BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA
Kode Modul Judul Modul
Kode Kompetensi Unit Kompetensi
Tingkat
: KIP.UMU.02.00 : Peraturan Perundangundangan yang Terkait dengan UU KIP : KIP.UMU.02.00 : Memahami Peraturan Perundang-undangan yang Terkait dengan Implementasi UU KIP : Dasar
Modul Pelatihan Budaya Dokumentasi 2012
PERENCANAAN PELATIHAN 1. Latar Belakang Pada tahun 2008, Indonesia telah tercatat sebagai negara kelima di Asia, dan ke-76 di dunia yang secara resmi mengadopsi prinsip-prinsip keterbukaan informasi. Disahkannya Undang-Undang No 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) telah menempatkan
Indonesia sejajar dengan India, Jepang, Thailand dan Nepal dalam hal
pelembagaan kerangka hukum bagi pemenuhan hak-hak publik untuk mengakses prosesproses penyelenggaraan pemerintahan. UU KIP secara jelas mengatur kewajiban badan atau pejabat publik untuk memberikan akses informasi yang terbuka kepada masyarakat. Kewajiban untuk memberikan informasi, dokumen dan data diintegrasikan sebagai bagian dari fungsi birokrasi pemerintahan, diperkuat dengan sanksi-sanksi yang tegas untuk pelanggarannya. UU KIP juga mengatur klasifikasi informasi sedemikian rupa sebagai upaya untuk memberikan kepastian hukum tentang informasi-informasi yang wajib dibuka kepada publik, dan yang bisa dikecualikan dengan alasan tertentu. Penerapan UU KIP tentunya memberikan dampak terhadap sistem manajemen dan tata kelola lembaga-lembaga publik khususnya mengenai pola kerja dan aliran data serta informasi antar unit kerja di lembaga publik masing-masing. Tanpa adanya koordinasi dan komunikasi dalam kerangka kerja mengelola data, informasi dan dokumentasi mustahil kinerja lembaga dalam memberikan pelayanan informasi publik dapat dijalankan dengan baik. Untuk dapat menjalankan pelayanan informasi yang cepat, tepat dan sederhana setiap Badan Publik perlu menunjuk Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID). PPID adalah pejabat yang bertanggungjawab di bidang penyimpanan, pendokumentasian, penyediaan dan/atau pelayanan informasi di Badan Publik. Selanjutnya Tugas dan Tanggung Jawab PPID dijabarkan dalam PP No 61 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Untuk menjalankan tugasnya, baik Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi PPID (PPID) maupun Pejabat Fungsional Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PFPID), memerlukan kompetensi di bidang pengelolaan data, informasi dan dokumentasi lembaga publik. Penyusunan modul ini bertujuan agar setiap personil yang memiliki tanggung jawab dalam pengelolaan informasi dan dokumentasi pada suatu Badan Publik Negara memiliki kemampuan yang dibutuhkan untuk menjalankan tugas dan tanggung jawabnya. Pada modul ini akan dibahas pemahaman Undang-undang nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik beserta peraturan turunannya. i
2. Unit Kompetensi Kode Kompetensi
:
KIP.UMU.02.00
Unit Kompetensi
:
Memahami peraturan perundang-undangan yang terkait dengan implementasi UU KIP.
Uraian
Unit
:
Kompetensi
Unit kompetensi ini berkaitan dengan kemampuan untuk memahami isi dari UU Nomor 43 tahun 2009 tentang Kearsipan, UU Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan UU Nomor 25 tahun 2009 tentang
Pelayanan
Publik
yang
terkait
dengan
implementasi UU KIP.
3. Elemen Kompetensi Elemen Kompetensi
Kriteria untuk Kerja
1. Memahami asas, maksud, tujuan dan ruang lingkup UU Kearsipan.
1.1 Berbagai terminologi
yang terdapat dalam
UU no 43 tentang kearsipan dapat diuraikan. 1.2 Asas, maksud dan
tujuan kearsipan dapat
dijelaskan. 1.3 Pengelolaan
kearsipan
kantor
secara
sederhana dapat dilakukan. 2. Memahami
ketentuan
sistem
penyelenggaraan kearsipan.
2.1 Ketentuan kebijakan pengelolaan kearsipan dapat dijelaskan. 2.2 Organisasi
pengelola
kearsipan
dapat
ditentuan sesuai dengan ketentuan. 2.3 Arsip
dapat
dikelola
sesuai
dengan
ketentuan. 2.4 Sanksi
terkait
pengelolaan
arsip
dapat
diidentifikasi sesuai ketentuan. 2.5 Peranan UU Kearsipan dalam pelaksanaan UU KIP dapat dijelaskan. 3. Memahami maksud, tujuan, ruang lingkup UU ITE..
3.1 Berbagai terminologi
yang terdapat dalam
UU no 11 Tahun 2008 mengenai informasi dan transaksi elektronik dapat dijelaskan. 3.2 Asas, maksud dan ii
tujuan UU ITE dapat
dijelaskan. 4. Memahami
ketentuan-ketentuan
4.1 Ketentuan
dalam UU ITE.
informasi,
dokumen
dan
tandatangan elektronik dapat dijelaskan. 4.2 Ketentuan sistem
penyelenggaraan
dan
transaksi
Sertifikasi,
elektronik
dapat
dilakukan sesuai ketentuan. 4.3 Etika
dalam
pemanfaatan
ITE
dapat
diimplementasikan. 4.4 Ketentuan penyelesaian sengketa dan peran serta masyarakat dapat dijelaskan. 4.5 Ketentuan penyidikan dan sanksi terkait penyalahgunaan ITE dapat dijelaskan. 4.6 Keterkaitan
UU
ITE
dan
KIP
dapat
dijelaskan. 5. Memahami
ketentuan
penyelenggaraan
sistem
5.1 Ketentuan mengenai penanggung jawab,
pelayanan
organisasi penyelenggara pelayanan publik
publik.
dapat diuraikan. 5.2 Ketentuan hak, kewajiban dan larangan dalam pelayanan publik dapat diuraikan. 5.3 Sistem penyelenggaraan pelayanan publik dapat diimpelemntasikan sesuai ketentuan. 5.4 Peran serta masyarakat dan pengelolaan serta penyelesaian pengaduan dapat dikelola dan diselesaikan sesuai ketentuan. 5.5 Ketentuan Sanksi terkait Pelayanan publik dapat dijelaskan. 5.6 Keterkaitan
UU
Keterbukaan
Pelayanan
Informasi
Publik
Publik
dan dapat
dijelaskan.
4. Batasan Variabel 1.
Unit ini berlaku pada bidang Pengelolaan Informasi dan Dokumentasi tingkat Dasar untuk Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) dan Pejabat Fungsional Pengelola Informasi dan Dokumentasi.
2.
Bahasan pada materi yang disampaikan terbatas pada: iii
2.1 Ketentuan yang terdapat pada UU no 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan. 2.2 Ketentuan yang terdapat pada UU no 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. 2.3 Ketentuan yang terdapat pada UU nomor 25 tahun 2009 tentang pelayanan publik. 2.4 Sosialisasi mengenai pentingnya upaya pengelolaan kearsipan agar dapat menjalankan prinsip dan praktek keterbukaan informasi publik sesuai amanah UU.
5. Panduan Penilaian 1.
Pengetahuan dan Keterampilan Penunjang: Untuk
mendemonstrasikan
kompetensi,
diperlukan
bukti
pengetahuan
dan
pemahaman mengenai: 1.1 Pengertian Kearsipan, ruang lingkup dan fungsinya. 1.2 Pengertian ITE, ruang lingkup dan fungsinya. 1.3 Pengertian pelayanan publik, ruang lingkup dan fungsinya. 1.4 Pengertian data dan informasi. 2.
Konteks Penilaian: Dalam penilaian unit ini harus mencakup uji pemahaman baik secara langsung atau pun melalui soal latihan. Unit ini harus didukung oleh serangkaian metode untuk menilai pengetahuan penunjang dalam memahami ketentuan perundangan mengenai kearsipan, ITE dan pelayanan publik.
3.
Aspek Penting Penilaian: 3.1 Kemampuan memahami asas, maksud, tujuan dan ruang lingkup UU Kearsipan. 3.2 Kemampuan memahami ketentuan Sistem Penyelenggaraan Kearsipan. 3.3 Kemampuan memahami maksud, tujuan dan ruang lingkup ITE. 3.4 Kemampuan memahami ketentuan-ketentuan dalam UU ITE. 3.5 Kemampuan memahami ketentuan sistem penyelenggaraan pelayanan publik.
iv
4.
Kaitan dengan Unit-Unit Lain: 4.1 Prasyarat untuk menguasai kompetensi ini: o
Tidak ada.
4.2 Unit Kompetensi ini akan mendukung penguasaan unit Kompetensi: o
Menjalankan kegiatan pengumpulan data dan informasi publik sesuai prosedur.
o
Menjalankan
kegiatan
pengolahan
dan
pengklasifikasian
data
dan
informasi publik sesuai prosedur. o
Menjalankan kegiatan Penyediaan dan penyajian informasi publik sesuai prosedur.
o
Menjalankan kegiatan dokumentasi data dan
informasi publik sesuai
prosedur. o
Menjalankan kegiatan Pelayanan informasi publik sesuai prosedur.
6. Kompetensi Kunci NO 1
KOMPETENSI KUNCI DALAM UNIT INI Mengumpulkan, mengorganisir dan menganalisis informasi
TINGKAT 2
2
Mengkomunikasikan ide-ide dan informasi
1
3
Merencanakan dan mengorganisir aktivitas-aktivitas
1
4
Bekerja dengan orang lain dan kelompok
1
5
Menggunakan ide-ide dan teknik matematik
1
6
Memecahkan masalah
2
7
Menggunakan teknologi
2
v
7. Jumlah Jam Pelajaran Untuk jam pelajaran, dipergunakan standar Jam Pelajaran dengan aturan setiap satu jam pelajaran (1 JP) sama artinya dengan 45 menit. Jumlah jam belajar untuk Unit Kompetensi ini memerlukan waktu belajar selama 5 JP.
vi
8. Garis Besar Pokok Pengajaran No
1
Elemen Kompetensi Memahami asas, maksud, tujuan dan ruang lingkup UU Kearsipan
Materi Pengantar UU Kearsipan
Sub Materi o Termologi kearsipan
Tujuan Instruksional Khusus UU
o Asas, maksud, tujuan dan ruang lingkup kearsipan
Berbagai terminologi terdapat dalam UU tentang kearsipan diuraikan
yang no 43 dapat
Metode Penyampaian o Penjelasan instruktur
Durasi 1 JP
Media/ Alat Bantu o Ruang Kelas
Sumber Belajar 1
o Notebook instruktur
o Diskusi dan tanya jawab
o LCD proyektor
Asas, maksud dan tujuan kearsipan dapat dijelaskan
o Whiteboard
Pengelolaan kearsipan kantor secara sederhana dapat dilakukan
2
Memahami Ketentuan ketentuan sistem UU penyelenggaraan Kearsipan kearsipan
o Kebijakan pengelolaan kearsipan o Organisasi kearsipan
Ketentuan pengelolaan dijelaskan pengelola
o Pengelolaan kearsipan o Sanksi terkait pengelolaan arsip
kebijakan kearsipan dapat
Organisasi pengelola kearsipan dapat ditentuan sesuai dengan ketentuan Arsip dapat dikelola dengan ketentuan
o Penjelasan instruktur
1 JP
o Ruang Kelas
1
o Notebook instruktur
o Diskusi dan tanya jawab
o LCD proyektor o Whiteboard
sesuai
Sanksi terkait pengelolaan arsip dapat diidentifikasi sesuai ketentuan Peranan UU Kearsipan dalam pelaksanaan UU KIP dapat dijelaskan
3
Memahami maksud, tujuan, ruang lingkup UU ITE
Pengantar UU ITE
o Terminologi UU ITE o Asas dan tujuan UU ITE
Berbagai terminologi yang terdapat dalam UU no 11 Tahun 2008 mengenai
vii
o Penjelasan instruktur o Diskusi
0.5 JP dan
o Ruang Kelas o Notebook instruktur
1
No
Elemen Kompetensi
Materi
Sub Materi o Keterkaitan dan UU KIP
UU
Tujuan Instruksional Khusus ITE
informasi dan transaksi elektronik dapat dijelaskan
Metode Penyampaian
Durasi
tanya jawab
Media/ Alat Bantu
Sumber Belajar
o LCD proyektor o Whiteboard
Asas, maksud dan tujuan UU ITE dapat dijelaskan
4.
Memahami ketentuan-ketentuan dalam UU ITE
Ketentuan UU ITE
o Informasi, dokumen dan tandatangan elektronik
Ketentuan informasi, dokumen dan tandatangan elektronik dapat dijelaskan
o Penyelenggaraan Sertifikasi, sistem dan transaksi elektronik
Ketentuan penyelenggaraan Sertifikasi, sistem dan transaksi elektronik dapat dilakukan sesuai ketentuan
o Etika dalam pemanfaatan ITE
Etika dalam pemanfaatan ITE dapat diimplementasikan
o Ketentuan penyelesaian sengketa dan peran serta masyarakat
Ketentuan penyelesaian sengketa dan peran serta masyarakat dapat dijelaskan
o Ketentuan Penyidikan dan sanksi terkait penyalahgunaan ITE
o Penjelasan instruktur
1 JP
o Ruang Kelas
1
o Notebook instruktur
o Diskusi dan tanya jawab
o LCD proyektor o Whiteboard
Ketentuan penyidikan dan sanksi terkait penyalahgunaan ITE dapat dijelaskan Keterkaitan UU ITE dan KIP
dapat dijelaskan.
5
Memahami ketentuan sistem penyelenggaraan pelayanan publik
Pelayanan Publik
o Penanggung jawab, organisasi penyelenggara pelayanan publik
Ketentuan mengenai penanggung jawab, organisasi penyelenggara pelayanan publik dapat diuraikan
o Hak, kewajiban dan larangan
Ketentuan hak, kewajiban dan larangan dalam pelayanan publik dapat diuraikan
o Sistem penyelenggaraan
Sistem pelayanan
viii
penyelenggaraan publik dapat
o Penjelasan instruktur o Diskusi dan tanya jawab
1,5 JP
o Ruang Kelas o Notebook instruktur o LCD proyektor o Whiteboard
1
No
Elemen Kompetensi
Materi
Sub Materi pelayanan publik o Sanksi terkait pelayanan publik
Tujuan Instruksional Khusus diimpelemntasikan ketentuan
sesuai
Peran serta masyarakat dan pengelolaan serta penyelesaian pengaduan dapat dikelola dan diselesaikan sesuai ketentuan Ketentuan Pelayanan dijelaskan Keterkaitan
Sanksi publik
terkait dapat
UU Pelayanan Publik dan Keterbukaan Informasi Publik dapat dijelaskan.
ix
Metode Penyampaian
Durasi
Media/ Alat Bantu
Sumber Belajar
9. Peta Jejaring Tingkat Kompetensi Jenis
TINGKAT
Kompetensi
Dasar
Menengah
Lanjutan
Mahir
U1
U2
U3
U4
T.1
T.2
T.3
M.2
M.3
M.4
T.4
M.1
S.1
S.2
S.3
S.4
S.5
10. Sumber Belajar 1.
Undang-undang No. 43 tahun 2009 tentang Kearsipan
2.
Undang-undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
3.
Undang-undang No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik
4.
Modul 2 Pengelolaan Informasi dan Dokumentasi (Peraturan Perundang-undangan yang Terkait dengan UU KIP)
x
DAFTAR ISI PERENCANAAN PELATIHAN ...................................................................................... i DAFTAR ISI ..........................................................................................................xi
BAB I PENGANTAR UU KEARSIPAN........................................................................... 1 1.1
Termologi UU Kearsipan .......................................................................... 1
1.2
Maksud, Tujuan, Asas dan Ruang Lingkup Kearsipan .................................. 3
BAB II KETENTUAN DALAM UU KEARSIPAN ............................................................... 7 2.1
Kebijakan Pengelolaan Kearsipan ............................................................. 7
2.2
Organisasi Pengelola Kearsipan ................................................................ 8
2.3
Pengelolaan Kearsipan .......................................................................... 11
2.3.1 Pengelolaan Arsip Dinamis....................................................................................... 11 2.3.2 Pengelolaan Arsip Statis ........................................................................................... 15 2.3.3 Autentikasi................................................................................................................... 16 2.4
Sanksi Terkait Pengelolaan Arsip ............................................................ 17
2.4.1 Sanksi Adminstratif ............................................................................ 17 2.4.2 Ketentuan Pidana............................................................................... 19 2.4.3 Peranan UU Kearsipan dalam Pelaksanaan UU KIP ................................. 19
BAB III PENGANTAR UU ITE .................................................................................. 23 3.1
Terminologi UU ITE............................................................................... 23
3.2
Asas dan Tujuan UU ITE ........................................................................ 25
BAB IV KETENTUAN UU ITE................................................................................... 27 4.1
Informasi, Dokumen dan Tandatangan Elektronik..................................... 27
4.2
Penyelenggaraan Sertifikasi, Sistem dan Transaksi Elektronik ................... 31
4.2.1 Penyelenggaraan Sertifikasi Elektronik ................................................................. 31 4.2.2 Penyelenggaraan Sistem Elektronik ...................................................................... 32 4.3
Pemanfaatan ITE.................................................................................. 33
4.3.1 Transaksi Elektronik .................................................................................................. 33 4.3.2 Nama Domain, HAKI dan Perlindungan Hal Pribadi ........................................... 35 4.3.3 Perbuatan yang Dilarang.......................................................................................... 37 4.4
Ketentuan Penyelesaian Sengketa dan Peran serta Masyarakat .................. 39
4.5
Ketentuan Penyidikan dan Sanksi terkait Penyalahgunaan ITE ................... 40
4.5.1 Penyidikan ................................................................................................................... 40 xi
4.5.2 Ketentuan Pidana ....................................................................................................... 41 4.6
Keterkaitan UU ITE dan KIP ................................................................... 43
BAB V PELAYANAN PUBLIK.................................................................................... 47 5.1
Penanggungjawab, Organisasi Penyelenggara Pelayanan Publik ................. 48
5.1.1 Pembina dan Penanggung Jawab Pelayanan Publik ........................................... 48 5.1.2 Organisasi Penyelenggara ........................................................................................ 50 5.1.3 Evaluasi dan Pengelolaan Pelaksana Pelayanan Publik ..................................... 50 5.1.4 Hubungan Antarpenyelenggara .............................................................................. 51 5.1.5 Kerja Sama Penyelenggara dengan Pihak Lain ................................................... 51 5.2
Hak, Kewajiban dan Larangan................................................................ 53
5.2.1 Hak dan Kewajiban bagi Penyelenggara ............................................................... 53 5.2.2 Kewajiban dan Larangan bagi Pelaksana ............................................................. 54 5.2.3 Hak dan Kewajiban bagi Masyarakat..................................................................... 55 5.3
Sistem Penyelenggaraan Pelayanan Publik............................................... 55
5.3.1 Standar Pelayanan Publik (SPP) ............................................................................. 56 5.3.2 Standar Pelayanan Minimal (SPM) ......................................................................... 57 5.3.3 Jaminan Pelayanan (UU 25/2009 pasal 20 unsur point(l)) .............................. 58 5.3.4 Komplementasi Antara Standar Pelayanan Publik & Standar Pelayanan Minimal .................................................................................................................................... 59 5.3.5 Standar Produk........................................................................................................... 60 5.3.6 Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) ...................................................................... 60 5.4
Sanksi Terkait Pelayanan Publik ............................................................. 61
5.5
Keterkaitan UU Pelayanan Publik dan Keterbukaan Informasi Publik ........... 63
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................ 65
xii
MODUL 2 - PENGELOLAAN INFORMASI DAN DOKUMENTASI
BAB
PENGANTAR UU KEARSIPAN Elemen Kompetensi yang akan dicapai Memahami asas, Maksud, Tujuan dan ruang lingkup UU Kearsipan. Tujuan Instruksional Khusus Setelah mempelajari bab ini, diharapkan peserta: 1. Dapat menguraikan berbagai termologi yang terdapat dalam UU Nomor 43 tentang Kearsipan. 2. Dapat menjelaskan asas, maksud, tujuan dan ruang lingkup Kearsipan. 3. Dapat melakukan pengelolaan kearsipan kantor secara sederhana. 4. Dapat menjelaskan keterkaitan UU Kearsipan dan KIP.
