BAB VIII SIMPULAN DAN SARAN
8.1 Simpulan Berdasarkan semua hal yang telah diuraikan pada Bab I hingga Bab VII, dan untuk menjawab permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini, kiranya dapat ditarik simpulan sebagai berikut. Pertama, dilihat dari segi presentasinya saluang sirompak di Taeh Baruah hingga dewasa ini mengalami pengembangan, yaitu saluang sirompak yang dipergunakan dalam Basirompak yang memiliki daya spiritualitas untuk mengguna-gunai seorang wanita yang bersalah. sirompak
untuk Kegiatan
Basirompak
Kemunculan saluang
diperkirakan sejak
masyarakat
Minangkabau masih melaksanakan kepercayaan Animisme dan Dinamisme. Setelah adanya agama Islam masuk dan menjadi agama masyarakat di Minangkabau pada umumnya dan khususnya di Taeh Baruah, saluang sirompak mengalami penyempurnaan dengan menambahkan ayat-ayat dalam Alquran
sebagai
bagian
dari
penyajian
kegiatan
Basirompak.
Cara
pembuatannya masih menggunakan cara-cara yang dipercaya memiliki daya spiritualitas,
sehingga
dari
hasil
pembuatan
instrumennya
setelah
dipergunakan memiliki daya spiritualitas yang tinggi. Sementara itu, dalam presentasi yang kedua saluang sirompak untuk kebutuhan pertunjukan hiburan, dimulai pada tahun 1980 yang masih menggunakan alat yang sama dengan yang dipergunakan untuk kegiatan Basirompak. Pada tahun 2007, kelompok pelaku Basirompak diminta untuk mengisi suatu acara dalam 236
rangka Hari Ulang Tahun Republik Indonesia. Pada kesempatan itu, para pelaku
saluang
sirompak
tetap
menggunakan
instrumen
yang
biasa
dipergunakan dalam Basirompak, namun ada sedikit perbedaan dari sisi pantun. Pantun yang dipergunakan dalam Basirompak berwujud mantra yang didendangkan, sedangkan untuk pertunjukan hiburan berupa pantun yang disesuaikan dengan topik pertunjukan (HUT RI). Kedua, saluang sirompak dalam kegiatan Basirompak hanya dikhususkan untuk kaum perempuan. Kegiatan ini memiliki daya spiritualitas tingkat tinggi, spiritualitas dalam kegiatan Basirompak bisa membedakan mana yang benar dan mana yang salah, apabila pihak perempuan tidak salah tidak akan menjadi korban kegiatan Basirompak. Selain untuk Basirompak, dalam kegiatan seni pertunjukan biasa juga masih memiliki daya spiritualitas (bagi yang pernah menjadi korban). Ketiga, makna kegiatan Basirompak berimplikasi pada masyarakat bukan lagi menjadi momok yang menakutkan bagi perempuan yang selalu menjadi sasaran pokok dari kegiatan Basirompak, namun menjadi suatu kebanggaan masyarakat Taeh Baruah dan masih terjaga kelestariannya hingga sekarang. Meskipun ada kegiatan Basirompak, masyarakat sudah tidak peduli siapa yang akan menjadi korban, dengan alasan dari masyarakat bahwa orang yang menjadi korban adalah orang yang mesti mendapatkan hukuman atas perbuatannya, dan hal itu termasuk dari pihak keluarga korban. Dari pandangan ulama di Taeh Baruah, tidak ada anggapan bahwa kegiatan tersebut dilarang oleh agama. Erinaldi, seorang ulama di Payakumbuh, mengungkapkan bahwa dilihat dari sisi agama, kegiatan tersebut merupakan 237
pembelajaran terhadap kaum perempuan atas idealisme konsep sosok perempuan yang berkualitas dalam anggapan masyarakat setempat. Bagi para pemuka
adat,
kegiatan
Basirompak
merupakan
salah
satu
wujud
pembelajaran bagi kaum perempuan lainnya yang belum atau bukan menjadi korban, untuk mengambil hikmah dari kejadian tersebut agar dal am bertindak, bertingkah laku, berbicara, dan berkomunikasi dengan orang lain terutama kepada kaum laki-laki sewaktu meminang, perempuan tidak membalas dengan kata-kata kasar. Penolakan bisa dengan cara yang santun, berbudi, berakhlak, dan berakhidah sesuai dengan ajaran agama yang dianutnya. Ketiga simpulan di atas menunjukkan bahwa saluang sirompak sudah menunjukkan pengembangan fungsi, yaitu dalam kebutuhan Basirompak dan kebutuhan sajian hiburan (dimaksudkan untuk eksistensi saluang sirompak, bukan untuk eksistensi Basirompak). Penelitian ini juga berhasil menemukan hal yang berbeda dengan hasil penelitian yang tertera pada kajian pustaka.
