M Ismail Yusanto: Terorisme untuk Menghalangi Kebangkitan Islam Wednesday, 28 October 2009 12:29
{mosimage}
M Ismail Yusanto, Juru Bicara Hizbut Tahrir Indonesia|
MediaUmat. Setelah sekian lama tenang, Indonesia kembali diguncang bom. Dua hotel mewah di Jakarta menjadi sasaran pemboman. Polisi menuding kelompok Noordin M Top berada di balik aksi tersebut. Sayangnya tudingan itu tidak berhenti di sana. Beberapa tokoh mulai menarik masalah terorisme ini kepada paham/ideologi di belakangnya. Dengan logika tersebut, semua orang yang menginginkan tegaknya kembali syariah dan Khilafah bisa dianggap sebagai teroris.
Sebenarnya ada apa? Untuk membahasnya, wartawan Media Umat Mujiyanto mewawancarai Juru Bicara Hizbut Tahrir Indonesia M Ismail Yusanto. Berikut petikannya.
Bagaimana Anda melihat kasus terorisme di Indonesia? Apakah berdiri sendiri atau ada maksud lain?
Pertama sekali saya ingin mengatakan, bahwa semakin banyak bom di Indonesia sesungguhnya semakin aneh. Mengapa? Kalau kita menggunakan analisis hubungan antara motivasi dan aksi di mana antara keduanya mestinya nyambung, maka semakin banyak bom yang meledak, semakin tampak ketidaknyambungan antara motivasi dan aksi itu. Kalau kita percaya bahwa semua bom itu dilakukan dalam rangka apa yang mereka katakan sebagai perlawanan terhadap Amerika Serikat (AS), kenapa sejak bom Bali 1 hingga bom Ritz dan Marriott baru lalu tidak ada satu pun instalasi penting milik Amerika di Indonesia yang terkena. Bom pertama meledak di jalan Legian, Denpasar, Bali. Kenapa tidak terjadi di Jakarta? Bukankah instalasi penting AS itu ada di Jakarta? Memang ada bom di gedung konsulat AS di Denpasar, tapi itu kecil saja, paling cuma mematahkan satu dua ranting pohon.
Kemudian ketika giliran di Jakarta, kenapa Hotel Marriott yang dibom? Marriott itu bukan hotel Amerika. Itu hotel milik orang Indonesia yang kebetulan dioperasikan oleh jaringan manajemen Hotel Marriott yang memang berasal dari AS. Kenapa bukan gedung kedutaan? Pas gedung
1/7
M Ismail Yusanto: Terorisme untuk Menghalangi Kebangkitan Islam Wednesday, 28 October 2009 12:29
kedutaan, kenapa gedung kedutaan Australia? Itu pun hanya di depannya; bukan gedung Kedubes Amerika?
Yang lebih aneh lagi, bom Bali dua. Apa hubungan Raja's Restoran dan pantai Jimbaran dengan Amerika? Dari 22 orang yang meninggal di pantai Jimbaran, 19 orang di antaranya Muslim. Begitu juga apa hubungan Hotel Ritz Carlton dan JW Marriott dengan AS. Jadi, aksi-aksi pemboman itu sama sekali tidak nyambung dengan motivasi yang katanya untuk melawan AS. Bukan hanya instalasi penting milik AS, orang Amerika-nya juga tidak ada yang kena. Jangankan meninggal, yang luka saja tidak ada.
Lalu apa yang Anda simpulkan dari fakta itu?
Mungkin benar yang melakukan pemboman-pemboman itu adalah orang-orang yang diketahui aktivis Islam. Tapi itu semua ada di level pelaku. Sedangkan siapa master-mind atau die-hardnya hingga sekarang tidak diketahui. Apakah Noordin M Top atau Dr Azahari? Tapi mungkin juga mereka berdua juga hanya pelaku. Masih ada lagi pihak di belakang mereka atau yang menyuruh mereka.
