Bab I Pendahuluan
1.1. Latar Belakang 1.1.1. Migrasi tenaga kerja Indonesia Ketimpangan kesempatan kerja di antara negara-negara Asia merupakan dampak globalisasi ekonomi. Demi perkembangan dan pertumbuhan ‘ekonomi global’ tersebut, laju perpindahan penduduk antar negara tidak terelakkan lagi. Kenyataan ini dilatar belakangi beberapa faktor seperti tanah, bahan mentah, tenaga kerja, barang yang dihasilkan, hubungan material dan hubungan ideologi yang selanjutnya cenderung mendorong penduduk suatu negara meninggalkan kampung halamannya.1 Pengaruh faktor-faktor di atas dapat dirasakan dengan mobilitas penduduk Indonesia yang terus meningkat ke negara Malaysia. Perkembangan Malaysia sebagai negara industri menyebabkan negara tersebut kekurangan tenaga dalam sektor jasa, pekerja industri, pertanian, konstruksi dan pembantu rumah tangga. Keadaan ‘kekurangan’ sangat terbantu dengan mobilitas tenaga kerja dari berbagai negara khususnya dari Indonesia. Perekonomian Indonesia yang kian memburuk,
1
M. Arif Nasution, Orang Indonesia di Malaysia – Menjual Kemiskinan membangun Identitas. (Yogyakarta Pustaka Pelajar 2001), hal.3-6
1
pertumbuhan penduduk yang terus melaju dan lahan kerja yang semakin sempit menjadi alasan utama bagi para tenaga kerja Indonesia untuk mencari pekerjaan ke negeri jiran tersebut. Namun sangat disayangkan mobilitas tenaga kerja ke negri jiran tidak didukung oleh keterampilan yang memadai dan banyak dari mereka yang tidak disertai dengan dokumen resmi sehingga menimbulkan banyak persoalan-persoalan yang terus saling menindih. Khusus bagi orang Batak, perpindahan dilakukan bukan saja karena pengaruh faktor-faktor yang telah disebutkan di atas, tetapi juga didorong oleh keinginan untuk mencapai tujuan hidup yakni, hamoraon (kekayaan), hagabeon (banyak keturunan) dan hasangapon (wibawa).
1.1.2. Tenaga kerja wanita di Malaysia dan persoalan yang dihadapi Mobilitas tenaga kerja wanita Indonesia ke luar negeri khususnya Malaysia yang terus meningkat, merupakan hal yang menarik untuk didiskusikan, mengingat semakin banyaknya laporan baik dari media cetak maupun media elektronik tentang ketidakadilan dan penderitaan yang dialami para tenaga kerja wanita di negeri jiran tersebut. Ketidakadilan dan penderitaan tersebut dialami oleh sebagian besar tenaga kerja wanita asing di Asia. Beberapa contoh ketidakadilan dan penderitaan yang dialami khusus oleh TKW adalah: a. Para TKW harus tetap tunduk pada laki-laki sesuai aturan sosial-budaya patriarkhat yang berlaku. Keberadaan mereka di dunia industri dianggap hanya sebagai tambahan setelah tenaga kerja laki-laki, sehingga pekerjaan yang mereka lakukan kurang memiliki nilai produktif. Demikian juga
2
keberadaan mereka dalam kegiatan adat, khususnya TKW Batak yang masih dalam bayang-bayang kaum laki-laki. b. Para TKW rentan dengan perkosaan. Di antara mereka yang menjadi korban perkosaan merasakan tekanan psikologis, karena ada anggapan mereka telah menjadi cacat. Akibat tekanan tersebut, mereka mengisolasi diri dari lingkungannya. c. Tingkat pendidikan para TKW yang rendah, pengetahuan mengenai budaya di Malaysia yang minim, juga kurangnya keterampilan bekerja termasuk kemampuan berbahasa Inggris membuat upah mereka menjadi rendah. d. Memperpanjang