8.2 Saran Sejalan dengan simpulan di atas, berikut dikemukakan beberapa saran yang ditujukan kepada warga masyarakat Taeh Baruah, kepada para pemerhati seni khususnya bidang musik tradisi, dan juga kepada pemerintah. 8.2.1 Saran kepada Masyarakat Taeh Baruah Kepada masyarakat Taeh Baruah dapat disampaikan 3 (tiga) buah saran sebagai berikut.
238
Pertama, masyarakat Taeh Baruah yang menjadi pendukung utama sekaligus pemilik seni musik saluang sirompak diharapkan agar senantiasa merawat dengan baik dan mempertahankan musik saluang sirompak ini serta menggunakan sesuai dengan peranan yang dianutnya secara selektif. Yang dimaksudkan ialah melihat kadar kesalahan dari orang yang akan diguna-gunai, jangan sampai orang yang sedikit kadar dosanya diberikan sanksi berat akibat dari Basirompak ini. Kedua, masyarakat Taeh Baruah agar senantiasa menjaga spiritualitas dari kegiatan Basirompak dan menjauhkannya dari upaya-upaya untuk menyalahgunakan spiritualitas Basirompak. Sesuai dengan kebiasaan yang telah ada, warga masyarakat hendaknya tetap memosisikan saluang sirompak sebagai musik yang tidak bisa dimainkan sembarangan. Ketiga, agar tidak terkesan menyeramkan, kiranya perlu diadakan pendalaman dan pendekatan melalui agama, agar tidak banyak menimbulkan banyak korban dari kegiatan Basirompak terebut. Dengan etika yang agamis, kesantunan akan terwujud, sehingga dalam berkomunikasi dapat bejalan secara kekeluargaan agar tidak menimbulkan sakit hati pihak lain yang mengakibatkan balas dendam dengan cara melakukan sajian Basirompak. Untuk kelanjutannya, apabila Basirompak tidak lagi disajikan, berarti dalam tingkat kesadaran dalam beragama lebih mendalam. 8.2.2 Saran Kepada Para Pemerhati Seni Musik Kepada para pemerhati musik, disampaikan 2 (dua) buah saran sebagai berikut.
239
Pertama, para pemerhati seni hendaknya senantiasa dapat membantu warga masyarakat Taeh Baruah dalam mempertahankan keberadaan saluang sirompak yang tergolong langka dengan cara mendokumentasikan repertoar lagu yang dimiliki oleh saluang sirompak. Dengan memanfaatkan sejumlah nara sumber yang masih ada, yang pada umumnya sudah lanjut usia, para pemerhati musik perlu segera merekam atau menotasi lagu saluang sirompak. Kedua, para pemerhati musik agar ikut menjaga tingkat spiritualitas dari saluang sirompak, serta menjauhkannya dari upaya-upaya warga masyarakat setempat untuk menyalahgunakannya. Sedapat mungkin, para pemerhati musik jangan sampai membiarkan penggunaan saluang sirompak itu keluar dari fungsi utamanya, yakni sebagai pengganti hukuman wanita yang bersalah (dalam kategori salah berat). Pada realitasnya para pelaku saluang sirompak melakukan negosiasi dengan konsumen yang bertujuan untuk mengetahui secara pasti tingkat kesalahan dari pihak yang akan diguna-gunai. 8.2.3 Saran kepada Pemerintah Daerah Kepada pemerintah daerah, khususnya Kabupaten Lima Puluh Koto, yang mengelola aktivitas seni dan budaya di wilayah ini, dapat disampaikan saran seperti di bawah ini. Pertama, Pemerintah Daerah Tingkat II Kabupaten Lima Puluh Koto beserta instansi-instansi yang membidangi seni dan budaya hendaknya ikut memberikan perlindungan formal terhadap para pelaku Basirompak yang ada di Taeh Baruah. Pemerintah Daerah patut senantiasa mengupayakan pelestarian dari saluang
240
sirompak itu dengan cara memfungsikannya sesuai dengan kebiasaan-kebiasaan yang berlaku di daerah setempat. Kedua, Pemerintah Daerah Tingkat II Kabupaten Lima Puluh Koto beserta instansi-instansi
yang
membidangi
seni
dan
budaya
hendaknya
dapat
