menghitung efektivitas dari para sales rep ini, seperti menghitung jumlah deal yang telah mereka hasilkan atau jumlah merchant yang telah bergabung. Lalu, kumpulkan semua metrics-metrics ini agar kita mengukurnya dan membuat suatu business map. Ini adalah salah satu cara untuk mengembangkan startup.
Pertanyaan: Bagaimana cara untuk mengembangkan startup yang bisnisnya UGC (User Generated Content)? Ini adalah sesi diskusi, jadi mari kita bersama-sama mencari solusi untuk mengembangkan startup UGC. Anggaplah sekarang kita ingin membangun situs saingan kaskus yang bernama kaskus 2.0. Untuk mengembangkan situs ini, kita perlu meningkatkan user (user yang daftar) dan engagement/konten. Pertama, kita harus tahu “what” dan “how”. Jadi kita harus pikirkan apa (What) yang ingin kita kembangkan, dan lalu bagaimana (How) cara mengembangkannya. Kita sudah setuju bahwa aspek “What” nya adalah kita harus meningkatkan user yang sign up/daftar dan engagement/konten. Yang ingin kita ukur di konten ini adalah jumlah postingan dari user dan kualitas dari postingan tersebut, artinya postingan itu interaktif atau tidak. Contohnya apabila
Bagaimana Melakukan Scaling dan Metriks Apa Saja Yang Penting Untuk Startup
postingan tersebut ada user yang me-reply, ini menunjukkan bahwa postingan itu berkualitas. Lalu, bagaimana (How) meningkatkan user dan kualitas dari post ini? Salah satu caranya adalah dengan link bait dan juga mungkin bisa dengan membuat konten sendiri agar dapat meningkatkan kualitas dari postingan tersebut. Kita juga bisa membuat konten sendiri, tetapi mengatas namakan orang lain, seakan-akan postingan yang dibuat tersebut milik pihak ketiga. Cara ini dapat meningkatkan kuantitas dari konten dan dapat memacu user lain untuk ikut membuat konten. Cara lainnya bisa dengan “embed post” dimana postingan kita dimuat di blog orang lain agar orang tahu bahwa postingan tersebut berasal dari situs kita. Selain itu, kita juga dapat memacu user untuk membuat konten dengan menambahkan fitur seperti gamification, yaitu apabila user membuat konten/post dan kontennya di-like oleh beberapa orang, maka user tersebut mendapatkan cendol. Lalu, bagaimana kita tahu bahwa fitur gamification ini memberikan efek atau tidak ? Yaitu dengan menggunakan event tracking di Google Analytics. Kita dapat mendeteksi tombol, banner, dan semua event yang dapat di klik di situs kita dengan menggunakan Google Analytics. Jadi kita dapat mengetahui apakah fitur gamification yang ditawarkan ini efektif atau tidak. Misalkan dalam tiga bulan fitur ini tidak ada perkembangan, sebaiknya fitur ini dimatikan saja daripada terus berjalan tanpa perkembangan. Perlu diperhatikan bahwa dengan semua fitur yang kita tawarkan di bisnis kita, kita harus tahu metrics apa yang ingin kita ukur. Kita harus tahu apa yang ingin kita capai karena sebagai founder kita sering kali lupa fundamental untuk mengembangkan startup. Dalam kasus kaskus 2.0 ini, tadi sudah dijelaskan bahwa kita ingin mengukur tingkat traffic, user yang daftar, kuantitas dan kualitas konten. Jangan sampai kita menawarkan berbagai macam fitur, tetapi fitur tersebut tidak efektif dan kita lupa apa yang sebenarnya ingin kita ukur/hitung. Apakah fitur yang kita tawarkan itu sesuai dengan tujuan utama kita atau tidak. Contohnya apabila konten di situs kita sudah banyak, fitur yang ditawarkan juga keren-keren, tetapi apabila traffic dan kualitas konten kita rendah, itu berarti situs kita tidak berkembang. Jadi salah satu hal yang perlu diperhatikan untuk mengembangkan startup kita adalah traffic yang dari waktu ke waktu selalu bertumbuh. Apabila menurun, sebaiknya kita harus memeriksa kembali semua usaha yang kita lakukan, barangkali ada yang tidak efektif dan salah.
