BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah Globalisasi ekonomi telah memperluas jangkauan kegiatan ekonomi,
sehingga tidak hanya terbatas pada satu negara saja. Konsekuensi dari proses globalisasi ekonomi tersebut berpengaruh terhadap perkembangan kepariwisataan dunia, akhirnya berimplikasi pada dunia pariwisata Indonesia. Indonesia yang berada dalam perekonomian yang tinggi, harus dapat memanfaatkan peluang dunia pariwisata. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan membangkitkan minat masyarakat untuk melakukan perjalanan pariwisata.1 Pariwisata adalah suatu kegiatan yang menyediakan jasa akomodasi, transportasi, makanan, rekreasi serta jasa-jasa lainnya yang terkait. Perdagangan jasa pariwisata melibatkan berbagai aspek. Aspek-aspek tersebut antara lain aspek ekonomi, budaya, sosial, agama, lingkungan, keamanan, dan aspek lainnya. Aspek yang mendapat perhatian paling besar dalam pembangunan pariwisata adalah aspek ekonomi. Terkait dengan aspek ekonomi inilah pariwisata dikatakan sebagai suatu industri. Bahkan kegiatan pariwisata dikaitkan sebagai suatu kegiatan bisnis yang berorientasi dalam penyediaan jasa yang dibutuhkan wisatawan.2
1
I Putu Gelgel, 2006, Industri Pariwisata Indonesia dalam Globalisasi Perdagangan Jasa, PT. Refika Aditama, Bandung, h.15. 2 Ibid, h.22.
1
2
Dalam dua dekade terakhir pertumbuhan industri pariwisata dunia telah melaju dengan pesat. Industri pariwisata meliputi sektor transportasi, perhotelan, restoran, rekreasi, dan sektor jasa-jasa lainnya. Sektor-sektor tersebut telah memberikan konstribusi yang sangat besar pada perekonomian dunia, termasuk lapangan kerja.3 Meningkatnya partisipasi penduduk dalam pembangunan ekonomi di sektor perdagangan jasa pariwisata, berpotensi positif terhadap terbukanya lapangan pekerjaan yang memberi peluang bagi tenaga kerja untuk dapat bekerja pada sektor tersebut. Sejalan dengan hal tersebut, partisipasi tenaga kerja wanita yang memasuki sektor perdagangan jasa pariwisata mengalami peningkatan pula. Oleh karena itu, perlindungan bagi tenaga kerja wanita diperlukan dan dilaksanakan sebagaimana mestinya.4 Dilihat dari segi pengaturannya dalam perlindungan tenaga kerja, kelihatannya tidak ada perbedaan antara tenaga kerja pria dan wanita, namun apabila diteliti secara lebih khusus lagi ada masalah-masalah khusus yang diatur bagi tenaga kerja wanita yang tidak dapat diterapkan pada tenaga kerja pria, karena berdasarkan kodrat alami wanita yang mengalami haid, kehamilan, melahirkan anak, menyusui dan juga menggugurkan atau kandungan gugur.5
3
Ibid, h.24. Zaeni Asyhadie, 2013, Hukum Kerja: Hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubungan Kerja, Cet. III, Rajawali Pers, Jakarta, h.84. 5 Imam Soepomo, 1990, Hukum Perburuhan Bidang Kesehatan Kerja, Cet. II, Pradnya Paramita, Jakarta, h.146. 4
3
Dalam prakteknya masih banyak sekali keluhan dari para tenaga kerja wanita, misalnya: a. Adanya diskriminasi atas pengupahan yang sama untuk masa kerja yang sama dan pekerjaan yang sama nilainya. b. Pemberian upah masih ada yang dibawah standar Upah Minimum Kabupaten/Kota khususnya kota Denpasar. c. Pasal
81
Undang-Undang
