BAB VIII SIMPULAN DAN SARAN 8.1 Simpulan Berdasarkan tujuan penelitian yang ingin dicapai dan hipotesis yang diajukan serta fakta-fakta kebahasaan yang telah dipaparkan pada bab-bab sebelumnya, simpulan hasil penelitian ini dapat diperinci sebagai berikut. 1. Berdasarkan
perhitungan
kuantitatif
dengan
memanfaatkan
analisis
leksikostatistik ditemukan sebelas isolek di Pulau Pantar, dua isolek di Pulau Pura dan dua isolek di Flores Timur. Isolek di Pulau Pantar sembilan isolek berstatus bahasa yakni bahasa Modebur, bahasa Kaera, bahasa Teiwa, bahasa Baranusa, bahasa Alor/Munaseli/Helangndohi, bahasa Deing, bahasa Klamu, bahasa Klong, bahasa Blagar, sedangkan dua isolek yakni Mauta dan Lamma merupakan beda dialek. Isolek Mauta dan Lamma disebut dengan bahasa Mauta/Lamma sehingga bahasa yang ada di Pulau Pantar berjumlah sepuluh bahasa. Isolek di Pulau Pura yakni Pura dan Retta berstatus sebagai bahasa, begitu pula isolek yang berada di Flores Timur yakni isolek Kedang dan lamaholot berstatus beda bahasa. Dari sepuluh bahasa yang ada di Pulau Pantar, delapan bahasa diidentifikasi sebagai kelompok bahasa nonAustronesia yaitu Modebur, bahasa Kaera, bahasa Teiwa, bahasa Baranusa, bahasa Alor/Munaseli/Helangndohi, bahasa Deing, bahasa Klamu, bahasa Klong, bahasa Blagar bahasa
sedangkan dua bahasa yakni bahasa Baranusa dan
Alor/Munaseli/Helangndohi
diidentifikasikan
sebagai
bahasa
Austronesia. Selanjutnya dari delapan bahasa non-Austonesia tersebut ditemukan tiga bahasa yang berkerabat erat yakni bahasa Modebur (Md),
303
304
bahasa Kaera (Kr), dan bahasa Teiwa (Tw) . Bahasa Md tampaknya lebih dekat dengan bahasa Kr dibandingkan dengan bahasa Tw. Secara kuantitatif ketiga bahasa ini membentuk pola hubungan dwipilah. Dengan demikian, maka secara kuantitatif bahasa Md dan Kr merupakan satu subkelompok sedangkan Tw merupakan kelompok tersendiri. Selanjutnya berdasarkan deskripsi secara kualitatif
ketiga bahasa yang berkerabat (Md, Kr, Tw)
tersebut dapat dianalisis berdasarkan bukti penyatu dan pemisah baik secara fonologis maupun secara leksikal. Bukti penyatu kelompok (Md, Kr, Tw) yakni ditemukannya fonem /χ/. Fonem ini tidak ditemukan pada bahasabahasa lain yang ada disekitarnya. Bukti pemisah antara subkelompok Md dan Kr dengan kelompok Tw adalah pada MdKr ditemukan fonem /j/ sedangkan Tw tidak ditemukan fonem /j/. Begitu pula dengan fonem /f/ dan /y/ hanya ditemukan pada Tw sedangkan pada MdKr tidak ditemukan. Berdasarkan hal tersebut di atas, analisis kualitatif antara bahasa Md, bahasa Kr, dan bahasa Tw membentuk pola dwipilah yaitu Md dan Kr satu subkelompok sedangkan Tw satu kelompok tersendiri. Dengan demikian, analisis kuantitatif dan kualitatif saling mendukung. 2. Berdasarkan deksripsi fonologis dan leksikon ditemukan bahwa bahasa Md dan bahasa Kr memiliki lima buah fonem vokal yaitu /i/, /u/, /a/, /o/, /u/ dan memiliki 16 buah fonem konsonan. Keenambelas fonem tersebut ada yang berdistribusi lengkap yaitu berada pada posisi awal kata (initial), posisi tengah kata (medial), dan posisi akhir kata (final), ada yang hanya berdistribusi pada awal dan tengah saja, dan adapula yang hanya berdistribusdi pada tengan akhir
305
