MANAJEMEN
Kompetensi PNS di Kementerian Keuangan perlukah? Kemampuan atau keahlian & proses mental Pegawai Negeri Sipil Kementerian Keuangan Oleh Muhammad Zairil Idris Tentu saja perlu...!! Mengapa perlu…? Untuk keperluan apa...? Apakah itu…? Siapa yang perlu…? Kapan diperlukan…? Bagaimana perlunya…? Sederet pertanyaan akan muncul pada setiap diri rakyat Indonesia termasuk Pegawai Negeri Sipil di Kementerian Keuangan sejak Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat – Republik Indonesia Nomor VI Tahun 2001 mengamanatkan agar Presiden Republik Indonesia membangun kultur / budaya birokrasi Indonesia yang transparan, akuntabel, bersih dan bertanggungjawab, serta dapat menjadi pelayan masyarakat, abdi negara, contoh dan teladan bagi masyarakat (Taufiq Effendi – Menteri PAN, Agenda Strategis Reformasi Birokrasi Menuju Good Governance, 2007). Oleh karena itu Presiden Republik Indonesia periode tahun 2004 – 2009 telah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Tahun 2004-2009 yang berfungsi sebagai dokumen perencanaan untuk periode lima tahun berupa penjabaran visi, misi & program Presiden Republik Indonesia dengan berpedoman pada Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional telah memasukkan dalam agenda kedua yaitu agenda mewujudkan Indonesia yang adil dan demokratis dengan salah satu sasaran adalah meningkatkan pelayanan birokrasi kepada masyarakat dengan salah satu kebijakan berupa peningkatan kualitas penyelenggaraan administrasi negara. Penataan kembali fungsi kelembagaan / organisasi meliputi pelaksanaan modernisasi dan pemisahan, penggabungan, serta penajaman fungsi organisasi. Perbaikan proses bisnis / ketatalaksanaan dan prosedur meliputi pelaksanaan analisa dan evaluasi jabatan dan penyusunan standar kompetensi jabatan, analisa beban kerja, dan penyusunan standard operating procedure (SOP). Sementara peningkatan manajemen sumber daya manusia meliputi penyusunan Kamus Kompetensi Perilaku, penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan berbasis kompetensi, pembangunan assessment center dan melaksanakan proses asesmen, penyusunan pola mutasi, peningkatan disiplin dan pengintegrasian Sistem Informasi Manajemen Pegawai (SIMPEG) di Kementerian Keuangan. Reformasi birokrasi telah dimulai, point of no return telah dilampaui. Pertanyaannya kemudian mampukah Kementerian Keuangan terus memelihara semangat reformasi birokrasi dan menjaganya sebagai motor penggerak perubahan birokrasi ke arah yang lebih baik?
“ Pemimpin & Pribadi Efektif di Kementerian Keuangan” REFORMASI BIROKRASI KEM KEUANGAN
KAMUS KOMPETENSI
ASSESSMEN
STANDAR KOMPETENSI JABATAN
KOMPETENSI INDIVIDU
KESENJANGAN KOMPETENSI
MODEL THE WAY
INSPIRE A SHARED VISION
K E P E M I M P I N A N
PENGEMBANGAN
CHALLENGE THE PROCESS
KUALITAS PRIBADI T PEMIMPIN R (Sashkin & Sashkin) A N -Percaya Diri S -Orientasi Pemberdayaan F -Penetapan Visi O (Kemampuan Kognitive) R M KONTEKS ORGANISASI A (BUDAYA) S PRAKTEK KEPEMIMPINAN I (Kouzes & Posner) O N -Model the Way -Inspire a Shared Vision A -Challenge the Process L -Enable others to Act -Encourage the Heart
ENABLE OTHERS TO ACT Continuous Learning (Kluster Working)
ENCOURAGE THE HEART
K O M P E T E N S I Diklat Berbasis Kompetensi Eselon 4 – Kementerian Keuangan 2010 Jawabannya harus mampu. Apakah yang disebut kompetensi? Kompetensi diartikan sebagai kemampuan atau keahlian yang lebih dari sekedar keterampilan yang merupakan hasil dari pengalaman dengan melibatkan pemahaman / pengetahuan, tindakan nyata, serta proses mental yang terjadi dalam jangka waktu tertentu serta berulang-ulang sehingga menghasilkan kemampuan / keahlian dalam bidang tertentu. Dapat dikatakan bahwa kompetensi dibentuk oleh interaksi antara faktor pengalaman dan faktor bawaan. Pengelompokkan pengalaman dan pengetahuan, keahlian dan perilaku tersebut merupakan pengkategorisasian ke dalam beberapa kelompok berdasarkan ciri-ciri yang menonjol dan unik dan saling berhubungan satu dengan yang lain. Secara ringkas dapat dikatakan bahwa kompetensi sebagai kumpulan perilaku, pengetahuan dan keterampilan yang harus ada dan diperlukan dalam suatu posisi jabatan agar tugas-tugas jabatan tersebut berhasil dilaksanakan oleh seorang Pegawai Negeri Sipil.