1.1 Termologi UU Kearsipan Perjuangan dalam upaya mewujudkan dan mencapai cita-cita nasional sebagaimana tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang terekam dalam sejarah perjalanan bangsa Indonesia berfungsi sebagai memori kolektif bangsa. Perjuangan tersebut tercermin dalam upaya yang dilakukan oleh seluruh komponen masyarakat, bangsa, dan negara baik melalui lembaga negara, pemerintahan daerah, lembaga pendidikan, organisasi kemasyarakatan, organisasi politik, perusahaan, maupun perseorangan. Memori kolektif bangsa yang merupakan rekaman dari sejarah perjalanan bangsa tersebut merupakan aset nasional yang menggambarkan identitas dan jati diri bangsa Indonesia yang sesungguhnya. Setiap langkah dan dinamika gerak maju bangsa, masyarakat, dan negara Indonesia ke depan harus didasarkan pada pemahaman, penghayatan, dan catatan atas identitas dan jati diri bangsa tersebut yang terekam dalam bentuk arsip. Dalam upaya mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik dan bersih serta dalam menjaga agar dinamika gerak maju masyarakat, bangsa, dan negara ke depan agar senantiasa berada pada pilar perjuangan mencapai cita-cita nasional, arsip yang tercipta harus dapat menjadi sumber informasi, acuan, dan bahan pembelajaran masyarakat, 1
MODUL 2 - PENGELOLAAN INFORMASI DAN DOKUMENTASI
bangsa, dan negara. Oleh karena itu setiap lembaga negara, pemerintahan daerah, lembaga pendidikan, organisasi politik, organisasi kemasyarakatan, perusahaan dan perseorangan harus menunjukkan tanggung jawabnya dalam penyelenggaraan, penciptaan, pengelolaan, dan pelaporan arsip yang tercipta dari kegiatan-kegiatannya. Pertanggungjawaban kegiatan dalam penciptaan, pengelolaan, dan pelaporan arsip tersebut diwujudkan dalam bentuk menghasilkan suatu sistem rekaman kegiatan yang faktual, utuh, sistematis,
autentik,
terpercaya,
dan
dapat
digunakan.
Untuk
mewujudkan
pertanggungjawaban tersebut dibutuhkan kehadiran suatu lembaga kearsipan, baik yang bersifat nasional, daerah, maupun perguruan tinggi yang berfungsi mengendalikan kebijakan,
pembinaan,
pengelolaan
kearsipan
nasional
agar
terwujud
sistem
penyelenggaraan kearsipan nasional yang komprehensif dan terpadu. Dalam rangka mewujudkan sistem penyelenggaraan kearsipan nasional yang komprehensif dan terpadu, lembaga kearsipan nasional perlu membangun suatu sistem kearsipan nasional yang meliputi pengelolaan arsip dinamis dan pengelolaan arsip statis. Sistem kearsipan nasional berfungsi menjamin ketersediaan arsip yang autentik, utuh, dan terpercaya serta mampu mengidentifikasikan keberadaan arsip yang memiliki keterkaitan informasi sebagai satu keutuhan informasi pada semua organisasi kearsipan. Penyelenggaraan sistem kearsipan nasional sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari sistem penyelenggaraan kearsipan nasional akan dapat berjalan secara efektif apabila lembaga kearsipan nasional didukung oleh suatu sistem informasi kearsipan nasional. Pembangunan sistem informasi kearsipan nasional dalam kerangka sistem kearsipan nasional berfungsi untuk menyajikan informasi yang autentik, utuh, dan terpercaya serta mewujudkan arsip sebagai tulang punggung manajemen penyelenggaraan negara, memori kolektif bangsa, dan simpul pemersatu bangsa dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Agar fungsi sistem informasi kearsipan nasional dapat berjalan secara optimal lembaga kearsipan kearsipan nasional perlu membentuk jaringan informasi kearsipan nasional dengan Arsip Nasional Republik Indonesia sebagai pusat jaringan nasional serta lembaga kearsipan provinsi, lembaga kearsipan kabupaten/kota, dan lembaga kearsipan perguruan tinggi sebagai simpul jaringan. Jaringan informasi kearsipan nasional pada lembaga-lembaga kearsipan berfungsi untuk meningkatkan akses dan mutu layanan kearsipan kepada masyarakat, kemanfaatan arsip bagi kesejahteraan rakyat, dan peran serta masyarakat di bidang kearsipan. Sistem penyelenggaraan kearsipan nasional yang komprehensif dan terpadu harus dibangun dengan mengimplementasikan prinsip, kaidah, norma, standar, prosedur, dan kriteria, pembinaan kearsipan, sistem pengelolaan arsip, sumber daya pendukung, serta peran serta masyarakat dan organisasi profesi yang sedemikian rupa, sehingga mampu 2
MODUL 2 - PENGELOLAAN INFORMASI DAN DOKUMENTASI
merespons tuntutan dinamika gerak maju masyarakat, bangsa, dan negara ke depan seperti yang diatur dalam Undang-undang Nomor 43 tahun 2009 tentang Kearsipan.
Undang-undang Nomor 43 tahun 2009 tentang Kearsipan
1.2 Maksud,
Tujuan,
Asas
dan
Ruang
Lingkup Kearsipan Undang-Undang Nomor 43 tahun 2009 tentang Kearsipan dimaksudkan untuk memberikan kepastian hukum dalam penyelenggaraan kearsipan nasional. Memberikan kepastian hukum berarti bahwa Undang-Undang ini memberi landasan hukum bagi semua aktivitas penyelenggaraan kearsipan dan memberikan kepastian serta rasa aman bagi para penyelenggara kearsipan. Arsip adalah rekaman kegiatan atau peristiwa dalam berbagai bentuk dan media sesuai dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang dibuat dan diterima oleh lembaga negara, pemerintahan daerah, lembaga pendidikan, perusahaan, organisasi politik, organisasi
kemasyarakatan,
dan
perseorangan
dalam
pelaksanaan
kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Seperti disebutkan dalam Undang-undang Nomor 43 tahun 2009 tentang Kerasipan pada Pasal 3, penyelenggaraan kearsipan bertujuan untuk: 3
MODUL 2 - PENGELOLAAN INFORMASI DAN DOKUMENTASI
Menjamin terciptanya arsip dari kegiatan yang dilakukan oleh lembaga negara, pemerintahan daerah, lembaga pendidikan, perusahaan, organisasi politik, organisasi kemasyarakatan, dan perseorangan, serta ANRI sebagai penyelenggara kearsipan nasional;
Menjamin ketersediaan arsip yang autentik dan terpercaya sebagai alat bukti yang sah; hal ini berarti penyelenggaraan kearsipan harus dapat menjamin arsip sebagai rekaman kegiatan atau peristiwa yang dapat disediakan atau disajikan dalam kondisi autentik dan terpercaya, sehingga dapat berfungsi sebagai alat bukti yang sah maupun dapat menjadi sumber informasi dalam pelaksanaan kegiatan pada masa yang akan datang. Arsip yang autentik merupakan arsip yang memiliki struktur, isi, dan konteks, yang sesuai dengan kondisi pada saat pertama kali arsip tersebut diciptakan dan diciptakan oleh orang atau lembaga yang memiliki otoritas atau kewenangan sesuai dengan isi informasi arsip. Arsip terpercaya adalah arsip yang isinya dapat dipercaya penuh dan akurat karena merepresentasikan secara lengkap dari suatu tindakan, kegiatan atau fakta, sehingga dapat diandalkan untuk kegiatan selanjutnya;
Menjamin terwujudnya pengelolaan arsip yang andal dan pemanfaatan arsip sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; Pengelolaan arsip yang andal merupakan pengelolaan arsip yang dilaksanakan berdasarkan sistem yang mampu menampung dan merespons kebutuhan perkembangan zaman. Sistem pengelolaan arsip yang andal memiliki kemampuan: menjaring atau menangkap (capture) semua arsip dari seluruh kegiatan yang dihasilkan organisasi; menata arsip dengan cara yang mencerminkan proses kegiatan organisasi; melindungi arsip dari pengubahan, pengurangan, penambahan, atau penyusutan oleh pihak yang tidak berwenang; menjadi sumber utama informasi secara rutin mengenai kegiatan yang terekam dalam arsip; dan menyediakan akses terhadap semua arsip berikut beserta metadatanya;
Menjamin pelindungan kepentingan negara dan hak-hak keperdataan rakyat melalui pengelolaan dan pemanfaatan arsip yang autentik dan terpercaya;
Hak-hak
keperdataan rakyat meliputi: hak sosial, hak ekonomi, dan hak politik dan lain-lain yang dibuktikan dalam arsip misalnya sertifikat tanah, ijazah, surat nikah, akte kelahiran, kartu penduduk, data kependudukan, surat wasiat, dan surat izin usaha.; mendinamiskan penyelenggaraan kearsipan nasional sebagai suatu sistem yang komprehensif dan terpadu; mendinamiskan penyelenggaraan kearsipan nasional mengandung arti bahwa dengan adanya system yang komprehensif dan terpadu penyelenggaraan kearsipan menjadi lebih dinamis dan terarah;
Menjamin keselamatan dan keamanan arsip sebagai bukti pertanggungjawaban dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Menjamin keselamatan dan 4
MODUL 2 - PENGELOLAAN INFORMASI DAN DOKUMENTASI
keamanan arsip adalah arsip baik secara fisik maupun informasinya harus dijaga keselamatan dan keamanannya, sehingga tidak mengalami kerusakan atau hilang. Arsip perlu dijaga kerahasiaanya dari pengaksesan oleh pihak yang tidak berhak, karena arsip merupakan bukti pertanggungjawaban dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.;
Menjamin keselamatan aset nasional dalam bidang ekonomi, sosial, politik, budaya, pertahanan, serta keamanan sebagai sebagai identitas dan jati diri bangsa. Aset nasional adalah kekayaan negara dan masyarakat baik secara ekonomi, sosial, politik, budaya, maupun aspek kehidupan lain yang terekam dalam arsip seperti daftar kekayaan negara maupun bukti-bukti kepemilikan yang harus dilindungi dan dijaga keselamatannya.
Meningkatkan kualitas pelayanan publik dalam pengelolaan dan pemanfaatan arsip yang autentik dan terpercaya. Meningkatkan kualitas pelayanan publik mengandung arti bahwa penyelenggaraan kearsipan yang komprehensif dan terpadu dengan dukungan sumber daya manusia yang profesional serta prasarana dan sarana yang memadai akan meningkatkan kualitas pelayanan publik dalam memanfaatkan arsip yang dibutuhkan melalui ketersediaan arsip yang faktual, utuh, sistematis, autentik, terpercaya, dan dapat digunakan.
Penyelenggaraan kearsipan dilaksanakan berasaskan hal berikut ini:
Kepastian hukum. Penyelenggaraan kearsipan dilaksanakan berdasarkan landasan hukum dan selaras dengan peraturan perundangundangan, kepatutan, dan keadilan dalam kebijakan penyelenggara negara. Hal ini memenuhi penerapan asas supremasi hukum yang menyatakan bahwa setiap kegiatan penyelenggaraan negara didasarkan pada hukum yang berlaku;
Keautentikan dan keterpercayaan. Penyelenggaraan kearsipan harus berpegang pada asas menjaga keaslian dan keterpercayaan arsip sehingga dapat digunakan sebagai bukti dan bahan akuntabilitas;
Keutuhan. Penyelenggaraan kearsipan harus menjaga kelengkapan arsip dari upaya pengurangan, penambahan, dan pengubahan informasi maupun fisiknya yang dapat mengganggu keautentikan dan keterpercayaan arsip;
Asal usul (principle of provenance). Asas yang dilakukan untuk menjaga arsip tetap terkelola dalam satu kesatuan pencipta arsip (provenance), tidak dicampur dengan arsip yang berasal dari pencipta arsip lain, sehingga arsip dapat melekat pada konteks penciptaannya;
5
MODUL 2 - PENGELOLAAN INFORMASI DAN DOKUMENTASI
Aturan asli (principle of original order). Asas yang dilakukan untuk menjaga arsip tetap ditata sesuai dengan pengaturan aslinya (original order) atau sesuai dengan pengaturan ketika arsip masih digunakan untuk pelaksanaan kegiatan pencipta arsip;
Keamanan dan keselamatan. Penyelenggaraan kearsipan harus memberikan jaminan keamanan arsip dari kemungkinan kebocoran dan penyalahgunaan informasi oleh pengguna yang tidak berhak. Penyelenggaraan kearsipan harus dapat menjamin terselamatkannya arsip dari ancaman bahaya baik yang disebabkan oleh alam maupun perbuatan manusia;
Keprofesionalan. Penyelenggaraan kearsipan harus dilaksanakan oleh sumber daya manusia yang profesional yang memiliki kompetensi di bidang kearsipan;
Keresponsifan.
Penyelenggara
kearsipan
harus
tanggap
atas
permasalahan
kearsipan maupun masalah lain yang berkait dengan kearsipan, khususnya bila terjadi suatu sebab kehancuran, kerusakan atau hilangnya arsip;
Keantisipatifan. Penyelenggaraan kearsipan harus didasari pada antisipasi atau kesadaran terhadap berbagai perubahan dan kemungkinan perkembangan pentingnya arsip bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Perkembangan berbagai perubahan dalam penyelenggaraan kearsipan antara lain perkembangan teknologi informasi, budaya, dan ketatanegaraan;
Kepartisipatifan. Penyelenggaraan kearsipan harus memberikan ruang untuk peran serta dan partisipasi masyarakat di bidang kearsipan;
Akuntabilitas. Penyelenggaraan kearsipan harus memperhatikan arsip sebagai bahan akuntabilitas dan harus bisa merefleksikan kegiatan dan peristiwa yang direkam;
Kemanfaatan. Penyelenggaraan kearsipan harus dapat memberikan manfaat bagi kehidupan bermasyarat, berbangsa, dan bernegara.
Aksesibilitas. Penyelenggaraan kearsipan harus dapat memberikan kemudahan, ketersediaan dan keterjangkauan bagi masyarakat untuk memanfaatkan arsip.
Kepentingan
umum.
Penyelenggaraankearsipan
dilaksanakan
dengan
memperhatikan kepentingan umum dan tanpa diskriminasi. Ruang lingkup penyelenggaraan kearsipan meliputi keseluruhan penetapan kebijakan, pembinaan kearsipan, dan pengelolaan arsip dalam suatu sistem kearsipan nasional yang didukung oleh sumber daya manusia, prasarana dan sarana, serta sumber daya lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Penyelenggaraan kearsipan meliputi kegiatan yang dilakukan oleh lembaga negara, pemerintahan daerah, lembaga pendidikan, perusahaan, organisasi politik, organisasi kemasyarakatan, dan perseorangan, serta lembaga kearsipan. 6
MODUL 2 - PENGELOLAAN INFORMASI DAN DOKUMENTASI
BAB
KETENTUAN DALAM UU KEARSIPAN Elemen Kompetensi yang akan dicapai Memahami Ketentuan Sistem Penyelenggaraan Kearsipan. Tujuan Instruksional Khusus Setelah mempelajari bab ini , diharapkan peserta: 1. Dapat menjelaskan ketentuan kebijakan pengelolaan kearsipan. 2. Dapat menentukan organisasi pengelola kearsipan sesuai ketentuan. 3. Dapat mengelola arsip sesuai ketentuan. 4. Dapat mengidentifikasi ketentuan sanksi terkait pengelolaan arsip. 5. Dapat menjelaskan peranan UU Kearsipan dalam pelaksanaan UU KIP.
2.1 Kebijakan Pengelolaan Kearsipan Penyelenggaraan kearsipan secara nasional menjadi tanggung
jawab
ANRI
kearsipan
nasional.
sebagai
penyelenggara
Penyelenggaraan
kearsipan
provinsi menjadi tanggung jawab pemerintahan daerah provinsi dan dilaksanakan oleh lembaga kearsipan
provinsi.
kabupaten/kota pemerintahan dilaksanakan
menjadi daerah oleh
kabupaten/kota. perguruan
Penyelenggaraan
tinggi
kearsipan
tanggung
jawab
kabupaten/kota lembaga
Penyelenggaraan menjadi
dan
kearsipan kearsipan
tanggung
jawab
perguruan tinggi dan dilaksanakan oleh lembaga kearsipan perguruan tinggi. Tanggung jawab penyelenggara kearsipan nasional meliputi penetapan kebijakan, pembinaan kearsipan, dan pengelolaan arsip.
7
MODUL 2 - PENGELOLAAN INFORMASI DAN DOKUMENTASI
Untuk mempertinggi mutu penyelenggaraan kearsipan nasional, penyelenggara kearsipan nasional melakukan penelitian dan pengembangan serta penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan kearsipan. Penetapan kebijakan kearsipan nasional meliputi bidang pembinaan; pengelolaan arsip; pembangunan pengembangan
SKN,
pembangunan
sumber
daya
SIKN,
manusia;
dan
prasarana
pembentukan dan
sarana;
JIKN;
organisasi;
pelindungan
dan
penyelamatan arsip; sosialisasi kearsipan; kerja sama; dan pendanaan. Pembinaan kearsipan nasional dilaksanakan oleh lembaga kearsipan nasional terhadap pencipta arsip tingkat pusat dan daerah, lembaga kearsipan daerah provinsi, lembaga kearsipan daerah kabupaten/kota, dan lembaga kearsipan perguruan tinggi. Pembinaan kearsipan provinsi dilaksanakan oleh lembaga kearsipan provinsi terhadap pencipta arsip di lingkungan daerah provinsi dan lembaga kearsipan daerah kabupaten/kota. Pembinaan kearsipan kabupaten/kota dilaksanakan oleh lembaga kearsipan kabupaten/kota terhadap pencipta arsip di lingkungan daerah kabupaten/kota. Sedangkan pembinaan kearsipan perguruan tinggi dilaksanakan oleh lembaga kearsipan perguruan tinggi terhadap satuan kerja dan civitas akademika di lingkungan perguruan tinggi. Pengelolaan arsip dilakukan terhadap arsip dinamis dan arsip statis. Pembahasan mengenai arsip statis dan dinasmis akan dijelaskan kemudian.
2.2 Organisasi Pengelola Kearsipan Organisasi kearsipan terdiri atas unit kearsipan pada pencipta arsip dan lembaga kearsipan. Pencipta arsip adalah pihak yang mempunyai kemandirian dan otoritas dalam pelaksanaan fungsi, tugas, dan tanggung jawab di bidang pengelolaan arsip dinamis. Lembaga kearsipan merupakan lembaga yang memiliki fungsi, tugas, dan tanggung jawab di bidang pengelolaan arsip statis dan pembinaan kearsipan. Unit kearsipan wajib dibentuk oleh setiap lembaga negara, pemerintahan daerah, perguruan tinggi negeri, badan usaha milik negara (BUMN), dan badan usaha milik daerah (BUMD). Lembaga kearsipan di Indonesia, seperti yang kita kenal sekarang ini, secara de facto sudah ada sejak 28 Januari 1892, ketika Pemerintah Hindia Belanda mendirikan Landarchief. Pada masa pendudukan Jepang (1942-1945) merupakan masa yang sepi dalam dunia kearsipan, Lembaga Kearsipan yang pada masa Hindia Belanda bernama Landarchief, berganti dengan istilah Kobunsjokan yang ditempatkan dibawah Bunkyokyoku. Secara yuridis, keberadaan lembaga kearsipan Indonesia dimulai sejak diproklamasikan kemerdekaan Indonesia 17 agustus 1945, dimana lembaga kearsipan (landarchief) diambil 8
MODUL 2 - PENGELOLAAN INFORMASI DAN DOKUMENTASI
oleh pemerintah RI dan ditempatkan dalam lingkungan Kementerian Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan (PP&K), dan diberi nama Arsip Negeri. Pada tanggal 26 April 1950 melalui SK Menteri PP dan K nomor 9052/B, nama Arsip Negeri berubah menjadi Arsip Negara RIS. Kemudian Berdasarkan SK menteri PP dan K nomor 69626/a/s nama Arsip Negara berganti menjadi Arsip Nasional. Pada tahun 1971, merupakan tonggak bersejarah bagi dunia kearsipan, yakni lahirnya payung hukum Undang-Undang Nomor 7/1971 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kearsipan. Tiga tahun kemudian, berdasarkan Keputusan Presiden No.26 Tahun 1974 secara tegas menyatakan, bahwa Arsip Nasional diubah menjadi Arsip Nasional Republik Indonesia yang berkedudukan di Ibukota RI dan langsung bertanggungjawab kepada Presiden. Seiring perkembangan waktu, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1971 diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan. Seperti disebutkan dalam pasal 16 UU Kearsipan, lembaga kearsipan terdiri atas:
ANRI
(Arsip
Republik adalah
Nasional Indonesia) lembaga
kearsipan
berbentuk
Lembaga
Pemerintahan
Non Kementerian (LPNK) yang
melaksanakan
tugas negara di bidang kearsipan yang berkedudukan di ibukota negara. Penyelenggaraan kearsipan secara nasional menjadi tanggung jawab ANRI. Informsi tentang dapat dilihat di website http://www.anri.go.id;
Arsip daerah provinsi;
Arsip daerah kabupaten/kota; dan
Arsip perguruan tinggi. Arsip perguruan tinggi dibentuk untuk menyelamatkan arsip penting yang berkaitan dengan bukti status intelektualitas serta pengembangan potensi yang melahirkan inovasi dan karya-karya intelektual lainnya, yang berkaitan dengan fungsi perguruan tinggi sebagai lembaga penelitian, lembaga pendidikan dan pengabdian masyarakat.