masa kontrak kerja juga menjadi masalah tersendiri, karena ada perusahaan yang menerapkan aturan bagi buruh yang memperpanjang masa kontrak akan menerima upah seperti buruh yang baru mulai bekerja,1 atau masa kerja sebelumnya tidak diperhitungkan. Para TKW biasanya terikat kontrak dengan suatu perusahaan paling sedikit 2 tahun. Setelah selesai masa kontrak mereka boleh memperpanjang kontrak kerja sesuai dengan kesepakatan bersama perusahaan. e. Pekerjaan yang rumit dan melelahkan dengan waktu kerja 12 jam perhari, tidak didukung oleh waktu istirahat yang cukup dan gizi yang baik, membuat para TKW rentan dengan gangguan fisik. Selain itu, demi mengejar target yang ditentukan oleh perusahaan, membuat mereka juga rentan dengan tekanan jiwa. 1
Hasil wawancara dengan RS dan IS (nama samaran), bekerja di daerah Sungai Way Desember 2004
3
f. Keinginan untuk memperolah uang yang banyak karena tuntutan hidup yang mendesak serta kesepian yang melanda, telah menghantar sebagian dari mereka bekerja ganda, yakni sebagai buruh dan sebagai pekerja seks komersial (PSK).2 g. Hukum dan politik di Indonesia dan Malaysia yang tidak berpihak kepada kaum miskin, membuat seluruh kehidupan mereka beresiko mengalami pemerasan dan penderitaan sebelum berangkat, selama bekerja dan ketika kembali ke Indonesia. Dari kenyataan ini terlihat bagaimana para tenaga kerja wanita mengalami lebih banyak penderitaan dibanding dengan para pria. Mereka harus mengalami ketidakadilan bukan saja karena sosial, politik dan ekonomi tetapi juga budaya patriarkhat. Mereka mengalami ketidakadilan bukan saja di negeri orang lain, tetapi juga di negeri sendiri.
2
Upah sebagai buruh pabrik yang tidak memuaskan dan kesepian membuat para TKW bekerja sebagai PSK atau juga sebagai perempuan simpanan bagi sesama kontrakan layaknya dalam satu keluarga dalam jangka waktu yang relatif lama. Namun walaupun mereka sudah menjadi perempuan simpanan tenaga kerja pria, namun TKW yang berfungsi sebagai perempuan simpanan tetap berhak untuk berpasangan dengan orang lain atau turis dalam waktu singkat di hotel. Kenyataan ini terlihat di beberapa wilayah di Kuala Lumpur juga di Pulau Ketam (sebuah kampung nelayan tempat pelancongan para orang-orang berduit, 1 jam dari Port Klang dengan kapal ferry kecil atau 30 menit dengan speed boat). Ketika 2 tahun lalu di P.Ketam diadakan kebaktian setiap hari Sabtu oleh HKBP Dumai dan HKBP Singapore di rumah salah satu orang Batak. Dapat dikatakan rumah tersebut berfungsi ganda. Setiap Sabtu sore rumah tersebut berfungsi sebagai tempat kebaktian, sedangkan hari lainnya adalah rumah tempat para TKI tinggal sebagai keluarga ‘ilegal’. Namun khusus bagi orang Batak yang melakoni kehidupan keluarga ‘ilegal’di K.Lumpur dan P.Ketam, selama belum ada kesepakatan berpisah, para TKW tidak diijinkan ‘dipakai’ oleh orang lain. Mereka yang berada pada usia di atas 40 tahun terlihat setia pada pasangannya. Bagi mereka yang berada di usia di bawah 40 tahun,masih suka berganti pasangan. Memang di tempat tersebut ada gereja Methodist, namun umumnya para TKI tidak mengikutinya dengan alasan kebaktian tidak menyenangkan. Kalau mereka punya uang dan kesempatan, mereka akan datang ke HKBP Klang, Biaya transportasi menjadi kendala tersendiri.