Ketenagakerjaan
yang
Nomor
mengatur
13
Tahun
mengenai
cuti
2003 haid
tentang tidak
diterapkannya terhadap tenaga kerja wanita. d. Pasal
80
Undang-Undang
Ketenagakerjaan
yang
Nomor
menyatakan
13
Tahun
bahwa
2003
“Pengusaha
tentang wajib
memberikan kesempatan yang secukupnya kepada pekerja/buruh untuk melaksanakan ibadah yang diwajibkan oleh agamanya” penerapannya belum efektif. e. Pasal
82
Undang-Undang
Nomor
13
Tahun
2003
tentang
Ketenagakerjaan yang mengatur mengenai cuti sebelum dan sesudah melahirkan juga belum efektif diterapkan dalam perusahaan. Pekerjaan yang ditekuni oleh tenaga kerja wanita sebagai karyawati yang bekerja pada suatu perusahaan, sedikit banyaknya menimbulkan suatu masalahmasalah terhadap tenaga kerja wanita itu sendiri. Misalnya mengenai upah, dan cuti. Wanita selaku manusia yang telah memiliki kodrat tentunya tidak bisa mengingkari kodratnya. Namun disamping itu, sebagai makhluk sosial wanita juga tidak lepas dari lingkungan sekitarnya. Dari permasalahan-permasalahan
4
inilah timbul keinginan untuk mengkaji lebih dalam mengenai perlindungan hukum bagi tenaga kerja wanita yang bekerja pada suatu perusahaan. Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, maka penulis tertarik untuk mengangkatnya dalam skripsi dengan judul, “Penerapan Perlindungan Hukum Bagi Tenaga Kerja Wanita Pada Perusahaan Perdagangan Jasa Pariwisata”.
1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan pada latar belakang permasalahan di atas, maka masalah yang
akan dibahas dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimanakah penerapan perlindungan hukum bagi tenaga kerja wanita pada perusahaan perdagangan jasa pariwisata? 2. Apakah kendala-kendala yang dialami dalam penerapan mengenai perlindungan cuti dan upah bagi tenaga kerja wanita pada perusahaan perdagangan jasa pariwisata?
1.3
Ruang Lingkup Masalah Berdasarkan rumusan masalah yang telah diambil dalam usulan penelitian
ini, maka ruang lingkup masalah yang akan dibahas yaitu meliputi materi-materi yang berkaitan dengan permasalahan yang ada. Agar pembahasan tidak meluas dan menyimpang dari permasalahan yang ada, adapun materi-materi yang akan dibahas sehubungan dengan permasalahan yang diajukan adalah materi mengenai penerapan perlindungan hukum bagi tenaga kerja wanita pada perusahaan
5
perdagangan jasa pariwisata serta kendala-kendala yang dialami dalam penerapan mengenai perlindungan cuti dan upah bagi tenaga kerja wanita pada perusahaan perdagangan jasa pariwisata.
1.4
Orisinalitas Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian yang dibuat berdasarkan pada ide,
gagasan, dan pemikiran sendiri serta hasil membaca dari berbagai literatur. Berdasarkan informasi dan penelusuran pada kepustakaan, khususnya di lingkungan Perpustakaan Hukum Universitas Udayana, ditemukan penelitian yang sejenis namun memiliki perbedaan substansi, yaitu :
Tabel 1 : Daftar Penelitian Sejenis No. 1.
Nama Tude Trisnajaya
Tahun
Rumusan Masalah
2013
1. Bentuk jaminan kesehatan kerja bagi pekerja wanita pada Melasti Beach Resort Spa? 2. Implementasi jaminan kesehatan kerja terhadap produktivitas kinerja pekerja wanita pada Melasti Beach Resort Spa?
2.