menyosialisasikan betapa berbahayanya efek dari kegiatan Basirompak itu. Masyarakat di Taeh Baruah perlu diingatkan bahwa kehadiran saluang sirompak akan dapat menyempurnakan pelaksanaan beragama dengan baik. Dengan demikian, diharapkan masyarakat akan bisa lebih memahami betapa bahayanya jika berbuat tidak santun kepada siapa pun. Jika hal ini dapat diwujudkan maka akan terjadi suatu kegiatan yang tampil bukan lagi menyeramkan dan menggilakan orang, namun dapat dinikmati sebagai sebuah seni pertunjukan yang menghibur dan syarat akan petunjuk dalam kehidupan di dunia dan akhirat. Saran di atas disampaikan dengan harapan agar warga masyarakat Taeh Baruah, para pemerhati seni musik, dan Pemerintah Kabupaten Lima Puluh Koto jangan sampai mengabaikan keberadaan suatu jenis musik, baik yang memiliki daya spiritualitas maupun yang hanya sekedar untuk hiburan. Kurangnya perhatian terhadap saluang sirompak akan menyebabkan punahnya jenis musik yang tergolong langka ini. Apabila suatu seni pada umumnya dan khususnya saluang sirompak sampai mengalami kepunahan, bukan saja masyarakat desa Taeh Baruah atau Kabupaten Lima Puluh Koto yang akan kehilangan salah satu warisan seni dan budaya Minangkabau yang bernilai tinggi, masyarakat Sumatera Barat secara keseluruhan akan kehilangan salah satu warisan budaya musik yang tidak ternilai harganya. 241
DAFTAR PUSTAKA Abdul, T. 1987. Sejarah dan Masyarakat, Lintasan Historis di Minangkabau Jakarta: Firdaus. Abi bakar, S, dan I.M. Syatha. 2000. Missi Suci Para Sufi, terj. Djamaluddin AlBuny. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset. Ahmad, B. 1994. Islam dan Dialog Budaya. Jakarta: Swadaya. Al Asyqar, U. S. 2008. Rahasia Alam Jin dan Syaetan. Yogyakarta: Gala Ilmu Semesta Al-Jauziyah, I. Q. 1999. Roh. Jakarta: Pustaka Al Kautsar. Alfian, 1985. Persepsi Masyarakat Tentang Kebudayaan. Jakarta: PT. Gramedia. Al-Ghazali, I. 1997. Raudhah. Taman Jiwa Kaum Sufi. Terj. Mohammad Luqman Hakiem. Surabaya: Risalah Gusti. Al-Ghazali, I. 2000. Empat Puluh Prinsip dasar Agama. Jakarta: Pustaka Amami. Ali, Ch. 1979. Hukum Adat Minangkabau dalam Yurisprudensi Indonesia. Jakarta: Pradnya Paramita. Ali, M. 1987. Penelitian Kependidikan Prosedur dan Strategi. Bandung: Angkasa. Amir MS. 1999. Adat Minangkabau Pola dan Tujuan Hidup Orang Minang. Jakarta: PT. Mutiara Sumber Wijaya. An-Na’im, A. A. 2004. Dekontruksi Sariah. Yogyakarta: LKiS Andriessen, H. 1983. Musik Pandangan dan Renungan. Jakarta: Cipta Karya. Anshari, E. S. 1987. Ilmu, Filsafat dan Agama. Surabaya: PT. Bina Ilmu. Arifin Adam, B. 1980. Saluang dan Dendang. ASKI Padang Panjang: Proyek Pengembangan Institut Kesenian Indonesia. Arthur S., Nalan. 1996. Manusia Dalam Seni Pertunjukan. Bandung: STSI Press. Asy’arie, M. 1999. Filsafat Islam Tentang Kebudayaan. Yogyakarta: LESFI. Batuah, A. D. 1956. Tambo Minangkabau. Jakarta: Balai Pustaka
242
Banu, P. 2003. Kamus Musik. Yogyakarta: Kanisius Badan Perencanaan Pembangunan Tingkat I Sumatera Barat. 1996. Kiprah Pembangunan Sumatera Barat: Padang: BPP Tk. I Sumbar. Berry, D. 1981. Pokok-Pokok Pikiran Sosiologi. Jakarta: Rajawali. Bramantyo, T. 1999. Antropologi Musik. Yogyakarta: ISI Yogyakarta. Brandon, J. R. 1989. Seni Pertunjuakan di Asia Tenggara (terj). RM. Soedarsono. Yogyakarta: ISI Yogyakarta. Brown, A.R. R. 1952. Structure and Function in Primitive Society New York: The Free Press. Daeng, Hans J. 2000. Manusia Kebudayaan dan Lingkungan Tinjauan Antropologis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Daudy, A. 1983. Allah dan Manusia dalam Konsepsi Syeikh Nuruddin ar- Raniri. Jakarta: CV. Rajawali. Departemen Agama. 1976. Al-Qur’an dan Terjemahannya. Jakarta: PT. Bumi Restu. Departemen Agama. 1985. Al-Qur’an dan Terjemahannya. Jakarta : Departeman Agama Republik Indonesia. Departemen Agama. 1998. Al-Qur’an dan Terjemahannya Dengan Transliterasi Arab-Latin. Semarang: PT Karya Toha Putra Departemen Agama. 1989. Al-Qur’an dan Terjemahannya. Jakarta: Toha Putra Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1995. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Desfina. 1988. “Tari Sirompak Perubahan Fungsinya dari Magi ke Hiburan Serta Gunanya”. Skripsi S1 ISI Yogyakarta. Dewitt, H. P. 1980. Dasar-Dasar Estetika Terjemahan Gendon Humardani. Surakarta: Proyek Pengembangan IKI. Dirajo, D. S. 1987. Curaian Adat Ala Minangkabau. Indonesia.
