82
BAB VI PERSEPSI IDENTITAS GENDER DAN AGEN SOSIALISASI YANG MEMPENGARUHINYA
6.1 Identitas Gender Mahasiswa Sub-bab ini bertujuan menjawab salah satu tujuan penelitian, yaitu untuk mengidentifikasi identitas gender -maskulin, feminin, dan androgini- di kalangan mahasiswa TPB IPB. Dengan menggunakan kriteria yang diungkapkan Bem (1974), terdapat tiga puluh sifat yang ditanyakan untuk mengetahui sifat-sifat yang dimiliki mahasiswa sebagai identitas gender mereka, yang diduga selanjutnya identitas tersebut akan membentuk konsep diri. Tiga puluh sifat yang ditanyakan untuk mengetahui persepsi mengenai apakah sifat-sifat yang ditanyakan tersebut dimiliki oleh laki-laki dan atau perempuan baik sifat maskulin, feminin, atau netral. Ketiga puluh sifat tersebut sebelumnya telah dipilih berdasarkan karakteristik sifat yang mengacu pada Tes Androgini Bem (1974), dimana ketiga puluh sifat ini terbagi menjadi tiga kategori karakter sifat, yaitu : 1. Sifat maskulin sebanyak sepuluh sifat yang terdiri dari : kompetitif, ambisius, dominan, berani, rasional, bertindak sebagai pemimpin, asertif, analitis, individual, dan agresif. 2. Sifat feminin sebanyak sepuluh sifat yang terdiri dari : ulet, pengertian, setia, holistik, sabar, kreatif, lemah-lembut, kekanak-kanakan, pemalu, dan hangat.
83
3. Sifat netral 7 sebanyak sepuluh sifat yang terdiri dari : mudah berteman, sombong, pencemburu, jujur, tulus hati, serius, tidak berpendirian tetap, teliti, penolong, dan mudah beradaptasi. Identitas gender mahasiswa TPB diukur berdasarkan pemberian skor pada setiap sifat yang ditanyakan. Sifat-sifat tersebut telah dikategorikan berdasarkan kriteria sifat-sifat maskulin, feminin, dan netral. Kemudian, hasil skoring dikategorikan mengacu pada Tes Androgini Bem dengan rumus berikut. skor maskulin-skor feminin= skor Bem
Pengkategorian diberikan berdasarkan rentang nilai skala yang telah ditetapkan Bem, yaitu rentang nilai skala androgini : ≤-20 termasuk individu feminin, -9-+9 androgini (sifat maskulin dan feminin tinggi), ≥ termasuk individu yang maskulin. Setiap sifat baik maskulin, feminin, dan androgini diberi rentang skor 1 sampai dengan 7 yang menunjukkan dominan sifat pada diri individu (mahasiswa). Keterangan definisi skor-skor tersebut, yaitu skor 7 adalah selalu dan hampir selalu benar sifat tersebut ada dalam diri individu, skor 6 adalah biasanya benar, skor 5 adalah sering benar adanya, skor 4 adalah adakalanya benar sifat tersebut ada, skor 3 adalah terkadang tetapi jarang benar sifat tersebut ada, skor 2 adalah biasanya tidak benar, dan skor 1 adalah tidak atau hampir selalu tidak benar sifat tersebut ada pada diri individu. Berdasarkan skor kumulatif sifat maskulin seperti kompetitif, ambisius, dominan, berani, rasional, memimpin, asertif, analitis, individual, dan agresif diperoleh skor maskulin. Skor kumulatif sifat feminin seperti ulet, pengertian, setia, holistik, sabar, kreatif, lemah-lembut, kekanak-kanakan, pemalu, dan hangat 7
Sifat netral mempunyai arti yang berbeda dengan androgini. Sebagaimana dikemukakan di depan bahwa androgini dimana individu mempunyai karakter maskulin dan feminin yang sama-sama tinggi, sedangkan sifat netral adalah sifat-sifat yang tidak terasosiasi dalam sifat gender maskulin dan feminin.