Untuk keperluan apa kompetensi diaplikasikan? Kompetensi dapat diaplikasikan untuk menggambarkan pengelompokkan pengetahuan, keahlian dan perilaku yang berperan dalam menentukan keberhasilan atau kegagalan seseorang dalam pekerjaan. Kompetensi juga dapat diaplikasikan dalam proses rekruitmen dan seleksi Pegawai Negeri Sipil, dalam proses pengembangan dan pendidikan dan pelatihan Pegawai Negeri Sipil, dalam proses pemberian penghargaan kepada Pegawai Negeri Sipil, dalam proses penilaian manajemen kinerja Pegawai Negeri Sipil, dalam perencanaan karir dan penggantian kepemimpinan Pegawai Negeri Sipil. Secara umum Kamus Kompetensi Perilaku ini dibagi menjadi tiga kelompok kompetensi berdasarkan Kelompok Kompetensi Assess: 1.kelompok kompetensi yang berhubungan dengan aspek kelompok kompetensi yang mengutamakan kemampuan berpikir dalam implementasinya (thinking) ada delapan kompetensi yang terdiri dari Kompetensi Penetapan Visi, Kompetensi Inovasi, Kompetensi Pemecahan dan Analisa Masalah, Kompetensi Keputusan yang Tegas, Kompetensi Memimpin Perubahan, Kompetensi Adaptasi Terhadap Perubahan, Kompetensi Keberanian Berdasarkan Keyakinan, Kompetensi Keahlian Bisnis; 2.kelompok kompetensi yang berhubungan dengan aspek kelompok kompetensi yang mengutamakan kemampuan penyelesaian pekerjaan / tugas dalam implementasinya (working) ada dua belas kompetensi yang terdiri dari Kompetensi Perencanaan dan Pengorganisasian, Kompetensi Mendorong Hasil, Kompetensi Memberikan Hasil, Kompetensi Fokus Kepada Kualitas, Kompetensi Perbaikan Terus Menerus, Kompetensi Kebijakan, Proses dan Prosedur, Kompetensi Keselamatan Kerja, Kompetensi Fokus Kepada Pemangku Kepentingan, Kompetensi Pelayanan Pemangku Kepentingan, Kompetensi Integritas, Kompetensi Ketabahan, Kompetensi Pembelajaran Berkesinambungan; 3.kelompok kompetensi yang berhubungan dengan aspek kelompok kompetensi yang mengutamakan kemampuan hubungan antar manusia dalam implementasinya (relating) ada lima belas kompetensi yang terdiri dari Kompetensi Kerja Sama Tim dan Kolaborasi, Kompetensi Mempengaruhi dan Mempersuasi, Kompetensi Mengelola Orang Lain, Kompetensi Kepemimpinan Tim, Kompetensi Membimbing dan Mengembangkan Orang Lain, Kompetensi Memotivasi Orang Lain, Kompetensi Keahlian Berorganisasi, Kompetensi Mengelola Hubungan, Kompetensi Negosiasi, Kompetensi Pengelolaan Konflik, Kompetensi Komunikasi Interpersonal, Kompetensi Komunikasi Tertulis, Kompetensi Kemampuan Presentasi, Kompetensi Kepemimpinan Rapat, Kompetensi Kontribusi Dalam Rapat.