Arsip daerah provinsi wajib dibentuk oleh pemerintahan daerah provinsi, arsip daerah kabupaten/kota wajib dibentuk oleh pemerintahan daerah kabupaten/kota, dan arsip perguruan tinggi wajib dibentuk oleh perguruan tinggi negeri. 9
MODUL 2 - PENGELOLAAN INFORMASI DAN DOKUMENTASI
Unit kearsipan pada pencipta arsip memiliki fungsi:
Pengelolaan arsip inaktif dari unit pengolah di lingkungannya;
Pengolahan arsip dan penyajian arsip menjadi informasi;
Pemusnahan arsip di lingkungan lembaganya;
Penyerahan arsip statis oleh pimpinan pencipta arsip kepada lembaga kearsipan;dan
Pembinaan
dan
pengevaluasian
dalam
rangka
penyelenggaraan
kearsipan
di
lingkungannya. Unit kearsipan pada lembaga negara berada di lingkungan sekretariat setiap lembaga Negara sesuai dengan struktur organisasinya. Unit kearsipan pada lembaga Negara memiliki tugas:
Melaksanakan pengelolaan arsip inaktif dari unit pengolah di lingkungannya;
Mengolah arsip dan menyajikan arsip menjadi informasi dalam kerangka skn dan sikn;
Melaksanakan pemusnahan arsip di lingkungan lembaganya;
Mempersiapkan penyerahan arsip statis oleh pimpinan pencipta arsip kepada anri; dan
Melaksanakan pembinaan dan evaluasi dalam rangka penyelenggaraan kearsipan dilingkungannya.
Unit kearsipan pada pemerintahan daerah berada di lingkungan satuan kerja perangkat daerah dan penyelenggara pemerintahan daerah. Unit kearsipan pada pemerintahan daerah memiliki tugas:
Melaksanakan pengelolaan arsip inaktif dari unit pengolah satuan kerja perangkat daerah dan penyelenggara pemerintahan daerah;
Melaksanakan pemusnahan arsip dari lingkungan satuan kerja perangkat daerah dan penyelenggara pemerintahan daerah;
Mempersiapkan penyerahan arsip statis oleh pimpinan satuan kerja perangkat daerah dan penyelenggara pemerintahan daerah kepada lembaga kearsipan daerah; dan
Melaksanakan pembinaan dan evaluasi dalam rangka penyelenggaraan kearsipan di lingkungannya.
10
MODUL 2 - PENGELOLAAN INFORMASI DAN DOKUMENTASI
2.3 Pengelolaan Kearsipan Arsip sebagai informasi terekam (recorded information) merupakan endapan informasi kegiatan administrasi/bukti transaksi pelaksanaan fungsi unit-unit kerja yang terekam dalam berbagai media (Walne, 1988:128). Bila arsip dilihat sebagai informasi terekam tentang pelaksanaan kegiatan sesuai fungsi-fungsi dan tugas unit kerja suatu instansi, seperti yang dimaksudkan Walne sebenarnya membuktikan bahwa arsip merupakan bagian dari memori kolektif bangsa yang berawal dari memori organisasi (corporate memory) tentang bagaimana organisasi itu didirikan, dijalankan, dan dikembangkan. Dalam paradigma life cyle of records, arsip dalam fungsinya sebagai records kelak akan beralih menjadi archives (arsip yang menurut penilaian teknik dan hukum yang berlaku harus disimpan dan dikelola oleh Lembaga Kearsipan karena memiliki nilai guna pertanggungjawaban nasional). Lembaga Kearsipan memiliki kewajiban melestarikan dan mengaktualisasikan arsip statis sebagai bahan pertanggungjawaban nasional atau warisan budaya bangsa dalam rangka pembentukan jatidiri bangsa. Pengelolaan arsip harus dilakukan secara komperhensif dan terpadu. Baik yang menyangkut arsip dinamis maupun arsip statis.
Model sistem pengelolaan arsip
2.3.1 Pengelolaan Arsip Dinamis 11
MODUL 2 - PENGELOLAAN INFORMASI DAN DOKUMENTASI
Arsip dinamis adalah arsip yang digunakan secara langsung dalam kegiatan pencipta arsip dan disimpan selama jangka waktu tertentu. Pengelolaan arsip dinamis dilaksanakan untuk menjamin ketersediaan arsip dalam penyelenggaraan kegiatan, sebagai
bahan akuntabilitas kerja dan alat bukti yang sah
berdasarkan suatu sistem yang memenuhi persyaratan:
Andal: mampu merespon kemajuan zaman;
Sistematis: tersistimatisasinya penciptaan, penggunaan dan
pemeliharaan,
penyusutan arsip;
Utuh: pengelolaan arsip dilakukan dengan tindakan kontrol yang ketat;
Menyeluruh: pengelolaan arsip merupakan kegiatan lengkap untuk
kebutuhan
organisasi dan unit kerja yang mengelola arsip;
Dan sesuai dengan nspk: pengelolaan arsip harus dilaksanakan sesuai
dengan
peraturan-perundangan, kaidah-kaidah teknis terkait. Pengelolaan arsip dinamis meliputi:
Pengelolaan arsip dinamis
Penciptaan arsip; Penciptaan arsip dilaksanakan dengan baik dan benar untuk menjamin rekaman kegiatan dan peristiwa sebagaimana adanya sehingga menghasilkan arsip yang autentik, utuh, dan terpercaya sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Penciptaan arsip dilaksanakan berdasarkan analisis fungsi
dan
tugas
organisasi. Penciptaan arsip harus memenuhi komponen struktur, isi, dan konteks arsip.
12
MODUL 2 - PENGELOLAAN INFORMASI DAN DOKUMENTASI
Pencipta arsip wajib menyediakan arsip dinamis bagi kepentingan pengguna arsip yang berhak. Pencipta arsip pada lembaga negara, pemerintahan daerah, perguruan tinggi negeri, dan BUMN dan/atau BUMD membuat daftar arsip dinamis berdasarkan 2 (dua) kategori, yaitu arsip terjaga dan arsip umum. Pencipta arsip (lembaga negara, pemda, PTN, BUMN dan/atau BUMD) wajib menjaga keutuhan, keamanan, dan keselamatan arsip dinamis yang masuk dalam kategori arsip terjaga.
Penggunaan dan pemeliharaan arsip; Pencipta arsip wajib menyediakan arsip dinamis bagi kepentingan pengguna arsip yang berhak. Pencipta arsip pada lembaga negara, pemerintahan daerah, perguruan tinggi negeri, dan BUMN dan/atau BUMD membuat daftar arsip dinamis berdasarkan 2 (dua) kategori, yaitu arsip terjaga dan arsip umum. Pencipta arsip (lembaga negara, pemda, PTN, BUMN dan/atau BUMD) wajib menjaga keutuhan, keamanan, dan keselamatan arsip dinamis yang masuk dalam kategori arsip terjaga. Pejabat yang bertanggung jawab dalam kegiatan kependudukan, kewilayahan, kepulauan, perbatasan, perjanjian internasional, kontrak karya, dan
masalah
pemerintahan yang strategis wajib memberkaskan dan melaporkan arsipnya kepada ANRI. Pemberkasan dan pelaporan wajib dilakukan paling lama 1 (satu)
tahun sejak
terjadinya kegiatan. Arsip yang tercipta pada lembaga negara, pemerintahan daerah, dan perguruan tinggi negeri yang berkaitan dengan kegiatan–kegiatan tersebut wajib diserahkan kepada ANRI dalam bentuk salinan autentik dari naskah asli paling lama
1
(satu)
tahun
setelah dilakukan pelaporan kepada ANRI. Pencipta arsip dapat menutup akses atas arsip dengan alasan apabila arsip dibuka untuk umum dapat: o
Menghambat proses penegakan hukum;
o
Mengganggu kepentingan pelindungan hak atas kekayaan intelektual dan pelindungan dari persaingan usaha tidak sehat;
o
Membahayakan pertahanan dan keamanan negara;
o
Mengungkapkan
kekayaan
alam
indonesia
yang
masuk
dalam
kategori
dilindungi kerahasiaannya; o
Merugikan ketahanan ekonomi nasional;
o
Merugikan kepentingan politik luar negeri dan hubungan luar negeri;
o
Mengungkapkan isi akta autentik yang bersifat pribadi dan kemauan terakhir ataupun wasiat seseorang kecuali kepada yang berhak secara hukum; 13
MODUL 2 - PENGELOLAAN INFORMASI DAN DOKUMENTASI
o
Mengungkapkan rahasia atau data pribadi; dan
o
Mengungkap memorandum atau surat-surat yang menurut sifatnya perlu dirahasiakan.
Penyusutan arsip. Penyusutan arsip adalah kegiatan pengurangan jumlah arsip dengan cara pemindahan arsip inaktif dari unit pengolah ke unit kearsipan, pemusnahan arsip yang tidak memiliki nilai guna, dan penyerahan arsip statis kepada lembaga kearsipan. Penyusutan arsip yang dilaksanakan oleh lembaga negara, pemerintahan daerah, perguruan tinggi negeri, serta BUMN dan/atau BUMD dilaksanakan berdasarkan JRA dengan memperhatikan kepentingan pencipta arsip serta kepentingan masyarakat, bangsa dan negara. Lembaga negara, pemerintahan daerah, perguruan tinggi negeri, serta BUMN dan/atau BUMD wajib memiliki JRA. Lembaga negara tingkat pusat wajib menyerahkan arsip statis kepada ANRI. Lembaga negara di daerah wajib menyerahkan arsip statis kepada ANRI sepanjang instansi induknya tidak menentukan lain. Perusahaan wajib menyerahkan arsip statis kepada lembaga kearsipan berdasarkan tingkatannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pencipta arsip bertanggungjawab atas autentisitas, reliabilitas, dan keutuhan arsip statis yang diserahkan kepada lembaga kearsipan.
Pencipta arsip yang terkena kewajiban mengelola arsip dinamis diantaranya:
Lembaga negara;
Pemerintahan daerah;
Perguruan tinggi negeri;
BUMN dan BUMD.
Kewajiban pengelolaan arsip dinamis berlaku pula bagi perusahaan dan perguruan tinggi swasta terhadap arsip yang tercipta dari kegiatan yang dibiayai dengan anggaran negara dan atau bantuan luar negeri. Lembaga negara, pemerintah daerah, perguruan tinggi negeri, serta BUMN dan/atau BUMD wajib mengelola arsip yang diciptakan oleh pihak ketiga yang diberi pekerjaan berdasarkan perjanjian
kerja.
Pengelolaan
arsip
dilaksanakan
setelah
pihak
ketiga
mempertanggungjawabkan kegiatannya kepada pemberi kerja dan lembaga lain yang terkait. Pihak ketiga yang menerima pekerjaan dari lembaga negara, pemerintahan daerah, perguruan tinggi negeri, serta BUMN dan/atau BUMD berdasarkan perjanjian kerja wajib 14
MODUL 2 - PENGELOLAAN INFORMASI DAN DOKUMENTASI
menyerahkan arsip yang tercipta dari kegiatan yang dibiayai dengan anggaran negara kepada pemberi kerja.
2.3.2 Pengelolaan Arsip Statis Arsip statis adalah arsip yang dihasilkan oleh pencipta arsip karena memiliki nilai guna kesejarahan, telah habis retensinya, dan berketerangan dipermanenkan yang telah diverifikasi baik secara langsung maupun tidak langsung oleh Arsip Nasional Republik Indonesia dan/atau lembaga kearsipan. Pengelolaan
arsip
statis dilaksanakan untuk menjamin
keselamatan
arsip
sebagai
pertanggungjawaban nasional bagi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara Pengelolaan arsip statis, meliputi:
Akuisisi arsip statis;
Pengolahan arsip statis;
Preservasi arsip statis; dan
Akses arsip statis.
Lembaga Kearsipan perlu memiliki konsep atau strategi pengaturan arsip statis. Dengan strategi ini, arsip statis hasil akuisisi atau transfer dari lembaga pencipta arsip akan diatur dengan kontrol ilmu kearsipan, standard deskripsi, dan koordinasi kerja yang ketat. Kemudian ditopang dengan aspek pendukung berupa peralatan yang standar, SDM yang profesional, dan ruang kerja yang representatif. Dengan sistem kerja ini arsip statis sebagai input akan menghasilkan output berupa informasi yang otentik dan reliabel, sehingga dapat diakses dan dimanfaatkan oleh masyarakat/publik. Lembaga kearsipan wajib menjamin kemudahan akses arsip statis sebagaimana dimaksud bagi kepentingan pengguna arsip. Akses arsip statis sebagaimana dimaksud dilakukan untuk
kepentingan
pemanfaatan,
pendayagunaan,
dan
pelayanan
publik
dengan
memperhatikan prinsip keutuhan, keamanan, dan keselamatan arsip. Akses arsip statis didasarkan pada sifat keterbukaan dan ketertutupan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Arsip statis pada dasarnya terbuka untuk umum. Apabila akses terhadap arsip statis yang berasal dari pencipta arsip terdapat persyaratan tertentu, akses dilakukan sesuai dengan persyaratan dari pencipta arsip yang memiliki arsip tersebut. Lembaga kearsipan memiliki kewenangan menetapkan keterbukaan arsip statis sebelum 25 tahun masa penyimpanan yang dinyatakan masih tertutup dengan pertimbangan:
15
MODUL 2 - PENGELOLAAN INFORMASI DAN DOKUMENTASI
Tidak menghambat proses penegakan hukum;
Tidak mengganggu kepentingan pelindungan hak atas kekayaan intelektual dan pelindungan dari persaingan usaha tidak sehat;
Tidak membahayakan pertahanan dan keamanan negara;
Tidak mengungkapkan kekayaan alam indonesia yang masuk dalam kategori dilindungi kerahasiaannya;
Tidak merugikan ketahanan ekonomi nasional;
Tidak merugikan kepentingan politik dan hubungan luar negeri;
Tidak mengungkapkan isi akta autentik yang bersifat pribadi dan kemauan terakhir ataupun wasiat seseorang kecuali kepada yang berhak secara hukum;
Tidak mengungkapkan rahasia atau data pribadi; dan
Tidak mengungkapkan memorandum atau surat-surat yang menurut sifatnya perlu dirahasiakan.
Untuk
kepentingan
penelitian
dan
pengembangan
ilmu
pengetahuan,
kepentingan
penyelidikan dan penyidikan, arsip statis dapat diakses dengan kewenangan kepala lembaga kearsipan yang ketentuannya diatur dengan peraturan kepala ANRI. Penetapan arsip statis menjadi tertutup dilakukan oleh kepala lembaga kearsipan sesuai dengan tingkatan dan dilaporkan kepada dewan perwakilan rakyat sesuai dengan tingkatannya. Penetapan dilakukan secara terkoordinasi dengan pencipta arsip yang menguasai sebelumnya. Penetapan keterbukaan arsip statis dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2.3.3 Autentikasi Pencipta arsip dan/atau lembaga kearsipan dapat membuat arsip dalam berbagai bentuk dan/atau melakukan alih media meliputi media elektronik dan/atau media lain. Autentikasi arsip statis terhadap arsip tersebut dapat dilakukan oleh lembaga kearsipan. Autentikasi arsip statis adalah pernyataan tertulis atau tanda yang menunjukkan bahwa arsip statis yang bersangkutan adalah asli atau sesuai dengan aslinya. Ketentuan mengenai autentisitas arsip statis yang tercipta secara elektronik dan/atau hasil alih media harus dapat dibuktikan dengan persyaratan yang diatur dengan peraturan pemerintah. Lembaga kearsipan berwenang melakukan autentikasi arsip statis dengan dukungan
16
MODUL 2 - PENGELOLAAN INFORMASI DAN DOKUMENTASI
pembuktian.
Dukungan
pembuktian
merupakan
usaha-usaha
penelusuran
dan
pengungkapan serta pengujian terhadap arsip yang akan diautentikasi. Untuk mendukung kapabilitas, kompetensi, serta kemandirian dan integritasnya dalam melakukan fungsi dan tugas penetapan autentisitas suatu arsip statis, lembaga kearsipan harus didukung peralatan dan teknologi yang memadai. Lembaga kearsipan harus menjaga netralitasnya dalam penetapan autentisitas dan tidak menyandarkan pembuktian pada instansi dan/atau pihak yang mempunyai kepentingan tertentu yang dapat menciderai kualitas pembuktian. Dalam menetapkan autentisitas suatu arsip statis, lembaga kearsipan dapat berkoordinasi dengan instansi yang mempunyai kemampuan dan kompetensi.
2.4 Sanksi Terkait Pengelolaan Arsip 2.4.1
Sanksi Adminstratif
Sanksi adminsitratif akan dikenakan kepada pejabat dan/atau pelaksana yang melanggar ketentuan UU nomor 43 tentang Kearsipan diantaranya:
Ketentuan dalam pasal 78: o
Teguran tertulis, bagi Pejabat dan/atau pelaksana yang melanggar: -
Pasal 19 ayat 2 : ANRI tidak melakukan pengelolaan arsip statis.
-
Pasal 22 ayat 4 : ARDAPROV tidak melakukan pengelolaan arsip statis.
-
Pasal 27 ayat (4): ARPERTI tidak melakukan pengelolaan arsip statis.
-
Pasal 48 ayat (1): LN, Pemda, PTN, BUMN/D tidak memiliki JRA.
-
Pasal 60 ayat (3): Lembaga kearsipan tidak membuat Daftar Pencarian Arsip dan tidak mengumumkan kepada publik.
o
Penundaan kenaikan gaji berkala untuk paling lama 1 tahun, bagi Pejabat dan/atau pelaksana yang apabila selama 6 bulan tidak melakukan perbaikan setelah mendapat teguran tertulis.
o
Penundaan kenaikan pangkat untuk paling lama 1 tahun bagi Pejabat dan/atau pelaksana yang apabila selama 6 bulan berikutnya tidak melakukan perbaikan setelah dikenakan sanki penundaan kenaikan gaji berkala.
Ketentuan dalam pasal 79: o
Teguran tertulis bagi Pejabat dan/atau pelaksana yang melanggar:
17
MODUL 2 - PENGELOLAAN INFORMASI DAN DOKUMENTASI
-
Pasal 56 ayat 1 : LN, Pemda, PTN, BUMN/D tidak memiliki JRA tidak membuat program arsip vital.
-
Pasal 79 ayat 1 : Lembaga kearsipan tidak menjamin kemudahan akses arsip statis.
o
Penundaan kenaikan gaji berkala untuk paling lama 1 tahun bagi Pejabat dan/atau pelaksana yang apabila selama 6 bulan tidak melakukan perbaikan setelah menerima teguran tertulis.
o
Penurunan pangkat pada pangkat yang setingkat lebih rendah untuk paling lama 1 tahun bagi Pejabat dan/atau pelaksana yang apabila selama 6 bulan berikutnya tidak melakukan perbaikan setelah menerima sanksi penundaan kenaikan gaji berkala.
