BAB VI SIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN Pada bagian akhir penelitian ini disajikan simpulan dari keseluruhan proses penelitian yang telah dijabarkan pada bab sebelumnya sebagai jawaban atas pertanyaan penelitian, serta keterbatasan yang ada penelitian ini dan saran. 6.1
Simpulan Hasil pemaparan temuan dan pembahasan yang disajikan dalam bab
sebelumnya, dapat disimpulkan sebagai berikut : 1.
Pada proses penyusunan APBD di Kab. Blora terbagi dalam tiga tahapan yang saling berkaitan, yaitu penyusunan Rancangan KUA-PPAS, penyusunan
Rancangan
APBD
dan
Penetapan
APBD.
Secara
tahapan-tahapan proses penyusunan APBD di Kab. Blora selama lima tahun anggaran dari 2010 hingga 2015 tersebut telah disusun sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Namun bila dilihat dari pelaksanaannya terjadi ketidaktaatan atas tenggat waktu yang telah ditentukan dalam peraturan perundangan. Ketidaktaatan tersebut terjadi pada proses pembahasan rancangan KUA-PPAS atau bisa disebut sebagai tahap ratifikasi yang berjalan sangat lambat dan disepakati melebihi dari ketentuan yang telah ditetapkan. Pada tahapan ini dibutuhkan kemampuan tidak sekedar secara teknis, namun dibutuhkan kemampuan polik, kemampuan "menawarkan" dan bernegosiasi.
1
2.
Letak permasalahan keterlambatan penetapan APBD di Kab. Blora adalah rancangan KUA-PPAS tidak segera dibahas dan prosesnya berjalan sangat lamban. Ketika dokumen rancangan KUA-PPAS diserahkan kepada DPRD Kab. Blora tidak segera dilakukan pembahasan oleh Banggar DPRD dengan melibatkan TAPD. Lambannya proses pembahasan rancangan KUA-PPAS tersebut disebabkan karena: dominasi pimpinan, hubungan antara Bupati dan Ketua DPRD yang tidak harmonis dengan ditandai tidak adanya komunikasi yang aktif antara kedua personal yang berperan paling vital dalam proses penyusunan APBD di Kab. Blora. Selanjutnya adalah terkait dengan adanya konflik kepentingan dalam penentuan dana aspirasi, serta ditunjang dengan lemahnya TAPD dalam menjembatani hubungan antara Bupati Blora dan Ketua DPRD Kab. Blora. Kemudian penyebab lainnya adalah terkait dengan tidak adanya sanksi yang tegas bagi para aktor penyusun anggaran di Kab. Blora yang selalu mengalami keterlambatan selama belasan tahun. Dengan adanya keterlambatan dalam penetapan APBD menunjukkan adanya kegagalan dalam proses pengendalian manajemen. Proses penyusunan APBD atau penganggaran merupakan salah satu aktivitas dalam pengendalian manajemen sektor publik. Kegagalan tersebut dapat menjadi penghalang bagi Pemerintah Kabupaten Blora dalam mencapai tujuan. Adapun dalam kaitannya dengan adanya tekanan isomorfisma koersif pada proses penyusunan APBD, hanya terjadi pada pihak eksekutif
2
saja. 3.
Dalam kaitannya dengan teori keagenan, terdapat konflik kepentingan dalam hubungan keagenan antara pihak eksekutif sebagai agen dan legislatif sebagai prinsipal tersebut. Sebagai akibat konflik keagenan tersebut akan berpengaruh terhadap sulitnya pencapaian kesepakatan dalam proses pembahasan APBD. Kepentingan yang berbeda antara agen dan prinsipal yang berdampak pada tarik ulur kebijakan dalam proses penyusunan APBD dengan masing-masing pihak berusaha untuk memperbesar keuntungan bagi diri dan golongannya.
6.2.
Keterbatasan Keterbatasan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.
Penelitian ini hanya berfokus pada mendeskripsikan proses penyusunan APBD di Kab. Blora yang selalu mengalami keterlambatan untuk kemudian dianalisis apa saja yang menjadi permasalahan dalam proses penyusunanannya, sehingga APBD Kab. Blora selalu mengalami keterlambatan dalam penetapan.
2.
Karena keterbatasan waktu dan biaya, penelitian ini hanya dilakukan pada rentang waktu keterlambatan APBD di Kab. Blora tahun anggaran 2010 hingga 2015, sehingga belum dapat mendeskripsikan secara keseluruhan keterlambatan APBD di Kab. Blora yang telah terjadi dari tahun 2002 hingga tahun 2015.
3.
Penelitian ini hanya dilakukan di lingkungan Kabupaten Blora dengan
3
karakteristiknya yang berbeda sehingga tidak dapat dijadikan generalisasi secara umum untuk pemerintah kabupaten atau kota di Indonesia yang juga mengalami keterlambatan dalam penetapan APBD. 6.3.
Saran Berdasarkan hasil simpulan penelitian diatas, peneliti memberikan
rekomendasi pada Pemerintah Daerah Kabupaten Blora sebagai solusi kebijakan untuk mencegah terjadinya keterlambatan penetapan APBD di Kab. Blora pada tahun-tahun yang akan datang : 1.
Membina hubungan yang harmonis secara mendalam dan menyeluruh antara kedua belah pihak yaitu eksekutif dan legislatif, khususnya yaitu Bupati dalam hal ini perlu melakukan kompromi politik kepada DPRD dan juga sebaliknya, pimpinan DPRD terutama Ketua DPRD dapat menjalin hubungan yang lebih baik dengan langkah dan pendekatan yang proaktif kepada pihak eksekutif khususnya Bupati Blora selaku kepala daerah, sehingga aspirasi DPRD dapat terwadahi dalam APBD. Namun secara keseluruhan harus tetap didasarkan pada kepentingan masyarakat dan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
2.
Meningkatkan komunikasi vertikal maupun horisontal antara para penyusun APBD terutama TAPD baik secara formal maupun informal untuk mencegah keterlambatan APBD di tahun yang akan datang serta mewujudkan APBD yang lebih berkualitas.
3.
Pada awal tahun berjalan TAPD dapat menginisiasikan suatu perjanjian
4
bersama antara eksekutif dan legislatif khususnya Bupati Blora dan Ketua DPRD didalamnya berisi tahapan dan jadwal proses penyusunan APBD untuk tahun anggaran berikutnya, dan selanjutnya perjanjian tersebut beserta perkembangan pelaksanaan setiap tahapan diinformasikan pada seluruh masyarakat di Kab. Blora, dengan cara ditampilkan pada situs resmi pemerintah daerah atau tempat-tempat umum, sehingga masyarakat dapat ikut memantau perkembangan proses penyusunan APBD. 4.
Dengan diterbitkannya UU No. 23/2014 oleh pemerintah pusat menunjukkan telah adanya peraturan yang mengatur sanksi secara tegas atas keterlambatan APBD. Dengan demikian perlu adanya pemahaman yang mendalam dan penyebaran informasi yang menyeluruh atas pelaksanaan undang-undang tersebut oleh seluruh elemen penyusun APBD, sehingga
diharapkan
dapat
mencegah
pengenaan
dibayarkannya hak-hak keuangan kepada Bupati dan DPRD.
5
sanksi
tidak