KELOMPOK KOMPETENSI KEMENTERIAN KEUANGAN KELOMPOK KEMAMPUAN BERPIKIR 1.PENETAPAN VISI 2.INOVASI 3.PEMECAHAN & ANALISA MASALAH 4.KEPUTUSAN YANG TEGAS 5.MEMIMPIN PERUBAHAN 6.ADAPTASI TERHADAP PERUBAHAN 7.KEBERANIAN BERDASARKAN KEYAKINAN 8.KEAHLIAN BISNIS
KELOMPOK KEMAMPUAN PENEYELESAIAN TUGAS 1.PERENCANAAN & PENGORGANISASIAN 2.MENDORONG HASIL 3.MEMBERIKAN HASIL 4.FOKUS KEPADA KUALITAS 5.PERBAIKAN TERUS MENERUS 6.KEBIJAKAN, PROSES & PROSEDUR 7.KESELAMATAN KERJA 8.FOKUS KEPADA PEMANGKU KEPENTINGAN 9.PELAYANAN PEMANGKU KEPENTINGAN 10.INTEGRITAS 11.KETABAHAN 12.PEMBELAJARAN BERKESINAMBUNGAN
KELOMPOK KEMAMPUAN HUBUNGAN ANTAR MANUSIA 1.KERJA SAMA TIM & KOLABORASI 2.MEMPENGARUHI & MEMPERSUASI 3.MENGELOLA ORANG LAIN 4.KEPEMIMPINAN TIM 5.MEMBIMBING & MENGELOLA ORANG LAIN 6.MEMOTIVASI ORANG LAIN 7.KEAHLIAN BERORGANISASI 8.MENGELOLA HUBUNGAN 9.NEGOSIASI 10.PENGELOLAAN KONFLIK 11.KOMUNIKASI INTERPERSONAL 12.KOMUNIKASI TERTULIS 13.KEMAMPUAN PRESENTASI 14.KEPEMIMPINAN RAPAT 15.KONTRIBUSI DALAM RAPAT
Adapun struktur Kamus Kompetensi Perilaku terdiri dari Nama Kompetensi, Definisi Kompetensi, Tingkat Kemahiran Kompetensi dan Indikator Perilaku. Nama Kompetensi adalah nama yang mewakili kompetensi perilaku. Definisi Kompetensi adalah pengertian umum mengenai kompetensi tertentu dan cirri-ciri umum seseorang yang memiliki kompetensi tersebut. Tingkat Kemahiran Kompetensi adalah pengertian khusus mengenai tingkat penguasaan dari suatu kompetensi dan dalam Kamus Kompetensi Perilaku ini ada 4 tingkatan kemahiran pada setiap kompetensi perilaku yaitu tingkat kemahiran satu / tingkat kemahiran dasar, tingkat kemahiran dua / tingkat kemahiran efektif, tingkat kemahiran tiga / tingkat kemahiran menguasai dan tingkat kemahiran empat / tingkat kemahiran ahli. Indikator Perilaku adalah perilaku yang seyogyanya ditampilkan melalui kompetensi dan tingkat kemahiran tertentu yang menunjukkan kinerja tertentu yang harus dimiliki dalam suatu kompetensi untuk memastikan tugas dilaksanakan dengan berhasil. Siapa yang perlu kompetensi? Pemegang jabatan struktural eselon II, eselon III dan eselon IV memerlukan kompetensi dan tingkat kompetensi yang dipersyaratkan sesuai dengan uraian jabatan yang telah disusun.
Standar Kompetensi Jabatan adalah kompetensi dan tingkat kompetensi yang dipersyaratkan agar pemegang jabatan mampu melaksanakan pekerjaan dengan baik yang disusun berdasarkan uraian jabatan dan telah dilakukan diskusi serta kolaborasi dengan pejabat terkait. Terdapat empat kriteria untuk menetapkan kompetensi yang dipersyaratkan dalam suatu jabatan yaitu kriteria tingkat empat yang esensial atau mutlak harus ada, kriteria tingkat tiga yang penting atau perlu ada, kriteria tingkat dua yang bermanfaat atau kalau ada lebih baik dan kriteria tingkat satu yang tidak penting.
Kompetensi Kementerian Keuangan Merupakan kompetensi yang harus dimililki oleh pegawai Kementerian Keuangan Ditetapkan berdasarkan Visi & Misi Kementerian Keuangan Kompetensi yang harus dimililki oleh pemegang jabatan pada eselon tertentu Dibuat berdasarkan analisa terhadap hasil ‘job profiling’ dari seluruh jabatan eselon tertentu Kompetensi yang harus dimililki dan khas untuk suatu jabatan / kelompok jabatan tertentu Disetujui oleh atasan / pejabat setingkat di atasnya yang ditunjuk Mengapa perlu kompetensi? Pemegang jabatan struktural eselon II, eselon III dan eselon IV pada Kementerian Keuangan adalah pemimpin yang perlu memiliki kompetensi visi, kompetensi kepercayaan diri dan kompetensi kekuatan. Kepemimpinan adalah suatu upaya mencapai hasil melalui orang lain dan Sashkin & Sashkin dalam buku “Leadership That Matters” memberikan ilustrasi tentang pendekatan pemimpin untuk dapat mempengaruhi / menggerakkan orang lain agar mau mencapai tujuan hasil kerja yang diinginkan sang pemimpin. Sashkin & Sashkin mengemukakan terdapat tiga kategori sumber pengaruh seorang pemimpin yaitu kepribadian, perilaku dan konteks situasional. Disamping itu ada definisi kepemimpinan yang paling lugas dan sederhana dikemukakan oleh John C. Maxwell dalam buku “The 21 Irreputable Laws of Leadership” bahwa kepemimpinan adalah pengaruh.