Ketentuan dalam pasal 80: Teguran tertulis bagi Pejabat, pimpinan instansi dan/atau pelaksana yang
o
melanggar: -
Pasal 40 ayat 4 : Pencipta arsip (LN, Pemda, PTN, BUMN/D) tidak membuat tata naskah dinas, klasifikasi arsip, JRA, sistem klasifikasi dan akses arsip
-
Pasal 42 ayat 1 : Pencipta arsip (LN, Pemda, PTN, BUMN/D) tidak menyediakan arsip dinamis bagi pengguna arsip yang berhak
-
Pasal 43 ayat 1 : Pejabat yang bertanggung jawab dalam kegiatan kependudukan,
kewilayahan,
kepulauan,
perbatasan,
perjanjian
internasional, kontrak karya, dan masalah pemerintahan yang strategis tidak memberkaskan dan melaporkan arsipnya kepada ANRI -
Pasal 43 ayat 2 : Pejabat yang bertanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam Psl 43
setelah 1 (satu) tahun sejak terjadinya kegiatan tsb tidak
melakukan pemberkasan dan pelaporan kepada ANRI -
Pasal 43 ayat 3 : Setelah 1 tahun melakukan pelaporan, LN, Pemda, PTN tidak menyerahkan kepada ANRI kependudukan,
kewilayahan,
arsip yang berkaitan dengan kegiatan kepulauan,
perbatasan,
perjanjian
internasional, kontrak karya, dan masalah pemerintahan yang strategis dalam bentuk salinan autentik dari naskah o
Penurunan Pangkat pada Pangkat yang setingkat lebih rendah untuk paling lama 1 tahun apabila selama 6 (enam) bulan tidak melakukan perbaikan, pejabat dan/atau pelaksana sebagaimana setelah menerima surat teguran. 18
MODUL 2 - PENGELOLAAN INFORMASI DAN DOKUMENTASI
o
Pembebasan dari jabatan untuk paling lama 1 tahun apabila selama 6 (enam) bulan berikutnya tidak melakukan perbaikan setelah dikenai sanksi penurunan pangkat [ada pangkat yang setingkat lebih rendah.
2.4.2
Ketentuan Pidana
Ketentuan pidana akan dikenakan kepada pejabat dan/atau pelaksana yang melanggar ketentuan UU nomor 43 tentang Kearsipan diantaranya: Pasal
Keterangan Pelanggaran
81
Setiap orang dengan sengaja menguasai dan atau memiliki arsip negara untuk kepentingan sendiri atau orang lain yang tidak berhak.
paling lama 5 (lima) tahun
paling banyak Rp250.000.000,00
82
Setiap orang dengan sengaja menyediakan arsip dinamis kepada pengguna yang tidak berhak.
paling lama 5 (lima) tahun
paling banyak Rp125.000.000,00
83
Setiap orang dengan sengaja tidak menjaga keutuhan, keamanan dan keselamatan arsip negara yang terjaga.
paling lama 1 (satu) tahun
paling banyak Rp25.000.000,00
84
Pejabat dgn sengaja tidak melaksanakan pemberkasan dan pelaporan arsip atas kegiatan kependudukan, kewilayahan, kepulauan, perbatasan, perjanjian internasional, kontrak karya, dan masalah pemerintahan yang strategis.
paling lama 10 tahun
paling banyak Rp500.000.000,00
85
Setiap orang dgn sengaja tidak menjaga kerahasiaan arsip tertutup.
paling lama 5 (lima) tahun
paling banyak Rp250.000.000,00
86
Setiap orang dengan memusnahkan arsip diluar yang sebenarnya.
sengaja prosedur
paling lama 10 (sepuluh) tahun
paling banyak Rp500.000.000,00
87
Setiap orang dengan sengaja tidak menjaga, memperjualbelikan atau menyerahkan arsip yang memiliki nilai guna kesejarahan pada pihak ketiga di luar yang ditentukan.
paling lama 10 (sepuluh) tahun
paling banyak Rp500.000.000,00
88
Pihak ketiga yg tidak menyerahkan arsip yang tercipta dari kegiatan yang dibiayai dengan anggaran Negara.
paling lama 5 (lima) tahun
paling banyak Rp250.000.000,00
2.4.3
Pidana penjara
Denda
Peranan UU Kearsipan dalam Pelaksanaan UU KIP
Arsip merupakan sumber informasi yang penting. Informasi yang terkandung di dalam arsip berisi hal-hal yang benar dan tidak dibuat-buat. Hal ini menjadikan banyak orang ingin 19
MODUL 2 - PENGELOLAAN INFORMASI DAN DOKUMENTASI
dapat mengakses arsip tersebut. Berlakunya UU KIP tentu saja berpengaruh terhadap dunia kearsipan. Dengan berlandaskan pada UU KIP, setiap orang dapat meminta untuk memperoleh informasi yang ada di dalam arsip badan publik Negara manapun. Namun bukan berarti mereka dapat memperoleh semua informasi yang mereka inginkan. Karena ketentuan yang terdapat pada UU KIP menyebutkan bahwa semua informasi dibuka kecuali informasi yang dikecualikan. Oleh karena itu PPID harus mampu mengelola, menyimpan dan menyebarkan informasi kepada masyarakat yang membutuhkan informasi yang diinginkan dengan tidak melanggar ketentuan dalam UU KIP. Keterbukaan sebagai landasan UU KIP mendorong peningkatan kualitas pelayanan publik melalui pengelolaan dan pelayanan informasi yang mudah diakses masyarakat serta mendorong pelaksanaan reformasi birokrasi di Negara ini. Pada
sejarah
kearsipan,
keterbukaan
arsip/informasi
(arsip
merupakan
rekaman
informasi/record information) dimulai bersamaan dengan instansi kearsipan modern (tempat penyimpanan yang terbuka untuk umum).
Revolusi Perancis 1789 (Liberte,
Egalite, dan Fraternite) meletakkan dasar pokok paradigma kearsipan masa kini:
Adanya tanggung jawab negara memelihara administrasi pemerintah masa lalu;
Adanya institusi kearsipan yang berdiri sendiri di suatu negara;
Perlunya dimungkinkan dan diatur penggunaan arsip untuk masyarakat umum/public.
Keterbukaan dalam kearsipan dikenal dengan berbagai istilah seperti yang dikutip dalam Dictionary of Archival Teminology ICA Hanbooks Series Vol. 7, diantaranya:
Access: o
The availability of Record/ Archives for Consultation as a result both of legal authorisation and the existence of finding aids.
o
In automatic data processing the method of placing data into and retrieving it from a memory, e.g. direct access, random access, sequential access.
o
Menjelaskan: -
Pengguna (siapapun dilayani);
-
Kepekaan Informasi ( dalam perlindungan pribadi);
-
Pembatasan ( dari instansi pencipta);
20
MODUL 2 - PENGELOLAAN INFORMASI DAN DOKUMENTASI
-
Standar dan Indeks (sarana temu balik);
-
Pelayanan Copy (arsip/dokumen);
-
Hak Cipta (intelektual);
-
Pengawasan terhadap khasanah arsip (holding)
-
Kondisi fisik arsip (media rekam);
-
Pengamanan arsip/dokumen (tidak menunjukkan asli arsip/dokumen);
-
Kebijakan pada pengguna ruang baca (reading room).
Toegankelijkheid
(existences
of
finding
aids)
en
openbaarheid
(legal
authorisation)
Clearance. An Administrative determination than an individual may have acces to restricted records or information of a specified category
Resticted Access. A limitation on acces to records/archives or to individual documents to information of specified type, imposed by general or specific regulations detemining acces date or general exclussions from acces.
Security Classification. The restriction on acces to and use of records/archives or information therein imposed by a government in the interests of national security. The records or information concerned are referect to classified records or classified information.
Undang-Undang Nomor 14 tahun 2008
tentang
Informasi tentang
Keterbukaan
Publik
mengatur
bagaimana
informasi
harus terbuka dan dapat diakses oleh
masyarakat
Undang-Undang tentang
sedangkan Nomor
Kearsipan
43
menjelaskan
tentang informasi yang masuk ke dalam
kategori
statis
sifatnya
adalah terbuka. Arsip statis harus dibuka untuk publik, karena tujuan lembaga kearsipan didirikan ketersediaan arsip statis untuk dipergunakan, tetapi dalam keadaan tertentu halangan kebebasan (untuk mendapat informasi) dapat dihilangkan karena 4 (empat) hal:
21
MODUL 2 - PENGELOLAAN INFORMASI DAN DOKUMENTASI
Arsip statis yang berisi tentang militer yang dapat mempengaruhi keamanan dan keselamatan bangsa masa sekarang dan yang akan datang. Tidak semua arsip militer tertutup, arsip tentang sejarah militer dapat dibuka untuk publik bila pembukaannya tidak bertentangan dengan keamanan dan keselamatan negara;
Arsip yang berisi kebijaksanaan Luar Negeri, kebijaksanaan yang menentukkan hubungan dari pemerintah dengan pemerintah lain yang bersifat peka harus tetap tertutup untuk beberapa sebelum dapat dibuka kepada publik declassified
Arsip tentang rahasia bisnis/finansial organisasi;
Arsip yang berisi informasi pribadi (privacy): -
marital status
-
finger print
-
medical history
-
personal information bank
Keberhasilan utama pengelolaan kearsipan selain dapat dilihat dari kegiatan pengumpulan, pengolahan dan perawatan juga melalui keberhasilan dalam layanan kepada masyarakat. Layanan kepada masyarakat ini merupakan tujuan akhir program penyelenggaraan kearsipan dan sekaligus sebagai sarana uji kredibilitas.
22
MODUL 2 - PENGELOLAAN INFORMASI DAN DOKUMENTASI
BAB
PENGANTAR UU ITE Elemen Kompetensi yang akan dicapai Memahami asas dan tujuan UU ITE. Tujuan Instruksional Khusus Setelah mempelajari bab ini, diharapkan peserta: 1. Dapat menjelaskan berbagai terminologi yang terdapat dalam UU no 11 tahun 2008 mengenai Informasi dan Transaksi Elektronik. 2. Dapat menjelaskan asas dan tujuan UU ITE.
3.1 Terminologi UU ITE Undang-undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Elektronik
Informasi lahir
dan
atas
Transaksi
pemikiran
akan
kebebasan berkspresi (Freedon of Expression) yang ditetapkan pada 21 April 2008 dan mulai berlaku sejak diundangkan. Pemanfaatan Teknologi Informasi, media, dan komunikasi masyarakat
telah
mengubah
maupun
baik
peradaban
perilaku manusia
secara global. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah pula menyebabkan hubungan dunia menjadi tanpa batas (borderless) dan menyebabkan perubahan sosial, ekonomi, dan budaya secara signifikan berlangsung demikian cepat. Teknologi Informasi saat ini menjadi pedang bermata dua karena selain memberikan kontribusi bagi peningkatan kesejahteraan, kemajuan, dan peradaban manusia, sekaligus menjadi sarana efektif perbuatan melawan hukum.
23
MODUL 2 - PENGELOLAAN INFORMASI DAN DOKUMENTASI
Saat ini telah lahir suatu rezim hukum baru yang dikenal dengan hukum cyber atau hukum telematika. Hukum siber atau cyber law, secara internasional digunakan untuk istilah hukum yang terkait dengan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi. Demikian pula,
hukum
telematika
yang
merupakan
perwujudan
dari
konvergensi
hukum
telekomunikasi, hukum media, dan hukum informatika. Istilah lain yang juga digunakan adalah hukum teknologi informasi (law of information technology), hukum dunia maya (virtual world law), dan hukum mayantara. Istilah-istilah tersebut lahir mengingat kegiatan yang dilakukan melalui jaringan sistem komputer dan sistem komunikasi baik dalam lingkup lokal maupun global (Internet) dengan memanfaatkan teknologi informasi berbasis sistem komputer yang merupakan sistem elektronik yang dapat dilihat secara virtual. Permasalahan hukum yang seringkali dihadapi adalah ketika terkait dengan penyampaian informasi, komunikasi, dan/atau transaksi secara elektronik, khususnya dalam hal pembuktian dan hal yang terkait dengan perbuatan hukum yang dilaksanakan melalui sistem elektronik. Yang dimaksud dengan sistem elektronik adalah sistem komputer dalam arti luas, yang tidak hanya mencakup perangkat keras dan perangkat lunak komputer, tetapi juga mencakup jaringan telekomunikasi dan/atau sistem komunikasi elektronik. Perangkat lunak atau program komputer adalah sekumpulan instruksi yang diwujudkan dalam bentuk bahasa, kode, skema, ataupun bentuk lain, yang apabila digabungkan dengan media yang dapat dibaca dengan komputer akan mampu membuat komputer bekerja untuk melakukan fungsi khusus atau untuk mencapai hasil yang khusus, termasuk persiapan dalam merancang instruksi tersebut. Permasalahan yang lebih luas terjadi pada bidang keperdataan karena transaksi elektronik untuk kegiatan perdagangan melalui sistem elektronik (electronic commerce) telah menjadi bagian dari perniagaan nasional dan internasional. Kenyataan ini menunjukkan bahwa konvergensi di bidang teknologi informasi, media, dan informatika (telematika) berkembang terus tanpa dapat dibendung, seiring dengan ditemukannya perkembangan baru di bidang teknologi informasi, media, dan komunikasi. Kegiatan melalui media sistem elektronik, yang disebut juga ruang siber (cyber space), meskipun bersifat virtual dapat dikategorikan sebagai tindakan atau perbuatan hukum yang nyata. Secara yuridis kegiatan pada ruang siber tidak dapat didekati dengan ukuran dan kualifikasi hukum konvensional saja sebab jika cara ini yang ditempuh akan terlalu banyak kesulitan dan hal yang lolos dari pemberlakuan hukum. Kegiatan dalam ruang siber adalah kegiatan virtual yang berdampak sangat nyata meskipun alat buktinya bersifat elektronik. Dengan demikian, subjek pelakunya harus dikualifikasikan pula sebagai Orang yang telah melakukan perbuatan hukum secara nyata. Dalam kegiatan e-commerce antara lain dikenal adanya dokumen elektronik yang kedudukannya disetarakan dengan dokumen yang dibuat di atas kertas. Berkaitan dengan hal itu, perlu diperhatikan sisi keamanan dan kepastian 24
MODUL 2 - PENGELOLAAN INFORMASI DAN DOKUMENTASI
hukum dalam pemanfaatan teknologi informasi, media, dan komunikasi agar dapat berkembang secara optimal. Oleh karena itu, terdapat tiga pendekatan untuk menjaga keamanan di cyber space, yaitu pendekatan aspek hukum, aspek teknologi, aspek sosial, budaya, dan etika. Untuk mengatasi gangguan keamanan dalam penyelenggaraan sistem secara elektronik, pendekatan hukum bersifat mutlak karena tanpa kepastian hukum, persoalan pemanfaatan teknologi informasi menjadi tidak optimal.
3.2 Asas dan Tujuan UU ITE Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik dilaksanakan berdasarkan asas kepastian hukum, manfaat, kehati-hatian, iktikad baik, dan kebebasan memilih teknologi atau netral teknologi. Asas kepastian hukum berarti landasan hukum bagi pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik serta segala sesuatu yang mendukung penyelenggaraannya yang mendapatkan pengakuan hukum di dalam dan di luar pengadilan. Asas manfaat berarti asas bagi pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik diupayakan
untuk
mendukung
proses
berinformasi
sehingga
dapat
meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Asas kehati-hatian berarti landasan bagi pihak yang bersangkutan harus memperhatikan segenap aspek yang berpotensi mendatangkan kerugian, baik bagi dirinya maupun bagi pihak lain dalam pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik. Asas iktikad baik berarti asas yang digunakan para pihak dalam melakukan Transaksi Elektronik tidak bertujuan untuk secara sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakibatkan kerugian bagi pihak lain tanpa sepengetahuan pihak lain tersebut. Asas kebebasan memilih teknologi atau netral teknologi berarti asas pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik tidak terfokus pada penggunaan teknologi tertentu sehingga dapat mengikuti perkembangan pada masa yang akan datang. Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik dilaksanakan dengan tujuan:
Mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai bagian dari masyarakat informasi dunia;
Mengembangkan
perdagangan
dan
perekonomian
meningkatkan kesejahteraan masyarakat;
Meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan publik;
25
nasional
dalam
rangka
MODUL 2 - PENGELOLAAN INFORMASI DAN DOKUMENTASI
Membuka kesempatan seluas-luasnya kepada setiap orang untuk memajukan pemikiran dan kemampuan di bidang penggunaan dan pemanfaatan teknologi informasi seoptimal mungkin dan bertanggung jawab; dan
Memberikan rasa aman, keadilan, dan kepastian hukum bagi pengguna dan penyelenggara teknologi informasi.
26
MODUL 2 - PENGELOLAAN INFORMASI DAN DOKUMENTASI
BAB
KETENTUAN UU ITE Elemen Kompetensi yang akan dicapai Memahami ketentuan-ketentuan dalam UU ITE. Tujuan Instruksional Khusus Setelah mempelajari bab ini, diharapkan peserta: 1. Dapat menjelaskan ketentuan informasi, dokumen dan tandatangan elektronik. 2. Dapat melakukan penyelenggaraan sertifikasi, sistem dan transaksi elektronik sesuai ketentuan. 3. Dapat mengimplementasikan etika dalam pemanfaatan ITE. 4. Dapat menjelaskan Ketentuan penyelesaian sengketa dan peran serta masyarakat. 5. Dapat menjelaskan ketentuan penyidikan dan sanksi terkait penyalahgunaan ITE. 6. Dapat menjelaskan keterkaitan UU KIP dan ITE.
4.1 Informasi, Dokumen dan Tandatangan Elektronik Informasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah ang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya. Dokumen Elektronik adalah setiap Informasi Elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan, dan/atau didengar melalui Komputer atau Sistem Elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol atau perforasi yang
memiliki
makna
atau
arti
atau
dapat
memahaminya. 27
dipahami
oleh
orang
yang
mampu
MODUL 2 - PENGELOLAAN INFORMASI DAN DOKUMENTASI
Tanda Tangan Elektronik adalah tanda tangan yang terdiri atas Informasi Elektronik yang dilekatkan, terasosiasi atau terkait dengan Informasi Elektronik lainnya yang digunakan sebagai alat verifikasi dan autentikasi. Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah. Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan Hukum Acara yang berlaku di Indonesia. Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dinyatakan sah apabila menggunakan Sistem Elektronik sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang
ITE.
Ketentuan
mengenai
Informasi
Elektronik dan/atau
Dokumen
Elektronik tidak berlaku untuk:
Surat yang menurut Undang-Undang harus dibuat dalam bentuk tertulis, Surat yang menurut undang-undang harus dibuat tertulis meliputi tetapi tidak terbatas pada surat berharga, surat yang berharga, dan surat yang digunakan dalam proses penegakan hukum acara perdata, pidana, dan administrasi negara; dan
Surat beserta dokumennya yang menurut Undang-Undang harus dibuat dalam
Bentuk akta notaril atau akta yang dibuat oleh pejabat pembuat akta.