I Dewa Ayu Dani Saputri
2013
1. Bagaimanakah
bentuk
perlindungan
hukum bagi pekerja wanita menurut Undang-Undang
Nomor
13
Tahun
6
2003? 2. Bagaimanakah pengusaha
akibat
hukum
apabila
bagi tidak
dilaksanakannya program Jamsostek? Penelitian yang dilakukan dalam skripsi ini yaitu dengan judul Penerapan Perlindungan Hukum Bagi Tenaga Kerja Wanita Pada Perusahaan Perdagangan Jasa Pariwisata. Permasalahan yang diangkat adalah bagaimanakah penerapan perlindungan hukum bagi tenaga kerja wanita pada perusahaan perdagangan jasa pariwisata serta apakah kendala-kendala yang dialami dalam penerapan mengenai perlindungan cuti dan upah bagi tenaga kerja wanita pada perusahaan perdagangan jasa pariwisata.
1.5
Tujuan Penelitian 1.5.1
Tujuan Umum 1. Untuk mengetahui mengenai perlindungan tenaga kerja pada umumnya. 2. Untuk mengetahui perlindungan tenaga kerja wanita pada perusahaan perdagangan jasa pariwisata.
1.5.2
Tujuan khusus 1. Untuk memahami penerapan perlindungan hukum terhadap tenaga kerja wanita yang bekerja pada perusahaan perdagangan jasa pariwisata.
7
2. Untuk memahami kendala-kendala yang dialami dalam penerapan mengenai perlindungan cuti dan upah bagi tenaga kerja wanita pada perusahaan perdagangan jasa pariwisata.
1.6
Manfaat Penelitian 1.6.1
Manfaat Teoritis Pembahasan terhadap masalah-masalah yang telah dirumuskan diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan referensi pelengkap dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan pengembangan studi hukum keperdataan terkait dengan hukum ketenagakerjaan, khususnya berkaitan dengan perlindungan hukum terhadap tenaga kerja wanita.
1.6.2
Manfaat Praktis Pembahasan terhadap permasalahan ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan kepada pemerintah sebagai bahan pertimbangan di dalam
menentukan
kebijakan
dan
langkah-langkah
untuk
memberikan perlindungan hukum yang baik terhadap tenaga kerja wanita yang bekerja pada perusahaan di indonesia, juga bagi pengusaha yang memiliki perusahaan yang bergerak diberbagai sektor.
8
1.7
Landasan Teoritis Berdasarkan
Undang-Undang
Nomor
13
Tahun
2003
tentang
Ketenagakerjaan, Pasal 1 angka 1 menyebutkan bahwa, “Ketenagakerjaan adalah segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama, dan
sesudah
masa
kerja”.
Menurut
Imam
Soepomo,
bahwa
hukum
ketenagakerjaan/perburuhan adalah himpunan peraturan-peraturan, baik tertulis maupun tidak tertulis, yang berkenaan dengan kejadian di mana seseorang bekerja pada orang lain dengan menerima upah.6 Adapun asas pembangunan ketenagakerjaan diatur dalam Pasal 3 UndangUndang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang dalam penjelasannya menyebutkan bahwa “Asas pembangunan ketenagakerjaan pada dasarnya sesuai dengan asas pembangunan nasional, khususnya asas demokrasi Pancasila serta asas adil dan merata. Pembangunan ketenagakerjaan mempunyai banyak dimensi dan keterkaitan dengan berbagai pihak yaitu antara pemerintah, pengusaha dan pekerja/buruh. Oleh sebab itu, pembangunan ketenagakerjaan dilaksanakan secara terpadu dalam bentuk kerjasama yang saling mendukung”. Pasal 4 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan juga menjelaskan mengenai tujuan pembangunan ketenagakerjaan, yaitu: a. Memberdayakan dan mendayagunakan tenaga kerja secara optimal dan manusiawi;
6
Abdul Khakim, 2007, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Edisi Revisi, Citra Aditya Bakti, Bandung, h.5.
