Pedoman Teknis P2KP II
Bab VI Strategi Terminasi Proyek (Exit Strategy)
BAB VI STRATEGI TERMINASI PROYEK (Exit Strategy) 6.1.
Dasar Pemikiran Pendampingan yang diberikan KMW ataupun fasilitator kepada masyarakat serta stakeholders lokal hanya akan berlangsung selama 24 bulan. Selama dua tahun proses pendampingan, KMW serta fasilitator harus berupaya membantu masyarakat dan stakeholders lokal melaksanakan berbagai kegiatan P2KP. Selama itu pula para pendamping harus berupaya untuk melakukan penanaman dan pelembagaan visi, misi, prinsip serta nilai-nilai dasar P2KP melalui kader masyarakat setempat maupun berbagai kelembagaan lokal yang dibentuk dalam P2KP, seperti BKM, UPK, KSM, serta Forum BKM yang bersifat ad-hoc. Melalui kader masyarakat serta berbagai kelembagaan lokal pula, usaha-usaha penanggulangan kemiskinan diharapkan dapat menjadi suatu gerakan dari, oleh dan untuk masyarakat, yang didukung oleh pemerintah daerah dan kelompok peduli setempat. Salah satu tolok ukur keberhasilan proyek P2KP adalah apabila proses pendampingan selesai, usaha-usaha penanggulangan kemiskinan oleh masyarakat sendiri yang bersendikan visi, misi, prinsip serta nilai P2KP tetap berjalan. Sebaliknya, apabila semua kegiatan penanggulangan kemiskinan ikut berhenti seiring dengan selesainya proyek serta selesainya proses pendampingan, dapat dikatakan bahwa P2KP telah gagal untuk memberdayakan masyarakat dan stakeholdes lokal itu sendiri. Dengan demikian, strategi pelestarian kegiatan menjadi sangat penting untuk terus senantiasa tercermin secara melekat/inheren pada semua langkah pentahapan yang harus dilakukan dalam pelaksanaan P2KP, sejak tahap awal hingga tahap akhir P2KP.
6.2. Pengertian Exit strategy bermakna utama pada upaya menjamin kelestarisan dan keberlanjutan program, keuangan dan kelembagaan P2KP dengan berorientasi pada penyiapan kemandirian masyarakat sejak tahap awal proyek hingga berakhirnya proyek P2KP. Fase terminasi sebagai bagian integral dari exit strategy adalah tahapan akhir dari rangkaian proses pendampingan yang dilakukan konsultan (KMW) bersama Fasilitator. Pada fase terminasi, KMW beserta Fasilitatornya mulai memasuki masa persiapan akhir menjelang waktu selesainya tugas pendampingan.
Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP)
VI-
1
Pedoman Teknis P2KP II
Bab VI Strategi Terminasi Proyek (Exit Strategy)
6.3. Tujuan Tujuan penyiapan Exit Strategy dalam P2KP adalah memastikan bahwa program P2KP akan terus berlangsung sebagai suatu proses pembangunan berkelanjutan, yang mengakar dan menjadi sebuah gerakan masyarakat untuk penanggulangan kemiskinan di wilayahnya, setelah masa proyek P2KP berakhir. Proses Pembangunan Berkelanjutan, “Sustainable Development”, adalah suatu proses pembangunan yang berlangsung terus-menerus, berasal atas prakarsa atau inisiatif masyarakatnya karena adanya dorongan atau motivasi perubahan menuju situasi yang lebih baik dan lebih baik lagi, untuk kesejahteraan sekarang dan pertimbangan kemakmuran bagi geneasi yang akan datang.
6.4. Persoalan-persoalan Penting Pelestarian P2KP Sebagai bagian integral proyek, maka exit strategy bermakna bahwa semua aktivitas pendampingan, sejak tahap awal hingga menjelang berakhirnya proyek P2KP, akan selalu berorientasi untuk lebih menjamin pelestarian/sustainability P2KP. Oleh karena itu, beberapa isu kritis dan persoalan penting pelestarian P2KP harus senantiasa diperhatikan selama proses pendampingan pelaksanaan P2KP secara menyeluruh. Isu kritis dan persoalan penting pelestarian P2KP tersebut, adalah sebagai berikut: a) Pendekatan Partisipatif. Partisipasi aktif masyarakat dapat terwujud apabila semua lapisan masyarakat diberikan kesempatan untuk ambil bagian sesuai dengan kemampuan masingmasing. Akibat dari peran serta masyarakat, maka mereka akan merasa memiliki program tersebut, dan pada gilirannya mereka akan berusaha mempertahankan dan bahkan memperbaiki kinerja dari program tersebut. Perlu diingatkan bahwa salah satu prinsip P2KP adalah prinsip partisipasi. Oleh karenanya prinsip ini harus tercermin dalam setiap langkah pentahapan yang dilakukan konsultan dalam proses pendampingan pada masyarakat, baik proses sosialisasi, pembentukan kelembagaan, perencanaan, pelaksanaan sampai proses penilaian kinerja kelembagaan lokal tersebut. b) Berorientasi pada Pembangunan Kesadaran Kritis Masyarakat Perubahan perilaku dan peningkatan kapasitas masyarakat untuk lebih bertanggung jawab dan mandiri dalam menyelesaikan masalah-masalah dihadapinya, tidak akan mungkin terwujud apabila pelaksanaan kegiatan-kegiatan P2KP hanya dilakukan dengan pendekatan formalitas dan instan. Perubahan perilaku dan peningkatan kapasitas tersebut hanya dapat dilakukan apabila senantiasa diawali dengan proses penyadaran masyarakat mengenai substansi kegiatan tersebut. Sehingga masyarakat benar-benar memahami apa, mengapa, untuk apa dan bagaimana kegiatan tersebut dilakukan. c) Integrasi dan Sinkronisasi dengan Proyek/Kegiatan lain. Proyek P2KP bukan merupakan proyek yang eksklusif, namun harus melakukan integrasi atau setidak-tidaknya sinkronisasi dengan program-program lain, baik itu proyek dengan visi dan misi sejenis yang dilakukan oleh pihak lain maupun program-program yang dilakukan oleh Pemerintah daerah. Dalam rangka integrasi dan sinkronisasi ini, keberadaan Forum BKM menjadi cukup strategis. Dengan demikian diharapkan pendamping-pendamping atau konsultan pelaksana dapat
VI - 2
Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP)
Pedoman Teknis P2KP II
Bab VI Strategi Terminasi Proyek (Exit Strategy)
mengambil inisiatif yang konkrit agar forum BKM dapat dibentuk secara organik dan berfungsi secara optimal.