84
diperoleh skor feminin. Kemudian, selisih antara skor maskulin dan skor feminin diperoleh skor Bem, yang selanjutnya dikategorikan berdasarkan rentang nilai skala yang telah dijelaskan di atas. Hasil pengukuran ini terlihat pada Tabel 22. Tabel 22. Sebaran Mahasiswa TPB IPB Menurut Identitas Gender (dalam persen) Identitas Gender Maskulin (n=40) Feminin (n=64) Androgini (n=82) Total (%) Total (n)
Laki-laki 57.5 15.6 53.7 41.4 77
Perempuan 42.5 84.4 46.3 58.6 109
Total 100.0 100.0 100.0 100.0 186
Pada Tabel 22 dapat dilihat bahwa mahasiswa laki-laki cenderung memiliki identitas gender maskulin, sedangkan mahasiswa perempuan memiliki identitas gender feminin. Hal ini tampaknya memperkuat dugaan bahwa laki-laki dianggap sebagai individu yang maskulin, sebaliknya perempuan sebagai individu yang feminin, dan membuktikan perbedaan jenis kelamin biologis mempengaruhi pembentukan identitas gender seseorang.
Namun, mahasiswa baik laki-laki
maupun perempuan juga memiliki persentase yang tinggi pada identitas gender androgini. Temuan ini berkaitan dengan domisili mahasiswa TPB IPB yang mayoritas dibesarkan di kota, mahasiswa sudah berada dalam lingkungan keluarga yang lebih terbuka (modern). Menurut Mugniesyah (2005), keluarga modern cenderung menanamkan perilaku yang androgini pada anak-anaknya.
6.2 Agen Sosialisasi Yang Mempengaruhi Identitas Gender Mahasiswa Pada hipotesis penelitian sebagaimana yang telah dikemukakan di depan bahwa diduga terdapat hubungan positif antara beberapa agen sosialisasi (significant others) dengan pembentukan identitas gender mahasiswa TPB IPB.
85
Hubungan ini diuji dengan menggunakan menggunakan tabel tabulasi silang dan didukung dengan uji statistik kai-kuadrat (chi-square) dengan taraf kepercayaan 5%, dan untuk beberapa variabel diuji dengan taraf kepercayaan 30% 8 . Adapun variabel-variabel pada setiap faktor tersebut mengacu pada Gambar 1.
6.2.1 Hubungan Karakteristik Individu Dengan Identitas Gender Mahasiswa Terhadap karakteristik individu, khususnya faktor jenis kelamin sebagaimana dikemukakan di atas bahwa terbukti perbedaan jenis kelamin biologis, laki-laki dan perempuan, mempengaruhi pembentukan identitas gender mahasiswa TPB IPB. Selanjutnya, untuk melihat hubungan positif antara keduanya dilakukan pengujian statistik. Hasil pengujian diperoleh, berbeda nyata antara jenis kelamin laki-laki dan perempuan dengan nilai pearson kai-kuadrat sebesar 26,879 dan signifikan dengan peluang kesalahan sebesar 0.000 yang lebih kecil dari nilai alfa 0,05. Sehingga, hal ini membuktikan ada hubungan positif antara kedua variabel dan hipotesis penelitian diterima. Selain jenis kelamin, preferensi jenis kelamin teman sebaya mahasiswa juga diduga menjadi faktor internal mahasiswa TPB IPB yang mempengaruhi pembentukan identitas gender mereka. Pada Tabel 23 disajikan hubungan antara preferensi jenis kelamin teman sebaya mahasiswa dengan identitas gendernya.
8
Menurut Tjondronegoro yang dikemukakan secara lisan oleh Mugniesyah (2008) bahwa pada penelitian sosial pengujian kai-kuadrat dapat diuji dengan taraf kepercayaan sampai dengan 30%.