9
b. Mewujudkan pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan nasional dan daerah; c. Memberikan perlindungan terhadap tenaga kerja dalam mewujudkan kesejahteraan; dan d. Meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya. Dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan juga menjelaskan pengertian mengenai tenaga kerja yaitu “Setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat”. Pengertian tenaga kerja di atas sejalan dengan pengertian tenaga kerja menurut konsep ketenagakerjaan pada umumnya, sebagaimana ditulis oleh Payaman J. Simanjuntak, bahwa pengertian tenaga kerja adalah mencakup penduduk yang sudah atau sedang bekerja, yang sedang mencari kerja dan yang melakukan pekerjaan lain.7 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 juga menjelaskan tentang pengertian pengusaha dan perusahaan. Dalam Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menjelaskan mengenai pengertian Pengusaha yakni: a. Orang
perseorangan,
persekutuan,
atau
badan
hukum
yang
menjalankan suatu perusahaan milik sendiri;
7
Payaman J. Simanjuntak, 1985, Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Edisi Revisi, PT. Raja Grafindo, Jakarta, h.20.
10
b. Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya; c. Orang perseorangan, persekutuan atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia. Batasan pengusaha berbeda dengan pemberi kerja. Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, “Pemberi kerja adalah orang perseorangan, pengusaha, badan hukum atau badanbadan lainnya yang mempekerjakan tenaga kerja dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain”. Pengaturan pemberi kerja ini muncul untuk menghindari orang yang bekerja pada pihak lain yang tidak dapat dikategorikan sebagai Pengusaha, khususnya bagi pekerja pada sektor informal.8 Pengertian Perusahaan dalam Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan adalah: a. Setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang perserorangan, milik persekutuan, atau milik badan hukum, baik milik swasta maupun milik negara yang mempekerjakan pekerja/buruh dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain; b. Usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang mempunyai pengurus dan mempekerjakan orang lain dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.
8
Lalu Husni, 2012, Pengantar Hukum Jakarta, h.47.
Ketenagakerjaan Indonesia, Rajawali Pers,
11
Perusahaan dibagi menjadi 2 (dua) bentuk badan usaha, yaitu: 1. Perusahaan yang berbadan hukum seperti Perseroan Terbatas (PT), Koperasi, Yayasan, Perusahaan Persero; dan 2. Perusahaan yang tidak berbadan hukum seperti persekutuan perdata, CV dan Firma.9 Dalam hal ini, penulis akan mengkaji perusahaan yang berbadan hukum berupa Perseroan Terbatas (PT) yang bergerak pada bidang perdagangan jasa pariwisata. Badan hukum adalah organisasi atau kelompok manusia yang mempunyai tujuan tertentu yang dapat menyandang hak dan kewajiban, seperti negara dan Perseroan Terbatas. Badan hukum memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1. Memiliki kekayaan yang terpisah dari kekayaan organ yang menjalankan kegiatan badan hukum tersebut. 2. Memiliki hak dan kewajiban yang terpisah dari hak dan kewajiban orang-orang yang menjalankan badan hukum tersebut. 3. Memiliki tujuan tertentu. 4. Berkesinambungan, dalam arti bahwa keberadaanya tidak bergantung pada orang-orang tertentu karena hak dan kewajibannya tetap ada meskipun orang-orang yang menjalankannya berganti.10 Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, dalam Pasal 1 angka 1 menyebutkan bahwa “Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan
9
I.G. Rai Widjaja, 2000, Hukum Perusahaan, Kesaint Blanc, Jakarta, h.3. Ridwan Khairandy, 2013, Pokok-Pokok Hukum Dagang Indonesia, Cet.I, FH UII Press, Yogyakarta, h.88. 10
12
modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan penerapannya”. Pada perjanjian, sesuai dengan Pasal 1320 KUHPerdata, harus dipenuhi empat persyaratan: 1. Kesepakatan mereka yang mengikatkan diri 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan 3. Suatu pokok persoalan tertentu 4. Suatu sebab yang tidak terlarang Pada Perseroan Terbatas (PT) harus ada suatu peraturan perusahaan yang mengatur tata tertib perusahaan. Pengusaha yang mempekerjakan tenaga kerja sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) orang wajib membuat peraturan perusahaan yang mulai berlaku setelah disahkan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk. Ketentuan dalam peraturan perusahaan tidak boleh bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kewajiban membuat peraturan perusahaan tidak berlaku bagi perusahaan yang telah memiliki perjanjian kerja bersama.11 Pasal 1 angka 20 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan mendefinisikan bahwa “Peraturan perusahaan adalah peraturan yang dibuat secara tertulis oleh pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja dan tata tertib perusahaan”.