d) Pelibatan Pemerintah Daerah sejak Awal. Tidak dilibatkannya secara tegas unsur pemerintah lokal dalam pelaksanaan P2KP akan menyebabkan Pemerintah lokal merasa kurang mempunyai peranan dalam P2KP, sehingga bersikap agak skeptis terhadap keberlanjutan proyek setelah masa pendampingan konsultan selesai. Mereka merasa semuanya ditangani oleh konsultan padahal, tidaklah demikian semangat dan substansi dari P2KP. Pada pelaksanaan P2KP saat ini, Pemerintah Daerah sebagai pemilik wilayah perlu lebih dilibatkan secara lebih nyata tanpa harus melakukan intervensi yang tidak perlu. Konsultan pelaksana perlu melakukan identifikasi peran-peran yang dapat dilakukan oleh Pemerintah tingkat Kelurahan hingga Kabupaten/Kota. e) Membuka Akses/Hubungan dengan Sumberdaya Setempat sejak Awal. Pada pelaksanaan P2KP tahap I, dapat dikatakan identifikasi serta bangunan akses ke sumber daya setempat dilakukan cukup terlambat. Pada pelaksanaan P2KP selanjutnya identifikasi serta pembukaan jaringan ini harus dimulai sejak awal. Karena ternyata cukup banyak lembaga, instansi, asosiasi, perusahaan, yang dapat dijajagi serta dikembangkan kemungkinan kerjasamanya dengan kelembagaan lokal yang dibangun oleh P2KP. Berbagai sumber daya tersebut bergerak diberbagai bidang seperti: pelayanan keuangan, pelatihan, pengembangan usaha mikro, promosi, pemasaran, peningkatan kualitas produk, kemitraan dan lainnya. f) Transformasi Pengetahuan, Ketrampilan dan Sikap. Dalam prosesnya selama masa mendampingi masyarakat, harus terjadi proses transformasi baik itu menyangkut pengetahuan, ketrampilan serta sikap dari pelaku umumnya dan para konsultan khususnya, kepada masyarakat umumnya dan kepada kelembagaan lokal pada khususnya. Dengan proses transformasi maka kecakapan masyarakat hal meningkat, pengetahuan bertambah, Nilai-nilai tertanamkan dan terhayati, sehingga diharapkan dapat terefleksikan dalam tindakan nyata. Dengan demikian, setelah pendamping pergi, roda kegiatan tetap berjalan karena masyarakat telah siap untuk mengambil alih semua peran dan fungsi konsultan.
6.5.
Indikator Keberlanjutan P2KP Beberapa hal yang merupakan indikator (tanda-tanda) keberlanjutan dari P2KP ialah: a) Terjadinya perubahan prilaku secara kolektif dari semua pihak (stakeholders) yang sesuai dengan nilai-nilai dan prinsip-prinsip P2KP. Pelaksanaan komponen pemberdayaan atau pengembangan kapasitas masyarakat dan pemerintah daerah diharapkan dapat mendorong terjadinya perubahan perilaku secara kolektif dari semua pelaku pembangunan lokal (local stakeholders), yang sesuai dengan nilai-nilai dan prinsip P2KP. Adapun indikator keberlanjutan dari perubahan perilaku secara kolektif tersebut, antara lain adalah sebagai berikut:
Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP)
VI-
3
Pedoman Teknis P2KP II
• • •
•
•
•
Bab VI Strategi Terminasi Proyek (Exit Strategy)
Penanggulangan kemiskinan menjadi tanggung jawab bersama, bukan tanggung jawab parsial, baik pemerintah saja atau masyarakat saja. Peran pemerintah bergeser dari service provide menjadi “fasilitator warga”nya. Tumbuhnya paradigma pembangunan lokal yang bertumpu pada potensi serta kemandirian yang dimilikinya sendiri, dan mengurangi mental ketergantungan pada pihak luar (mental meminta bantuan). Perencanaan partisipatif menjadi pola yang berlaku dan melembaga di masyarakat setempat, dimana proyek yang dilaksanakan memiliki ciri : Lebih mengutamakan kebutuhan nyata dan strategis yang tumbuh berdasarkan prakarsa atau inisiatif masyarakat (Community Driven). Lebih mengutamakan pemecahan masalah yang bottom up daripada pengambilan keputusan yang top down. Lebih mengedepankan model pendekatan pembangunan partisipatif, dimulai dari pelembagaan proses penyusunan rencana program oleh masyarakat (participatory planning). Kader-kader masyarakat mampu berperan memfasilitasi masyarakat dan mampu menjadi penggerak dinamika masyarakat setempat dalam rangka mengokohkan kemandirian serta keberlanjutan kelembagaan, keuangan dan program penanggulangan kemiskinan diwilayahnya. Kelembagaan masyarakat yang terbentuk dalam P2KP (BKM, KSM, dan Forum BKM) mampu berperan menjadi wadah perjuangan aspirasi dan suara masyarakat miskin serta mampu menjadi motor penggerak dalam menumbuhkembangkan nilai-nilai kemanusiaan serta nilai-nilai kemasyarakatan.