86
Tabel 23. Sebaran Mahasiswa Menurut Preferensi Jenis Kelamin Teman Sebaya Dan Identitas Gender di Kalangan Mahasiswa TPB IPB
Identitas Gender Maskulin (n=40) Feminin (n=64) Androgini (n=82) Total (%) Total (n)
Laki-laki saja L P 22.5 0 7.4 0 12.2 1.2 12.4 0.5 23 1
Preferensi Teman Sebaya Perempuan Laki-laki dan saja Perempuan L P L P 7.5 15.0 27.5 27.5 3.7 38.9 7.4 59.3 13.4 15.9 28.0 29.3 8.6 21.5 20.4 36.0 16 40 38 67
Tidak Ada L P 0 0.0 0 1.9 0 0.0 0 0.5 0 1
Total 100.0 100.0 100.0 100.0 186
Mahasiswa TPB IPB cenderung memiliki teman sebaya yang terdiri dari jenis kelamin laki-laki dan perempuan. Selanjutnya, dilihat pada tabel bahwa mahasiswa maskulin cenderung memiliki teman sebaya laki-laki, sedangkan mahasiswa perempuan feminin lebih memilih teman sebaya perempuan. Hal ini mengindikasikan bahwa mahasiswa TPB IPB cenderung berteman dengan sesama jenis kelamin, yang berarti bahwa preferensi jenis kelamin teman sebaya memiliki korelasi dengan identitas gender mereka. Hasil uji pearson kai-kuadrat yang dilakukan memiliki nilai sebesar 8,510 dan signifikan dengan peluang kesalahan sebesar 0,203. Jika diuji dengan taraf kepercayaan 5%, disimpulkan bahwa preferensi teman sebaya tidak memiliki hubungan positif dengan identitas gender mahasiswa. Namun, pada taraf kepercayaan 30%, terbukti terdapat hubungan positif antara preferensi jenis kelamin teman sebaya dengan identitas gender mahasiswa TPB IPB.
6.2.2
Hubungan Karakteristik Mahasiswa
Keluarga
Dengan
Identitas
Gender
Karakteristik keluarga mahasiswa diukur dengan melihat hubungan positif antara dua peubah, yaitu sistem kekerabatan dan tipe keluarga dimana mahasiswa
87
TPB IPB dominan dibesarkan. Keluarga diduga memiliki peranan penting dalam pembentukan identitas gender seseorang. Sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 24, disajikan data mengenai hubungan sistem kekerabatan dengan identitas gender mahasiswa TPB IPB.
Tabel 24. Sebaran Mahasiswa Menurut Sistem Kekerabatan Dan Identitas Gender di Kalangan Mahasiswa TPB IPB
Identitas Gender Maskulin (n=40) Feminin (n=64) Androgini (n=82) Total (%) Total (n)
Patrilineal L P 30.0 7.5 7.4 44.4 19.5 17.1 17.2 22.0 32 41
Sistem Kekerabatan Matrilineal L P 5.0 10.0 1.9 1.9 6.1 4.9 4.3 4.8 8 9
Bilateral L P 22.5 25.0 9.3 53.7 28.0 24.4 19.9 31.7 37 59
Total 100.0 100.0 100.0 100.0 186
Berdasarkan Tabel 24 diatas, dapat dilihat bahwa identitas maskulin cenderung dimiliki oleh mahasiswa patrilineal laki-laki, identitas feminin cenderung dimiliki oleh mahasiswa perempuan bilateral, sedangkan untuk identitas androgini seimbang dimiliki oleh mahasiswa laki-laki dan perempuan yang berasal dari sistem kekerabatan bilateral. Dengan demikian, data di atas menunjukkan adanya hubungan positif antara sistem kekerabatan dengan identitas gender. Pengujian kai-kuadrat terhadap kedua variabel diperoleh nilai pearson sebesar 5,019 dan signifikansi dengan peluang kesalahan sebesar 0,285. Jika diuji pada taraf kepercayaan 5%, tidak terbukti adanya hubungan positif antara kedua variabel. Namun, pada taraf kepercayaan 30%, disimpulkan peubah sistem kekerabatan memiliki hubungan positif dengan identitas gender mahasiswa TPB IPB.