4
1.1.3. Kehadiran HKBP di Malaysia Sebagaimana hadirnya beberapa gereja HKBP di berbagai tempat di Indonesia, secara khusus di daerah parserakan3 (baca, parserahan, yang berarti tempat tersebar, di luar daerah asal) karena kerinduan akan persekutuan antar suku Batak Kristen. Demikian halnya dengan HKBP di Malaysia. Gereja HKBP adalah sebuah gereja yang inklusif dan dialogis, yang terbuka bagi semua suku bangsa.4 Bagi gereja HKBP di Klang, keterbukaan ini diperlihatkan melalui ciri khasnya pertama, gereja sebagai persekutuan Tenaga Kerja Indonesia (ada dari mereka yang telah menjadi warga Malaysia). Kedua, HKBP Klang kaya dengan budaya, sangat jelas terlihat dengan kehadiran jemaat berasal dari luar suku Batak Toba seperti suku Jawa dan beberapa suku dari daerah bagian Timur Indonesia juga dari etnik Cina. Ketiga, keragaman gereja dan kepercayaan, terlihat karena di antara mereka berlatar belakang Pentakosta, Katolik, Advent bahkan Islam. Keempat, beberapa di antara mereka yang beragama Kristen untuk mempermudah memperoleh pekerjaan di Malaysia, ada yang harus mengganti kartu identitas Kristen menjadi Islam. Identitas sebagai Muslim pada kartu pengenal memiliki tantangan tersendiri bagi perkembangan jemaat, karena bila di antara mereka kedapatan oleh polisi mengikuti kegiatan gereja dan makan di restoran Cina, maka mereka akan memperoleh peringatan dari polisi yang bertugas untuk memantau perilaku para pekerja.5
3
Sarumpaet JP, Kamus Bahasa Batak Toba. (Jakarta, Erlangga 1994) HKBP, Aturan dan Peraturan HKBP 2002, (Pematangsiantar, percetakan HKBP 2000), hal.95-96, 99-100 5 Tokoh perintis HKBP yakni bapak P.Silitonga dan isterinya termasuk di antara mreka yang telah 4
5
Kehadiran HKBP di Malaysia6 dimulai pada Oktober 2002 di Kuala Lumpur dan 25 Desember 2004 di Klang. HKBP Kuala Lumpur menjadi bagian dari HKBP resort Immanuel Dumai Riau. Ibadah dilaksanakan di gereja Tamil Lutheran Church, Kuala Lumpur. HKBP Klang menjadi bagian dari HKBP resort Singapore, mengadakan ibadah di Methodist Church Klang. Jemaat yang hadir pada kebaktian di HKBP Kuala Lumpur adalah para TKI dari Kuala Lumpur, Klang, Ipoh dan terkadang dari Penang dan Johor Baru. Bagi para TKI dari Klang, jarak tempuh satu jam menuju Kuala Lumpur sangat menyita waktu dan biaya transportasi. Melalui kerjasama antara orang-orang Batak di Klang dengan HKBP Singapore dan Migrants Mission of Klang (MMK), maka pelayanan kepada orang-orang Batak diselenggarakan. MMK dirasakan menjadi wadah yang tepat, selain karena dekat dengan tempat tinggal para tenaga kerja juga karena organisasi ini merupakan gabungan 12 gereja dari berbagai denominasi di Klang yang memberi perhatian pada kehidupan menggereja para tenaga kerja asing. Tenaga kerja asing yang sedang dilayani oleh MMK pada saat ini adalah : Myanmar, Nepal, Tamil, Telegu, Chin, Vietnam dan Batak. Pelayanan oleh MMK dimulai tiga setengah tahun lalu, ketika dua orang tenaga kerja dari Myanmar datang ke gereja Methodist untuk belajar bahasa Inggris.
berganti identitas dalam kartu pengenal. Nama P.Silitonga di Malaysia dikenal dengan nama Azis Abu Thalib. Beliau sudah ada 30 tahun tinggal dan bekerja di Malaysia. Bersama dengan isterinya St. R.Hasibuan telah lama membantu pelayanan di berbagai gereja kharismatik di Klang. dan sudah dianggap sebagai pendeta di gereja kharismatik. 6 Mulai Nopember 2002-Juni 2003 penulis bersama dengan HKBP Singapore dan HKBP Dumai, Riau turut membantu pelayan TKI Batak di Kuala Lumpur, 22 Desember 2004 - 6 Januari 2005 bersama dengan HKBP turut mengupayakan kebaktian bagi TKI Batak di Klang.
6
Pada awalnya kebaktian HKBP tidak dilakukan di gereja, tetapi di sebuah wisma milik gereja Methodist yang dapat dipergunakan sesuai kebutuhan HKBP. Pada saat ini kebaktian HKBP dilakukan di gedung gereja Tamil Methodist. Gedung gereja ini dipakai
oleh persekutun Tamil pada pagi hari mulai dari jam 8.00,
persekutuan Batak siang hari mulai jam 13-30 dan persekutuan Nepal sore hari mulai jam 16.00, setiap minggunya.