Keberadaan serta kinerja kader masyarakat maupun kelembagaan masyarakat tersebut sangat strategis dan vital dalam pelaksanaan P2KP, sehingga dapat mempengaruhi keberlanjutan atau penghentian pelaksanaan P2KP di wilayah tersebut selama masa proyek P2KP. Pemerintah dapat saja membatalkan pelaksanaan P2KP bila di wilayah tersebut tidak terdapat kader masyarakat dan kelembagaan masyarakat yang ditetapkan P2KP. Selain itu, Pemerintah setidak-tidaknya dapat menangguhkan dan/atau membatalkan pembayaran alokasi bantuan dana P2KP di wilayah itu, apabila kinerja kader-kader masyarakat serta kelembagaan masyarakat yang ada tidak sesuai dengan prinsip, nilai dan ketentuan P2KP.
b) Terjadinya suatu gerakan di masyarakat berdasarkan “kebersamaan” untuk menanggulangi persoalan kemiskinan di wilayahnya. Pelaksanaan komponen Bantuan Langsung Masyarakat Kelurahan (BLM) diharapkan dapat mendorong tumbuhnya kemampuan dan gerakan kebersamaan masyarakat untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan penanggulangan kemiskinan secara mandiri dan berkelanjutan berdasarkan nilai-nilai dan prinsip P2KP. Adapun indikator keberlanjutan dari gerakan kebersamaan masyarakat tersebut, antara lain adalah sebagai berikut: 1. Mendorong kegiatan aksi konkrit berdasarkan nilai-nilai dan prinsip-prinsip kebersamaan dalam penanggulangan kemiskinan. • Mengembangkan kegiatan-kegiatan yang dapat menumbuhkan kesadaran, terjadinya diseminasi informasi, dan mengembangkan pengetahuan luas mengenai best practices. • Menarik masyarakat (stakeholders) menjadi peduli orang miskin, atau peduli persoalan-persoalan kemiskinan di wilayahnya.
VI - 4
Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP)
Pedoman Teknis P2KP II
•
Bab VI Strategi Terminasi Proyek (Exit Strategy)
Mendorong masyarakat menjadi lebih lebih dinamis, berinisiatif, dan mampu meningkat keswadayaan serta kemandiriannya.
2. Mendorong terjadinya mobilisasi sumberdaya lokal baik berupa SDM, kelompok-kelompok peduli, penyertaan modal, penggalangan dana, bahkan melalui kontrol sosial untuk program-program penanggulangan kemiskinan. •
Terjadinya keberlanjutan pengelolaan keuangan melalui pinjaman bergulir, apabila masyarakat memutuskan dalam Pronangkis-nya bahwa sebagian dana BLM dimanfaatkan sebagai dana bergulir untuk program pinjaman bergulir. ‘Membantu memberikan berbagai opsi bentuk kelembagaan UPK untuk masa yang akan datang, hubungannya dengan BKM, dan membantu menghubungkan UPK dengan berbagai sumberdaya setempat yang ada, baik dalam rangka peningkatan sumberdaya manusia maupun kerjasama financial.’
i.
Melakukan publikasi dan kampanye terhadap akuntabilitas publik dari lembaga BKM dan UPK nya. ‘Memastikan bahwa paling tidak 75% dari penduduk warga kelurahan tahu dan paham akan keberadaan P2KP di wilayahnya. Jumlah warga yang mengetahui serta memahami keberadaan P2KP akan sangat mempengaruhi fungsi kontrol masyarakat terhadap kelembagaan lokal yang ada seperti BKM, UPK maupun KSM. ‘Memperkuat Rembug warga masyarakat keluruhan dengan Mendorong masyarakat untuk memilih wakil-wakil utusannya berdasarkan kriteria yang ditetapkan bersama dan sesuai dengan prinsip serta nilai-nilai P2KP.’ ‘Mendorong 5 – 15 orang di luar struktur BKM yang peduli terhadap pelaksanaan P2KP di kelurahannya untuk secara sukarela membentuk “BKM wacht” atau pemerhati/pemantau P2KP.’