saja. Fonem konsonan yang berdistribusi lengkap adalah /p/, /b/, /m/, /t/, /d/, /n/, /s/, /l/, /r/, /k/, /χ/ /g/, yang berdistribusi awal dan tengah saja yakni /j/, /h/, /w/, yang berdistribusi tengah dan akhir saja yakni /ŋ/, sedangkan bahasa Tw memiliki lima buah fonem vokal yaitu /i/, /u/, /a/, /o/, /u/ dan memiliki 17 buah fonem konsonan. Keenambelas fonem tersebut ada yang berdistribusi lengkap yaitu berada pada posisi awal kata (inisial), posisi tengah kata (medial), dan posisi akhir kata (final), ada yang hanya berdistribusi pada awal dan tengah saja, dan adapula yang hanya berdistribusdi pada tengan akhir saja. Fonem konsonan yang berdistribusi lengkap adalah / b, m, p, w, f, d, y, r, n, t, l, s, g, η, k, χ, h/.yang berdistribusi awal dan tengah saja yakni /y/, /h/, /w/, yang berdistribusi tengah dan akhir saja yakni /ŋ 3. Rekonstruksi dilakukan sebanyak dua tahap. Tahap pertama adalah rekonstruksi Modebur dan Kaera. Hasilnya adalah ditemukan lima buah vokal, yakni *i, *u, *e, *o, dan *a yang semuanya dapat berdistribusi lengkap dan ditemukan delapan belas konsonan. Kedelapan belas konsonan tersebut yang berdistribusi lengkap, yaitu *b, *p, *m, *d, *t, *s, *r, *n, *l, *k, *g, *χ. Adapun konsonan-konsonan yang berdistribusi hanya pada awal kata dan tengah kata adalah *w, *j, *h, *K. Konsonan-konsonan yang berdistribusi tengah dan akhir, yaitu *ŋ, sedangkan yang berdistribusi hanya akhir kata adalah *N. Tahap kedua, setelah ditentukan proto MdKr lalu dilanjutkan dengan penentuan proto MdKrTw ditemukan lima buah vokal, yaitu *i, *e, *a, *o, *u, yang semuanya berdistribusi lengkap dan enam belas konsonan. Konsonan-konsonan yang berdistribusi lengkap *b, *p, *m *d, *t,*s *n *r, *l,
306
*g, *k, *χ, konsonan-konsonan yang berdistribusi hanya diawal dan di tengah adalah *w, *j, *h,
dan yang hanya berdistribusi di tengah dan di akhir kata
adalah *ŋ. Dalam proses rekonstruksi ditemukan pula wujud pemantulan bunyi PMdKrTw ke dalam bunyi PMdKr, sedangkan pada Tw terdapat beberapa perubahan bunyi. Perubahan bunyi itu dapat dilihat berikut ini a) PMdKrTw *i
b) PMdKrTw *u
c) PMdKrTw *e
d) PMdKrTw *a
e) PMdKrTw *b
i
semua posisi setiap bahasa turunan.
a/-#
teratur pada akhir kata dalam Tw
a/#-#
teratur pada tengah kata dalam Tw
u
semua posisi setiap bahasa turunan
-a-/#-#
teratur pada tengah kata dalam Tw
-a/-#
teratur pada akhir kata dalam Tw
-i-/#-#
teratur pada tengah kata dalam Tw
-o-/#-#
teratur pada tengah kata dalam Tw
e
pada setiap bahasa turunan dalam Tw
a/#-#
secara tidak teratur dalam Tw
a
semua posisi setiap bahasa turunan
e/#-#
secara tidak teratur dalam Tw
u/#-#
secara tidak teratur dalam Tw
o/#-# dan -#
secara tidak teratur dalam Tw
b
pada setia bahasa turunan dalam Tw
f/#-# dan -#
secara teratur dalam Tw
307
f) PMdKrTw *p
g) PMdKrTw *w
h) PMdKrTw *d
i) PMdKrTw *l
j) PMdKrTw *j
k) PMdKrTw *g
l) PMdKrTw *k
m) PMdKrTw *χ
n) PMdKrTw *ŋ
p
pada setia bahasa turunan
f/#- #-# dan -#
secara teratur dalam Tw
w
pada setiap bahasa turunan
f/#-, #-#,
berubah secara teratur dalam Tw
d
pada setiap bahasa turunan
r/#-# dan -#
secara tidak teratur dalam Tw
l
pada setiap bahasa turunan
r/#-# dan -#
secara tidak teratur dalam Tw
j
pada setiap bahasa turunan
y/#- dan #-#
secara teratur dalam Tw
g
pada setiap bahasa turunan
χ/#-, #-# dan -#
secara tidak teratur dalam Tw
k
pada setiap bahasa turunan
χ/#- #-# dan -#
secara tidak teratur dalam Tw
χ
pada setiap bahasa turunan
k/#-# dan -#
secara tidak teratur dalam Tw
ŋ
pada setiap bahasa turunan
n/-#
secara tidak teratur dalam Tw
Wujud protobahasa MdKrTw secara leksikal dapat dilihat pada lampiran 2 disertasi ini. 4. Ditemukannya sejumlah kemiripan antara bahasa-bahasa Modebur, Kaera, dan Teiwa yang digolongkan ke dalam kelompok bahasa non-Austronesia dengan bahasa-bahasa kelompok Austronesia yaitu bahasa Lamaholot dan Kedang
308
disebabkan letaknya yang berdekatan. Selain itu, penggunaan
bahasa
Indonesia di Pulau Pantar sangat tinggi sehingga tidak menutup kemungkinan akan terjadi kontak bahasa yang mempengaruhi para penutur dalam menuturkan bahasa mereka.
