BAB1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan berpengaruh terhadap sistem atau kaidah suatu bahasa. Sesuai dengan sifat bahasa yang dinamis, ketika pengetahuan pengguna bahasa meningkat, sistem atau kaidah yang dibuat terus berubah. Selain dinamis, bahasa pun bersifat konvensional. Artinya, kaidah-kaidah kebahasaan yang telah dibuat harus disepakati sebagai sebuah konvensi. Perubahan konvensi kaidah kebahasaan harus segera dilaksanakan untuk tetap menjaga keajegan dan kekonsistenan aturan bahasa. Salah satu sistem kebahasaan bahasa Indonesia adalah bersifat aglutinatif. Artinya, bahasa Indonesia adalah bahasa yang mengenal afiks atau imbuhan. Saat ini, terdapat beberapa perbedaan penggunaan kata berimbuhan pada masyarakat pengguna bahasa. Misalnya, penggunaan kata berimbuhan meN- pada kata dasar berfonem awal /p, t, k, s/ yang memunculkan beberapa bentuk bersaing, seperti meN- + pengaruh → mempengaruhi dan memengaruhi, meN- + terjemahkan → menterjemahkan dan menerjemahkan, meN-
+ koordinir →
mengkoordinir dan mengoordinir, meN- + kilat → mengkilat dan mengilat, meN+ pedulikan → mempedulikan dan memedulikan, serta meN- + sosialisasikan → mensosialisasikan dan menyosialisasikan. Dalam hal ini, peneliti menggunakan istilah meN- untuk menyebutkan imbuhan me- yang akan berubah sesuai dengan kata dasar yang dilekatinya sehingga berubah menjadi bunyi nasal.
1
2
Di dalam Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia dikatakan bahwa peluluhan tidak terjadi jika fonem /p/ merupakan bentuk yang mengawali prefiks per- atau dasarnya berfonem awal dengan per- dan pe- tertentu (Alwi, dkk., 2003: 111). Begitu pula menurut Ramlan (1985), jika fonem awal dasar kata merupakan fonem awal afiks per dan ter, tidak terjadi peluluhan. Jika bentuk dasar kata merupakan kata asing yang masih mempertahankan keasingannya maka fonem /p, t, k, s/ tidak luluh. Menurut Tarigan (1985), imbuhan meN- + kata dasar yang berfonem awal /p, t, k, s/, fonem awal kata dasar tersebut luluh. Beliau pun mengatakan bahwa fonem /p, t, k, s/ luluh kecuali pada beberapa kata dasar yang berasal dari bahasa asing (masih mempertahankan keasingannya) dan pada kata dasar yang berprefiks per- (Tarigan, 1985: 42-48). Hal serupa diungkapkan oleh Chaer (1989), jika kata-kata dasar berfonem awal /p, t, k, s/ maka fonem-fonem awal tersebut luluh. Jika kata dasar tersebut berasal dari bahasa asing dan masih mempertahankan keasingannya, fonem-fonem tersebut tetap dimunculkan. Chaer menambahkan, jika fonem awal kata dasar tersebut berupa konsonan rangkap atau kluster, fonem itu pun tidak luluh (Chaer, 1989: 56-60) Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Keempat (2009), ternyata kata-kata dasar yang befonem awal /p, t, k, s/ sudah luluh. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya sub-sublema, seperti memedulikan (meN- + peduli), memengaruhi (meN- i + pengaruh), memercayai (meN- i + percaya), menyosialisasikan (meN+ sosialisasikan), menyejahterakan (meN- + sejahterakan), dan memerkosa
3
(meN- + perkosa) (KBBI, 2009: 1036 - 1331). Hal itu juga dapat menjadi salah satu bukti bahwa menurut kaidah, masalah imbuhan meN- dengan kata dasar berfonem awal /p, t, k, s/ telah selesai. Hal serupa pun pernah diungkapkan oleh kepala Pusat Bahasa Dendy Sugono ketika menjadi salah satu pembicara di sebuah Seminar Nasional Bahasa Indonesia (2009). Beliau mengatakan bahwa kaidah kebahasaan tentang imbuhan meN- dengan kata dasar berfonem awal /p, t, k, s/ telah usai, semuanya telah diatur dan tercantum dalam KBBI dan dalam Pedoman Pembentukan Istilah dan Ejaan yang Disempurnakan (EYD). Sementara itu, yang terjadi di masyarakat pengguna bahasa adalah munculnya bentuk-bentuk bersaing penggunaan kata berimbuhan meN- dengan fonem awal /p, t, k, s/ yang luluh dan yang tidak luluh. Hal ini terlihat ketika di beberapa media banyak perbedaan penggunaan kata berimbuhan meN- dengan kata dasar berfonem awal /p, t, k, s/ dalam menulis atau menyajikan sebuah berita. Studi tentang afiksasi khususnya imbuhan meN- dengan kata dasar berfonem awal /p, t, k, s/ memang sangat penting dan menarik untuk dikaji. Hal ini dikatakan penting karena kajian afiksasi berkaitan erat dengan sistem kebahasaan bahasa Indonesia. Sudah seharusnya pula sebuah kaidah atau sistem suatu bahasa disepakati dan dipakai oleh masyarakat penggunanya. Hal ini pun dikatakan menarik karena ternyata terdapat perbedaan penggunaan kata berimbuhan pada imbuhan meN- dengan kata dasar berfonem awal /p, t, k, s/ yang memunculkan beberapa bentuk bersaing di masyarakat pengguna bahasa.