Keputusan masyarakat untuk melaksanakan kegiatan pinjaman bergulir, harus diimbangi dengan kemampuan mengelola kegiatan sesuai dengan kaidah-kaidah standar pinjaman bergulir yang ditetapkan P2KP. Hal ini dimaksudkan agar dana bergulir untuk pinjaman bergulir tersebut dapat terus berkembang, bukan sebaliknya malah semakin berkurang. Apabila terjadi kondisi dimana kegiatan pinjaman bergulir di suatu kelurahan dinilai tidak berkembang dengan benar dan berpotensi akan menyebabkan berkurangnya modal yang ada, maka Pemerintah berhak melikuidasi kegiatan pinjaman bergulir di kelurahan bersangkutan dan mengalihkannya pada kegiatan stimulan yang menyentuh langsung kebutuhan nyata masyarakat miskin setempat.
c) Terjadinya kemitraan sinergi antara pemerintah – masyarakat – kelompok peduli dalam berbagai kegiatan penanggulangan kemiskinan di wilayahnya. Pelaksanaan kegiatan komponen Pemberdayaan Masyarakat juga diperluas dengan pembentukan dan penguatan Forum BKM sebagai salah satu upaya dalam rangka mendorong tumbuhnya kemitraan/sinergi antara pemerintah, masyarakat dan kelompok peduli dalam berbagai kegiatan penanggulangan
Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP)
VI-
5
Pedoman Teknis P2KP II
Bab VI Strategi Terminasi Proyek (Exit Strategy)
kemiskinan di wilayahnya. Adapun indikator keberlanjutan dari kemitraan/sinergi stakeholders lokal tersebut, antara lain adalah sebagai berikut: 1. Melibatkan lebih banyak dan lebih luas berbagai pihak yang berkepentingan (stakeholders), terutama pemerintah setempat, kelompok-kelompok peduli (seperti; LSM, Perguruan Tinggi, dll) serta masyarakat setempat. • Tumbuhnya kerjasama dan kemitraan antar berbagai pihak yang berke-pentingan (stakeholders) dalam program penanggulangan kemiskinan, khususnya kemitraan antara BKM (organisasi masyarakat akar rumput) dan Dinas-dinas kota/kabupaten setempat. • Terintegrasinya P2KP dengan program / proyek lain, terutama yang berasal dari pendanaan pemerintah daerah (APBD) dalam rangka perkuatan program penanggulangan kemiskinan di wilayahnya. 2. Pelembagaan keterpaduan antara Pronangkis yang disusun masyarakat dengan Program dinas/instansi yang disusun melalui APBD setempat. 3. Pelibatan kelembagaan masyarakat (BKM, KSM dan forum BKM) dalam proses peyusunan program pemerintah daerah, melalui mekanisme Rapat Koordinasi Pembangunan (Rakorbang).
d) Terjadinya beberapa contoh yang baik (best practices) untuk menjadi model yang dapat direplikasi dan didiseminasikan kepada kelompok / warga lain. Contoh-contoh yang baik (best practice) diinventarisasi secara partisipatif, transparan dan akuntabel. Kegiatan ini merupakan bagian dari sistem penghargaan dan sanksi dalam P2KP. Karena itu, P2KP akan memberikan insentif/reward tertentu bagi masyarakat yang mampu menunjukkan kinerja yang berprestasi.
e) Terjadinya suatu mekanisme “kontrol sosial” di masyarakat untuk terus memelihara dan mengembangkan P2KP. Kontrol sosial menjadi aspek penting dalam pelaksanaan P2KP, khususnya pada penerapan prinsip-prinsip P2KP. Kontrol sosial dibangun baik antar masyarakat, maupun masyarakat dengan stakeholders lainnya. Sehingga kontrol sosial dapat berkaitan dengan pelaksanaan P2KP maupun dengan peran dan program serta kebijakan pihak-pihak terkait yang berhubungan langsung dengan pelayanan umum dan kepentingan masyarakat.
6.6.
Fase Penyiapan Terminasi 6.6.1. Pengertian Fase terminasi merupakan bagian dari exit strategy yang dapat dipahami sebagai suatu fase untuk mengkaji dan memperkuat pendampingan dalam rangka lebih menjamin agar indikator keberlanjutan P2KP dapat dicapai. Fase penyiapan terminasi dilakukan sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan menjelang berakhirnya masa proyek P2KP.