Bukit Tinggi: Pustaka
Dirdjosisworo, S. 1985. Azas-Azas Sosiologi. Bandung: Ariko. 243
Djaelani, A. Q. 1996. Koreksi Terhadap Ajaran Tasawuf. Jakarta: Gema Insani Perss. Djohan. 2005. Psikologi Musik. Ed. A. Supratiknya. Yogyakarta: Buku Baik. Dobin, C. 1992. Kebangkitan Islam dalam Petani Yang Sedang Berubah Sumatera Tengah 1784 – 1847. (terj). Lilian D. Tedjakusudhana. Jakarta: INIS. Dt. Rajo Penghulu, I. H. 1994. 1000 Petatah-Petitih Mamang-Bidal- PantunGurindam Bidang Sosial Budaya, Ekonomi, Politik-Hukum, dan Agama di Minangkabau. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya. Dt. Rajo Penghulu, I. H. 1994. Rangkaian Mustika Adat Basandi Sarak di Minangkabau. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya. Dt. Rajo Penghulu, I. H. 1997. Pokok-Pokok Pengetahuan Adat Minangkabau. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya. Dt. Rajo Penghulu, I. H. 1997. Pegangan Penghulu Bundo Kanduang dan Pidato Alua Pasambahan Adat di Minangkabau. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya. Endraswara, S. 2003. Mistik Kejawen Sinkretisme, Simbolisme dan Sufisme Dalam Budaya Spiritualitas Jawa. Yogyakarta: Narasi. Encyclopaedie, V. N. O. I. 1982. Catatan-Catatan tentang Minangkabau Terj. Nila Kusuma. Padang Museum Negeri Adtyawarman. Esten, M. 1993. Minangkabau Tradisi dan Perubahan. Padang: Angkasa Raya. Fathudien, U, 1980. Development of Islam in Indonesia. The Office Islamic Information Service. Jakarta: The Ministry of Religius Affair the RI. Featherstone, M. 2001. Postmodernisme dan Budaya Konsumen. Terj. Misbah Zulfa Elizabeth. Yogyakarta: Pelajar Offset. Fernandez, SVD. S. O. 1990. Citra Manusia Budaya Timur dan Barat. Yogyakarta: Nusa Indah. Fontaine, P. 1967. Basic Formal Structures in Music.New York: Appleton Century Crofts.
Gazalba, S. 1962. Mesjid Pusat Ibadat. dan Kebudayaan Islam. Jakarta: Pustaka Antara. 244
Gazalba, S. 1988. Islam dan Kesenian: Relevansi dengan Seni Budaya Karya Manusia. Jakarta: Pustaka Al Husna. Gie, T. L. 1976. Garis Besar Estetika (Filsafat Keindahan).Yogyakarta: Karya. Hadi, W.M. A. 2001. Tasawuf Yang Tertindas: Kajian Hermeunetik Terhadap Karya-Karya Hamzah Fansuri. Jakarta: Paramadina. Hadi, W.M. A. 2004. Hermeneutika, Estetika, dan Religiusitas Esai-esai Sastra Sufistik dan Seni Rupa. Yogyakarta: Mahatari. Hadi, Y. S. 2000. Seni dalam Ritual Agama. Yogyakarta : Tarawang Press. Hamka. 1984. Islam dan Adat Minangkabau. Jakarta: Pustaka Panji Mas. Hamka. 1985. Islam dan Adat Minangkabau. Jakarta: Kardera Grafika. Hamka. 1990. Tasawuf Modern. Jakarta: Pustaka Panji Mas. Hauser, A. 1982. The Sociology of Art. Chicago and London. University of Chicago Press. Hartoko, D. 1984. Manusia dan Seni. Yogyakarta: Kanisius. Herusatoto, B. 1985. Simbolis Dalam Budaya Jawa. Yogyakarta: Hanindita. Hoerip, S, Ed., 1982. Sejumlah Masalah Sastra. Jakarta: Sinar Harapan. Hoesin, O. A. 1975. Kultur Islam: Sejarah Perkembangan Kebudayaan Islam dan Pengaruhnya Dalam Dunia Internasional. Jakarta: Bulan Bintang. Hoessein N, S. 1987. Spiritualitas dan Seni Islam. Bandung: Mizan. Holt, C.1999. Melacak Jejak Perkembangan Seni di Indonesia. Terj. Soedarsono. Bandung: MSPI. Horton, P. B., Ch. L. H. 1999. Sosiologi. Jld. 1. Terj. Aminuddin Ram & Tita Sobari. Jakarta: Erlangga. Horton, P. B., Ch. L. H. 1992. Sosiologi. Jld. 2. Terj. Aminuddin Ram & Tita Sobari. Jakarta: Erlangga. Horton, P. B., Ch. L. H. 1988. Mustika Adat Alam Minangkabau. Bukit Tinggi: Pustaka Indonesia. Hutomo, P. 1953. Kebudayaan Hindu di Indonesia. Djakarta: t.p. 245