88
Faktor lain pada karakteristik keluarga yang diduga mempengaruhi identitas gender mahasiswa adalah tipe keluarga dimana mahasiswa TPB IPB dominan dibesarkan. Menurut Mead dalam Mugniesyah (2005), keluarga merupakan sumber utama dalam berkembangnya identitas gender. Berikut disajikan tabulasi silang antara pola struktur keluarga mahasiswa dengan identitas gender mahasiswa (Tabel 25).
Tabel 25. Sebaran Mahasiswa Menurut Pola Struktur Keluarga Dan Identitas Gender di Kalangan Mahasiswa TPB IPB
Identitas Gender Maskulin (n=40) Feminin (n=64) Androgini (n=82) Total (%) Total (n)
Keluarga Inti L P 42.5 32.5 16.7 92.6 41.5 37.8 32.3 50.5 60 94
Pola Struktur Keluarga Keluarga Inti, Keluarga Inti dan Kakek, Nenek Kerabat dari Orang Tua L P L P 10.0 7.5 5.0 2.5 1.9 3.7 0 3.7 9.8 4.9 2.4 3.7 7.0 4.8 2.2 3.2 13 9 4 6
Total 100.0 100.0 100.0 100.0 186
Sebagaimana yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa mahasiswa TPB IPB dominan dibesarkan pada keluarga inti, pada Tabel 25 tampak bahwa mahasiswa laki-laki yang dibesarkan pada keluarga inti cenderung lebih dididik menjadi individu yang maskulin, sebaliknya mahasiswa perempuan lebih dididik menjadi individu yang feminin. Temuan ini memperkuat dugaan bahwa tipe keluarga dimana mahasiswa TPB IPB dominan dibesarkan memiliki hubungan positif dengan pembentukan identitas gendernya. Melalui hasil uji statistik, diperoleh nilai kai-kuadrat 6,510 dan signifikansi dengan peluang kesalahan 0,164. Nilai ini lebih besar dari nilai alfa 0,05, sehingga disimpulkan tidak ada hubungan antara kedua variabel tersebut.
89
Namun, pada taraf kepercayaan 30% hasil pengujian ini membuktikan adanya hubungan positif antara tipe keluarga dengan identitas gender.
6.2.3 Hubungan Lembaga Pendidikan Dengan Identitas Gender Mahasiswa Mugniesyah
(2005)
mengemukakan
lembaga
pendidikan/sekolah
merupakan agen sentral yang mensosialisasikan nilai-nilai gender. Sekolah merupakan perpanjangan tangan dari keluarga. Selain keluarga, khususnya orang tua, anak-anak memperoleh perilaku gender dari guru di sekolah. Anak perempuan cenderung mengamati perilaku feminin dari guru perempuannya, sebaliknya anak laki-laki juga mengamati dan mengikuti perilaku maskulin dari guru laki-laki. Sehingga diduga jenis kelamin guru favorit di sekolah mempengaruhi identitas gender mahasiswa TPB IPB, tabulasi silang kedua variabel ini dapat dilihat pada Tabel 26.
