BAB VI SIMPULAN DAN SARAN
6.1 Simpulan 6.1.1. Model Pertumbuhan Ekonomi. a.
Ditemukan bukti bahwa pengaruh kompetisi politik lokal di DPRD terhadap pertumbuhan ekonomi berbentuk kurve āUā terbalik. Pada saat kompetisi politik rendah, pertumbuhan ekonomi cenderung lebih tinggi. Setelah mencapai tingkat kompetisi yang moderat, kompetisi politik lokal berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi, semakin tinggi kompetisi politik akan semakin rendah pertumbuhan ekonomi. Berdasarkan hasil perhitungan, kompetisi politik lokal di DPRD di Indonesia berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi. Ini terjadi dikarenakan sebagian besar kompetisi politik yang terjadi di DPRD di Daerah Kabupaten dan kota di Indonesia berada pada tingkat kompetisi yang sangat tinggi. Temuan ini membuktikan pemikiran dari kelompok pemikir Ekonomi Kelembagaan Baru, terutama kelompok aliran public choice. Tingginya kompetisi politik akan mengarahkan perilaku individu, politikus dan birokrat mengarah ke perilaku rent seeking atau pemburu rente.
Mereka cenderung
mengutamakan kepentingan pribadi dan kelompoknya dibandingkan dengan kepentingan publik. b. Ditemukan bukti variabel kepala daerah petahana berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi. Ada perbedaan antara daerah yang dipimpin oleh
183 petahana dan daerah yang dipimpin oleh kepala daerah baru. Pertumbuhan ekonomi di daerah yang dipimpin oleh petahana memiliki pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah dibandingkan daerah yang dipimpin oleh kepala daerah baru. Penyebabnya pertama, pemilih belum melakukan evaluasi atas kinerja mereka selama berkuasa, pemilih memilih kepala daerah petahana lebih karena faktor popularitas; Kedua, petahana dalam Pilkada di Indonesia merupakan periode terakhir baginya. Petahana cenderung berusaha memaksimumkan kepentingan pribadi, kepentingan kelompok dan partainya. Mereka akan abai terhadap pertumbuhan ekonomi. c. Tidak ditemukan bukti bentuk pemerintahan divided government berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi. Di Indonesia, untuk mengatasi masalah divided government, kepala daerah melakukan antisipasi dengan melakukan politik akomodasi agar anggota DPRD dapat dijadikan sebagai penyokong tindakan kepala daerah dan bukan menjadi kekuatan penyeimbang (chek and balance). Dampaknya tidak terlihat perbedaan antara daerah dengan pemerintahan divided dan unified government. d.
Kinerja penyelenggaraan pemerintah daerah tidak terbukti berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi. Terdapat dua alasan, pertama; nilai Evaluasi Kinerja Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (EKPPD), tidak memasukan kasus penyelewengan penggunaan dana (korupsi) yang terjadi di lembaga pemerintahan. Daerah dengan nilai EKPPD tinggi belum tentu bebas dari kasus korupsi; Kedua birokrasi pemerintahan yang cenderung rent seeking, kepentingan pribadi pejabat cenderug dapat mengalahkan kepentingan masyarakat.
184 e.
Variabel kontrol, yaitu inisial level PDRB perkapita (Inisial PDRB Perkapita) memiliki tanda yang positif. Pertumbuhan ekonomi antara wilayah di Indonesia mengarah ke pertumbuhan divergensi, daerah yang kaya akan tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan daerah yang miskin sehingga kesenjangan pendapatan akan semakin meningkat. Variabel kontrol yang lain yaitu rasio investasi
riil
terhadap
PDRB
perkapita
berpengaruh
positif
terhadap
pertumbuhan PDRB riil perkapita, semakin tinggi rasio investasi akan semakin meningkatkan pertumbuhan ekonomi di masing-masing daerah. Pertumbuhan penduduk sebagai variabel kontrol, tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi. f.