James MacGregor Burns dalam buku “Leadeship” meneliti sejumlah pemimpin bangsa dan pemimpin sosial kemasyarakatan yang spektakuler dengan fokus terarah kepada pemimpin seperti Gandhi yang dinilai sebagai contoh paling tepat dari Kepemimpinan Transformasional termasuk pemimpin pada masa silam sampai pada pemimpin modern sejak Abraham Lincoln sampai dengan Martin Luther King, Jr. dan Franklin Delano Roosevelt. Pemimpin Transformasional mengantarkan pengikutnya menjadi lebih kapabel dan mandiri dengan melakukan transformasi nilai atau makna kepada orang lain / pengikutnya atau organisasi dan ke tengah masyarakat yang lebih luas. Dalam proses melakukan transformasi nilai tersebut maka pemimpin dan pengikut saling berdampingan satu sama lain, mencapai tingkat prestasi yang lebih tinggi dan standar moral yang lebih baik. James MacGregor Burns tidak menjelaskan hal yang sebetulnya dilakukan pemimpin dalam proses Kepemimpinan Transformasional itu. Pada awal dekade 1980an Warren Bennis seorang guru besar dari University of Southern California telah melakukan kajian terhadap pemimpin yang dianggap telah mencapai sukses luar biasa dan menuangkannya dalam buku “Leaders” yang ditulis bersama Bert Nanus dan menjelaskan bahwa melalui perilaku kepemimpinan yang efektif maka para pemimpin telah mengelola lima macam isu mengenai hubungan antara pemimpin dan pengikut yaitu isu perhatian, isu komunikasi, isu kepercayaan, isu rasa hormat, dan isu resiko. Jim Kouzes dan Barry Posner dari University of Santa Clara, California meneliti isu yang sama dengan yang dilakukan oleh Bennis dan Nanus dan melakukan kajian untuk mengidentifikasi perilaku dari Kepemimpinan Transformasional dan berhasil mengidentifikasi ada lima faktor secara jelas dan setiap faktor mengandung dua perilaku yang spesifik. Sashkin & Sashkin melakukan penelitian sejak tahun 1984 dan menemukan empat perilaku yang spesifik dari Kepemimpinan Transformasional yaitu Kepemimpinan dengan keterampilan komunikasi, Kepemimpinan yang memiliki kepercayaan, Kepemimpinan yang menunjukkan kepedulian terhadap orang lain dan Kepemimpinan yang menciptakan peluang bagi orang lain untuk meningkatkan keterampilan dan pengetahuannya.
PRAKTEK KEPEMIMPINAN & KOMPETENSI Diklat Berbasis Kompetensi Eselon 4 Perencanaan & Pengorganisasian (Kluster Working) – Budiasih & Ariefina
Pemecahan & Analisa Masalah (Kluster Thinking) Sampurna – FX. Yuwono
Integritas (Kluster Working) – Oentarto & Totok S.
KOUZES & POSNER
Komunikasi Interpersonal (Kluster Relating) – Budiasih Hestin P. & Ratna
Mengelola Orang Lain Pelayanan Pemangku Kepentingan (Kluster Relating) – Anung T (Kluster Working) – Marlinda & & Wena Liza Raynal K 4.ENABLE Perbaikan Terus Menerus OTHERS TO ACT (Kluster Working) – Zulkarnaen & Azah W. Pembelajaran Berkesinambungan
(Kluster Working) Zairil & Indra A.
Diklat Berbasis Kompetensi Eselon 4 – Kementerian Keuangan 2010
Kapan perlu kompetensi? Di Indonesia kompetensi mulai diperlukan sejak Presiden Republik Indonesia periode tahun 2004 – 2009 menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Tahun 2004-2009 yang berfungsi sebagai dokumen perencanaan untuk periode lima tahun berupa penjabaran visi, misi & program Presiden Republik Indonesia dengan berpedoman pada Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional dan telah mencanangkan dalam agenda kedua beliau yaitu agenda mewujudkan Indonesia yang adil dan demokratis dengan salah satu sasaran adalah meningkatkan pelayanan birokrasi kepada masyarakat dengan salah satu kebijakan berupa peningkatan kualitas penyelenggaraan administrasi negara. Selanjiutnya melalui suatu kebijakan ibu Sri Mulyani Indrawati selaku Menteri Keuangan bahwa di Kementerian Keuangan kompetensi mulai diperlukan sejak tahun 2007 yang diwujudkan melalui penataan kembali fungsi kelembagaan, peningkatan efektivitas dan efisiensi ketatalaksanaan dan prosedur, penataan, peningkatan kapasitas sumber daya manusia yang lebih profesional dengan pemberlakuan sistem karir berbasis kompetensi dan peningkatan kesejahteraan melalui tunjangan remunerasi sumber daya manusia Kementerian Keuangan. Sejak tahun 2009 Kementerian Keuangan sudah memiliki Kamus Kompetensi Perilaku yang memuat 35 (tiga puluh lima) kompetensi perilaku yang harus diaplikasikan oleh 62.000 PNS di Kementerian Keuangan di seluruh Indonesia. Secara bertahap Kementerian Keuangan telah berhasil menyusun Standar Kompetensi Jabatan eselon II, Standar Kompetensi Jabatan eselon III sementara itu Standar Kompetensi Jabatan eselon IV secara bertahap sedang terus disusun.