Apabila ketentuan lain yang mensyaratkan bahwa suatu informasi harus berbentuk tertulis atau asli, Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dianggap sah sepanjang informasi yang tercantum di dalamnya dapat diakses, ditampilkan, dijamin keutuhannya, dan dapat dipertanggungjawabkan sehingga menerangkan suatu keadaan. Selama ini bentuk tertulis identik dengan informasi dan/atau dokumen yang tertuang di atas kertas semata, padahal pada hakikatnya informasi dan/atau dokumen dapat dituangkan ke dalam media apa saja, termasuk media elektronik. Dalam lingkup Sistem Elektronik,informasi yang asli dengan salinannya tidak relevan lagi untuk dibedakan sebab Sistem Elektronik pada dasarnya beroperasi dengan cara penggandaan yang mengakibatkan informasi yang asli tidak dapat dibedakan lagi dari salinannya. Setiap Orang yang menyatakan hak, memperkuat hak yang telah ada, atau menolak hak Orang lain berdasarkan adanya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik harus memastikan bahwa Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang ada padanya berasal dari Sistem Elektronik yang memenuhi syarat berdasarkan Peraturan Perundangundangan. Ketentuan ini dimaksudkan bahwa suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dapat digunakan sebagai alasan timbulnya suatu hak. Kecuali diperjanjikan lain, waktu pengiriman suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik ditentukan pada saat Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik telah dikirim dengan alamat yang benar oleh Pengirim ke suatu Sistem Elektronik yang ditunjuk 28
MODUL 2 - PENGELOLAAN INFORMASI DAN DOKUMENTASI
atau dipergunakan Penerima dan telah memasuki Sistem Elektronik yang berada di luar kendali Pengirim. Kecuali diperjanjikan lain, waktu penerimaan suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik ditentukan pada saat Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik memasuki Sistem Elektronik di bawah kendali Penerima yang berhak. (3) Dalam hal Penerima telah menunjuk suatu Sistem Elektronik tertentu untuk menerima Informasi Elektronik, penerimaan terjadi pada saat Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik memasuki Sistem Elektronik yang ditunjuk. Apabila terdapat dua atau lebih sistem informasi yang digunakan dalam pengiriman atau penerimaan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik, maka waktu pengiriman adalah ketika Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik memasuki sistem informasi pertama yang berada di luar kendali Pengirim dan waktu penerimaan adalah ketika Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik memasuki sistem informasi terakhir yang berada di bawah kendali Penerima. Pelaku usaha yang menawarkan produk melalui Sistem Elektronik harus menyediakan informasi yang lengkap dan benar berkaitan dengan syarat kontrak, produsen, dan produk yang ditawarkan. Informasi yang lengkap dan benar meliputi
informasi yang memuat
identitas serta status subjek hukum dan kompetensinya, baik sebagai produsen, pemasok, penyelenggara maupun perantara dan informasi lain yang menjelaskan hal tertentu yang menjadi
syarat
sahnya
perjanjian
serta
menjelaskan barang
dan/atau jasa
yang
ditawarkan, seperti nama, alamat, dan deskripsi barang/jasa. Setiap pelaku usaha yang menyelenggarakan Transaksi Elektronik dapat disertifikasi oleh Lembaga Sertifikasi Keandalan. Sertifikasi Keandalan dimaksudkan sebagai bukti bahwa pelaku usaha yang melakukan perdagangan secara elektronik layak berusaha setelah melalui penilaian dan audit dari badan yang berwenang. Bukti telah dilakukan Sertifikasi Keandalan ditunjukkan dengan adanya logo sertifikasi berupa trust mark pada laman (home page) pelaku usaha tersebut. Ketentuan mengenai pembentukan Lembaga Sertifikasi Keandalan diatur dengan Peraturan Pemerintah. Tanda Tangan Elektronik memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah selama memenuhi persyaratan sebagai berikut:
Data pembuatan Tanda Tangan Elektronik terkait hanya kepada Penanda Tangan;
Data pembuatan Tanda Tangan Elektronik pada saat proses penandatanganan elektronik hanya berada dalam kuasa Penanda Tangan;
Segala perubahan terhadap Tanda Tangan Elektronik yang terjadi setelah waktu penandatanganan dapat diketahui; 29
MODUL 2 - PENGELOLAAN INFORMASI DAN DOKUMENTASI
Segala perubahan terhadap Informasi Elektronik yang terkait dengan Tanda Tangan Elektronik tersebut setelah waktu penandatanganan dapat diketahui;
Terdapat cara tertentu yang dipakai untuk mengidentifikasi siapa Penandatangannya; dan
Terdapat cara tertentu untuk menunjukkan bahwa Penanda Tangan telah memberikan persetujuan terhadap Informasi Elektronik yang terkait.
Undang-Undang ini
memberikan pengakuan secara tegas bahwa meskipun hanya
merupakan suatu kode, Tanda Tangan Elektronik memiliki kedudukan yang sama dengan tanda tangan manual pada umumnya yang memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum. Persyaratan tersebut merupakan persyaratan minimum yang harus dipenuhi dalam setiap Tanda Tangan Elektronik. Ketentuan ini membuka kesempatan seluas-luasnya kepada siapa pun untuk mengembangkan metode, teknik, atau proses pembuatan Tanda Tangan Elektronik. Setiap Orang yang terlibat dalam Tanda Tangan Elektronik berkewajiban memberikan pengamanan atas Tanda Tangan Elektronik yang digunakannya. Pengamanan Tanda Tangan Elektronik minimal meliputi:
Sistem tidak dapat diakses oleh Orang lain yang tidak berhak;
Penanda
Tangan
harus
menerapkan
prinsip
kehati-hatian
untuk menghindari
penggunaan secara tidak sah terhadap data terkait pembuatan Tanda Tangan Elektronik;
Penanda Tangan harus tanpa menunda-nunda, menggunakan cara yang dianjurkan oleh penyelenggara Tanda Tangan Elektronik ataupun cara lain yang layak dan sepatutnya harus segera memberitahukan kepada seseorang yang oleh Penanda Tangan dianggap memercayai Tanda Tangan Elektronik atau kepada pihak pendukung layanan Tanda Tangan Elektronik jika: o
Penanda Tangan mengetahui bahwa data pembuatan Tanda Tangan Elektronik telah dibobol; atau
o
Keadaan yang diketahui oleh Penanda Tangan dapat menimbulkan risiko yang berarti,
kemungkinan
akibat
bobolnya
data
pembuatan
Tanda
Tangan
Elektronik; dan o
Dalam hal Sertifikat Elektronik digunakan untuk mendukung Tanda Tangan Elektronik, Penanda Tangan harus memastikan kebenaran dan keutuhan semua informasi yang terkait dengan Sertifikat Elektronik tersebut.
Setiap Orang yang melakukan pelanggaran ketentuan harus bertanggung jawab atas segala kerugian dan konsekuensi hukum yang timbul. 30
MODUL 2 - PENGELOLAAN INFORMASI DAN DOKUMENTASI
4.2 Penyelenggaraan Sertifikasi, Sistem dan Transaksi Elektronik 4.2.1 Penyelenggaraan Sertifikasi Elektronik Setiap Orang berhak menggunakan jasa Penyelenggara Sertifikasi Elektronik untuk pembuatan Tanda Tangan Elektronik. Sertifikat Elektronik adalah sertifikat yang bersifat elektronik yang memuat Tanda Tangan Elektronik dan identitas yang menunjukkan status subjek hukum para pihak dalam Transaksi Elektronik yang dikeluarkan oleh Penyelenggara Sertifikasi Elektronik. Penyelenggara Sertifikasi Elektronik harus memastikan keterkaitan suatu Tanda Tangan Elektronik dengan pemiliknya. Penyelenggara Sertifikasi Elektronik terdiri atas penyelenggara Sertifikasi Elektronik Indonesia dan penyelenggara Sertifikasi Elektronik asing. Penyelenggara Sertifikasi Elektronik Indonesia berbadan hukum Indonesia dan berdomisili di Indonesia. Penyelenggara Sertifikasi Elektronik asing yang beroperasi di Indonesia harus terdaftar di Indonesia. Penyelenggara Sertifikasi Elektronik harus menyediakan informasi yang akurat, jelas, dan pasti kepada setiap pengguna jasa, yang meliputi:
Metode yang digunakan untuk mengidentifikasi Penanda Tangan;
Hal yang dapat digunakan untuk mengetahui data diri pembuat Tanda Tangan Elektronik; dan
Hal yang dapat digunakan untuk menunjukkan keberlakuan dan keamanan Tanda Tangan Elektronik.
Contoh sertifikasi identitas dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
31
MODUL 2 - PENGELOLAAN INFORMASI DAN DOKUMENTASI
4.2.2 Penyelenggaraan Sistem Elektronik Sistem Elektronik adalah serangkaian perangkat dan prosedur elektronik yang berfungsi mempersiapkan, mengumpulkan, mengolah, menganalisis, menyimpan, menampilkan, mengumumkan, mengirimkan, dan/atau menyebarkan Informasi Elektronik. Penyelenggaraan
Sistem
Elektronik
adalah
pemanfaatan
Sistem
Elektronik
oleh
penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha, dan/atau masyarakat. Setiap Penyelenggara Sistem Elektronik harus menyelenggarakan Sistem Elektronik secara andal dan aman serta bertanggung jawab terhadap beroperasinya Sistem Elektronik sebagaimana mestinya. Andal artinya Sistem Elektronik memiliki kemampuan yang sesuai dengan kebutuhan penggunaannya. Aman artinya Sistem Elektronik terlindungi secara fisik dan nonfisik. Beroperasi sebagaimana mestinya artinya Sistem Elektronik memiliki kemampuan sesuai dengan spesifikasinya. Penyelenggara Sistem Elektronik bertanggung jawab terhadap Penyelenggaraan Sistem Elektroniknya. Namun ketentuan tersebut jika dapat dibuktikan terjadinya keadaan memaksa, kesalahan, dan/atau kelalaian pihak pengguna Sistem Elektronik. Sepanjang tidak ditentukan lain oleh undang-undang tersendiri, setiap Penyelenggara Sistem Elektronik wajib mengoperasikan Sistem Elektronik yang memenuhi persyaratan minimum sebagai berikut:
Dapat menampilkan kembali Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik secara utuh sesuai dengan masa retensi yang ditetapkan dengan Peraturan Perundang-undangan;
Dapat
melindungi
ketersediaan,
keutuhan,
keotentikan,
kerahasiaan,
dan
keteraksesan Informasi Elektronik dalam Penyelenggaraan Sistem Elektronik tersebut;
Dapat beroperasi sesuai dengan prosedur atau petunjuk dalam Penyelenggaraan Sistem Elektronik tersebut;
Dilengkapi dengan prosedur atau petunjuk yang diumumkan dengan bahasa, informasi, atau simbol yang dapat dipahami oleh pihak yang bersangkutan dengan Penyelenggaraan Sistem Elektronik tersebut; dan
Memiliki mekanisme yang berkelanjutan untuk menjaga kebaruan, kejelasan, dan kebertanggungjawaban prosedur atau petunjuk.
32
MODUL 2 - PENGELOLAAN INFORMASI DAN DOKUMENTASI
4.3 Pemanfaatan ITE 4.3.1 Transaksi Elektronik Transaksi Elektronik adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan Komputer, jaringan Komputer, dan/atau media elektronik lainnya. Penyelenggaraan Transaksi Elektronik dapat dilakukan dalam lingkup publik ataupun privat. Undang-Undang ini memberikan peluang terhadap pemanfaatan Teknologi Informasi oleh penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha, dan/atau masyarakat. Pemanfaatan Teknologi Informasi harus dilakukan secara baik, bijaksana, bertanggung jawab, efektif, dan efisien agar dapat diperoleh manfaat yang sebesar-besarnya bagi masyarakat. Para pihak yang melakukan Transaksi Elektronik wajib beriktikad baik dalam melakukan interaksi dan/atau pertukaran Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik selama transaksi berlangsung. Transaksi Elektronik yang dituangkan ke dalam Kontrak Elektronik mengikat para pihak. Para pihak memiliki kewenangan untuk memilih hukum yang berlaku bagi Transaksi Elektronik internasional yang dibuatnya. Pilihan hukum yang dilakukan oleh para pihak dalam kontrak internasional termasuk yang dilakukan secara elektronik dikenal dengan choice of law. Hukum ini mengikat sebagai hukum yang berlaku bagi kontrak tersebut. Pilihan hukum dalam Transaksi Elektronik hanya dapat dilakukan jika dalam kontraknya terdapat unsur asing dan penerapannya harus sejalan dengan prinsip hukum perdata internasional (HPI). Jika para pihak tidak melakukan pilihan hukum dalam Transaksi Elektronik internasional, hukum yang berlaku didasarkan pada asas Hukum Perdata Internasional. Dalam hal tidak ada pilihan hukum, penetapan hukum yang berlaku berdasarkan prinsip atau asas hukum perdata internasional yang akan ditetapkan sebagai hukum yang berlaku pada kontrak tersebut. Para pihak memiliki kewenangan untuk menetapkan forum pengadilan, arbitrase, atau lembaga penyelesaian sengketa alternatif lainnya yang berwenang menangani sengketa yang mungkin timbul dari Transaksi Elektronik internasional yang dibuatnya. Forum yang berwenang mengadili sengketa kontrak internasional, termasuk yang dilakukan secara elektronik, adalah forum yang dipilih oleh para pihak. Forum tersebut dapat berbentuk pengadilan, arbitrase, atau lembaga penyelesaian sengketa alternatif lainnya.
33
MODUL 2 - PENGELOLAAN INFORMASI DAN DOKUMENTASI
Transaksi elektronik
Jika para pihak tidak melakukan pilihan forum, penetapan kewenangan pengadilan, arbitrase, atau lembaga penyelesaian sengketa alternatif lainnya yang berwenang menangani sengketa yang mungkin timbul dari transaksi tersebut, didasarkan pada asas Hukum Perdata Internasional. Apabila para pihak tidak melakukan pilihan forum, kewenangan forum berlaku berdasarkan prinsip atau asas hukum perdata internasional. Asas tersebut dikenal dengan asas tempat tinggal tergugat (the basis of presence) dan efektivitas yang menekankan pada tempat harta benda tergugat berada (principle of effectiveness). Para pihak yang melakukan Transaksi Elektronik harus menggunakan Sistem Elektronik yang disepakati. Kecuali ditentukan lain oleh para pihak, Transaksi Elektronik terjadi pada saat penawaran transaksi yang dikirim Pengirim telah diterima dan disetujui Penerima. Transaksi Elektronik terjadi pada saat kesepakatan antara para pihak yang dapat berupa, antara lain pengecekan data, identitas, nomor identifikasi pribadi (personal identification number/PIN) atau sandi lewat (password). Persetujuan atas penawaran Transaksi Elektronik harus dilakukan dengan pernyataan penerimaan secara elektronik. Pengirim atau Penerima dapat melakukan Transaksi Elektronik sendiri, melalui pihak yang dikuasakan olehnya, atau melalui Agen Elektronik. Pihak yang bertanggung jawab atas segala akibat hukum dalam pelaksanaan Transaksi Elektronik diatur sebagai berikut: 34
MODUL 2 - PENGELOLAAN INFORMASI DAN DOKUMENTASI
Jika dilakukan sendiri, segala akibat hukum dalam pelaksanaan Transaksi Elektronik menjadi tanggung jawab para pihak yang bertransaksi;
Jika dilakukan melalui pemberian kuasa, segala akibat hukum dalam pelaksanaan Transaksi Elektronik menjadi tanggung jawab pemberi kuasa; atau
Jika dilakukan melalui Agen Elektronik, segala akibat hukum dalam pelaksanaan Transaksi Elektronik menjadi tanggung jawab penyelenggara Agen Elektronik.
Jika kerugian Transaksi Elektronik disebabkan gagal beroperasinya Agen Elektronik akibat tindakan pihak ketiga secara langsung terhadap Sistem Elektronik, segala akibat hukum menjadi tanggung jawab penyelenggara Agen Elektronik. Jika kerugian Transaksi Elektronik disebabkan gagal beroperasinya Agen Elektronik akibat kelalaian pihak pengguna jasa layanan, segala akibat hukum menjadi tanggung jawab pengguna jasa layanan. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku dalam hal dapat dibuktikan terjadinya keadaan memaksa, kesalahan, dan/atau kelalaian pihak pengguna Sistem Elektronik. Penyelenggara Agen Elektronik tertentu harus menyediakan fitur pada Agen Elektronik yang dioperasikannya yang memungkinkan penggunanya melakukan perubahan informasi yang masih dalam proses transaksi. Fitur adalah fasilitas yang memberikan kesempatan kepada pengguna
Agen
Elektronik
untuk
melakukan
perubahan
atas
informasi
yang
disampaikannya, misalnya fasilitas pembatalan (cancel), edit, dan konfirmasi ulang.
4.3.2 Nama Domain, HAKI dan Perlindungan Hal Pribadi Nama Domain adalah alamat internet penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha, dan/atau masyarakat, yang dapat digunakan dalam berkomunikasi melalui internet, yang berupa kode atau susunan karakter yang bersifat unik untuk menunjukkan lokasi tertentu dalam internet. Setiap penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha, dan/atau masyarakat berhak memiliki Nama Domain berdasarkan prinsip pendaftar pertama. Nama Domain berupa alamat atau jati diri penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha, dan/atau masyarakat, yang perolehannya didasarkan pada prinsip pendaftar pertama (first come first serve). Prinsip pendaftar pertama berbeda antara ketentuan dalam Nama Domain dan dalam bidang hak kekayaan intelektual karena tidak diperlukan pemeriksaan substantif, seperti pemeriksaan dalam pendaftaran merek dan paten. Pemilikan dan penggunaan Nama Domain harus didasarkan pada iktikad baik, tidak melanggar prinsip persaingan usaha secara sehat, dan tidak melanggar hak Orang lain. Yang dimaksud dengan “melanggar hak Orang lain”, misalnya melanggar merek terdaftar, nama badan hukum terdaftar, nama Orang terkenal, dan nama sejenisnya yang pada intinya merugikan. 35
MODUL 2 - PENGELOLAAN INFORMASI DAN DOKUMENTASI
Setiap penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha, atau masyarakat yang dirugikan karena penggunaan Nama Domain secara tanpa hak oleh Orang lain, berhak mengajukan gugatan pembatalan Nama Domain dimaksud. Yang dimaksud dengan “penggunaan Nama Domain secara tanpa hak” adalah pendaftaran dan penggunaan Nama Domain yang semata-mata
ditujukan
untuk
menghalangi
atau
menghambat
Orang
lain
untuk
menggunakan nama yang intuitif dengan keberadaan nama dirinya atau nama produknya, atau untuk mendompleng reputasi Orang yang sudah terkenal atau ternama, atau untuk menyesatkan konsumen. Pengelola Nama Domain adalah Pemerintah dan/atau masyarakat. Jika terjadi perselisihan pengelolaan Nama Domain oleh masyarakat, Pemerintah berhak mengambil alih sementara pengelolaan Nama Domain yang diperselisihkan. Pengelola Nama Domain yang berada di luar wilayah Indonesia dan Nama Domain yang diregistrasinya diakui keberadaannya sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Perundangundangan. Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang disusun menjadi karya intelektual, situs internet, dan karya intelektual yang ada di dalamnya dilindungi sebagai Hak Kekayaan Intelektual berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-undangan. Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang disusun dan didaftarkan sebagai karya intelektual, hak cipta, paten, merek, rahasia dagang, desain industri, dan sejenisnya wajib dilindungi oleh Undang-
Undang
ini
dengan
memperhatikan
ketentuan Peraturan Perundangundangan. Kecuali ditentukan lain oleh Peraturan Perundangundangan,
penggunaan
setiap
informasi
melalui
media elektronik yang menyangkut data pribadi seseorang harus dilakukan atas persetujuan Orang yang bersangkutan. Dalam pemanfaatan Teknologi Informasi, perlindungan data pribadi merupakan salah satu bagian dari hak pribadi (privacy rights). Hak pribadi mengandung pengertian sebagai berikut:
Hak pribadi merupakan hak untuk menikmati kehidupan pribadi dan bebas dari segala macam gangguan.
Hak pribadi merupakan hak untuk dapat berkomunikasi dengan Orang lain tanpa tindakan memata-matai.
Hak pribadi merupakan hak untuk mengawasi akses informasi tentang kehidupan pribadi dan data seseorang.
Setiap Orang yang dilanggar haknya dapat mengajukan gugatan atas kerugian yang ditimbulkan berdasarkan Undang-Undang ini. 36
MODUL 2 - PENGELOLAAN INFORMASI DAN DOKUMENTASI
4.3.3 Perbuatan yang Dilarang Perbuatan yang dilarang sesuai ketentuan undang-undang orang yang dengan sengaja dan tanpa hak:
Mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan;
Mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan perjudian;
Mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan
dan/atau
dan/atau
membuat
Informasi
Elektronik
mentransmisikan
dapat
diaksesnya
dan/atau
Dokumen
Elektronik yang memiliki muatan pemerasan dan/atau pengancaman;
Menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang
mengakibatkan
kerugian
konsumen
dalam Transaksi Elektronik;
Menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan
rasa
kebencian
atau
permusuhan
individu
dan/atau
kelompok
masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA);
Mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik milik Orang lain dengan cara apa pun;
Mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apa pun dengan tujuan untuk memperoleh Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik. Secara teknis perbuatan yang dimaksud dapat dilakukan, antara lain dengan: o
Melakukan komunikasi, mengirimkan, memancarkan atau sengaja berusaha mewujudkan hal-hal tersebut kepada siapa pun yang tidak berhak untuk menerimanya; atau
o
Sengaja menghalangi agar informasi dimaksud tidak dapat atau gagal diterima oleh yang berwenang menerimanya di lingkungan pemerintah dan/atau pemerintah daerah. 37
MODUL 2 - PENGELOLAAN INFORMASI DAN DOKUMENTASI
Mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apa pun dengan melanggar, menerobos, melampaui, atau menjebol sistem pengamanan. Sistem pengamanan adalah sistem yang membatasi akses Komputer atau melarang akses ke dalam Komputer dengan berdasarkan kategorisasi atau klasifikasi pengguna beserta tingkatan kewenangan yang ditentukan;
Melakukan intersepsi atau penyadapan atas Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dalam suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik Orang lain.