11
Rachmat Trijono, Sinanti, Depok, h.34.
2014, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan, Cet.I, Papas Sinar
13
Peraturan perusahaan sekurang-kurangnya harus memuat : a. Hak dan kewajiban pengusaha; b. Hak dan kewajiban pekerja/buruh; c. Syarat kerja; d. Tata tertib perusahaan; dan e. Jangka waktu berlakunya peraturan perusahaan.12 Dalam menjalankan suatu perusahaan, harus adanya hubungan kerja antara pengusaha dan tenaga kerja. Pengertian Hubungan Kerja berdasarkan Pasal 1 angka 15 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yaitu “Hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja yang mempunyai unsur pekerjaan, upah dan perintah.” Dari pengertian tersebut jelaslah bahwa hubungan kerja sebagai bentuk hubungan hukum yang lahir atau tercipta setelah adanya perjanjian kerja antara pekerja dengan pengusaha. Dengan kata lain, perjanjian kerja merupakan dasar dari terbentuknya hubungan kerja.13 Pengertian Perjanjian Kerja berdasarkan Pasal 1 angka 14 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yaitu “Suatu perjanjian antara pekerja buruh dan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja hak dan kewajiban kedua belah pihak”. Berdasarkan ketentuan Pasal 51 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, menyebutkan bahwa: (1) Perjanjian kerja dibuat secara tertulis atau lisan. 12 13
Ibid, h.36. Zaeni Asyhadie, op.cit, h.50.
14
(2) Perjanjian kerja yang dipersyaratkan secara tertulis dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Secara kodratnya kaum wanita dan pria berbeda. Kaum wanita lebih banyak memiliki resiko kerja atau mendapatkan perlakuan tidak menyenangkan dibanding kaum pria, maka pekerja wanita dalam hal-hal tertentu tidak bisa disamakan dengan pekerja pria. Oleh karena itu, wanita seharusnya mendapatkan perlakuan khusus terkait dengan kesehatan, kesusilaan, dan keselamatan kerja sehingga tenaga kerja tersebut benar-benar mendapat perlindungan hukum.14 Menurut Philipus M. Hadjon definisi dari perlindungan hukum yaitu perlindungan akan harkat dan martabat, serta pengakuan terhadap hak-hak asasi manusia yang dimiliki oleh subyek hukum berdasarkan ketentuan hukum dari kesewenangan atau sebagai kumpulan peraturan atau kaedah yang akan dapat melindungi satu hal dari hal lainnya.15 Berkaitan dengan tenaga kerja, berarti hukum memberikan perlindungan terhadap hak-hak dari tenaga kerja. Menurut Philipus M. Hadjon, dibedakan dua macam perlindungan hukum yaitu: 1. Perlindungan Hukum Preventif Pada perlindungan hukum preventif ini, kepada rakyat diberikan kesempatan untuk mengajukan keberatan (inpraak) atau pendapatnya sebelum suatu keputusan pemerintah mendapat bentuk yang definitif. Dengan demikian, perlindungan hukum yang preventif bertujuan untuk
14
Asri Wijayanti, 2013, Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi, Sinar Grafika, Jakarta, h.41. 15 Philipus M. Hadjon, 1987, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, Bina Ilmu, Surabaya, h.2.