1.1.4. Kehidupan menggereja Setiap kehadiran jemaat pada kebaktian memperlihatkan kerinduan mereka terhadap sesama orang Batak juga dengan sesama satu negara dengan pengalaman yang sama yakni sebagai tenaga kerja asing dengan berbagai macam persoalan hidup. Sebelum HKBP hadir di Malaysia, sebagian besar tenaga kerja laki-laki tidak bergabung dengan gereja-gereja yang ada di Klang. Mereka merasa asing dengan model dan nyanyian yang diperdengarkan pada setiap kebaktian, seperti bertepuk tangan pada kebaktian dan berbahasa lidah. Umumnya mereka lebih memilih istirahat, saling mengunjungi teman atau juga berekreasi dengan sesama orang Indonesia. Tidak demikian halnya dengan para TKW. Sebagian besar mereka mengikuti kebaktian dan menjadi anggota gereja yang dekat dengan tempat mereka bekerja. Mereka berpikir, hanya dengan demikian mereka merasa terhibur dan dikuatkan dari pekerjaan yang melelahkan. Setelah HKBP hadir di Malaysia, beberapa tenaga kerja laki-laki bergabung menjadi warga jemaat HKBP. Beberapa di antara telah bergabung
7
di HKBP, namun sebagian dari mereka masih tetap sebagai warga jemaat di luar HKBP.
1.2. Permasalahan Berangkat dari latar belakang di atas terlihat adanya ketidakadilan dan penderitaan yang berbeda antara tenaga kerja pria dan wanita, baik secara ekonomi juga kedudukan meraka dalam tatanan patrilinieal. Di tengah tuntutan ekonomi dan keadaan di tempat bekerja, mereka merasa tertekan dan terasing dari lingkungannya. Oleh karenanya mereka membutuhkan orang-orang yang mau bersedia berbincang sebagai sahabat dan membutuhkan suasana kekeluargaan. Kehadiran HKBP Klang dirasakan telah membawa suasana kekeluargaan, karena mereka bertemu dengan teman-teman satu suku dan merasakan diterima sebagaimana adanya. Selain itu mereka dapat mengungkapkan isi hati mereka melalui nyanyian-nyanyian rohani vokal grup dan lagu pujian yang dipakai HKBP dalam bahasa Batak. Walaupun kehadiran HKBP Klang mulai 25 Desember 2004 dirasakan oleh para TKW sebagai bagian dari hidup dalam suasana kekeluargaan, namun penulis melihat belum ada upaya dari HKBP untuk membawa para TKW keluar dari penderitaan mereka, khususnya pelayanan yang tidak saja menyuarakan ketidakadilan dan penderitaan mereka, tetapi juga upaya memberdayakan para TKW. Dalam pembangunan jemaat, memberdayakan TKW dalam gereja adalah bagian dari iklim. Iklim menjadi penentu setiap warga jemaat untuk berpartisipasi dengan senang hati dan efektif. Dalam iklim yang baik semua orang diberlakukan dengan serius. Artinya,
8
keinginan, pengalaman dan kemampuan mereka harus diperhitungkan dengan respek.7 Kedudukan TKW Batak sebagai perempuan dalam budaya dan sebagai tenaga kerja asing membutuhkan perhatian khusus oleh gereja. Untuk masuk dalam iklim tersebut, gereja harus terlebih dahulu memahami jati dirinya sebagai tubuh Kristus. Untuk memberdayakan mereka, gereja harus mengupayakan langakhlangkah aksi atau strategi pelayanan. 1.2.1. Rumusan masalah Suara-suara ketidakadilan dan penderitaan yang dialami TKW telah terbungkam oleh keinginan kaum kapitalis untuk mengejar keuntungan dan oleh negara untuk menambah devisa. Tata ibadah yang diadakan di HKBP Klang, Malaysia tidak berbeda dengan tata ibadah HKBP di Indonesia. Meskipun jemaat berasal dari berbagai latar belakang, namun tata Ibadah dan model pelayanan HKBP (kebaktian minggu dan kebaktian lingkungan satu kali dalam seminggu) merupakan satu-satunya model pelayanan dan tata ibadah yang dipakai di HKBP Klang. Penderitaan mereka sebagai tenaga kerja asing tidak pernah tersentuh secara khusus oleh HKBP. Melalui kebersamaan dengan para TKW dalam kehidupan menggereja dan hidup keseharian mereka, penulis merumuskan masalah : 1. Apakah fungsi kehadiran HKBP di Klang Malaysia pada saat ini untuk menghibur atau menangani masalah TKW ? 2. Bagaimana pelayanan seharusnya diperlihatkan HKBP untuk memberdayakan para TKW Batak? 7
Jan Hendrik, Jemaat Vital & Menarik. (Yogyakarta, Kanisius 2002) hal.48-50.