Bagaimana Melakukan Scaling dan Metriks Apa Saja Yang Penting Untuk Startup
Define, Test, Measure Jadi ada dua cara untuk mengembangkan startup, yaitu define your metrics, test dan measure. Metrics yang ingin diukur tersebut bisa apa saja, tidak fixed, bergantung pada bisnis yang anda jalani dan juga anda inginkan. Lalu, kita harus melakukan uji coba terhadap fitur yang kita tawarkan. Bermanfaat/efektif atau tidak. Jika tidak, maka sebaiknya kita mengganti dengan fitur baru atau mungkin juga bisa melakukan improvisasi terhadap fitur yang kurang efektif tersebut. Lalu, parameter apa yang digunakan untuk mengukur tingkat keberhasilan dan kegagalan suatu fitur ? Sebenarnya ini adalah pertanyaan yang tidak ada jawabannya karena setiap startup memiliki masalah yang berbeda, metrics yang berbeda, dan fitur yang berbeda pula. Lain cerita apabila kita meniru startup di luar negeri, mungkin kita dapat langsung bercermin dengan fitur mereka. Tetapi, setidaknya ada cara untuk mengukur tingkat keberhasilan fitur yang ingin kita tawarkan yaitu dengan bertanya kepada banyak orang dan melakukan survey ke customer. Orang ini bisa potensial user, teman, orang-orang yang kita temui dimanapun yang dapat memberikan masukan terhadap fitur yang ingin kita tawarkan. Cara lainnya untuk mengukur tingkat keberhasilan fitur adalah dengan meniru fitur startup/bisnis yang sudah terbukti di Amerika, Eropa, maupun Jepang. Kita dapat meniru fitur bisnis mereka dan menerapkannya di Indonesia. Jika tidak berjalan, kita dapat langsung mencabutnya dan mengganti dengan fitur yang lain. Untuk melakukan uji coba terhadap suatu fitur, kita juga dapat melakukan AB testing dengan 10 user/customer. Dari 10 orang ini kita dapat melihat kinerja dari fitur ini, apabila tidak ada berjalan, kita dapat langsung mencabutnya. Fitur itu ada dua, yaitu fitur basic dan inovatif. Kita harus tahu fitur yang ingin kita tawarkan ini adalah fitur basic atau inovatif. Contoh dari fitur basic di ecommerce adalah “add to cart” karena fitur ini adalah dasar dan harus ada di website ecommerce. Jadi anda harus tahu fitur dasar di startup anda. Pertanyaan: Bagaimana kita tahu bahwa suatu ide bisa berjalan atau tidak ? Karena saya melihat perkembangan bisnis anda (Jason) cukup cepat, anda memulai bisnis tahun 2010 dan sekarang bisnis anda telah bertumbuh dengan cepat. Menurut saya, setiap orang memiliki pandangan yang berbeda. Mungkin salah satu hal yang sangat penting untuk berbisnis adalah passion. Saya sangat tertarik dengan internet dan business model ecommerce, saya tertarik bagaimana saya dapat mengakuisisi customer. Karena saat saya mendirikan startup food review dan UGC, saya tidak tahu cara mengembangkannya, tetapi saat saya menjalankan bisnis ecommerce, saya yakin ini akan berkembang dan ini adalah passion saya. Saya mengerti cara mencari solusinya. Selanjutnya, kita harus cari tahu ide atau business model yang ingin kita jalani ini sudah terbukti atau tidak. Cara membuktikannya adalah bisa dengan melihat business model tersebut berjalan atau tidak di luar negeri, seperti Amerika. Setiap orang berbeda dalam menentukan ide bisnis, terkadang kita sering mendengar nasihat dalam berbisnis yang mengatakan untuk selalu aim for the sky, tetapi saya orangnya lebih cenderung practical. Saya hanya orang yang menerapkan business model yang telah terbukti. Pertanyaan: Saat anda masih di Disdus, mana yang lebih anda fokusin, user atau conversion ? Karena apabila kita ingin memperbanyak user, kita juga harus memperbanyak produk/merchant, di