Dari sana kita menengarai bahwa saat ini telah dan tengah terjadi operasi (intelijen) yang melakukan 6i. Apa itu 6i? Yaitu infiltrasi terhadap kelompok-kelompok Islam, yaitu mereka yang memiliki semangat perlawanan terhadap Amerika. Kemudian terhadap kelompok itu dilakukan proses radikalisasi agar mereka lebih bersemangat lagi untuk melawan dan berkorban. Lantas mereka diprovokasi untuk melakukan aksi (sambil dilakukan disinformasi, misalnya bahwa Hotel Marriott adalah milik Amerika, bahwa di Pulau Bali banyak turis dan tentara AS, dan sebagainya yang buat orang tidak tahu mudah sekali dipercaya) berupa tindakan-tindakan pengeboman dan sebagainya sehingga terciptalah stigmasisasi. Stigma seperti apa? Stigma bahwa Indonesia adalah sarang teroris, di mana pelakunya adalah kelompok fundamentalis yang berhubungan dengan pesantren. Stigma semacam itu sekarang sudah terjadi. Bahwa Indonesia memang adalah benar sarang teroris. Buktinya banyak sekali pemboman, dan pelakunya adalah orang-orang semacam Imam Samudra dkk yang aktivis Islam. Malah sekarang tambah lagi stigma negatif terhadap perjuangan Islam karena dikabarkan bahwa para pelakunya bercita-cita untuk menegakkan syariah dan juga Khilafah.
Tujuannya apa? Lalu mengapa Indonesia menjadi sasaran terorisme?
2/7
M Ismail Yusanto: Terorisme untuk Menghalangi Kebangkitan Islam Wednesday, 28 October 2009 12:29
Operasi War on Terrorism (WOT) perang melawan terorisme harus dilakukan di Indonesia karena Indonesia adalah negeri yang sangat potensial memunculkan kekuatan Islam. Dengan jumlah penduduk Muslim terbesar, Indonesia berpeluang memimpin kebangkitan Islam di seluruh dunia. Indikasi ke sana sudah ada. Nah, sebelum semua itu terjadi, Indonesia harus terus menerus dalam tekanan. Terorisme dijadikan sebagai alasan yang paling jitu. Karena itu, pemboman-pemboman harus terus terjadi agar operasi WOT itu menjadi tampak absah. Kejadian itu ada yang natural, artinya bentuk perlawanan murni. Tapi juga ada yang merupakan rekayasa. Juga ada yang gabungan, yakni semula murni tapi kemudian ditumpangi melalui infiltrasi.
Operasi WOT tidak hanya dilakukan di Indonesia, tapi di hampir seluruh dunia Islam. Hal ini dilakukan memang dalam rangka terus menjaga dominasi negara Barat (Amerika dan sekutunya). Kita tahu, setelah perang dingin berakhir, rival utama Barat yang potensial tinggal dunia Islam. Makanya dunia Islam harus dilemahkan dengan berbagai cara, salah satunya dengan isu terorisme itu. Diciptakanlah tragedi WTC agar seolah benar bahwa dunia ini tengah menghadapi terorisme global. Padahal, banyak bukti menunjukkan bahwa WTC itu dihancurkan oleh orang Amerika Serikat sendiri. Selanjutnya, dengan fakta-fakta terorisme yang ada, Barat merasa absah untuk melakukan tindakan apa pun terhadap dunia Islam. Afghanistan diserang. Irak dihancurkan. Negara lainnya ditekan supaya mau mengikuti kemauan AS.
Artinya ini tak bisa lepas dari kepentingan Amerika?
Ini tidak bisa dilepaskan dari politik Amerika yang berkeinginan untuk terus melakukan penjajah baik secara langsung seperti di Irak dan Afghanistan, maupun secara tidak langsung seperti penjajah politik, ekonomi atau opini. Kita dipaksa untuk menerima opini yang mereka ciptakan yaitu bahwa dunia sekarang sedang berperang melawan terorisme, dan terorisme itu Islam; al Qaida, Usama dan lain-lainnya.