Sejak tahun 2008 seluruh pejabat eselon II dan pejabat eselon III Kementerian Keuangan telah mengikuti proses asesmen yang dilaksanakan oleh tim asesor pada assessment center dan hingga saat ini Kementerian Keuangan telah memiliki hasil kompetensi individu seluruh pejabat eselon II dan pejabat eselon III yang akan dipergunakan oleh Kementerian Keuangan untuk melakukan promosi, mutasi dan pengembangan tingkat kemahiran kompetensi perilaku para pejabat struktural tersebut. Bila hasil kompetensi individu tersebut dibandingkan dengan Standar Kompetensi Jabatan maka akan dapat diketahui kesenjangan tingkat kemahiran kompetensi yang dikuasai oleh seluruh pejabat eselon II dan pejabat eselon III tersebut dan untuk mengatasi kesenjangan tingkat kemahiran kompetensi tersebut maka sejak tahun 2009 Kementerian Keuangan sudah melaksanakan Diklat Berbasis Kompetensi eselon II untuk seluruh pejabat eselon II dan Diklat Berbasis Kompetensi eselon III untuk sebagian pejabat eselon III yang akan dilanjutkan pada tahun 2010 ini dengan melaksanakan Diklat Berbasis Kompetensi eselon III untuk sisa pejabat eselon III dan akan mulai melaksanakan Diklat Berbasis Kompetensi eselon IV untuk sebagian pejabat eselon IV. Bagaimana cara mengaplikasikan kompetensi? Sebagai contoh salah satu dari tiga puluh lima kompetensi dalam Kamus Kompetensi Perilaku – Kementerian Keuangan adalah bernama Kompetensi Pembelajaran Berkesinambungan yang secara definisi kompetensi adalah berusaha memperluas pengetahuan dan meningkatkan keterampilan melalui pendidikan dan pelatihan (pembelajaran formal maupun non formal). Memberikan inspirasi kepada orang lain untuk mengembangkan dan meningkatkan pengetahuan serta keterampilan yang relevan dengan pekerjaan mereka. Orang-orang yang kompeten, selalu berusaha meningkatkan pengetahuan, pemahaman, kemampuan dan keterampilan mereka di sepanjang kehidupan kerja mereka, melalui contoh yang mereka tunjukkan atau dengan memberikan dorongan langsung, mereka juga mendorong orang lain untuk belajar secara terus menerus. Salah satu upaya agar bawahan dapat belajar secara komprehensif, atasan harus mampu menciptakan Lingkungan Belajar Efektif di tempat kerja. Lingkungan Belajar Efektif, terdiri dari beberapa faktor yang terintegrasi yaitu : 1.Pembelajaran formal (formal learning) Merupakan kesempatan mengikuti pelatihan-pelatihan yang diadakan secara terencana berupa informasi-informasi yang akan diterima seseorang untuk pengembangan kompetensi teknis ataupun perilaku, sesuai dengan kebutuhan atau tuntutan pekerjaan yang dibuat untuk kebutuhan peserta pada umumnya. 2. Peluang pengembangan (development opportunity) Peluang pengembangan dirancang sesuai keunikan kebutuhan setiap individu dan terdapat 3 (tiga) jenis model peluang pengembangan dalam atribut ini adalah mentoring, cognitive apprenticeship dan internship.
MENCIPTAKAN LINGKUNGAN BELAJAR EFEKTIF Berkesinambungan
Terintegrasi dengan pekerjaan
ANG
Mentor dari rekan kerja
Mengembangkan kemampuan kognitif
Internship
Mengakomodasi kebutuhan
Dituntut untuk melakukan usaha yang keras
PEMBELAJAR
Berbagi informasi dan pengalaman
Fokus kepada rencana strategis organisasi
a.Mentor dari rekan kerja (mentoring) : Dalam lingkup Lingkungan Belajar Efektif, mentoring diartikan sebagai kesempatan belajar dimana rekan kerja yang lebih berpengalaman bisa berperan menjadi mentor, mensosialisasikan pada rekan kerja lain yang sedang belajar mengenai organisasi, profesi atau industri dalam sosialisasi antara lain, meliputi : • memahami kondisi kerja, aturan main yang tertulis dan tidak tertulis, pola hubungan antar individu; • menunjuk nilai-nilai dan perilaku yang diharapkan. b.Mengembangkan kemampuan kognitif (cognitive apprenticement) : Situasi belajar di dalam pelaksanaan tugas, dimana seorang yang lebih ahli membantu rekan yang sedang magang / belajar untuk mengembangkan kemampuan kognitif yang lebih kompleks. Proses ini dapat mendorong tacit yang dimiliki rekan kerja yang ahli untuk bisa tampil secara terbuka, sehingga bisa ditiru dan dilakukan oleh rekan kerja lainnya. c.Internship : Adalah metoda yang paling kuat untuk organisasi karena melalui proses Internship, kesempatan belajar menjadi lebih terarah, tidak hanya di dalam organisasi tetapi juga bisa juga dari luar organisasi. Kegiatan ini dilakukan saat akan memasuki pasar yang baru, atau produk yang baru, menawarkan jasa atau produk baru yang lebih kompleks atau bahkan saat terjadi aliansi.