15
mencegah terjadinya sengketa. Perlindungan hukum preventif sangat besar artinya bagi tindak pemerintahan yang didasarkan pada kebebasan bertindak
karena
dengan
adanya
perlindungan
hukum
preventif
pemerintah terdorong untuk bersifat hati-hati dalam mengambil keputusan yang didasarkan pada diskresi. 2. Perlindungan Hukum Represif Perlindungan hukum yang represif bertujuan untuk menyelesaikan sengketa. Penanganan perlindungan hukum oleh Peradilan Umum dan Peradilan
Administrasi
Negara
di
Indonesia
termasuk
kategori
perlindungan hukum ini.16 Dalam tulisan ini, dikhususkan pada perlindungan hukum terhadap tenaga kerja wanita pada perusahaan berbentuk Perseroan Terbatas (PT) yang berupa perlindungan hukum mengenai cuti dan upah. Perlindungan hukum terhadap tenaga kerja wanita diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dalam Pasal 76 mengenai perempuan, Pasal 77-79 mengenai waktu kerja, Pasal 81-83 mengenai cuti dan Pasal 88 mengenai pengupahan. Ketentuan lain yang berkaitan dengan perlindungan khusus bagi tenaga kerja
wanita
adalah
masalah
diskriminasi
terhadap
wanita.
Mengenai
penghapusan perbedaan perlakuan terhadap tenaga kerja wanita yang dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 80 Tahun 1957 tentang Ratifikasi Konvensi ILO Nomor 100 Tahun 1954 mengenai upah yang sama antara pria dan wanita untuk pekerjaan yang sama nilainya. Selain itu diatur juga dalam Peraturan Menteri
16
Philipus M.Hadjon, op.cit, h.3.
16
Tenaga Kerja Nomor 4/Men/1989 tentang larangan PHK bagi tenaga kerja wanita karena hamil atau melahirkan.
1.8
Metode Penelitian 1.8.1
Jenis penelitian Sesuai dengan permasalahan yang diajukan, maka jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum empiris yang merupakan suatu penelitian yang beranjak dari adanya kesenjangan antara das solen dengan das sein yaitu kesenjangan antara teori dengan dunia realita, kesenjangan antara keadaan teoritis dengan fakta hukum dan atau adanya situasi ketidaktahuan yang dikaji untuk pemenuhan kepuasan akademik. Dalam penelitian ini, yang dikaji ialah kesenjangan antara teori dengan
dunia
realita
dimana
penulis
mengkaji
mengenai
perlindungan hukum bagi tenaga kerja wanita yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang penerapan peraturannya khususnya mengenai cuti dan upah belum efektif pada perusahaan. 1.8.2
Jenis pendekatan Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pendekatan fakta (The Fact Approach) dan pendekatan perundangundangan (The Statute Approach).
17
Pendekatan fakta (The Fact Approach) yaitu pendekatan yang memusatkan pada suatu keadaan yang nyata terjadi pada suatu perusahaan. Disini penulis mengkaji keadaan yang terjadi pada PT. Satu Impian Bersama, PT. Nanda Bangun Nusa dan PT. BPW Bali Rama dalam hal belum efektifnya penerapan peraturan dalam
Undang-Undang
Nomor
13
Tahun
2003
tentang
Ketenagakerjaan mengenai perlindungan hukum bagi tenaga kerja wanita khususnya dalam hal cuti dan upah. Sedangkan pendekatan perundang-undangan (The Statute Approach) yaitu pendekatan dengan menggunakan legislasi dan regulasi.17 1.8.3
Sifat Penelitian Penelitian dalam skripsi ini bersifat deskriptif, yang bertujuan untuk menggambarkan keadaan atau gejala sosial yang ada dalam masyarakat. Dalam penelitian ini penulis mencoba untuk menjelaskan mengenai penerapan perlindungan hukum bagi tenaga kerja wanita yang bekerja pada perusahaan perdagangan jasa pariwisata serta kendala-kendala yang dialami dalam penerapan mengenai perlindungan hukum bagi tenaga kerja wanita yang bekerja pada perusahaan perdagangan jasa pariwisata.