Intersepsi
atau
penyadapan
merupakan
kegiatan
untuk
mendengarkan,
merekam, membelokkan, mengubah, menghambat, dan/atau mencatat transmisi Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang tidak bersifat publik, baik menggunakan jaringan kabel komunikasi maupun jaringan nirkabel, seperti pancaran elektromagnetis atau radio frekuensi;
Melakukan
intersepsi
atas
transmisi
Informasi
Elektronik
dan/atau
Dokumen
Elektronik yang tidak bersifat publik dari, ke, dan di dalam suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik Orang lain, baik yang tidak menyebabkan perubahan apa pun maupun yang menyebabkan adanya perubahan, penghilangan, dan/atau penghentian
Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik yang sedang
ditransmisikan;
Dengan cara apa pun mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi, merusak,
menghilangkan,
memindahkan,
menyembunyikan
suatu
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik milik Orang lain atau milik publik;
38
Informasi
MODUL 2 - PENGELOLAAN INFORMASI DAN DOKUMENTASI
Dengan cara apa pun memindahkan atau mentransfer Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik kepada Sistem Elektronik Orang lain yang tidak berhak;
Melakukan tindakan apa pun yang berakibat terganggunya Sistem Elektronik dan/atau mengakibatkan Sistem Elektronik menjadi tidak bekerja sebagaimana mestinya;
Memproduksi, menjual, mengadakan untuk digunakan, mengimpor, mendistribusikan, menyediakan, atau memiliki: o
Perangkat keras atau perangkat lunak Komputer yang dirancang atau secara khusus dikembangkan untuk memfasilitasi perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 33 UU ITE ini;
o
Sandi lewat Komputer, Kode Akses, atau hal yang sejenis dengan itu yang ditujukan agar Sistem Elektronik menjadi dapat diakses dengan tujuan memfasilitasi perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 33 UU ITE.
Melakukan manipulasi, penciptaan, perubahan, penghilangan, pengrusakan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dengan tujuan agar Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik tersebut dianggap seolah-olah data yang otentik;
Melakukan perbuatan yang dilarang yang mengakibatkan kerugian bagi Orang lain;
Dengan sengaja melakukan perbuatan yang dilarang di luar wilayah Indonesia terhadap Sistem Elektronik yang berada di wilayah yurisdiksi Indonesia.
4.4 Ketentuan Penyelesaian Sengketa dan Peran serta Masyarakat Pemerintah memfasilitasi pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan. Pemerintah melindungi kepentingan umum dari segala jenis gangguan sebagai akibat penyalahgunaan Informasi Elektronik dan Transaksi Elektronik yang mengganggu ketertiban umum, sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan. Pemerintah menetapkan instansi atau institusi yang memiliki data elektronik strategis yang wajib dilindungi. Instansi atau institusi harus membuat Dokumen Elektronik dan rekam cadang elektroniknya serta menghubungkannya ke pusat data tertentu untuk kepentingan pengamanan data. Instansi atau institusi lain selain yang telah disebutkan di atas membuat Dokumen
Elektronik
dan
rekam
cadang
perlindungan data yang dimilikinya. 39
elektroniknya
sesuai
dengan
keperluan
MODUL 2 - PENGELOLAAN INFORMASI DAN DOKUMENTASI
Masyarakat dapat berperan meningkatkan pemanfaatan Teknologi Informasi melalui penggunaan dan Penyelenggaraan Sistem Elektronik dan Transaksi Elektronik sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini. Peran masyarakat dapat diselenggarakan melalui lembaga yang dibentuk oleh masyarakat yang memiliki fungsi konsultasi dan mediasi. Setiap Orang dapat mengajukan gugatan terhadap pihak yang menyelenggarakan Sistem Elektronik dan/atau menggunakan Teknologi Informasi yang menimbulkan kerugian. Masyarakat
dapat
mengajukan
gugatan
secara
perwakilan
terhadap
pihak
yang
menyelenggarakan Sistem Elektronik dan/atau menggunakan Teknologi Informasi yang berakibat
merugikan
masyarakat,
sesuai
dengan
ketentuan
Peraturan
Perundang-
undangan. Gugatan perdata dilakukan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan. Selain penyelesaian gugatan perdata, para pihak dapat menyelesaikan sengketa melalui arbitrase, atau lembaga penyelesaian sengketa alternatif lainnya sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
4.5 Ketentuan Penyidikan dan Sanksi terkait Penyalahgunaan ITE 4.5.1 Penyidikan Penyidikan terhadap tindak pidana dilakukan berdasarkan ketentuan dalam Hukum Acara Pidana dan ketentuan dalam Undang-Undang ITE ini. Selain Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana untuk melakukan
penyidikan
pidana
bidang
di
Informasi
dan
tindak
Teknologi Transaksi
Elektronik. Penyidikan di bidang Teknologi Informasi Elektronik
dan
Transaksi
dilakukan
memperhatikan
dengan
perlindungan
terhadap privasi, kerahasiaan, 40
MODUL 2 - PENGELOLAAN INFORMASI DAN DOKUMENTASI
kelancaran layanan publik, integritas data, atau keutuhan data sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan. Penggeledahan dan/atau penyitaan terhadap sistem elektronik yang terkait dengan dugaan tindak pidana harus dilakukan atas izin ketua pengadilan negeri setempat. Dalam melakukan penggeledahan dan/atau penyitaan, penyidik wajib menjaga terpeliharanya kepentingan pelayanan umum. Alat bukti penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan menurut ketentuan Undang-Undang ini adalah sebagai berikut:
Alat bukti sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Perundang-undangan; dan
Alat bukti lain berupa Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik.
4.5.2 Ketentuan Pidana Ketentuan pidana akan dikenakan kepada setiap orang yang melanggar ketentuan UU nomor 11 tahun 2008 tentang ITE diantaranya:
Memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah);
Memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) atau ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah);
Memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dipidana dengan pidana penjara
paling
lama
12
(dua
belas)
tahun
dan/atau
denda
paling
banyak
Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah);
Memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah);
Memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp700.000.000,00 (tujuh ratus juta rupiah);
Memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan/atau denda paling banyak Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah);
41
MODUL 2 - PENGELOLAAN INFORMASI DAN DOKUMENTASI
Memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) atau ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah);
Memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan/atau denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah);
Memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun dan/atau denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah);
Memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah);
Memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33, dipidana dengan pidana penjara
paling
lama
10
(sepuluh)
tahun
dan/atau
denda
paling
banyak
Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah);
Memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah);
Memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 dipidana dengan pidana penjara
paling
lama
12
(dua
belas)
tahun
dan/atau
denda
paling
banyak
Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah);
Memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 dipidana dengan pidana penjara
paling
lama
12
(dua
belas)
tahun
Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah);
42
dan/atau
denda
paling
banyak
MODUL 2 - PENGELOLAAN INFORMASI DAN DOKUMENTASI
Apabila
melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1)
menyangkut kesusilaan atau eksploitasi seksual terhadap anak dikenakan pemberatan sepertiga dari pidana pokok;
Apabila melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 sampai dengan Pasal 37 ditujukan terhadap Komputer dan/atau Sistem Elektronik serta Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik milik Pemerintah dan/atau yang digunakan untuk layanan publik dipidana dengan pidana pokok ditambah sepertiga;
Apabila melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 sampai dengan Pasal 37 ditujukan terhadap Komputer dan/atau Sistem Elektronik serta Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik milik Pemerintah dan/atau badan strategis termasuk dan tidak terbatas pada lembaga pertahanan, bank sentral, perbankan, keuangan, lembaga internasional, otoritas penerbangan diancam dengan pidana maksimal ancaman pidana pokok masing-masing Pasal ditambah dua pertiga;
Apabila
melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai
dengan Pasal 37 dilakukan oleh korporasi dipidana dengan pidana pokok ditambah dua pertiga.
4.6 Keterkaitan UU ITE dan KIP Teknologi Informasi dan Komunikasi telah mengubah perilaku dan pola hidup masyarakat secara global. Perkembangan teknologi informasi telah pula menyebabkan dunia menjadi tanpa batas (borderless) dan menyebabkan perubahan sosial, budaya, ekonomi, dan pola penegakan hukum yang secara signifikan berlangsung demikian cepat. Dengan kehadiran Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) serta UU tentang kebebasan Informasi Publik (UU KIP). Tentu, dalam konteks pendekatan hukum
yakni
dalam
bentuk
tersedianya hukum positif akan memberi kepastian
jaminan hukum
adanya
dan
sebagai
landasan penegakan hukum (law enforcement)
jika
terjadi
pelanggaran. UU KIP dan UU ITE ditetapkan dengan satu dasar hukum yang sama yaitu Pasal 28 F UUD Negara
Republik
Indonesia
1945 yang menyebutkan bahwa “Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan 43
MODUL 2 - PENGELOLAAN INFORMASI DAN DOKUMENTASI
memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia”1. UU ITE untuk melindungi kepentingan perorangan, masyarakat, properti/bisnis dan pemerintahan. Demikian juga UU KIP yang memberikan keleluasaan masyarakat untuk memperoleh informasi sesuai dengan yang dibutuhkan dan kepentingan masing-masing. Peran pemerintah adalah untuk memfasilitasi implementasi kedua undang-undang tersebut. Undang-Undang ITE berlaku untuk setiap Orang yang melakukan perbuatan hukum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, baik yang berada di wilayah hukum Indonesia maupun di luar wilayah hukum Indonesia, yang memiliki akibat hukum di wilayah hukum Indonesia dan/atau di luar wilayah hukum Indonesia dan merugikan kepentingan Indonesia (Pasal 2). Pada UU KIP, Informasi adalah keterangan, pernyataan, gagasan, dan tanda-tanda yang mengandung nilai, makna, dan pesan, baik data, fakta maupun penjelasannya yang dapat dilihat, didengar, dan dibaca yang disajikan dalam berbagai kemasan dan format sesuai dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi secara elektronik ataupun nonelektronik. Sedangkan pada UU ITE berlaku informasi elektronik yaitu satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya. UU KIP melibatkan Badan Publik sedangkan UU ITE menjerat Badan Usaha. Badan Publik menurut UU KIP adalah lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif, dan badan lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara, yang sebagian atauseluruh dananya
bersumber
dari
APBN
dan/atau
APBD,
atau
organisasi
nonpemerintah
sepanjangsebagian atau seluruh dananya bersumber dari APBN dan/atau APBD, sumbangan masyarakat,dan/atau luar negeri. Badan Usaha menurut definisi UU ITE adalah perusahaan perseorangan atau perusahaan persekutuan, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum. Definisi “Orang “ pada UU KIP adalah orang perseorangan, kelompok orang, badan hukum, atau badan publik sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang KIP. Sedangkan pada UU ITE, Orang adalah orang perseorangan, baik warga negara Indonesia, warga negara asing, maupun badan hukum. 1
Perubahan Kedua 44
MODUL 2 - PENGELOLAAN INFORMASI DAN DOKUMENTASI
Penyelenggaran keterbukaan informasi publik pada UU KIP melibatkan PPID, Pemohon Informasi Publik dan Pengguna Informasi Publik. Sedangkan pada UU ITE dijelaskan penyelenggaraan UU ITE melibatkan Perseorangan, Badan Hukum dan Badan Usaha. Jenis penyelenggaraan yang dijelaskan pada UU KIP adalah informasi public. Pada UU ITE penyelenggaraan informasi public meliputi system elektronik dan nama domain. Seperti dijelaskan pada gambar di bawah ini.
Jenis penyelenggaraan pada UU KIP dan ITE
Penyelenggaraan keterbukaan infromasi public yang dijelaskan dalam UU KIP melibatkan Komisi
Informasi
sebagai
lembaga
pengawas pelaksanaan
Undang-undang. Komisi
Informasi merupakan Lembaga mandiri yang berfungsi menjalankan UU ini dan peraturan pelaksanaannya, menetapkan petunjuk teknis standar layanan informasi publik dan menyelesaikan sengketa informasi publik melalui mediasi dan/atau ajudikasi nonlitigasi. Pelaksanaan Undang-Undang ITE juga melibatkan pengawas pelaksanaan Undang-Undang yaitu Pemerintah. Pemerintah adalah Menteri atau pejabat lainnya yang ditunjuk oleh Presiden. Informasi yang dijelaskan dalam UU KIP dapat berupa informasi elektronik pada UU ITE. Artinya informasi public yang disampaikan dapat berupa dokuemen elektronik sehingga keberadaannya jika melanggar akan terkena hukum UU ITE. Informasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), surat elektronik 45
MODUL 2 - PENGELOLAAN INFORMASI DAN DOKUMENTASI
(electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya. Dokumen Elektronik adalah setiap Informasi Elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan, dan/atau didengar melalui Komputer atau Sistem Elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol atau perforasi yang memiliki makna atau arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya. Pidana bagi yang melanggar segala ketentuan yang terdapat dalam UU ITE hukumnya lebih berat jika dibandingkan dengan pelanggaran yang dilakukan terhada UU KIP. Karena pelanggaran seperti yang tercantum dalam setiap pasal yang dijelaskan pada UU ITE memberikan dampak yang lebih luas dan lebih besar. Ketika Undang-undang KIP dan ITE diberlakukan timbul pro dan kontra dari beberapa komponen
masyarakat
yang
menyikapi
beberapa
pasal
yang
dianggap
masih
bermasalahan. Sebenarnya kehadiran UU ITE dan UU KIP dalam konteks pendekatan hukum adalah dalam bentuk tersedianya hukum positif sudah barang tentu akan memberi jaminan adanya kepastian hukum dan sebagai landasan penegakan hukum (law enforcement) jika terjadi pelanggaran.
46
MODUL 2 - PENGELOLAAN INFORMASI DAN DOKUMENTASI
BAB
PELAYANAN PUBLIK Elemen Kompetensi yang akan dicapai Memahami ketentuan sistem penyelenggaraan pelayanan publik. Tujuan Instruksional Khusus Setelah mempelajari bab ini, diharapkan peserta: 1. Dapat menguraikan ketentuan mengenai penanggung jawab, organisasi penyelenggara pelayanan publik. 2. Dapat menguraikan ketentuan hak, kewajiban dan larangan dalam pelayanan publik. 3. Dapat melakukan sistem penyelenggaraan pelayanan publik sesuai ketentuan. 4. Dapat menjelaskan peran serta masyarakat dan melaukukan pengelolaan serta menyelesaikan pengaduan sesuai ketentuan. 5. Dapat menjelaskan ketentuan Sanksi terkait Pelayanan publik. 6. Dapat menjelaskan keterkaitan UU KIP dan Pelayanan Publik.
Pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalarn rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang- undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik. Undang-undang yang mengatur ketentuan pelayanan publik yaitu Undang-undang Nomor 25 tahun 2009. Dewasa ini penyelenggaraan pelayanan publik masih dihadapkan pada kondisi yang belum sesuai
dengan
perubahan
di
kebutuhan berbagai
dan bidang
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara.
Hal
tersebut
bisa
disebabkan oleh ketidaksiapan untuk menanggapi
terjadinya
nilai
berdimensi
yang
dampak
luas
serta
berbagai
masalah
yang
kompleks.
pembangunan Sementara
transformasi
itu,
tatanan
baru 47
MODUL 2 - PENGELOLAAN INFORMASI DAN DOKUMENTASI
masyarakat Indonesia dihadapkan pada harapan dan tantangan global yang dipicu oleh kemajuan di bidang ilmu pengetahuan, informasi, komunikasi, transportasi, investasi, dan perdagangan. Kondisi dan perubahan cepat yang diikuti pergeseran nilai tersebut perlu disikapi secara bijak melalui langkah kegiatan yang terus-menerus dan berkesinambungan dalam berbagai aspek pembangunan untuk membangun kepercayaan masyarakat guna mewujudkan tujuan pembangunan nasional. Untuk itu, diperlukan konsepsi sistem pelayanan publik yang berisi nilai, persepsi, dan acuan perilaku yang mampu mewujudkan hak asasi manusia sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dapat diterapkan sehingga masyarakat memperoleh pelayanan sesuai dengan harapan dan cita-cita tujuan nasional.
5.1 Penanggungjawab,
Organisasi
Penyelenggara Pelayanan Publik 5.1.1 Pembina dan Penanggung Jawab Pelayanan Publik Guna menjamin kelancaran penyelenggaraan pelayanan publik diperlukan pembina dan penanggung jawab. Pembina terdiri atas:
Pimpinan
lembaga
negara,
pimpinan
kementerian,
pimpinan
lembaga pemerintah nonkementerian, pimpinan lembaga komisi negara atau yang sejenis, dan pimpinan lembaga lainnya. Pembina di lingkungan lembaga negara adalah ketua atau nama lain setiap lembaga negara.
Lembaga
negara
meliputi
Majelis
Permusyawaratan
Rakyat,
Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Konstitusi, Mahkamah Agung, Komisi Yudisial, dan Badan Pemeriksa Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Lembaga komisi negara atau yang sejenis adalah lembaga yang dibentuk berdasarkan undang-undang dan bersifat mandiri serta tidak memiliki hubungan organik dengan lembaga
negara
dan
instansi
pemerintah
dalam
melaksanakan
tugas
dan
wewenangnya, antara lain Komisi Pemberantasan Korupsi, Ombudsman Republik Indonesia, Komisi Pemilihan Umum, dan Komisi Pengawas Persaingan Usaha. Kementerian adalah kementerian negara sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara.
48
MODUL 2 - PENGELOLAAN INFORMASI DAN DOKUMENTASI
Lembaga pemerintah nonkementerian adalah lembaga pemerintah yang dibentuk berdasarkan peraturan perundang-undangan, antara lain Lembaga Administrasi Negara,
Badan
Pembangunan,
Kepegawaian Badan
Pusat
Negara, Statistik,
Badan. dan
Pengawasan
Badan
Nasional
Keuangan
dan
Penempatan
dan
Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia. Lembaga lainnya, seperti Palang Merah Indonesia dan Lembaga Sensor Film.
Gubernur pada tingkat provinsi;
Bupati pada tingkat kabupaten; dan
Walikota pada tingkat kota.
Pembina mempunyai tugas melakukan pembinaan, pengawasan, dan evaluasi terhadap pelaksanaan tugas dari penanggung jawab. Pembina, kecuali pimpinan lembaga negara dan pimpinan lembaga komisi negara atau yang sejenis yang dibentuk berdasarkan undangundang, wajib melaporkan hasil perkembangan kinerja pelayanan publik kepada Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat. Pembina pada level Gubernur pada tingkat provinsi wajib melaporkan hasil perkembangan kinerja pelayanan publik masing-masing kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi dan menteri. Laporan dapat disampaikan secara berkala sekurangkurangnya 1 (satu) tahun sekali dan/atau sewaktu-waktu. Pembina pada level Bupati pada tingkat kabupaten dan Walikota pada tingkat kota wajib melaporkan hasil perkembangan kinerja pelayanan publik masingmasing kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota dan gubernur. Penanggung
jawab adalah pimpinan kesekretariatan lembaga atau pejabat yang ditunjuk
pembina yang mempunyai tugas:
Mengoordinasikan kelancaran penyelenggaraan pelayanan publik sesuai dengan standar pelayanan pada setiap satuan kerja;
Melakukan evaluasi penyelenggaraan pelayanan publik; dan
Melaporkan kepada pembina pelaksanaan penyelenggaraan pelayanan publik di seluruh satuan kerja unit pelayanan publik.
Menteri yang bertanggung jawab di bidang pendayagunaan aparatur negara bertugas:
Merumuskan kebijakan nasional tentang pelayanan publik;
49
MODUL 2 - PENGELOLAAN INFORMASI DAN DOKUMENTASI
Memfasilitasi
lembaga
terkait
sebagaimana
dimaksud
pada
ayat
(1)
untuk
menyelesaikan permasalahan yang terjadi antarpenyelenggara yang tidak dapat diselesaikan dengan mekanisme yang ada; dan
Melakukan pemantauan dan evaluasi kinerja penyelenggaraan pelayanan publik.
Menteri yang bertanggung jawab di bidang pendayagunaan aparatur negara wajib:
Mengumumkan kebijakan nasional tentang pelayanan publik, hasil pemantauan dan evaluasi kinerja, serta hasil koordinasi;
Membuat peringkat kinerja penyelenggara secara berkala; dan
Memberikan
penghargaan
kepada
penyelenggara
sesuai
dengan
peraturan
perundang-undangan.