3.Berbagi informasi dan pengalaman (sharing information & experience) Merupakan situasi yang memberikan kesempatan untuk mengembangkan kompetensi yang telah dimiliki. Situasi ini memungkinkan seseorang memperoleh informasi mengenai perkembangan-perkembangan yang terjadi terhadap hal-hal yang berkaitan dengan situasi kerja umumnya terjadi secara spontan. Untuk menciptakan diperhatikan, yaitu :
Lingkungan
Belajar
Efektif,
atribut-atribut
yang
perlu
Berkesinambungan Lingkungan Belajar Efektif memberikan kesempatan kepada seseorang untuk belajar secara berkesinambungan dan dengan situasi ini seseorang akan senantiasa memutahirkan pengetahuan ataupun kompetensinya sesuai dengan tuntutan pekerjaan saat ini. Terintegrasi dengan pekerjaan Dengan menciptakan lingkungan belajar di tempat kerja, seseorang akan belajar secara praktis dalam pengembangan kompetensinya sesuai dengan tuntutan pekerjaannya para pegawai tidak terpaku kepada hipotesa-hipotesa ataupun teoriteori yang diperoleh dari kelas, namun melalui modeling, mentoring dan lain-lain serta dapat secara langsung menyesuaikan hipotesa / teori yang diketahuinya sehingga diperoleh pemecahan masalah yang lebih efektif karena dapat memperoleh umpan balik secara langsung. Mengakomodasi kebutuhan Lingkungan Belajar Efektif mengadaptasi kebutuhan-kebutuhan seseorang sesuai dengan kemampuan dan pengalaman-pengalaman yang dimiliki yang dapat memberikan kepada seseorang variasi dari proses belajar serta kemungkinankemungkinan pengembangan sesuai dengan minatnya. Fokus kepada rencana strategis organisasi Pengembangan kompetensi karyawan, hendaknya diarahkan kepada kompetensi yang diperlukan dalam pencapaian sasaran jangka panjang organisasi. Lingkungan Belajar Efektif merupakan sarana untuk pemenuhan kebutuhan pengembangan kompetensi yang dibutuhkan, saat ini dan yang akan datang. Dituntut untuk melakukan usaha yang keras Mengembangkan dan mempertahankan kompetensi-kompetensi yang kompleks dan dinamis bukanlah pekerjaan yang mudah, karena secara substansi dibutuhkan waktu dan enerji dari para pegawai dan umumnya sebagian pegawai diikut sertakan untuk mengikuti pelatihan-pelatihan yang telah disiapkan sebelumnya. Dalam Lingkungan Belajar Efektif, pegawai dituntut untuk berpartisipasi secara aktif dalam proses belajar, seperti: a.menilai kebutuhan pengembangan kompetensi secara berkesinambungan dan memperoleh berbagai variasi dari kesempatan belajar; b.melakukan seleksi dari aktivitas belajar untuk memenuhi kebutuhan pengembangan kompetensi sesuai dengan rencana pengembangan diri; c.dapat memperoleh sumber daya yang dibutuhkan (waktu, anggaran, dukungan) dalam melakukan proses belajar dan rencana pengembangan diri;
d.berpartisipasi dalam aktivitas belajar, karena proses belajar dalam Lingkungan Belajar Efektif merupakan sesuatu yang dibutuhkan (rigorous & demanding), seorang pegawai dituntut untuk selalu terlibat (mindfully enganged) selama aktivitas belajar, termasuk melakukan studi awal sebelum mengikuti suatu aktivitas belajar dan terlibat dalam kegiatan-kegiatan sesudah pembelajaran (post learning); e.monitoring perkembangan kompetensi diri dan jika perlu melakukan koreksi terhadap rencana pengembangan yang telah dibuat. PROGRAM PEMBELAJARAN BERBASIS KOMPETENSI (COMPETENCY-BASED LEARNING PROGRAM)