4
Beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan afiksasi adalah kajian yang dilakukan oleh Kwary (2008), Joinan (2008), Sukayana (1995), Sa’adah (2009), Pratiwi (2009), dan seorang mahasiswa Fakultas Pendidikan dan Keguruan (2009). “Analisis Afiks Bahasa Arab, Bahasa Indonesia, dan Bahasa Inggris” yang ditulis oleh Kwary (2008) memaparkan jenis afiks secara komprehensif melalui analisis afiks dalam tiga bahasa yaitu bahasa Arab, bahasa Inggris, dan bahasa Indonesia. Hasil penelitiannya menunjukkan pembagian jenis afiks yang lebih lengkap, yaitu delapan jenis afiks. Kedelapan jenis afiks ini yaitu: 1) prefiks, 2) sufiks, 3) infiks, 4) konfiks, 5) interfiks, 6) simulfiks, 7) superfiks, dan 8) transfiks. Joinan (2008) dalam tulisannya yang berjudul “Dwimurni Berafiks dalam Bahasa Sunda” memaparkan afiks dalam bahasa Sunda yang dapat bergabung dengan kata ulang dwimurni bahasa Sunda. Sukayana (1995) dalam tulisannya yang berjudul “Afiksasi bahasa Bali dialek Baliaga” memaparkan ihwal pembentukan kata dalam Bahasa Bali Dialek Baliaga dengan proses afiksasi dapat dilakukan dengan pembentukan afiks-afiks yang termasuk di dalamnya adalah prefiks, infiks, sufiks, dan konfiks. Sementara itu, Pratiwi menulis penelitiannya mengenai afiksasi yang berjudul “Perbandingan Afiks meN- dalam Bahasa Indonesia dan Afiks N- dalam Bahasa Sunda”. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa bentuk kata dasar baik berupa pokok kata, nomina, adjektiva, maupun numeralia apabila dibubuhi afiks meN- dan afiks N- berubah menjadi kata kerja. Selain itu, pada proses morfofonemik ditemukan proses perubahan, penambahan, dan penghilangan
5
fonem serta ditemukan pula beberapa persamaan dan perbedaan antara afiks meNdalam bahasa Indonesia dan afiks N- dalam bahasa Sunda. Penelitian yang berjudul “Penyimpangan Afiksasi pada Judul Berita Surat Kabar Harian Pedoman Rakyat” (2009) yang ditulis oleh seorang mahasiswa Fakultas Pendidikan dan Keguruan, memaparkan penyimpangan afiks pada judul berita surat kabar harian Pedoman Rakyat. Afiks yang dimaksud adalah afiks asli bahasa Indonesia. Tulisan yang dibuat Sa’adah berjudul “Imbuhan (Afiks)” memaparkan imbuhan-imbuhan dalam bahasa Indonesia dengan menyertakan beberapa contoh. Penelitian-penelitian yang telah dipaparkan di atas, secara khusus belum membahas afiksasi bahasa Indonesia terutama pada imbuhan meN- dengan kata dasar berfonem awal /p, t, k, s/ serta penggunaannya di masyarakat. Berdasarkan uraian di atas, peneliti ingin mengungkap fenomena tersebut dengan melakukan penelitian yang berjudul “Struktur Afiksasi meN- pada Kata Dasar Berfonem Awal /p, t, k, s/ dan Implementasinya terhadap Masyarakat Pengguna Bahasa”.