Padahal sebenarnya war on terrorism hanyalah kedok atau mask untuk maksud sesungguhnya yaitu war on Islam, karena pada faktanya hanya orang atau kelompok Islam saja yang disebut teroris, sedangkan selain Islam tidak. Kalau benar War on terrorism itu adalah upaya untuk memerangi teroris, dan terorisme itu diartikan setiap orang atau kelompok yang dalam mencapai tujuannya menggunakan kekerasan, mestinya orang-orang seperti George Bush, Tony Blair, John Howard, juga Ariel Sharon dan konco-konconya yang telah menghancurkan Iraq dan Afghanistan juga Palestina, harus dinyatakan sebagai teroris dan harus diperangi. Tapi kan tidak.
3/7
M Ismail Yusanto: Terorisme untuk Menghalangi Kebangkitan Islam Wednesday, 28 October 2009 12:29
Bagaimana tanggapan Anda dengan pernyataan Hendropriyono dan Ansyaad Mbai yang mencoba menarik masalah terorisme ini pada masalah paham yang dikembangkan oleh orang yang mengaku teroris yakni menegakkan Daulah Islam?
Ini yang kita sebut jurus dewa mabuk. Lah wong, pelakunya saja sudah bilang ini untuk perang melawan AS, koq bisa-bisanya mereka mengatakan bahwa semua ini terkait dengan cita-cita tegaknya Daulah Islam? Lalu apa hubungan pemboman di Legian, di Hotel Marriott, Pantai Jimbaran, Kuningan dan lainnya itu dengan cita-cita tegaknya Daulah Islam? Upaya menarik kasus terorisme ke ranah pemikiran atau ide jelas harus diwaspadai. Karena bila dibiarkan akan menimbulkan generalisasi, dan akhirnya juga bisa memunculkan stigmatisasi, bahwa cita-cita syariah dan daulah khilafah itu sangat berbahaya sehingga harus ditolak dan dijauhi.
Artinya ada upaya stigmatisasi negatif terhadap umat Islam secara keseluruhan khususnya pejuang syariah dan khilafah?
Ya. Tapi saya berharap upaya ini tidak berhasil. Selain itu, ada lagi yang lebih gawat. Dengan alasan aparat keamanan selama ini tidak memiliki payung hukum untuk melakukan tindakan preventif sedemikian sehingga terorisme bisa dicegah, kini juga ada upaya untuk melanjutkan ide penyusunan RUU Intelijen dan RUU Keamanan Negara. Bila kedua RUU ini sampai lolos, saya tidak tahu lagi bagaimana nasib dakwah di negeri kita ini ke depan. Mungkin bisa lebih gelap dibanding di masa Orde Baru. Mengapa? Dalam RUU Intelijen misalnya, ada pasal yang membolehkan aparat keamanan dengan alasan yang bersifat indikatif, menahan seseorang meski tanpa bukti awal selama 3 bulan, kemudian bisa diperpanjang selama 3 kali 90 hari. Jadi total 1 tahun. Dan selama dalam tahanan itu, yang ditahan itu tidak boleh didampingi pengacara, dijenguk keluarga serta tidak berlaku azas praduga tak bersalah. Ini jelas sangat berbahaya, karena bisa mendzalimi siapa saja, termasuk para da'i.
Bagaimana menangani terorisme ini secara tuntas?
Dengan penjelasan tadi nyatalah bahwa terorisme di Indonesia adalah fabricated terrorism, terorisme jadi-jadian atau terorisme yang diciptakan. Nah kalau ditanya bagaimana menangani terorisme secara tuntas, ya tergantung apakah pabriknya atau master-mindnya itu masih terus bekerja atau tidak. Kalau mereka itu berhenti, ya berhenti. Kalau mereka itu terus bekerja, ya berarti terorisme akan terus terjadi lagi. Dan saya pikir, untuk kepentingan tetap terpeliharanya
4/7
M Ismail Yusanto: Terorisme untuk Menghalangi Kebangkitan Islam Wednesday, 28 October 2009 12:29
stigma buruk bahwa Indonesia adalah sarang teroris dan untuk memelihara momentum kampanye war on terrorism, maka diduga kuat mastermind atau otak dibalik kasus terorisme di Indonesia masih akan terus bekerja untuk menciptakan peristiwa teror baru.