Program Pembelajaran Berbasis Kompetensi merupakan program pengembangan individu yang difokuskan kepada pengembangan kompetensi yang dibutuhkan pada pekerjaan yang akan datang, dan umumnya berlangsung selama 1 tahun atau lebih. Program ini biasanya bersifat berkesinambungan dan peran individu sangat besar di dalam proses belajar ini secara pengarahan diri sendiri (self directed) dan dari proses belajar ini ingin dibangun “belajar untuk belajar” (learning to learn). Dalam penyusunan kurikulum Pembelajaran Berbasis Kompetensi (CompetencyBased Learning) harus meliputi pelatihan kelompok yang bersifat formal sampai dengan program belajar individual yang sifatnya non-formal dengan memberikan pengalaman-pengalaman yang menghasilkan belajar secara pengarahan diri sendiri (self directed). Konsep dasar dari program Pembelajaran Berbasis Kompetensi ini adalah Pembelajaran Orang Dewasa (Adult Learning) dimana peserta program didorong untuk bertanggung jawab terhadap pengembangan profesinya, terhadap proses belajar dan terhadap kinerjanya. Mereka harus melihat bahwa belajar sebagai bagian yang terintegrasi dengan proses kerja dan merupakan sumber dari keunggulan dalam persaingan. Hasil dari Pembelajaran Berbasis Kompetensi (Competency-Based Learning) terhadap Kinerja Berbasis Kompetensi (Competency-Based Performance) dicapai melalui 4 (empat) langkah, yaitu : 1.Organisasi menetapkan kompetensi-kompetensi pengetahuan, keterampilan, sikap perilaku (knowledge, skill, attitude) yang dibutuhkan untuk melaksanakan suatu pekerjaan dan individu-individu memiliki dan memperoleh kompetensi-kompetensi tersebut melalui proses belajar. 2.Mengimplementasikan kompetensi yang diperoleh dari proses belajar, dalam polapola tingkah laku tindakan, pemikiran, perasaan (action, thoughts, feeling). 3.Tingkah laku-tingkah lakunya menghasilkan hasil produksi dan pelayanan (product & service). 4.Memberikan hasil berupa kinerja (performance).
1.Organisasi menetapkan kompetensi pengetahuan, keterampilan, sikap perilaku
2.Mengimplementasikan kompetensi yang diperoleh dari proses belajar, dalam pola-pola tingkah laku tindakan, pemikiran, perasaan
Hasil dari Pembelajaran Berbasis Kompetensi terhadap Kinerja Berbasis Kompetensi
4.Memberikan hasil berupa kinerja organisasi
3.Tingkah lakunya menghasilkan hasil produksi dan pelayanan
Dari langkah-langkah di atas, implementasi dari Pembelajaran Berbasis Kompetensi (Competency-Based Learning) dimulai dari langkah pertama yaitu individu memperoleh kompetensi-kompetensi yang direfleksikan dalam tingkah laku yang menghasilkan output berupa kinerja organisasi. Namun demikian dalam pengembangan Pembelajaran Berbasis Kompetensi (Competency-Based Learning) program sebenarnya dimulai dari langkah keempat, yaitu dimulai dengan penetapan dari tujuan bisnis yang akan dicapai, kemudian mengidentifikasikan hasil serta tingkah laku-tingkah laku yang menunjang pencapaian tujuan perusahaan. Selanjutnya kompetensi dikembangkan dari datadata yang mengarah kepada pencapaian hasil bisnis yang diinginkan. Dari uraian diatas, tampak bahwa Pembelajaran Berbasis Kompetensi (Competency-Based Learning) akan dapat memenuhi kebutuhan dari orang dewasa yang belajar. Dalam situasi belajar orang dewasa akan membawa latar belakang pengalamannya, dan hal ini merupakan sumber yang sangat berharga untuk belajar. Pengalaman-pengalaman yang dimiliki orang dewasa ini akan merupakan dasar yang kuat untuk memperoleh pengetahuan, ketrampilan dan sikap-sikap yang dibutuhkan saat ini maupun yang akan datang. Agar Pembelajaran Berbasis Kompetensi (Competency-Based Learning) dapat memenuhi kebutuhan belajar orang dewasa, maka Pembelajaran Berbasis Kompetensi (Competency-Based Learning) harus memiliki kriteria-kriteria sebagai berikut: a.Metode ini lebih menekankan kepada pengembangan kompetensi yang berkaitan dengan pencapaian tujuan pekerjaan saat ini dan yang akan datang, serta dapat menjelaskan peran dari kompetensi dan tujuan pekerjaan dalam mencapai tujuantujuan organisasi. b.Melibatkan pembelajar secara aktif dalam proses belajar sehingga pembelajar akan bertanggung jawab terhadap pencapaian prestasi pribadinya.