Ibrahim, A. 1986. Arti Lambang dan Fungsi Tata Rias Pengantin Dalam Menanamkan Nilai-Nilai Budaya Propinsi Sumatera Barat. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan: Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan daerah. Ihromi, T.O. 1999. Pokok-Pokok Antropologi Budaya. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Ikhwan, N. 2002. “Saluang Sirompak Dalam Budaya Minangkabau Dalam Perspektif Kajian Budaya”. Tesis. Denpasar: UNUD Jamal, M. 1985. Manyigi Tambo Alam Minangkabau (Studi Perbandingan Sejarah). Bukit Tinggi: CV. Tropic. Kalabadzi, A. B. M. 1985. Ajaran-Ajaran Sufi. Bandung: Pustaka. Kaplan, D., A. A. M. 1999. Teori Budaya, terj. Landung Simatupang. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Kartodirdjo, S. 1993. Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metodologi Sejarah. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Kennan, K. W.1962. Orchestration. New York: Englewood Cliffs. King, R. 2001. Agama, Orientalisme, dan Postkolonialisme: Sebuah Kajian Tentang Perselingkahan Antara Rasionalitas dan Mistik. terj. Agung prihantoro. Yogyakarta: Adipura. Koentjaraningrat. 1974. Kebudayaan Mentalitet dan Pembangunan. Jakarta: PT. Gramedia. Koentjaraningrat. 1987. Sejarah Teori Antropologi. Jld. I. Jakarta: UI Press. Koentjaraningrat. 1990. Sejarah Teori Antropologi. Jld. II. Jakarta: UI Press. Koentjaraningrat. 1995. Manuisa dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta: Djambatan. Kuntowijoyo. 1987. Budaya dan Masyarakat. Yogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogya. Langer, S. K. 1988. Problema Seni. terj. FX. Widaryanto. Bandung: ASTI. Leaman, O. 2005. Menafsirkan Seni Dan Keindahan Estetika Islam. Seri fisafat Islam. Bandung: Mizan Media Utama (MMU). 246
Levi-Strauss, C. 1997. Mitos, Dukun & Sihir. terj. Agus Cremes & John de Santo. Yogyakarta: Kanisius. Levi-Strauss, C. 2000. Ras & Sejarah. Terj. Nasrullah Ompu Bana. Yogyakarta: LKIS. Liliweri, A. 2007. Makna Budaya Dalam Komunikasi Dalam Budaya. Yogyakarta: LkiS. Lubis, A. Y. 2004. Setelah Kebenaran Dan Kepastian Dihancurkan, Masih Adakah Tempat Berpijak Bagi Ilmuwan, Sebuah Uraian Filsafat Ilmu Pengetahuan Kaum Posmodernis. dalam Kartika, G.D., (edt) Bogor: Akademia Malinowski, B. 1983. Dinamika Bagi Perubahan Budaya: Satu Penyiasatan Mengenai Perhubungan Ras di Afrika. Malaysia: Dewan Bahasa dan Pustaka Kementrian Pelajaran Malaysia Manan, I. 1995. Birokrasi Modern dan Otoritas Tradisional di Minangkabau (Nagari dan Desa di Minangkabau). Padang: Yayasan Pengkajian Kebudayaan Minangkabau. Manggis, R. M. Dt. R. P. 1971. Minangkabau, Sejarah Ringkas Dan Adatnya. Padang: Sridharma Mardimin, J. 1994. Jangan Tangisi Tradisi: Transformasi Budaya Menuju Masyarakat Indonesia Modern. Yogyakarta: Kanisius. Martamin, M. 1978. Sejarah Sumatera Barat. Jakarta: Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan. Marzam. 2002. BASIROMPAK Transformasi Aktivitas Ritual Magis Menuju Seni Pertunjukan. Yogyakarta: KEPEL Press kerjasama dengan Yayasan Adikarya IKAPI dan Ford Foundation Maududi, A. A. 1984. Dasar-Dasar Islam. Bandung: Pustaka. Merriam, A. P. 1980. The Antropology of Music. Northwestern: University Press. Miles, M. B. dan A.M.H., 1992. Analitis Data Kualitatif. Jakarta: UI Pers. Moleong, L. J. 1989. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Rosdakarya. Muhadjir, N. 1989. Metodologi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Rake Sarasin. 247