5.1.2 Organisasi Penyelenggara Organisasi
penyelenggara
berkewajiban
sesuai dengan tujuan pembentukan. meliputi
pelaksanaan
informasi;
pelayanan;
pengawasan
internal;
menyelenggarakan
pelayanan
publik
Penyelenggaraan pelayanan publik minimal harus
pengelolaan
pengaduan
penyuluhan
kepada
masyarakat;
masyarakat;
dan
pengelolaan pelayanan
konsultasi. Penyelenggara dan seluruh bagian organisasi penyelenggara bertanggung jawab atas ketidakmampuan, pelanggaran, dan kegagalan penyelenggaraan pelayanan. Dalarn rangka mempermudah penyelenggaraan berbagai bentuk pelayanan publik, dapat dilakukan penyelenggaraan sistem pelayanan terpadu. Sistem pelayanan terpadu merupakan satu kesatuan pengelolaan dalam pemberian pelayanan yang dilaksanakan dalam satu tempat dan dikontrol oleh sistem pengendalian manajemen guna mempermudah, mempercepat, dan mengurangi biaya.
5.1.3 Evaluasi dan Pengelolaan Pelaksana Pelayanan Publik Penyelenggara berkewajiban melaksanakan
evaluasi
terhadap
kinerja
pelaksana
di
lingkungan organisasi secara berkala dan berkelanjutan. Secara berkala dan berkelanjutan merupakan periode yang dilakukan dalam waktu 3 (tiga) bulan, 6 (enam) bulan, 12 (dua belas) bulan, atau 24 (dua puluh empat) bulan sekali yang diatur sesuai dengan standar pelayanan yang ditetapkan. Berdasarkan hasil evaluasi, penyelenggara berkewajiban melakukan upaya peningkatan kapasitas pelaksana.
50
MODUL 2 - PENGELOLAAN INFORMASI DAN DOKUMENTASI
Evaluasi terhadap kinerja pelaksana dilakukan dengan indikator yang jelas dan terukur dengan memperhatikan perbaikan prosedur dan/atau penyempurnaan organisasi sesuai dengan asas pelayanan publik dan peraturan perundang-undangan. Penyelenggara berkewajiban melakukan penyeleksian dan promo si pelaksana secara transparan, tidak diskriminatif, dan adil sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Penyelenggara wajib memberikan penghargaan kepada pelaksana yang memiliki prestasi kerja. Penyelenggara wajib memberikan hukuman kepada pelaksana yang melakukan pelanggaran
ketentuan
internal
penyelenggara.
Ketentuan
internal
penyelenggara
merupakan ketentuan yang mengatur peningkatan kinerja pelaksana, misalnya ketentuan disiplin, etika, prosedur, dan instruksi kerja.
5.1.4 Hubungan Antarpenyelenggara Dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektivitas pelayanan, dapat dilakukan kerja sama
antarpenyelenggara. Kerja
sama
antarpenyelenggara
meliputi
kegiatan
yang
berkaitan dengan teknis operasional pelayanan dan/atau pendukung pelayanan. Teknis operasional pelayanan merupakan kegiatan yang terkait langsung dengan pelaksanaan pelayanan, antara lain penyediaan sumber daya pelayanan, seperti teknologi, peralatan dan sumber daya lain, serta standar operasional prosedur (SOP). Pendukung pelayanan merupakan kegiatan yang tidak terkait langsung dengan operasional pelayanan tetapi diperlukan dalam pelaksanaan pelayanan, antara lain penelitian dan pengembangan serta pendidikan dan pelatihan. Apabila penyelenggara yang memiliki lingkup kewenangan dan tugas pelayanan publik tidak dapat dilakukan sendiri karena keterbatasan sumber daya dan/atau dalam keadaan darurat, penyelenggara dapat meminta bantuan kepada penyelenggara lain yang mempunyai kapasitas memadai. Dalam keadaan darurat pemberi bantuan dapat mengeluarkan surat penugasan kepada pihak terkait untuk melaksanakan pemberian bantuan. Dalam keadaan darurat, permintaan penyelenggara lain wajib dipenuhi oleh penyelenggara pemberi bantuan sesuai dengan tugas dan fungsi organisasi penyelenggara yang bersangkutan berdasarkan peraturan perundang-undangan. Keadaan darurat merupakan keadaan yang ditetapkan oleh instansi yang bertanggung jawab. Dalam menetapkan kejadian sebagai keadaan darurat, dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
5.1.5 Kerja Sama Penyelenggara dengan Pihak Lain Penyelenggara dapat melakukan kerja sama dalam bentuk penyerahan sebagian tugas penyelenggaraan pelayanan publik kepada pihak lain dengan ketentuan: 51
MODUL 2 - PENGELOLAAN INFORMASI DAN DOKUMENTASI
Perjanjian kerja sama penyelenggaraan pelayanan publik dituangkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan dalam pelaksanaannya didasarkan pada standar pelayanan;
Penyelenggara
berkewajiban
menginformasikan
perjanjian
kerja
sama
kepada
masyarakat. Materi perjanjian kerja sama yang wajib diinformasikan adalah hal-hal penting yang perlu diketahui oleh masyarakat, misainya apa yang dikerjakan, siapa yang mengerjakan, jangka waktu kerja sama, dan pekerjaan yang dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan yang penginformasiannya merupakan bagian dari maklumat pelayanan;
Tanggung jawab pelaksanaan kerja sama berada pada penerirna kerja sama, sedangkan tanggung jawab penyelenggaraan secara menyeluruh berada pada penyelenggara;
Informasi
tentang
identitas
pihak
lain
dan
identitas
penyelenggara
sebagai
penanggung jawab kegiatan harus dicantumkan oleh penyelenggara pada tempat yang jelas dan mudah diketahui masyarakat; dan
Penyelenggara dan
pihak lain
wajib mencantumkan alamat tempat mengadu
dan sarana untuk menampung keluhan masyarakat yang mudah diakses, antara lain telepon, pesan layanan singkat (short message service (sms)), laman (website), posel (e-mail), dan kotak pengaduan. Informasi tentang identitas pihak lain dan identitas penyelenggara sebagai penanggung jawab kegiatan meliputi nama, alamat, telepon, pesan layanan singkat (short message service (sms)), dan laman (website).
Penyerahan sebagian tugas merupakan pemberian sebagian tugas kepada pihak lain dari seluruh tugas penyelenggaraan pelayanan, kecuali yang menurut undang-undang ham dilaksanakan sendiri oleh penyelenggara, misalnya pelayanan KTP, SIM, paspor, sertifikat tanah, dan pelayanan perizinan lain. Pihak lain adalah pihak di luar penyelenggara yang diserahi atau diberi sebagian tugas oleh penyelenggara pelayanan. Pengertian kerja sama juga termasuk penunjukan operator pelaksana atau kontraktor yang diberi hak menjalankan fungsi penyelenggara, misalnya pengelolaan parkir dan air minum yang diserahkan kepada swasta.
52
MODUL 2 - PENGELOLAAN INFORMASI DAN DOKUMENTASI
5.2 Hak, Kewajiban dan Larangan 5.2.1 Hak dan Kewajiban bagi Penyelenggara Penyelenggara memiliki hak:
Memberikan pelayanan tanpa dihambat pihak lain yang bukan tugasnya;
Melakukan kerja sama;
Mempunyai anggaran pembiayaan penyelenggaraan pelayananan publik;
Melakukan pembelaan terhadap pengaduan dan tuntutan yang tidak sesuai dengan kenyataan dalam penyelenggaraan pelayanan publik; dan
Menolak permintaan pelayanan yang bertentangan dengan peraturan perundangundangan.
Penyelenggara berkewajiban:
Menyusun dan menetapkan standar pelayanan;
Menyusun, menetapkan, dan memublikasikan maklumat pelayanan;
Menempatkan pelaksana yang kompeten;
Menyediakan
sarana,
prasarana,
dan/
atau
fasilitas
pelayanan
publik
yang
mendukung terciptanya iklim pelayanan yang memadai;
Memberikan pelayanan yang berkualitas sesuai dengan asas penyelenggaraan pelayanan publik;
Melaksanakan pelayanan sesuai dengan standar pelayanan publik;
memberikan
pertanggungjawaban terhadap
pelayanan yang diselenggasakan;
Membantu masyarakat dalam memahami hak dan tanggung jawabnya;
Bertanggung jawab dalarn pengelolaan organisasi penyelenggara pelayanan publik;
Memberikan pertanggungjawaban sesuai dengan hukum yang berlaku apabila mengundurkan diri atau melepaskan tanggung jawab atas posisi atau jabatan; dan
Memenuhi panggilan atau mewakili organisasi untuk hadir atau melaksanakan perintah suatu tindakan hukum atas permintaan pejabat yang berwenang dari lembaga negara atau instansi pemerintah yang berhak, berwenang, dan sah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
53
MODUL 2 - PENGELOLAAN INFORMASI DAN DOKUMENTASI
5.2.2 Kewajiban dan Larangan bagi Pelaksana Pelaksana berkewajiban:
Melakukan kegiatan pelayanan sesuai dengan penugasan yang diberikan oleh penyelenggara;
Memberikan
pertanggungjawaban atas pelaksanaan pelayanan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan;
Memenuhi panggilan untuk hadir atau melaksanakan perintah suatu tindakan hukum atas permintaan pejabat yang berwenang dari lembaga negara atau instansi pemerintah pelaksana berkewajiban:
Melakukan kegiatan pelayanan sesuai dengan penugasan yang diberikan oleh penyelenggara;
Memberikan
pertanggungjawaban atas pelaksanaan pelayanan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan;
Memenuhi panggilan untuk hadir atau melaksanakan perintah suatu tindakan hukum atas permintaan pejabat yang berwenang dari lembaga negara atau instansi pemerintah yang berhak, berwenang, dan sah sesuai dengan peraturan perundangundangan;
Memberikan
pertanggungjawaban apabila mengundurkan diri atau melepaskan
tanggung jawab sesuai dengan peraturan perundangundangan; dan
Melakukan
evaluasi
dan
membuat
laporan
keuangan
dan
kinerja
kepada
penyelenggara secara berkala. Pelaksana dilarang:
Merangkap sebagai komisaris atau pengurus organisasi usaha bagi pelaksana yang berasal dari lingkungan instansi pemerintah, badan usaha milik negara, dan badan usaha milik daerah;
Meninggalkan tugas dan kewajiban, kecuali mempunyai alasan yang jelas, rasional, dan sah sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
Menambah
pelaksana
tanpa persetujuan
penyelenggara;
Membuat perjanjian kerja sama dengan pihak lain tanpa persetujuan penyelenggara; dan
Melanggar asas penyelenggaraan pelayanan publik.
54
MODUL 2 - PENGELOLAAN INFORMASI DAN DOKUMENTASI
5.2.3 Hak dan Kewajiban bagi Masyarakat Masyarakat berhak:
Mengetahui kebenaran isi standar pelayanan;
Mengawasi pelaksanaan standar pelayanan;
Mendapat tanggapan terhadap pengaduan yang diajukan;
mendapat advokasi, perlindungan, dan/ atau pemenuhan pelayanan;
Memberitahukan kepada pimpinan penyelenggara untuk memperbaiki pelayanan apabila pelayanan yang diberikan tidak sesuai dengan standar pelayanan;
Memberitahukan kepada pelaksana untuk memperbaiki pelayanan apabila pelayanan yang diberikan tidak sesuai dengan standar pelayanan;
Mengadukan pelaksana yang melakukan penyimpangan standar pelayanan dan/atau tidak memperbaiki pelayanan kepada penyelenggara dan ombudsman;
Mengadukan penyelenggara yang melakukan penyimpangan standar pelayanan dan/atau
tidak
memperbaiki
pelayanan
kepada
pembina
penyelenggara
dan
ombudsman; dan
Mendapat pelayanan yang berkualitas sesuai dengan asas dan tujuan pelayanan.
Masyarakat berkewajiban:
Mematuhi dan memenuhi ketentuan sebagaimana dipersyaratkan dalam standar pelayanan;
Ikut menjaga terpeliharanya sarana, prasarana, dan/atau fasilitas pelayanan publik; dan
Berpartisipasi aktif dan mematuhi peraturan yang terkait dengan penyelenggaraan pelayanan publik.
5.3 Sistem
Penyelenggaraan
Pelayanan
Publik Masyarakat Indonesia yang wajib dilayani oleh aparatur negara telah semakin cerdas. Sejalan dengan itu, peningkatan daya kritis publik tentang pelaksanaan pelayanan terus direspon pemerintah. Antara lain dalam upaya menguatkan pilar reformasi birokrasi, berupa draft undang undang pelayanan publik sejak lebih dari 5 tahun yang lalu. Sejak awal
55
MODUL 2 - PENGELOLAAN INFORMASI DAN DOKUMENTASI
pembuatan draft hingga diundangkan, kental melibatkan stakeholders, segenap elemen masyarakat. Undang Undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik sudah berlaku. UU ini mengatur bahwa seluruh pelayanan publik yang diselenggarakan di Indonesia yang termasuk dalam ruang lingkup seperti diatur dalam UU Nomor 25 Tahun 2009, wajib memiliki standar pelayanan publik. Standar Pelayanan Publik haruslah dibentuk atas azas kesepakatan dengan pemangku kepentingan, utamanya masyarakat yang dilayani. Dengan tersedianya standar pelayanan, penyelenggara wajib memberikan pelayanan mengacu standar tersebut, dengan terlebih dahulu memaklumatkannya dalam Maklumat Pelayanan.
5.3.1 Standar Pelayanan Publik (SPP) Pelayanan publik adalah amanah rakyat yang wajib hukumnya untuk ditegakkan birokrasi pemerintah BUMN dan BUMD, serta swasta yang melaksanakan misi negara. Kalau dicermati, naskah UU Pelayanan publik cukup mengejutkan publik dan bisa jadi sangat merisaukan penyelenggara dan pelaksana pelayanan yang belum mempunyai komitmen dan integritas. Misalnya dilihat dari pasal pasal terkait standar pelayanan, yang sejak perumusan, penerapan, sampai koreksi atau perbaikan penyelenggaraannya melibatkan penuh masyarakat.
Standar Pelayanan Publik atau SPP, serupa dengan dengan
pengguna
layanan
terkait
kualitas
kontrak antara penyelenggara
pelayanan
yang
penyelenggara. Sasaran mutu berupa standar pelayanan
akan
diberikan
sesuai dengan UU
Pelayanan Publik, setiap parameternya dicantumkan dalam standar pelayanan penyelenggaraan
pelayanan
publik.
Dikarenakan
setiap
penyelenggara
harus
mencantumkan acuan kualitas yang terdiri dari 14 parameter (pasal 21 UU 25/2009), acuan ini diistilahkan dengan sasaran mutu umum (standar generik). Tingkat besaran kualitasnya,
secara
umum
berbeda
antara
satu
penyelenggara
dengan
penyelenggara lainnya.
Acuan untuk evaluasi didalam rangka penilaian kinerja penyelenggaraan pelayanan publik adalah standar pelayanan. ditetapkan dan diacu
Dengan demikian standar pelayanan yang
masing masing
penyelenggara
sifatnya haruslah realistik,
dalam arti kata dapat diimplementasikan, serta mengikat (termasuk pelayanan yang dibiayai
penuh
pelayanannya
oleh
tidak
penyelenggaraan yang
negara).
Penyelenggara
menyimpang
dari
yang
harus
menjaga
dijanjikan.
agar
Acuan
kualitas kualitas
dikenal dengan nama Standar Pelayanan Publik atau SPP
diatur dalam pasal 20,21, dan 22 UU Nomor 25 Tahun 2009. UU mewajibkan untuk melibatkan publik sejak penyusunannya. 56
MODUL 2 - PENGELOLAAN INFORMASI DAN DOKUMENTASI
Cukup banyak pasal pasal yang mengikat penyelenggara dan pelaksana pelayanan, dengan muaranya satu, yakni, tujuan UU Pelayanan Publik semata-mata untuk mencapai transparansi
dan
akuntabilitas
pelayanan,
yang
outcomenya
adalah
keadilan
dan
meningkatnya kesejahteraan rakyat. Disitulah tujuan utama dalam penerapan UU ini.
5.3.2 Standar Pelayanan Minimal (SPM) Pelayanan dasar yang menyangkut kebutuhan Indonesia,
sudah
seharusnya
kebutuhan
rakyat
yang
diprioritaskan
jenis
dan
paling dasar
dari mayoritas rakyat
penyelenggaraannya.
mutunya
wajib
diberikan
Pelayanan negara,
akan
kualitas
penyelenggaraannya minimal sama dengan besaran Standar Pelayanan Minimal yang sudah ditetapkan secara formal. Dengan kata lain jenis dan mutu nasionalnya sudah
diikat
dengan acuan kinerja tertentu. Standar Pelayanan Publik yang memenuhi kriteria demikian dinamakan Standar Pelayanan Minimal (SPM). Pengertian minimal, dalam arti kata bersifat dinamis, dimana kriteria acuannya berkembang dari waktu kewaktu sesuai perkembangan kemampuan negara didalam membiayai penyelenggaraannya. Kualitas ini harus dipenuhi setiap penyelenggara pelayanan publik yang ada disuatu kabupaten/kota/ propinsi tertentu. Dengan kata lain standar ini serupa dengan kontrak antara pemerintah melalui pemerintah daerah dengan rakyatnya yang ada di kabupatem/kota/propinsi tertentu. Juga ditetapkan, waktu paling lambat, kapan kualitas ini akan berlaku sama secara nasional. Setiap Pelayanan Publik yang memiliki SPM sifatnya unik.
Pelayanan publik pendidikan
berbeda karakteristik jenis dan mutu produk layanannya jika dibandingkan dengan pelayanan publik kesehatan, pelayanan publik kimpraswil dll.
PP 38 Tahun 2007 Tentang
Pembagian Urusan Pemerintah mengatur, ada 26 jenis pelayanan wajib yang definisinya sesuai PP 65 Tahun 2005 Tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal. Wajib dalam arti kata, pelayanan tersebut 57
harus diberikan pemerintah pada
MODUL 2 - PENGELOLAAN INFORMASI DAN DOKUMENTASI
rakyatnya. Setiap jenis pelayanan wajib harus dilengkapi SPM. SPM tersebut dibuat Menteri Sektoral melalui mekanisme persetujuan Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah (DPOD) dan diacu bersama secara nasional. Standar SPM diformalkan menjadi pegangan bagi rakyat didalam menuntut kualitas pelayanan. SPM yang dibuat Menteri Sektoral wajib diimplementasikan oleh seluruh Pemerintah Daerah. Contoh, SPM Bidang kesehatan dibagi atas 4 kelompok besar bidang pelayanan, dan dalam setiap bidang diurai atas jenis jenis pelayanan tertentu yang keseluruhannya berjumlah total 18 jenis layanan. Setiap layanan memiliki standar mutu minimal. Dinas yang menangani pelayanan kesehatan di kabupaten atau kota, sebagai kepanjangan tangan sekda/bupati mengimplementasikan penerapannya. Sasaran mutu minimal sektoral yang berlaku secara nasional diistilahkan sebagai sasaran mutu SPM. Selanjutnya, setiap penyelenggaranya juga wajib membuat sasaran mutu SPP mengacu UU Nomor 25 Tahun 2009, sebagai acuan penyelenggaraannya. Kedua standar ini digunakan pengguna layanan dan penyelengggara, sebagai acuan bersama didalam merealisasikan pelayanan dasar tersebut. SPM
dibuat
Menteri
Sektoral.
Rencana
aksinya
dikembangkan
Pemda
kabupaten/kota/propinsi sesuai kemampuan masing masing, mengacu batasan limit target waktu nasional untuk mengimplementasikannya. Pemda bersama penyelenggara yang memberikan pelayanan publik di masing masing sektor yang ada SPMnya, wajib melengkapi SPM tersebut dengan SPP. Dengan demikian tersedia acuan yang dapat diukur akan keberhasilan penyelenggaraannya, dimana penyelenggara dan pengguna layanan menggunakannya sebagai media komunikasi, apakah itu untuk dasar usulan perbaikan penyelenggaraan, complain/keluhan, pengukuran kinerja, ataupun perbaikan mekanisme kerja. Kedua sasaran mutu SPP dan SPP merupakan acuan bersama antara masyarakat dengan pemerintah
yang memberikan pelayanan tersebut, melalui penyelenggara instansi
pemerintah dan swasta yang diberikan izin untuk memberikan layanan publik tesebut karena melaksanakan misi negara. Artinya Pemerintah mengetahui quality of services yang bagaimana yang wajib diberikannya pada rakyatnya. Sebaliknya masyarakat juga punya acuan untuk menuntut pemerintah jika kualitas pelayanan yang diberikan dibawah yang dijanjikan. Pemda yang berpikiran maju bahkan akan membuat sasaran mutunya melebihi (diatas) besaran SPM, dari segi waktu pencapaian dan besaran target coveragenya.