Kemudian yang lainnya, apakah ketidakadilan di dunia internasional itu nanti masih ada atau tidak. Sebab akar dari perlawanan ini adalah ketidakadilan. Siapa pun Muslim yang melihat kedzaliman yang dilakukan Amerika dan sekutunya di Irak, Afghanistan, juga di Palestina, maka pasti tidak akan terima. Apa reaksinya? Macam-macam. Ada yang biasa-biasa saja. Tapi ada juga yang ingin melakukannya secara kongkrit. Maka, sepanjang kelompok-kelompok perlawanan ini masih ada, dan master mindnya masih ada, maka penunggangan-penunggangan atau infiltrasi-infiltrasi semacam itu juga akan terus ada. Dan terorisme akan terus muncul. Jadi, terorisme baru akan bisa diatasi secara tuntas bila ketidakadilan global terhadap umat Islam dihentikan dan master-mind-nya dihancurkan.
Hendropriyono menyatakan bahwa Hizbut Tahrir adalah Wahabi. Tanggapan Anda? Dan apa sih beda Hizbut Tahrir dan Wahabi?
Itu juga tuduhan ngawur. Sebagai kelompok, Wahabi adalah nama. Bagaimana mungkin Hizbut Tahrir adalah Wahabi. Namanya saja beda. Dari segi pemikiran juga sangat berbeda. Wahabi adalah gerakan Islam yang dinisbatkan kepada Muhammad bin Abdul Wahhab (1115-1206 H/1701-1793 M). Hizbut Tahrir adalah partai politik yang berideologi Islam yang didirikan oleh Syekh Taqiyyuddin an-Nabhani. Tujuannya untuk mengembalikan kehidupan Islam di mana didalamnya diterapkan syariah dalam naungan daulah Khilafah.
Bagi Wahabi, masalah utama umat Islam adalah masalah akidah; akidah umat ini dianggap sesat, karena dipenuhi syirik, tahayul, bid'ah dan khurafat. Karena itu, aktivitas dakwah mereka difokuskan pada upaya purifikasi (pemurnian) akidah dan ibadah. Pandangan seperti ini, menurut HT, berbahaya karena menganggap seolah-oleh umat Islam belum beraqidah Islam. Ini tampak pada pandangan Wahabi terhadap kaum Muslim yang lain, selain kelompok mereka, yang dianggap sesat. Bahkan mereka juga tidak jarang saling menyesatkan terhadap kelompok sempalan mereka. Pandangan ini, sebagaimana disebutkan dalam kitab Nidâ' al-Hâr, tidak proporsional. Betul, bahwa ada masalah dalam aqidah umat Islam, tetapi tidak berarti mereka belum beraqidah Islam. Bagi HT, umat Islam sudah beraqidah Islam. Hanya saja, aqidahnya harus dibersihkan dari kotoran yang disebabkan oleh pengaruh selain Islam. Karena itu, HT tidak pernah menganggap umat Islam ini sesat. Persoalan aqidah ini, meski penting, bukanlah masalah utama. Bagi HT, masalah utama umat Islam adalah tidak berdaulatnya hukum Allah dalam kehidupan umat. Karena itu, fokus perjuangan HT adalah mengembalikan kedaulatan
5/7
M Ismail Yusanto: Terorisme untuk Menghalangi Kebangkitan Islam Wednesday, 28 October 2009 12:29
hukum Allah dengan menegakkan kembali Khilafah.
Dari segi politik, Wahabi mendukung kerajaan Saudi, sementara HT menolak sistem kerajaan. Menurut HT, semua negara yang ada di seluruh dunia saat ini bukanlah negara yang dibangun berdasarkan akidah Islam dan hukum-hukum Allah. Dalam pandangan Islam, menurut HT, satu-satunya negara bagi umat Islam di seluruh dunia adalah Khilafah. Bukan kerajaan, termasuk kerajaan Saudi yang notabene didukung penuh oleh Wahabi. Sementara secara praktis, Hizbut Tahrir juga tidak pernah dibiarkan eksis di Saudi. Malah ada anggota HT di sana yang dihukum mati. Bagaimana bisa Hendro bilang Hizbut Tahrir adalah Wahabi? Sekali lagi, itu ngawur. Asbun.