1.8.4
Data dan sumber data Dalam penulisan skripsi ini data yang digunakan bersumber dari dua sumber, yaitu :
17
Peter Mahmud Marzuki, 2005, Penelitian Hukum, Prenada Media, Jakarta, h. 97.
18
1. Sumber Data Primer Sumber data primer dalam penelitian ini berupa data yang diperoleh penulis dari lapangan. Dalam hal ini, data primer yang bersumber dari lapangan yang diperoleh dari wawancara dari pihak-pihak yang terkait. 2. Sumber Data Sekunder Sumber data sekunder dalam penelitian ini bersumber dari Undang-Undang
Nomor
13
Tahun
2003
tentang
Ketenagakerjaan, hasil-hasil penelitian, artikel-artikel serta buku-buku literatur hukum yang terkait dengan permasalahan. 1.8.5
Teknik Penentuan Sampel Penelitian Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik non probability sampling. Dalam teknik ini tidak ada ketentuan yang pasti berapa sampel yang harus diambil. Bentuk teknik non probability sampling yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah quota sampling yaitu suatu proses penarikan sampel dengan memperhatikan sampel yang paling mudah untuk diambil dan sampel tersebut telah memenuhi ciri-ciri tertentu yang menarik perhatian peneliti. Sampel pada penelitian ini adalah PT. Satu Impian Bersama, PT. Nanda Bangun Nusa dan PT. BPW Bali Rama yang bergerak dibidang jasa pariwisata, yang akan diwawancarai adalah manager dan tenaga kerja wanita dari masing-masing PT yang
19
didasarkan pada pertimbangan bahwa manager dan tenaga kerja wanita pada masing-masing PT adalah pihak yang paling mudah dihubungi. 1.8.6
Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan dengan cara : 1. Wawancara Wawancara yaitu metode pengumpulan data dengan bertanya secara langsung kepada informan atau pihak yang berkompeten pada permasalahan.18 Dalam hal ini penulis melakukan wawancara dengan pemilik perusahaan dan tenaga kerja wanita yang bekerja pada perusahaan tersebut. 2. Teknik Studi Dokumen Merupakan data yang dilakukan dengan mengumpulkan bahanbahan pustaka seperti dokumen-dokumen hukum maupun peraturan perundang-undangan yang ada kaitannya dengan permasalahan yang diangkat. Dokumen-dokumen hukum yang dimaksudkan seperti Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan terkait dengan permasalahan dalam skripsi ini.
1.8.7
Pengolahan dan Analisis Data Analisis data dalam penelitian ini dilakukan secara kualitatif, yaitu dari data yang diperoleh kemudian disusun secara
18
Sugiarto et. al., 2001, Tekhnik Sampling, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, h.17.
20
sistematis yang kemudian dianalisis secara kualitatif untuk mencapai kejelasan masalah yang dibahas. Dalam penelitian dengan teknik analisis kualitatif maka keseluruhan data yang terkumpul baik dari data primer maupun data sekunder akan diolah dan dianalisis dengan cara menyusun data secara sistematis. Proses analisis dilakukan secara terus menerus sejak pencarian data pada PT. Satu Impian Bersama, PT. Nanda Bangun Nusa dan PT. BPW Bali Rama serta berlanjut hingga pada tahap analisis yaitu mengkaji apakah peraturan dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang mengatur mengenai perlindungan hukum terhadap tenaga kerja wanita telah diterapkan pada PT. Satu Impian Bersama, PT. Nanda Bangun Nusa dan PT. BPW Bali Rama. Setelah dilakukan analisis kualitatif, kemudian data akan disajikan secara deskriptif kualitatif dan sistematis.