1.2 Identifikasi Masalah Berikut ini merupakan identifikasi masalah dari penelitian. 1) Ditemukan cara pengucapan dan penulisan yang berbeda pada kata berimbuhan dengan kata dasar berfonem awal /p, t, k, s/ di masyarakat. 2) Pembentukan kata berimbuhan dipengaruhi oleh tuntutan kemudahan pelafalan.
6
3) Khasanah kosakata yang dimiliki sebuah bahasa terdiri atas kata asli dan kata serapan.
1.3 Pembatasan Masalah Masalah-masalah dalam penelitian ini dibatasi pada hal-hal berikut. 1) Fokus penelitian akan diarahkan pada penggunaan kata berimbuhan dengan bentuk imbuhan meN- dengan kata dasar berfonem awal /p, t, k, s/ di masyarakat. 2) Sumber data akan digali dari bahasa tulis dan bahasa lisan pengguna bahasa.
1.4 Perumusan Masalah Berdasarkan pembatasan masalah di atas, masalah dalam penelitian ini dirumuskan pada hal-hal berikut. 1) Bentuk afiksasi apa saja yang muncul dari kata dasar berfonem awal /p, t, k, s/ di masyarakat pengguna bahasa? 2) Bagaimana proses morfofonemik afiksasi meN- pada kata dasar berfonem awal /p, t, k, s/? 3) Makna apa saja yang muncul dari bentukan kata hasil proses afiksasi meNdengan kata dasar berfonem awal /p, t, k, s/ dan adakah perbedaan makna di antara bentukan-bentukan bersaing? 4) Bagaimanakah bentuk-bentuk bersaing afiksasi meN- pada kata dasar berfonem awal /p, t, k, s/ yang dipakai di masyarakat pengguna bahasa?
7
1.5 Tujuan Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan hal-hal berikut: 1) bentuk afiksasi yang muncul dari kata dasar berfonem awal /p, t, k, s/ di masyarakat pengguna bahasa; 2) proses morfofonemik afiksasi meN- pada kata dasar berfonem awal /p, t, k, s/; 3) makna yang muncul dari kata-kata hasil proses afiksasi meN- dengan kata dasar berfonem awal /p, t, k, s/ dan perbedaan makna di antara bentukbentuk bersaing; 4) bentuk-bentuk bersaing afiksasi meN- pada kata dasar berfonem awal /p, t, k, s/.
1.6 Manfaat Penelitian ini tentu sangat bermanfaat baik bagi peneliti maupun bagi para pembaca secara teoretis maupun praktis. Berikut ini dipaparkan manfaat penelitian sebagai berikut: 1) menambah perkembangan ilmu bahasa, khususnya pada cabang morfologi; 2) sebagai acuan bagi pelajar, mahasiswa, guru, peneliti, dan masyarakat umum dalam mempelajari seluk beluk pembentukan kata; 3) meningkatkan mutu pengguna bahasa Indonesia yang baik dan benar; 4) memperkaya kepustakaan linguistik Indonesia; 5) menjadi acuan bagi peneliti lain untuk melakukan penelitian lebih lanjut.
8
1.7 Definisi Operasional Definisi operasional pada penelitian ini adalah sebagai berikut. 1) Struktur afiksasi pada penelitian ini adalah proses pengimbuhan (awalan dan awalan+akhiran) dengan awalan meN- dan kata dasarnya berfonem awal /p, t, k, s/. 2) Kata dasar berfonem awal /p, t, k, s/ adalah sejumlah kata dasar yang fonem awalnya /p, t, k, s/. 3) Masyarakat penguna bahasa adalah pihak-pihak atau masyarakat umum yang menuturkan dan menuliskan data-data penelitian. 4) Bentuk bersaing adalah dua bentuk kata berimbuhan atau lebih yang secara bersama-sama digunakan di masyarakat. Misalnya, kata mengetes ditemukan dalam beberapa bentukan seperti menes, mentes, dan mengetes. Ketiga kata tersebut merupakan bentuk bersaing.