9
1.3. Asumsi dasar Pelayanan terhadap kaum buruh, bukanlah pelayanan yang baru bagi HKBP, karena di beberapa daerah pelayanannya, HKBP juga memberikan perhatian terhadap para buruh seperti di HKBP Tomuan Pematangsaintar. Perlu pengenalan bagi gereja bahwa TKW Batak adalah umat pilihan Allah (1 Petrus 2: 9). Oleh karena itu, pelayanan terhadap TKW harus pelayanan yang menyentuh kehidupan dengan kontkeks yang berbeda dari konteks warga jemaat HKBP pada umumnya. Sebagai warga jemaat HKBP di Klang, Malaysia, mereka adalah orang Batak yang sedang memperjuangkan masa depannya, masa depan keluarganya dan menambah devisa negara Indonesia dan kekayaan bagi Malaysia.
1.4. Tujuan Penulisan 1. Mendalami kehidupan para TKW Batak dan faktor-faktor pendorong untuk menjadi tenaga kerja asing di Malaysia. 2. Melihat perhatian dan pelayanan yang diberikan oleh gereja-gereja serta organisasi-organisasi di Indonesia dan Malaysia kepada para TKW. 3. Untuk memberikan sumbangan pemikiran bagi HKBP dalam mempersiapkan pelayanan kepada para tenaga kerja wanita Batak di Malaysia. 1.5. Judul Tesis Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan , maka judul tesis ini adalah:
10
TENAGA KERJA WANITA BATAK DAN HKBP DI KLANG, MALAYSIA 1.6. Metode Penelitian 1.6.1.Study Literatur Metode ini berguna sebagai dasar penelitian untuk memasuki ruang masalah. Karena literatur yang sudah tersedia akan sangat berguna untuk menganalisa suatu gejala sosial yang ada sehingga dapat semakin memahaminya. 1.6.2. Penelitian Lapangan Penelitian ini dipakai sebagai ekplorasi data dan lapangan. Penelitian lapangan ini memakai metode kualitatif dan dibantu dengan metode kwantitatif. Eksplorasi data dilakukan melalui: 1.6.2.1. Interaksi dalam kegiatan gereja untuk membangun sebuah relasi Interaksi dengan para tenaga kerja wanita akan memperkaya penelitian. Namun interaksi tersebut akan lebih bak bila dibangun dalam sebuah relasi.8 Untuk melihat kehidupan sosial dan menggereja para tenaga kerja Batak di Klang, penulis terlibat langsung dalam kegiatan gereja bersama-sama dengan para tenga kerja Batak. Kegiatan-kegiatan tersebut yaitu, kebaktian Minggu, penelaahan Alkitab, latihan koor dan vokal grup, juga mengadakan kunjungan dan latihan bernyanyi di tempat para pekerja baik perempuan maupun laki-laki.
8
Yudith Lim, pada acara bedah buku Shulamit Reinharz, Metode-Metode Feminis dalam Penelitian Sosial, bertempat di Universitas Gajah Mada, Yogyakarta tanggal 5 Oktober 2005.
11
1.6.2.2. Wawancara standar dan tak-standar9 Wawancara
standar
mempergunakan
jadwal
wawancara
yang
telah
dipersiapkan secara cermat untuk memperoleh informasi yang masih relevan dengan masalah penelitian, sedangkan wawancara tak-standar merupakan suasana yang terbuka dan lebih luwes. Wawancara ini dilakukan dengan para TKW di gereja, di kediaman keluarga P. Silitonga dan di tempat tinggal para TKW yang ada di Johor Baru dan sekitar Klang, para pelayan gereja HKBP di Singapore dan HKBP Klang; pengurus MMK di Klang, staff Tenaganita yang bertempat di Kuala Lumpur juga staff Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) khususnya komisi migrant. Wawancara yang dilakukan kepada para TKW dilakukan dari perspektif perempuan, karena hanya dengan ini perempuan lebih dapat dipahami. Menurut Susan Yeandle sebagaimana dikutip oleh Reinharz,10 bahwa dengan mewawancarai perempuan, perempuan dapat dirasakan sebagai ‘individu-individu yang penuh ketimbang angka-angka dalam kotak’. Penulis setuju dengan pendapat ini karena ada kekhasan perempuan yang hanya dapat dipahami oleh perempuan. Selanjutnya nama responden sebagai sumber dalam penelitian memakai nama samaran. Ini dilakukan untuk memperoleh kebebasan berbagi pengalaman dari para TKW.