5.3.3 Jaminan Pelayanan (UU 25/2009 pasal 20 unsur point(l)) Seluruh sasaran mutu yang ditetapkan
hanya dapat diwujudkan, jika dibangun sistim
manajemen pelayanannya. Sistem manjemen pelayanan diwujudkan dalam berbagai bentuk. Akan tetapi ada fungsi fungsi minimum manajemen tertentu, yang wajib dibangun jika ingin berhasil memberikan jaminan pelayanan. Sistem jaminan pelayanan tersebut 58
MODUL 2 - PENGELOLAAN INFORMASI DAN DOKUMENTASI
dikenal dengan nama Sistem Manajemen Mutu (SMM). Standar yang diacu dunia untuk SMM yang baik, dikenal dengan nama Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2008. Standar manajemen ini berisi check-list seluruh fungsi manajemen generik baku yang perlu ada di mekanisme kerja pelayanan suatu organisasi, jika ingin berhasil memberikan pelayanan sesuai dengan kualitas yang dijanjikan. SMM ISO 9001:2008 disusun dalam bentuk check list fungsi manajemen. Untuk keberhasilan menjalankan perintah UU nomor 25 Tentang Pelayanan Publik, sasaran mutu yang diacu didalam membangun SMM adalah (1) sasaran mutu SPP bagi penyelenggara dan (2) sasaran mutu SPM bagi Pemda. Sasaran mutu SPP dan Sasaran mutu melaksanakannya, persyaratan
SPM, dijadikan sebagai dasar dengan
fungsi-fungsi
menggunakan dasar
berbagai
manajemen
menganalisa kemampuan untuk tools
minimum
untuk yang
check
harus
compliance
ada
didalam
menyelenggarakan pelayanannya. Fungsi dasar tersebut digambarkan dalam bentuk bisnis proses yang direncanakan secara integratif komprehensif (dalam satu kesatuan sistem) berikut
dokumentasi
formalnya,
dan
kemudian
diterapkan
dalam
penyelenggaraan
pelayanan. Makin tinggi standarnya makin rumit proses yang harus dibangun untuk dapat menjamin kualitas pelayanannya sesuai dengan yang dijanjikan, dan makin mahal biaya untuk melaksanakannya. Hasil audit, menggunakan check list persyaratan SMM ISO 9001:2008 ini, akan menunjukkan apakah sasaran mutu yang ditetapkan serta dijamin secara tertulis, dapat dicapai atau tidak. Artinya, jika ada satu saja dari fungsi manajemen yang harus diterapkan, ternyata tidak dilaksanakan, jaminan pelayanan, berupa akan melayani sesuai dengan sasaran mutu (SPP dan SPM), diragukan. Menggunakan pendekatan ini dapat diminimumkan penggunaan kata ”saya jamin” dengan cara ”gampangan” seperti banyak yang dijanjikan secara oral oleh pejabat yang belum kompeten).
5.3.4 Komplementasi Antara Standar Pelayanan Publik & Standar Pelayanan Minimal Besaran kualitas dari setiap parameter dalam standar pelayanan publik yang ditetapkan melalui kesepakatan bersama dengan berbagi pemangku kepentingan utamanya pengguna layanan, jika unsurnya sama baik dalam SPP maupun dalam SPM, kualitas SPPnya tidak boleh
lebih
rendah
dari
yang
ditetapkan
dalam
SPM,
yang
berlaku
di
kabupaten/kota/propinsi dimana penyelenggara berlokasi. Contoh, dalam petunjuk teknis SPM untuk suatu pelayanan tertentu, menetapkan level kompetensi minimal petugas yang akan melayani (misal minimal bidan) dan juga jumlah jumlah petugas minimal yang akan melayani pelayanannya. Dalam merumuskan SPP, acuan minimal ini dijadikan sebagai patokan, sehingga hasil musyawarah dengan pengguna layanan didalam menetapkan level kualitas parameter (h) dan (k) (UU Nomor 25 Tahun 2009 pasal 21), besarannya harus diatas atau paling tidak sama dengan SPM. Demikian juga saat menetapkan kapan SPP 59
MODUL 2 - PENGELOLAAN INFORMASI DAN DOKUMENTASI
sudah diacu secara penuh (compliance), jika masih ada keterbatasan sumber daya yang belum dapat diatasi penyelenggara, batas waktu toleransi
tersebut dibuat paling
lambat mengacu target waktu pencapaian minimum (atau paling lambat) seperti yang ditetapkan dalam SPM (bahkan diusahakan lebih cepat agar dimiliki waktu cadangan, jika benar terjadi keterlambatan mengacu rencana Pemda).
5.3.5 Standar Produk Hubungan antara SPP dalam UU Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik dengan Standar Produk yang menjadi acuan Undang Undang Nomor 8 Tahun 2009 Perlindungan Konsumen adalah sebagai berikut:
Berbagai produk yang dimanfaatkan untuk
merealisasikan Sasaran Mutu
SPP,
sebagian produk tersebut ada yang berbentuk produk fisik, contoh untuk pelayanan kesehatan, obat-obatan. Produk layanan dapat berbentuk jasa
contoh untuk
pelayanan kesehatan, rawat inap di RS. Tiap produk memiliki standar, contoh untuk produk obat standarnya seperti tercantum dalam label yang ditempel di botol obat; untuk jasa dalam bentuk kontrak layanan yang dikenal dengan nama Service Level Agreement (SLA). Standar inilah yang diacu dalam UU Perlindungan Konsumen sebagai dasar menilai apakah produknya sesuai standar atau tidak.
Ada keterkaitan yang sangat erat antara SPP (Standar Pelayanan Publik), SPM (Standar Pelayanan Minimal), dan Standar Produk (seperti yang dicantumkan dalam label produk yang dibuat
produsen tertentu ataupun dalam SLAnya), jika
penyelenggaranya masuk dalam ruang lingkup pelayanan publik.
5.3.6 Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) seperti yang diatur dalam Kep.MenPAN nomor 25 Tahun 2004, adalah tools yang sudah cukup lama digunakan instansi pemerintah didalam hal mensurvey kualitas pelayanan yang diberikan oleh penyelenggara pelayanan publik. Umumnya instansi pemerintah baik di pusat dan daerah banyak yang sudah menggunakan tools ini didalam memotret dirinya mengacu kacamata bagaimana pengguna layanannya (masyarakat) menilai kinerja pelayanan yang diberikan. Disis lain, saat sekarang jenis pelayanan publik sektoral apa saja yang wajib diberikan pemerintah, belum seluruhnya memiliki acuan pasti dalam bentuk standar pelayanan minimal(SPM), selain yang sudah ada di enam sektor pelayanan berikut:
Kesehatan (ada 18 jenis pelayanan);
Lingkungan Hidup (4 jenis pelayanan);
Perumahan Rakyat (2 jenis pelayanan); 60
MODUL 2 - PENGELOLAAN INFORMASI DAN DOKUMENTASI
Sosial (4 jenis pelayanan);
Dalam Negeri (3 jenis pelayanan);
Layanan Bagi Perempuan dan Anak Korban Kekerasan (5 jenis pelayanan).
Kinerja dari pelayanan yang sudah memiliki SPM di keenam sektor diatas juga belum pernah disurvey akan kualitas pelayanannya. Dengan menggunakan tools IKM sesuai diatur dalam Kep,MenPAN 25/2004, jika dilakukan survey, maka kualitas pelayanan, utamanya di sektor pelayanan yang sudah memiliki SPM, dapat mulai dilakukan. Semuanya dilaksanakan demi perbaikan pelayanan publik kearah prima. Pada gilirannya semua pelayanan sesuai yang diatur pasal 5 ayat (1) UU Pelayanan Publik, baik pelayanan barang, pelayanan jasa, dan pelayanan administratif, kesemuanya akan mampu memberikan kepuasan maksimal pada masyarakat demi pemenuhan hak dan kebutuhan mereka sebagaimana diamanatkan UUD 1945.
5.4 Sanksi Terkait Pelayanan Publik Sanksi akan dikenakan kepada penyelenggara atau pelaksana yang melanggar ketentuan UU nomor
25
tentang
Pelayanan
Publik
diantaranya:
Pasal 11 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 15 huruf g, danPasal 17 huruf e dikenai sanksi teguran tertulis;
Pasal 10 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 13 ayat (1) huruf b dan huruf e, Pasal 15 huruf e dan huruf f, Pasal 16 huruf a, Pasal 17 huruf b dan huruf c, Pasal 25 ayat (2), Pasal 29 ayat (2), Pasal 44 ayat (1), Pasal 47 ayat (1), Pasal 48 ayat (1), dan Pasal 50 ayat (9) dikenai sanksi teguran tertulis, dan apabila dalam waktu 3 (tiga) bulan tidak melaksanakan ketentuan dimaksud dikenai sanksi pembebasan dari jabatan;
Pasal 33 ayat (2) dikenai sanksi teguran tertulis, dan apabila dalam waktu 1 (satu) tahun tidak melaksanakan ketentuan dimaksud dikenai sanksi pembebasan daei jabatan;
Pasal 36 ayat (1) dan ayat (4) dikenai sanksi teguran tertulis, dan apabila dalam waktu 3 (tiga) bulan atau dalam masa pelaksanaan pekerjaan tidak melaksanakan ketentuan dimaksud dikenai sanksi pembebasan dari jabatan;
Pasal 15 huruf c, huruf d, huruf h, dan huruf i, Pasal 23 ayat (4) dan ayat (5), Pasal 25 ayat (1), Pasal 28 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 29 ayat (1), Pasal 36 ayat (2), Pasal 61
MODUL 2 - PENGELOLAAN INFORMASI DAN DOKUMENTASI
37 ayat (1), Pasal 43 ayat (2), Pasal 44 ayat (3), dan Pasal 50 ayat (2) dikenai sanksi penurunan gaji sebesar satu kali kenaikan gaji berkala untuk paling lama 1 (satu) tahun;
Pasal 38 ayat (1) dikenai sanksi penurunan pangkat pada pangkat yang setingkat lebih rendah untuk paling lama 1 (satu) tahun;
Pasal 11 ayat (1), Pasal 15 huruf b, huruf e, huruf j, huruf k, dan huruf 1, Pasal 16 huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e, Pasal 17 huruf a dan huruf d, Pasal 20 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 22, Pasal 28 ayat (4), Pasal 33 ayat (1), Pasal 36 ayat (3), Pasal 48 ayat (2), serta Pasal 50 ayat (1) dan ayat (4) dikenai sanksi pembebasan dari jabatan;
Pasal 15 huruf a, Pasal 20 ayat (1), Pasal 26, dan Pasal 33 ayat (3) dikenai sanksi pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri;
Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 49 ayat (1) dikenai sanksi pemberhentian tidak dengan hormat;
Penyelenggara yang dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) huruf c dan ayat (4) huruf c yang melanggar ketentuan Pasal 15 huruf a, Pasal 26, Pasal 33 ayat (3), dan Pasal 36 ayat (3) dikenai sanksi pembekuan misi dan/ atau izin yang diterbitkan oleh instansi pemerintah;
Penyelenggara yang dikenai sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (10), apabila dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan tidak melakukan perbaikan kinerja dikenai sanksi pencabutan izin yang diterbitkan oleh instansi pemerintah;
Penyelenggara atau pelaksana yang tidak melakukan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1), Pasal 28 ayat (1) dan ayat (4), Pasal 29 ayat (1) dan ayat (2) dan atas perbuatan tersebut mengakibatkan timbulnya luka, cacat tetap, atau hilangnya nyawa bagi pihak lain dikenai sanksi pidana sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan;
Pengenaan sanksi pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak membebaskan dirinya membayar ganti rugi bagi korban. Besaran ganti rugi bagi korban ditetapkan berdasarkan putusan pengadilan;
Penyelenggara atau pelaksana yang tidak melakukan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1), Pasal 28 ayat (1) dan ayat (4), dan atas perbuatan tersebut mengakibatkan kerugian negara dikenai denda. Besaran denda ditetapkan berdasarkan putusan pengadilan;
Sanksi bagi penyelenggara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54, Pasal 55, dan Pasal 56 dikenakan kepada pimpinan penyelenggara;
62
MODUL 2 - PENGELOLAAN INFORMASI DAN DOKUMENTASI
Pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh atasan penyelenggara yang bertanggung ja.wab atas kegiatan pelayanan publik sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
Pelanggaran yang dilakukan oleh penyelenggara sebagaimana diatur dalam Pasal 40 ayat (3) yang menimbulkan kerugian wajib dibayar oleh penyelenggara setelah dibuktikan nilai kerugiannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
Pimpinan penyelenggara dan/atau pelaksana yang dikenai sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54, Pasal 55, dan Pasal 56 dapat dilanjutkan pemrosesan perkara ke lembaga peradilan umum apabila penyelenggara melakukan perbuatan melawan hukum dan/atau penyelenggara melakukan tindak pidana.
5.5 Keterkaitan UU Pelayanan Publik dan Keterbukaan Informasi Publik Prinsip keterbukaan juga telah melahirkan Undang-Undang Nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik yang keberadaannya menjadi sangat penting sebagai landasan hukum yang berkaitan salah satunya dengan kewajiban badan public untuk membenahi system dokumentasi dan pelayanan informasi yang pelaksanaannya juga didukung oleh peraturan pelaksana yaitu PERKI Nomor 1 tahun 2010 tentang Standar Layanan Informasi Publik sangat berkaitan dengan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Materi muatan dalam UU tentang Pelayanan Publik dan UU KIP cenderung mengikat pemerintah sebagai badan publik, karena kewajiban antara lain menyusun dan menerapkan standar
pelayanan,
menyusun
dan
mempublikasikan
maklumat
pelayanan
serta
memberikan pelayanan yang berkualitas merupakan keharusan bagi setiap penyelenggara yang dituangkan dalam maklumat pelayanan, dan apabila tidak dipatuhi akan dikenakan sanksi yang tegas dan jelas. Materi muatan atau pasal-pasal dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik dengan Penyelenggaraan Pelayanan Publik antara lain terdapat pada Pasal 7 KIP (Kewajiban Badan Publik), khususnya ayat (2) berbunyi: “Badan Publik wajib menyediakan informasi publik
yang
akurat,
benar,
dan
tidak
menyesakan”, ayat (3) berbunyi: “ Badan Publik harus membangun dan mengembangkan sistem informasi
dan
dokumenasi untuk mengelola informasi publik secara baik dan
efisien sehingga dapat diakses dengan mudah”. Pasal 11 (Informasi yang wajib tersedia setiap saat), khususnya pada ayat (1) berbunyi “Badan Publik wajib menyediakan informasi
63
MODUL 2 - PENGELOLAAN INFORMASI DAN DOKUMENTASI
publik setiap saat yang meliputi antara lain: g. Prosedur kerja pegawai Badan Pulbik yang berkaitan dengan pelayanan masyarakat”. Selain itu, system penyelenggaraan pelayanan public yang dijelaskan dalam UU Pelayanan Publik dibahas pula dalam PERKI 1 tahun 2010 pada pasal yang membahasa ketentuan standar layanan informasi public dan penyusunan standar prosedur operasional layanan informasi public. Akhirnya bahwa keberhasilan penyelenggaraan pelayanan publik tidak seharusnya hanya tergantung pada regulasi yang mengaturnya. Komitmen yang kuat dari pimpinan penyelenggara pelayanan beserta seluruh jajarannya, baik eksekutif, legislatif yang mendapat dukungan kuat masyarakat dalam mendorong peningkatan kualitas pelayanan publik
dengan
tetap
memperhatikan,
menerapkan,
mengembangkan,
dan
mengaktualisasikan kebijakan pemerintah, serta mempelajari keunggulan dunia usaha dan pengalaman negara lain akan turut serta mendukung pelayanan public yang baik. Selain komitmen pimpinan, hal lainnya yang tidak kalah pentingnya dalam mendukung keberhasilan pelayanan publik ialah perubahan pola pikir (mindset) terhadap fungsi pelayanan publik, partisipasi masyarakat pengguna pelayanan publik, kepercayaan, kesadaran penyelenggara dan pelaksana pelayanan publik, keterbukaan, ketersediaan anggaran, tumbuhnya rasa memiliki, survei atau apapun yang meminta partisipasi masyarakat pengguna pelayanan harus diikuti dengan tindakan nyata perbaikan, kejujuran, realististis dan cepat, umpan balik dan hubungan masyarakat (humas), tingkatkan keberanian dan kebiasaan menerima pengaduan (keluhan) serta pengalaman keberhasilan dalam menggunakan metode guna meningkatkan kualitas pelayanan publik.
64
DAFTAR PUSTAKA Undang-undang Nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Undang-undang Nomor 43 tahun 2009 tentang Kearsipan. Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Undang-undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Asichin, M, 2011, Kebijakan Kearsipan Nasional (Peranan UU No. 43/2009 Tentang Kearsipan dalam Pelaksanaan UU No. 14/2008 Ttg Kip dan UU No. 11/2008 Tentang ITE), Presentasi disajikan dalam Bimbingan Teknis dan Sertifikasi Budaya Dokumentasi, 2011. Ismiyarto, Keterkaitan Undang-Undang No. 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik Dengan Keterbukaan Informasi Publik, Presentasi disajikan dalam Bimbingan Teknis dan Sertifikasi Budaya Dokumentasi, 2011. Ismiyarto, 2011, Penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM), Presentasi disajikan dalam Bimbingan Teknis dan Sertifikasi Budaya Dokumentasi, 2011. Malau, Anthonius, 2011, Keterkaitan Uu Keterbukaan Informasi Publik Dengan Uu Informasi Dan Transaksi Elektronik (ITE), Presentasi disajikan dalam Bimbingan Teknis dan Sertifikasi Budaya Dokumentasi, 2011. Setu,
Ferdinandus, 2011, Keterkaitan Uu Keterbukaan Informasi Publik Dengan UU ITE, Presentasi disajikan dalam Bimbingan Teknis dan Sertifikasi Budaya Dokumentasi, 2011.
Siswanto, Dwi Yudo, 2011, UU No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan UU No. 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik, Presentasi disajikan dalam Bimbingan Teknis dan Sertifikasi Budaya Dokumentasi, 2011. Sitompul, Binner, 2011, Kebijakan Kearsipan Nasional, Presentasi disajikan dalam Bimbingan Teknis dan Sertifikasi Budaya Dokumentasi, 2011. Subagyo, 2011, Prosedur Pengelolaan Informasi Publik, Presentasi disajikan dalam Bimbingan Teknis dan Sertifikasi Budaya Dokumentasi, 2011. Sumrahyadi, 2011, Keterkaitan Antara Undang-Undang 43/2009 Tentang Kearsipan Dengan Uu 14/2008 Tentang Keterbukan Informasi Publik, Presentasi disajikan dalam Bimbingan Teknis dan Sertifikasi Budaya Dokumentasi, 2011.
Widarno, 2011, Keterkaitan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009 Tentang Kearsipan dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik, Presentasi disajikan dalam Bimbingan Teknis dan Sertifikasi Budaya Dokumentasi, 2011. Yuda, Hendri Sasmita, 2011, Keterkaitan Uu Keterbukaan Informasi Publik Dengan Uu Informasi Dan Transaksi Elektronik (ITE), Presentasi disajikan dalam Bimbingan Teknis dan Sertifikasi Budaya Dokumentasi, 2011. Azmi, _____, Strategi Pengaturan Arsip Statis pada Lembaga Kearsipan dalam Upaya Meningkatkan Akses dan Mutu Layanan Arsip Statis kepada Publik, [pdf], (http://www.anri.go.id/4dm1n/data/artikel_data/b0665440f59e0a91751c1e603e765a cf.pdf, diakses tanggal 7 Januari 2012). Lastiyani, Monica Nur, 2011, Pengelolaan Arsip dalam Upaya Pelayanan Informasi Publik, [pdf], (http://bpadjogja.info/file/cb99af8221d0e1f36c6b4c8ec312b570.pdf, diakses tanggal 10 Februari 2012). _______, 2011, Tentang ANRI (Arsip Nasional Republik Indonesia), [online], (http://www.anri.go.id/index.php?option=tentang_anri, diakses tanggal 7 Januari 2012). _______, 2011, Undang-undang Keterbukaan Informasi Publik, [online], (http://www.komisiinformasi.go.id/index.php/subMenu/340, diakses tanggal 7 Januari 2012).