Bagaimana Melakukan Scaling dan Metriks Apa Saja Yang Penting Untuk Startup
sisi lain untuk memperbanyak produk/merchant, kita harus meningkatkan user. Ini menjadi sebuah dilemma, saya ingin tahu bagaimana cara anda menyelesaikan masalah ini ? Menurut saya setiap startup memiliki masalah tersendiri. Seperti yang saya jelaskan tadi bahwa kita harus tahu metrics apa yang ingin kita ukur. Seperti kasus yang saya alami saat di Disdus, kami hanya focus untuk meningkatkan user dan conversion. Kami tidak focus pada hal-hal di luar dua metrics itu. Misalnya ada customer komplain karena produk yang ia inginkan tidak tersedia, saat itu kami tidak focus ke hal itu. Jadi complain tersebut belum menjadi perhatian kami. Kami hanya focus bagaimana cara meningkatkan jumlah user dan conversion. Jadi ini tergantung dari tahap startup anda sendiri, anda harus tahu metrics apa yang ingin anda tingkatkan. Kita tidak bisa mengatakan bahwa metrics yang “ini” lebih penting dari yang “itu”. Semua bergantung pada tahap startup dan target pencapaian. Kita harus memiliki target untuk dicapai. Misalnya jumlah user harus meningkat 10.000 dalam 3 bulan. Kita harus membuat target tersebut. Kembali lagi ke pertanyaan, bagaimana cara saya meningkatkan user dan produk/merchant di tahap awal Disdus ? Saya harap saya dapat memberikan jawaban yang pasti, tetapi semua itu bisa saya dapatkan karena kerja keras. Kami pernah melakukan meeting dengan satu merchant sebanyak empat kali, tetapi ujung-ujungnya kami tidak berhasil deal. Mungkin kami gagal untuk mencari deal dengan suatu merchant, tetapi bukan berarti kami gagal di semua deal. Kita harus yakin bahwa pasti masih banyak merchant di luar sana yang ingin bergabung dengan kami waktu itu. Kita juga harus pandai bernegosiasi dengan mereka. Dan setiap kami gagal melakukan deal dengan merchant, kami belajar untuk terus melakukan improvisasi dengan memberikan penawaran-penawaran yang menarik agar merchant tersebut dapat bergabung dengan kami. Jangan sampai kita terus kerja keras mencari merchant, tetapi kita tidak mengukur apakah negosiasi atau hal yang kita lakukan mengalami kemajuan atau tidak. Semuanya berasal dari kerja keras dan terus belajar. Istilahnya adalah trial and error. Pertanyaan: Saya pernah mendengar bahwa sebelum Groupon masuk ke Disdus, tim sales Disdus tergolong buruk resultnya, tetapi saat Groupon masuk, tim sales Disdus dan penjualannya naik secara drastis. Apakah gosip itu benar ? Sebenarnya tim kami tidak buruk, melainkan relatif karena Disdus masih merupakan perusahaan baru, masih di tahap awal. Jadi, kami masih perlu banyak belajar dari Groupon dan banyak sekali ilmu yang bisa mereka ajarkan kepada kami. Bisa dibilang Groupon memang expert di bidangnya, mereka mengajarkan kami bagaimana menciptakan deal dengan cara yang efektif. Pertanyaan: Kapan anda kepikiran untuk menjual Disdus ke Groupon ? Apakah dari awal dibangun sudah ingin dijual ke Groupon ? Sebenarnya penjualan itu tidak direncanakan. Pada awalnya, kami memang tidak berencana untuk menjual Disdus, tetapi di tengah jalan Groupon merasa tertarik dengan Disdus. It just happen along the way. Pertanyaan: Teman saya punya website yang menjual peralatan Dapur, selama sekitar 6 bulan, penjualannya terus meningkat. Operasional, ketersediaan produk, dan pengiriman tidak ada masalah. Tetapi, pada bulan selanjutnya, tidak ada satu customer pun yang memesan. Penjualan nol besar. Saya tidak tahu kenapa. Seharusnya penjualannya semakin meningkat karena tidak ada Bagaimana Melakukan Scaling dan Metriks Apa Saja Yang Penting Untuk Startup