c.Mensimulasikan kondisi-kondisi kerja dalam proses belajar. d.Pegawai dapat melihat penerapan hasil belajar dalam pekerjaan. Berkaitan dengan Pembelajaran Orang Dewasa (adult learning), Malcom Knowles (1984) menyatakan bahwa : a.Orang dewasa (adult) mempunyai kebutuhan untuk mengetahui mengapa mereka harus belajar sesuatu. b.Orang dewasa mempunyai kebutuhan yang mendalam untuk pengarahan diri sendiri (self directed). c.Orang dewasa mempunyai kemampuan yang lebih besar (greater volume) dan kualitas dari pengalaman yang berbeda dibandingkan orang muda (youth). d.Orang dewasa akan siap untuk belajar saat situasi yang dihadapinya (life situation) menimbulkan kebutuhan untuk mengetahui atau untuk dapat melakukan perilaku yang lebih efektif dan memuaskannya. Jika kita lebih mengenal tahap perkembangan manusia, maka akan lebih efektif menyusun aktifitas dan proses belajar serta membuat sistem yang mendukungnya, sesuai dengan tahap perkembangannya. Pada setiap tahap perkembangan manusia akan terjadi perubahan cara pandang dan hal ini menyebabkan seorang belajar akan melihat dunia dengan cara yang berbeda. Sebagai contoh adalah, bagi seorang pegawai yang masih baru maka kebutuhannya akan belajar lebih memfokuskan kepada pengetahuan. Semakin berpengalaman seorang pegawai, kebutuhannya untuk belajar akan lebih kepada pengalaman yang terintegrasi atau belajar yang menekankan kepada proses. Pada akhirnya, seorang pegawai yang sangat berpengalaman akan mempunyai kebutuhan belajar yang menekankan kepada membuat hubungan-hubungan yang menciptakan atau membentuk kembali konteks. Dalam proses belajar orang dewasa yang didasarkan oleh pengalaman, maka seorang dewasa akan dapat belajar dengan baik jika ia memperoleh 4 (empat) input, yaitu : 1.Konsep Abstrak (Abstract Conceptualization = AC), membaca teori baru, ide, atau seperangkat instruksi. 2.Eksperimen Aktif (Active Experimentation = AE), secara aktual mencoba melakukan simulasi, latihan berdasarkan teori yang abstrak, ide ataupun instruksi. 3.Pengalaman Nyata (Concrete Experience = CE), umpan balik sebagai hasil dari tingkah laku eksperimental. 4.Observasi Refleksi (Reflective Observation = RO), berpikir tentang apa yang terjadi, jika memungkinkan melakukan modifikasi suatu teori atau ide-ide untuk bagaimana sebaiknya bertingkah laku untuk masa yang akan datang. Keempat input tersebut akan dapat berfungsi secara efektif untuk belajar, jika keempatnya saling berkesinambungan seperti siklus di bawah ini :
PROSES BELAJAR ORANG DEWASA DIDASARKAN PENGALAMAN
1.Konsep Abstrak Membaca teori baru, ide,/ seperangkat instruksi.
2.Eksperimen Aktif Simulasi, Latihan
PROSES BELAJAR ORANG DEWASA DIDASARKAN PENGALAMAN
4.Observasi Refleksi
Umpan balik modifikasi teori / instrumen, berpikir yang telah terjadi 3.Pengalaman Nyata Umpan balik pribadi Perasaan
Berkaitan dengan proses pembelajaran (learning process), dr. Andhyka P. Sedyawan (2010) – Certified Master Practitioner of Neuro Linguistic Programming menyatakan bahwa “semua pembelajaran, perilaku dan perubahan terjadi dalam pikiran bawah sadar kita” Selanjutnya dr. Andhyka P. Sedyawan (2010) menyatakan bahwa saat ini kebanyakan manusia menggunakan hanya 12% dari potensi pikiran sadar sementara lebih dari 88% potensi pikiran bawah sadar manusia masih tersimpan menanti untuk dioptimalkan untuk mencapai / mewujudkan Kompetensi Pembelajaran Berkesinambungan yang memiliki kecenderungan adanya hambatan emosi negatif (obstacle) / blok mental yang harus dipatahkan / dibuang / dikunci dan kemudian melakukan optimalisasi dari emosi positif yang dimiliki pegawai.
Mind Concept Conscious Mind The MIND
“until now, most of people ONLY use 12% of their mind potential…” Characteristic:Analytical , Empiric , Systematic
Unconscious Mind
“more than 88% is still hiding waiting to discover…” (Memory, Habit, Belief, Personality, Self Image, Emotion)
inside,
Characteristic : Neutral, Sugestive, Memory Bank
Optimizing the power 9x stronger of your Subconscious Mind than Conscious Mind to achieve what you dream of Continuous Learning Diklat Berbasis Kompetensi Eselon 4 – Kementerian Keuangan 2010
Sumber:
1.Agenda Strategis Reformasi Birokrasi Menuju Good Governance, Drs. Taufiq Effendi, MBA - Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara, 09 Februari 2007; 2.Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Tahun 2004-2009; 3.Kamus Kompetensi Perilaku – Departemen Keuangan Republik Indonesia, 2009; 4.Materi Diklat Berbasis Kompetensi III - Departemen Keuangan Republik Indonesia, 2009; 5.Buku Kerja “Create Your Own Reality Training” - dr. Andhyka P. Sedyawan (2010).