Muhadjir, N. 2000. Metode Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Rake Sarasisn. Muhadjir, N. 2002. Metode Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Rake Sarasisn. Muhni, Dj. A. 1994. Moral dan Religi Menurut Emile Durkheim & Hendri Bergson. Yogyakarta: Kanisius. Muthahhari, M. 1992. Perspektif Al-Qur'an Tentang Manusia dan Agama. Bandung: Mizan. Mulyadi K.S. 1988. Tari Sirompak di Koto Tangah Simalanggang, Kecamatan Payakumbuh. Padang Panjang: ASKI. Naim, M. 1984. Merantau Pola Migrasi Suku Minangkabau. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Nasroen. M.1971. Dasar Falsafah Adat Minangkabau. Djakarta: Bulan Bintang. Nasution, H. 1978. Filsafat dan Mistisisme Dalam Islam. Jakarta: Bulan Bintang. Nasution, H. 1986. Teologi Islam: Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan. Jakarta: UI-Press. Navis, A.A. 1984. Alam Terkembang Jadi Guru, Adat dan Kebudayaan Minangkabau. Jakarta: Grafic Pers Nettl, B. 1964. Theory and Limited.
Method in Ethnomusicology. London: Macmillan
Nicholson, R. A. 1998. Mistik Dalam Islam. terj. Tim Penerjemah. Jakarta: Bumi Aksara. Pane, S. t.t. Indonesia Sepandjang Masa. Djakarta: Balai Pustaka. Paz, O.1997. Levi-Strauss Empu Antropologi Struktural. Terj. Landung Simatupang. Yogyakarta: LKIS. Pelto, P. J. P. G. H. 1989. Penyelidikan Antropologi. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pusaka. Peursen, C.A. V., 1990 Fakta, Nilai, Peristiwa: Tentang Hubungan Ilmu Pengetahuan dengan Etika. Terj. A. Sonny Keraf. Jakarta : PT Gramedia Piaget, J. 1995. Strukturalisme. terj. Hermoyo. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Piliang, Y.A., 2003. Hipersemiotika Tafsir Cultural Studies Atas Matinya 248
Makna.Yogyakarta: Jalasutera. Piliang, Y.A., 2003. Hiper-Moralitas Mengadili Bayang-bayang. Yogyakarta: Penerbit Belukar. Piliang, Y.A., 2003. Hantu-hantu Politik dan Matinya Sosial. Solo: Tiga Serangkai Piliang, Y.A., 2004. Posrealitas: Realitas Kebudayaan dalam Era Posmetafisika. Yogyakarta: Jalasutra. Piliang, Y.A., 2004. Dunia yang Dilipat: Tamasya Melampaui Batas-batas Kebudayaan. Yogyakarta: Jalasutra. Piliang, Y.A., 2004. ”Semiotika Sebagai Metode Dalam Penelitian Desain” dalam Semiotika Budaya. Penyunting Christomy dan Untung Yuwono. Depok: Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Budaya, Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat Universitas Indonesia. Piliang, Y.A., 2004. Posrealitas, Realitas Kebudayaan dalam Era Posmetafisika. Bandung: Jalasutra. Poloma, M. M. 2000. Sosiologi Kontemporer. Tim Penerj. Yasogama. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Poedjawijatna, 1980 Pembimbing ke aras Alam Filsafat, Jakarta:Pembangunan Pritchard, E.E. E. 1984. Teori-Teori Tentang Agama Primitif. Jakarta: PT. Djaya Pirusa. Qardawy, Y. 1998. Pengobatan Spiritualitas Tinjauan Islam. Jakarta Robbani Press. Radjab, M. 1969. Sistem Kekerabatan di Minangkabau. Padang: Center for Minangkabau Studies Press. Rai Sudhartha, Tj. 1993. Kebudayaan Kepribadian Bangsa. Denpasar: PT. Upada Sastra. Rajantheran, M. 1999. Sejarah Melayu: Kesan Hubungan Kebudayaan Melayu dan India. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka. Rizaldi. 1979. Saluang Sirompak di Kenagarian Tareh Baruah dalam Kecamatan Payakumbuh. Padang Panjang: ASKI Sabana, S. 2002. Spiritualitas Dalam Seni Rupa Kontemporer Di Asia Tenggara: Indonesia, Malaysia, Thailand, Dan Philipina Sebagai Wilayah 249