Dari sisi regional, tidak ditemukan adanya ada perbedaan pengaruh dari wilayah Pulau Jawa dan Bali dengan wilayah di luar di luar Pulau Jawa dan Bali, terhadap pertumbuhan ekonomi di masing-masing kabupaten dan kota. Demikian pula tidak ditemukan perbedaan pengaruh antara wilayah kota dan kabupaten terhadap pertumbuhan ekonomi di masing-masing daerah. Ini terjadi dikarenakan pola kompetisi politik, pola pertumbuhan ekonomi antara daerah cenderung sama.
6.1.2 Model PAD Riil Perkapita a.
Ditemukan bukti bahwa kompetisi politik lokal di DPRD dapat mempengaruhi besarnya realisasi PAD riil perkapita secara positif maupun negatif.
Ketika
kompetisi politik rendah realisasi PAD cenderung rendah. Pada tingkat kompetisi yang moderat, kompetisi politik berpengaruh positif, semakin tinggi tingkat
185 kompetisi politik di DPRD maka semakin tinggi realisasi PAD. Berdasarkan hasil perhitungan kompetisi politik lokal di DPRD berpengaruh positif terhadap realisasi PAD. Ini terjadi dikarenakan dalam era desentralisasi kemandirian pembiayaan daerah menjadi tolak ukur keberhasilan pemerintahan. Dampaknya Pemerintah daerah berlomba-lomba untuk melakukan peningkatan pungutan PAD dengan melakukan intensifikasi dan ekstensifikasi pajak dan retribusi daerah. Berbagai macam peraturan daerah (Perda) pajak dan retribusi dibuat dan disahkan dalam rangka meningkatkan penerimaan dari PAD. b. Tidak ditemukan bukti bahwa variabel dummy divided, dummy petahana, dan variabel kinerja pemerintah mempengaruhi realisasi PAD riil perkapita di masingmasing daerah. Di daerah yang memiliki bentuk pemerintahan divided maupun unified
tidak berpengaruh terhadap realisasi pemungutan PAD. Daerah yang
dipimpin oleh kepala daerah terpilih petahana maupun pendatang baru tidak berpengaruh terhadap realisasi pungutan PAD. Begitu pula daerah yang memiliki kinerja baik dan krang baik dalam pemerintahan tidak berpengaruh terhadap realisasi pungutan PAD. c.
Variabel kontrol yaitu pertumbuhan PDRB riil perkapita dan variabel rasio investasi terhadap PDRB, memiliki pengaruh yang positif. Semakin besar pertumbuhan ekonomi suatu daerah maka akan semakin besar pajak yang dapat dipungut dari wajib pajak. Peningkatan dalam investasi akan membuka peluang dalam aktivitas kegiatan ekonomi masyarakat sehingga dapat menjadi sumber penerimaan pajak yang baru.
186 d. Tidak ada perbedaan antara wilayah Pulau Jawa dan Bali dengan luar Pulau Jawa dan Bali dalam mempengaruhi besarnya realisasi penerimaan PAD. Tidak ada pengaruh antara wilayah Pulau Jawa dan Bali dengan wilayah di luar Pulau Jawa dan Bali terhadap realisasi peneimaan PAD. e.
Terdapat perbedaan dalam pengaruh dari kota dan kabupaten terhadap realisasi penerimaan PAD. Di daerah kota, realisasi pemungutan PAD lebih besar dibandingkan dengan daerah kabupaten.
6.1.3 Model Belanja Pemerintah Untuk Kepentingan Publik a. Tidak ada bukti bahwa variabel-variabel: a)kompetisi di DPRD; b) bentuk pemerintahan divided atau unified; c) kepala daerah petahana atau pendatan baru; dan d) kinerja pemerintahan terhadap belanja pemerintah untuk kepentingan publik. Seluruh variabel yang digunakan tidak mempengaruhi realisasi belanja pemerintah, baik untuk pendidikan, kesehatan dan belanja modal. Terdapat dua alasan utama, pertama, faktor utama yang mempengaruhinya belanja untuk barang-barang publik adalah terjadinya defisit anggaran, investasi sektor swasta dan bantuan luar negeri; kedua, pemerintah akan cenderung mengalokasikan anggaran untuk kepentingan publik yang langsung dapat dilihat dan dirasakan oleh masyarakat (visibilitas tinggi) dibandingkan dengan kepentingan publik yang tidak langsung dan kurang terlihat oleh masyarakat (visibilitas rendah). b. Variabel kontrol yang digunakan yaitu pertumbuhan PDRB riil perkapita memiliki pengaruh yang berbeda terhadap belanja sektor pendidikan dan belanja sektor kesehatan serta belanja modal. Pertumbuhan PDRB perkapita berpengaruh negatif
187 terhadap belanja sektor pendidikan, namun tidak berpengaruh terhadap belanja sektor kesehatan dan belanja modal. c. Variabel perbedaan antara daerah kota dengan kabupaten, tidak mempengaruhi belanja pemerintah, baik untuk sektor pendidikan, kesehatan maupun belanja modal. Demikian juga perbedaan wilayah Pulau Jawa dan luar Pulau jawa tidak mempengaruhi belanja di sektor pendidikan dan kesehatan, namun variabel ini berpengaruh terhadap belanja modal pemerintah.