Bagaimana sebenarnya metode perjuangan HT?
HT berjuang dengan metode atau thariqah dakwah Rasulullah yang bersifat fikriyah (pemikiran) dan siyasiyah (politis) serta non kekerasan (la unfiyah).
Apa dasar metode perjuangan tanpa kekerasan ini?
Dasarnya adalah apa yang dilakukan oleh Rasulullah. Selama di Makkah, Rasulullah berdakwah untuk menyebarkan pemikiran Islam, utamanya menyangkut akidah. Selama berdakwah pada periode itu, beliau sama sekali tidak melakukan langkah kekerasan, meski kesempatan atau alasan untuk melakukan itu ada. Begitu pula yang dilakukan oleh HT. Secara teknis, metode ini bisa dijelaskan bahwa untuk meraih cita-cita tegaknya syariah dan khilafah perlu kekuatan umat, yakni umat yang memiliki kesadaran. Karenanya upaya penyadaran harus terus menerus dilakukan. Dan hal ini hanya mungkin dilakukan dengan dakwah fikriyah. Bukan dengan kekerasan, karena pemikiran yang tidak Islami hanya mungkin bisa dihapus dengan menanamkan pemikiran baru yang Islami.
Melihat metode tersebut, mengapa HT sangat ditakuti dan dicoba oleh musuh-musuh Islam untuk diseret-seret ke masalah terorisme?
6/7
M Ismail Yusanto: Terorisme untuk Menghalangi Kebangkitan Islam Wednesday, 28 October 2009 12:29
Karena mereka tahu bahwa gagasan yang secara konsisten diemban oleh HT, yakni syariah dan khilafah inilah yang akan membangkitkan sekaligus menyatukan umat Islam seluruh dunia. Ini yang mereka takuti. Karenanya, sebelum itu terjadi mereka secara massif terus menerus memukuli ide itu dan juga memusuhi gerakan, yakni HT, yang secara tegas mengembannya. Dan untuk itu, cara paling mudah menurut mereka adalah mengasosiasikan HT dengan terorisme. Tapi ternyata hal itu tidaklah semudah yang mereka pikirkan, karena faktanya memang HT tidak pernah terbukti melakukan tindakan kekerasan di manapun. Alhamdulillah sampai detik ini, upaya itu tidak berhasil.
Saran Anda terhadap para pengemban dakwah dan masyarakat luas?
Pertama dari segi mikro, para pengemban dakwah harus menjaga agar kelompok Islam tidak mudah terinfiltrasi dan terprovokasi untuk melakukan tindakan-tindakan yang justru akan merugikan Islam dan menguntungkan musuh-musuh Islam. Jadi harus ada kewaspadaan internal. Yang kedua, pemerintah tidak boleh terjebak atau larut dalam program war on terrorism, yang fakta sesungguhnya adalah war on Islam. Karenanya harus ada independensi atau kemandirian dari pemerintah untuk mengatakan tidak terhadap setiap program intervensi asing yang dilakukan atas nama pemberantasan terorisme.
Kemudian ketiga, bagi umat Islam secara keseluruhan, harus menyadari inilah kondisi umat Islam yang sangat lemah itu, sehingga berbagai macam skenario jahat Barat begitu mudah berjalan. Umat sekarang ini seperti anak ayam yang kehilangan induk. Tidak ada pelindung. Di sinilah relevansi gagasan Hizbut Tahrir untuk memperjuangkan tegaknya kembali khilafah yang akan menyatukan 1,4 milyar umat Islam seluruh dunia. Dengan persatuan itu umat menjadi kuat. Selama tanpa khilafah, umat Islam menjadi lemah dan tidak memiliki daya apa-apa sehingga akan terus menjadi objek pecundang. Dengan khilafah, insya Allah kita tidak akan mengalami keadaan seperti itu. Di sinilah pentingnya umat Islam bahu membahu berjuang untuk tegaknya kembali khilafah.[]
7/7