Kajian. Bandung: ITB. Sabiq, S. 1999. Aqidah Islam (Ilmu Tauhid). terj. Moh. Abdai Rathomy. Bandung: CV. Diponegoro. Sachari, A. 2002. Estetika Makna, Simbol dan Daya. Bandung: ITB. Salmadanis dan Duski S. 2003. Adat Basandi Syarak, Nilai dan Aplikasinya Menuju Kembali ke Nagari dan Surau. Jakarta: Kartina Insan Lestari Santoso, R, 2003. Semiotika Sosial Pandangan Terhadap Bahasa. Surabaya: Pustaka Eureka Schehner, R. 1988. Reformance Theory. New York: Routledge. Sedyawati, E.1981. Pertumbuhan Seni Pertunjukan. Jakarta: Sinar Harapan. Sedyawati, E. 1993. Seni Pertunjukan Indonesia. Surakarta: Jurnal MMI. Shadily, H. 1993. Sosiologi Untuk Masyarakat Indonesia. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Siagian, R. 1992. Etnomusikologi, Definisi dan Perkembangan-nya. Surakarta: YMMI. Sobary M. 1997. Fenomena Dukun Dalam Budaya Kita. Jakarta: PT. Pustaka Firdaus. Sobur, A., 2003. Semiotika Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Soelaiman, M. M.1998. Dinamika Masyarakat Transisi: Mencari Alternatif Teori Sosiologi dan Arah Perobahan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Soekanto, S. 1986. Talcott Parsons Fungsionalisme Imperatif. Jakarta: Rajawali. Soekanto, S.1984. Teori Sosiologi Tentang Perubahan Sosial. Jakarta: Ghalia Indonesia. Steward, J. 1995. Theory of Culture Change. Urbana: University of Illionis Press.
Subarna, A. D. 1995. Islam dan Kesenian. Majelis Kebudayaan Muhammadiyah Universitas Ahmad Dahlan Lembaga Litbang PP Muhammadiyah. Sumaryono, 1993. Sebuah Metode Filsafat. Yogyakarta: Kanisius. Suryabrata, S. 1998. Psikologi Kepribadian. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 250
Sutrisno, M & Christ V. H. 1994. Estetika Filsafat Keindahan. Yogyakarta: Kanisius. Syauqi N, R. 2000. Metodologi Psikologi Islami. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Sztompka, P. 2007. Sosiologi Perubahan Sosial. Jakarta: Pradana Media Grup. Toeah, H. Dt. 1985. Tambo Alam Minangkabau. Bukit Tinggi: Pustaka Indonesia. Turner, A. 1993. Musik Masyarakat Petalangan Riau. Jakarta: Jurnal Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia, Gramedia Widiasa-rana Indonesia. Turner, B. 2000. Teori-Tori Sosiologi Modernitas Posmodernitas. terj. Imam Baehaki & Ahmad Baidlowi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset. Turner, V. 1982. The Forest of Simbols Aspects of Ndembu Ritual. London: Cornell University Press. Watik P, A. 1986. Islam, Etika, dan Kesehatan: Sumbangan Islam Dalam Menghadapi Problema Kesehatan Indonesia Tahun 2000-an. Jakarta: CV. Rajawali Warhat, Z. 1993. “Lagu Sirompak Pada Masyarakat Kanagarian Taeh Baruah, Kecamatan Taeh Baruah, Kecamatan Payakumbuh, Sumatera Barat : Suatu Studi Kasus Musik dan Geseran Konteks Sosio-Budaya”. Skripsi S1. Padang Panjang: ASKI Winangun, Y.W. W. 1990. Masyarakat Bebas Struktur Liminalitas dan komunitas Menurut Victor Turner. Yogyakarta: Kanisius. Wolff, J. 1993. The Social Production of Art. New York: New York University Press. Yakub, Dt. B. N. 1987. Minangkabau Tanah Pusaka., jilid. 1. Bukit Tinggi: Pustaka Indonesia. Yakub, Dt. B. N. 1989. Minangkabau Tanah Pusaka jilid. 2. Bukit Tinggi: Pustaka Indonesia. Yakub, Dt. B. N. 1991. Minangkabau Tanah Pusaka jilid. 3. Bukit Tinggi: Pustaka Indonesia. Yuniarti. 1991. “Studi Tentang Struktur Musikal Musik Sirompak”. (skripsi). Surakarta: STSI. Yunus, G. 1992. Status Seni Pertunjukan Tradisonal Dalam Pandangan Masyarakat 251
Minangkabau (Kasus: Seni Pertunjukan Saluang dendang dan Para Musisinya di Mata Masyarakat). Jurnal MSPI dan STSI, Surakarta: Surakarta Press. Yustiono. 1993. Islam dan Kebudayaan Indonesia: Dulu, Kini dan Esok. Jakarta: Yayasan Festival Istiqlal. Zahri, M. 1976. Kunci Memahami Ilmu Tasawuf. Surabaya: PT. Bina Ilmu. Zamzamah, S. 2000. Semiotika Dalam Berkala. Tonil Volume 1, Nomor 1, Yogyakarta.