Tabel 26. Sebaran Mahasiswa Menurut Jenis Kelamin Guru Favorit Dan Identitas Gender di Kalangan Mahasiswa TPB IPB
Identitas Gender Maskulin (n=40) Feminin (n=64) Androgini (n=82) Total (%) Total (n)
Guru Favorit Guru Laki-laki Guru Perempuan L P L P 30.0 22.5 27.5 20.0 9.3 37.0 9.3 63.0 29.3 15.9 24.4 30.5 22.0 22.6 19.4 36.0 41 42 36 67
Total 100.0 100.0 100.0 100.0 186
Tampak pada Tabel 26, terdapat kecenderungan guru laki-laki lebih banyak difavoritkan oleh mahasiswa laki-laki dengan identitas gender maskulin, sebaliknya mahasiswa permepuan dengan identitas feminin juga lebih banyak memfavoritkan guru perempuan. Demikian pula dengan mahasiswa yang
90
memiliki identitas androgini. Dengan melihat nilai persentase di atas, di duga jenis kelamin guru favorit memiliki hubungan positif dengan identitas gender mahasiswa TPB IPB. Namun, hasil pengujian statistik kai-kuardrat dengan nilai pearson sebesar 1,813 dan signifikan peluang kesalahan sebesar 0,404 tidak menunjukkan adanya hubungan positif antara kedua variabel, baik diuji dengan tafar kepercayaan 5% maupun 30%.
6.2.4 Hubungan Karakteristik Organisasi Dengan Identitas Gender Mahasiswa Sesuai dengan hipotesis penelitian bahwa karakteristik organisasi berhubungan positif dengan identitas gender mahasiswa. Karakteristik organisasi ini dilihat dari pengalaman organisasi yang pernah diikuti oleh mahasiswa TPB IPB. Pada Tabel 27 disajikan tabulasi silang untuk membuktikan adanya hubungan positif antara pengalaman organisasi mahasiswa dengan identitas gendernya.
Tabel 27. Sebaran Mahasiswa Menurut Jenis Kelamin Guru Favorit Dan Identitas Gender di Kalangan Mahasiswa TPB IPB
Identitas Gender Maskulin (n=40) Feminin (n=64) Androgini (n=82) Total (%) Total (n)
Pengalaman Organisasi 1-2 Organisasi 3-4 Organisasi >4 Organisasi L P L P L P 25.0 15.0 27.5 25.0 5.0 2.5 11.1 72.2 7.4 24.1 0 3.7 35.4 24.4 17.1 18.3 1.2 3.7 24.2 34.9 15.6 20.4 1.6 3.2 45 65 29 38 3 6
Total 100.0 100.0 100.0 100.0 186
Sebagaimana yang telah dikemukakan di depan bahwa mahasiswa TPB IPB memiliki pengalaman organisasi rendah, yakni hanya mengikuti 1-2
91
organisasi saja. Pada Tabel 11 tampak mahasiswa TPB yang memiliki identitas maskulin, persentase laki-laki selalu lebih besar dibandingkan dengan perempuan. Sebaliknya, pada identitas gender feminin, persentase mahasiswa perempuan lebih besar. Namun, pada identitas androgini, persentase mahasiswa menunjukkan jumlah yang sebanding antara keduanya. Hal ini menunjukkan adanya hubungan positif antara pengalaman organisasi mahasiswa dengan identitas gendernya. Hasil penelitian di atas didukung oleh teori yang dikemukakan oleh Wood (2001) dalam Mugniesyah (2005) bahwa laki-laki cenderung mendominasi dalam kehidupan organisasi, dan bentuk-bentuk maskulin dalam berkomunikasi merupakan standar atau baku pada kebanyakan lingkungan organisasi, sehingga perempuan/gaya feminin menjadi berbeda dan inferior. Hasil pengujian kai-kuadrat diperoleh nilai pearson sebesar 9,243 dan signifikan dengan peluang kesalahan sebesar 0.051. Dilihat bahwa nilai signifikansi kesalahan, baik pada taraf 5% dan 30% terbukti bahwa ada hubungan positif antara pengalaman organisasi mahasiswa dengan idenitas gender. Sehingga dapat disimpulkan, hipotesis penelitian diterima.