9
F.N Kerlinger, Asas-asas Penelitian Behavior. (Yogyakarta Universitas Gajah Mada, 2004) hal. 770-771 10 Reinharz Shulamit, Metode-metode Feminis dalam Penelitian Sosial. (Jakarta, Women Research Institute, 2005) hal. 30
12
1.6.2.3. Pembagian angket Demi memperoleh data lapangan yang lebih terperinci, metode kualitatif dilakukan melalui wawancara dibantu dengan pembagian angket. Dalam penelitian ini, penulis membagikan angket bagi 19 orang responden. 1.7. Lingkup Penelitian Penelitian dilakukan di HKBP Klang Malaysia (daerah Selangor) yang menjadi bagian dari wilayah HKBP Singapore. Daerah ini dipilih pertama, karena di daerah ini banyak pabrik yang mempekerjakan para TKI dengan fasilitas tempat tinggal; kedua, ditempat ini ada kerja sama antara HKBP Klang Malaysia, HKBP Singapore dengan MMK, Migrants Mission of Klang yang memberi perhatian khusus pada
pelayanan bagi Migrant Workers untuk suku bangsa Myanmar, Vietnam,
Nepal, Telegu, Chin (salah satu suku di Myanmar) dan Batak. Waktu penelitian diadakan tanggal 5 Desember 2005-5 Januari 2006. Jemaat HKBP Klang yang tercatat sebagai anggota jemaat adalah 3 Kepala Keluarga beserta 35 orang pemudi dan 70 orang pemuda. Rata-rata yang mengikuti kebaktian 70 orang dari anak-anak hingga dewasa. Jumlah ini akan meningkat bila ada kegiatan muda-mudi gereja dan pesta Natal, yang dapat mencapai 300 orang. Jemaat yang datang setiap minggu, tidaklah semua anggota yang tercatat. Sebagian dari mereka datang dari Penang, Johor Baru, Kuala Lumpur dan Klang, bergantung dari waktu senggang yang mereka miliki dan kegiatan gereja yang mereka ikuti di luar HKBP.
13
Penulis memfokuskan penelitian terhadap para tenaga kerja wanita dengan alasan, walaupun mereka sama seperti tenaga kerja laki-laki, pada kenyataannya mereka secara sosial-budaya, ekonomi dan politik menghadapi tekanan lebih berat dari tenaga kerja laki-laki. 1.8. Sistimatika Penulisan Bab. I Pendahuluan. Pendahuluan yang memuat latar belakang masalah, permasalahan, asumsi dasar, tujuan penulisan, judul tesis; metode penelitian, lingkup penelitian dan sistimatika penulisan.
Bab. II. TKW Batak dan HKBP di Klang, Malaysia Gambaran TKW Batak dalam budaya Batak dan faktor-faktor pendorong bermigrasi melalui pendapat para ahli. Kemudian melihat kehadiran HKBP di Klang, Malaysia melalui pelayanan dari HKBP Singapore dan Migrants Mission of Klang.
Bab. III. Analisis terhadap kondisi TKW Batak dan Fungsi Kehadiran HKBP di Malaysia Melihat kehidupan mereka dalam konteks konteks sosial-budaya, ekonomi dan situasi hukum-politik antar dua negara serta kehadiran HKBP di Klang, juga melihat fungsi kehadiran HKBP melalui tiga tugas panggilan gereja.
14
Bab. IV. Gereja yang bersahabat dengan TKW Batak dan membebaskan Merefleksikan hasil analisa kehidupan TKW dan kehadiran HKBP di Klang, Malaysia. Refleksi tersebut diwujudkan dengan memperlihatkan jati diri gereja sebagai murid Yesus, yang senantiasa memperhatikan kehidupan orang yang terpinggirkan.
Bab. V. Diakonia HKBP terhadap TKW di Klang dan Kesimpulan Mengusulkan beberapa aksi pelayanan yang dirancang untuk pelayanan terhadap TKW secara umum, mengingat TKW yang hadir di HKBP bukan hanya orang Batak, mulai dari tingkat umum/sinode, distrik, resort dan jemaat. Setiap tingkatan memiliki pelaksana dari semua pelayanan yang diusulkan.
15