252
WEBTOGRAFI http://afikriakbarhofa.blogspot.com/2012/02/menghitungnilai-frekuensi-nadanada.html http://limapuluhkotakab.bps.go.id/web/images/publikasi/2012/stada_pyk/files/search/ searchtext.xml http://www.limapuluhkota.go.id/index.php?mod=content&act=static&id=45&menu_ id=61
253
DAFTAR INFORMAN 1. Nama
: M. Mucthar Dt. Ajo Marajo
Umur
: 85 tahun (Almarhum Tanggal 20 Juni 2011)
Pekerjaan
: Wira swata (kusir delman)
Status Sosial
: Penghulu, dukun sirompak, penari
Alamat
: Desa Taeh Baruah, Kecamatan Payakumbuh, Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat
2. Nama
: Sayute
Umur
: 60 tahun
Pekerjaan
: Petani
Status Sosial
: Generasi ketiga (Putra M. Muchtar Datuk Ajo Marajo)
Alamat
: Desa Taeh Baruah, Kecamatan Payakumbuh, Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat
3. Nama
: Erianto
Umur
: 60 tahun
Pekerjaan
: Petani
Status Sosial
: Pemain gasian tangkurak
Alamat
: Desa Taeh Baruah, Kecamatan Payakumbuh, Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat
254
4. Nama
: Agus
Umur
: 55 tahun
Pekerjaan
: Wira Swata
Status Sosial
: pemain Saluang sirompak
Alamat
: Desa Taeh Baruah, Kecamatan Payakumbuh, Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat
5. Nama
: Nizami, BA.
Umur
: 75 tahun
Pekerjaan
: Pensiunan PNS
Status Sosial
: Budayawan, musisi
Alamat
: Desa Taeh Baruah, Kecamatan Payakumbuh, Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat
6. Nama
: Ammar I A Datuk Basa Nan Tinggi
Umur
: 64 tahun
Pekerjaan
: Ketua kerapatan adat nagari
Status Sosial
: Penasihat adat dan sarak
Alamat
: Desa Sumpu, Kec. Ombilin, Kab. Tanah Datar, Sumatera Barat.
255
7. Nama
: Elmizarlis
Umur
: 62 tahun
Pekerjaan
: Petani
Status Sosial
: Pemain Saluang Sirompak
Alamat
: Desa Taeh Baruah, Kecamatan Payakumbuh, Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat
256
LAMPIRAN- LAMPIRAN LAMPIRAN 1 Photo pelaku Basirompak Photo 1, M. Muchtar Datuk Ajo Marajo
Foto dokumen Nil Ikhwan Juni 2008 Photo 2, Sayute dengan Peneliti
257
Foto dokumen Nil Ikhwan 14 Juni 2013 Photo 3, Erianto dengan Peneliti
Foto dokumen Nil Ikhwan 14 Juni 2013 Photo 4, Elmizarlis dengan Peneliti
Foto dokumen Nil Ikhwan 14 Juni 2013
258
Photo 5, Agus
Foto dokumen Nil Ikhwan Juni 2008 Photo 6, Endarwasih (Hen) dengan Peneliti
Foto dokumen Nil Ikhwan 14 Juni 2013 259
LAMPIRAN 2 Nama-nama korban kegiatan Basirompak (Untuk menjaga ketersinggungan dari pihak korban nama-nama korban disamarkan) 1. Eni, dari Taeh Padang Pari Panjang, umur kena 17 tahun, sekarang umur 50 tahun 2. Ani, dari Koto, umur kena 19 tahun, sekarang umur 56 tahun 3. Maenah, dari Koto, umur kena 17 tahun, sekarang umur 60 tahun 4. Neno, dari Simalanggang, umur kena 18 tahun, sekarang umur 60 tahun 5. Nema, dari Kubu Gadang, umur kena 18 tahun, sekarang umur 70 tahun 6. Nita, dari Taeh Bukik, umur kena 18 tahun, sekarang umur 80 tahun 7. Neli, dari Mungka, umur kena 18 tahun, sekarang umur 80 tahun
260