VI - 6
Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP)
Pedoman Teknis P2KP II
Bab VI Strategi Terminasi Proyek (Exit Strategy)
6.6.2. Prinsip Dasar Fase Terminasi Beberapa prinsip dasar penyiapan terminasi yang perlu mendapatkan perhatian dari konsultan (khususnya KMW), yang rentang waktunya paling tidak 6 bulan menjelang berakhirnya masa pendampingan, meliputi : a. Memastikan bahwa kehandalan mekanisme, sistem operasi dan prosedur yang selama ini telah dijalankan P2KP dapat terus berlangsung di masyarakat. b. Menyiapkan orang-orang atau lembaga (melalui proses capacity building) yang ada di wilayah kerja KMW, sehingga mereka dapat memahami, mau berpartisipasi, dan mampu melestarikan maupun mengembangkan P2KP. c. Peran-peran yang selama ini dilakukan oleh KMW beserta fasilitator kelurahan selama pendampingan ke masyarakat maupun lembaga-lembaga masyarakat yang ada secara berangsur harus ditransformasikan ke pelaku-pelaku setempat. 6.6.3. Langkah-Langkah Penyiapan Fase Terminasi a) Evaluasi Partisipatif P2KP Di Tingkat Kelurahan 1. Prakondisi yang harus selesai dilakukan KMW & FK nya : • Telah selesai melakukan penilaian kinerja BKM dengan instrumen baku (di Panduan Umum P2KP), menganalisisnya, dan membuat tabulasinya, sehingga dapat diketahui berapa BKM yang telah berfungsi optimal, berapa BKM yang masih memerlukan pendampingan yang intensif, serta menyusun rancangan strategi pendampingan khusus dalam rangka meningkatkan kinerja BKM yang masih lemah sesuai dengan masalah yang dihadapi BKM. • Telah selesai mendorong BKM untuk melakukan audit diri oleh Kantor Akuntansi Publik (KAP), mentabulasi hasil serta menyusun rancangan strategi pendampingan sesuai dengan permasalahan yang ada. • Telah selesai melakukan penilaian kinerja KSM dengan instrumen yang ada, memetakan permasalahan serta memberikan pendampingan bersama dengan kader masyarakat dan UPK/BKM 2. Melakukan Lokakarya Refleksi di BKM (tingkat kelurahan) dengan mengundang KSM, Tokoh Masyarakat, perangkat kelurahan, dan lembagalembaga sosial masyarakat yang ada. Agendanya adalah : • •
•
Menelusuri kembali perjalanan P2KP sejak awal hingga saat terakhir ini. Melakukan analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunity and Threat) bersama-sama peserta lokakarya secara partisipatif dan mendokumentasikan hasil-hasilnya. Menyusun perencanaan strategis (strategic plan) bagi pemeliharaan dan pengembangan P2KP di masyarakat, sekurang-kurangnya mencakup strategi-strategi: Penguatan kembali kelembagaan lokal Perluasan program oleh masyarakat, baik dari lingkup/bidang garapan mapun aktor yang terlibat (pemerintah lokal dan kelompok peduli)
Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP)
VI-
7
Pedoman Teknis P2KP II
Bab VI Strategi Terminasi Proyek (Exit Strategy)
Mobilisasi (polling) sumber daya lokal, baik dari segi permodalan (kapital) melalui penggalangan dana peduli kemiskinan, serta menghimpun relawan-relawan yang memiliki kepedulian dan/atau keahlian untuk membantu pemberdayaan masyarakat miskin.
b) Melakukan Penguatan Kembali Kelembagaan Lokal Penguatan kembali kelembagaan lokal dilakukan oleh KMW beserta fasilitator kelurahan berdasarkan hasil-hasil dan masukan dari lokakarya refleksi sebelumnya. Pokok-pokok perhatian diberikan KMW pada : •
•
• •
•
Memastikan bahwa BKM, UPK, KSM, dan Kader Masyarakat telah mampu menjalankan tugas dan tanggung jawabnya mengelola P2KP di kemudian hari tanpa pendampingan FK dan KMW. Memastikan bahwa proses perguliran atau pergantian pengurus organisasi (BKM/UPK/KSM dll) di kemudian hari tidak akan membawa dampak terhadap menurunnya kinerja pelayanan. Memastikan bahwa kehandalan mekanisme atau Sistem Operasi dan Prosedur pengelolaan P2KP di masyarakat sudah berjalan dengan baik. Menyusun strategi konsultasi dan pengaduan pasca terminasi, untuk mengantisipasi kemungkinan permasalahan yang timbul paska pendampingan dari KMW dan fasilitator kelurahan. Hal-hal yang dapat dikembangkan misalnya: klinik konsultasi melalui Kelompok Peduli (LSM, Perguruan Tinggi, Orang-orang Peduli, bahkan Lembaga ‘ex’ KMW tersebut). Menginformasikan dan mensosialisasikan mekanisme konsultasi serta pengaduan paska terminasi ke masyarakat, pemerintah dan pelaku lainnya
c) Perluasan Program Oleh Masyarakat P2KP dimaksudkan sebagai upaya mendorong seluruh komponen masyarakat agar peduli dan mampu menanggulangi persoalan kemiskinan di wilayahnya. Paska terminasi (paska proyek P2KP) diharapkan masyarakat mampu memperluas program-program penanggulangan kemiskinan atas prakarsa masyarakat sendiri. Dengan demikian P2KP ini nantinya menjadi program masyarakat yang terbuka. Untuk itu, dalam penyiapan fase terminasi ini diharapkan KMW dapat mendorong : • Keterlibatan lebih banyak dan lebih luas berbagai pihak yang berkepentingan (stakeholders), terutama pemerintah kelurahan, pemerintah kota/kabupaten dan kelompok-kelompok keahlian (Technical Service Organizations – TSOs) seperti; LSM, Perguruan Tinggi, Kelompokkelompok Masyarakat Peduli setempat. • Perluasan lingkup program atau bidang garapan, dengan menumbuhkan prakarsa masyarakat dan berbagai pihak untuk mengembangkan berbagai program atau kegiatan aksi konkrit berdasarkan nilai-nilai dan prinsipprinsip kebersamaan dalam penanggulangan kemiskinan. • Menumbuhkan kerjasama dengan donatur atau lembaga-lembaga/ organisasi setempat untuk mengembangkan program penanggulangan kemiskinan di wilayahnya, antara lain seperti: Program pertanggungan biaya kesehatan untuk keluarga miskin Program beasiswa anak sekolah untuk keluarga miskin VI - 8
Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP)
Pedoman Teknis P2KP II
Bab VI Strategi Terminasi Proyek (Exit Strategy)
Program kredit perbaikan atau sewa rumah untuk keluarga miskin, dll d) Penggalangan (Polling) Sumber Daya Lokal Penanggulangan kemiskinan sesungguhnya menjadi tanggung jawab bersama, bukan tanggung jawab pemerintah atau masyarakat saja. Untuk itu semua komponen masyarakat perlu didorong menjadi lebih lebih dinamis, berinisiatif, dan mampu meningkat keswadayaan serta kemandiriannya. Dalam penyiapan fase terminasi, maka KMW perlu mendorong terjadinya mobilisasi sumberdaya lokal baik berupa SDM maupun mobilisasi sumberdaya kapital (modal). 1. Penggalangan sumberdaya manusia dapat dilakukan dengan cara : • Menggalang kelompok-kelompok peduli (LSM, Organisasi Sosial setempat, Warga Peduli, dll) yang kelak dapat menyumbangkan waktu, pemikiran, dan tenaganya untuk kegiatan konsultasi/bantuan teknis berdasarkan kompetensi keahlian masing-masing. Hubungan kerjanya dikembangkan dengan basis relawan (volunteer). 2. Penggalangan sumberdaya kapital (modal) dapat dilakukan melalui: • Menggalang dana peduli, dari donatur, pengusaha atau perusahaan setempat, organisai sosial yang ada, bahkan dari sumbangan dana pemerintah daerah. • Melakukan kerjasama / kemitraan antara KSM yang ada dengan mitra usaha atau mitra kerja lainnya melalui upaya-upaya bantuan modal maupun penyertaan modal, • Memelihara terjadinya keberlanjutan (sustainability) pengelolaan keuangan melalui pinjaman bergulir dengan membantu menghubungkan UPK dengan berbagai sumberdaya setempat yang ada, baik dalam rangka peningkatan sumberdaya manusia, pemupukan modal, maupun kerjasama pembiyaan. e) Mengintegrasikan P2KP dengan Program Lainnya Keterbatasan kapital dan lingkup program yang dapat didanai melalui P2KP menjadi pendorong untuk mengintegrasikan P2KP dengan program/proyek lain, terutama yang berasal dari pendanaan pemerintah daerah (APBD) dalam rangka perkuatan program penanggulangan kemiskinan di wilayahnya. Upaya-upaya yang perlu dilakukan adalah : • Mempromosikan program-program penanggulangan kemiskinan yang direncanakan bersama masyarakat pada pihak-pihak lain (pemerintah dan non-pemerintah) untuk mendapat dukungan sponsor (pendanaan). • Mengkoordinasikan program-program masyarakat dengan program/proyek sejenis yang ada atau tengah berlangsung di wilayah setempat. • Menyalurkan usulan program/kegiatan yang tidak dapat didanai oleh swadaya masyarakat maupun P2KP kepada alternatif sumber-sumber pendanaan lainnya melalui mekanisme perencanaan bottom up yang ada seperti : Rakorbang UDKP (Unit Daerah Kerja Pembangunan) Kecamatan, atau Rakorbang Kota / Kabupaten.
Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP)
VI-
9
Pedoman Teknis P2KP II
Bab VI Strategi Terminasi Proyek (Exit Strategy)
f) Mengembangkan Media Informasi Warga Media informasi warga perlu dikembangkan dengan basis keswadayaan dan ditumbuhkan karena adanya kesadaran untuk terus membuka informasi dan menjalin komunikasi antar masyarakat sendiri. Beberapa alternatif bentuk media yang mungkin dikembangkan adalah: koran/buletin warga, papan pengumuman, atau majalah dinding. Media komunikasi warga yang dapat dikembangkan sifatnya sederhana namun memiliki efektifitas cukup baik untuk capaian tujuan berikut : •
Menarik perhatian masyarakat secara perorangan maupun lembaga (stakeholders) untuk menjadi lebih peduli orang miskin, atau lebih peduli persoalan-persoalan kemiskinan di wilayahnya. Memastikan bahwa paling tidak 75% dari penduduk warga kelurahan tahu dan paham akan keberadaan P2KP di wilayahnya. Jumlah warga yang mengetahui serta memahami keberadaan P2KP akan sangat mempengaruhi fungsi kontrol masyarakat terhadap kelembagaan lokal yang ada seperti BKM, UPK dan KSM.
•
•
Mengembangkan kegiatan-kegiatan yang dapat menumbuhkan kesadaran, terjadinya diseminasi informasi, dan mengembangkan pengetahuan luas mengenai best practices (Contoh-contoh yagn baik). Melakukan publikasi dan kampanye terhadap akuntabilitas publik dari lembaga masyarakat yang ada, terutama BKM dan UPK nya.
g) Mendorong Kontrol Sosial Warga Kontrol sosial warga perlu ditumbuhkan untuk menjaga konsistensi program pada upaya percepatan penanggulangan kemiskinan di wilayahnya, memelihara kelangsungan P2KP, dan terus menerus terjadinya upaya-upaya perbaikan terhadap mekanisme atau sistem operasi/prosedur yang tengah dijalankan. Untuk mendorong kontrol sosial warga dapat dilakukan melalui: • Mendorong kontribusi dan keterlibatan banyak pihak dalam berbagai program/kegiatan P2KP, terutama yang berasal dari masyarakat setempat. • Mendorong beberapa orang di luar struktur BKM yang peduli terhadap pelaksanaan P2KP di kelurahannya untuk secara sukarela membentuk kelompok “P2KP watch” atau pemerhati/pemantau P2KP. • Mendorong terus terjadinya perluasan informasi kepada masyarakat luas melalui berbagai media. • Secara periodik melakukan evaluasi kinerja program yang diselenggarakan secara terbuka dan partisipatif dengan melibatkan banyak pihak (tidak hanya para pelaku P2KP saja).