6.2 Saran dan Kebijakan 1. Pengaruh
kompetisi politik di DPRD terhadap pertumbuhan ekonomi dapat
berpengaruh positif, namun ketika kompetisi politik sudah terlalu tinggi akan berdampak negatif. Hasil penelitian menunjukan daerah dengan kompetisi politik tinggi akan memiliki pertumbuhan ekonomi yang rendah. Berdasarkan hasil temuan ini kebijakan pemerintah untuk terus meningkatkan parliementary threshold, guna mengarahkan kompetisi politik berada pada kompetisi moderat atau kompetisi politik yang ideal yang akan memberikan manfaat bagi demokrasi dan perekonomian. 2. Ditemukan bukti variabel kepala daerah petahana berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi di daerah yang dipimpin oleh petahana akan memiliki pertumbuhan ekonomi yang relatif lebih rendah dibandingkan daerah yang dipimpin oleh kepala daerah baru. Berdasarkan temuan ini diperlukan kebijakan pemerintah untuk memperketat aturan dan pengawasan
188 untuk menghindari penggunaan APBD untuk bagi kepentingan pencalonan kepala daerah. 3. Ditemukan bukti bahwa pertumbuhan ekonomi di daerah yang dipimpin oleh petahana akan memiliki pertumbuhan ekonomi yang relatif lebih rendah dibandingkan daerah yang dipimpin oleh kepala daerah baru. Apakah kurangnya perhatian mereka terhadap kondisi ekonomi tersebut dikarenakan mereka lebih mementingkan keberlanjutan kekuasaan politik kepada partainya, kelompoknya maupun keluarganya? Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengungkapkan masalah ini, 4. Pemerintah dan civil society harus berusaha untuk meningkatkan pendidikan politik masyarakat, agar masyarakat dapat melakukan pilihan yang rasional terhadap kepala daerahnya. Pilihan lebih didasarkan atas prestasi yang telah dihasilkan kepala daerah dibandingkan dengan pertimbangan-pertimbangan lain. 5. Kompetisi politik di DPRD berpengaruh negatif terhadap penerimaan PAD ketika kompetisi politik cenderung rendah. Namun kompetisi politik akan berpengaruh positif jika tingkat kompetisi politik semakin tinggi. Berdasarkan hal ini, diharapkan pemerintah tetap melakukan pengawasan yang lebih ketat agar usahausaha peningkatan PAD di daerah tidak merugikan kinerja ekonomi daerah itu sendiri. 6.
Penelitian ini hanya melihat kompetisi politik hasil Pemilu legislatif tahun 2004 dan Pilkada tahun 2005, 2006 dan 2007. Kondisi periode pengamatan ini menggambarkan kondisi masa peralihan dari sistem demokrasi di Indonesia.
189 Penelitian lebih lanjut, dengan menambahkan Pemilu legislatif tahun 2009 dan 2014 akan lebih menggambarkan kondisi kompetisi politik yang baik. 7. Penelitian ini masih terbatas melihat kompetisi politik dari sisi: Komposisi jumlah anggota DPRD; Kepala daerah petahana; dan bentuk pemerintahan devided. Penelitian lanjutan dapat dilakukan dengan memasukkan variabel-variabel kompetisi politik yang lain, seperti besarnya biaya politik yang dikeluarkan oleh politisi.