8.2 Saran 1) Penelitian linguistik historis komparatif terhadap bahasa Md, Kr, dan Tw ini hanya terbatas pada aspek fonologi dan leksikal. Aspek kebahasaan lainnya, seperti aspek morfologi, sintaksis, dan semantik
belum dikaji dalam
penelitian ini. Oleh karena itu, disarankan ada penelitian lebih lanjut terhadap ketiga aspek kebahasaan tersebut agar pembuktian terhadap relasi kekerabatan bahasa-bahasa itu menjadi lebih jelas dan akurat. 2) Sepanjang dokumen dan publikasi yang ditemukan, penelitian relasi kekerabatan bahasa Md, Kr, dan Tw termasuk penelitian awal yang memadukan data kuantitatif dan data kualitatif terhadap penelitian historis komparatif bahasa-bahasa NAN di kawasan tersebut. Oleh karena itu, penelitian yang lebih luas dan mendalam dengan menggabungkan data kuantitatif dan kualitatif sangat diperlukan untuk menemukan protobahasa NAN di kawasan itu. Argumentasinya adalah kawasan tersebut seperti bahasabahasa kelompok Timor-Alor-Pantar dan bahasa-bahasa di kawasan Kepala Burung serta bahasa di Papua merupakan kawasan pertemuan bahasa AN dan NAN yang menyimpan kekayaan fenomena bahasa dan budaya yang beraneka ragam. Kawasan tersebut menyimpan potensi besar aspek budaya dan bahasa yang terus berinteraksi dan berkembang secara
dinamis. Oleh karena itu,
309
sangat diperlukan protobahasa NAN sebagai acuan dalam penelitian lanjutan di kawasan itu. 3) Harus diakui bahwa upaya pemerintah dalam membina dan mengembangkan bahasa Indonesia melalui pemasyarakatan bahasa Indonesia sampai ke pelosok telah menampakkan hasilnya. Oleh karena itu, patut pula diwaspadai bahwa upaya pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia jangan sampai berimplikasi terhadap terjadinya pengikisan yang bermuara pada hilangnya identitas hakiki bahasa-bahasa daerah itu yang dikhawatirkan akan berujung pada kemungkinan adanya kepunahan terhadap eksistensi bahasa-bahasa daerah kecil di Indonesia. 4) Bahasa Md, Kr, dan Tw telah terbukti memiliki hubungan kekerabatan yang erat di antaranya. Tingkat keeratan pola hubungan kekerabatan kelompok bahasa-bahasa
tertentu
sesungguhnya
mencerminkan
pula
fakta-fakta
kesejarahan tingkat keeratan hubungan masyarakat etnik pemakai dan pemilik bahasa-bahasa yang berkerabat itu. Sepanjang pengalaman dan dokumen yang ditemukan, hasil-hasil penelitian linguistik historis komparatif sangat langka dimanfaatkan sebagai acuan yang bersifat aplikatif untuk membangun kembali rasa persatuan dan kesatuan masyarakat pemakainya serta hubungan diplomatik antarnegara. 5) Pengamatan terhadap hubungan antarsubkelompok bahasa peringkat yang lebih rendah dan keterkaitannya dengan bahasa di Pulau Pantar memerlukan studi yang mendalam, baik kelompok Austronesia maupun non Austronesia,
310
misalnya bahasa Baranusa yang ada di Pulau Pantar dengan bahasa Lamaholot yang ada di Pulau Flores. 6) Untuk memperkuat hasil penelitian mengenai pengelompokan bahasa-bahasa di Pulau Pantar yang ditentukan berdasarkan analisis pada tataran fonologi dan leksikon dalam penelitian ini maka sangat perlu diadakan penelitian yang lebih mendalam pada tataran semantik.