h) Terus Mendorong Terjadinya Perubahan Prilaku Kolektif Pada akhirnya, semua pihak secara konsisten terus mendorong terjadinya perubahan-perubahan prilaku yang lebih berdasarkan pada nilai-nilai kemanusiaan, kebersamaan, kejujuran dan keadilan, yang dimulai dari individuindividu, kelompok-kelompok masyarakat, dan lembaga-lembaga. Untuk lebih jelasnya, langkah-langkah tersebut di atas dapat dilihat pada Bagan 6-1: Langkah-langkah penyiapan fase terminasi
VI - 10
Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP)
Pedoman Teknis P2KP II
Bab VI Strategi Terminasi Proyek (Exit Strategy)
Bagan 6-1: Langkah-Langkah Penyiapan Fase Terminasi
Evaluasi Partisipatif P2KP Tkt. Kelurahan (Refleksi) : SWOT ANALYSIS STRATEGIC PLANING
Perluasan Program oleh Masyarakat (Terbuka):
Polling Sumberdaya Lokal :
LINGKUP / Bidang garapan AKTOR – (Pemerintah Lokal & Kelompok Peduli )
MODAL – (Penggalangan Dana Peduli)
Integrasi P2KP dengan Program Lainnya
SDM – (Himpunan Relawan Warga)
Media Informasi Warga
Kontrol Sosial dari Warga (P2KP Watch)
Penguatan Kembali Kelembagaan Lokal (BKM/UPK) Kehandalan mekanisme & sistem prosedur Konsultasi & Pengaduan Peran dan fungsi serta tugas dan kewajiban Suksesi lancar
Nilai-Nilai dan Prinsip: Kejujuran dan Keadilan (akuntabilitas) Kebersamaan (Solidaritas) Contoh Baik (Best Practices) Demokratis, Partisipatif, dan Transparan
Terjadinya Perubahan Prilaku Kolektif “Gerakan Masyarakat” yang didasari nilai Kebersamaan - Pemerintah - Masyarakat - Kelompok Ahli
Untuk Penanggulangan Kemiskinan
Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP)
VI-
11
Pedoman Teknis P2KP II
Bab VI Strategi Terminasi Proyek (Exit Strategy)
6.6.4. Transformasi Peran Pendampingan KMW dan Fasilitator ke Masyarakat Pelestarian dan keberlanjutan P2KP dapat dicapai manakala setelah KMW dan fasilitator menyelesaikan pendampingannya, proses dan kegiatan penanggulangan kemiskinan tetap berjalan lancar di wilayah tersebut. Dengan demikian, sangat penting bagi KMW dan fasilitator untuk mentransformasikan peran-peran pendampingannya kepada masyarakat, sehingga kelak masyarakat akan mampu mengelola sendiri kegiatan-kegiatan penanggulangan kemiskinan dimaksud. Gambaran mengenai transformasi peran pendampingan tersebut, dapat dilihat pada Tabel 6-1: Transformasi peran pendampingan di bawah ini. Tabel 6-1: Transformasi Peran Pendampingan Transformasi Peran Pendampingan KMW dan FK ke Masyarakat No 1
2
3
4
5
6
7
VI - 12
Peran KMW dan Fasilitator dimasa Pendampingan
Transformasi Peran Paska Pendampingan KMW dan Fasiltator
KMW melakukan peningkatan kapasitas Kader Masyarakat pada setiap Kelurahan sasaran dengan memberikan pelatihanpelatihan dan pendampingan.
• Kader masyarakat mendapat peningkatan kapasitasnya melalui pengalaman yang diperolehnya sendiri. • KMW dan Bappeda mendorong serta memfasilitasi Kader Masyarakat untuk ikut- dalam kesempatan pelatihanpelatihan yang ada dan diselenggarakan berbagai pihak. • Kelompok-kelompok peduli secara sukarela melatih atau memfasilitasi Kader untuk meningkatkan kemampuannya. Forum BKM mampu berjalan dengan keswada-yaannya atas partisipasi anggotanya dan mampu bermitra dengan pihak lain, baik pemerintah maupun non pemerintah. Sosialisasi kepada perangkat kelurahan/ desa dan masyarakat sasaran program dapat berlangsung terus menerus karena interaksi sosial yang terjadi di masyarakat. Kelompok-kelompok peduli atau warga secara sukarela melatih atau memfasilitasi untuk meningkatkan kemampuan BKM maupun Unit-unitnya sehingga dapat menyelenggarakan kegiatan-kegiatan perencanaan dan pengendalian program di wilayahnya. Tata kerja dan aturan main di antara para pelaku di lingkup kelembagaan masyarakat lokal (BKM – KSM) sudah dapat berjalan baik, sedangkan untuk penyempurnaanpenyempurnaan dapat dilakukan sendiri oleh mereka melalui rembug-rembug yang disepakati bersama. Peran Fasilitator mendorong partisipasi masyarakat, kemudian menjadi peran Kader masyarakat, termasuk pula dalam membimbing masyarakat tentang pengoperasian, pemeliharaan serta pembangunan prasarana lingkungan. Peran Fasilitator membimbing masyarakat di dalam mengembangkan usaha ekonomi kecil, diambil alih oleh Kader Masyarakat bersama kelompok atau masyarakat peduli yang ada di wilayahnya.