masalah yang kami hadapi, semua berjalan lancar. Apa ada yang salah dengan cara saya scaling startup ? Saya ingin bertanya, sebagai pelaku startup yang masih kecil, bagaimana kita dapat scaling startup dengan biaya yang cukup rendah, tetapi memiliki impact yang besar ? Ada gak caranya ? Menurut saya pasti ada. Perlu anda ketahui bahwa menurut saya word of mouth itu tidak scalable untuk startup, kecuali produk tersebut sangat murah dan sangat keren. Apabila produk kita hanya lebih murah sekitar 10% dari harga pasar, word of mouth tidak akan efektif bagi startup yang masih kecil. Jadi, taktik apa sih yang bisa digunakan dengan biaya yang rendah, tetapi dampaknya besar ? Yang pertama adalah dengan organic traffic/SEO. Apa ini scalable ? Iya, tetapi hasilnya terbatas. Maksudnya adalah apabila keyword yang anda targetkan itu “panci murah” dan total orang yang mencari keyword itu dalam sebulan adalah 1000, maka customer yang akan datang ke website anda maksimal adalah 1000 orang. Cara mengatasi hal ini adalah dengan terus memodifikasi keyword yang anda targetkan agar customer yang datang semakin banyak dan lebih scalable. Contohnya seperti menargetkan “panci masak murah” atau “panci dapur” dan lain-lain. Cara kedua dengan multi channel. Anda dapat menjual produk yang anda miliki di berbagai marketplace yang ada, seperti tokopedia, bukalapak, kaskus, berniaga, rakuten dan masih banyak lagi. Memang biaya setiap marketplace ini berbeda-beda, tetapi inilah salah satu cara agar produk anda bisa scalable. Walaupun kita punya website sendiri, tidak berarti hanya di website ini kita berjualan, kecuali kita memiliki budget untuk adwords yang banyak untuk mendorong banyak traffic ke website kita. Menjual di berbagai forum dan marketplace dapat dijadikan pilihan untuk mengembangkan startup anda. Dua cara yang telah saya jelaskan tadi adalah cara yang biasa dilakukan ecommerce-ecommerce kecil di seluruh dunia agar tidak bersaing secara langsung dengan ecommerce besar. Untuk search organic, kita juga dapat menargetkan keyword long tail agar tidak bersaing secara langsung dengan ecommerce besar karena biasanya keyword long tail jarang digunakan oleh mereka. Contohnya adalah “baju merah”, keyword long tail nya bisa jadi “baju merah agnes monica” atau “baju hijau” bisa menjadi “baju hijau lengan panjang.” Kurang lebih seperti itu. Pertanyaan: Untuk ecommerce, apakah mobile apps itu berpengaruh dengan pendapatan dan juga apakah berpengaruh dengan perkembangan bisnis kita ? Menurut saya mobile app untuk ecommerce itu adalah pelengkap. Saya belum pernah dengar peningkatan order karena adanya mobile app. Mobile app mungkin lebih cocok untuk engagement dengan customer. Lain halnya apabila business model startup itu adalah mobile app. Seperti scoop dan wayangforce. Mereka adalah e-reader untuk perangkat mobile. Game mobile juga bisa menjadi contoh karena mobile app adalah fitur utama dari game mobile. Tetapi, jika berbicara tentang mobile web, saya tidak tahu untuk di Indonesia apakah harus ada atau tidak, yang jelas ini dapat membantu pertumbuhan bisnis kita.
Bagaimana Melakukan Scaling dan Metriks Apa Saja Yang Penting Untuk Startup
Bagaimana Melakukan Scaling dan Metriks Apa Saja Yang Penting Untuk Startup