6.2.5 Hubungan Media Massa Dengan Identitas Gender Mahasiswa Media massa telah mempengaruhi perilaku dan budaya, termasuk menyangkut sosialisasi gender. Wood (2001) dalam Mugniesyah (2005) menyatakan bahwa media secara umum merepresentasikan stereotipe laki-laki dan perempuan, media memperkuat stereotipe maskulinitas laki-laki dengan menampilkan laki-laki sebagai sosok yang kuat, aktif, petualang, agresif, dan kurang terlibat dalam hubungan kemanusiaan (individual). Sejalan denga
92
kebudayaan gender, media juga menampilkan perempuan sebagai objek seksual yang selalu tampil cantik, jelita, pasif, tergantung/tidak mandiri, dan seringkali ditampilkan sebagai individu yang tidak kompeten dan bodoh. Karakteristik media massa pada penelitian ini diukur dari pemuatan nilai gender pada kategori acara dalam media massa. Faktor ini diduga mempengaruhi pembentukan identitas gender mahasiswa TPB IPB. Tabulasi silang yang menunjukkan hubungan antara variabel pemuatan nilai gender dan identitas gender mahasiswa ini dapat dilihat pada Tabel 28.
Tabel 28. Sebaran Mahasiswa Menurut Pemuatan Nilai Gender Pada Media Massa Dan Identitas Gender di Kalangan Mahasiswa TPB IPB
Pemuatan Nilai Gender Pada Media Massa Acara Maskulin Acara Maskulin Acara Feminin dan Feminin Identitas Gender L P L P L P Maskulin (n=40) 50.0 22.5 5.0 12.5 2.5 7.5 Feminin (n=64) 16.7 35.2 1.9 40.7 0.0 24.1 Androgini (n=82) 43.9 23.2 3.7 12.2 6.1 11.0 Total (%) 34.9 25.3 3.2 19.9 3.2 13.4 Total (n) 65 47 6 37 6 25
Total 100.0 100.0 100.0 100.0 186
Tampak pada Tabel 12 bahwa secara keseluruhan, mahasiswa TPB dengan identitas gender -maskulin, feminin, dan androgini- cenderung lebih menyukai kategori acara yang maskulin. Namun, ada perbedaan dimana mahasiswa laki-laki lebih banyak yang menyukai kategori acara maskulin, sebaliknya perempuan lebih banyak menyukai acara yang tergolong feminin. Hal ini mengidikasikan bahwa ada hubungan antara pemuatan nilai gender pada media massa yang direprestasikan dengan acara yang difavoritkan oleh mahasiswa TPB dengan identitas gender mereka.
93
Hasil pengujian kai-kuadrat diperoleh nilai pearson sebesar 13,077 dan nilai signifikansi dengan peluang kesalahan 0,01. Nilai ini lebih kecil dari nilai alfa 0,05 pada taraf kepercayaan 50%, sehingga membuktikan adanya hubungan positif antara pemuatan nilai gender pada media massa dengan identitas gender mahasiswa TPB IPB dan memperkuat dugaan bahwa mahasiswa laki-laki memperoleh sifat kemaskulinannya dengan melihat sosok laki-laki yang ditampilkan pada media massa, demikian pula sebaliknya dengan mahasiswa perempuan yang memperoleh sifat feminin sebagaimana sosok perempuan yang ditampilkan pada media massa.
6.3 Ikhtisar Mengacu pada skor Tes Androgini Bem diketahui bahwa mahasiswa TPB IPB laki-laki cenderung memiliki identitas gender maskulin, sedangkan mahasiswa perempuan memiliki identitas gender feminin. Hal ini membuktikan dugaan bahwa perbedaan jenis kelamin secara biologis mempengaruhi pembentukan identitas gender mahasiswa. Dari lima peubah yang diduga mempengaruhi pembentukan identitas gender pada mahasiswa, terdapat dua peubah yaitu jenis kelamin dan media massa dengan taraf kepercayaan 5% yang terbukti memiliki hubungan positif dengan identitas gender mahasiswa. Sementara peubah keluarga, teman sebaya, pengalaman organisasi berhubungan positif pada taraf kepercayaan dengan nilai alfa sebesar 30%.