KMW memfasilitasi pembentukan Forum komunikasi antar BKM (Forum BKM)
KMW dan Fasilitator melaksanakan sosialisasi kepada perangkat kelurahan/desa dan masyarakat sasaran program. Memberikan bantuan teknik dan non-teknik kepada BKM maupun KSM dalam mengembangkan pelaksanaan peran dan fungsinya.
Membangun tata kerja dan aturan main di antara para pelaku di lingkup kelembagaan masyarakat lokal (BKM – KSM), termasuk di dalamnya tata cara pengambilan keputusan yang efektif dan sistem penanganan masalah maupun pengaduan. Fasilitator mendorong partisipasi masyarakat baik dalam pembangunan sarana dan prasarana lingkungan, sosial ekonomi, serta peningkatan kualitas sumber daya manusia, maupun dalam kegiatan pemeliharaannya. Fasilitator membimbing dalam mengembangkan kecil.
masya-rakat di usaha ekonomi
Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP)
Pedoman Teknis P2KP II
Bab VI Strategi Terminasi Proyek (Exit Strategy)
Transformasi Peran Pendampingan KMW dan FK ke Masyarakat No 8
9
10
11
Peran KMW dan Fasilitator dimasa Pendampingan
Transformasi Peran Paska Pendampingan KMW dan Fasiltator
Fasilitator mendorong partisipasi masyarakat untuk melakukan kontrol terhadap kinerja kelembagaan lokal (utamanya BKM – UPK) yang telah berhasil dibentuk sesuai dengan koridor P2KP.
Peran fasilitator mendorong partisipasi masyarakat untuk melakukan kontrol terhadap kinerja kelembagaan lokal (terutama BKM – UPK) menjadi tanggung jawab semua pihak, namun secara periodik BKM melakukan evaluasi bersama terhadap kinerja kelembagaannya.
Fasilitator melakukan koordinasi dan sosialisasi pada seluruh pihak terkait di wilayah kerja masing-masing, yaitu Pemerintah Daerah, LSM lokal, lembaga masyarakat dan masyarakat di lokasi sasaran. Fasilitator melakukan koordinasi dan konsultasi seluruh kegiatannya ke KMW. Fasilitator melakukan monitoring dan supervisi terhadap seluruh kegiatan pelaksanaan P2KP dengan membuat laporan yang didasarkan pada data SIM sebagaimana sistem yang telah ada dan disempurnakan oleh KMP. KMW melakukan supervisi terhadap pelaksanaan kegiatan yang dilakukan oleh Senior Fasilitator, Fasilitator, BKM, UPK dan KSM. Kegiatan supervisi meliputi beberapa hal sebagai berikut : • Melakukan kunjungan secara berkala ke lokasi sasaran.
• Memberikan arahan dan bimbingan teknis kepada Senior Fasilitator, Fasilitator, BKM, UPK dan KSM dalam melaksanakan tugas dan fungsinya.
12
13
14
15
16
KMW dan fasilitator menyebarluaskankan informasi P2KP kepada masyarakat.
Fasilitator memfasilitasi diskusi masyarakat tentang kebutuhan, potensi dan kendala yang ada serta membantu menyeleksi masalah-masalah utama serta mencari pemecahannya. Fasilitator mendorong perorangan dan keluarga miskin untuk membentuk KSM dalam rangka memanfaatkan bantuan P2KP.
Tugas fasilitator untuk melakukan koordinasi kepada berbagai pihak kemudian menjadi kewajiban dan tugas rutin pengurus BKM serta kader-kader masyarakat.
Menjadi tanggung jawab sekretaris BKM yang lebih didasarkan pada kebutuhan untuk terus mendokumentasikan dan mengadministrasikan dengan tertib semua perkembangan yang terjadi di wilayahnya sebagai bagian dari perangkat monitoring dan evaluasinya. • Peran KMW dalam melakukan supervisi ter-hadap pelaksanaan kegiatan yang dilakukan oleh Kader Komunitas, BKM, UPK dan KSM kemudian diambil alih oleh perangkat pemerintah daerah, tanpa bermaksud untuk melakukan intervensi. • Bappeda bersama aparat teknis kedinasan atau perangkat kecamatan melakukan kunjungan berkala ke lokasi sasaran, dan memberikan bimbingan teknis, sesuai kebutuhan, kepada Kader Masyarakat, BKM, UPK dan KSM dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. Penyebarluasan informasi mengenai P2KP dan segala kemajuannya kemudian lebih banyak diperankan oleh Media komunikasi warga yang dikembangkan secara swadaya. Kader Masyarakat bersama pengurus BKM maupun perangkat kelurahan akan lebih banyak memfasilitasi diskusi-diskusi atau rembug-rembug warga. Kader Masyarakat dan pengurus BKM akan lebih berperan dalam mendorong perorangan dan keluarga miskin untuk membentuk KSM dalam rangka berpartisipasi dalam P2KP. Kader dan kelompok peduli membantu KSM menyiapkan usulan kegiatan yang dipilih, termasuk juga membantu UPK/BKM menghimpun dan menyeleksi usulan KSM.
Fasilitator membantu KSM menyiapkan usulan berbagai kegiatan yang dipilih. Fasilitator membantu UPK/BKM dalam menghimpun dan menyeleksi usulan KSM. KMW dan Fasilitator menumbuhkan kader- Kelompok-kelompok peduli dan lembagakader masyarakat. lembaga yang ada, termasuk pemerintah daerah bertanggung jawab untuk dapat terus melahirkan kader-kader masyarakat baru di masyarakat.
Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP)
VI-
13